Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

Nama : Frety Nagita


NIM : P27904117022
Tanggal Praktek : 10 Februari 2020
Ruangan : IGD

A. Definisi

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau
perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001).Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit
dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal (Handayani & Andi, 2008).

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO pada
tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):

1. Laki-laki dewasa : Hb < 13 gr/dl


2. Perempuan dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan dewasa hamil : Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun : Hb < 12 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan – 6 tahun: Hb < 11 gr/dl

B. Tanda dan Gejala


Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi menjadi
tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di bawah titik
tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut organ yang terkena,
yaitu:
- Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
- Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
- Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
- Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
- Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
- Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwatna kuning
seperti jerami.
C. Penyebab
Menurut Price& Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
- Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe, Thalasemia,
dan anemi infeksi kronik.
- Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan
anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
- Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan anemia
aplastik dan leukemia.
- Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
- Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
- Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
- Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit.
- Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit misalnya,
ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral
Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi
esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah
merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria,
infeksi cacing tambang.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum tulang dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang
tidak diketahui.Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses
tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma,
makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada
dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan
gejala yang disebut sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga
kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel
darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini terjadi akibat
adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang
dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi
yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum
tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta
gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap
tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara
lain:
- Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
- Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis
makanan.
- Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
- Autoimun.
- Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan
kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
-
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan
yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul
akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker
saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau
gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.

E. Pengkajian
1. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas sumsum tulang atau
mengganggu metabolism folat.
2. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi, seperti
menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam feses.
3. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
4. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat besi, vitamin B12,
dan asam folat.
5. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
- Takikardia, palpitasi, dispneu.
- Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
6. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
- Kardiomegali.
- Hepatomegali.
- Edema perifer.
7. Kaji terhadap defisit neurologis
- Parestesia dan kebas perifer.
- Ataksia dan koordinasi yang buruk.
- Kekacauan mental.
8. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
- Mual dan muntah.
- Diare.
- Anoreksia.
- Glositis.

F. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d  perubahan ikatan O2 dengan Hb,
penurunankonsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake
makanan.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic usus.
5. Pengabaian diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.
G. Perencanaan dan Rasional
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
- Monitor adanya paretese.
- Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi.
- Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
- Monitor adanya tromboplebitis.
- Monitor kemampuan BAB.
- Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi:
- Kaji adanya alergi makanan.
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vitamin C.
- Berikan substansi gula.
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Intoleransi aktifitas, intervensi:
- Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien sehari-hari.
- Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktifitas.
- Monitor gejala intoleransi aktivitas.
- Menentukan penyebab intoleransi aktivitas&menentukan apakah penyebab dari
fisik, psikis/motivasi. 
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat
perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
- Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
- Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat,
pusing, gangguan kesadaran&tanda vital.
- Bantu klien memilih aktifitas yang mampu untuk dilakukan.
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal, intervensi:
- Catat tanggal buang air besar terakhir.
- Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan
warna dengan cara yang tepat.
- Monitor bising usus.
- Lapor adanya peningkatan frekuensi atau bising usus bernada tinggi.
- Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang membantu mendukung
keteraturan aktivitas usus.
- Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara yang tepat.
- Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara yang tepat.
5. Pengabaian diri, intervensi:
- Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas perawatan diri.
- Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri.
- Berikan lingkungan yang aman, hangat, santai, tertutup.
- Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari sampai batas
kemampuan.
- Dorong kemampuan mandiri pasien, tetapi bantuk ketika pasien tidak mampu
melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000).Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008).Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi terhadap kejadian
anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis Ilmiah). Malang: Universitas
Diponegoro.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai