Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KONSEP DASAR PERSALINAN

Obat dalam Persalinan: Oksitosin dan Metilergometrin

Kelas B

Dosen Pembimbing: Rismaina Putri, M. Keb

Disusun Oleh:

Vira Sartika Devi (175070601111011)


Yulia Dwi Azizah (175070601111012)
Balqis Mumtaz Yousanty (175070601111013)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, dan tauhid, serta hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah topik konsep dasar
persalinan tentang Obat dalam Persalinan: Oksitosin dan Metilergometrin pada Blok Persalinan
Fisiologis dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Penulis juga berterimakasih kepada
Rismaina Putri, M. Keb selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan bagi penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai persalinan fisiologis. Penulis juga menyadari bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik,
saran, dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna
bagi penulis maupun orang yang membacanya.

Malang, 20 Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologis.Tenaga
kesehatan menjalankan aktivitasnya sehari-hari tidak terlepas dari farmakologi. Farmakologi membantu
para tenaga kesehatan untuk memberikan obat-obatan yang benar kepada klien sehingga tidak terjadi
kesalahan. Bidan perlu mempelajari tentang farmakologi khususnya farmakokinetik dan
farmakodinamik untuk membantu persalinan klien. Karena apabila janin diputuskan harus dilahirkan
maka kita akan dihadapkan pada masalah induksi persalinan dimana saat ini pemakaian obat-obatan
sebagai induksi persalinan sangat banyak digunakan. Baik dalam hal induksi persalinan, maupun
masalah pencegahan dan penanganan perdarahan pasca persalinan sangat berkaitan dengan
penggunaan oksitosin. Maka, pengetahuan akan obat (Farmakologi) baik mengenai cara kerja, dosis,
dan cara pemberiannya menjadi sesuatu yang sangat penting.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana farmakokinetik oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan?

2. Bagaimana farmakodinamik oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan?

3. Bagaimana efek samping penggunaan oksitosin dan metilergometrin?

4. Bagaimana toksisikasi oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan?

5. Apa keuntungan dan kerugian oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang farmakokinetik oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan

2. Mengetahui tentang farmakodinamik oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan

3, Mengetahui tentang samping penggunaan oksitosin dan metilergometrin

4. Mengetahui tentang toksisikasi oksitosin dan metilergometrin dalam persalinan

5. Mengetahui tentang keuntungan dan kerugian oksitosin dan metilergometrin dalam


persalinan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetik Oksitosin

Oksitosin adalah hormon yang di sekresikan oleh lobus posterior kelenjar hipofisis dan menimbulkan
stimulasi pada miometrium uteri dan ini salah satu obat induksi atau augmentasi kehamilan yang
disetujui oleh FDA. Gel prostaglandin diformulasikan oleh bagian farmasi dari beberapa rumah sakit
tetapi tidak dipasarkan secara luas. Hampir semua persalinan menerima oksitosin setelah melahirkan
dan banyak juga yang menerimanya untuk menginduksi atau mempercepat persalinan. Pemakaian
oksitosin yang diberikan melalui infus intravena dapat dilakukan hanya setelah pemeriksaan untuk
menyingkirkan disproporsi fetopelvik. Pada induksi atau augmentasi dengan oksitosin,denyut jantung
janin dan pola kontraksi harus dipantau secara ketat. Oksitosin umumnya dihindari pada kasus
presentasi janin abnormal dan distensi berlebihan uterus,seperti hidramnion patologis,janin yang terlalu
besar,atau janin multipel. Di Parkland Hospital,wanita dengan paritas tinggi (enam atau lebih) dan
wanita yang dengan riwayat jaringan parut di uterus serta janin hidup umumnya tidak diberi infus
oksitosin. Kondisi janin harus meyakinkan,berdasarkan kecepatan jantung dan tidak adanya mekonium
dalam cairan ketuban. Janin meninggal bukan merupakan kontraindikasi pemberian oksitosin kecuali
jika terdapat disproporsi fetopelvik yang nyata (Leveno, 2009)

