Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA


APLASTIK DI RUANG ADENIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Nabila Alfionita, S.Kep
NIM. 22231110100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
BAB 1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Anatomi dan Fisiologi

Darah adalah cairan pada tubuh manusia dengan jumlah volume 7-8% dari
berat tubuh manusia yang mengalir setiap waktu melalui pembuluh darah arteri
danvena yang dipompa oleh jantung. Darah memiliki suhu normal 38°C, dengan
pH berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Volume darah pada manusia berbeda
dikarenakan adanya perbedaan jenis kelamin, yang menentukan proporsi ukuran
tubuh. Laki- laki dewasa memiliki kisaran volume darah 5 hingga 6 L.
Sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 4 hingga 5 L (Carter, 2018,
Tortora & Derrickson, 2017).

Darah berfungsi sebagai pengantar oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian


tubuh serta jaringan, pembentukan agen pembekuan darah, homeostatis suhu
tubuh, pembentukan antibodi untuk melawan infeksi pathogen, pengangkutan
hasil metabolisme menuju ginjal dan hati untuk filtrasi, dan pengangkut hormone
yang dieksresikan oleh sel – sel tubuh melalui organ target. Darah terdiri dari
komponen cair dan komponen padat. Komponen cair yaitu plasma darah, dan
komponen padat yaitu sel darah merah atau yang disebut sebagai eritrosit, sel
darah putih atau leukosit, dan keping darah atau trombosit yang berperan dalam
proses pembekuan darah (American Society of Hematology, 2018).
a. Sumsum tulang

Sumsum tulang merupakan jaringan lunak berbentuk seperti spons yang dapat
ditemukan pada rongga dalam di sebagian besar tulang-tulang pada tubuh
manusia. Sumsum tulang terdiri dari sel-sel belum matang yang disebut dengan
stem sel. Terdapat dua jenis sumsum tulang yaitu sumsum tulang merah atau
jaringan myeloid dan sumsum tulang kuning atau jaringan lemak. Kedua jenis
sumsum tulang tersebut terdapat banyak pembuluh darah dan kapiler darah.
Sumsum tulang dapat memproduksi sekitar 200 miliar sel darah baru di setiap
harinya (Rosita, Pramana and Arfira, 2019).

1) Sumsung tulang merah

Sumsum tulang merah berfungsi untuk memproduksi eritrosit, trombosit dan


60-70% sel limfosit pada orang dewasa. Selain itu, sumsum tulang merang
juga berfungsi untuk membuang sel darah merah yang sudah tua dengan
organ hati dan limpa.

2) Sumsung tulang kuning

Sumsum tulang kuning berfungsi sebagai penyimpanan lemak. Sehingga


dapat membantu memberikan nutrisi agar tulang dapat berfungsi dengan
baik. Sumsum tulang kuning terletak di rongga sentral tulang panjang dan
dikelilingi oleh lapisan sumsum tulang merah dengan trabekula panjang
(struktur seperti balok) dalam kerangka retikuler seperti spons.
b. Sel darah merah

Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah terbesar
dalam darah dan memiliki fungsi yaitu sebagai sel pengangkut oksigen.
Jumlah eritrosit pada laki-laki dewasa sekitar 5,4 juta/ml, sedangkan pada
wanita dewasa sehat berjumlah sekitar 4,8 juta sel/ml. Eritrosit berbentuk
bikonkaf yang membuat luas permukaannya lebih luas sehingga dapat
memaksimalkan proses pertukaran gas. Eritrosit tidak memiliki nucleus dan
mitokondria sehingga produksi ATP intraseluler dilakukan secara anaerob.

(Rosita, Pramanadan Arfira, 2019).

Selain itu, eritrosit juga mengandung enzim karbonik anhydrase


(CarbonicAnhydrase/CA) yang berfungsi untuk merubah karbondioksida dan
air menjadi asam karbonat serta terurai menjadi H+ dan HCO3-. Adanya
reaksi reversibel tersebut memungkinkan sekitar 70% karbondioksida
diangkut oleh darah dalam bentuk ion bikarbonat yang terlarut pada plasma
darah. Selain itu, ion H+ dan HCO3 – dalam darah juga berperan sebagai
buffer atau penyeimbang yang dapat mengontrol pH darah agar tetap optimal
dan stabil dan juga sebagai buffer untuk cairan interstitial – ekstraseluler
(Rosita, Pramana and Arfira, 2019).

c. Hemoglobin

Hemoglobin tersusun atas sebuah protein yang disebut dengan globin


yang terdiri atas empat rantai polipeptida gabungan antara dua rantai alfa
dan dua rantai beta globin. Setiap rantai polipeptida tersebut mengikat
sebuah pigmennon protein yang disebut heme. Heme mengandung ion besi
(Fe2+) pada bagian tengahnya, yang dapat berikatan dengan oksigen secara
reversible. Oksigen yang terikat pada hemoglobin yaitu sebanyak 98,5%
dari total oksigen yang dibawa oleh darah, karena sifat oksigen yang
memiliki kelarutan rendah pada plasma darah. Hemoglobin merupakan
sebuah protein pigmen yang berwarna merah dalam kondisi mengikat
oksigen dan berwarna kebiruan jika dalam kondisi kurang oksigen. Oleh
karena itu, darah di pembuluh arteri yang kaya oksigen akan berwarna
merah, sedangkan darah di vena rendah akan kandungan oksigen akan
berwana kebiruan (Rosita, Pramana dan Arfira, 2019).

