Anda di halaman 1dari 43

Tugas Khusus Apotek Kimia Farma

Analisa Penyakit Osteoporosis

Oleh :

1. Dyah Ayuwati W, S.Farm


2. Mutia Ulinafiah, S.Farm
3. Ibbadurrachman, S.Farm
4. Susanti, S.Farm
5. Marwana Hi Moh.Rosidin, S.Farm
6. Nur Widiyawati, S.Farm

(Apotek Kimia Farma No.1)


(Apotek Kimia Farma No.1)
(Apotek Kimia Farma No.4)
(Apotek Kimia Farma No.4)
(Apotek Kimia Farma No.42)
(Apotek Kimia Farma No.42)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt atas berkah dan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai hasil diskusi kelompok kami serta merupakan
tugas yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Kami menyadari tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan yang
disebabkan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, sehingga kami sangat
mengharapkan masukan, kritik dan saran dari pembaca sekalian demi perbaikan
tulisan ini.
Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Seluruh karyawan PT. Kimia Farma
2. Rekan-rekan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas
bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Harapan kami semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya terutama bagi penulis sendiri.

Jakarta,

April 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................


KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

i
ii
iii
iv

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
2.1. Definisi Osteoporosis ...............................................................
2.2. Klasifikasi Osteoporosis ..........................................................
2.3. Patogenesis ..............................................................................
2.4. Etologi .....................................................................................
2.5. Manifestasi Klinis ....................................................................
2.6. Pemeriksaan Diagnostik...........................................................
2.7. Pencegahan ..............................................................................
2.8. Pengobatan ..............................................................................

3
3
4
4
5
8
9
10
11

BAB 3. METODE PENGKAJIAN DATA ................................................ 15


3.1. Lokasi dan Waktu .................................................................. 15
3.2. Metodelogi Pengkajian .......................................................... 15

BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................ 16


4.1. Analisa dan Pembahasan Resep Nomor 1 .............................. 16
4.2. Analisa dan Pembahasan Resep Nomor 2 .............................. 26
BAB 5. PENUTUP ...................................................................................... 37
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 37
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 38

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbadingan tulang normal dan tulang osteoporosis ...................


Gambar 2.2 Bentuk tulang belakang pada orang normal, orang yang
Mengalami lordosis dan orang yang mengalami kifosis .............
Gambar 2.3 Algoritma Pencegahan Penyakit Osteoporosis............................
Gambar 4.1 Resep Nomor 1 ..........................................................................
Gambar 4.2 Etiket Actonel 35 .......................................................................
Gambar 4.3 Etiket Osteocare.........................................................................
Gambar 4.4 Etiket Bio ATP ..........................................................................
Gambar 4.5 Etiket Arcoxia 60 .......................................................................
Gambar 4.6 Resep Nomor 2 ..........................................................................
Gambar 4.7 Etiket Lasgan 30 ........................................................................
Gambar 4.8 Etiket Analtram .........................................................................
Gambar 4.9 Etiket Baquinor 500 ...................................................................
Gambar 4.10 Etiket Actonel 35 .....................................................................

iv

3
9
10
16
23
23
24
24
26
33
33
34
34

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di negara berkembang insidensi penyakit degeneratif terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia harapan
hidup ini, maka penyakit degeneratif juga meningkat, salah satunya adalah
penyakit osteoporosis. Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di seluruh
negara dan menjadi isu global di bidang kesehatan (Wardhana, 2012).
Angka harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2012 berdasarkan The
World Factbook, penduduk pria 69,07 tahun dan penduduk wanita 74,29 tahun.
Jumlah penduduk berusia diatas 64 tahun berdasarkan The World Factbook tahun
2012 sebanyak 6,1%, terdiri dari 6,6 juta pria dan 8,4 juta wanita.1 Penyakit yang
biasanya dialami oleh lansia atau berhubungan dengan penuaan yang sering
ditemukan adalah osteoporosis (Permatasari, 2013).
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai
dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang. Keadaan ini berisiko tinggi karena tulang menjadi rapuh dan mudah retak
bahkan patah (Permatasari, 2013).
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini
disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam
tubuh sejak usia 35 tahun sedangkan pada pria hormon testoteron turun pada usia
65 tahun. Menurut statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan terkena penyakit
osteoporosis.3 Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya
populasi usia lanjut. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia,
jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan
hidup mencapai 70 tahun (Permatasari, 2013).
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan berbagai pihak, hal ini terjadi
karena ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa
hambatan dalam penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena

kurang pengetahuan, kurangnya fasilitas pengobatan, factor nutrisi yang


disediakan, serta hambatan-hambatan keuangan. Sehingga diperluan kerja sama
yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter, apoteker dan pasien.
Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena
kurangnya pengetahuan.
Berdasarkan berbagai permasalahan diatas, penulis ditugaskan untuk
membahas mengenai analisa penyakit osteoporosis agar para pembaca lebih
mengerti mengenai osteoporosis dan penanganan untuk penyakit tersebut.
Sehingga diharapkan dengan membaca makalah ini, masyarakat menjadi lebih
mengerti mengenai osteoporosis dan berbagai terapi yang digunakan untuk
penyakit tersebut baik terapi farmakologi maupun non farmakologi.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah mengenai Analisa Penyakit Osteoporosis
adalah:
a) Memahami tentang penyakit osteoporosis dan penatalaksanaan terapinya
b) Menganalisis resep osteoporosis di Apotek Kimia Farma No.1
c) Menganalisis resep osteoporosis di Apotek Kimia Farma No. 4 dan Apotek
Kimia Farma No. 42

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis


Kelompok kerja World Health Organisation (WHO) dan konsensus ahli
mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan rendahnya
massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan
kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur dimana
keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi
fraktur (thief in the night). (Consensus development conference, 1993)
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah;
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan
pengaruh pada tulang normal. (Scottish Intercolligiate, 2003)

Gambar 2.1 Perbandingan antara tulang yang masih normal dan tulang yang
mengalami osteoporosis

2.2

Klasifikasi Osteoporosis

2.2.1 Osteoporosis primer


Osteoporosis primer dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Faktor resiko
dari osteoporosis primer ini meliputi merokok, aktifitas, pubertas tertunda, berat
badan rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan
asupan kalsium yang rendah (Kaltenborn, 1992).
a. Tipe I (post manopausal):
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh
fraktur tulang belakang tipe crush dan berkurangnya gigi geligi (Riggs & Melton,
1986). Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut.
Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen
(Kaltenborn, 1992).
b. Tipe II (senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia diatas 70 tahun. Osteoporosis tipe ini
ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge (Riggs & Melton,
1986) dan hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.

