Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KONSEP PSOKOFARMAKA

MATAKULIAH:KEPERAWATAN JIWA
TINGKAT 2A

DISUSUSN OLEH

Tomas s r ege
NIM:5303203191099

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU
TAHUN AJARAN 2020/22021

i
 KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
meskipun jauh dari kesempurnaan.
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah pembelajaran
dalam menimbah ilmu utamanya dalam matakulia keperawatan jiwa terkhusus pada
pembahasan psikofarmaka.

Pada kesempatan ini kami membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang
berguna untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran terkhusus pada pembahasan
psikofarmaka.

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN… …………………………………………………………….1


A. Latar Belakang……………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………2
C. Tujuan………………………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...3
D. Pengertian Psikofarmaka…………………………………………………………….3
A. Klasifikasi Psikofarmaka…………………………………………………………….4
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..26
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….26
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan
fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga
individu tersebut merasa puas dan mampu .
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat serta dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: kondisi fisik (somatogenik), kondisi perkembangan mental-
emosional (psikogenik) dan kondisi dilingkungan social (sosiogenik).
Ketidakseimbangan pada salah satu  dari ketiga faktor tersebut dapat mengakibatkan
gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. WHO
memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan
jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1 berbanding 4 penduduk. Departemen
Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah
sakit jiwa (Setiawan, 2009.http//www. Gizi.net, diperolehtanggal 26 September 2014).
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan
sebelum sakit, beberapa pasein meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenali realitas, serta perilaku kekanak-kanakan yang berdampak
pada penurunan produktivitas hidup. Hal ini ditunjang dengan data Bank  Dunia  pada 
tahun2 001 di  beberapa  Negara yang menunjukkan bahwa hari-hari produktif yang
hilang Atau Dissabiliiy AdjustedLife Years (DALY's) sebesar 8,1 % dari Global Burden
of Disease, disebabkan oleh masalah kesehatan  jiwa (Setiawan, 2009. http//www.
Gizi.net, diperolehtanggal 26 September 2014).

1
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penurunan produktifitas maka pada
pasien yang dirawat inap dilakukan upaya rehabilitasi sebelum klien dipulangkan dari
Rumah Sakit. Tujuannya untuk mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya,
penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan penyesuaian diri dalam
hubungan perseorangan dan socials ehingga bisa berfungsi sebagai anggota  masyarakat
yang mandiri dan  berguna .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Psikofarmaka?
2. Bagaimana klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka?
3. Bagaimana peran ilmu kimia dalam pemberian obat-obatan khususnya obat
psikofarmaka?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Psikofarmaka
2. Untuk mengetahui klasifikasi obat-obatan Psikofarmaka
3. Untuk mengetahui peran ilmu kimia dalam pemberian obat-obatan khususnya obat
farmaka

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Psikofarmaka adalah obat- obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat Neuroleptik
(bekerja pada sistim saraf ).Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif,
yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik),mencakup pemberian obat psikotik dan Elektro
Convulsi Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik.
3. Terapi Modalitas.
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi. Perawat
perlu mamahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk
Neurotransmiter adalah Dopamin,Neuroeprineprin, Serotonin dan GABA (Gama Amino
Buteric Acid),dll. Meningkatnya dan menurunnya kadar / konsentrasi neurotransmiter
akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat – obatan psikofarmaka
efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmiter.
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup pasien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya : antipsikosis,
antidepresi, anti-mania, anti-ansietas, anti insomnia, anti panik, dan anti kompulsif.
Pembagian lainnya dari obat Psiktropik antara lain : transquilizer, neuroleptic,
antidepressants dan psikomimetika.

3
B. KLASIFIKASI
Psikofarmaka dalam arti sempit, yang utama digunakan untuk penanganan
gangguan jiwa, dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :
a. Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b. Antidepresiva, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa terutama
digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia.

Neurotransmitter
Diotak terdapat 30 neurotransmitter yang bertanggungjawab atas penerusan
impuls listrik antara sel-sel saraf secara kimiawi. Dari neurit diujung suatu neuron,
neurohormon melintasi sinaps ke dendrit dibagian depan neurit berikutnya. Ada sejumlah
sistem neurotransmitter, antara lain sistem adrenergis dan sistem kolinergis dengan zat-
zatnya tersendiri.
a. Sistem adrenergis. Neurohormon terpenting diotak adalah zat-zat monoamin
noradrenaline (NA), serotonin , dan dopamin(DA), yang menentukan kegiatan otak
dengan antar keseimbangannya. Zat-zai ini khusus terdapat dalam gelembung-
gelembung kecil diujung axon, yang letaknya dekat sinaps. Setelah impuls listrik
mencapai axon, gelembung depot melepaskan neurohormonnya. Sebagian besar
neurohormon segera diserap kembali secara aktif oleh gelembung tersebut , sisanya
melintsi sinaps dan mencapai reseptor-reseptor diujung dendrit diseberangnya.
Setibanya disitu neurohormon menstimulasi reseptor untuk melepaskan suatu impuls
kedua, yang mengakibatkan melompatnya impuls asli melalui sinaps. Enzim
monoaminoksidase), yang juga terdapat diujung-ujung neuron, berfungsi
menguraikan monoamin sesudah aktifitasnya selsesai.
Obat-obat yang mengurangi kadar dopamin disel-sel saraf otak memiliki daya
kerja antipsikosis, sedangkan obat-obat yang meningkatkan dopamin digunakan pada
parkinson. Obat-obat yang memperbesar kadar serotonin dan noradrenaline dicelah
sinaptis dengan jalan menghambat re-uptakenya memilki daya kerja antidepresi.

4
b. Sistem kolinergis
Neurohormon asetilkolin (Ach) dari sitem kolinergis tidak diresorpsi
kembali, melainkan langsung diuraikan oleh kolinesterase. Obat-obat anti
kolineterase yang memperbesar kadar Ach diotak, antara lain tacrin, digunakan untuk
demensia Alzheimer.

