Anda di halaman 1dari 68

SAMPUL LUAR

HUBUNGAN BURNOUT (KEJENUHAN KERJA) DENGAN


KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANSANI
PEKANBARU

PROPOSAL PENELITIAN

INDRIYANI
153010111

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2019
SAMPUL DALAM
HUBUNGAN BURNOUT (KEJENUHAN KERJA) DENGAN
KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANSANI
PEKANBARU

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana


Keperawatan

INDRIYANI
153010111

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2019

HALAMAN PERSETUJUAN

i
HUBUNGAN BURNOUT (KEJENUHAN KERJA) DENGAN
KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SANSANI
PEKANBARU

PROPOSAL

INDRIYANI
15.3.0.1.0.111
Proposal ini telah disetujui pada :
April 2018
Pembimbing

Ns. EMULYANI, M.Kep


NIDN.1003087601

Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Ns. SRI YANTI, M,Kep,Sp.Kep.MB


NIDN.1001105812

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Indriyani

NIM : 15.3.0.10.111

Program Studi : S1 Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Judul Proposal : “Hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja


perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru”
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Pekanbaru, April 2018


Yang membuat pernyataan

INDRIYANI
15.3.0.1.0.111

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun proposal ini dapat
terselesaikan. Proposal ini disusun penulis untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Payung Negeri Pekanbaru Program Studi S1 Keperawatan Tahun 2019 dengan
judul “Hubungan Burnout (kejenuhan kerja) dengan Kinerja Perawat Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru”.

Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapatkan bimbingan


dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Ibu Ns. Hj. Deswinda, S.Kep, M.Kes, selaku ketua STIKes Payung Negeri
Pekanbaru yang telah memberikan izin untuk terlaksananya penyusunan
proposal ini.
2. Ibu Ns. Sri Yanti,S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.KMB, selaku ketua Program
Studi SI Keperawatan STIKes Payung Negeri Pekanbaru.
3. Ibu Ns. Emulyani, M.Kep, selaku pembimbing saya yang telah
meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan, petunjuk
dan saran kepada penulis sehingga proposal ini terselesaikan.
4. Ibu Desti Puswati, M.Kep, telah bersedia menjadi penguji I dalam proses
pembuatan proposal ini.
5. Ibu Ns. Putri Indah Pratiwi, S.Kep, telah bersedia menjadi penguji II
dalam proses pembuatan proposal ini.
6. Seluruh Staf Dosen beserta karyawan dan karyawati STIKes Payung
Negeri Pekanbaru yang telah banyak memberi pengetahuan dan bimbingan

iv
kepada penulis selama mengikuti pendidikan di STIKes Payung Negeri
Pekanbaru.
7. Ibu Santi Holydina, S. Tr. Keb selaku Pemimpin Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru, telah mengizinkan melakukan penelitian di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru dan bekerja sama dalam pembuatan proposal penelitian
ini.
8. Teristimewa ucapan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta
Ayahanda Sariyadi, Ibunda Zuraida dan Abangda Handaleo serta Adinda
Riski Ramdani dan Dinda Sabila serta Mbah H.Yusman dan Hj. Ngatinam
serta Andung Hj. Hasiyah, karena selalu memberikan dukungan, motivasi,
doa, bantuan moril dan materil yang tiada henti-hentinya.
9. Sahabat-sahabat teristimewa ine, Eva, della, gita, devi, zulfa,maya, rasma,
rifda, lisna, efi, wanita wanita sholeha, ibal family, Irian Fams, kelas 4c
dan Sahabat dan Teman-teman seperjuangan Program StudiI S1
Keperawatan yang telah memberikan semangat, kritik dan saran kepada
penulis dalam penyelesaian proposal penelitian ini.

Semoga segala amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT, dan


mendapat imbalan pahala dari Allah SWT. Dalam penyusunan proposal ini
penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran dari dosen dan pembaca sekalian yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan proposal ini.

Pekanbaru, April 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ................................................................................................................. i
SAMPUL DALAM ............................................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ...................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................................vii
DAFTAR SKEMA............................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................ix
BAB I .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 9
BAB II............................................................................................................................... 11
A. Tinjauan Teori ....................................................................................................... 11
1. Konsep Perawat ................................................................................................ 11
2. Konsep Kinerja ................................................................................................. 15
3. Konsep Brunout (kejenuhan kerja) ................................................................... 20
B. Teori Hubungan Burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat ..................... 25
C. Penelitian Terkait ..................................................................................................... 26
D. Kerangka Konsep ..................................................................................................... 27
E. Hipotesis ................................................................................................................... 27
BAB III ............................................................................................................................. 28
A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................................... 28
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 28
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................. 29
D. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 30
E. Defenisi Operasional ................................................................................................. 31
F. Etika Penelitian ......................................................................................................... 33
G. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................................................... 33
H. Analisa Data .............................................................................................................. 35

vi
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29
LAMPIRAN...................................................................................................................... 31

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Penelitian............................................................ 32


Tabel 3.2 : Definisi Operasional ...................................................................... 36
Tabel 3.3 : Hubungan Burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di
Rumah Sakit Sansani Pekanbaru ................................................... 40

vii
DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka Konsep Penelitian................................................ 18

viii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Burnout (kejenuhan kerja)

2. Kuesioner Kinerja

3. Surat Permohonan Pra Riset dari STIKes Payung Negeri Pekanbaru

4. Surat Izin Pengambilan data dari RS Sansani Pekanbaru

5. Lembar Konsul

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan
kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan preventif
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat
pelatihan medik dan pusat penelitian medik (Cahyani, 2017). Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Nurhidayah, 2018).
Rumah Sakit, selain profesi dokter, juga terdapat perawat yang
memegang peranan penting dalam hal melayani dan merawat orang yang
sakit secara langsung. Dalam melaksanakan tugas nya sehari hari, seorang
perawat sering dihadapkan pada suatu usaha penyelamatan kelangsungan
hidup atau nyawa seseorang. Berkaitan dengan ruang lingkup kerjanya,
perawat sering berhadapan dengan hal hal yang monoton dan rutin, ruang
kerja yang penuh bagi yang bertugas dibangsal, harus berhati hati
menangani peralatan diruang operasi, serta harus dapat bertindak cepat dan
tepat dalam memberikan pelayanan keperawatan (Tawale, 2011).
Pelayanan keperawatan diberikan kepada pasien sebagai pengguna
jasa pelayanan keperawatan yang bermutu dan berkualitas. Pada pasal 63
UU No. 36 tahun 2014 pelayanan keperawatan merupakan pelayanan
kesehatan. Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh karakteristik organisasi,
karakteristik perawat (individu), dan karakteristik kerja (Majore & Kalalo,
2018). Kunci utama dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang
muaranya berasal dari perawat adalah perawat yang mempunyai kinerja
yang baik. ( Majoro & Kalalo, 2018).

1
2

Kinerja atau perfomance merupakan fungsi dari kemampuan


(ability), motivasi (motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja
(opportunity) (Majore & Kalalo, 2018). Kinerja adalah hasil karya yang
berhubungan erat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen,
serta berpengaruh kepada aspek keuangan. Kinerja tidak hanya
menyangkut bagaimana cara melakukan pekerjaan tetapi juga akan
menyangkut apa yang dikerjakan (Hidayat, 2015). Kinerja keperawatan
atau praktik keperawatan yang baik menggambarkan aktivitas yang
diberikan kepada klien melalui pelaksanaan asuhan keperawatan untuk
mencapai tujuan pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas dan wewenang
perawat dengan memenuhi ketentuan kode etik, standar profesional, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional (Nurhidayah, 2018).
Perawat yang sadar dengan etika kerja didalam bekerja tentunya
akan menerapkan etika kerja individu kepada lingkungan sekitar berupa
norma atau nilai nilai, tata krama dan perilaku. Perawat yang memiliki
etika kerja tinggi lebih termotivasi dan bersemangat dalam melakukan
pekerjaannya, dan perawat yang tidak menerapkan norma etika dalam
bekerja cendrung akan mengabaikan pekerjaannya yang menyebabkan
banyaknya permasalahan yang terjadi didalam pekerjaan sehingga akan
mengalami kinerja yang buruk (Devina, 2018). Penelitian yang dilakukan
Ulfa Devina, 2018 yang menyatakan permasalahan yang terjadi di RSU
Dr. H. Abdul Moelek umumnya terdapat pada bagian pelayanan kesehatan
yang tidak lepas dari buruk nya kinerja perawat. Para tenaga kerja
dianggap kurang profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Kinerja perawat di RSUDAM belum mencapai rata-rata
minimum yang ditetapkan yaitu 80%. Penelitian yang dilakukan oleh
Cahyani 2017 menyatakan bahwa kinerja perawat tahun 2015 rata –rata
berada pada range nilai 66-85 yang artinya cukup. Perawat memiliki
beberapa karakteristik yang menciptakan tuntutan kerja yang tinggi,
seperti pekerjaan yang rutin, jadwal kerja yang ketat, tanggung jawab atas
3