2.2.2 Osteoporosis sekunder


Osteoporosis sekunder, dapat terjadi pada tiap kelompok umur.
Penyebabnya meliputi ekses kortikosteroid, hipertirodisme, multipel mieloma,
malnutrisi, defisiensi estrogen, hiperparatiroidisme, faktor genetik, dan obatobatan. (Kaltenborn, 1992).

2.3 Patogenesis (Sain Iwan, n.d)


a. Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling).
Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih
besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang.
b. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk
tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagian trabekula

c. Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan
tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia
lebih muda
d. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 2030% dan pada wanita 40-50 %
e. Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian tubuh seperti
metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra
f. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal.
2.4 Etiologi (Sain Iwan, n.d)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
2.4.1 Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat daripada pacia bangsa Kaukasia. Jadi, seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan kata lain,
dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot
dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja
mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh, pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam
waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun
demikian, belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang

diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping


faktor genetik
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan

pertumbuhan

tulang

yang

bersangkutan

sesuai

dengan

kemampuan genetiknya.

2.4.2 Determinan penurunan Massa Tulang


a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu
mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban
mekanis den besar badannya.
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia.
Walaupun demikian, telah terbukti bahwa ada interaksi penting antara faktor
mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya, aktivitas fisik akan
menurun dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang merupakan
fungsi beban mekanis, maka massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada
wanita pasca menopause. Kalsium merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa pasca menopause, masukan kalsiumnya rendah dan

absorbsinya tidak baik, sehingga mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya


menjadi negatif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause
ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause, keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang
negatif, sejumlah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya, protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor
tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan

yang

mengandung

protein

berlebihan

akan

mengakibatkan

kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif.


e. Estrogen.
Berkurangnya

atau

hilangnya

estrogen

dari

dalam

tubuh

akan

mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan


karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
jelas belum diketahui dengan pasti .
2.5 Manifestasi Klinis (Sain Iwan, n,d)
a. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
b. Nyeri timbul mendadak
c. Sakit hebat dan terlokalisasi pada tulang belakang yang terserang
d. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
e. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah oleh karena
melakukan aktivitas
f. Deformitas vertebra thorakalis yang menyebabkan penurunan tinggi badan
Beberapa orang tidak perhatian dengan osteoporosis yang terjadi pada
dirinya dan hanya perhatian ketika terjadi fraktur. Fraktur dapat terjadi oleh
berbagai aktivitas. Umumnya osteoporosis berkaitan dengan fraktur termasuk
vertebrata, femur proximal dan radius distal (fraktur pregelangan tangan).
Tingkatan atau gejala klinis pada osteoporosis yang biasa terjadi adalah
berkurangnya tinggi badan, kiposis, lordosis, nyeri tulang atau patah tulang paling
sering tulang rusuk, pinggul, atau lengan/tangan. Patah tulang rusuk adalah gejala
yang paling sering terjadi dan patah tulang yang parah memungkinkan terjadinya
kiposis bahkan lordosis.
Patah tulang yang akut biasanya hilang antara 2 sampai 3 bulan. Nyeri
patah tulang kronik mungkin akan muncul sebagai nyeri yang dalam, lambat dan
menjengkelkan disekitar tulang yang patah.

Gambar 2.2 Bentuk tulang belakang pada orang normal, orang yang mengalami
lordosis dan orang yang mengalami kifosis

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.6.1 Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
a. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium
total dan massa tulang.
b. Pemeriksaan absorpsiometri
c. Pemeriksaan komputer tomografi (CT)

2.6.2 Pemeriksaan biopsi


Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan
informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas
meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.

2.6.3 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui pemeriksaan kimia darah dan
kimia urin biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak
membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein).

10

2.7

Pencegahan

Gambar 2.3 Alogaritma pencegahan penyakit osteoporosis


(Sumber: Phillips, 2008)

11

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan atau pada dewasa


muda. Hal ini bertujuan agar, antara lain:
a. Mencapai massa tulang dewasa proses konsolidasi yang optimal
b. Mengatur makanan dan life style yang menjadi seseorang tetap bugar seperti:
1. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
2. Latihan teratur setiap hari
3. Hindari : Makanan tinggi protein, minum alcohol, merokok, minum kopi,
minum antasida yang mengandung aluminium

2.8 Pengobatan
2.8.1 Prinsip Pengobatan
a.

Meningkatkan pembentukan tulang


Obat-obatan yang dapat meningkatkan pembentukan tulang adalah Natrium
fluorida dan steroid anabolik

b.

Menghambat resorbsi tulang


Obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium,
kalsitonin, estrogen dan difosfonat

2.8.2 Pencegahan dan Pengobatan Non farmakologi (Ernawati, 2008)


Harus mempunyai keseimbangan diet dengan asupan kalsium dan vitamin
D yang cukup. Jika asupan makanan yang memadai tidak dapat dicapai, suplemen
kalsium diperlukan. Dengan aerobik dan latihan penguatan dapat mencegah
keropos tulang, kurangnya risiko jatuh dan patah tulang.
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D
setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang
sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap
hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,
sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari
makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu,
keju dan kacang-kacangan.

12

2. Paparan sinar matahari


Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah
sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan
pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari
membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).

3. Melakukan olahraga dengan beban


Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat
berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga
beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang
teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai,
mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya.
Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau
olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah
osteoporosis.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita
osteoporosis :

Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama
50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan
kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk
jantung dan paru-paru.

Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat dumbble


kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan


dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat
menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,
mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.

13

2.8.3 Pengobatan Farmakologi


a. Obat antiresorptif :
Kalsium, vitamin D dan metabolit, biofosfonat, terapi estrogen dan
hormon, modulator reseptor estrogen selektif, testosteron dan steroid anabolik,
kalsitonin.
1. Kalsium
Kalsium harus dikonsumsi dalam jumlah besar untuk mencegah
hiperparatiroidisme dan kerusakan tulang. Penggunan kalsium dalam
jumlah besar diketahui dapat mencegah atau mengganti kerusakan atau
kehilangan tulang pada orang dewasa. Efek akan meningkat jika
dikombinasikan.
2. Vitamin D dan Metabolit
Tambahan vitamin D telah terbukti meningkatkan BMD, dan mungkin
mengurangi patah tulang. Vitamin D dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.
3. Bifosfonat (Actonel)
Osteoclas

tidak

mengandung

dapat

menempel pada

permukaan

tulang

yang

bifosfonat. Bifosfonat memberikan peningkatan BMD

terbesar dari agen antiresorptif. Penggunaan bifosfonat harus hati-hati


untuk menghindari efek samping serius pada saluran pencernaan serta
untuk mengoptimalkan bioavailbilitas. Efek merugikan yang paling sering
terjadi adalah, mual, nyeri pada perut, kembung, diare, dan iritasi pada
esofagus, lambung atau usus dua belas jari, perforasi, maag atau
pendarahan.
4. Estrogen
Estrogen menurunkan pembentukan dan aktifitas osteoklas, menghambat
sekitaran hormon para tiroid (HPT), menaikkan kadar kalsitriol dan
penyerapan kalsium pada intestinal dan menurunkan eksresi kalsium pada
ginjal. Penggunaan estrogen secara oral dan transdermal dengan dosis
yang tepat dan berkala atau bergantian ERT/HRT memiliki efek yang
sama terhadap BMD.