Satu molekul hemoglobin dapat berikatan dengan empat molekul oksigen


pada keempat ion besi. Ketika darah dialirkan dari jantung ke paru – paru
melalui arteri pulmonalis, maka akan terjadi proses pengikatan oksigen
oleh hemoglobin dan kemudian akan dibawa di pembuluh darah menuju
jantung laludialirkan ke seluruh tubuh. Saat mencapai kapiler, akan terjadi
reaksi pelepasan oksigen dari ion besi (Fe2+) sehingga oksigen tersebut
dapat berdifusi keluar dari eritrosit ke cairan interstitial dan masuk ke
dalam setiap sel – sel tubuh. Hemoglobin memiliki fungsi yakni:
1) Pengangkutan oksigen dan karbondioksida
Saat darah mengalir melalui kapiler dan melepaskan oksigen dari
hemoglobin akan terjadi reaksi pengikatan antara karbondioksida oleh
asam amino yang terdapat pada rantai globin. Ketika darah kembali ke
paru – paru, maka karbondioksida yang dibawa oleh hemoglobin akan
dilepaskan untuk dikeluarkan dari tubuh.
2) Pengaturan tekanan darah dan aliran darah
Hormon didalam darah yang berbentuk gas dikenal dengan nitrit oksida
(NO). Nitrit oksida dihasilkan oleh sel endotel pelapis pembuluh darah.
Hormon gas NO dapat berikatan dengan hemoglobin, yang kemudian
nitrit oksida akan dilepaskan oleh Hb sehingga dapat menyebabkan
terjadinya vasodilatasi, yaitupelebaran diameter pembuluh darah karena
adanya relaksasi sel-sel otot polos pada dinding pembuluh darah.
Vasodilatasi tersebut dapat meningkatkan aliran darah dan
meningkatkan laju pengantaran oksigen ke sel-sel tubuh.

1.2 Definisi

Anema aplastik merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya


penurunan atau kerusakan sel induk sumsum tulang, sehingga sel darah yang
mati tidak dapat diganti. Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai oleh
adanya pansitopenia (anemia, lekopenia, dan trombositopenia) pada darah tepi
yang disebabkan oleh kelenjar primer pada susunan tulang dalam bentuk aplasia
atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang.
Anemia aplastik termasuk penyakit yang langka, insiden yang terjadi bervariasi
di seluruh dunia berkisar 2 hingga 6 kasus dari satu juta penduduk pertahunnya.
Kasus anemia aplastik paling banyak dilaporkan terjadi pada umur 15 sampai 25
tahun dan pada umur 60 tahun ke atas dengan jumlah kasus yang lebih kecil
(Adyani dkk, 2019).

Anemia merupakan suatu kondisi berkurangnya jumlah sel darah merah yang
mengakibatkan oxygen-carring capacity sehingga tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia terjadi bila konsentrasi hemoglobin <10 g/dL
atau penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen. Hal tersebut terjadi
karena penurunan produksi sel darah merah atau penurunan hemoglobin dalam
darah akibat kekurangan zat besi sebagai zat pembentuk. Kadar hemoglobin
dapat bervariasi tergantung jenis kelamin dan usia. Kadar laki – laki normalnya
yaitu 13,5 gr/dl – 15,7 gr/dl, pada perempuan yaitu 12 g/dl – 16,0 g/dl, dan pada
anak – anak yaitu 11,0 g/dl – 16,0 g/dl (Rahmawati, 2017).

1.3 Epidemiologi

Anemia menjadi masalah kesehatan yang masih sering dijumpai. Prevalensi


anemia yang tinggi dapat terjadi di seluruh kelompok umur di masyarakat. Akan
tetapi, lebih banyak dialami oleh wanita dan remaja putri dibandingkan dengan
pria. Angka kejadian anemia di seluruh dunia berjumlah sekitar 30% atau 2,20
miliar orang sebagian besar tinggal di daerah tropis. Prevalensi anemia secara
global sekitar 51% (Priyanto, 2018). Kurang lebih 370 juta wanita dari berbagai
negara berkembang menderita anemia defisiensi zat besi dengan 41%
diantaranya wanita tidak hamil. Angka kejadian anemia di India menunjukkan
angka sebesar 45% remaja putri telah dilaporkan mengalami anemia defisiensi
zat besi. Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia masih cukup tinggi pada
semua kelompok umur yaitu 21,70%. Sementara itu, angka kejadian anemia pada
perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibandingkan dengan laki – laki
(18,40%). Kemudian angkakejadian anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal, di
pedesaan memiliki persentase lebih tinggi yaitu sebesar 22,80% dibandingkan
tinggal di perkotaan sebesar 20,60% dan angka kejadian anemia pada perempuan
usia 6 hingga 15 tahunyaitu sebesar 22,70% (Priyanto, 2018).

Anemia aplastic merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensi


bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk
pertahun.3 Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden
anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.

Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kirakira 7
kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5
kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur
lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini
diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.

1.4 Klasifikasi

Menurut WHO (2011) berdasarkan kadar hemoglobinnya anemia dapat


dibagimenjadi 4 yaitu:
a. Anemia Ringan sekali : Hb 10 g/dL – batas normal
b. Anemia Ringan : Hb 8 g/dL – 9.9 g/dL
c. Anemia Sedang : Hb 6 g/dL – 7.9 g/dL
d. Anemia Berat : Hb <6 g/dL

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat di


klasifikasikan menjadi tiga yaitu, tidak berat, berat, dan sangat berat (Sjaifoellah,
2014):
1.5 Etiologi

Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50- 70%).
Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastic adalah
toksisitas langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler.
Berikut beberapa etiologi dari anemia aplastic :

a. Gangguan konginetal

Gangguan kongenital yang paling sering terjadi adalah anemia fanconi.


Penyakit ini dapat menyerang anak-anak yang biasanya disebabkan karena
defek pada DNA Repair dan aplasia yang disertai kelainan rangka,
pigmentasi pada kulit dan abnormalitas pada ginjal. Kelompok ini sering
dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari padanya
diturunkan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia
Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh
hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu
jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal
dan limpa.

b. Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang
berlebihan. Obat yang paling sering menjadi penyebab anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang paling sering menjadi
penyebab anemia aplastik yaitu senyawa benzen dan derivat benzen seperti
penghilang atau pengangkat cat. Materi lain yang menjadi penyebab
potensial anemia aplastik yaitu arsenik anorganik, glikol eter, plutonium,
dan radon.

c. Bahan kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan


anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan
kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan
dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan
pansitopenia

d. Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab
yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan
setelah terinfeksi hepatitis.

e. Radiasi

Umumnya terjadi pada pengobatan radioterapi dan kemoterapi yang


digunakan untuk mengatasi kanker. Pada pengobatan tersebut akan
merusak sel punca yang berada pada sumsum tulang dan menyebabkan
terjadinya anemia aplastik. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-
jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat
sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis

f. Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain, seperti leukemia akut,
hemoglobinuria noktural proksimal, dan kehamilan dimana semua keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pansitopenia.
1.6 Patofiologi

Penyebab anemia aplastik adalah kongenital, faktor didapat antara lain:


bahan kimia, obat, radiasi, faktor individu, infeksi, idiopatik. Apabila pajanan
dilanjutkan setelah tanda hypoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan
berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversible.
Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada klien
yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang
dapat menyebabkan anemia aplastik. (Brunner and Suddarth, 2010). Karena
terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-sum tulang
sering hanya menghasilkan bebereapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan pergantian
oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor granulosit,
eritrosit dan trombosit, akibatnya terjadi pansitoipenia. (Brunner and Suddarth,
2010). Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai dengan menurunnya
tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan sel darah merah (hemoglobin)
menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan, biasanya
ditandai dengan kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardi, ekstremitas dingin dan
pucat. (Brunner and Suddarth, 2010).

Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel
darah putih (leukosit) kurang dari 4.500-10.000/mm3 penurunan sel darah putih
ini akan menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi.
Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan infeksi dan penurunan sistem
imunitas fisik mekanik dimana dapat menyerang pada selaput lendir, kulit, silia,
saluran nafas sehingga bila selaput lendirnya yang terkena makan akan
mengakibatkan ulserasi dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga mengalami
kesulitan dalam menelan dan menyebabkan penurunan masukan diet dalam
tubuh. (Brunner and Suddarth, 2010).

Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,


trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3.
Akibat dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie, epitaksis, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna. Gejala
dari perdarhan saluran cerna adalah anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare dan
stomatitis (sariawan pada lidah dan mulut) perdarahan saluran cerna dapat
menyebabkan hematemesis melena. Perdarahan akibat trombositopenia
mengakibatkan aliran darah ke jaringan menurun. (Brunner and Suddarth, 2010)

Anemia akan menyebabkan transpor oksigen mengalami gangguan.


Berkurangnya hemoglobin atau rendahnya jumlah sel darahmerah akan membuat
pasokan oksigen ke jaringan tidak adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia
jaringan. Hipoksia jaringan dapat membuat tubuh mengalami gejala-gejala yang
disebut sindrom anemia, seperti kelemahan, kelelahan, pucat pada kulit dan
mukosa bibir, pusing hingga pingsan. Kemudian, tubuh akan melakukan
kompensasi yang lebih dalam mengatasi hipoksia jaringan dengan cara
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, peningkatan curah jantung
dengan meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung. Anemia jugadapat
menyebabkan sesak napas, terutama jika ada penyakit jantung atau paru. Anemia
sering menyebabkan dekompensasi pada gagal jantung kronis (Astutik dan
Ertiana, 2018).