Antipsikotika
Antipsikotika (major transquilizer) adalah oabat-obat yang dapat menekan
fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan
berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi dan apat pula
menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali
(halusinasi) serta menormalkan perilaku yang tidak normal. Oleh karena itu
anipsikotika trutam digunakan psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit
oleh pasien, misalnya penyakit schizofrenia dan psikosi mania depresif.
*mania transquilizer adalah antipsikotika yang digunakan pada gangguan kecemasan
dan ada gangguan tidur. Sperti hipnotika.

Gambar 1. Proses transmisi impuls saraf secara kimiawi melalui snaps diotak

5
Gangguan jiwa
Kalsifikasi. Ada ratusan penyakit jiwa dan gangguan perilaku, yang tidak mudah
di diagnosa. Untuk memudahkan dan menstandarisasi diagnisa, lazimnya digunakan
klasifikasi dari APA dalam buku pedoman DSM IV-TR. dibawah ini diberikan ringkasan
singkat dari sejumlah gangguan jiwa terpenting yang berkaitan dengan psikosis.
a. Psikosis didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan
pengertian (insight), timbulnya pandangan yang tidak realistis, mempengaruhi
kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala psikotis mencakup
halusinasi dan gangguan berpikir formil (tidak dapt berpikir riil), yang seringkali
disebabkan oleh shizofrenia. Psikosis dapat diobati dengan antipsikotika.
b. Neurosis termasuk gangguan konstitusi jiwa tanpa kerusakan organik dan tanpa gejala
psikotis. Kepribadian pasien relatif kurang terganggu dan kontak dengan realitas juga
tidak terganggu. Gangguan jiwa ini (termasuk histeria dan neurastenia) dapat
dianggap sebagai bentuk berlebihan dari reaksi normal terhadap situasi dan kejadian
dengan penuh stress. Gejalanya dapat berupa kegelisahan, cemas, murung, mudah
tersinggung dan berbagai perasaan tidak enak ditubuh. Pasien neurosis dapat
ditanggulangi dengan transquilizer.
Sindroma borderlin yang gejalanya terletak diperbatasan antara neurosis, psikosis
dan depresi. Sejak tahun 1987 sindrom ini diakui sebagai penyakit jiwa dan dalam
buku petunjuk DSM 1996 dimuat kriterianya untuk diagnosanya. Gejalnya banyak
sekali, yang utama adalah impulsivitas (penyalahgunaan minuman keras/narkotika,
menggunakan mobil secara membahyakan, hasrat kuat untuk membeli), instablitas
emosional dengan perubahan suasana secara mendadak dan percobaan bunuh diri,
kesulitan membuat kontak karena menganggap segala sesuatu sebagai hitam putih.
Ciri-ciri lainnya adalah ketakutan ditinggalkan dan sukar hidup sendiri, kecurigaan
kuat dengan hilangnya hubungan antara daya berpikir dan perasaan (disosiasi), masa-
masa psikosis singkat, dan masa-masa depresi. Akibat gejala-gejala ini penderita
sindrom ini akan mengalami banyak kesulitan dalam pergaulan dan cendrung menarik
diri dari kehidupan sosial. Pengobatan dilakukan poliklinis dengan kombinsi dari
bentuk psikoterapi khusus dan Psikofarmaka (antipsikotika, antidepresiva, atau obat-
obat yang meregulasi suasana, seperti litium).

6
c. Mania didefinisikan sebagai kecenderungan patologis untuk suatu aktivitas tertentu
yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (kleptomania), suasana jiwa pasien
riang tetapi seolah-olah ada paksaan untuk bertindak, melakukan aktivitas berlebihan,
kegelisahan dan perilaku tak terkendali jauh diluar bats kenormalan. Bila masa-masa
mania diselingi masa-masa depresi, gangguan ini disebut depresi mania. Penanganan
mania dilakukan dengan antipsikotika, khususnya klorpomazin, haloperidol dan
pimozida.

Schizofrenia
Schizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus bersifat
sangat serius, berkelanjutan dan dapat mengakibatkan kendala sosial, emsional dan
kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya membedakan). Akan tetapi banyak varian lain
yang kurang serius. Schizofrenia adalah penyebab terpenting gangguan psikotis, diamana
periode psikotis diselingi periode normal saat pasien dapat berfungsi baik. mulainya
penyakit seringkali secara menyelinap, adakalanya juga dengan mendadak. Pada pria
biasanya timbul anatara usia 15-25 tahun jarang diatas 30 tahun. Sedagkan pada wanita
antara usia 25-35 tahun.
Penyebabnya masih belum diketahui, mungkin berkaitan dengan terganggunya
keseimbangan sistem kimiawi rumit di otak. Dewasa ini hanya ditetapkan adanya faktor
keturunan dengan faktor lingkungan sebagai pemeran penting. Menurut suatu teori
infeksi virus selama perkembangan janin pada kehamilan telah menghambat
pertumbuhan antara lain neuron dopaminerg ke bagian-bagian tertentu dari otak.
Teor dopamin mengatakan bahwa schizofrenia disebabkan oleh
hiperaktivitassistem dopamin dibagian limbis otak. Hal ini yang menimbulkan gejala
negatif. Sejumlah obatpun dapat mengakibatkan psikosis, seperti drugs (LSD,XTC, dan
mescalin), juga metronidazol, fenitoin, karbamazepin, dan glikosida digitalis.

7
*dopamin
Gejalanya berupa simtom-simtom positif dan simtom-simtom negatif, yag selalu terdapat
bersamaan, tetapi dengan aksen berlainan pada berbagai pasien.
a. Simtom positif berupa waham-waham (seolah-olah mendengarkan suara orang yang
memerintahkannya berbuat sesuatu), halusinasi, pikiran janggal, dan daya asosias
terganggu, tidak dapat berpikir jelas). Prognosa dari pasien dengan gejala-gejala ini
yang dominan dianggap agak baik.
b. Simtom negatif berupa kemiskinan psikomotoris (berkurangnya bicara dan
pergerakan, pemerataan emosional). Pasien mengelak hubungan sosial, menjadi
apatis dan kehilangan enersi serta inisiatif. simtom-simtom ini menunjukkan bahwa
pasien berfungsi sosial buruk, prognosanya kurang baik.
Diagnosanya diterapkan berdasarkan gejala dan petunjuk sejumlah kriteria yang
berlaku universal.
Jalannya penyakit. Fase akut (psikosis) simtom positif bertahan minimal satu bulan
dan adakalanya diwalai oleh fase prodromal., yaitu menurunnya fungsi pasien
dibidang sosial dan komunikasi. Kemudian fase ini disusul oleh fase dengan terutam
simtom negatif, yang mirip fase prodromal. Dengan pengobatan layak di rumah
sakitjiwa, fase akut ini setelah 1-2 bulan umumnya disusul oleh masa remisi (gejala
penyakit lenyap atau sangat berkurang).
Sekitar 25% dari pasien tidak mengalami residif lagi dan dianggap sembuh. Kira-kira
50% pasien hanya sembuh sebagian (besar) dan terkadang kambuhnya masa psikosis,
yang dapat diselingi periode panjang di mana pasien dapat berfungsi lebih kurang
normal dengan kualitas hidup baik. sisa 25%nya membutuhkan pengobatan jangka
panjang, karena penyakit cenderung sering kambuh lagi. Sekitar 10% dari kelompok
terakhir meninggal karena bunuh diri.

Antipsikotika
Antipsikotika biasnya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis atau klasik
dan obat atypis.
A. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif. pada umunya
dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :

8
a. Derivat-fenotiazin: klopromazin, levomepromazin dan triflupromazin,
thiorizidin, dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin, trifluoperazin,
proklorperazin, dan thietilperazin.
b. Derivat-thioxanthen : klorprotixen, dan zuklopentixol.
c. Derivat-butirofenon : haloperidol, bromperidol, pimpaperon dan droperidol.
d. Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen, penfluridol.
B. Antipsikotika atypis (sulpirida, klozapin, respiridon, olanzapin, dan quetiapin)
bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat klasik.
Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan extrapiramidal dan
dyskinesia tarda.
Sertindol setela dipasarkan hanya satu tahun lebih, akhir 1998 ditarik dari
peredaran di eropa, karena dari beberapa kali dilaporkan terjadinya aritmia dan
kematian mendadak. Obat atypis lainnya yang sudah tersedia dinegara lain yag
sudah tersedia dinegara lain sejak 1988 adalah zotepin dan ziprasidon.
Khasiat dan penggunaan
Antipsikotika memilki sejumlah kegiatan fisiologi yakni :
a. Antipsikosis, obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala
psikotis, schizofrenia, mania dan depresi psikkotis. Disamping itu,
antipsikotika digunakan untuk menangani gangguan perilaku serius pada
pasien dengan handikap rohani dan pasien demensia, juga untuk keadaan
gelisah akut dan penyakit lata.
b. Anxiolitis, yaitu mampu meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan dan
agresi yang hebat. Oleh karena itu adakalanya obat ini digunakan dalam dosis
rendah sebagai minor transquilizer pada kasus-kasus serius, dimana
benzodiazepin kurang efektif, misalnya pimozida dan thioridiazin. Berhubung
efek sampingnya penggunaan antipsikotika dalam dosis rendah sebagai
anxiolitika tidak dianjurkan.
c. Antiemetis berdasarkan perintangan neuro-transmisi dati CTZ (Chemo
Trigger Zone) ke pusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin.
Karena sifat inilah obat ini sering digunakan untuk melawan mual dan muntah
yang hebat seperti pada terapi sitostatika, sedangkan pada mabuk jalan tidak

9
efektif. Obat dengan daya antiemetis kuat adalah prokolperazin dan thi-
etilperazin. Obat lain dengan daya anti mual yang baik dalam dosis rendah
adalah klorpromazin, perfenazin, triflupromazin, flufenazin, haloperiodol dan
metaklopramida.
d. Analgetis. Beberapa antipsikotika memilki khasiat analgetis kuat, antara lain
levomepromazin, haloperiodol. Tetapi obat ini jarang digunakan sebagai obat
anti nyeri, kecuali droperidol. Obat lainnya dapat memperkuat efek abalgetika
dengan jalan meningkatkan ambang nyeri misalnya klrpromazin.
Klorpromazin dan haloperiodol adakalanya juga digunakan pada gangguan
keseimbangan jika obat lainya tidak ampuh.
Mekanisme kerja
Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk kedalam
cairan cerebrospinal dan obat-obat ini melakukan kegiatnnya secara langsung
terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf biokimiawi belum
diketahui dengan pasti tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini
berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau anatar
keseimbangannya.
Antipsikotika menghambat agak kuat reseptor dopamin disistem
limbis otak dan disamping itu juga menghambat reseptor, serotonin, muskarin
dan histamin. Tetapi pada pasien yang kebal bagi obat-obat klasik telah
ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut. Riset baru mengenai
otak telah menunjukkan bahwa blokade D2 tidak selalu cukup untuk
menanggulangi schizofrenia secara efektif. Untuk ini neurohormon lainnya
seperti serotonin, glutamat, GABA (gamma-butyric acid) perlu dipengaruhi.
Mulai kerjanya blokade D2 cepat, begitupula efeknya pada keadaan gelisah.
Sebaliknya kerjanya terhadap gejala psikosis lain, seperti waham, halusinasi,
dan gangguan pikiran baru nyata setelah beberapa minggu. Mungkin efek
lambat ini disebabkan sistem reseptor dopamin menjadi kurang peka.

*antipsikotika atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor D1 dan D2


sehingga lebih efektif dari pada obat-obat klasik untuk melawan simtom

10
negatif. Lagi pula obat ini lebih jarang menimbulkan GEP dan dyskinesia
tarda.
a. sulpirida terutama menghambat resptor D2 dan praktis tanpa afinitas bagi
reseptor lain. Pada dosis rendah (dibawah 600 mg/hari) terutama bekerja
antagonistis terhadap reseptor presinaptis, dan pada dosis lebih lebih tingi
(diatas 800 mg/hari) juga terhadap reseptor D2 postsinaptis, seperti obat-
obat klasik. Efek antipsikotis terutama dicapai pada dosis lebih tingi dan
dosis rendah berguna pada psikosis dengan tertutama simtom negatif.

