Pembimbing :
dr. Wawan Siswadi, Sp. THT-KL
Disusun Oleh:
Inggil Indes Rakhmanto
2013020042
i
BAB I
STATUS THT-KL
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jatinegara
Pekerjaan : Pedagang
No. RM : 543057
bulan lalu dan semakin memberat sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan
1
mengeluhkan adanya pengeluaran cairan bening tak berbau dari
hidungnya, cairan tersebut juga terasa seperti tertelan, sakit kepala hilang
timbul serta nyeri pada wajah bagian kiri hilang timbul. Keluhan demam,
yang sama pada hidung sebelah kiri juga, kemudian oleh dokter dilakukan
operasi pada hidungnya tersebut. Tidak ada alergi. Tidak ada riwayat
dengan BPJS
3. Tanda vital
B. Nadi : 72x/menit
C. RR : 18x/menit
2
D. Suhu : 36,8oC
1. Telinga
Dextra Sinistra
2. Hidung
Dextra Sinistra
3
Discharge (-) Jernih encer (+)
Sinus
Maksillaris
(-) (+)
Sinus
(-) (-)
Sphenoidalis
Sinus
Ethmoidalis (-) (+)
3. Mulut
A. Bibir : Pecah-pecah (-), drolling (-), trismus (-)
B. Ginggiva : Warna merah muda
C. Gigi : dalam batas normal
D. Lidah : dalam batas normal
E. KGB : dalam batas normal
4. Tenggorokan
Dextra Sinistra
Tonsil T1 T1
Faring Hiperemis
4
Nasofaring Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain (-)
IX. RESUME
dengan keluhan hidung kiri merasa tersumbat sejak 4 bulan lalu dan
cairan tersebut juga terasa seperti tertelan, sakit kepala hilang timbul serta
nyeri pada wajah bagian kiri hilang timbul. Keluhan demam, hidung
adanya mukosa pucat (+), keadaan sempit dan ditemukan massa bertangkai
mengkilat (+), begitu pula pemeriksaan inspeksi meatus nasi media hidung
(+). Pada saat palpasi sinus, pasien merasakan nyeri pada sinus ethmoidalis
X. DIAGNOSIS BANDING
1. Fibroma hidung
3. Papiloma inversi
5
4. Karsinoma, sarkoma hidung
5. Rhinosinusitis akut
6. Rhinitis alergi
7. Rhinitis vasomotor
XI. DIAGNOSIS
XII. TATALAKSANA
1. Dexametasone 0,5 mg 2 dd 1
2. Rhinos 2 dd 1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Cavum nasi adalah celah irregular yang terdapat diantara palatum dari cavum
oris dan basis cranii. Bagian bawah cavum nasi yang paling lebar dan dalam
secara vertikal adalah regio sentralnya, dipisahkan oleh septum nasi menjadi
cavum nasi dextra dan sinistra. Pintu masuk dari cavum nasi adalah nares, dan di
posterior akan masuk ke nasopharynx melalui choana. Hampir seluruh bagian dari
cavum nasi dilapisi oleh mukosa kecuali area vestibulum nasi yang dilapisi oleh
kulit. Mukosa cavum nasi melekat pada periosteum dan perikondrium dari
hidung.
dan lateralnya, dan sacus lacrimalis dan konjungtiva di superiornya. Bagian 2/3
inferior mukosa cavum nasi adalah area respirasi dan 1/3 superiornya adalah area
olfaktori. Area respirasi dari cavum nasi mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis
semu bersilia dengan sel banyak sel goblet. Ada banyak kelenjar seromukus
per menit.
7
Dinding lateral dari cavum nasi tidak rata karena adanya tiga conchae yaitu:
concha nasi superior, medius, dan inferior. Conchae nasi ini berjalan dengan arah
inferimedial. Tiga conchae nasalis ini membentuk 4 celah untuk jalannya udara
8
didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga
hidung
9
II. Definisi
Rhinosinusitis adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai
dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk sumbatan
inflamasi pada (mukosa) hidung dan sinus paranasal, berlangsung selama dua
peradangan kronis yang terjadi pada mukosa cavum nasi dan sinus
benjolan lunak yang berada pada cavum nasi. Polip nasi diyakini timbul
10
pada mukosa cavum nasi karena adanya inflamasi yang berlangsung lama
(kronik).
