DISUSUN OLEH :
SHELVYA LAELI
P20620522073
2B NERS D4 KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
A. KONSEP TEORITIS
1. DEFINISI
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal (Handayani
& Andi, 2008).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria
WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut
(Handayani & Andi, 2008).
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
• Hb < 10 gr/dl
• Hematokrit < 30%
• Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
2. ETIOLOGI
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan anemia
aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada Bahan baku yang dimaksud
adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe. Sebagian besar anemia
anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam
folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia
bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria,
infeksi cacing tambang.
3. ANATOMI FISIOLOGI
Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh
darah yang berwarna merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung
pada banyaknya O2 dan CO2 di dalamnya. Darah yang mengandung CO2
warnanya merah tua. Adanya O2 dalam darah diambil dengan jalan bernafas, dan
zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran/metabolisme dalam tubuh. Darah
selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung
dan selama darah berada dalam pembuluh darah maka akan tetap encer, tetapi kalau
ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat
dicegah dengan jalan mencampurkan kedalam darah tersebut sedikit obat anti
pembekuan/sitras natrikus.
Keadaan ini sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk
transfusi darah. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak
±1 13 dari berat badanatau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap
orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh
darah. Tentang viskositas/kekentalan darah lebih kental daripada air yaitu
mempunyai BJ: 1,0411,067 dengan temperatur 380C dan pH: 7,37-7,45. Fungsi
darah terdiri atas:
1. Sebagai alat pengangkut yaitu;
a. Mengambil O2/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan
membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat antiracun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaa diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose
anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
o Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen, seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
o Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem
leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
o Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus
diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
o Faal ginjal
o Faal endokrin
o Asam urat
o Faat hati
o Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
o Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
hispatologi.
o Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
o Pemeriksaan sitogenetik.
o Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain
reaction, FISH: fluorescence in situ hybridization).
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai
jenisnya, dapat dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
❖ Transplantasi sumsum tulang.
❖ Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit
(ATG).
❖ Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
❖ Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse
sel-sel darah merah dan trombosit.
❖ Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak
dengan orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
❖ Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat
disembuhkan.
❖ Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
❖ Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
❖ Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan
buruk.
❖ Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan
terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi
asam folat) Anemia defisiensi vitamin B12:
❖ Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi
(pada vege tarian ketat).
❖ Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau
tidak terdapatnya faktor-faktor instriksik.
❖ Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk
pasien anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat
diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
❖ Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
❖ Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
❖ Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin
prenatal).
4. Anemia sel sabit
❖ Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
❖ Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
❖ Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
❖ Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih
ringan.
❖Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk
mengencerkan darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari
masa kehamilan untuk mencegah krisis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb,
penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
b. Defisit Nutrisi b.d tidak mampuan memasukkan mengabsorsi
nutrisi
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status
nutrisi terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal.
(Karya Tulis Ilmiah). Malang: Universitas Diponegoro.