TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah <60mg/dl atau <80mg/dl dengan gejala
klinis. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari penyandang Diabetes Melitus dan
geriatri.1 Hipoglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan irreversibel
dari otak sampai kematian, oleh karena itu setelah kadar glukosa darah bebas (GDS)
sudah didapatkan (GDS < 70 mg/dL) penangananan yang difokuskan untuk
meningkatkan kadar glukosa plasma harus segera dilaksanakan, baik dengan asupan
makanan oral, dekstrosa intravena, atau glukagon intramuskular.2
2.2 Fisiologi
Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan
keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas.
Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi
tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati).
Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut
glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level
gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau
karena pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang
1
terdapat di dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati
mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut glikogenosis), yang
mengurangi level gula darah. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh tidak cukup atau
tidak dihasilkannya insulin, sementara tipe 2 disebabkan oleh respon yang tidak memadai
terhadap insulin yang dilepaskan ("resistensi insulin"). Kedua jenis diabetes ini
mengakibatkan terlalu banyaknya glukosa yang terdapat di dalam darah.3
2.3 Epidemiologi
Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Sekitar 90% dari semua
pasien yang menerima insulin mengalami episode hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia
sangat bervariasi, namun pada umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-
rata episode hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari
mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia.2
Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2
dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam beberapa tahun pertama (7%) dan
meningkat menjadi 25% dalam perjalanan diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus
tipe 2 adalah sekitar dua puluh kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga
sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.1,2
Studi yang dilakukan terhadap penduduk yang tinggal di daerah pedesaan Jawa Timur
dan Bali menunjukkan tingkat prevalensi hipoglikemia sebesar 1,5% pada tahun 1982 dan
meningkat menjadi 5,7% pada tahun 1995. Saat ini Indonesia memiliki estimasi prevalensi
hipoglikemia sebesar 1,2-2,3%.2
2
2.4 Etiologi
Menurut Sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non
Diabetes dengan etiologi sebagai berikut :
1. Pada Diabetes:
- Overdose insulin
- Asupan makanan << (tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang
ber>>an (muntah, diare), diit ber>>an)
- Aktivitas berlebihan
-Gagal ginjal
-Hipotiroid
2. Pada Non Diabetes
- Peningkatan produksi insulin
- Paska aktivitas
- Konsumsi makanan yang sedikit kalori
- Konsumsi alkohol
- Paska melahirkan
- Post gastrectomy
-Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar (co.: salisilat, sulfonamide).3
3
2.5 Patofisiologi
Produksi glukosa
Pengeluaran insulin yang tidak seimbang
berlebihan dan dengan kebutuhan
penyerapan glukosa
yang kurang
4
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme homeostasis
dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi untuk menghambat
penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon
akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme
glukosa di dalam sel.3,4
5
Hal ini disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang
berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan
penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat
yang dilatih atau tenaga medis terlatih.3,4
6
terjadi berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia
yang lebih berat.5
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa darah
63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5
mmol/L)5
Menurut Soemadji (2006) dan Cryer (2005), karakteristik diagnostik hipoglikemia
ditentukan berdasarkan pada TRIAS WIPPLE sebagai berikut :
1. Terdapat tanda-tanda hipoglikemi
2. Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%
3. Gejala akan hilang seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah (paska
koreksi).5
2.9 Tatalaksana
1. Non Medika Mentosa
Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah, mereka harus
memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah menggunakan alat ukur. Jika kadar
glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk
menaikkan glukosa darah adalah:
7
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman tatalaksana
hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:
b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu flakon
(25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan kadar glukosa
kurang lebih 25-50 mg/dL.8
2. Medika Mentosa
Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut:
Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl. Bila diperlukan
pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40% (10 gr Dex) dapat
menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.
Terapi hipoglikemi:
a. GLUKOSA ORAL
b. GLUKOSA INTRAVENA
c. GLUKAGON 1 mg (SC/IM)
d. THIAMINE 100 mg (IV/IM) pada pasien ALKOHOLIC :WERNICKE
ENCEPHALOPHATY!!!!
e. MONITORING
8
Kadar Glukosa Terapi Hipoglikemia
(mg/dL)
< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 1 flakon
Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat diberikan
1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar glukosa darah 120
mg/dl.
2.10 Komplikasi
- Kerusakan Otak
- Koma
- Kematian
2.11 Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan waktu onset.
Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik (dubia et bonam)
dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia et malam).9
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis yang relevan
dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et al., 2006). Apabila
pasien dianjurkan pengambilan pankreas maka memiliki prognosis tergantung skill medis
dan kondisi indivual.10
9
BAB III
PEMBAHASAN
10