Gambar sulpirida

b. Klozapin ikatannya pada resptor D2 agak ringa (± 20%) dibandingkan


obat-obat klasik (60-75%). Namun efek antipsikotisnya kuat, yang bisa
dianggap paradoksal. Juga afinitasnya pada reseptor lain dengan efek
antihistamin, antiserotonin, antikolinergis dan antiadrenergis adalah relatif
tinggi. Menurut perkiraan efek baiknya dapat dijelaskan oleh blokade kuat
dari resptor D2, D4 dan -5HT. blokade reseptor muskarin dan D4 disuga
mengurangi GEP, sedangkan blokade 5HT2 meningkatkan sintesa dan
pelepasan dopamin diotak. Hal ini meniadakan sebagian blokade D2,
tetapi mengurangi risiko GEP.

11
Gambar klozapin
c. Risperidon juga terutama menghambat reseptor D2 dan -5HT, dengan
perbandingan afinitas 1:10, juga dari reseptor –α1, –α12, –H1. Blokade α1
dan α12 dapat menimbukan masing-masing hipotensi dan depresi
sedangkan blokade H1, berkaitan degan sedasi.

Gambar Risperidon

d. Olanzapin menhambat semua reseptor dopamin (D1 s/d D5) dan reseptor
H1, -5HT2, adrenergis dan kolinergis, dengan afinitas lebih itnggi untuk
reseptor -5HT2 dibandingkan D2.

Gambar Olanzapin

12
e. Reboxetin (Edronax) yang secara selektif menghambat reuptake
noradrenalin.

Gambar Reboxetin

Efek Samping
Sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika dan yang
paling sering terjadi adalah:
a) Gejala ekstrapiramidal (GEP)
GEP dapat berbentuk banyak macam, yaitu sebagai :
 Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson), yakni hipokinesia (daya gerak
berkurang,berjalan langkah demi langkah ) dan kekakuan anggota tubuh, kadang-
kadang tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-
syndrome” (mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat
muncul setelah beberapa munggu atau bulan. Terutama pada dosis tinggi dan
lebih jarang pada obat dengan kerja antikolinergis. Insidensinya 2-10%.
 Dystonia akut, yakni kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring,
gangguan menelan, sukak bicara dan kejang rahang. Guna menghindarkannya
dosis harus dinaikkan dengan perlahan, atau diberikan antikolinergika sebagai
profilaksis.
 Akathisia, yakni selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa
menggerakkan kaki, tangan atau tubuh (Yun, kathisis: duduk, a: tidak, tanpa).
Ketiga GEP tersebut dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati
dengan antikolinergika. Akathisia juga dapat diatasi dengan propranolol atau
benzosiazepin.
 Dyskinesia tarda, yakni gerakan abnormal tak-sengaja, khususnya otot-otot
muka dan mulut (menjulurkan lidah), yang dapat menjadi permanen. Gejala ini
sering muncul setelah 0,5-3 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis
kumulatif(total) yang telah diberikan. Risiko efek samping ini meningkat pada
penggunaan lama dan tidak tergantung dari dosis, juga lebih sering terjadi pada
lansia, insidensinya tinggi (10-15%). Gejala ini lenyap dengan menaikkan dosis ,

13
tetapi kemudian timbul kembali secara lebih hebat. Antikolinergika juga dapat
memperhebat gejala tersebut. Pemberian vitamin E dapat mengurangi efek
samping ini.
 Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP lain,
kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (tachycardia, berkeringat,
fluktuasi tekanan darah, inkontinensi). Gejala ini tak bergantug pada dosis,
terutama terjadi pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insidensi 1 %.
Diagnosanya sukar , tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir fatal.

b) Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik
dengan PIF( Prolacting Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi lagi,
kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak.
c) Sedasi yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klorpromazin,
thioridazin., dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin.
d) Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor ∝, adrenergis, misalnya klorpromazin ,
thioridazin, dan klozapin.
e) Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin, yang bercirikan antara lain
mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih dan tachycardia, terutama
pada lansia. Efeknya khusus kuat pada klorpromazin,thioridazin dan klozapin.
f) Efek antiseerotonin akibat blokade reseptot-5HT, yang berupa stimulasi nafsu
makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.
g) Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif. Bila
penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit kepala, sukar tidur, mual,
muntah, anorexia dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja
antikolinergis. Oleh karena itu penghentianya selalu perlu berangsur.
h) Efek lainnya. Akhirnya masih ada beberapa efek samping yang karakteristik bagi
obat-obat tertentu, yakni:
 Fenotiazin: sering kali reaksi imunologis, seperti fotosensibilisasi, hepatitis,
kelainan darah dan dermatitis alergis, jarang pada zat-zat thioxanten. Efek
lainnya berupa kelainan mata dengan endapan pigmen di lensa dan kornea, serta
retinopati pada thioridazin(dosis diatas 800 mg/hari).
 Klozapin: dapat menimbulkan agranulositosis (1-2%),juga bradycardia, hipotensi
ortostatis dan berhentinya jantung.
 Olanzapin dan risperidon pada lansia yang menderita Alzheimer dapat
mengakibatkan kerusakan cerebrovaskuler, yang meningkatkan mortalitasnya
dengan lebih dari dua kali, tidak tergantung dari lama dan dosisnya penggunaan.

