Oleh:
Nabila Alfionita, S.Kep
NIM. 22231110100
Darah adalah cairan pada tubuh manusia dengan jumlah volume 7-8% dari
berat tubuh manusia yang mengalir setiap waktu melalui pembuluh darah arteri
danvena yang dipompa oleh jantung. Darah memiliki suhu normal 38°C, dengan
pH berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Volume darah pada manusia berbeda
dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin, yang menentukan proporsi ukuran
tubuh. Laki- laki dewasa memiliki kisaran volume darah 5 hingga 6 L.
Sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 4 hingga 5 L (Carter, 2018,
Tortora & Derrickson, 2017).
Sumsum tulang merupakan jaringan lunak berbentuk seperti spons yang dapat
ditemukan pada rongga dalam di sebagian besar tulang-tulang pada tubuh
manusia. Sumsum tulang terdiri dari sel-sel belum matang yang disebut dengan
stem sel. Terdapat dua jenis sumsum tulang yaitu sumsum tulang merah atau
jaringan myeloid dan sumsum tulang kuning atau jaringan lemak. Kedua jenis
sumsum tulang tersebut terdapat banyak pembuluh darah dan kapiler darah.
Sumsum tulang dapat memproduksi sekitar 200 miliar sel darah baru di setiap
harinya (Rosita, Pramana and Arfira, 2019).
Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah terbesar
dalam darah dan memiliki fungsi yaitu sebagai sel pengangkut oksigen.
Jumlah eritrosit pada laki-laki dewasa sekitar 5,4 juta/ml, sedangkan pada
wanita dewasa sehat berjumlah sekitar 4,8 juta sel/ml. Eritrosit berbentuk
bikonkaf yang membuat luas permukaannya lebih luas sehingga dapat
memaksimalkan proses pertukaran gas. Eritrosit tidak memiliki nucleus dan
mitokondria sehingga produksi ATP intraseluler dilakukan secara anaerob.
c. Hemoglobin
1.2 Definisi
Anemia merupakan suatu kondisi berkurangnya jumlah sel darah merah yang
mengakibatkan oxygen-carring capacity sehingga tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia terjadi bila konsentrasi hemoglobin <10 g/dL
atau penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen. Hal tersebut terjadi
karena penurunan produksi sel darah merah atau penurunan hemoglobin dalam
darah akibat kekurangan zat besi sebagai zat pembentuk. Kadar hemoglobin
dapat bervariasi tergantung jenis kelamin dan usia. Kadar laki – laki normalnya
yaitu 13,5 gr/dl – 15,7 gr/dl, pada perempuan yaitu 12 g/dl – 16,0 g/dl, dan pada
anak – anak yaitu 11,0 g/dl – 16,0 g/dl (Rahmawati, 2017).
1.3 Epidemiologi
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kirakira 7
kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5
kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur
lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini
diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.
1.4 Klasifikasi
Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50- 70%).
Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastic adalah
toksisitas langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler.
Berikut beberapa etiologi dari anemia aplastic :
a. Gangguan konginetal
b. Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang
berlebihan. Obat yang paling sering menjadi penyebab anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang paling sering menjadi
penyebab anemia aplastik yaitu senyawa benzen dan derivat benzen seperti
penghilang atau pengangkat cat. Materi lain yang menjadi penyebab
potensial anemia aplastik yaitu arsenik anorganik, glikol eter, plutonium,
dan radon.
c. Bahan kimia
d. Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab
yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan
setelah terinfeksi hepatitis.
e. Radiasi
f. Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain, seperti leukemia akut,
hemoglobinuria noktural proksimal, dan kehamilan dimana semua keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia.
1.6 Patofiologi
Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel
darah putih (leukosit) kurang dari 4.500-10.000/mm3 penurunan sel darah putih
ini akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi.
Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan sistem
imunitas fisik mekanik dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia,
saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena makan akan
mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga mengalami
kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan masukan diet dalam
tubuh. (Brunner and Suddarth, 2010).
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
mimisan, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.
Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir
atau pendarahan di organ-organ.
Adapun gejala lain yang mungkin muncul pada kasus anemia aplastik,
diantaranya:
a. Pemeriksaan Fisik, pada anemia aplastik perlu dicari tanda-tanda fisik dari
sindroma kegagalan sumsum tulang seperti adanya pigmentasi kulit, postur
pendek, mikrocephali, hipogonadism, retardasi mental dan kelainan
tengkorak.
b. Pemeriksaan darah lengkap, pada anemia aplastik pemeriksaan darah tepi
didapatkan anemia normokrom-normositer, retikulositopeni, Lekopeni-
Netropeni. Seingkali digunakan untuk membedakan anemia aplastik dari
penyebab infiltratif maupun displastik.
c. Pemeriksaan laju endap darah, pada anemia aplastik laju endap darah
selalu meningkat.
d. Pemeriksaan faal hemostatik, untuk mengetahui waktu perdarahan
memanjang dan retraksi bekuan yang disebabkan oleh trombositopenia.
e. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorenscense In Situ
Hybridization), sel darah nantinya akan diambil dari sumsum tulang untuk
mengetahui jumlah serta jenis sel-sel yang terdapat pada sumsum tulang.
Selain itu, untuk mengetahui adanya kelainan genetik atau tidak.
f. Tes fungsi hati dan virus, anemia aplastik biasanya dapat terjadi setelah 2
sampai 3 bulan setelah episode akut hepatitis. Tes fungsi dan virus ini juga
digunakan untuk penilaian jika ada pertimbangan akan dilakukan
transplantasi sumsum tulang.
1.9 Penatalaksanaan
a. Terapi Suportif, untuk mengatasi kelainan yang muncul akibat
pansitopenia.
1) Untuk mengatasi infeksi - Hygine mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik.
- Tranfusi granulosit konsetrat (diberikan apabila mengalami sepsis
berat). Dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon
pada antibiotik adekuat
2) Untuk mengatasi anemia dapat dilakukan dengan pemberian tranfusi
packed red cell (PRC) yang diberikan apabila hemoglobin kurang dari 7
gr/dl atau terdapat tanda payah jantung maupun anemia yang
simptomatik.
3) Untuk mengatasi adanya perdarahan dapat dilakukan dengan pemberian
tranfusi konsetrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atyaitu
trombosit kurang dari 20.000/mm3.
b. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang dapat dilakukan dengan
pemberian obat anabolik steroid yaitu oksimetolon atau stanazol dengan
dosis 2-3 mg/kgBB perhari, obat kortikosteroid dosis rendah sampai
menengah seperti prednison 40-100mg/hari. obat ini akan memberikan efek
samping setelah 6-12 minggu berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
c. Terapi definitif, terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang, terdapat dua jenis pilihan terapi untuk anemia aplastik yaitu:
1) Terapi immunosupresif yaitu dengan pemberian anti-lymphocyte
globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) yang dapat
menekan proses imunologis. Terapi immunosupresif yang lain yaitu
dengan pemberian multiprednisolon dosis tinggi.
2) Transplantasi sumsum tulang, merupakan terapi definitif dengan
harapan kesembuhan yang tinggi tetapi transplantasi sumsum tulang
membutuhkan biaya yang relatif mahal.memerluan peralatan yang
canggih serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang
kompatibel.
1.10 Komplikasi
Jika anemia tidak diobati atau diberikan penanganan yang tepat dapat
menyebabkan masalah yang lain, seperti kelelahan yang ekstrim. anemia berat
dapat membuat badan sangat lelah sehingga tidak dapat melakuakn aktivitas sehari-
hari, dan pada ibu hamil akan terjadi komplikasi kehamilan. Anemia dapat
menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur (aritmia). Ketika anemia,
jantung memompa lebih banyak darah untuk mengkompensasi kekurangan oksigen
dalam darah sehingga akan menyebabkan pembesaran jantung, gagal jantung.dan
kematian. Sedangkan, pada anemia genetic dan anemia dengan penyabab
perdarahan seperti anemia sel sabit juga dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa. (Bakta, 2017)
BAB 2. Pathway
Gangguan hemapoetik
Anemia aplastik
Pansitopenia
Pencernaan aliran
darah berkurang
Evaluasi keperawatan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya hasil dari proses
keperawatan seperti diagnose keperawatan, intervensi dan implementasi. Pada evaluasi ekperawatan perawat dapat melakukan
monitor keberhasulan selama pada tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pencapain evaluasi dapat
dinilai dengan teratasi, teratasi sebagian, dan belum teratasi (Zuliani et al, 2021).