Pemberian yang paling efektif adalah secara parenteral karena pada pemberian secara oral, oksitosin
akan diinaktifkan oleh enzim tripsin. Pemberian secara sublingual juga cukup efektif. Oksitosin juga
dapat diberikan secara intranasal baik secara tetes maupun secara semprot hidung walaupun kurang
begitu efektif. Waktu paruh sangat pendek hanya 1 sampai beberapa menit baik dalam bulan-bulan
terakhir masa kehamilan maupun pada masa laktasi. Oksitosin yang beredar dalam plasma akan
menghilang secara cepat karena diinaktifkan pada ginjal dan hati. Kelenjar mamae pada masa laktasi
juga turut menginaktifkan oksitosin. Selama masa kehamilan, glikoprotein aminopeptidase yang disebut
sebagai oksitosinase dan vasopresinase akan terdapat dalam plasma yang dapat memisahkan ikatan
1-sistein menjadi 2-tiroksin peptida yang akan turut menginaktifkan oksitosin dan vasopresin. Aktivitas
oksitosinase yang tinggi juga didapatkan pada plasenta dan jaringan uterus selama periode kehamilan.
Jaringan uterus dan plasenta diduga merupakan sumber enzim tersebut. Oksitosin diberikan dalam
bentuk infus intravena larutan encer (umumnya 10 mIU/mL), lebih disukai dengan pompa infus. Jika
hiperstimulasi uterus terjadi, yang ditandai dengan kontraksi yang terlalu sering atau terjadi tetani
uterus, oksitosin harus segera dihentikan. (Tim Farmako FK UNSRI, 2008)
Pada miometrium manusia, oksitosin bekerja malalui GPCR spesifik, bersama dengan G q dan G11,
untuk mengaktivasi jalur PLCβ-IP3-Ca2+ dan meningkatkan aktivasi kanal Ca2+ yang sensitif terhadap
tegangan. Oksitosin juga meningkatkan produksi prostaglandin lokal, yang kemudian menstimulasi
kontraksi uterus. (Goodman & Gilman, 2010).

2.2 Farmakodinamik Oksitosin

A. Uterus

Oksitosin di sintesis dalam hipotalamus dan di transport ke ujung saraf dalam pituitari posterior.
Hormon ini dilepas oleh ujung-ujung saraf dibawah perangsangan yang memadai ,kapiler
mengabsorbsi substansi ini dan membawanya ke dalam sirkulasi umum dimana akan membantu
kontraksi otot polos. Ketika efek oksitosin alami tidak cukup atau bila ada indikasi medis untuk
menginduksi persalinan,dipakai oksitosin sintetik dan beberapa prostaglandin. Pada keadaan dimana
kadar estrogen memadai,oksitosin intravena bekerja terhadap uterus untuk memulai kontraksi
persalinan. Hal itu berguna untuk klien dan janinnya yang memiliki indikasi medis untuk dilakukan
tindakan karena risiko yang berkaitan dengan berkelanjutannya kehamilan. Oksitosin akan merangsang
kontraksi otot uterus dengan ritme tertentu bergantung pada besarnya dosis yang diberikan. Kerja
oksitosin pada uteri ini juga dipengaruhi oleh adanya hormon estrogen dan progesteron serta ion-ion
Ca,Mg,dan K. Efek oksitosin terhadap uterus akan meningkat bila terjadi peningkatan kadar estrogen
dan penurunan kadar progesteron. Sebaliknya,efek oksitosin terhadap uterus akan menurun bila kadar
progesteron tinggi dan kadar estrogen menurun. Pemberian antagonis progesteron secara in vitro akan
meningkatkan efek oksitosin,walaupun hal ini belum dapat dibuktikan pada uterus wanita hamil.
Kepekaan uterus manusia terhadap oksitosin akan meningkatkan secara perlahan selama kehamilan
dan akan mencapai puncaknya pada akhir kehamilan. Pemberian oksitosin pada hamil muda hanhya
memberikan respon pada pemberian dengan dosis tinggi. Kerja dari oksitosin yang diberikan secara
intramuscular timbul 3-5 menit waktu untuk mencapai puncak konsentrasinya belum diketahui dan lama
kerjanya adalah 2-3 jam. Kerja oksitosin yang diberikan secara intravena terjadi segera waktu untuk
mencapai puncak konsentrasinya tidak diketahui dan lama kerjanya adalah 20 menit. Obat diberikan
secara intravena untuk menginduksi kehamilan atau mempercepat persalinan. Pitocin dicairkan dalam
1000 ml larutan Ringer Laktat sampai konsentrasinya 10 mU/ml. Cairan campuran ini diberikan lewat
jalur IV kedua dari cairan IV kontrol. Dosis awal adalah 0,5 mU/menit di titrasi dengan kecepatan 0,2-
2,5 mU setiap 15-30 menit sampai kontraksi kira-kira terjadi setiap 3 menit dengan kualitas yang cukup.
Untuk pencegahan dan pengendalian perdarahan karena atoni uterus,10 U oksitosin ditambahkan
kedalam 1 L larutan dekstrose atau elektrolit (10 mU/mL) di infuskan dengan kecepatan yang dapat
mengendalikan atoni. Oksitosin diberikan secara intramuscular (10 U) setelah plasenta lahir. (KDT,
2008)

B. Kelenjar Mammae

Oksitosin merangsang otot polos yang terdapat di sekitar alveolar kelenjar mamae. Kkontraksi otot ke
dalam sinus-sinus yang besar dan mudah di hisap oleh bayi. Efek ini dinamakan Milk Ejection atau Milk
Let down. Walaupun katekolamin dapat menghambat milk ejection, kontraksi mioepitelium ini tidak
bergantung pada inervasi saraf otonom,tetapi berada di bawah pengaruh oksitosin. Oksitosin sering
digunakan untuk memperlancar pengeluaran air susu ibu pada masa laktasi ataupun untuk mengurangi
pembengkakan mamae pasca partum. (KDT, 2008)

C. Kardiovaskuler

Oksitosin merangsang otot polos pembuluh darah secara langsung. Efek ini cukup kuat dan tidak
berlangsung lama serta sangat nyata pada pemberian dengan dosis besar. Pemberian dengan dosis
besar akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Diastolik lebih banyak
menurun yang disertai kemerahan pada kulit dan peningkatan aliran darah ke ekstremitas disertai
dengan takikardi dan peningkatan curah jantung. Bila pemberian dengan dosis besar
dilanjutkan,penurunan tekanan darah akan terjadi dan di ikuti peningkatan tekanan darah kembali
secara perlahan-lahan. Efek penurunan tekanan darah ini akan nyata sekali bila oksitosin diberikan
bersama-sama dengan obat penghambat ganglion atau obat penghambat saraf simpatik. Pemberian
oksitosin dengan dosis untuk indikasi obstetrik tidak nyata menyebabkan peningkatan tekanan
darah,tetapi pada pemberian secara infus dengan dosis besar pada penderita abortus atau operasi
uterus,efek penurunan tekanan darah ini dapat terlihat jelas terutama pada penderita yang di anestesi.
Efek vasodilatasi oksitosin tidak begitu nyata terutama pada pemberian dengan dosis indikasi obstetrik.
Pada binatang percobaan,oksitosin hanya meningkatkan aliran darah ginjal (KDT, 2008)

2.3 Efek samping Oksitosin

Bila oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah sehingga dapat
menimbulkan efek samping yang potensial berbahaya. Efek samping tersebut yaitu stimulasi berlebih
pada uterus, kontraksi pembuluh darah tali pusat, kerja antidiuretika, kerja pada pembuluh darah
(kontraksi dan dilatasi), mual, reaksi hipersensitivitas (Jordan, 2004)