14

5. Modulator Reseptor Estrogen Selektif (SERMs)


Raloxifen (Evista) 60 mg per hari dapat digunakan sebagai pencegahan
dan pengobatan osteoporosis postmenopausal (setelah menopause).
Raloxifen dikontraindikasikan pada wanita penderita tromboemboli. Efek
samping lainnya adalah demam dan kram pada kaki.
6. Testosteron dan steroid anabolik
Efek utamanya adalah meningkatkan penyerapan tulang, yang dapat
menyebabkan meningkatnya massa dan kekuatan otot. Perubahan BMD
secara umum kecil dan pada kebanyakan wanita menimbulkan efek
samping (contohnya efek kelaki-lakian seperti hisutism, jerawat dan suara
serak).
7. Kalsitonin
Kalsitonin (Miakalsin) semprot hidung, diindikasikan untuk pengobatan
osteoporosis pada wanita yang telah menopause lebih dari 5 tahun. Karena
obat ini memiliki efektifitas yang lebih sedikit dibandingkan pengobatan
osteoporosis lainnya, obat ini paling sering digunakan pada pasien dengan
nyeri tulang (pengkroposan) atau pada penderita yang tidak cocok dengan
pengobatan yang lain.

BAB 3
METODE PENGKAJIAN DATA

3.1. Lokasi dan Waktu


Pengumpulan data mengenai resep dan penulisan makalah dilakukan pada bulan
april 2014 diapotek kimia farma no. 1, Jl. Garuda no. 47, Kemayoran - Jakarta Pusat,
kimia farma no.4, Jl. Perserikatan 7-8 Rawamangun, dan apotek kimia farma no. 42,
Jl. Sultan Hasanudin Kebayoran Baru.

3.2. Metodologi Pengkajian


Tugas khusus ini dibuat dengan studi literatur dari beberapa buku dan sumber
elektronik sebagai tinjauan pustaka tentang osteoporosis. Setelah itu dilakukan
analisis resep mengenai osteoporosis yang masuk ke apotek kimia farma no. 1,
apotek kimia farma no.4, dan apotek kimia farma no.42. Selanjutnya resep-resep
tersebut dianalisis berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari.

15

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisa dan Pembahasan Resep No.1


SALINAN RESEP
PELAYANAN KESEHATAN St.Carolus
UNIT FARMASI
Jl. Salemba 41 Jakarta
Dokter
Tgl
Pasien
Umur

: dr. Ifran
: 9/4/2014
: Tn. Budi Wibisono
: 94 Tahun

R/

Actonel 35
No. IV
S dd 1 tab. Ac (1 x seminggu)

R/

Osteocare
S 1 dd1

No. XXX

R/

Bio ATP
S 1 dd 1

No.XXX

R/

Arcoxia 60
S 1 dd1

No. X

Gambar 4.1 Resep Nomor 1

4.1.1 Informasi Dari Pasien


Pasien bernama Tn. Budi Wibisono berusia 94 tahun, mengeluh sering
merasa kelelahan, oleh sebab itu ketika sedang berdiam diri seperti membaca atau
menonton televisi maka beliau sering kali tertidur karena merasa kelelahan. Selain
itu, Tn. Budi juga merasa ada sedikit rasa nyeri di punggungnya.

16

17

4.1.2 Analisa Obat


1. Actonel 35 (MIMS, 2013)
a. Komposisi

: Risedronate Na.

b. Indikasi

: Terapi & preventif: osteoporosis pada wanita pasca


menopause & glukokortikoid yang menyebabkan
osteoporosis pada pria dan wanita.

c. Dosis

: 35 mg 1 x/minggu

d. ESO

: Gangguan GI, ulkus peptikum, esofagitis, nyeri tulangotot & sakit kepala, ruam, eritema, mual, muntah.

2. Osteocare (MIMS, 2013)


a. Komposisi

: Per tab Ca 300 mg, Mg 150 mg, Zn 5 mg, vit D3 2,5 mcg,
per 2 ml Ca 150 mg, Mg 75 mg, Zn 3 mg, vit D3 1,9
mcg.

b. Indikasi

: Suplemen Ca untuk fase aktif dr pertumbuhan &


perkembangan tulang; hamil & laktasi; fraktur; imbolisasi
karena sakit yang lama; osteoporosis yg berhubungan dg
gangguan metabolik dalam waktu lama; terapi steroid
jangka panjang; sindrom pra menstruasi; defisiensi pd
malnutrisi & diet untuk mengendalikan berat badan.
Pencegahan & pengobatan osteoporosis, terutama pada
wanita pasca menopause & pria usia lanjut.

c. Dosis

: Tablet 1 tab 2 x/hr. sirup: dws 20-30 ml/hr. anak 1-10 thn
5-10 ml/hr

d. ESO

3. Bio-ATP

: Gangguan GI ringan

(MIMS, 2013)

a. Komposisi

: ATP 20mg, Vit B1 100mg , vit B6 200mg, vit B12 200


mcg, vit E 30 mg.

b. Indikasi

: Astenia muskuler atau neuromuskuler, gangguan


metabolisme otot jantung, kelelahan fisik.

c. Dosis

: 2-4 tab/hr.

18

d. ESO

:-

4. Arcoxia 60 (MIMS, 2013)


a. Komposisi

: Etoricoksib 60 mg

b. Indikasi

: Menghilangkan gejala pada pengobatan osteoartritis,


menghilangkan nyeri kronik muskulokeletal,
menghilangkan nyeri akut pada pembedahan pengobatan
gigi.

c. Dosis

: Osteoartritis, nyeri kronik muskuloskeletal 60 mg sekali


sehari. Nyeri akut analgesia yang digunakan pada
perawatan gigi 120 mg sekali sehari.

d. ESO

: Asthenia/fatigue, pusing, edema ekstrim ringan, HTN,


dispepsia, rasa panas dalam perut, nausea, sakit kepala,
ALT dan AST meningkat.

4.1.3 Skrining Farmasetika


1.