keselamatan dan kesehatan diri sendiri dan orang lain, serta dituntut untuk
mampu bekerja dalam tim. Kompleksnya tuntutan pekerjaan dan tanggung
jawab perawat menyebabkan profesi perawat rentan mengalami burnout
(kejenuhan kerja) (Asi, 2013).
Burnout (kejenuhan kerja) adalah sindrom yang berhubungan
dengan pekerjaan yang ditandai dengan tingkat kelelahan yang berlebihan,
sinisme, dan penurunan efikasi profesional. Kecendrungan Burnout
(kejenuhan kerja) yaitu sejenis stress yang banyak dialami oleh orang
orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap
manusia lainnya, seperti perawat, dokter, bidan, pendidikan, kepolisian,
keagaaman, dan penyediaan layanan seperti pustakawan dan staf
perpustakaan, terus menerus menghadapi resiko kecendrungan Burnout
(kejenuhan kerja). Istilah burnout (kejenuhan kerja) sebenarnya dikenalkan
oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang dianggap sebagai
penemu dan penggagas istilah burnout (kejenuhan kerja) sendiri
sebenarnya adalah Herbert Freudberger yang bekerja di sebuah klinik
kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak tenaga sukarelawan
yang mengalami penurunan motivasi dan semangat kerja, yang disertai
dengan kelelahan fisik dan mental. Ia menggambarkan orang yang
mengalami sindrom tersebut bagaikan seperti gedung yang terbakar habis.
Kini hanya tinggal kerangka saja. Gedung yang awalnya diramaikan
dengan banyak nya aktivitas didalamnya, kini hanya tampak kerangka
luarnya saja. Begitu pula bila orang mengalami sindrom ini, dari luar
masih tampak utuh, namun didalamnya kosong dan bermasalah (Sari,
2015).
Burnout (kejenuhan kerja) memiliki tiga dimensi, pertama
kelelahan emosional pada dimensi ini akan muncul perasaan frustasi, putus
asa, tertekan dan terbelenggu oleh pekerjaan, dimensi kedua
depersonalisasi, pada dimensi ini akan muncul sikap negatif, kasar,
menjaga jarak dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan ketiga
dimensi reduced personal accomplishment, pada dimensi ini akan ditandai
4

dengan adanya sikap tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan
bahkan kehidupan (Tinambunan & Tampubolon, 2018). Adapun beberapa
gejala-gejala burnout (kejenuhan kerja) yaitu: kelelahan fisik yang dapat
dilihat pada gejala gejala sakit fisik yang terjadi, seperti sakit kepala,
demam, sakit punggung, dan rentan terhadap penyakit dll. Kelelahan
emosional yang ditandai dengan rasa tidak berdaya, depresi, bosan, mudah
tersinggung, perasaan tidak menolong, suka marah, dan gelisah. Kelelahan
mental misalnya merasa sia-sia, sedih, tertekan, tidak yakin, tidak puas
dengan hasil kerja, tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada orang
lain dan lain sebagainya (Nurvia & Safitri, 2012).
Burnout (kejenuhan kerja) dapat disebabkan oleh faktor individu,
lingkungan, dan budaya. Termasuk dalam faktor lingkungan adalah
konflik peran. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang keahlian juga
dapat memicu terjadinya burnout (kejenuhan kerja). Begitu pula dengan
peran ganda, seorang wanita yang berperan sebagai pekerja dan ibu rumah
tangga akan lebih berpotensi terjadinya burnout (kejenuhan kerja). Faktor
lainnya adalah beban kerja yang berlebihan, meliputi lama nya jam kerja,
banyaknya tanggung jawab yang harus diterima, dan banyaknya tugas
yang harus diselesaikan. Keterlibatan terhadap pekerjaan tingkat
fleksibelitas waktu kerja, dan dukungan sosial juga mempengaruhi
terjadinya burnout (kejenuhan kerja) (Soedirman, 2009).
Salah satu Profesi yang sangat rentan terhadap burnout (kejenuhan
kerja) adalah perawat yang disebabkan oleh Shift kerja, beban kerja,
konflik sesama perawat dan kurang nya penghargaan yang diberikan
terhadap perawat, baik dari segi kurang baiknya manajemen kerja, gaji
yang dibayarkan, dan lainnya juga akan meningkatkan potensi burnout
(kejenuhan kerja) dikalangan perawat. Masalah burnout (kejenuhan kerja)
pada perawat harus segera diatasi karena perawat yang tidak bisa
mengatasi burnout (kejenuhan kerja) akan berpengaruh pada kualitas
pelayanan nya sehingga berdampak pada pasien yang akan menerima
pelayanan. (Allarcon, 2011).
5

Dalam keadaan burnout (kejenuhan kerja) perawat tidak dapat


bekerja dengan baik dan hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas
pelayanannya. Dampak burnout (kejenuhan kerja) bagi pasien sebagai
penerima pelayanan adalah menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan
dan meningkatnya perilaku negatif terhadap penerima pelayanan,
contohnya perawat rumah sakit pemerintah dan pukesmas dipadang
dilaporkan bersikap judes dan membentak bentak pasien dan keluarganya.
Perawat rumah sakit umum Mataram juga dilaporkan telah bersikap tidak
menyenangkan (Novita Dian, 2010).
Burnout (kejenuhan kerja) menjadi suatu masalah bagi perawat
akan mengakibatkan kinerja menurun, selain kinerja yang menurun
produktivitas juga menurun, pada kenyataannya tidak semua perawat
mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Sering kali mereka
mengalami kelelahan mental dan emosional akibat tugas nya yang harus
selalu siap memberikan pelayanan yang maksimal bagi orang lain. Apabila
masalah burnout (kejenuhan kerja) tidak segera diatasi oleh pihak rumah
sakit, maka akan menguras stamina dan emosi perawat, serta menimbulkan
tekanan yang mengakibatkan perawat mengalami burnout (kejenuhan
kerja) (Novita Dian, 2010).
Dampak burnout (kejenuhan kerja) bisa menyebabkan kerugian
pada rumah sakit ditinggalkan oleh pasien dan mengurangi pemasukan
rumah sakit, burnout (kejenuhan kerja) juga merugikan bagi perawat
dalam bekerja kurang maksimal karna mengalami burnout (kejenuhan
kerja) sehingga memungkinkan perawat mendapat teguran atau bahkan
dikeluarkan dari pekerjaannya, perawat yang mengalami burnout
(kejenuhan kerja) akan kehilangan makna dari pekerjaan yang
dikerjakannya karna respon yang berkepanjangan dari kelelahan emosional
fisik dan mental yang mereka alami. Akibatnya mereka tidak dapat
memenuhi tuntutan pekerjaan dan akhirnya memutuskan untuk tidak hadir,
menggunakan banyak cuti sakit atau bahkan meninggalkan pekerjaannya.
Atas dasar penjelasan tersebut, maka burnout (kejenuhan kerja) yang
6

terjadi pada perawat merupakan permasalahan yang penting untuk dikaji


lebih dalam. Menurut Kleiber & Ensman (Novita Dian, 2010).
Masalah burnout (kejenuhan kerja) yang terjadi diluar negri
merupakan trend issue yang menunjukkan terjadinya peningkatan pada
bagian pelayanan kesehatan. Di Spanyol terdapat 1,89-2,84% perawat
yang mengalami burnout (kejenuhan kerja) dan 1,26% terjadi pada
perawat di Belanda (Nurvia & Safitri, 2012). bibliografi terbaru yang
memuat 2496 publikasi tentang burnout (kejenuhan kerja) di Eropa
menunjukkan 43% burnout (kejenuhan kerja) dialami oleh pekerja
kesehatan dan sosial (perawat). Tay, Earnest, Tan, & Ng, (2014)
menyatakan perawat memiliki tingkat stres dan burnout (kejenuhan kerja)
yang paling tinggi, hal tersebut karena perawat selalu kontak dengan klien,
dan secara konstan terpajan ketegangan akan rasa sakit dan kematian, hal
ini ditunjukan dalam penelitian internasional yang menunjukkan
prevalensi burnout (kejenuhan kerja) pada perawat berkisar antara 30%-
80% (Talenta & Wardani, 2018).
Indonesia belum banyak studi yang menggambarkan burnout
(kejenuhan kerja) pada perawat diseluruh Rumah Sakit di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2016) di Rumah Sakit
Pekalongan menunjukkan bahwa insiden burnout (kejenuhan kerja) pada
perawat sebesar 65,9% yang disebabkan oleh lingkungan kerja, psikologis,
sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain. Permasalahan burnout
(kejenuhan kerja) juga ditemukan pada Rumah Sakit Petrokimia Gresik,
menunjukkan tingkat burnout (kejenuhan kerja) yang dialami perawat
dengan menggunakan 3 dimensi burnout(kejenuhan kerja) 8 perawat
(50%) mengalami burnout(kejenuhan kerja) sedang, namun sebanyak 7
perawat (43,75%) mengalami burnout (kejenuhan kerja) tinggi, 9 perawat
(56,25%) mengalami burnout (kejenuhan kerja) rendah (Khotimah, 2016).
Burnout (kejenuhan kerja) pada perawat penting diteliti karena
berdasarkan hasil penelitian Talenta dan Wardani (2018) menunjukkan
distribusi frekuensi perawat yang ditinjau dari tingkat burnout (kejenuhan
7

kerja) selama bertugas di instasi rawat inap Rs. Kanker sebagian besar
perawat memiliki tingkat burnout (kejenuhan kerja) yang tinggi yaitu
sebanyak 83,9%, jauh lebih besar dibandingkan perawat dengan tingkat
burnout(kejenuhan kerja) sedang sebanyak 16,1%. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Exparson Sipayung (2017) di ruangan IGD
Rumah Sakit Arifin Ahmad Pekanbaru didapatkan data sebanyak 30
responden (88,2%) mengalami burnout (kejenuhan kerja) dalam tingkatan
yang sedang.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru kepada 5 orang perawat, bahwa 4 (80%) dari 5 orang
perawat mengeluh kejenuhan kerja, beberapa faktor yang diungkapkan
perawat adalah perawat yang mempersepsikan beban kerjanya berlebihan
dengan tenaga kerja yang ada dan perawat juga mengatakan masih ada gaji
yang dibayarkan belum mencapai UMR. Salah satu perawat juga
mengatakan pernah mengalami konflik sesama perawat, konflik juga yang
memicu perawat merasa jenuh dalam bekerja. 1 (20%) dari 5 orang
perawat yang berada di ruangan ICU mengatakan tidak mengalami
kejenuhan kerja karena pasien yang berada di ruangan ICU tidak sama
dengan pasien yang berada di ruangan rawat inap, pasien yang dirawat
diruangan ICU dalam sehari kadang berjumlah 1 pasien saja. Penulis juga
melakukan wawancara terhadap 5 orang keluarga pasien, keluarga pasien
mengeluh kurangnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat,
keluarga pasien juga mengatakan tidak jarang mereka menemukan perawat
yang suka marah marah, yang sinis, dan yang kurang ramah terhadap
pasien dan keluarga pasien. Dari hal tersebut lah bisa mengakibatkan
penurunan kepuasan pasien diakibatkan pelayanan yang kurang baik.