14
Kehamilan dan lakstasi
Penggunaan obat-obat ini selama kehamilan dan laktasi sedapat mungkun
harus dihindari berhubung toksisitasnya bagi janin dan bayi. Karena psikosis yang
tidak ditangani dengan tepat dapat sangat merusak kesehatan ibu dan janin, maka
risiko penggunaan antipsikotika perlu dipertimbangkan per pasien secara individual.
Bila sangat perlu hendaknya diberikan dalam dosis serendah mungkin selama masa
yang singkat. Pekan-pekan kehamilan dengan risiko tinggi adalah minggu ke-4
sampai ke-10 dan 2-4 minggu terakhir. Selama periode tersebut, hendaknya jangan
diberikan medikasi. Obat pilihan pertama untuk keadaan darurat adalah haloperidol.
Interaksi
Beta-blockers dan antidepresive trisiklis dapat saling memperkuat efek
antipsikotika dengan jalan menghambat masing-masing metabolisme. Levodopa dan
bromokriptin dapat dikurangi kerja dopaminergnya. Barbital menurunkan kadar
darah antipsikotika berdasarkan induksi enzim.
Klorpromazin dan garam-garam litium saling menurunkan kadar darahnya masing-
masing.
Obat-obat tambahan
Bila penggunaan antipsikotika kurang menghasilkan efek yang diinginkan
adakalanya ditambahkan adjuvansia misalnya suatu benzodiazepin, garam litium,
antidepresive atau karbamazepin.
 Benzodiazepin dengan kerja agak panjang seperti diazepam, dapat untuk
sementara ditambahkan pada antipsikotika dengan efek sedatif ringan guna
menanggulangi rasa takut dan gelisah. Penggunaannya tidak boleh dihentikan
dengan mendadak, melainkan harus secara berangsur untuk menghindarkan
psikosis dan konvulsi reaktif (reboun).

15
Gambar diazepam
 Litium berguna sebagai obat tambahan bila terdapat komponen mania. Efeknya
yang baik berupa berkurangnya gejala psikosis, kegelisahan dan perbaikan kontak
sosial, dapat tercapai setelah 2-4 minggu. Dosis antipsikotikum biasanya dapat
dikurangi.
 Antidepresiva trisiklis, misalnya amitriptilin, adakalanya dapat ditambahkan
pada depresi yang timbul sesudah psikosis. Berhubung kombinasi saling
memperkuat daya kerja dan toksisitas kedua obat, harus diwaspadai meningkatnya
efek antikolinergis seperti ileus paralytis dan delirium.

Gambar amitriptilin

 Karbamazepin adakalanya berguna sebagai adjuvans bila terdapat kegelisahan


dan gangguan kelakuan hebat. Obat epilepsi ini menurunkan kadar darah
antipsikotika.

Penanganan Schizofrenia
Kesulitan utama pada penanganan semua gangguan jiwa adalah tidak adanya
keinsafan sakit pada kebanyakan pasien. Mereka menganggap halusinasi dan pikiran
khayalnya sebagai sesuatu yang sejati/riil dan selalu berpikir dirinya tidak sakit,
sehingga sering kali menolak minum obat. Lagi pula undang-undang yang ketat di
banyak negara tidak memungkinkan pengobatan/opname dipaksaka bagi seseorang
tanpa persetujuannya. Pemaksaan hanya diizinkan jika pasien membahayakan dirinya
sendiri atau orang lain. Dengan demikian tak jarang penderita psikotis hebat tidak
bisa ditolong. Penderita umumnya tidak bisa memelihara kebutuhan dasar dirinya dan
berakhir sebagai gelandangan di jalan-jalan kota.

16
Jelaslah bahwa setelah masa psikosis lewat, juga kesetiaan terapinya (drug
compliance) kurang besar, yang tak jarang mengakibatkan gagalnya pengobatan.
Schizofrenia tidak dapat disembuhkan, penanganannya bersifat simtomatis,
yakni menghalau gejalanya dan kemudian mencegah kambuhnya lagi. Di samping itu
rehabilitasi psikososialnya sangat penting untuk reintegrasi pasien dalam masyarakat.
Psikoterapi
Dewasa ini para ilmiawan sepaham bahwa penanganan schizofrenia paling
efektif terdiri atas kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi
kelakuan kognitif, yang juga disebut “terapi wicara”. Dokter/psikiater berusaha
membangun hubungan baik dengan pasiennya dan memperoleh kepercayaan mereka,
juga mencoba membantu mengatasi problema psikis mereka, serta memberikan
petunjuk bagaimana menghadapi masalah. Disamping itu penting sekali untuk
menunjang pula secara moril keluarganya yang lazimnya sangat berfrustasi mengenai
pergaulannya yang sering kali sangat sulit dengan pasien.

 Obat- obat klasik. Umumnya dimulai dengan suatu obat klasik, terutama
klorpromazin bila diperlukan efek sedatif, trifluoperazin bila sedasi tidak
dikehendaki atau pimozida jika pasien justru perlu diaktifkan. Efek antipsikotika
baru menjadi nyata setelah terai 2-3 minggu. Bila sesudah masa latensi, obat
tersebut kurang efektif, perlu dicoba obat lain dari kelompok kimiawi lain.
Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah kambuhnya
penyakit. Thioridazin berguna pada lansia untuk mengurangi GEP dan gejala
antikolinergis. Obat klasik terutama efektif untuk meniadakan simtom positif dan
efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal
2 tahun dan tak jarang seumur hidup.
 Obat-obat atypis . Obat atypin lebih ampuh untuk simtom negatif kronis,
mungkin karena pengikatannya pada reseptor –D1 dan –D2 lebih kuat. Sulpirida ,
risperidon, dan olanzapin dianjurkan bila obat klasik tidak efektif (lagi) atau bila
terjadi terlalu banyak efek samping. Karena klozapin dapat menimbulkan
agranulocytosis hebat (1-2% dari kasus) selama terapi perlu dilakukan
penghitungan lekosit setiap minggu.
 Obat-obat tambahan, yakni antikolinergika (triheksifenidil,orfenadrin) dan beta-
blockers (propranolol). Obat ini sering ditambahkan untuk menanggulangi efek
samping antipsikotika, terutama gejala ekstrapiramidal (GEP). Benzodiazepin
diberikan guna mengatasi kegelisahan dan kecemasan.

17
Penanganan alternatif
Sejumlah psikiater telah berhasil baik dengan mengkombinasi vitamin dan
mineral tertentu dalam megadose. Penganan ortomolekuler ini berdasarkan
penemuan bahwa pasien schizofrenia mengalami defisiensi nutrien-nutrien
bersangkutan. Cara ini terdiri dari pemberian nutrien tepat dengan antar-
perbandingan yang tepat ke sel tubuh ( Yun. Orthos=lurus,tepat,sehat). vitamin yang
diberikan adalah vitamin C (3 x 1 g), niasinamida (3 x 3-2 g), piridoksin (2-3 x 250
mg) dan vitamin E (1 x 400 mg). Pilihan ini didasarkan pada sering ditemukannya
kekurangan vitamin-vitamin tersebut di otak penderita schizofrenia.
Mekanisme kerja. Menurut perkiraan hal ini desebabkan oleh terhambatnya
pengubahan sam amino triptofan menjadi niasinamida dalam otak, sehingga terjadi
kekurangan vitamin B3 dan kelebihan triptofan bebas. Dasar-dasar diet sehat: asam
amino, triptofan dan vitamin. Triptofan berlebihan dapat mendorong pembentukan
zat-zat halusinogen tertentu (yang menimbulkan khayalan) dan dapat menimbulkan
kelainan pada suasana jiwa dan pengamatan. Halusinogen ini dapat dirombak oleh
enzim MAO (monoamaminooksidase) yang justru memerlukan niasinamida (dan
vitamin C) untuk kerjanya. Lagi pula pada schizofrenia terdapat kekurangan co-enzim
NAD (nicotinamide-adenine-dinucleotide) di otak yang dibentuk di bawah pengaruh
nisinamida dan berperan penting pada reaksi oksidasi dan reduksi didalam sel.
Vitamin B, ini dan piridoksin mutlak diperlukan untuk reaksi pengubahan triptofan
karena merupakan ko-enzim bagi hidroksilase.
Zat-zat tambahan. Di samping vitamin itu diberikan pula sejumlah elemen tertentu,
yaitu magnesium (250 mg), zinc (50 mg), selenium (220 mcg), dan mangan (25 mg)
sehari. Dianjurkan pula diet tanpa bahan makanan yang mengandung asam amino,
yang dapat meningkatkan kadar atau aktivitas dopamin di otak, yakni kacang-
kacangan (dari genus Flava), gluten (suatu protein dalam gandum) ,dan kacang
tanah (mengandung banyak glisin dan serin).
Dengan kombinasi ini gejala penyakit ternyata dapat sangat dikurangi, sehingga
banyak pasien dapat berfungsi sosial lebih baik, bahkan dapat bekerja secara lebih
kurang normal.

18
ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. Klorpromazin: Largactil
Antipsikotikum tertua ini (1951) diturunkan dari prometazin dan memiliki rantai
sisi alifatis. Khasiat anti-psikosinya lemah, sedangkan daya antihistamin dan alfa-
adrenergnya lebih kuat. Obat ini memperkuat efek analgetika, sehingga membuat
pasien lebih tak acuh pada rasa nyeri. Selain pada keadaan psikosis dan sebagai obat
tambahan pada analgetika, klorpromazin juga digunakan untuk mengobati sedu yang
tak henti-henti (singultus,hiccup).
Resorpsinya di usus baik, tetapi BA-nya hanya kurang lebih 30 % akibat FPE
besar. PP-nya tinggi , sekitar 95 %, t1/2-nya 16-37 jam. Zat ini mudah melintasi
barrier darah-CCS, kadarnya dalam cairan otak lebih tinggi daripada dalam darah.
Ekskresinya lewat kemih sebagai metabolitnya.
Efek sampingnya yang terpenting adalah terhadap hati dan darah, mungkin akibat
suatu reaksi alergi. Zat ini dapat menyumbat saluran empedu sesudah 2-4 minggu dan
keruskan ini tidak selalu reversibel. Kelainan darah (agranulositosis, 1:300 ) agak
sering dilaporkan. Efek samping umum lainnya adalah efek sedatifnya yang kuat dan
GEP yang sering kali terjadi.
Dosis pada psikosis oral, i.m. atau i.v. 3 dd 25 mg garam-HCl selama 3-4 hari,
bila perlu dinaikkan sampai 1 g sehari. Pada sedu: 3-4 dd 25-50 mg, sebagai adjuvans
pada nyeri sedang/hebat 2-4 dd 25 mg.

Levomepromazin (Nozinan) adalah derivat yang atom klornya digantikan


dengan –OCH3 . khasiat antipsikosisnya sama dengan klorpromazin. Daya
analgetisnya lebih kuat kurang lebih 60 % dari morfin, sehingga berguna untuk nyeri
hebat, antara lain pada kanker dan sinannaga (herpes zoster ). Plasma-t1/2nya lebih
panjang, sampai 78 jam. Efek samping penting lainnya adalah hipotensi dan rasa
kantuk.Dosis: pada nyeri hebat i.m. 12,5-25 mg, oral 4-6 dd 12,5-50 mg( garam-garam
hidrogenmaleat).

19
Gambar Levomepromazin

2. Thioridazin: Melleril
Salah satu fenothiazin pertama ini dengan rantai sisi piperidin (1958) memiliki
khasiat antipsikosis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada pasien
yang sukar tidur. Obat ini digunakan pula pada neurosis hebat dengan depresi, rasa
takut dan ketegangan, serta depresi dengan kegelisahan.
Kerja anti-adrenergisnya lebih kuat, juga efek antihistamin, antikolinergis dan
antiserotoninnya.
Resorpsinya diusus baik dan lengkap, tetapi BA-nya hanya 65 % akibat FPE
besar. PP-nya diatas 95 %, t1/2-nya 10-24 jam. Ekskresinya berupa metabolit lewat
tinja (50%) dan kemih (30%).
Efek saming yang terpenting adalah gejala antikolinergis kuat dan hipotensi
ortostatis, GEP dan hepatitis yang jarang terjadi.
Dosis : oral 2-4 dd 25-75 mg (garam-HCl) maksimal 800 mg sehari, sebagai
tranquilizer 2-3 dd 15-30 mg.
Periciazin (Neuleptil) adalah derivat piperidin pula dengan efek antipsikosis agak
ringan dan efek anti-adrenergis dan anti-serotonin kuat. Dosis: oral 2-3 dd 10-20 mg
(garam-tartrat) maksimal 90 mg/hari, pada manula dimulai dengan 5 mg/hari, yang
berangsur dinaikkan sampai 20-30 mg/hari.
3. Perfenazin : Trilafon, Mutabon-D/M
Derivat-fenotiazin dengan rantai sisi piperazin ini (1957) berdaya antipsikosis
kuat dengan daya anti-adrenergis dan antiserotonin relatif lemah. Kerja
antikolinergisnya ringan sekali. Obat ini juga berkhasiat anti-emetis kuat. GEP sering
timbul.

20
Resorpsinya diusus baik, BA-nya hanya kurag lebih 35 % karena FPE tinggi. PP-
nya diatas 90 %, t1/2nya kurang lebih 9 jam. Dalam hati zat ini dirombak menjadi
metabolit yang kurang aktif. Perfenazin mengalami siklus enterohepatis.
Dosis: oral 2-3 dd 2-4 mg, maksimal 24 mg sehari, i.m. 100 mg
(dekanoat/enanthat, preparat depot) setiap 2-4 minggu.

Gambar Perfenazin

Trifluoperazin (Stelazin,Terfluzin) adalah derivat yang atom Cl digantikan –CF 3


dengan efek yang lebih kurang sama dengan perfenazin (1958).Dosis : oral permulaan
5 mg sehari, dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5 mg sampai maksimal 90 mg. Sebagai
obat antimual dan tranquilizer 2 dd 1-3 mg.
Fluenazin (Modecate, Moditen) adalah turunan –CH2OH dari trifluoperazin
(1959) dengan sifat hampir sama. Daya antimual dan sedatifnya ringan. Flufenazin
terutama digunakan sebagai injeksi kerja-panjang guna menjamin pengobatan. Plasma
t1/2 dari senyawa –HCl,-enantat dan –dekanoatnya masing-masing rata-rata 8 jam, 3,6
hari dan 8 hari. GEP sering terjadi, efek anti-kolinergis dan sedatifnya ringan. Esternya
dapat mengakibatkan depresi serius.Dosis : pada psikosis akut i. M. 1,25 mg (HCl)
lalu setiap 4-8 jam 2-5 mg sampai gejala terkendali, pemeliharaan 25 mg enantat
setiap 2 minggu, atau 25 mg dekanoat setiap 3-4 minggu.

4. Haloperidol: Haldol, Serenace.


Senyawa butirofenon ini memiliki khasiat antipsikotis dan anti-emetis kuat (1959)
dan hingga kini digunakan sebagai obat referensi untuk antipsikotika baru. Kerjanya
terhadap reseptor lain relatif lemah. Obat ini digunakan pada schizofrenia dan pada
berbagai macam gerakan spontan pada otot kecil (“tic”) yang diperkirakan akibat
hiperaktivitas sistem dopamin di otak. Lansia khususnya peka sekali terhadap obat ini,
sehingga pentakarannya harus hati-hati. Dystonsia dan akathisia sering terjadi dan
pada dosis tinggi menimbulkan kejang-kejang. Efek antikolinergisnya jarang

21
dilaporkan. Bila perlu obat ini dapat diberikan pada wanita hamil dengan persyaratan-
persyaratan tertentu.
Resorpsinya diusus baik, BA-nya kurang lebih 60% akibat FPE besar. PP-nya 92
%, plasma t1/2nya kurang lebih 20 jam. Ekskresinya berupa metabolit dan secara utuh
melalui kandung kemih (40%) dan tinja (15%).
Dosis: psikosis oral 2-4 dd 1,5-5 mg, manula (pemeliharaan)2-4 mg sehari. Pada
sedu 5-10 mg sehari, untuk muntah-muntah 2 dd 0,5-1 mg, sebagai adjuvans pada
nyeri sedang-hebat 2-4 dd 0,5 mg.

Gambar Haloperidol

Bromperidol (Impromen) adalah turunanbrom sebagai pengganti klor (1981)


dengan khasiat khusus terhadap halusinasi dan pikiran khayal. Bromperidol kurang
efektif terhadap kegelisahan dan mania. Plasma t1/2nya panjang, kira-kira 24 jam.
Dosis : oral, i.m.,i.v. 1dd 1,5 mg, bila perlu berangsur dinaikkan sampai maksimal 15
mg sehari, pemeliharaan 5-10 mg/hari. Diatas 8 mg sehari selalu timbul GEP.
Droperidol (dehidrobenzperidol, Thalamonal) adalah derivat dengan khasiat
analgetis kuat (1963). Digunakan sebagai antipsikotikum pada keadaan gelisah akut,
sebagai premedikasi pada induksi anestesia dan sebagai adjuvans pada nyeri infark
jantung (bersama zat narkotik fentanyl). Dosis:kegelisahan akut i.m./i.v. 5-10 mg pada
infark i.v. perlahan 2,5 mg (bersama fentanyl 0,05 mg).