1.7 Manifestasi Klinis

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
mimisan, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.
Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir
atau pendarahan di organ-organ.
Adapun gejala lain yang mungkin muncul pada kasus anemia aplastik,
diantaranya:

a. Pucat pada kulit, telaoak tangan dan konjungtiva


b. kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan kekuning-kuningan.
c. Mudah lelah. Lemah, lunglai dan letih
d. mata berkunang – kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisis
jongkok ke posisi berdiri, akral dingin
e. Kehilangan nafsu makan, mual muntah
f. Terjadi epitaksis atau mimisan
g. Terdapat bintik-bintik merah pada permukaan kulit (petekie)
h. Hepatosplenomegali (pembengkakan pada organ hati dan limfa)
i. Ekimosis
j. Sakit kepala/pusing
k. Gagal jantung
l. Sesak napas
m. Takikardi
n. Neutropenia kemungkinan menyebabkan infeksi yang disertai demam, ulser
oral dan rektal, serta sakit tenggorokan.
o. Jika terjadi trombositopenia akan berakibat pada kulit mudah memar dan
perdarahan terutama dari selaput lendir seperti hidung, gusi, rektum dan
vaginal, ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva. Selain itu
juga perdarahan terjadi kedalam retina atau sistem saraf pusat

1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang pada anemia aplastik meliputi:

a. Pemeriksaan Fisik, pada anemia aplastik perlu dicari tanda-tanda fisik dari
sindroma kegagalan sumsum tulang seperti adanya pigmentasi kulit, postur
pendek, mikrocephali, hipogonadism, retardasi mental dan kelainan
tengkorak.
b. Pemeriksaan darah lengkap, pada anemia aplastik pemeriksaan darah tepi
didapatkan anemia normokrom-normositer, retikulositopeni, Lekopeni-
Netropeni. Seingkali digunakan untuk membedakan anemia aplastik dari
penyebab infiltratif maupun displastik.
c. Pemeriksaan laju endap darah, pada anemia aplastik laju endap darah
selalu meningkat.
d. Pemeriksaan faal hemostatik, untuk mengetahui waktu perdarahan
memanjang dan retraksi bekuan yang disebabkan oleh trombositopenia.
e. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorenscense In Situ
Hybridization), sel darah nantinya akan diambil dari sumsum tulang untuk
mengetahui jumlah serta jenis sel-sel yang terdapat pada sumsum tulang.
Selain itu, untuk mengetahui adanya kelainan genetik atau tidak.
f. Tes fungsi hati dan virus, anemia aplastik biasanya dapat terjadi setelah 2
sampai 3 bulan setelah episode akut hepatitis. Tes fungsi dan virus ini juga
digunakan untuk penilaian jika ada pertimbangan akan dilakukan
transplantasi sumsum tulang.

1.9 Penatalaksanaan
a. Terapi Suportif, untuk mengatasi kelainan yang muncul akibat
pansitopenia.
1) Untuk mengatasi infeksi - Hygine mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik.
- Tranfusi granulosit konsetrat (diberikan apabila mengalami sepsis
berat). Dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon
pada antibiotik adekuat
2) Untuk mengatasi anemia dapat dilakukan dengan pemberian tranfusi
packed red cell (PRC) yang diberikan apabila hemoglobin kurang dari 7
gr/dl atau terdapat tanda payah jantung maupun anemia yang
simptomatik.
3) Untuk mengatasi adanya perdarahan dapat dilakukan dengan pemberian
tranfusi konsetrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atyaitu
trombosit kurang dari 20.000/mm3.
b. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang dapat dilakukan dengan
pemberian obat anabolik steroid yaitu oksimetolon atau stanazol dengan
dosis 2-3 mg/kgBB perhari, obat kortikosteroid dosis rendah sampai
menengah seperti prednison 40-100mg/hari. obat ini akan memberikan efek
samping setelah 6-12 minggu berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
c. Terapi definitif, terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang, terdapat dua jenis pilihan terapi untuk anemia aplastik yaitu:
1) Terapi immunosupresif yaitu dengan pemberian anti-lymphocyte
globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) yang dapat
menekan proses imunologis. Terapi immunosupresif yang lain yaitu
dengan pemberian multiprednisolon dosis tinggi.
2) Transplantasi sumsum tulang, merupakan terapi definitif dengan
harapan kesembuhan yang tinggi tetapi transplantasi sumsum tulang
membutuhkan biaya yang relatif mahal.memerluan peralatan yang
canggih serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang
kompatibel.