B. Rumusan Masalah
Profesi perawat sangat rentan terhadap burnout (kejenuhan kerja)
yang disebabkan oleh Shift kerja, beban kerja, konflik sesama perawat dan
kurang nya penghargaan yang diberikan terhadap perawat, baik dari segi
8

kurang baiknya manajemen kerja, gaji yang dibayarkan, dan lainnya juga
akan meningkatkan potensi burnout (kejenuhan kerja) dikalangan perawat.
Dampak burnout bisa mengakibatkan rasa malas bekerja, produktivitas
kerja menurun, kinerja menjadi buruk dan berpengaruh terhadap pelayanan
keperawatan yang akan diberikan. Apabila kinerja menurun maka kualitas
pelayanan tidak sesuai dengan prosedur yang ada, akibatnya pasien merasa
tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru kepada 5 orang perawat, bahwa 4 (80%) dari 5 orang
perawat mengeluh kejenuhan kerja, beberapa faktor yang diungkapkan
perawat adalah perawat yang mempersepsikan beban kerjanya berlebihan
dengan tenaga kerja yang ada dan perawat juga mengatakan masih ada gaji
yang dibayarkan belum mencapai UMR. Salah satu perawat juga
mengatakan pernah mengalami konflik sesama perawat, konflik juga yang
memicu perawat merasa jenuh dalam bekerja. 1 (20%) dari 5 orang
perawat yang berada di ruangan ICU mengatakan tidak mengalami
kejenuhan kerja karena pasien yang berada di ruangan ICU tidak sama
dengan pasien yang berada di ruangan rawat inap, pasien yang dirawat
diruangan ICU dalam sehari kadang berjumlah 1 pasien saja. Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul ”Hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja
perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui atau mengidentifikasikan hubungan
burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kejadian burnout (kejenuhan kerja)
pada perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
9

b. Untuk mengetahui Gambaran kinerja perawat di Rumah Sakit


Sansani Pekanbaru
c. Untuk mengetahui hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan
kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Dapat menambah wawasan kepada tim medis dan kesehatan
dalam memahami hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja
perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Dapat digunakan sebagai pedoman dalam proses belajar
mengajar bagi mahasiswa dan mahasiswi STIKes Payung Negeri
Khususnya jurusan keperawatan dalam mempelajari hubungan
burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan masukan dalam
penyusunan penelitian selanjutnya khusus nya yang berhubungan
dengan burnout (kejenuhan kerja) terhadap kinerja perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Perawat
a. Pengertian Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
perawat baik didalam dan diluar negeri sesuai dengan peraturan
perundang undangan (Undang-Undang Keperawatan 2014).
Defenisi perawat menurut UU RI NO. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu
yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan
(Widyawati,2012). Tyalor C. Lilis C. Lemone (1989)
mendefenisikan perawat adalah seseorang karena sakit, luka dan
proses penuaan (Widyawati, 2012).
Keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan yang
menghadapi klien selama 24 jam terus menerus selama menjalani
perawatan dalam upaya membantu mengatasi masalah klien dalam
aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang diberikan oleh
perawat yang merupakan bentuk dari asuhan keperawatan
(Nurhidayah, 2018).
Keperawatan mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia serta mempelajari berbagai
upaya untuk mencapai kebutuhan dasar. Keperawatan didasarkan
oleh ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup sikap, kemampuan
intelektual, dan keterampilan teknik. Bentuk layanan keperawatan
sesuai dengan empat kebutuhan manusia yaitu bilogis, psikologis,

10
11

sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif (Rifiani &


Sulihandari, 2013).
b. Peran Perawat
Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran
perawat terdiri dari :

1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan


Peran ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.
2) Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari
pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan
atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam
mempertahankan & melindungi hak hak pasien meliputi :
a) Hak atas pelayanan sebaik baiknya
b) Hak atas informasi tentang penyakitnya
c) Hak atas privasi
d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian
3) Sebagai edukator (pendidik)
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4) Sebagai Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,
merencanakan serta mengorganisasikan pelayanan kesehatan
12

dan tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan


dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5) Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan
yang diperlukan.
6) Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan
mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan. (Widyawati, 2012).

c. Fungsi Perawat
1) Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya
dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
2) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan dalam
kegiatannya atas esan atau instruksi dari perawat lain
sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya
dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau
dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3) Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelomok tim yang bersifat
saling ketergantungan diantara tim satu dengan tim yang
lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan.
13

Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja


melainkan juga dari dokter ataupun lainnya (Widyawati,
2012).

d. Ruang Lingkup Keperawatan

Organisasi profesi keperawatan di Amerika Serikat


merumuskan ruang lingkup profesi keperawatan. Belakangan
konsep ini mulai di adaptasi di banyak negara didunia, baik negara
maju maupun Negara yang sedang berkembang. Ruang lingkup
perawat meliputi :

1) Hospital Nurses (Perawat Rumah Sakit)


Perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan seperti di
rumah sakit merupakan kelompok terbesar dari seluruh
perawat. Pada umumnya para perawat memberikan asuhan
keperawatan dan memberikan tindakan keperawatan sesuai
dengan wewenang nya. Para perawat rumah sakit diatur
pekerjaannya oleh suvervise perawat. Perawat dirumah sakit
ditugaskan diberbagai unit seperti bedah, maternitas, anak,
gawat darurat, intensive care unit, ruang perawatan kanker,
dan lain lain.
2) Office Nurses (Perawat Klinik)
Perawat yang bekerja di klinik kesehatan. Perawat klinik
yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
berobat jalan. Tugasnya mempersiapkan pasien dan membantu
persiapan pemeriksaan, memberikan obat dan suntikan,
membalut luka, serta melakukan dokumentasi, terkadang juga
melakukan pemeriksaan laboratorium rutin dan pekerjaan
administrasi lainnya.
14

3) Nursing Care Facility (Fasilitas Pelayanan Keperawatan)


Selain berpijak pada tugas nya yaitu melakukan asuhan
keperawatan, perawat juga mengkaji kesehatan penduduk,
mengembangkan rencana pengobatan, mengawasi pekerjaan
perawat dalam institansi tertentu, dan melakukan prosedur
invasive misalnya memasang infus. Mereka bekerja dibagian
khusus misalnya unit rehabilitasi untuk pasien stroke dan
trauma kepala.

4) Home Health Nurse (Pelayanan Keperawatan di Rumah)


Memberikan pelayanan keperawatan pasien dirumah.
Seorang perawat bertugas mengkaji lingkungan pasien dan
memberi petunjuk kepada pasien dan keluarga nya. Perawat ini
akan memberikan pelayanan keperawatan secara luas dan
sebagai manajer kasus misalnya pada pasien yang baru sembuh
dari penyakit atau kecelakaan. Mereka bekerja secara
independen. Dan juga menjadi supervise pembantu yang ada
dirumah (Widyawati, 2012).

e. Bentuk Pelayanan Perawat


Manusia merupakan mahluk yang unik, tetapi masing-
masing memiliki kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas
aspek biologis, psikologis, biologis, sosiokultural, dan spiritual.
Bentuk pelayanan keperawatan sesuai dengan empat kebutuhan
manusia yaitu biologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual.

1) Kebutuhan Biologis
Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan
kepada pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara
jasmani dengan kesehatan fisik.
15

2) Kebutuhan Psikologis
Pelayanan perawat pada kebutuhan psikologis diberikan
kepada pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara
psikologis yang berkaitan dengan kesehatan mental pasien.
Gangguan kesehatan mental misalnya stress ataupun depresi,
yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal.
3) Kebutuhan Sosial dan Kultural
Pelayanan perawat pada kebutuhan psikologis diberikan
kepada pasien/klien yang mengalami hal hal yang terjadi
langsung ditengah tengah kehidupan bermasyarakat. Misalnya,
pasien/klien yang mengalami kekerasan fisik yang berdampak
pada kesehatan fisik maupun mental. Pelayanan nya dapat
diberikan dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun
pendamping terhadap pasien (Widyawati, 2012).