Efek-efek maternal terlihat pada pemakaian IV mencakup hipotensi, hipertensi, mual muntah,
penurunan aliran darah uterus, ruam kulit, dan anoreksia. Reaksi yang merugikan mencakup tetani
uterus, anafilaksis, asfiksia, kejang, koma, perdarahan intrakranial, intoksikasi air, dan disritmia. Pada
janin, karena induksi motilitas uterus, oksitosin dapat menyebabkan bradikardia, kontraksi ventrikel
prematur, dan aritmialain, dan sangat jarang kematian janin, nilai Apgar rendah, ikterus, dan
perdarahan retina telah dilaporkan terjadi pada neonatus. (Syarif, 2012)

 Indikasi:

Sebagai stimulan uterus pada:

1. Induksi partum aterm

2. Inertia uteri (atonia uteri) atau hipotoni uteri

3. Perdarahan post-partum

4. Abortus inkompletus kehamilan setelah 20 minggu (Sinclair, 2010)

 Kontraindikasi:

Toksemia, disproporsi sevalopelvik, distres janin, hipersensitivitas, persalinan nonvaginal yang telah
diantisipasi, kehamilan (intranasal), malpresentasi, plasenta previa, jaringan ikat pada uterus akibat SC.
(Sinclair, 2010)

2.4 Toksisikasi Oksitosin

Jika oksitosin diberikan bersama preparat vasokonstriktor lainnya, maka akan terdapat bahaya
peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan serangan stroke. Keadaan ini dapat terjadi jika
adrenalin (epinefrin) ditambahkan dengan obat anastesi lokal. Esterogen akan memperkuat kontraksi
uterus oleh oksitosin. Progestin akan melemahkan kontraksi uterus olek oksitosin. (Syarif, 2012)

2.5 Keuntungan dan Kerugian Oksitosin

 Keuntungan
1. Induksi Pemacuan Persalinan
Oksitosin yang diberikan secara infus intravena perlahan efektif untuk induksi atau memacu
persalinan yang biasanya diberikan bersama dengan tindakan amniotomi. Aktivitas uterus
harus dipantau untuk mencegah stimulasi berlebihan pada otot rahim. Oksitosin dosis besar
dapat menyebabkan retensi cairan.
2. Pencegahan dan Penghentian Perdarahan.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat dikontrol dengan ergometrin dan oksitosin
intramuskular dalam dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya obat ini
disuntikkan sebelum kuretase. Pada kehamilan muda, kombinasi keduanya lebih efektif
daripada masing-masing obat sendiri.
Untuk mencegah perdarahan pasca persalinan, ergometrin 500 mcg dan oksitosin 5 unit rutin
disuntikkan intramuskular pada kala III (setelah bahu keluar) atau segera setelah bayi keluar.
Pada preeklamsia hanya diberikan oksitosin.
Pada pasien berisiko tinggi perdarahan karena obat oksitosik atonia uterus, dianjurkan
pemberian:
a. Oksitosin 5-10 unit, injeksi intravena
b. Ergometrin 250-500 mcg, injeksi intravena
c. Oksitosin infus 5-30 unit/500 mL setelah bahu keluar, lebih-lebih pada atonia uterus.
(BPOM RI)
 Kerugian

Efek-efek maternal terlihat pada pemakaian IV mencakup hipotensi,hipertensi,mual,muntah penurunan


aliran darah, uterus,ruam kulit,dan anoreksia. Reaksi yang merugikan mencakup tetani
uterus,anafilaksis,asfiksia,kejang,koma,perdarahan intrakranial,intoksikasi air,dan disritmia. Pada janin
karena induksi motilitas uterus, oksitosin dapat menyebabkan bradikardia,kontraksi ventrikel
prematur,dan aritmia lain dan sangat jarang kematian janin. (BPOM RI)