2.

Actonel 35
a. Bentuk sediaan

: Tablet

b. Dosis

: 1 kali seminggu 1 tablet (pagi)

c. Potensi

: 35 mg

d. Incompatibilitas

:-

e. Cara Pemberian

: Per oral

f. Lama Pemberian

: 4 minggu

Osteocare
a.

Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 1 kali sehari 1 tablet

c.

Potensi

:-

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral

f.

Lama Pemberian

: 30 hari

19

3.

4.

Bio ATP
a.

Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 1 kali sehari 1 tablet

c.

Potensi

:-

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral

f.

Lama Pemberian

: 30 hari

Arcoxia 60
a. Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 1 kali sehari 1 tablet

c.

Potensi

: 60 mg

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral

f.

Lama Pemberian

: 10 hari

4.1.4 Skrining Farmakologi


1.

Mekanisme Kerja
Berdasarkan resep obat yang didapatkan pasien, dapat dikatakan bahwa

pasien menderita osteoporosis. Hal ini dapat diketahui dari usia pasien yang cukup
lanjut yaitu 94 tahun dan pernyataan pasien yang mengeluh mengalami nyeri di
punggung serta sering merasa kelelahan. Pada kasus ini dokter memberikan obat
actonel 35 diminum 1 kali seminggu dan diminum pagi hari. Actonel merupakan
obat dengan bahan aktif risedronate Na yang memang banyak digunakan untuk
terapi osteoporosis. Risendronate Na merupakan terapi farmakologi untuk
osteoporosis yang termasuk dalam golongan antiresorbsi. Mekanisme kerja
utamanya adalah menginhibisi resorbsi tulang normal dan abnormal. Risendronate
Na dapat mengurangi resorbsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan
dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara
mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibawah osteoklas (Dipiro,
2009).

20

Obat kedua yang diberikan oleh dokter adalah osteocare dengan pemberian
per oral 1 kali sehari 1 tablet. Osteocare merupakan suplemen dengan kandungan
Ca, Mg, Zn, vit D3. Osteocare dikombinasikan dengan magnesium, seng dan
vitamin D3, pada kasus ini pemberian osteocare bertujuan untuk untuk membantu
absorpsi kalsium dan berperan dalam metabolisme tulang (ISO Farmakoterapi,
2009).
Obat selanjutnya yaitu bio ATP dengan pemberian per oral 1 kali sehari 1
tablet. Bio ATP merupakan obat dengan kandungan ATP, vit B1, vit B6, vit B12,
dan vit E. Bio ATP merupakan terapi farmakologi yang digunakan untuk keadaan
kelelahan fisik, astenia muskular atau neuro muskular dan gangguan metabolisme
otot jantung. Pada kasus Tn. Budi ini, pemberian bio ATP bertujuan untuk
mengurangi kelelahan yang sering dialami oleh pasien. Bio ATP ini mengandung
ATP yang berperan dalam pembentukan energi serta vitamin B dan E yang
berperan sebagai suplemen (MIMS, 2013).
Pada kasus ini, dokter juga memeberikan arcoxia 60 dengan dosis 1 kali
sehari 1 tablet. Arcoxia 60 merupakan obat dengan kandungan bahan aktif
etoricoxib 60 mg dan berfungsi untuk menghilangkan nyeri yang berhubungan
dengan osteoartritis dan nyeri kronik muskuloskeletal. Penggunaan obat arcoxia
50 pada kasus ini adalah untuk menghilangkan nyeri yang sering dialami oleh
Tn.Budi, selain itu arcoxia juga dapat digunakan untuk meredakan nyeri tulangotot dan sakit kepala yang merupakan salah satu efek samping dari pengguanan
actonel (MIMS, 2013). Kombinasi dari keempat obat ini diharapkan dapat
meredakan keluhan pasien. Dengan berkurangnya rasa nyeri dan tingkat kesakitan
pasien maka hal ini juga akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

2.

Kesesuaian Dosis

a. Actonel 35 (Risedronate Na 35 mg)


Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 1 kali seminggu 1
tablet dan diminum pagi hari. Sediaan ini mengandung 35 mg risedronate Na.
Dosis maksimum yang diperbolehkan digunakan per minggu adalah 35 mg. Dosis
ini tidak melewati batas, sehingga aman untuk digunakan (MIMS, 2013).

21

b. Osteocare
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 1 kali sehari 1 tablet.
Sediaan ini per tablet mengandung Ca 300 mg, Mg 150 mg, Zn 5 mg, vit D3 2,5
mcg. Dosis yang biasa digunakan adalah 2 kali sehari 1 tablet. Dosis yang tertera
pada resep ini tidak melewati batas, sehingga aman untuk digunakan (MIMS,
2013).

c. Bio ATP
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 1 kali sehari 1 tablet.
Sediaan ini per tablet mengandung ATP 20 mg, Vit B1 100 mg , vit B6 200 mg,
vit B12 200 mcg, vit E 30 mg. Dosis yang biasa digunakan adalah 3 kali sehari 1
tablet untuk astenia muskuler atau neuromuskuler, gangguan metabolisme otot
jantung, kelelahan fisik. Pada kasus ini, dokter hanya meresepkan 1 kali sehari 1
tablet, hal ini kemungkinan karena kelelahan fisisk yang dialami Tn. Budi tidak
terlalu parah sehingga dokter hanya meresepkan 1 kali sehari. Dosis yang tertera
pada resep ini tidak melewati batas, sehingga aman untuk digunakan (MIMS,
2013).

d. Arcoxia 60
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 1 kali sehari 1 tablet.
Sediaan ini per tablet mengandung etoricoxib 60 mg. Dosis yang biasa digunakan
adalah 1 kali sehari 1 tablet untuk nyeri muskuloskeletal kronik. Dosis yang
tertera pada resep ini sudah sesuai dengan ketentuan dan indikasi yang dialami
pasien serta tidak melewati batas, sehingga aman untuk digunakan (MIMS, 2103).

3.

Aturan Pakai

a.

Actonel 35
Actonel 35 digunakan 1 kali seminggu pada pagi hari. Actonel sebaiknya

diminum 30 menit sebelum makan dan diminum dengan segelas air dengan posisi
berdiri. Actonel harus ditelan utuh dan tidak boleh dikunyah. Apabila actonel
digunakan bersamaan dengan antasida, Ca atau obat oral yang mengandung kation

22

divalensi maka akan menurunkan absorbsi dari actonel (ISO Farmakoterapi,


2009).

b.