2. Konsep Kinerja

a. Pengertian Kinerja
Kinerja atau performance adalah sebagai hasil pekerjaan
atau prestasi kerja. Pada kenyataannya kinerja tidak hanya
sebagai hasil dari suatu pekerjaan, namun juga didalamnya
terdapat uraian dari pelaksanaan pekerjaan. Kinerja adalah hasil
karya yang berhubungan erat dengan tujuan strategi organisasi,
kepuasan konsumen, serta berpengaruh kepada aspek keuangan.
Kinerja tidak hanya menyangkut bagaimana cara melakukan
pekerjaan tetapi juga menyangkut apa yang dikerjakan (Hidayat,
2015).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target, sasaran, atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu (Devina, 2018).
16

b. Faktor faktor yang mempengaruhi kinerja


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu :
1) Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemapuan (ability) pegawai terdiri atas
kemampuan potensi (IQ) dan kemapuan realita (pendidikan).
Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan
yang sesuai dengan keahliannya.
2) Faktor Motivasi
Faktor ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai
dalam menghadapi situasi kerja, Motivasi merupakan kondisi
yang menggerakkan pegawai kearah pencapaian tujuan kerja.
3) Sikap Mental
Merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal
(Devina, 2018).
c. Penilian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja merupakan kegiatan mengevaluasi hasil
kerja perawat dalam menyelesaikan tugas tugas nya sesuai
sasaran kerja dengan menggunakan suatu alat atau pedoman
penilaian. Pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja
para perawat itu sendiri. Oleh sebab itu evaluasi terhadap kinerja
perawat perlu dan harus dilaksanakan melalui suatu sistem yang
terstandar sehingga hasil dari evaluasi dapat lebih objektif
(Hidayat, 2015).
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya
manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat
digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai
dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan
volume yang tinggi. Manejer perawat dapat menggunakan proses
operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dan memilih,
17

melatih, membimbing perencanaan karir, serta memberi


penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam,
2011).
1) Dasar Penilaian
Dasar penilaian adalah uraian pekerjaan dari setiap individu
karyawan karena dalam uraian kinerja inilah ditetapkan tugas
dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap
karyawan. Tolak ukur untuk mengukur kinerja perawat adalah
standar umum. Standar berarti apa yang akan dicapai sebagai
ukuran penilaian, standar dibedakan atas dua, yaitu :
a) Tangible standart
Yaitu sasaran yang dapat dinilai alat ukur nya atau
standarnya, standar dibagi atas :
(1) Standar dalam bentuk fisik, yang terbagi atas: standar
kuantitas, standar kualitas, dan standar waktu.
Misalnya: kilo, gram, meter, baik, buruk, jam, hari, dan
bulan.
(2) Standar dalam bentuk uang, yang terbagi atas standar
biaya, standar penghasilan, dan standar investasi.
b) Intangible standar
Yaitu sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau
standarnya. Misalnya Standar Perilaku, kesetiaan,
partisipasi, loyalitas, serta dedikasi karyawan terhadap
perusahaan.
2) Unsur unsur yang diukur
a) Prestasi kerja
Penilaian mengukur hasil kerja baik kualitas
maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut
dari uraian pekerjaan.
b) Tanggung jawab
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam
18

mempertanggumg jawabkan kebijaksanaan, pekerjaan dan


hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
c) Ketaatan
Penilai menilai ketaatan karyawan dalam mematuhi
peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
d) Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas
tugas nya memenuhi perjanjian baik pada dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain seperti kepada para
bawahannya.
e) Kerjasama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi
dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical
atau horizontal baik didalam maupun diluar pekerjaan
sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
f) Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinil
dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis,
menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan
kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian
masalah yang dihadapinya (Hasibuan, 2013).
d. Manfaat Penilian Kinerja
Beberapa manfaat yang diperoleh dengan melakukan
penilaian kinerja adalah sebagai berikut.
1. Perbaikan Kinerja
Dengan dilakukannya penilaian kinerja maka akan
memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengambil
tindakan tindakan perbaikan dalam upaya meningkatkan
kinerja melalui umpan baik yang diberikan oleh organisasi.
19

2. Penyesuaian gaji
Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai informasi untuk
memberikan kompensasi karyawan secara layak sehingga
dapat memotivasi karyawan. Dalam hal ini keputusan untuk
penempatan yaitu karyawan ditempatkan atau diberikan posisi
berdasarkan keahlian dan kemapuan.
3. Pendidikan dan Pelatihan
Dengan dilakukannya penilaian kinerja maka akan diketahui
kelemahan atau kekurangan dari karyawan sehingga dilakukan
suatu program pendidikan dan pelatihan karyawan.
4. Perencanaan karier
Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai pedoman dalam
program perencanaan karir karyawan.
1. Mengidentifikasi kelemahan kelemahan dalam proses
penempatan
Penilaian kinerja dapat memberikan gambaran bagi
perusahaan untuk mengetahui kelemahan kelemahan yang
ada sehingga dapat dilakukan suatu perbaikan.
2. Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua pegawai
Penilaian kinerja yang obyektif menunjukkan adanya
perlakuan yang adil bagi semua pegawai.
3. Membantu karyawan dalam mengatasi masalah yang
bersifat eksternal
Penilaian Kinerja akan memberikan informasi kepada
atasan tentang hal hal yang menyebabkan turunnya kinerja,
sehingga manajemen dapat membantu menyelesaikannya
(Devina, 2018).
e. Dimensi Kinerja
Dimensi kinerja menurut Gomes, (1997), memperluaskan
dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan :
20

1) Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu


periode waktu yang ditentukan.
2) Quality of work : kualitas kerja berdasarkan syarat syarat
kesesuaian dan kesiapannya.
3) Job knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan
dan keterampilannya.
4) Creativennes: Keaslian gagasan gagasan yang dimunculkan
dan tindakan tindakan untuk menyelesaikan persoalan
persoalan yang timbul
5) Cooperation: kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain
6) Devendability: kesadaran dan kepercayaan dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja.
7) Initiative : semangat untuk melaksanakan tugastugas baru dan
dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8) Personal qualities: menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramah tamahan, dan integritas pribadi (Nursalam,2015).

3. Konsep Brunout (kejenuhan kerja)


a. Defenisi Burnout (kejenuhan kerja)
Maslach menjelaskan bahwa burnout (kejenuhan kerja)
adalah gejala kelelahan emosional dan sinisme yang terjadi pada
individu yang bekerja pada suatu jenis pekerjaan tertentu
(Lekahena, 2015). Baron & Greenberg mengatakan bahwa burnout
(kejenuhan kerja) adalah suatu sindrom kelelahan emosional, fisik,
dan mental, berhubungan dengan rendahnya perasaan harga diri,
disebabkan penderita stres yang intens dan berkepanjangan.
Pekerja yang mengalami burnout (kejenuhan kerja) menjadi
berkurang energi dan ketertarikannya pada pekerjaan. Mereka
mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, mudah
tersinggung, dan merasa bosan. Mereka menemukan kesalahan
pada berbagai aspek, yakni lingkungan kerja, dan bereaksi secara
21

negatif terhadap saran yang ditunjukkan pada mereka (Khotimah,


2010).
Istilah burnout (kejenuhan kerja) sebenarnya dikenalkan
oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang dianggap
sebagai penemu dan penggagas istilah burnout (kejenuhan kerja)
sendiri sebenarnya adalah Herbert Freudberger yang bekerja di
sebuah klinik kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak
tenaga sukarelawan yang mengalami penurunan motivasi dan
semangat kerja, yang disertai dengan kelelahan fisik dan mental. Ia
menggambarkan orang yang mengalami sindrom tersebut bagaikan
seperti gedung yang terbakar habis. Kini hanya tinggal kerangka
saja. Gedung yang awalnya diramaikan dengan banyak nya
aktivitas didalamnya, kini hanya tampak kerangka luarnya saja.
Begitu pula bila orang mengalami sindrom ini, dari luar masih
tampak utuh, namun didalamnya kosong dan bermasalah (Sari,
2015).
Jadi defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa burnout
(kejenuhan kerja) merupakan keadaan yang dialami seseorang
akibat mengalami stress dalam jangka waktu yang lama dan stres
yang dialami tidak diatasi dengan baik sehingga menyebabkan
orang tersebut kehabisan energi yang berdampak pada fisik dan
psikis.
b. Gejala gejala burnout (kejenuhan kerja)
1) Kelelahan Fisik
Kelelahan fisik yang ditunjukkan dengan adanya
kekurangan energi, merasa kelelahan dalam kurun waktu yang
panjang dan menunjukkan keluhan fisik seperti sakit kepala,
mual, susah tidur, dan mengalami perubahan kelelahan makan
yang diekspresikan dengan kurang bergairah dalam bekerja,
lebih banyak melakukan kesalahan, merasa sakit padahal tidak
terdapat kelainan fisik.
22

2) Kelelahan Mental
Kelelahan mental yang di tunjukkan oleh adanya sikap sinis
terhadap orang lain, bersikap negatif tedahap orang lain, dan
kehidupan pada umumnya diekspresikan dengan mudah curiga
kepada orang lain, menunjukkan sikap agresif baik dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan, menunjukkan sikap masa
bodoh terhadap orang lain.
3) Kelelahan Emosional
Kelelahan Emosional yang ditunjukkan oleh gejala gejala
seperti stres, perasaan tidak berdaya, dan merasa terperangkap
dalam melaksanakan pekerjaan, mengalami kebosanan atau
kejenuhan dalam bekerja (Tawale, 2011).

c. Dimensi Burnout (kejenuhan kerja)


Menurut Asi (2013). Burnout (kejenuhan kerja) memiliki
tiga dimensi yaitu kelelahan, sinis, dan rendahnya penghargaan
terhadap diri sendiri.
1) Kelelahan Emosi (emotional exhaustion)
Merupakan penentu utama kualitas burnout(kejenuhan
kerja), dikatakan demikian karena perasaan lelah mengakibatkan
sesorang merasa kehabisan energi dalam bekerja sehingga
timbul perasaan enggan untuk melakukan pekerjaan baru dan
enggan untuk berinteraksi dengan orang lain.
2) Depersonalisasi (depersonalization)
Ditandai dengan kecendrungan individu meminimalkan
keterlibatannya dalam pekerjaan bahkan kehilangan
idealismenya dalam bekerja. Depersonalisasi adalah cara yang
dilakukan seseorang untuk mengatasi kelelahan emosional yang
dihadapinya. Perilaku tersebut merupakan upaya untuk
melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan dengan
mempelakukan orang lain sebagai obyek.
23