5. Pimozida: Orap
Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan memiliki
khasiat antipsikosis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa waktu,
tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Obat ini tidak layak diberikan pada keadaan
eksitasi dan kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi pula efek

22
sedasinya lebih ringan dibandingkan obat lain. Pimozida khusus digunakan pada
psikosis kronis jangka panjang.
Resorpsinya diusus lambat dan variabel. Plasma t1/2nya panjang:55-150 jam,
pada pasien schizofrenia rata-rata 55 jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya sedikit
dirombak dalam hati. Ekskresinya sangat lambat kerena selalu diresorpsi kembali oleh
tubuli. Akhirnya kurang lebih 40 % dikeluarkan lewat kemih terutama berupa
metabolit dan 15 % dengan tinja secara utuh.
Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya nampak
perubahan jantung (ECG) dan aritmia.
Dosis: oral 1 dd 1-2 mg dinaikkan secara berangsur setiap 2 minggu sampai
maksimal 6 mg sehari.
Penfluridol (Semap) adalah derivat piperidin pila (1971) dengan kerja sangat
panjang (kurang lebih 7 hari) dan terutama berkhasiat antidopaminerg kuat. Efeknya
dimulai relatif cepat, sesudah 1-2 hari. GEP sering terjadi. Dosisnya: 1x seminggu 10-
20 mg, berangsur dinaikkan sampai maksimal 60 mg seminggu.
Fluspirilen (Imap) adalah derivat-piperidin long-acting pula, yang harus
diberikan parenteral i.m. 1 x seminggu 1-10 mg.
6. Sulpirida : Dogmatil
Derivat-sulfamoyl ini dianggap sebagai obat typis pertama (1968) dan khusus
memiliki daya antidopamin. Resorpsinya secara oral dalam waktu 5 jam, BA-nya 25-
35 %, PP-nya kurang dari 40 % . Dalam hati hampir tidak dirombak, ekskresinya
secara utuh untuk 92% melalui urin. Plasma t1/2nya 7 jam. Efek sampingnya
adakalanya dilaporkan galaktorrea, amenorrea dan perintangan ovulasi, lebih jarang
menyebabkan GEP dan sedasi.
Dosis: pada psikosis oral permulaan 1 dd 200 mg, sesudah 3 hari berangsur
dinaikkan sampai 3-4 dd 200 mg, pemeliharaan 100-200 mg sehari. Pada pusing-
pusing (vertigo) 150-300 mg sehari. i.m. 200-300 mg sehari selama 10 hari.

23
Gambar Sulpirida
7. Klozapin: Leponex, Clozaril
Senyawa dibenzodiazepin ini (1969) juga termasuk kelompok obat atypis. Khasiat
antipsikotisnya lemah dan bekerja noradrenolitis, antikolinergis dan antihistaminnya
kuat. Efek sedatif cepat dimulainya, efek antipsikosisnya setelah 1-6 bulan. Plasma
t1/2-nya 6-14 jam. Efektivitasnya terhadap simtom positif dan negatif dari psikosis
akut lebih baik daripada obat lain. Lagipula tidak menimbulkan GEP dan dyskinesia,
jarang sekali akathisia dan dystonia. Tetapi penggunaannya dibatasi oleh risiko
agranulositosis berbahaya (1-2%). Oleh karena itu gambaran darah harus di monitor
selama 5-6 bulan pertama dari terapi.
Dosis: oral i.m. 25-50 mg sehari, berangsur dinaikkan sampai maksimal 600 mg
sehari. Pemeliharaan 1 dd 200 mg malam hari.
Olanzapin (Zyprexa) adalah derivat log-acting terbaru(1995) dengan daya
menghambat reseptor D1 s/d D5 dan reseptor neurotransmitter lainnya. Plasma t1/2nya
kurang lebih 30 jam. Olanzapin terutama digunakan pada schizofrenia, sama
ampuhnya dengan haloperidol tetapi kurang GEP. Efek samping tersering (>10%)
adalah rasa kantuk dan naiknya berat badan. Belum ada data mengenai timbulnya
Agranulositosis. Dosis : permulaan 1 dd 10 mg, pemeliharaan 7,5-17,5 mg sehari.

8. Risperidon:Risperdal
Derivat benzisoxazol ini (1993) berkhasiat antipsikosis dan antiserotonin (5-HT2)
kuat, daya blokade-α1-nya cukup baik. Dalam hati zat atypis ini diubah menjadi antara
lain metabolit aktif hidroksi-risperidon dengan plasma t1/2-nya kurang lebih 24
jam(t1/2 zat induk 3 jam). Pada dosis rendah (4-8 mg/hari), GEP lebih jarang terjadi,
sedangkan pada dosis lebih tinggi sama frekuensinya dengan obat klasik. Dianjurkan

24
untuk psikosis schizofrenia yang kronis guna menangani simtom negatif, khususnya
bila obat lain kurang efektif. Suatu studi telah mengungkapkan bahwa dibandingkan
dengan haloperidol, risperidon menghasilkan kurang lebih 2 kali lebih sedikit residif
dalam masa 1 tahun.
Efek sampingnya bersifat umum dan yang paling sering terjadi adalah sukar tidur,
gelisah, rasa takut dan nyeri kepala. Dosis : oral 2 dd 1 mg, maka 2 dd 5 mg sehari.

9. Quetiapin :Seroquel
Derivat-thiazepin ini(1997) bekerja antidopaminerg terhadap reseptor D 1 dan D2,
yang dapat disamakan dengan khasiat klozapin. Juga memiliki kerja antiserotonin dan
antihistamin, tidak bekerja antikolinerg. Efektif terhadap gejala positif dan negati.
Risiko akan efek samping ekstrapiramidal tampaknya lebih ringan daripada obat-obat
klasik. Resorpsinya dari usus baik, PP-nya kurang lebih 83 %, dalam hati didegradasi
dengan banyak metabolit inaktif, yang terutama diekskresi melalui urin dan tinja.
Masa-paruh eliminasinya kurang lebih 7 jam. Efek samping utamanya berupa rasa
kantuk (selama 2 minggu pertama), rasa penat,pusing, hipotensi ortostatis dan
peningkatan berat badan.
Dosis:hari pertama 2 dd 25 mg, hari kedua 2 dd 150 mg, lalu bila perlu dinaikkan
lagi sampai dosis pemeliharaan maksimal 450 mg seharinya.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Psikofarmaka adalah obat- obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental.
2. Psikofarmaka dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :
a. Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang bekerja
sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk berbagai jenis
antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b. Antidepresiva, yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa
terutama digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. http://en.wikipedia.org/wiki.html Diaskes pada 28 Oktober 2014


Hoan Tjay, Tan dan Rahardja Kirana. 2013. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia.
Setiawan.2009.Gangguan Jiwa.http//www. Gizi.net.Diakses tanggal 20 September 2014

27

Anda mungkin juga menyukai