Ostocare
Osteocare digunakan 1 kali sehari 1 tablet. Osteocare mengandung Ca yang

dapat menurunkan absorbsi dari actonel jika digunakan secara bersamaan. Oleh
sebab itu penggunaan osteocare sebaiknya diberi jeda dengan osteocare atau
osteocare dapat diminum pada siang hari. Osteocare paling baik diberikan 15-20
sebelum makan (MIMS, 2013)

c.

Bio ATP
Bio ATP digunakan 1 kali sehari 1 tablet. Untuk memudahkan pasien

mengingat sebaiknya bio ATP diminum pada siang hari, sehingga pada pagi hari
pasien hanya meminum satu jenis obat saja yaitu actonel. Bio ATP dapat
diberikan sesudah makan (MIMS, 2013).

d.

Arcoxia 60
Arcoxia 60 digunakan 1 kali sehari 1 tablet. Untuk memudahkan pasien

mengingat sebaiknya Arcoxia diminum pada siang hari, sehingga pada pagi hari
pasien hanya meminum satu jenis obat saja yaitu actonel. Bio ATP dapat
diberikan sesudah makan (MIMS, 2103).

4.

Interaksi Obat
Actonel berinteraksi dengan antasida, Ca atau obat oral yang mengandung

kation divalensi maka akan menurunkan absorbsi dari actonel. Sehingga apabila
actonel digunakan bersamaan dengan osteocare maka dapat menurunkan absorbsi
dari actonel. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan jeda antara pemakaian actonel
dan osteocare (MIMS,2103).

23

4.1.5 Konseling, Informasi dan Edukasi


1.

Etiket

a. Actonel 35
Apotek Kimia Farma 1
Jalan Garuda no. 48
Apoteker : Asep Dasuki S, S.Si., Apt
SIPA
: 19730127/SIPA-3173/2012/1043
No.13
Tanggal 16 April 2014
Nama : Tn. Budi Wibisono
1 kali seminggu 1 tablet (pagi)
Sebelum Makan
Gambar 4.2 Etiket Actonel 35

b. Osteocare
Apotek Kimia Farma 1
Jalan Garuda no. 48
Apoteker : Asep Dasuki S, S.Si., Apt
SIPA
: 19730127/SIPA-3173/2012/1043
No.13
Tanggal 16 April 2014
Nama : Tn. Budi Wibisono
1 kali sehari 1 tablet (siang)
Sebelum Makan
Gambar 4.3 Etiket Osteocare

24

c. Bio ATP
Apotek Kimia Farma 1
Jalan Garuda no. 48
Apoteker : Asep Dasuki S, S.Si., Apt
SIPA
: 19730127/SIPA-3173/2012/1043
No.13
Tanggal 16 April 2014
Nama : Tn. Budi Wibisono
1 kali sehari 1 tablet (siang)
Sesudah Makan
Gambar 4.4 Etiket Bio ATP

d. Arcoxia 60
Apotek Kimia Farma 1
Jalan Garuda no. 48
Apoteker : Asep Dasuki S, S.Si., Apt
SIPA
: 19730127/SIPA-3173/2012/1043
No.13
Tanggal 16 April 2014
Nama : Tn. Budi Wibisono
1 kali sehari 1 tablet (siang)
Sesudah Makan
Gambar 4.5 Etiket Arcoxia 60

2. Penyerahan Obat
Yang harus dilakukan ketika melakukan penyerahan obat meliputi:
1. Cara pengguaan obat
Actonel 35 dikonsumsi satu tablet setiap minggunya kemudian
osteocare, Bio ATP dan arcoxia 60 diminum satu tablet sehari.

2. Waktu pemberian obat


Actonel dikonsumsi setiap pagi hari, 30 menit sebelum makan,
diminum dengan segelas air pada posisi berdiri dan tidak boleh dikunyah.

25

osteocare diminum sebelum makan pada siang hari, bio ATP dan arcoxia
60 dikonsumsi satu tablet tiap siang harinya sesudah makan.

3. Terapi non-farmakologi
Sebagai seorang apoteker, kita juga harus memberikan saran kepada
pasien yang menderita penyakit osteoporosis, saran yang dapat diberikan
antara lain:
a) Pasien harus diarahkan agar mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung kalsium, seperti susu tinggi kalsium. Konsumsi makanan
yang mengandung kalsium harus diberi jeda dengan penggunaan obat
actonel.
b) Pola makanan yang harus dijaga, membatasi asupan kafein, alkohol,
natrium, cola, dan minuman berkarbonasi lainnya.
c) Pasien sebaiknya banyak mengkonsumsi vitamin D dan vitamin K.
Konsumsi vitamin K baik untuk pertumbuhan tulang. Pasien juga
diarahkan untuk banyak mengkonsumsi protein dan kedelai, konsumsi
protein yang tinggi dapat melindungi tulang dari kerapuhan dan resiko
patah tulang, sedangkan konsumsi kedelai setiap harinya dapat
mengurangi resiko osteoporosis pada wanita menopouse.
d) Pasien disarankan untuk mengurangi/ berhenti merokok.
e) Pasien sebaiknya banyak melakukan gerakan fisik ringan sehingga
dapat meningkatkan kekuatan otot, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas.
f) Pasien dapat menggunakan suatu alat bantu yang dirancang
sedemikian rupa dan dipakai di panggul sehingga dapat mengurangi
dampak jika terjatuh ke arah samping.
4. Catat nomor telepon dan alamat pasien demi keamanan.
5. Resep disalin ke buku resep (nama pasien, umur, alamat, obat, jumlah
obat, dan harga obat).
6. Obat yang keluar distok pada kartu stok (lakukan pencatatan terhadap
jumlah obat yang keluar dan sisa obat pada stok) atau dimasukkan ke
dalam system inventory (computer).

26

4.2 Analisa dan Pembahasan Resep No.2


Klinik dr. Darma Nugraha
Nama Dokter : dr Barry Karin Sp.PD

Nama Pasien : Ny. Irna Burhanudin


Usia

: 70 th

R/ Lasgan

30 mg

No. X

S 2 dd 1 a.c

R/ Analtran

500 mg

No. X

S 3 dd 1 p.c

R/ Baquinor

500 mg

No. X

S 2 dd 1 p.c

R/ Actonel

35 mg

No. IV

S 1 dd 1 Seminggu 1 x

Gambar 4.6 Resep Nomor 2

4.2.1 Analisa Obat


1. Lasgan 30 (MIMS, 2013)
a. Komposisi

: Lansoprazole.

b. Indikasi

: Tukak duodenum, tukak lambung berulang, refluks


esofagitis.

c. Dosis

: Tukak duodenum 30 mg/hr selama 4 minggu. Tukak


lambung 30 mg/hr selama 8 minggu. Esofagitis erosif 30
mg/hr selama 8 minggu, diikuti dg 4 minggu berikutnya
jika perlu. Sindroma 'Zollinger-Ellison' 60 mg/hr, dpt

27

ditingkatkan s/d 90-120 mg/hr dlm dosis terbagi.


d. ESO

: Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dyspepsia, mual,


muntah, mulut kering, konstipasi, kembung, pusing, lelah,
ruam kulit, urtikaria, pruritus, peningkatan hasil tes fungsi
yang bersifat sementara&reversible. Perubahan
hematologi, seperti trombositopenia, eosinofilia,
leucopenia, pruritus, peningkatan transaminase, perubahan
hematologic.

2. Analtram (MIMS, 2013)


a. Komposisi

: Tramadol 37.5 mg, paracetamol 325 mg

b. Indikasi

: Terapi jangka pendek utk nyeri akut

c. Dosis

: Dewasa&remaja ( 16 thn) 2 kapl/hr. Maks: 8 kapl/hr.


Selang waktu pemberian antar dosis tidak boleh < 6 jam.

d. ESO

: Astenia, kelelahan menyeluruh, rasa panas&kemerahan


pada wajah, sakit kepala, tremor, nyeri perut, konstipasi,
diare, dyspepsia, kembung, mulut kering, muntah,
anoreksia, cemas, kebingungan, euphoria, insomnia,
gelisah, pruritus, ruam, berkeringat banyak.

3. Baquinor 500 (MIMS, 2013)


a.

Komposisi

: Ciprofloxacin HCl

b.

Indikasi

: ISK ringan-sedang, infeksi berat, infeksi saluran


pernafasan, infeksi saliran cerna, osteomielitis akut.

c.

Dosis

: ISK ringan-sedang 250 mg (2 x sehari), ISK berat 500 mg


(2 x sehari), infeksi saluran nafas ringan-sedang 250 mg (2
x sehari), infeksi saluran nafas berat 500 mg (2 x sehari),
infeksi saluran cerna 500 mg (2 x sehari), osteomielitis
akut 750 mg (2 x sehari).

d.

ESO

: Gangguan GI, pusing, sakit kepala, insomnia, halusinasi,


tremor, letih, gangguan penglihatan, reaksi kulit,
peningkatan sementara nilai enzim hati.

28

4. Actonel 35 (MIMS, 2013)


a.

Komposisi

: Risedronate Na.

b.

Indikasi

: Terapi & preventif: osteoporosis pada wanita pasca


menopause & glukokortikoid yang menyebabkan
osteoporosis pada pria dan wanita.

c.

Dosis

: 35 mg 1 x/minggu

d.

ESO

: Gangguan GI, ulkus peptikum, esofagitis, nyeri tulangotot & sakit kepala, ruam, eritema, mual, muntah.

4.2.2 Skrining Farmasetika


1. Lasgan 30

2.

3.

a. Bentuk sediaan

: Tablet

b. Dosis

: 2 kali sehari 1 tablet

c. Potensi

: 30 mg

d. Incompatibilitas

:-

e. Cara Pemberian

: Per oral (sebelum makan)

f. Lama Pemberian

: 5 hari

Analtram
a. Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 3 kali sehari 1 tablet

c.

Potensi

:-

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral (sesudah makan)

f.

Lama Pemberian

: 3 hari

Baquinor 500
a. Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 2 kali sehari 1 tablet

c.

Potensi

: 500 mg

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral (sesudah makan)

29

f.

4.

Lama Pemberian

: 5 hari

Actonel 35
a. Bentuk sediaan

: Tablet

b.

Dosis

: 1 kali seminggu 1 tablet

c.

Potensi

: 35 mg

d.

Incompatibilitas

:-

e.

Cara Pemberian

: Per oral

f.

Lama Pemberian

: 4 minggu

4.2.3 Skrining Farmakologi


1. Mekanisme Kerja
Berdasarkan obat-obat yang diresepkan oleh dokter kemungkinan besar
pasien memiliki 2 indikasi penyakit yaitu gangguan saluran pencernaan dan
mengalami osteoporosis pasca menopouse. Hal ini dapat diketahui dari jenis
kelamin pasien yaitu wanita dan usia pasien 70 tahun. Pada usia ini biasanya
wanita telah mengalami menopouse. Selain itu, dokter yang meresepkan obat juga
merupakan dokter spesialis penyakit dalam, sehingga kemungkinan besar Ny. Irna
memang mengalami penyakit gangguan saluran pencernaan dan osteoporosis
pasca menopouse. Pada resep yang tertulis diatas, dokter memberikan lasgan 30
mg yang diberikan secara per oral 2 kali sahari 1 tablet sebelum makan. Lasgan
merupakan obat dengan komposisi zat aktif lanzoprazole. Lanzoprazole ini
merupakan obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) yang sering digunakan
dalam terapi jangka pendek tukak lambung/ duodenum atau sindrom zolingerelison. Lanzoprazole bekerja dengan menghambat sekresi asam lambung dengan
cara menghambat sistem adenosin trifosfat hidrogen-kalium (pompa proton) dari
sel parietal lambung (Dipiro, 2009; Farmakologi dan Terapi, 2007, Farmakologi
Ulasan Bergambar, 2001).
Obat lain yang diresepkan dokter adalah analtram yang diberikan secara
per oral. 3 kali sehari 1 tablet setelah makan. Analtram merupakan obat dengan
kandungan zat aktif tramdol dan paracetamol. Tramadol dan paracetamol
merupakan obat golongan analgesik-antipiretik dan pada kasus ini kemungkinan

30

besar analtram digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul karena tukak
lambung/ tukak duodenum. Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada
reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem
syaraf pusat sehingga memblok sensasi rasa nyeri dan respon terhadap nyeri.
Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari syaraf
aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Sedangkan paracetamol juga merupakan suatu analgesik yang cukup aman untuk
penderita tukak lambung karena tidak menyebabkan terjadinya luka pada lambung
seperti analgesik golongan NSAID (Farmakologi dan Terapi, 2007; Farmakologi
Ulasan Bergambar, 2001).
Selain itu, dokter juga meresepkan baquinor 500, diminum 2 kali sehari 1
tablet setelah makan. Baquinor merupakan suatu antobiotik dengan komposisi zat
aktif ciprofloksasin. Pada kasus ini baquinor kemungkinan digunakan untuk terapi
tukan lambung/ tukak duodenum dengan adanya H. Pylory (MIMS, 2013;
Farmakologi Ulasan Bergambar 2001, Famakologi dan Terapi, 2007).
Obat ke empat yang diresepkan dokter adalah Actonel 35 , diminum 1 kali
seminggu 1 tablet pada pagi hari sebelum makan. Actonel merupakan obat dengan
bahan aktif risedronate Na yang dapat digunakan terapi osteoporosis pasca
menopouse, dan terapi osteoporosis akibat penggunaan glukokortikoid. Pada
kasus ini, penggunaan actonel 35 kemungkinan besar digunakan untuk terapi Ny.
Irna sebagai terapi osteoporosis pasca menopouse. Risendronate Na merupakan
terapi farmakologi untuk osteoporosis yang termasuk dalam golongan
antiresorbsi. Mekanisme kerja utamanya adalah menginhibisi resorbsi tulang
normal dan abnormal. Risendronate Na dapat mengurangi resorbsi tulang oleh sel
osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal dibawah
osteoklas (Dipiro, 2009).