Polip nasi adalah massa jinak yang berasal dari mukosa rongga hidung atau
sinus paranasal. Polip nasi terlihat sebagai massa halus yang mengandung
banyak cairan, lonjong, semi translusen, yang lebih banyak ditemukan di meatus
medius dan sinus etmoid. Kata polip berasal dari Yunani (Poly-pous) yang
kemudian dilatinkan (polyposis) dan berarti berkaki banyak. Polip hidung adalah
masa yang tumbuh dalam rongga hidung, sering kali multiple dan bilateral.
Massa ini lunak berwarna putih keabu-abuan, agak transparan, permukaan licin
Polip nasal dapat menjadi besar dan dapat memenuhi rongga hidung dan
sampai keluar dari nares anterior. Ada polip yang tumbuh ke posterior ke arah
nasofaring dan disebut polip koanal, sering tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior. Polip koanal paling sering berasal dari sinus maksila
(antrum). Sehingga disebut juga polip antrokoanal. Polip koanal yang lain
III. Epidemiologi
Berdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar 17,4
11
penyakit kronik yang paling populer di AS melebihi penyakit asma, penyakit
insidennya 1-4% dan literature lain melaporkan insiden Polip nasi adalah 1-20
per1000 orang dewasa. Polip nasi ditemukan pada pria dan wanita dengan
pada orang dewasa yang berusia 20-40 tahun. Jarang ditemukan pada anak-anak
Kronis dengan Polip Nasi memiliki angka prevalensi penyakit premorbid cukup
IV. Klasifikasi
berdasarkan skor total visual analoque scale (VAS). Ringan = 0-3, Sedang = 3-
Klasifikasi dan stadium polip nasi menurut mackay yaitu Stadium 0: tidak
ada polip. Stadium 1: polip terbatas dimeatus media (MM) tidak keluar ke
12
V. Etiologi
merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi dari RSK antara lain ISPA
akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitiss alergi, rhinitis hormonal pada
wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
Sampai sekarang etiologi polip masih belum diketahui dengan pasti tapi
ada 3 faktor yang penting dalam terjadinya polip, yaitu adanya peradangan
kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya gangguan
III. Patofmekanisme
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berdekatan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
13
dianggap sebagai rhinositis non-bakteria dan biasanya sembuh dalam beberapa
hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul
dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multipikasi
bakteri. Sekret menjadi purulent. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut
bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.. Jika terapi tidak berhasil (misalnya
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
Proses pembentukan polip hidung diduga melalui dua tahap yaitu : Tahap
awal terjadi perubahan mukosa berupa udim dan infiltrasi sel-sel radang
sepertieosinofil dan netrofil yang dibebaskan oleh alergi, infeksi dan gangguan
tekanan negatif.
sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris dan area lain di meatus medius. Pada
14
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan
Tumor ganas hidung seperti karsinoma atau sarkoma biasanya unilateral, ada
Biasanya akan menjadi lebih besar pada saat mengejan atau menangis.
V. Gejala Klinis
Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada masa dalam hidung, sukar
Gejala sekunder termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip),
rinore, nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan tidur,
dan penurunan prestasi kerja. Pada pasien dengan penyakit yang ringan dapat
tanpa gejala
Polip yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga
15
celah meatus medius sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru
Massa tunggal atau multipel keabuan, paling sering berasal dari meatus
medius dan prolaps ke kavum nasi. Polip nasi tampak licin, semi translusen.
Histopatologi
permukaan licin berwarna pucat keabuan, lobuler , dapat multiple dan bersifat
sangat tidak sensitif. Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh
sedikitnya aliran darah yang memasok polip tersebut. Bila terjadi trauma
bersilia yang serupa dengan mukosa sinus dan mukosa hidung normal.
sangat sedikit, dan terlihat melebar, tidak mempunyai serabut syaraf. Polip
16
yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena
aliran aliran udara menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa
Hellquist membagi polip nasi menjadi 4 sub-tipe histologis, yaitu, tipe I polip
netrofil yang dominan, tipe III polip dengan hiperplasia kelenjer seromusinosa
bila ada polip unilateral, bila tidak membaik dengan pengobatan konservatif
selama 4-6 minggu, bila akan dilakukan operasi dan bila ada kecurigaan
komplikasi sinusitis
VIII. Penatalaksanaan
Non Operatif
17
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan polip nasal
gejala lain secara cepat. Sayangnya, masa kerja sebentar dan polip sering
tumbuh kembali dan munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan
hingga bulanan
dan relative aman untuk pemakaian jangka panjang dan jangka pendek
• Florokuinolon : ciprofloksasin
• Klindamisin
• Metronidazole
• Antihistamin
18
• Mukolitik
• Antagonis leukotrien
• Imunoterapi
Pasien dengan gejala minimal dapat dimonitor sekali setahun atau dua kali
Operatif
operasinya akan lebih mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan
19
peralatan canggih endoskopi. Antara lain: Ekstraksi polip, Etmoidektomi,
atau cunam dengan analgetik lokal, bisa juga dengan menggunakan alat
IX. Komplikasi
sulit diobati.
X. Prognosis
Polip nasi sering kambuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Tetapi yang paling ideal
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Avdeeva, K., Fokkens, W., 2018. Precision Medicine in Chronic
Rhinosinusitis with Nasal Polyps. Curr. Allergy Asthma Rep. 18.
https://doi.org/10.1007/s11882-018- 0776-8
2. Van Zele, T., Holtappels, G., Gevaert, P., Bachert, C., 2014.
Differences in Initial Immunoprofiles between Recurrent and
Nonrecurrent Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyps. Am. J. Rhinol.
Allergy 28, 192–198. https://doi.org/10.2500/ajra.2014.28. 403
3. Stevens, W.W., Schleimer, R.P., Kern, R.C., 2016. Chronic
Rhinosinusitis with Nasal Polyps. J. Allergy Clin. Immunol. Pract. 4,
565–572. https://doi.org/10.1016/j.jaip.2016.04 .012
4. Chalermwatanachai, T., VilchezVargas, R., Holtappels, G., Lacoere, T.,
Jáuregui, R., Kerckhof, F.-M., Pieper, D.H., Van de Wiele, T.,
Vaneechoutte, M., Van Zele, T., Bachert, C., 2018. Chronic
rhinosinusitis with nasal polyps is characterized by dysbacteriosis of the
nasal microbiota. Sci. Rep. 8. https://doi.org/10.1038/s41598-018-
26327-2
5. Rimmer, J., Fokkens, W., Chong, L.Y., Hopkins, C., 2014. Surgical
versus medical interventions for chronic rhinosinusitis with nasal
polyps. Cochrane Database Syst. Rev.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD 006991.pub2
6. Bachert, C., Zhang, L., Gevaert, P., 2015. Current and future treatment
options for adult chronic rhinosinusitis: Focus on nasal polyposis. J.
Allergy Clin. Immunol. 136, 1431– 1440.
https://doi.org/10.1016/j.jaci.2015.10 .010
7. Fokkens, W.J., Bachert, C., Douglas, R., Gevaert, P., Georgalas, C.,
Harvey, R., Hellings, P., Hopkins, C., Jones, N., Joos, G., Kalogjera, L.,
Kern, B., Kowalski, M., Price, D., Schlosser, R., Senior, B., Thomas,
M., Toskala, E., Voegels, R., Wang, D.Y., Wormald, P.J., 2012. EPOS
2012: European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012.
A summary for otorhinolaryngologists. 1–12, 12.
https://doi.org/10.4193/Rhino12.000
21