2.6 Farmakokinetik Metilergometrin

Apabila respon oksitosin tidak memuaskan, alkaloid ergotamin seperti metilergometrin dapat
digunakan. Mekanisme kerja metilrgometrin maleat melalui reseptor α-adregenik sehingga dapat
memicu peningkatan tekanan darah. Dosis metilergometrin maleat untuk mencegah atonia adalah
sebesar o,2 mg intramuskular atau bolus intravena. Pemberian secara bolus dilakukan dengan
dilarutkan pada 5 ml NaCl 0,9% yamg dapat diulang maksimal 2 sampai 4 jam.Metilergometrin maleat
menyebabkan kontraksi otot segmen atas dan bawah uterus secara tetani (Walfish M, 2009)

Secara farmakokinetik, metilergometrin yang dibolus intravena memiliki distribusi yang cepat.
Pemberian IV memiliki mula kerja segera setelah disuntikkan, sedangkan pemberian IM memiliki mula
kerja 2-5 menit. Sehingga kontraksi uterus yang diharapkan akan lebih lama tercapai dibandingkan
dengan pemberian IV.Dieksresikan melalui empedu (Walfish M, 2009)

2.7 Farmakodinamik Metilergometrin

Secara umum, ergot alkaloid berperan sebagai antagonis parsial pada reseptor α dan memiliki efek
vasokonstriksi langsung. Ergot alkaloid memengaruhi dilatasi arteriol, menginduksi kontraksi otot
uterus, dan merangsang reseptor dopamin.Secara farmakodinamik efek metilergometrin maleat
terhadap hemodinamik yang diberikan IV lebih cepat berikatan dengan reseptor dan lebih cepat
terjadinya peningkatan darah, sedangkan pada pemberian IM obat mencapai reseptor melalui
beberapa mekanisme sehingga untuk mencapai suatu reseptor dan peningkatan darah akan lebih
lambat. Pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada variabel tekanan darah
sistol dan diastol. Tidak adanya peningkatan darah pada studi ini mungkin dapat disebabkan oleh
kesinergisan kombinasi efek oksitosin dan metilergometrin maleat. Reseptor oksitosin fungsional
ditemukan pada jantung dan bantalan vaskular. Aktivitas oksitosin pada kardiovaskular meliputi:
menurunkan tekanan darah, aksi inotropik dan kronotropik negatif pada jantung, neuromodulasi
parasimpatis, vasodilatasi, anti-inflamasi, antioksidan, dan efek metabolik. Luaran ini dimediasi
setidaknya sebagian, dengan merangsang mediator kardioprotektif, seperti nitrat oksida (NO) dan
peptida natriuretik atrium.Oksitosin menghasilkan efek vasodilatasi melalui rangsangan V1aR
(vasopressin receptor 1A) dan NO endotelial yang mengandung kalsium. Vasolidatasi kemudian akan
menyebabkan hipotensi. Efek vasodilatasi oksitosin jelas terlihat pada arteri basilaris. Sedangkan ergot
alkaloid berperan sebagai antagonis parsial pada reseptor α dan memiliki efek vasokonstriksi langsung.
Metilergometrin maleat melalui reseptor α-adrenergik dapat memicu hipertensi. Kombinasi efek
vasodilatasi oleh oksitosin dan efek vasokonstriksi oleh metilergometrin maleat kemungkinan
menghasilkan efek sinergis berupa tidak adanya peningkatan tekanan darah pada studi ini. Studi di
Iran pada tahun 2012 yang membandingkan efek pemberian infus oksitosin dan metilergometrin maleat
pada seksio sesarea dengan anestesi spinal menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan
pada baseline status hemodinamik yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol. (Jerry, 2017)

2.8 Efek samping Metilergometrin

1. Efek samping yang sering terjadi dapat berupa nyeri kepala, hipertensi, ruam pada kulit, dan
nyeri perut karena kontraksi rahim yang kuat
2. Efek samping lain yang jarang terjadi dapat berupa penurunan kesadaran, kejang, nyeri dada,
hipotensi, dan mual muntah
3. Efek samping seperti syok anafilaktik sangat langka namun dapat terjadi pada pasien yang
hipersensitif terhadap methergin. (Sinclair, 2010)