2. Kesesuaian Dosis
a. Lasgan 30 (Lanzoprazole 30 mg)
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 2 kali sehari 1 tablet
dan diminum sebelum makan. Sediaan ini mengandung 30 mg lanzoprazole.

31

Berdasarkan literatur penggunaan lanzoprazole untuk terapi tukak lambung/


duodenum adalah 15-30 mg/hari selama 4 minggu sedangkan untuk sindrom
zolinger-elison lanzoprazole dapat digunakan 60 mg/ hari dalam dosis tunggal
atau terbagi. Dosis yang tertera adalah 30 mg diminum 2 kali sehari 1 tablet.
Kemungkinan besar Ny. Irna mengalami sindrom zolinger-elison yaitu produksi
asam lambung yang berlebihan sehingga menyebabkan tukak lambung yang
cukup parah. Oleh sebab itu, dokter meresepkan lasgan 30 mg diminum 2 kali
sehari sebelum makan dengan tujuan untuk menghambat sekresi asam lambung
yang berlebihan tersebut. Dosis yang tertera pada resep ini tidak melewati batas,
sehingga aman untuk digunakan (ISO Farmakoterapi, 2009).

b. Analtram
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 3 kali sehari 1 tablet
setelah makan. Sediaan ini per tablet mengandung tramadol 37,5 mg dan
paracetamol 325 mg. Dosis maksimal yang dapat digunakan adalah 8 tablet/ hari.
Dosis yang tertera pada resep ini tidak melewati batas, sehingga aman untuk
digunakan (MIMS, 2013).

c. Baquinor 500
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 2 kali sehari 1 tablet
setelzh makan. Sediaan ini per tablet mengandung ciprofloksasin 500 mg.
Berdasarkan literatur, dosis yang digunan untuk infeksi saluran cerna adalah 500
mg, 2 kali sehari 1 tablet dan berdasarkan resep dokter dosis yang tertera pada
resep ini tidak melewati batas, sehingga aman untuk digunakan (MIMS, 2013).

d. Actonel 35
Aturan pakai yang digunakan dalam resep ini adalah 1 kali seminggu 1
tablet. Sediaan ini mengandung 35 mg risedronate Na. Dosis maksimum yang
diperbolehkan digunakan per minggu adalah 35 mg. Dosis ini tidak melewati
batas, sehingga aman untuk digunakan (ISO Farmakoterapi, 2009; MIMS, 2013).

32

3. Aturan Pakai
a.

Lasgan 30
Lasgan digunakan 2 kali sehari 1 tablet sebelum makan. Pada pasien harus

diberikan informasi obat jika obat ini setidaknya harus diberikan 1 jam sebelum
makan agar obat dapat di absorbsi dengan baik (MIMS, 2103).
b.

Analtram
Analtram digunakan 3 kali sehari 1 tablet setelah makan. Obat ini digunakan

untuk menghilangkan rasa nyeri yang disebakan karena produksi asam lambung
yang berlebihan (MIMS, 2013).
c.

Baquinor 500
Baquinor digunakan 2 kali sehari 1 tablet setelah makan. Karena baquinor

merupakan antibiotik maka pasien harus di berikan informasi agar obat ini harus
dihabiskan untuk menghindari resistensi dari bakteri tersebut (MIMS, 2013).
d.

Actonel 35
Actonel 35 digunakan 1 kali seminggu. Pada resep tidak diketahui pada

waktu kapan actonel ini digunakan sehingga perlu ditambahkan beberapa


tambahan keterangan dan informasimobat kepada pasien. Actonel sebaiknya
diminum 30 menit sebelum makan dan diminum dengan segelas air dengan posisi
berdiri. Actonel harus ditelan utuh dan tidak boleh dikunyah. Apabila actonel
digunakan bersamaan dengan antasida, Ca atau obat oral yang mengandung kation
divalensi maka akan menurunkan absorbsi dari actonel. Oleh sebab itu, pengguan
actonel harus diberikan jeda waktu apabila digunakan bersama dengan antasida,
Ca, ataupun obat oral yang mengandung kation divalensi (MIMS, 2013).

4. Interaksi Obat
Pada resep ini tidak ditemukan adanya interaksi farmakologi diantara ke
empat obat tersebut. Sehingga obat tersebut aman jika digunakan secara
bersamaan.

33

4.2.4 Konseling, Informasi dan Edukasi


1. Etiket
a. Lasgan 30
Apotek Kimia Farma 4
Jalan Perserikatan 7-8
Apoteker : Rumondang Maria, S.Farm., Apt
SKPA
: 13.5725/PP.IAI/IV/2012
No.5
Tanggal 10 April 2014
Nama : Irna Burhanudin
2 kali sehari 1 tablet
Sebelum Makan
Gambar 4.7 Etiket Lasgan 30

b. Analtram
Apotek Kimia Farma 4
Jalan Perserikatan 7-8
Apoteker : Rumondang Maria, S.Farm., Apt
SKPA
: 13.5725/PP.IAI/IV/2012
No.5
Tanggal 10 April 2014
Nama : Irna Burhanudin
3 kali sehari 1 tablet
Sesudah Makan
Gambar 4.8 Etiket Analtram

34

c. Baquinor 500
Apotek Kimia Farma 4
Jalan Perserikatan 7-8
Apoteker : Rumondang Maria, S.Farm., Apt
SIPA
: 13.5725/PP.IAI/IV/2012
No.5
Tanggal 10 April 2014
Nama : Irna Burhanudin
2 kali sehari 1 tablet
Sesudah Makan
Antibiotik, Harus Dihabiskan
Gambar 4.9 Etiket Baquinor 500

d. Actonel 35
Apotek Kimia Farma 4
Jalan Perserikatan 7-8
Apoteker : Rumondang Maria, S.Farm., Apt
SIPA
: 13.5725/PP.IAI.IV/2012
No.13
Tanggal 16 April 2014
Nama : Irna Burhanudin
1 kali seminggu 1 tablet (pagi)
Sebelum Makan
Gambar 4.10 Etiket Actonel 35

2. Penyerahan Obat
Yang harus dilakukan ketika melakukan penyerahan obat meliputi:
1.

Cara penggunaan obat


Lasgan 30 dikonsumsi dua kali sehari satu tablet, Analtram
dikonsumsi tiga kali sehari satu tablet, Baquinor 500 dikonsumsi dua kali
sehari satu tablet dan Actonel 35 dikonsumsi satu kali seminggu satu tablet
pada pagi hari.