1.10 Komplikasi
Jika anemia tidak diobati atau diberikan penanganan yang tepat dapat
menyebabkan masalah yang lain, seperti kelelahan yang ekstrim. anemia berat
dapat membuat badan sangat lelah sehingga tidak dapat melakuakn aktivitas sehari-
hari, dan pada ibu hamil akan terjadi komplikasi kehamilan. Anemia dapat
menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur (aritmia). Ketika anemia,
jantung memompa lebih banyak darah untuk mengkompensasi kekurangan oksigen
dalam darah sehingga akan menyebabkan pembesaran jantung, gagal jantung.dan
kematian. Sedangkan, pada anemia genetic dan anemia dengan penyabab
perdarahan seperti anemia sel sabit juga dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa. (Bakta, 2017)
BAB 2. Pathway

Etiologi: faktor kongenital, radiasi,


Hypoplasia Depresi sumsung tulang/kegagalan sempurna
obat-obatan, bahan kimia, infeksi

Gangguan hemapoetik

Penurunan jumlah sel dalam sumsung tulang

Abnoamalitas pada sel stem, prekusor granulosit, trombosit

Anemia aplastik

Pansitopenia
Pencernaan aliran
darah berkurang

Anemia (Hb <12 gr/dl) Oksihemoglobin turun Trombositopenia Leukopenia


HCL meningkat
Pengiriman nutrisi terganggu
Aliran darah perifer menurun Pucat, akral dingin Gangguan dalam agranulositosis
pembekuan darah
Anoreksia, mual
Penurunan transfor O2 ke jaringan Sel darah putih turun
Pendarahan: epistaksis,
Defisit nutrisi pendarahan saluran kemih,
Hipoksia, pucat Metabolisme aerob pendarahan saluran cerna, Respon inflamasi
turun, anaerob naik pendarahan cerebral tertekan

Pusing, lemas Takipnea, dyspnea


Tidak cukup energi ADL Risiko infeksi
Penuruna darah dalam
sirkulasi dan jaringan
Risiko jatuh Pola napas tidak Lesuh lemah perifer
Tirah barang
efektif lelah
Intoleransi Perfusi perifer tidak
aktivitas Keletihan efektif
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Pengkajian identitas klien berupa nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk RS, tanggal rencana
operasi, nomor medrek, diagnosa medis dan alamat
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Keluhan yang biasanya dikeluhkan oleh klien anemia aplastik adalah
cepat lelah, penurunankadar hemoglobin dalam darah, kepala terasa
pusing, lesu, susah berkonsentrasi, penglihatan berkunang-kunang,
prestasi kerja fisik pikiran menurun.
b) Keluhan utama saat dikaji
Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ruang
perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu :
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit,
hal yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan anemia
aplastik mengeluhkan kepala terasa pusing dan mudah lelah.
Q : Quallitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa
pusing dikepala menyebabkan susah konsentrasi dan prestasi kerja
fisik pikiran menurun.
R : Region sejauh mana lokasi penyebaran yang dirasakan. Pusing
dikepala bagian atas kebelakang menyebabkan susah untuk
berkonsentrasi.
S : Serverity/scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan
tersebut
T : Time dimana keluhan dirasakan dan juga lama serta frekuensinya.
Pusing dirasakan pada waktu yang tidak menentu dan biasanya akan
terasa jika terlalu banyak beraktivitas
c) Riwayat penyakut dahulu
Perlu ditanyakan antara lain apakah klien pernah mengalami penyakit
yang sama sebelumnya atau punya penyakit yang menular
d) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan antara lain apakah klien pernah mengalami penyakit
yang sama sebelumnya atau punya penyakit yang menular
e) Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola nutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan atau
tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada
klien anemia aplastik sering mengalami anoreksia/nafsu makan
berkurang
2) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi,
serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang
berhubungan dengan pola eliminasi atau tidak. Orang dengan
anemia aplastik biasanya mengalami hematuri dan melena.
3) Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah
ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur. Pola
istirahat tidur pada klien anemia aplastik biasanya suah tidur dan
sering terjaga dimalam hari (insomnia).
4) Personal hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku. Pada klien dengan anemia aplastik akan
terjadi penurunan kemampuan peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
5) Pola aktivitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari dilingkungan keluarga dan
masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih bergantung dengan
orang lain. Pada klien anemia aplastik aktivitas klien akan terbatas
karena terjadi kelemahan otot
f) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Pada klien dengan anemia aplastik akan didapatkan gejala pucat,
kepala pusing, tampak lesu, penglihatan berkunang-kunang,
aktivitas berkurang, susah berkonsentrasi dan cepat lelah. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital sering ditemukan nadi meningkat
(takikardi) dan hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi
fluktuatif.
2) Pemeriksaan fisik persiten
- Sistem Pernafasan
Pada klien anemia aplastik akan ditemukan pernafasan nafas
pendek pada istirahat dan aktivitas.
- Sistem Kardiovaskular
Pada klien anemia aplastik akan ditemukan peningkatan sistolik
dengan diastolik stabil.
- Sistem Pencernaan
Disfagia kesulitan menelan, anoreksia nafsu makan menurun,
membran mukosa kering, konstipasi diare, dan BAB menghitam.
- Sistem Perkemihan
Terdapat hematuria atau kencing yang ditandai adanya darah pada
urine, warna urine gelap
- Sistem Endokrin
Sistem endokrin biasanya jarang terjadi gangguan pada kasus
anemia aplastik.
- Sistem Integumen
Konjungtiva pucat, perdarahan pada gusi dan hidung, adanya
petekie (keunguan), ekimosis (luka memar) pada kulit, turgor kulit
kurang, kulit kering. Kulit seperti berlilin, pucat atau kuning lemon
terang.
- Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak
tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-
tanda lain yang menunjukkan keletihan.
- Sistem Persarafan
Pememriksaan sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkonsentrasi. Penurunan penglihatan, dan
kelmahan, serta keseimbangan buruk.
g. Data psikologi
1) Body image, persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi
ukuran dan bentuk
2) Idela diri, persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku
berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.
3) .Identitas Diri, kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi
dan penilaian diri sendiri.
4) Peran Diri, perlaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan
dnegan fungsi individu pada berbagai kelompok.
h. Data sosial dan budaya
Identitas Diri Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan
penilaian diri sendiri. 4. Peran Diri Perlaku yang diharapkan secara sosial
yang berhubungan dnegan fungsi individu pada berbagai kelompok.
i. Data spiritual
Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan
terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan
sebelum atau selama dirawat
j. Data penunjang
1) Laboratorium
Anemia normokromik nomositer disertai retikusitopenia. Jumlah Hb
lebih rendah dari normal (12-14/gdL). Leukopenia dengan relative
limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi.
Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
Sumsum tulang, hypoplasia sampai apalsia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang
yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan
diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang
lain. Darah lengkap, jumlah masingmasing sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit).
2) Radiasi
Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survey skeletal khususnya berguna untuk
sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak
diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas
yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan
lemak.

3.2 Dianosa Keperawatan


a. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
d.dpengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral
terabadingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun
b. Pola napas tidak efektif (D.0005) b.d penurunan energy d.d dyspnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (misal takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, dan cheyne
stokes).
c. Defisit nutrisi (D.0019) b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan)
d.d berat badan menurun minimal 10% dibawah ideal.
d. Keletihan (D.0057) b.d kondisi fisiologis (anemia) d.d merasa energi tidak
pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga, mengeluh lelah, tidak
mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak lesu
e. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20%
darikondisi istirahat.
f. Risiko infeksi (0142) d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
g. Risiko jatuh (D.0143) d.d anemia.
3.3Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan (SIKI) Rasional
(SDKI) (SLKI)
1 Perkusi perifer Tujuan: Manajemen Syok 1. Untuk mengetahui status
tidak efektif Setelah dilakukan Observasi kardiopulmonal
intervensi keperawatan 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi 2. Untuk mengetahui status
selama dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD) oksigenasi
3 x 24 jam, maka perfusi 2. Monitor status okdigenasi (oksimetri nadi, 3. Mengetaui intake dan output
perifer meningkat,dengan AGD) 4. Untuk mengetahui tingkat
kriteria hasil: Perfusi Perifer 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, keasadaran dan respon pupil
(L.02011) turgor kulit, CRT) 5. Memberikan oksigen aoat
1. Warna kulit pucat 4 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil mempertahankan saturasi
(cukupmenurun) Terapeutik oksigen dalam rentang
2. Akral 4 (cukup membaik) 5. Berikan oksigen untuk mempertahankan normal
3. Pengisian kapiler 4 (cukup saturasi oksigen >94%. 6. Tranfusi darah untuk
membaik) 6. Berika posisi syok mengganti sel darah yang
4. Penyembahan luka meningkat 7. Pasang kateter urine untuk menilai produk hialng
urine
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian infus cairan kristolid
1-2 L pada dewasa
1. Untuk mengetahui tekanan
9. Kolaborasi pmeberian tranfusi darah
darahpasien
2. Untuk mengetahui frekuensi
Pemantauan TandaVital (I.02060)
nadipasien
Observasi
3. Untuk mengetahui frekuensi
1. Monitor tekanan darah.
pernapasan pasien
2. Monitor nadi (frekuensi,kekuatan, irama)
4. Untuk mengetahui suhu
3. Monitor pernapasan
tubuh pasien
(frekuensi,kedalaman).
5. Untuk mengetahui adanya
4. Monitor suhu tubuh.
perubahanvital pada pasien
5. Identifikasi penyebab perubahan
6. Untuk mengetahui
tandavital.
perubahan vitalpasien
Terapeutik 7. Agar pasien mengetahui
6. Dokumentasikan hasil pemantauan. tujuan dari tindakan yang
Edukasi akan dilakukan
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 8. Agar pasien mengetahui
8. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu. hasil pemeriksaan yang
dilakukan
2 Pola napas Tujuan: Manajemen jalan napas (I.01011)
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama ......x 24 1. Kaji pola napas (frekuensi, kedalaman,
jam diharapkan pola napas usaha napas) setidaknya setiap 4 jam
meningkat dengan kriteria 2. Kaji bunyi napas tambahan (misal gurgling,
hasil: mengi, wheezing, ronkhi)
3. Amati adanya penggunaan napas cuping
Pola napas (L.01004)
hidung
1. Dyspnea menurun
4. Kaji penggunaan otot bantu napas
2. Penggunaan bantu otor Terapeutik
menurun 5. Posisikan semi fowler atau fowler
6. Dorong pernapasan diafragma
3. Frekuensi napas membaik
7. Berikan oksigen, jikaperlu
4. Kedalaman napas membaik
Kolaborasi
8. Kolaborasi bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
Pemantauan respirasi
(1.01014)
Observasi
1. Palpasi kesimetrisanekspansi paru
2. Monitor adanya produksisputum
3. Auskultasi bunyi napas
4. Monitor hasilx-ray toraks
Terapeutik
5. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
6. Informasikan hasil
Pemantauan

3 Keletihan Tujuan: Setelah dilakukan Terapi Aktivitas (I.05186) 1. Untuk mengetahui


intervensi keperawatan Observasi kemampuan pasiendalam
selama ... x 24 jam, maka 1. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
tingkat keletihan membaik, berpartisipasidalam aktivitas tertentu. beraktivitas
dengankriteria hasil: Tingkat Terapeutik 2. Untuk membantu
Keletihan meningkatkan
(L.05046) 2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan peningkatan frekuensi
1. Kemampuan melakukan frekuensi dan rentang aktivitas. aktivitas pasien
aktivitas rutin 4 (cukup 3. Libatkan keluarga dalam aktivitas, 3. Agar keluarga dapat
meningkat). jikaperlu. mengerti cara melakukan
2. Verbalilasasi lelah 4 (cukup aktivitas pasien
4. Fasilitasi pasien dan keluarga
menurun). 4. Agar tujuan aktivitas
memantau kemajuannya sendiri untuk
3. Lesu 4 (cukup menurun). yang dilakukan pasien
mencapai tujuan.
dan keluarga tercapai
5. Berikan penguatan positif atas
5. Agar pasien memiliki
partisipasi dalam aktivitas.
motivasi diri tinggi
Edukasi
dalam melakukan
Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan
aktivitas
positif atas partisipasi dalam aktivitas.
6. Agar keluarga memiliki
motivasi diri untuk
mendukung peningkatan
aktivitasoleh pasien
4 Intoleransi Tujuan: Manajemen Energi (I.05178) 8. Untuk mengetahui adanya
aktivitas Setelah dilakukan intervensi Observasi gangguanfungsi pada tubuh
keperawatan selama ...x 24 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
jam, maka toleransi aktivitas yangmengakibatkan kelelahan. kelelahan
meningkat, dengan kriteria 2. Monitor kelelahan fisik dan 9. Untuk mengetahui adanya
hasil: emosional. kelelehan fisik dan
Toleransi Aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur. emosional
(L.05047) 4. Monitor lokasi dan 10.Untuk mengetahui pola dan
1. Kemudahan dalam ketidaknyamananselama melakukan jamtidur pasien
melakukan aktivitas aktivitas. 11.Untuk mengetahui
sehari - hari 4 (cukup Terapeutik penyebab ketidaknyamanan
meningkat) 5. Sediakan lingkungan nyaman dan dalam melakukanaktivitas
2. Keluhan lelah 4 (cukup rendahstimulus (misal, cahaya, suara, 12.Untuk memberikan
menurun) kunjungan). lingkungan yang nyaman
3. Perasaan lemah 4 (cukup 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan pada pasien
menurun) atau aktif. 13.Untuk menghindari adanya
Edukasi kekakuan sendo
7. Anjurkan untuk melakukan aktivitas 14.Untuk membuat
secara bertahap peningkatan aktivitas pada
pasien
5 Defisit nutrisi Tujuan:
8. Mengetahui asupan
Manajemen Nutrisi(I.03119)
Observasi makanan pasien
Setelah dilakukan
1. Monitor asupan makanan. 9. Mengetahui biomedical
intervensi keperawatan
2. Monitor hasil laboratorium pasien
selama
Terapeutik 10. Untuk mencegah terjadinya
... x 24 jam, maka status
konstipasi
nutrisi membaik, 3. Berikan makanan tinggi serat untuk
11. Sebagai zat pembangun dan
dengankriteria hasil: Status mencegah konstipasi.
energy tubuh pasien agar
Nutrisi (L.03030) 4. Berikan makanan tinggi kalori dan
mempercepat penyembuhan
1. Porsi makan yang dihabiskan tinggiprotein.
pasien
4 5. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
12. Untuk memenuhi
(cukup meningkat) Edukasi
kebutuhan nutrisi pasien
2. Berat badan 4 (cukup 6. Anjurkan posisi duduk, jika
yang tidak bisa dipenuhi
membaik) mampu.Kolaborasi
ketikamakan
3. Nafsu makan 4 (cukup 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
13. Mencegah terjadinya
membaik) menentukan jumlah kalori dan jenis
aspiras
4. Membran mukosa 4 (cukup nutrient yangdibutuhkan, jika perlu
14. Agar kebutuhan nutrisi
membaik)
sesuai dengan kebutuhan
pasien
6 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (1.14539)
1. Unutk mengatahui adanya
keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
tanda dan gejala infeksi
diharapkan tingkat infeksi dan sistemik
menurun, dengan kriteria hasil: 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Dengan memebatasi jumlah
Tingkat infeksi (L.14137) 3. Berika perawatan kulit pada area edema pengunjung dapat
1. Kemerahan menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak meminimalisir infeksi
2. Kadar sel darah putih dengan pasien
3. Mencuci tangan dapat
membaik 5. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
mencegah rantai terjadinya
3. Kadar sel darah putih 6. Ajarkan mencuci tangan dengan benar
infeksi
membaik 7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Nafsu makan meningkat 8. Anjurka meningkatkan asupan cairan

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan atau intervensi yang telah dilakukan. Pada pelaksanaan
kepererawatan perawat dapat menyertakan pasien dan keluarga pasien agar mampu meingkatkan pemahaman pasien dan keluarga
pasien terkait dengan cara melakukan perawatan dirumah. Selain itu, perawat juga harus memiliki kemamampuan dalam kognitif,
hubungan interpersonal, dan ketrampilan dalam melakukan tindakan keperawatan (Zuliani etal, 2021)
3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya hasil dari proses
keperawatan seperti diagnose keperawatan, intervensi dan implementasi. Pada evaluasi ekperawatan perawat dapat melakukan
monitor keberhasulan selama pada tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pencapain evaluasi dapat
dinilai dengan teratasi, teratasi sebagian, dan belum teratasi (Zuliani et al, 2021).

3.6 Discharger palnning


a. Segera datangi perawatan kesehatan jika gejala anemia memburuk
b. Minum obat sesuai arahan dokter, simpan obat-obatan yang dikonsumsidanpastikan untuk meminumnya seusai jadwal dan
dosis tepat
c. Memberikan edukasi mengenai anemia (misal. definisi, penyebab, tandadangejala, cara penanganannya)
d. Menganjurkan kepada pasien makan sedikit tapi sering.
e. Mengajurkan pasien untuk banyak minum air mineral.
f. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
g. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk tetap menjaga kesehatan tubuh dan mengajurkan mengkonsumsi
makanan yang sehat atau makan makanan yang tinggi zat besi seperti daging, ikan, sayuran, makanan yang kaya akan protein,
salad (Swearingen, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Hematology. (2018). Blood Basics. Retrieved October 15,


2018, fromhttp://www.hematology.org/Patients/Basics/
Astutik, R. Y. dan D. Ertiana. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka
Bachrudin, M. and Najib, M. 2016. Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta
Selatan:Kementerian kesehatan Republik Indonesia.
Bakta IM. 2017. Pendekatan Diagnosis dan Terapi pada Penderita Anemia. Bali
HealthJournal 1:1-66.
Brunner dan Suddarth. 2019. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 12). Jakarta:
EGC.
Carter, L. 2018. What are the Components of Blood and Their Functions?.
Chaparro, C.M., dan P. S. Suchev. 2019. Anemia epidemiology,
pathophysiology, and etiology in low-and middle-income countries. Ann N Y
Acad Sci. 1450(1):15-31.
Febriani, A., Sijid, A. and Zulkarnain. 2021. Review: Anemia defisiensi besi.
ProsidingSeminar Nasional Biologi, 7(1): 137–142.
Gatot D.2002. Penatalaksanaan transfusi pada anak. Dalam: Update emergencies
pediatrics. Jakarta : Balai Pustaka FKUI.
Handayani, W., dan Haribowo, A. S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Isyanto. Abdulsalam M. 2005. Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik
Didapat. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1
Munthe BG. 1991. Diagnostik dan penanggulangan anemia aplastik. Dalam:
Pendidikan tambahan berkala Ilmu Kesehatan Anak. FKUI-RSCM Jakarta.
Montane E, Luisa I, Vidal X, Ballarin E, Puig R, Garcia N, Laporte JR.
2008.CGSAAA: Epidemiology of aplastic anemia: a prospective multicenter
study. Haematologica.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Cetakan III (Revisi). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria
HasilKeperawatan Edisi 1. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Priyanto, L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik
Santriwati Husada Dengan Anemia. JBE. 6(2):139–146.
Rahmawati, A. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: PT. Pustaka
Baru Swearingen, P. L. 2018. All In One Nursing Care Planing Resource.
Missouri: Elsevier.
Rosita, L., Pramana, A. A. C. and Arfira, F. R. 2019. Hematologi Dasar.
Yogyakarta:Univeritas Islam Indonesia.
Siregar, J. H. 2018. Terapi Siklofospamid pada Pasien Anemia Aplastik Di
RSHAM. Jurnal Penelitian Kemasyarakatan, 1(1): 44-48.
Tjokoprawiro, Setiawan, Santoso, Soegiarto, dan Rahmawati. 2015. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. 2017. Principles of Anatomy & Physiology
(15th ed.). United States of America: John Wiley & Sons Inc.
WHO. 2011. Hemoglobin Concentrations for The Diagnosis of Anemia
andAssessmentof Severity.
Widjanarko, A. 2001. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Young NS, Maciejewski J. 1997. The Pathophysiology of Acquired Aplastic
Anemia. In: Eipsten FH, editor. New English Medical Journal, vol.336.
Massachusetts Medical Society.
Zuliani et al. 2021. Gangguan Pada Sistem Perkemihan. Medan: Yayasan Kita
Menulis

Anda mungkin juga menyukai