 Indikasi:
Penanganan aktif kala ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan otot)/
perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir
seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam rongga rahim). (Sinclair, 2010)
 Kontraindikasi:
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki kala pertama dan
kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh darah, sepsis (reaksi umum
disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-duanya),
hipersensitifitas. Gangguan fungsi hati atau ginjal. Hati-hati penggunaan pada penderita hipertensi,
penyakit hati, jantung, ginjal, infeksi puerpuralis, dan penyakit penyumbatan pembuluh darah. Tidak
dianjurkan untuk induksi partus karena masa kerja yang lama dan memberikan kontraksi uterus non
fisiologik. (Sinclair, 2010)

2.9 Toksisikasi Metilergometrin

Makrolit, protease HIV atau penghambat transkripsi, anti jamur azole, vasokonstriktor lain atau alkaloid
ergot, bromokriptin, anestesi. Obat tersebut dapat menurunkan efektivitas methergin dan dapat
meningkatkan resiko efek samping methergin. (Syarif, 2012)

2.10 Keuntungan dan Kerugian Metilergometrin

 Keuntungan
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat dikontrol dengan ergometrin dan oksitosin intramuskular
dalam dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya obat ini disuntikkan sebelum kuretase.
Pada kehamilan muda, kombinasi keduanya lebih efektif daripada masing-masing obat sendiri. Untuk
mencegah perdarahan pasca persalinan, ergometrin 500 mcg dan oksitosin 5 unit rutin disuntikkan
intramuskular pada kala III (setelah bahu keluar) atau segera setelah bayi keluar. Pada preeklamsia
hanya diberikan oksitosin. Pada pasien berisiko tinggi perdarahan karena obat oksitosik atonia uterus,
dianjurkan pemberian: Ergometrin 250-500 mcg, injeksi intravena (BPOM RI)

 Kerugian
Pada pemberian IV cepat terjadinya peningkatan darah sedangkan pada pemberian IM terjadi
perlambatan peningkatan tekanan darah (Jerry, 2017)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa obat-obat yang digunakan dalam dunia kebidanan
terutama dalam persalinan beberapa diantaranya adalah oksitosin dan metilergometrin. Adapun fungsi
dari masing-masing obat itu berbeda. Oksitosin merupakan obat yang digunakan untuk menginduksi
persalinan serta memperbaiki motilitas otot uterus. Metilergometrin merupakan obat untuk memperbaiki
motilitas uterus dan mengontrol pendarahan. Adapun farmakokinetik, farmakodinamik, interaksi obat,
serta interaksi farmakokinetik setiap obat berbeda-beda.

3.2 Saran

Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita
salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bisa fatal.
Oleh karena itu,kita sebagai tenaga kesehatan kiranya harus melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan dirikita sendiri maupun orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. http://pionas.pom.go.id/node/13039/711-prostaglandin-dan-oksitosik. Diakses 24 Maret

2019.

Goodman & Gilman. 2010. Manual Farmakologi dan terapi. Jakarta: EGC

Jerry Arnov, Suwarman, Yulianti Bisri. 2017. Perbandingan Efek Metilergometrin Maleat antara
Pemberian Intravena dan Intramuskular yang Dikombinasikan dengan Drip Oksitosin
terhadap Kontraksi Uterus dan Tekanan Darah pada Seksio Sesarea Elektif dengan
Anestesi Umum .

Jordan, Sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC

Leveno,Kenneth J. 2009. Obstetri William: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitas (KDT). 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta:
EGC

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC

Syarif, Amir dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Tim Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC

Walfish M, Neuman A, Wlody D. Maternal haemorrhage. Br J Anaesth. 2009; 103:i47– i56

Anda mungkin juga menyukai