35

2. Waktu pemberian obat


Lasgan dikonsumsi 1 jam sebelum makan pagi dan malam, analtram
dikonsumsi setelah makan pagi, siang, dan malam. Baquinor 500
dikonsumsi sesudah makan setiap pagi dan malam hari dan karena obat ini
merupakan antibiotik maka baquinor harus dihabiskan untuk mencegah
bakteri muncul kembali. Actonel 35 mg tablet dikonsumsi satu tablet
satiap satu minggu sekali, 30 menit sebelum makan pada pagi hari, dan
diminum dengan segelas air pada posisi berdiri, tablet harus langsung
ditelan dan tidak boleh dikunyah.

3. Terapi non-farmakologi
Sebagai seorang apoteker, kita juga harus memberikan saran kepada
pasien yang menderita penyakit tukak lambung dan osteoporosis ini.
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
a) Pasien sebaiknya menghindari makanan yang dapat memicu sekresi
asam lambung seperti makanan pedas dan asam.
b) Pasien sebaiknya berhenti untuk merokok karena merokok juga
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi asam
lambung.
c) Sebaiknya pasien menghidari penggunaan obat-obat NSAID karena
penggunaan NSAID juga dapat menyebabkan sekresi asam lambung
berlebih

sehingga

lambung/duodenum.

dapat
Apabila

memperparah

terjadinya

NSAID

dapat

tidak

tukan

dihentikan

penggunaannya maka dapat dipertimbangkan pemberian dosis yang


rendah atau diganti dengan COX2 selektif inhibitor.
d) Pasien harus diarahkan agar mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung kalsium, seperti susu tinggi kalsium. Konsumsi makanan
yang mengandung kalsium harus diberi jeda dengan penggunaan obat
actonel.
e) Pola makanan yang harus dijaga, membatasi asupan kafein, alkohol,
natrium, cola, dan minuman berkarbonasi lainnya.

36

f) Pasien sebaiknya banyak mengkonsumsi vitamin D dan vitamin K.


Konsumsi vitamin K baik untuk pertumbuhan tulang. Pasien juga
diarahkan untuk banyak mengkonsumsi protein dan kedelai, konsumsi
protein yang tinggi dapat melindungi tulang dari kerapuhan dan resiko
patah tulang, sedangkan konsumsi kedelai setiap harinya dapat
mengurangi resiko osteoporosis pada wanita menopouse.
g) Pasien sebaiknya banyak melakukan gerakan fisik ringan sehingga
dapat meningkatkan kekuatan otot, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas.
h) Pasien dapat menggunakan suatu alat bantu yang dirancang
sedemikian rupa dan dipakai di panggul sehingga dapat mengurangi
dampak jika terjatuh ke arah samping.
4. Catat nomor telepon dan alamat pasien demi keamanan.
5. Resep disalin ke buku resep (nama pasien, umur, alamat, obat, jumlah
obat, dan harga obat).
6. Obat yang keluar distok pada kartu stok (lakukan pencatatan terhadap
jumlah obat yang keluar dan sisa obat pada stok) atau dimasukkan ke
dalam system inventory (komputer).

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a.

Osteoporosis merupakan penyakit degeneratif yang dapa menyerang pria


maupun wanita. Osteoporosis merupakan penyakit kronik yang ditandai
dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang.

b.

Berdasarkan resep nomor 1, diketahui bahwa pasien menderita osteoporosis


yang disebabkan karena usia/ penuaan. Terapi farmakologi yang diberikan
oleh dokter untuk pasien Tn.Budi sudah tepat dan dosisnya pun sudah sesuai
dengan aturan penggunaan.

c.

Berdasarkan resep nomor 2, diketahui bahwa pasien menderita gangguan


saluran pencernaan dan osteoporosis yang disebabkan pasca menopouse.
Terapi farmakologi yang diberikan oleh dokter untuk pasien Ny. Irna sudah
tepat dan dosisnya pun sudah sesuai dengan aturan penggunaan.

37

DAFTAR ACUAN

1. Dipiro, J.T., et al. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. New York.
Mc Graw Hill Medical.
2. Ernawati,

2008.

Efektifitas

edukasi

dengan

menggunakan

panduan

pencegahan osteoporis terhadap pengetahuan dan wanita yang beresiko


osteoporosis

di

Rumah

sakit

Fatmawati

Jakarta.

Tesis

FIK-UI.

http://www.ui.ac.id diakses 16 April 2014.


3. Consensus development conference: diagnosis, prophylaxis, and treatment of
osteoporosis. Am J Med 1993;94:646-50.
4. Kaltenborn, 1992. Osteoporosis Post Menopouse
5. Kini Usha, B.N. Nandeesh. Physiology of Bone Formation, Remodeling, and
Metabolism. Vol. XIV. Radionuclide and Hybride Bone Imaging tahun 2012.
6. Mycek, M.J., et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2. Jakarta:
Widya Medika.
7. Permatasari, Defitaria., dkk. Hubungan Aktivitas Fisik Dan Terjadinya
Osteoporosis Pada Wanita Pascamenopuose Di Poliklinik Bedah Tulang
RSUD Dokter Soedarsotahun 2013.
8. Riggs, B.L., and Melton, L.J. III. (1995). Bone Suppl (17). 505S-511S
9. Sain Iwan, n.d. ASKEP pada Klien dengan Gangguan Metabolisme Tulang:
OSTEOPOROSIS
10. Scottish Intercolligiate Guideline Network Management of osteoporosis, a
national clinical guideline, 2003.
11. Tim Penyusun. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.
12. TIM Penyusun. 2009. ISO Farmakoterapi Jilid 1. Jakarta: PT ISFI PenerbitanJakarta.
13. Tim Penyusun. 2013. MIMS Petunjuk Konsultasi. Jakarta: BIP Kelompok
Gramedia
14. Utomo Margo, dkk. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepadatan
Tulang Pada Wanita Postmenopause. Vol.6 No.2 tahun 2012.

38

39

15. Wardhana, Wisnu. Faktor-faktor Risiko Osteoporosis Pada Pasien Dengan


Usia Diatas 50 Tahun. Jurnal Media Medika Mudatahun 2012.
16. Weils G. Barbara. Pharmacotherapy handbook edisi 5

Anda mungkin juga menyukai