3) Rendahnya penghargaan teradap diri sendiri (low personal


accomplishment)
Merupakan kecendrungan memberikan evaluasi negatif
terhadap diri sendiri. Individu merasa pesimis dengan
kemapuannya bekerja, sehingga setiap pekerjaan dianggap
sebagai beban yang berlebihan. Biasanya ditandai dengan
perasaan yang tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan bahkan
terhadap kehidupan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi burnout (kejenuhan kerja)
Faktor faktor yang mempengaruhi burnout syndrome yaitu :
1) Ambiguitas Peran
Adalah keadaan yang terjadi pada saat seorang pekerja
tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, bingung serta tidak
yakin karena kurangnya hak hak dan kewajiban yang dimiliki.
2) Konflik Peran
Adalah konflik yang terjadi karna seseorang mengemban
lebih dari satu peran yang saling bertantangan.
3) Beban Kerja
Beban kerja merupakan intensitas pekerjaan yang meliputi
jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, serta tanggung
jawab yang harus dipikul. Beban kerja secara kualitatif dilihat
dari kesulitan pekerjaan tersebut yang harus dikerjakan.
4) Dukungan
Dukungan dapat dibagi menjadi Dukungan atasan,
dukungan keluarga, serta dukungan dari rekan kerja.
5) Upah
Upah yang tidak setara dengan apa yang dilakukan juga
akan memicu terjadinya kejenuhan kerja.
24

e. Alat Ukur Burnout (kejenuhan kerja)


Alat ukur untuk menilai burnout menggunakan Maslach
Burnout Inventor Human Service Survey (MBIHSS) yang
merupakan instrument baku dalam mengukur kejadian burnout
(kejenuhan kerja). Instrument ini menilai tiga aspek yaitu
kejenuhan fisik (physical exhaustion), kejenuhan emosional/
depersonalisasi (emotional exhaustion/ depersonalization), dan
pencapaian diri/personal (personal accomplishment) (Mizmir,
2011). Alat ukur ini di kembangkan oleh Maslach & Jackson
(1981) yang didesain untuk mengukur aspek dan gejala burnout
(kejenuhan kerja).
f. Penilaian Burnout (kejenuhan kerja)
Penilaian burnout (kejenuhan kerja) memiliki 3 aspek yaitu
kejenuhan fisik (Physical exhaustion) sebanyak 9 pertanyaan,
depersonalisasi sebanyak 5 pertanyaan, dan pencapaian diri
(personal accomplishment) sebanyak 8 pertanyaan (Mizmir, 2011).
Instrument ini, skala pengukurannya dimulai dari 0 = tidak setuju
hingga 10 = setuju. Nantinya hasil penelitian menggunakan
kuesioner ini akan diketahui pada rentang nilai dan tingkatan
berapa burnout pada perawat dengan merujuk pada ketentuan
hasilnya sebagai berikut :
a) Skor 0-2
Merupakan skor terendah, menunjukkan tingkat stres
yang rendah, stres dapat diatasi dengan baik. Orang pada skor
ini berada pada kualitas hidup yang bahagia.
b) Skor 3-5
Pada skor ini, berada pada tingkatan stres cukup
dirasakan, namun belum mengganggu, stres pada skor ini masih
digolongkan kedalam stres yang rendah, namun perlu
pengawasan agar tidak menjadi stres yang lebih berat.
25

c) Skor 6-8 Sinyal Kuning


individu yang berada pada rentang skor ini memiliki tingkat
yang tinggi untuk mengalami burnout (kejenuhan kerja). Pada
skor ini, disarankan untuk memeriksakan kesehatan,
meluangkan waktu untuk bersantai,meninjau kembali tujuan,
mencari dukungan dari keluarga, teman dan lingkungan.
d) Skor 9-10 Sinyal Merah
Pada skor ini, burnout yang dirasakan berada pada rentang
yang sangat serius. Pilihan satu-satunya dalam skor ini adalah
beristirahat sejenak dari pekerjaan. Bantuan medis dan
psikologis diperlukan jika berada pada skor ini. Skor ini
menunjukkan bahwa individu sudah dalam keadaan stres yang
lama dan berlebihan (Mizmir,2011).

B. Teori Hubungan Burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat


Salah satu Profesi yang sangat rentan terhadap burnout (kejenuhan
kerja) adalah perawat yang disebabkan oleh Shift kerja, beban kerja, konflik
sesama perawat dan kurang nya penghargaan yang diberikan terhadap
perawat, baik dari segi kurang baiknya manajemen kerja, gaji yang
dibayarkan, dan lainnya juga akan meningkatkan potensi burnout
(kejenuhan kerja) dikalangan perawat. Masalah burnout (kejenuhan kerja)
pada perawat harus segera diatasi karena perawat yang tidak bisa mengatasi
burnout (kejenuhan kerja) akan berpengaruh pada kualitas pelayanan nya
sehingga berdampak pada pasien yang akan menerima pelayanan. (Allarcon,
2011).
Burnout (kejenuhan kerja) menjadi suatu masalah bagi perawat akan
mengakibatkan kinerja menurun, selain kinerja yang menurun produktivitas
juga menurun, pada kenyataannya tidak semua perawat mampu
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik (Novita Dian, 2010). Dalam
keadaan burnout (kejenuhan kerja), perawat tidak dapat bekerja dengan baik
sehingga kinerja perawat menurun dan hal ini tentu saja mempengaruhi
kualitas pelayanannya. Dampak burnout (kejenuhan kerja) bagi pasien
26

sebagai penerima pelayanan adalah menurunnya kualitas pelayanan yang


diberikan dan meningkatnya perilaku negatif terhadap penerima pelayanan,
contohnya perawat rumah sakit pemerintah dan pukesmas dipadang
dilaporkan bersikap judes dan membentak bentak pasien dan keluarganya.
Perawat rumah sakit umum Mataram juga dilaporkan telah bersikap tidak
menyenangkan (Novita Dian, 2010).

C. Penelitian Terkait
1. Penelitian Sari (2015) tentang Faktor-faktor yang berhubungan
dengan burnout perawat di RSUD Haji Makkasar. Penelitian ini
menggunakan metode cross sectional. Jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 50 orang. pengambilan sampel yang
digunakan yaitu teknik purposive sampling. Pengambilan data
menggunakan kuesioner dan menggunakan uji chi square dengan hasil
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia
dengan perawat (p=0,002), jenis kelamin dengan burnout perawat
(p=0,041), status perkawinan dengan burnout perawat (p=0,005).
2. Penelitian Ramdan & Fadly (2016) tentang Analisis Faktor yang
Berhubungan dengan Burnout pada Perawat Kesehatan Jiwa. Metode
yang digunakan adalah Cross Sectional dilaukan tehadap 125 orang
perawat di Rumah Sakit Atma Husada Samarinda menunjukkan
bahwa 56% perawat mengalami burnout, variabel jenis kelamin
(p=0,000), status kepegawaian, (p=0,034), beban kerja, (p=0,022),
dukungan keluarga, (0,000) dan kepemimpinan, (p=0,000)
berhubungan dengan burnout, sedangkan umur tidak berhubungan
dengan burnout (p=0,426).
3. Penelitian Tawale (2011) tentang Hubungan antara motivasi kerja
Perawat dengan kecendrungan mengalami burnout pada perawat di
RSUD Serui-Papua. Jenis penelitiannya adalah penelitian
korelasional. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel
tergantung :kecendrungan mengalami burnout dan variabel bebas:
27

Motivasi kerja perawat. Populasi pada penelitian ini adalah perawat di


RSUD Serui-Papua yang berjumlah 120 orang. dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian terdapat
hubungan yang signifikan antara Motivasi kerja perawat dengan
kecendrungan burnout.
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,
atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang
diteliti. Agar dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus
dijabarkan kedalam variabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat
diamati dan diukur (Notoatmojo, 2012).

Skema 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependen

Burnout
Kinerja Perawat
- Rendah
- Sedang -Tinggi

- Tinggi -Rendah
- Sangat Serius
-

E. Hipotesis
Hipotesis didalam suatu penelitian berarti suatu jawaban sementara
dari pertanyaan penelitian yang kebenarannya harus dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan
antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat.
28

Oleh karena itu hipotesis harus spesifik, konkret dan observable


(dapat diamati dan diukur) (Notoatmodjo, 2012).
1. Ha (Hipotesa Alternatif)
Ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di
Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
2. Ho (Hipotesa Nol)
Tidak ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja
perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
perhatian pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu di dalam
kehidupan manusia yang dinamakan sebagai variabel. Dalam pendekatan
kuantitatif hakikat hubungan diantara variabel-variabel dianalisis dengan
teori secara objektif. Desain penelitian yang digunakan adalah desain
korelasi dengan menggunakan pendekatan studi cross sectional. Pada studi
cross sectional dimana tiap subjek penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi hanya diobservasikan sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan
(Notoatmodjo, 2012).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
Karena menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis kepada 5
orang perawat bahwa 4 dari 5 orang perawat mengeluh kejenuhan kerja,
perawat mempersepsikan beban kerja yang berlebihan, dan gaji yang
diterima masih ada yang belum mencapai UMR. Sebelumnya penulis
melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Petala Bumi Provinsi Riau
dengan 5 orang perawat, perawat mengatakan tidak mengalami burnout
(kejenuhan kerja), karna beban kerja di Rumah Sakit Petala Bumi di
persepsikan perawat tidak berlebihan, perawat mengatakan pasien yang
dirawat di Rumah Sakit Petala Bumi Provinsi Riau dengan jumlah yang
sedikit sehingga perawat tidak mengalami burnout (kejenuhan kerja).
2. Waktu Penelitian
Kegiatan Penelitian ini di mulai dari persiapan riset dilakukan dari
mulai bulan Februari 2019 sampai seminar hasil bulan Juni 2019.

28
29
29

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Tahun 2019


Uraian kegiatan Feb Mart Apr Mei Juni Juli
2019 2019 2019 2019 2019 2019

1. Persiapan
(pengajuan judul
skripsi)

2. Pembuatan
proposal

3. Seminar Proposal

4. Pelaksanaan
Pengumpulan dan
Pengolahan Data

5. Pengolahan Data
(analisa data)

6. Presentasi/Semin
ar Hasil Skripsi

A. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini
adalah keseluruhan perawat yang bekerja di Rumah Sakit Sansani
pekanbaru. Populasi target adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan
diterapkan (digeneralisir). Namun peneliti dibatasi oleh karakteristik
demografi (letak wilayah), waktu untuk menjangkau seluruh anggota
populasi, ketersediaan dana untuk melaksanakan penelitian pada seluruh
anggota populasi serta ketersediaan sumberdaya manusia sebagai
pelaksanaan penelitian. Akibat beberapa keterbatasan ini, maka
digunakanlah populasi terjangkau yang merupakan bagian dari populasi
30

target, dimana peneliti mampu menjangkaunya. Populasi terjangkau


ditentukan bukan berdasarkan alasan metodologi maupun perhitungan
statistik, namun lebih pada kepentingan praktis suatu penelitian (Dharma,
2011). Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan perawat
yang bekerja di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dengan jumlah 72 orang
perawat.
2. Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
akan diteliti dan dianggap mewakili dari seluruh populasi tersebut
(Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini penulis menggunakan
keseluruhan populasi terjangkau sebagai objek penelitian (total populasi)
sampel penulis adalah keseluruhan perawat yang bekerja di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru sejumlah 72 orang perawat.

B. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen Penelitian ini dapat berupa : kuesioner (daftar
pertanyaan), formulir observasi, formulir formulir lain yang berkaitan dengan
pencatatan dan sebagainya (Notoadmojo, 2012). Kuesioner adalah suatu
bentuk atau dokumen yang berisi beberapa item pertanyaan atau pernyataan
yang dibuat berdasarkan indikator indikator suatu variabel (Dharma, 2011).
Instrument pengukuran yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan Maslach Burnout Invertor Human Service Survey (MBIHSS)
yang merupakan instrument yang sudah baku. Instrument MBIHSS ini
digunakan untuk mengukur kejadian burnout (kejenuhan kerja). Instrument
ini memiliki 3 aspek yaitu kejenuhan fisik (Physical exhaustion) sebanyak 9
pertanyaan, depersonalisasi sebanyak 5 pertanyaan, dan pencapaian diri
(personal accomplishment) sebanyak 8 pertanyaan (Mizmir, 2011).
Kuesioner ini dikembangkan oleh Maslach dan jakson (1981)
didesain untuk mengukur aspek dan gejala burnout, kuesioner ini dalam versi
aslinya berbahasa asing, namun kuesioner ini telah diterjemahkan kedalam
31

bahasa Indonesia dan digunakan dalam penelitian oleh Mizmir (2011), oleh
karena itu peneliti tidak melakukan pengujian kembali validitas dan
reliabilitas kuesioner yang digunakan.
Instrument ini, skala pengukurannya dimulai dari 0 = tidak setuju
hingga 10 = setuju. Nantinya hasil penelitian menggunakan kuesioner ini
akan diketahui pada rentang nilai dan tingkatan berapa burnout pada perawat
dengan merujuk pada ketentuan hasilnya sebagai berikut :
1) Skor 0-2 (rendah)
2) Skor 3-5 (sedang)
3) Skor 6-8 Sinyal Kuning (tinggi)
4) Skor 9-10 Sinyal Merah (sangat serius)
Skala ukur yang digunakan dalam alat untuk mengukur variabel
dependen Kinerja Perawat menggunakan skala likert. Kuesioner ini
merupakan kuesioner yang sudah baku karna telah digunakan pada penelitian
sebelumnya oleh (Septiyan 2014) dengan judul “Hubungan Mekanisme
Koping terhadap Kinerja perawat di ruang rawat inap”. Oleh karna itu penulis
tidak melakukan uji validasi lagi. Yang mana Pertanyaan positif akan diberi
nilai “selalu” 4, “sering” 3, “kadang kadang” 2, “tidak pernah” 1. Untuk
pertanyaan yang negatif jika “selalu” 1, sering “2”, “kadang kadang” 3, dan
“tidak pernah” 4. Kinerja tinggi apabila nilai median ≥ 95 dan kinerja rendah
apabila nilai median 95. Pada penelitian ini nilai r table yang digunakan
adalah (r=0,444).

C. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah untuk membatasi variabel-variabel yang
diamati atau diteliti, diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan
data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan
yang lain (Notoatmodjo, 2012).
32

Tabel 3.2
Tabel Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Skala Hasil ukur


ukur
Burnout Kondisi psikologis Kuesioner Ordinal a. Skor 0-2
seseorang yang tidak mampu MBIHSS burnout
menangani stres kerja rendah
sehingga berlanjut secara b. Skor 3-5
berkepanjangan burnout
mengakibatkan gejala seperti sedang
kelelahan fisik, emosional c. Skor 6-8
dan penurunan motivasi dan burnout
minat. tinggi
d. Skor 9-10
burnout
sangat
serius

Kinerja Hasil atau tingkat Kuesioner Ordinal a. Kinerja


keberhasilan seseorang tinggi
secara keseluruhan selama jika nilai
periode tertentu dalam ≥ 95
melaksanakan tugas b. Kinerja
dibandingkan dengan rendah
berbagai kemungkinan. jika nilai
Aspek yang dinilai adalah < 95
prestasi kerja, kerjasama,
ketaatan, tanggung jawab,
kejujuran, prakarsa.
33

D. Etika Penelitian
Peneliti akan menjalankan tugas meneliti atau melakukan penelitian
hendaknya memegang teguh sikap ilmiah serta berpegang teguh pada etika
penelitian (Notoatmodjo, 2012). Dalam melakukan penelitian, peneliti
mempertimbangkan beberapa etika dalam penelitian diantaranya sebagi
berikut:
1. Informed consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan responden menandatangani surat
persetujuan menjadi responden.
2. Veracity (Kejujuran)
Veracity atau kejujuran merupakan upaya untuk menyampaikan
kebenaran informasi yang diberikan, tidak melakukan kebohongan dalam
hal ini peneliti memberikan informasi yang benar.
3. Anonymity (Tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan tau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada masing-masing lembar pengumpulan
data tersebut.
4. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang berasal dari responden dan telah dikumpul
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanyakelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil penelitian.

E. Prosedur Pengumpulan Data


1. Tahap Pengumpulan Data
Berikut merupakan alur prosedur pengumpulan data yang dilakukan
oleh peneliti, diantaranya:
a. Mentapkan waktu dan lokasi penelitian
34

b. Mengurus surat izin penelitian yang dibuat oleh kampus STIKes


Payung Negeri Pekanbaru.
c. Setelah mendapat izin penelitian dari STIKes Payung Negeri
Pekanbaru, selanjutnya penelitian meminta izin kepada Direktur
Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
d. Setelah mendapatkan izin dari Direktur Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru, selanjutnya Menemui responden untuk menjelaskan
tujuan dan manfaat penelitian serta menjelaskan bahwa data yang
didapat dari responden akan dijamin kerahasiaannya. Jika responden
setuju,responden diminta untuk mengisi dan menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden.
e. Setelah mengisi lembar persetujuan dan menandatanganinya
responden akan diberi lembar kuesioner dan menjelaskan pengisian
kuesioner, kemudian diisi.
f. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner untuk diperiksa
kelengkapannya. Jika belum lengkap responden diminta melengkapi
saat itu juga.
2. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Notoatmodjo (2012) pengolahan data dilakukan dengan
beberapa tahap, diantaranya:
a. Editing
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan kuesioner.
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyuntingan terlebih dahulu.
b. Coding
Setelah data selesai di edit selanjutnya dilakukan pengkodean yaitu
perubahan data dari kalimat huruf kedalam bentuk angka atau
bilangan.
c. Entry
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan data
kedalam program komputer.
35

d. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,
dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
e. Processing
Data selanjutnya diproses dengan mengelompokkan kevariabel
yang sesuai.

F. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi
dari setiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang di duga
berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
independen yaitu Burnout (kejenuhan kerja) dan variabel dependennya
adalah kinerja. Penelitian ini untuk menguji hipotesis menggunakan salah
satu program komputer, uji analisis yang digunakan adalah Chi Square
dengan p (signitifkan) pada α = 0,05 sehingga apabila hasil uji statistic
tersebut menunjukkan p value < 0,05 maka Ho ditolak artinya ada
hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah
Sakit Sansani Pekanbaru, namun apabila p value > 0,05 maka Ho gagal
ditolak artinya tidak ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan
kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
36

Tabel 3.3
Hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat
Di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru

Kinerja

Burnout Rendah Tinggi


N
(kejenuhan
kerja)

Sangat Serius a b a+b


Tinggi c d c+d

Sedang e f e+f
Rendah g h g+h
N a+c+e+g b+d+f+h a+b+c+d+e+f+g+h

Keterangan :

Sel a : burnout sangat serius, kinerja rendah


Sel b : burnout sangat serius, kinerja tinggi
Sel c : burnout tinggi, kinerja rendah
Sel d : burnout tinggi, kinerja tinggi
Sel e : burnout sedang, kinerja rendah
Sel f : burnout sedang, kinerja tinggi
Sel g : burnout rendah, kinerja rendah
Sel h : burnout rendah, kinerja tinggi
37

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini tentang hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja
perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru, dilaksanakan mulai tanggal 21 Mei-
02 Juli 2019. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, menggunakan pendekatan
cross sectional. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan penyebaran
kuesioner kepada responden. Responden dalam penelitian ini adalah keseluruhan
perawat yang bekerja di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dengan jumlah 72 orang.
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel burnout (kejenuhan kerja)
adalah menggunakan skala MBI (Maslach Burnout Inventory) dan kuesioner yang
digunakan untuk pengukuran variabel kinerja menggunakan skala likert.
Pengolahan data dalam penelitian ini dibantu oleh program pengolah data
statistik. Hasil penelitian diuraikan dalam bagian-bagian berikut ini : karakteristik
responden, analisis univariat dan analisis bivariat.

B. Analisis data
1. Analisis Univariat
a. Data Umum Responden
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru

No. Umur Frekuensi Persentase


1 20-29 Tahun 59 orang 81,9%
2 30-40 Tahun 13 orang 18,1%
Jumlah 72 orang 100%
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan table 4.1 didapatkan rentang usia terbanyak yaitu pada umur
20-29 tahun sebanyak 59 orang (81%).
38

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


1 Laki-laki 20 orang 27,8%
2 Perempuan 52 orang 72,2%
Jumlah 72 orang 100%
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis


kelamin perempuan sebanyak 52 orang (72,2%).

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Rumah Sakit
Sansani Pekanbaru
No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase
1 D3 43 orang 59,7%
2 D4 1 orang 1,4 %
3 S1 28 orang 38,9%
Jumlah 72 orang 100%
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa mayoritas pendidikan terakhir


adalah D3 keperawatan sebanyak 43 orang (59,7%).

Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru

No Lama Kerja Frekuesi Persentase


1 < 2 tahun 6 orang 8,3%
2 > 2 tahun 66 orang 91,7%
Jumlah 72 orang 100%
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.4 distribusi lama masa kerja responden sebanyak


91,7% dengan lama kerja > 2 tahun.
39

Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Burnout (Kejenuhan Kerja) di Rumah
Sakit Sansani Pekanbaru

No Burnout (Kejenuhan Frekuensi Persentase


Kerja)
1 Sangat Serius 0 orang 0%
2 Tinggi 12 orang 16,7%
3 Sedang 25 orang 34,7%
4 Rendah 35 orang 48,6%
Jumlah 72 orang 100 %
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan rentang kejadian burnout (kejenuhan


kerja) paling besar yaitu katagori rendah sebanyak 35 orang (48,6%).

Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru

No Kinerja Frekuensi Persentase


1 Tinggi 56 orang 84,6%
2 Rendah 16 orang 15,4%
Jumlah 72 orang 100%
Sumber : Analisa Data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.6 didapat kan kinerja perawat Di Rumah Sakit


Sansani Pekanbaru berada pada rentang Tinggi sebanyak 56 orang (84,6%).

2. Analisis Bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel
berdasarkan analisis univariat, maka data akan dianalisis lebih lanjut untuk
melihat apakah ada hubungan antara dua variabel dalam penelitian
hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah
Sakit Sansani Pekanbaru. Analisis yang digunakan untuk melihat
hubungan antara dua variabel digunakan analisis bivariat. Kegunaan
analisis bivariat bisa untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara dua variabel. Jenis analisis bivariat yang digunakan
40

adalah uji kai kuadrat/chi-square test (x²). Hasil analisis bivariat dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut :

a. Hubungan Antara Burnout (kejenuhan kerja) dengan Kinerja


Perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru

Kinerja Rendah Tinggi Total P value

N % N % N %
Burnout

Tinggi 7 58,3% 5 41,7% 12 100%


Sedang 1 4,0% 24 96,0% 25 100%
0,001
Rendah 8 22,9% 27 77.1% 35 100%
Total 16 22.2% 56 77,8% 72 100%

Hasil analisis hubungan antara hubungan burnout (kejenuhan kerja)


dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dengan kejadian
burnout (kejenuhan kerja) sebanyak 27 orang (77,1%) responden yang memiliki
burnout (kejenuhan kerja) rendah mengalami kinerja pada katagori tinggi, yang
kedua responden yang memiliki burnout (kejenuhan kerja) sedang sebanyak 24
orang (96,0%) mengalami kinerja pada katagori tinggi, kemudian responden yang
memiliki burnout (kejenuhan kerja) tinggi sebanyak 7 orang (58,3%) mengalami
kinerja pada katagori rendah. Hasil uji statistic diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05
yang artinya ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di
Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.
41

BAB V
PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 21 Mei-02 Juli 2019
diperoleh data yang merupakan langkah awal untuk memulai analisis hubungan
antara dua variabel. Data tersebut dapat dijadikan acuan dan tolak ukur dalam
melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir. Berikut ini diuraikan
pembahasan penelitian tentang hubungan burnout(kejenuhan kerja) dengan
kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru.

A. Analisis Univariat

1. Data Umum Responden

Distribusi responden berdasarkan umur pada penelitian ini


terbanyak berada direntang umur 20-29 tahun sebanyak 59 orang (81%).
Maslach dalam (Mizmir, 2011) memberi penjelasan bahwa usia
berpengaruh dengan kejadian burnout (kejenuhan kerja). Menurut Mazlach,
orang dengan usia yang lebih muda, lebih cendrung mengalami burnout
(kejenuhan kerja) dibandingkan dengan orang dengan kategori yang lebih
tua karna memiliki pengalaman yang lebih dari pada mereka yang berada
dalam kategori usia yang muda (Mizmir, 2011).
Berdasarkan jenis kelamin, Distribusi responden yang paling
dominan adalah perempuan sebanyak 52 orang (72,2%). Secara teori,
perempuan lebih mudah mengalami burnout (kejenuhan kerja) dari pada
laki-laki. Perempuan lebih cendrung mengalami kelelahan secara emosi
dibandingkan dengan laki-laki (Maslach dalam Kohler, 2013). Perbedaan
jenis kelamin dapat mempengaruhi cara seseorang dalam menyikapi
masalah dilingkungan kerja. Hal itu terjadi karna pria dan wanita tumbuh
dan dibesarkan dengan cara yang berbeda. Pria diajarkan untuk bertindak
tegas, tegar dan tanpa emosional, sedangkan wanita diajarkan untuk
berprilaku lemah lembut. Tidak hanya itu, tuntutan untuk menyesuaikan diri
dalam pekerjaan yang mengharuskan pekerja untuk bersifat maskulin atau
42

feminim itu menyebabkan pekerja mengalami tekanan. Pekerja yang tidak


dapat mengatasi tekanan akan rentan terkena burnout(kejenuhan kerja)
(Mizmir, 2011).
Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir didapatkan
hasil responden terbanyak berpendidikan terakhir D3 sebanyak 43 orang
(59,7%). Menurut Maslach (dalam Mizmir,2011) bahwa burnoutkejenuhan
kerja) banyak ditemukan yang bekerja dibagian jasa dengan berlatar
belakang pendidikan yang lebih tinggi dan menemukan bahwa orang dengan
empat tahun kuliah (sarjana) merupakan yang paling beresiko untuk
burnout(kejenuhan kerja) diikuti oleh individu dengan tingkat pendidikan
pascasarjana. Mereka yang bekerja dibidang jasa memerlukan pelatihan
keterampilan yang lebih besar, hal ini didapatkan melalui pendidikan yang
berkelanjutan. Hal ini dianggap perlu untuk menunjang rasa percaya diri
mereka dan stabilitas mereka dalam bidang pekerjaan.
Distribusi responden berdasarkan lama kerja didapatkan hasil
responden terbanyak pada lama masa kerja > 2 tahun sebanyak 66 orang
(91,7%). Menurut Pangestiti (dalam Sari, 2011) yang menyatakan masa
kerja yang lama seharusnya akan mempengaruhi kejadian burnout
(kejenuhan kerja), artinya mereka yang memiliki lama masa kerja yang
lebih memiliki peluang untuk mengalami burnout (kejenuhan kerja) yang
lebih sedikit.
2. Data Khusus Responden
a. Burnout (kejenuhan kerja)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kejadian burnout (kejenuhan
kerja) didapatkan data sebanyak 35 responden 48,6% mengalami burnout
(kejenuhan kerja) dalam katagori yang rendah. Maslach menjelaskan
bahwa burnout (kejenuhan kerja) adalah gejala kelelahan emosional dan
sinisme yang terjadi pada individu yang bekerja pada suatu jenis
pekerjaan tertentu (Lekahena, 2015).
Salah satu Profesi yang sangat rentan terhadap burnout (kejenuhan
kerja) adalah perawat yang disebabkan oleh Shift kerja, beban kerja,
43

konflik sesama perawat dan kurang nya penghargaan yang diberikan


terhadap perawat, baik dari segi kurang baiknya manajemen kerja, gaji
yang dibayarkan, dan lainnya juga akan meningkatkan potensi burnout
(kejenuhan kerja) dikalangan perawat. Masalah burnout (kejenuhan
kerja) pada perawat harus segera diatasi karena perawat yang tidak bisa
mengatasi burnout (kejenuhan kerja) akan berpengaruh pada kualitas
pelayanan nya sehingga berdampak pada pasien yang akan menerima
pelayanan. (Allarcon, 2011). Dampak burnout (kejenuhan kerja) bisa
menyebabkan kerugian pada rumah sakit ditinggalkan oleh pasien dan
mengurangi pemasukan rumah sakit, burnout (kejenuhan kerja) juga
merugikan bagi perawat dalam bekerja kurang maksimal karna
mengalami burnout (kejenuhan kerja) sehingga memungkinkan perawat
mendapat teguran atau bahkan dikeluarkan dari pekerjaannya, perawat
yang mengalami burnout (kejenuhan kerja) akan kehilangan makna dari
pekerjaan yang dikerjakannya karna respon yang berkepanjangan dari
kelelahan emosional fisik dan mental yang mereka alami.
Menurut asumsi peneliti bahwa burnout (kejenuhan kerja) adalah
salah satu masalah yang sangat perlu diatasi, karna apabila tidak diatasi
dengan segera akan mengakibatkan kinerja dan produktivitas perawat
menurun dan akan berdampak ke pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Kemudian peneliti juga sependapat dengan pendapat yang diatas,
apabila masalah burnout (kejenuhan kerja) ini tidak segera diatasi maka
juga akan berdampak untuk pihak Rumah Sakit karna akan mengurangi
pemasukan Rumah Sakit.

b. Kinerja
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kinerja perawat didapatkan
bahwa kinerja perawat terbanyak pada kategori tinggi dengan jumlah 56
orang (84,6%). Menurut (Hidayat, 2015) Kinerja adalah hasil karya yang
berhubungan erat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen,
serta berpengaruh kepada aspek keuangan. Kinerja tidak hanya
44

menyangkut bagaimana cara melakukan pekerjaan tetapi juga akan


menyangkut apa yang dikerjakan. Perawat yang sadar dengan etika kerja
didalam bekerja tentunya akan menerapkan etika kerja individu kepada
lingkungan sekitar berupa norma atau nilai nilai, tata krama dan perilaku.
Perawat yang memiliki etika kerja tinggi lebih termotivasi dan
bersemangat dalam melakukan pekerjaannya, dan perawat yang tidak
menerapkan norma etika dalam bekerja cendrung akan mengabaikan
pekerjaannya yang menyebabkan banyaknya permasalahan yang terjadi
didalam pekerjaan sehingga akan mengalami kinerja yang buruk (Devina,
2018).
Menurut asumsi peneliti kinerja yang baik itu adalah bagaimana
cara petugas memberikan kualitas pelayanan yang terbaik, sehingga
pelanggan merasa puas dan merasa nyaman terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan karna apabila kinerja buruk akan berdampak pada kualitas
pelayanan dan akan mengakibatkan banyaknya permasalahan didalam
suatu pekerjaan..

B. Analisa Bivariat
1. Hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa
adanya hubungan antara burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat
di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dengan kejadian burnout (kejenuhan
kerja) sebanyak 27 orang (77,1%) responden yang memiliki burnout
(kejenuhan kerja) rendah mengalami kinerja pada katagori tinggi, yang
kedua responden yang memiliki burnout (kejenuhan kerja) sedang
sebanyak 24 orang (96,0%) mengalami kinerja pada katagori tinggi,
kemudian responden yang memiliki burnout (kejenuhan kerja) tinggi
sebanyak 7 orang (58,3%) mengalami kinerja pada katagori rendah. Hasil
uji statistic diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah
Sakit Sansani Pekanbaru.
45

Menurut (Allarcon, 2011) Salah satu Profesi yang sangat rentan


terhadap burnout (kejenuhan kerja) adalah perawat yang disebabkan oleh
Shift kerja, beban kerja, konflik sesama perawat dan kurang nya
penghargaan yang diberikan terhadap perawat, baik dari segi kurang
baiknya manajemen kerja, gaji yang dibayarkan, dan lainnya juga akan
meningkatkan potensi burnout (kejenuhan kerja) dikalangan perawat.
Masalah burnout (kejenuhan kerja) pada perawat harus segera diatasi
karena perawat yang tidak bisa mengatasi burnout (kejenuhan kerja) akan
berpengaruh pada kualitas pelayanan nya sehingga berdampak pada pasien
yang akan menerima pelayanan.
Burnout (kejenuhan kerja) menjadi suatu masalah bagi perawat
akan mengakibatkan kinerja menurun, selain kinerja yang menurun
produktivitas juga menurun, pada kenyataannya tidak semua perawat
mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik (Novita Dian, 2010).
Dalam keadaan burnout (kejenuhan kerja), perawat tidak dapat bekerja
dengan baik sehingga kinerja perawat menurun dan hal ini tentu saja
mempengaruhi kualitas pelayanannya. Dampak burnout (kejenuhan kerja)
bagi pasien sebagai penerima pelayanan adalah menurunnya kualitas
pelayanan yang diberikan dan meningkatnya perilaku negatif terhadap
penerima pelayanan, contohnya perawat rumah sakit pemerintah dan
pukesmas dipadang dilaporkan bersikap judes dan membentak bentak
pasien dan keluarganya. Perawat rumah sakit umum Mataram juga
dilaporkan telah bersikap tidak menyenangkan (Novita Dian, 2010).
Menurut asumsi peneliti memang jelas dampak burnout (kejenuhan
kerja) sangat berpengaruh dengan kinerja perawat, karna apabila tidak
segera diatasi maka akan mengakibatkan peroduktivitas kerja perawat akan
menurun dan akan merugikan pasien.

C. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan peneliti saat melakukan penelitian adalah
kesulitan waktu dalam mengumpulkan data dan harus bisa menyesuaikan dengan
46

waktu responden karna peneliti harus menyesuaikan dengan waktu kerja


responden sehingga memakan waktu yang cukup lama dalam proses penelitian,
penelitian ini mulai dari tanggal 21 Mei sampai 02 Juli 2019.
47

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan burnout (kejenuhan kerja)


dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan umur responden mayoritas terbanyak berumur 20-29 tahun
berjumlah 59 orang (81,9%). Kemudian jumlah responden dengan jenis
kelamin mayoritas perempuan yaitu sebanyak 52 orang (72,2%).
Berdasarkan pendidikan terakhir paling banyak berpendidikan D3 dengan
jumlah 43 orang (59,7%) dan berdasarkan lama kerja terbanyak selama > 2
tahun dengan jumlah 66 orang (91,7%).
2. Bedasarkan kejadian burnout(kejenuhan kerja) di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru dapat disimpulkan bahwa yang dialami perawat berada pada
katagori rendah sebanyak 35 orang (48,6%), sedang sebanyak 25 orang
(34,7%), tinggi sebanyak 12 orang (16,7%) dan tidak ada yg mencapai
kategori sangat serius.
3. Berdasarkan Kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru dapat
disimpulkan bahwa katagori kinerja perawat di Rumah Sakit Sansani
Pekanbaru tergolong kategori kinerja yang tinggi sebanyak 56 orang
(84,6%). dan kategori kinerja rendah sebanyak 16 orang (15,4%).
4. Hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai p = 0,001 dan nilai signifikan
<0,005 maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan burnout (kejenuhan kerja) dengan kinerja perawat di Rumah
Sakit Sansani Pekanbaru.
48

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian


Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian burnout (kejenuhan kerja)
pada perawat termasuk dalam kategori yang rendah, walaupun begitu
tindakan lebih lanjut untuk menangani masalah burnout (kejenuhan kerja)
harus segera dilakukan, supaya masalah burnout (kejenuhan kerja) pada
perawat di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru tidak semakin meningkat.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Bagi institusi pendidikan keperawatan hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan untuk pembelajaran materi manajemen keperawatan.
3. Bagi Penelitian Selanjut nya
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini banyak kekurangan, maka dari
itu peneliti menyarankan bagi peneliti selanjut nya untuk meneliti di
pembahasan yang sama yaitu :
a. peneliti selanjutnya di sarankan untuk meneliti hubungan beban kerja
dengan kejadian burnout (kejenuhan kerja).
b. peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti hubungan kompensasi
dengan kejadian burnout (kejenuhan kerja).
DAFTAR PUSTAKA

Allarcon, G.M. (2011) . a meta analysis of burnout with job demand resources
and attitude . Journal of Vocational Behavior.79.549.562.

Ardi Septiyan, (2014) “Hubungan Mekanisme Koping terhadap Kinerja perawat


di ruang rawat inap”.

Asi, Sri Pahalendang. 2013. “Pengaruh Iklim Organisasi dan Burnout terhadap
Kinerja Perawat RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Jurnal. Jurnal
Aplikasi Manajemen Volume 11 Nomor 3 September 2013.

Cahyani, Dwi. (2017). Pengaruh kepuasan kerja dan stres kerja terhadap kinerja
perawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Devina, Ulfa. (2018). Pengaruh etika kerja terhadap kinerja perawat Rumah Sakit
Umum daerah Dr. Abdul Moelek Provinsi Lampung.

Hasibuan M, (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. jakarta: PT Bumi


Aksara.

Hidayat, I. (2015). Hubungan motivasi dan beban kerja perawat pelaksanaan


dengan kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Pelamonia
Makassar. Hubungan Motivasi Dan Beban Kerja Perawat Pelaksanaan
Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pelamonia
Makassar, 1–113.

Lekahena, F. 2015. (2015). Hubungan antara stres kerja dengan burnout pada
perawat di Rsud Dr. M. Haulussy kota Ambon.

Majore, C. E., & Kalalo, F. P. (2018). Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Kinerja
Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Pancaran Kasih GMIM Manado.
Journal Keperawatan (e-Kp), 6.

Maslach, C & Jackson , S.E (1981) "The measurement of experienced burnout."


journal of occupational behaviour,2, 99-113.

Novita Dian. (2010). Hubungan antara efikasi diri (self efficacy) dan stres dengan
kejenuhan kerja (burnout) pada perawat igd dan icu rsud kota bekasi.

Nurhidayah. (2018). Hubungan Burnout Dengan Kinerja Perawat. Jurnal Ilmiah


Kesehatan Diagnosis, 12, 291–295.
Nurvia, L., & Safitri, R. M. (2012). Hubungan Antara Harga Diri Dengan Burnout
Pada Karyawan Bidang Pemasaran, 1–8.

Sari, I. K. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan burnout perawat di


RSUD Haji Makassar. Skripsi.

Soedirman. (2009). Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of


Nursing), Volume 4 No.1 Maret 2009, 4(1), 41–45.

Talenta, C., & Wardani. (2018). BURNOUT AND CARING BEHAVIOR OF


ONCOLOGY, 10(3).

Tawale, E. N. (2011). Hubungan antara Motivasi Kerja Perawat dengan


Kecenderungan mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui – Papua,
13(02), 74–84.

Tinambunan, E. M. K., & Tampubolon. (2018). Burnout syndrome pada perawat


diruangan rawat inap rumah sakit santa elisabeth medan, 1(1), 85–98.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai