Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN “NYERI” KLIEN
DENGAN COLIC ABDOMEN

Oleh :

Nabila Alfionita, S.Kep


NIM 222311101126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Keamanan merupakan keadaan bebas dari segala fisik maupun psikologis


yang dipengaruhi oleh lingkungan serta termasuk bagian dari kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi. Kenyamanan diartikan sebagai suatu keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan ketentraman,
kepuasaan, dan kelegaan (Berman, 2016). Salah satu kebutuhan dasar kenyamanan
yang harus dipenuhi salah satunya yaitu terhindar dari rasa nyeri.

Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya


kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari) (Potter & Perry, 2006). Kenyamanan
merupakan pengalaman manusia yang timbul sebagai kebutuhan dasar dalam
konteks pengalaman fisik, psikospiritual, sosial, dan lingkungan (Kolcaba dkk
2005; Arafat & Hapsah, 2016). Dapat disimpulkan bahwa rasa nyamanmerupakan
keadaan individu yang telah terpenuhi kebutuhan akan ketentraman dan
kebebasandari cedera fisik sertya psikologis yang akan terjadi.

Ketidaknyamanan merupakan suatu perubahan keadaan yang dirasakan oleh


seseorang yang dapat menyebabkan perubahan perasaan dan timbul rasa
kekhawatiran serta kecemasan (Salma dkk, 2006). Perubahan kenyamanan adalah
keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan
berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2006). Gangguan
rasa nyaman merupakan keadaan atau perasaan kurang senang, lega, dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016). Jadi, perubahan kenyamanan merupakan suatu kondisi
individu yang dapat menyebabkan perasaan tidak menyenangkan sehingga akan
berespon terhadap kondisi tersebut. Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman
diartikan perawat lebih memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan,
dukungan dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada
pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Selain nyeri, masalah seperti mual muntah
juga menganggu rasa nyaman. Masalah asuhan keperawatan aktual terhadap nyeri
merupakan gangguan rasa nyaman, dimana The Internasional Association for The
Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri merupakan pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan (Wiarto, 2017).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan
tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.
Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat
diidentifikasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status
mental atau status psikologis pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam
banyak hal dan tidak hanya membayangkannya. Kebanyakan sensasi nyeri adalah
akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter Perry, 2006).
Dari beberapa definisi nyeri dapat di artikan bahwa nyeri merupakan gangguan
rasa nyaman yang berasal dari stimulasi fisik dan mental yang diungkapkan secara
subjektif oleh orang yang mengalaminya.

B. Review Anatomi Fisiologi Nyeri

Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang
berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang
berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat
dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri
(Price and Wilson, 2006).

Gambar 1. Mekanisme proses nyeri (Sumber : Price dan Wilson, 2006)


Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua menjadi, jalur asendens dan
desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen yang
menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal.
Serat saraf C dan A-δ halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan
kronik lambat, bersinaps di substansia tanduk dorsal, memotong medulla
spinalis, dan naik ke otak melalui cabang traktus spinotalamikus. Terdapat dua
jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls ini ke otak; traktus
neospinotalamikus dan paleospinotalamikus. Traktus neospinotalamikus
membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ ke daerah
talamus dan bersinaps di nucleus ventroposterolateralis talamus. Neuron di
thalamus akan memproyeksikan akson aksonnya untuk membawa impuls
nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis (Price dan Wilson,
2006). Jalur nespinotalamikus memediasi aspek murni sensorik nyeri yaitu,
lokasi, intensitas dan kualitas (Harrison, 2008). Traktus paleospinotalamikus
menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C lambat- kronik, adalah suatu jalur
difus yang membawa impuls ke formasio retikularis batang otak sebelum
berakhir di nucleus parafasikularis dan nucleus intralaminar lain di thalamus,
hipotalamus, nucleus sitem limbik, dan korteks otak depan (Pricedan Wilson,
2006).
Jalur ini terkait dengan respon emosional. Karena dimensi ini
munculnya rasa takut yang mengiringi nyeri (Harrison, 2008). Menurut
Haswita & Reni (2017) terdapat empat proses fisiologi nyeri, yaitu:

1). Proses transduksi

Transduksi nyeri adalah proses dimana stimulus noksius diubah


menjadiaktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait.
2). Proses transmisi
Transmisi adalah proses terlibatnya tiga komponen saraf yaitu saraf
sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis,
kemudian jaringan sarafyang meneruskan impuls yang menuju ke atas
(ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus yang
terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
3). Proses medulasi
Proses medulasi adalah aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol
transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu telah ditemukan di sistem saraf
pusat secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis.
Senyawa ini diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti
morfin.
4). Proses persepsi
Proses persepsi adalah proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga
menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas.
Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak
jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan
pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit
untuk memahaminya.

Gambar 2. Fisiologis nyeri

C. Epidemiologi
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak
membawa pasienkeluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit, diperkirakan
prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di Eropa tercatat
jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy dalam Lumunon,
Sengkey & Angliadi (2015)melaporkan bahwa prevalensi nyeri akut di inggris
mencapai 42% dengan angka kejadian pada pria sebanyak 17% dan wanita
sebanyak 25%. Sembilan dari 10 orang Amerika berusia 18 tahun atau lebih
dilaporkan menderita nyeri minimal sekali dalam satu bulan dan sebanyak
42% merasakannya setiap hari (Latief dalamSinardja, 2013). Penelitian maria
dan insana (2018) juga menunjukan bahwa terdapat sebanyak 109 responden
mengalami ketidaknyamanan melalui aspek biopsikososio dan spiritual.
Penelitian ini menunjukkan mayoritas responden pada aspek biologis
mengalami ketidaknyamanan sebanyak 80,7%. Mayoritas responden pada
aspek psikologis mengalami ketidaknyamanan sebanyak 67%. Mayoritas
responden pada aspek sosial mengalami ketidaknyamanan sebanyak 64,2%.
Mayoritas responden pada aspek spiritual mengalami ketidaknyamanan
sebanyak 70,6%. Mayoritas responden mengalami ketidaknyamanan
sebanyak 75,2%.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Word Health
Organization (WHO) (2015) jumlah pasien nyeri pembedahan meningkat dari
tahun ke tahun. Jumlah prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di
teliti di Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7
juta orang atau sekitar 5% daripenduduk Indonesia (WHO, 2014), angka
kejadian nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3% (Purastuti dalam
Fanada & Muda 2012), sedangkan nyeri punggung bawah (LBP) sebanyak 40%
penduduk dengan jumlah prevalensi pada laki- laki sekitar 18,2% dan wanita
13,6% (Wulandari, Maja & Khosama, 2013).

D. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) penyebab timbulnya nyeri
disebabkan oleh :

1. Agen pencedera fisiologis (mis. Iskemia, inflamasi, neoplasma)


2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, abses, terbakar,
terpotong, trauma, proceduraloperasi, latihan fisik berlebihan)
4. Kerusakan sistem saraf
5. Penekanan saraf
6. Gangguan imunitas
7. Infiltrasi tumor
8. Kondisi pasca trauma
9. Riwayat penganiayaan
10. Riwayat penyalahgunaan zat
11. Ketidakseimbangan neurotransmiter

E. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling
berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman
nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Faktor-faktor
yangdapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:
1). Pengalaman nyeri masa lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri, makin takut pula individu
tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh
nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri;
akibatnya, individu ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri
tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri
berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan
pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2010).
2). Kecemasan
Secara fisiologis, stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik
yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya kecemasan.
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk ataumenghilangkan nyeri(Potter & Perry, 2010).
3). Umur
Perbedaan perkembangan pada kelompok usia lansia dan anak-anak
dapat mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap nyeri.
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah
dari proses penuaan. Orang dewasa tua mengalami perubahan
neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori
stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selainitu, proses penyakit
kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit
gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu
transmisi impuls saraf normal.Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat
berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu
lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak
tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih
muda (Potter& Perry, 2010).

4). Jenis Kelamin

Pada beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus


berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi
oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap
individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak
menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
mengekspresikan nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada
perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya,
sedangkan laki-laki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai
pengobatan untuk nyeri (Potter & Perry, 2010).

5). Sosial Budaya

Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan


memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan
lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku
pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budayaseseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang
lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji
nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn
menghilangkan nyeri pasien (Potter &Perry, 2010).

6). Nilai Agama

Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan


penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini
membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber
kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgetik
dan metode penyembuhan lainnya, karena akan mengurangi
persembahan mereka (Potter & Perry, 2010).

7). Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat


mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami
nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri
tetap terasa, tetapikehadiran orang yang dicintainya akan dapat
meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau
teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin
tertekan (Potter & Perry, 2010).

F. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat,sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi,
2008).

1. Nyeri berdasarkan tempatnya:

a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh


misalnya pada kulit, mukosa

b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral

c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit


organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri

d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada


sistemsaraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalamwaktu yang lama
c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu
menghilang,kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri pada tingkat
ringan masih dapat ditahan atau ditoleransi, tidak mengganggu
aktivitas seseorang. Nyeri yang dirasakan dapat berupa seperti gigitan
nyamuk, cubitan, atau saat disuntik. Nyeri ringan dapat hilang dalam
waktu singkat dan tanpa dilakukan pemberian terapi obat.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri pada
tingkat sedang dapat mengganggu aktivitas seseorang. Nyeri yang
dirasakan lebih kuat, dalam, dan menusuk, seperti sakit gigi, nyeri
disengat tawon, terkilir, keseleo, seseorang dapat tidak fokus,
penderita mengomel, tidak dapat diam tenang, postur tubuh
melindungi daerah yang nyeri, berkeringat, dan komunikasi
terganggu. Nyeri sedang dapat dilakukan pemberian terapi obat, nyeri
tersebut akan hilang setelah beberapa saat dan tidak datang kembali.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi . Nyeri pada
tingkat berat biasanya dirasakan begitu kuat dan rasa nyeri sangat
mendominasi penderita yang dapat menyebabkan penderita tidak
mampu berkomunikasi dengan baik (penderita dapat berteriak dan
menangis),tidak dapat berpikir jernih, mengalami perubahan
kepribadian jika nyeri datang dan berlangsung lama, mengalami
gangguan pola tidur, tidak dapat ditolerir dan bahkan sampai tidak
sadarkan diri (Kozier dkk., 2009).
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada
arterikoroner
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun- tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali
lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang
konstan, artinya rasanyeri tersebut terus-menerus terasa semakin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, padanyeri karena neoplasma.

G. Tanda dan Gejala


1. Tanda dan gejala mayor
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
d. Gelisah/ansietas
e. Frekuensi nadi meningkat
f. Sulit tidur
g. Merasa depresi/tertekan
h. Tidak mampu menyelesaikan aktivitas
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
2. Tanda dan gejala minor
a. Merasa takut mengalami cedera berulang
b. Pola tidur berubah
c. Anoreksia
d. Fokus menyempit, fokus pada diri sendiri
e. Tekanan darah meningkat
f. Pola nafas berubah
g. Nafsu makan berubah
h. Proses berpikir terganggu
i. Diaphoresis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

H. Patofisiologi dan Web of Causation


Secara ringkas, stimulasi nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
kemudian serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak termasuk area
limbik. Areaini mengandung sel-sel yang dapat mengontrol emosi. Area limbic ini
yang akan berperan dalam memproses reksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berahir di pusat otak, maka individu akan mempresepsian nyeri.
Nosisepsi:
1. Tranduksi
Reseptor nyeri khusus atau nosiseptor dapat tereksitasi oleh rangsangan
mekanis, termal, atau kimiawi. Selama fase transduksi, rangsangan berbahaya
memicu pelepasan mediator biokimia, seperti prostaglandin, bradikinin,
serotonin, histamin, dan zat P, yang membuat nosiseptor peka. Stimulasi yang
menyakitkan juga menyebabkan pergerakan ion melintasi membran sel, yang
merangsang nosiseptor (Berman, 2016).
2. Tranmisi
Transmisi nyeri, mencakup tiga segmen. Selama segmen pertama transmisi,
impulsnyeri bergerak dari serabut saraf tepi ke sumsum tulang belakang. Zat
P berfungsi sebagai neurotransmitter, meningkatkan pergerakan impuls
melintasi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke neuron orde kedua di
tanduk dorsal sumsum tulang belakang. Dua jenis serat nosiseptor
menyebabkan transmisi ini ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang: serat C
yang tidak bermyelin, yang mengirimkan serat kusam, nyeri cepat dan serat A-
delta tipis,yang mengirimkan rasa sakit yang tajam dan terlokalisasi. Segmen
kedua adalah transmisi sinyal nyeri melalui jalur menaik di sumsum tulang
belakang ke otak. Segmen ketiga melibatkan transmisi informasi ke otak di
mana persepsi nyeri terjadi. Pengendalian nyeri dapat berlangsung selama
proses transmisi kedua ini (Berman, 2016).
3. Persepsi
Persepsi adalah saat klien menjadi sadar akan rasa sakit. Persepsi nyeri adalah
jumlah aktivitas kompleks di SSP yang dapat membentuk karakter dan
intensitas nyeri yang dirasakan dan memberi makna pada nyeri. Konteks
psikososial dari situasi dan maknarasa sakit yang didasarkan pada pengalaman
masa lalu dan harapan serta mimpi masa depan membantu membentuk
respons perilaku yang mengikutinya (Berman, 2016).
4. Modulasi
Sering digambarkan sebagai "sistem menurun", proses terakhir ini terjadi
ketika neuron di otak mengirim sinyal kembali ke tanduk dorsal sumsum
tulang belakang. Serat yang turun ini melepaskan zat seperti opioid endogen,
serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat atau mengurangi impuls
nyeri yang naik di tanduk punggung. Sebaliknya, asam amino eksitatori
(misalnya glutamat, N-metil d-aspartat [NMDA]), dapat meningkatkan sinyal
nyeri ini. Efek asam amino eksitatori cenderung bertahan, sedangkan efek
neurotransmiter penghambat (opioid endogen, serotonin, dan norepinefrin)
cenderung berumur pendek karena diserap kembali ke saraf. Antidepresan
trisiklik dapat menghilangkan rasa sakit dengan menghalangi pengambilan
kembali (resorpsi) norepinefrin dan serotonin, membuatnya lebih tersedia
untuk melawan rasa sakit; atau antagonis NMDA (misalnya, ketamin,
dekstrometorfan) dapat digunakan untuk membantu mengurangi sinyal nyeri
(Berman, 2016).
WEB OF CAUTION (WOC)
Agen cedera
Agen cedera fisik Agen cedera
biologis(infeksi,
(Abses, amputasi, kimiawi(kapsaisin,
iskemia, dan
luka bakar, metilen klorida,
neoplasnma)
terpotong dan agens mustard)
trauma)

Impuls Nyeri

Reseptor nyeri (Nosiseptor)

Kerusakan Jaringan

Merangsang sel-sel mast menghasilkan histamine,


bradikinin, dan prostaglandin

Nyeri cepat dari serat A Nyeri lambat dari serat C

Medula Spinalis

Dihantarkan oleh paleospinotalamikus

Sistem aktivasi retiSistem Area griseas periakueduktus

Talamus Hipotalamus system limbik Talamus

Korteks sensori somatik

Diaforesis, dilatasi pupil, focus Nyeri telah ada lebih dari 6 bulan,
menyempit, ekspresi, wajah nyeri, anoreksia, ansietas, depresi,
danperubahan frekuensi napas imbolitas,berfokus pada diri sendiri

Gangguan
Nyeri Akut Nyeri Akut
Rasa Nyaman
15

I. Pengukuran Nyeri

Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas


nyeri, antara lain :
1. Numeric Rating Scale (NRSs)
Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari
intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri
yang dirasakan dari angka 0-10. “0” menggambarkan tidak ada nyeri
sedangkan “10”menggambarkan nyeri yang hebat.

Gambar 3. Numeric Rating Scale(NRS)2).


2. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
Neonatal Infant Pain Scale menggunakan enam indicator meliputi facial
expression (skor 0-1), Cry (skor 0-2), Breathing Pattern (skor 0-1), Arms
(skor 0-1), Legs (skor 0-1) dan State of Arousal (skor 0-1). Skala
direkomendasikan untuk anak dibawah satu tahun.
PENGKAJIAN NYERI
EKSPRESI WAJAH
0 – Otot-otot rileks Wajah tenang, ekspresi netral
1 – Meringis Otot wajah tegang, alis berkerut, dagu dan
rahangtegang (ekspresi wajah negatif – hidung,
mulut dan alis)
MENANGIS
0 – Tidak menangis Tenang, tidak menangis
1 – Mengerang Merengek ringan, kadang-kadang
2 – Menangis Keras Berteriak kencang, menarik, melengking
secaraterus menerus (catatan: menangis lirih
mungkin dinilai jika bayi diintubasi yang
dibuktikan melalui gerakan mulut dan wajah
yang jelas)

POLA PERNAFASAN
0 – Bernafas relaks Pola nafas bayi yang normal
1– Perubahan pola Tidak teratur, lebih cepat dari biasanya,
Pernafasan tersedak dan nafas tertahan
LENGAN
0 – Relaks atau terikat Tidak ada kekuatan otot, gerakan tangan acak
1 – Fleksi atau ekstensi Tegang, lengan lurus, kaku dan atau ekstensi
cepat, fleksi
KEADAAN KESADARAN
0 – Tidur atau terjaga Tenang, tidur damai atau gerakan kaki acak
yang terjaga
1 – Rewel Terjaga, gelisah dan meronta-ronta
Gambar 4. Neonatal Infant PainScale (NIPS)
3. Skala Wajah Whaley dan Wong
Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-anak dapat
dimintauntuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong
menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum,
wajah sedih, sampai menangis, dantiap wajah ditandai dengan angka 0
sampai 5.

Gambar 5. Skala Wajah Whaley dan Wong


4. Behavioural Pain Scale (BPS)
BPS merupakan skala yang terdiri dari tiga indikator yaitu: ekspresi
wajah, pergerakan ekstremitas atas, dan toleransi terhadap ventilasi
mekanik. Alasan penggunaan tiga indikator ini adalah sebagai berikut:
a. Pergerakan saat dilakukannya suatu prosedur biasanya dianggap
sebagai indikator nyeri perilaku dan banyak disertakan dalam skala
nyeri perilaku pada anak.
b. Ekspresi wajah dihubungkan dengan berbagai stimulasi nosiseptif
yangmenghasilkan bukti untuk ekspresi wajah dapat diterima secara
luas sebagai indikator nyeri.
c. Toleransi terhadap ventilasi mekanik sebagai suatu respon terhadap
stimulasi nosiseptif belum banyak mendapat perhatian. Pengamatan
rutin dari perawat menunjukkan bahwa pasien yang terintubasi
memberikan respon terhadap nyeri dengan perubahan toleransi
terhadapventilasi mekanik (batuk,melawan).

Gambar 6. Behavioural Pain Scale (BPS)


5. Verbal Rating Scale (VRSs)
Menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang
dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang
ada. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri
dari saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian
ini menjadi beberapa kategori nyeri,yaitu:
a. Tidak nyeri (none)
b. Nyeri ringan (mild)
c. Nyeri sedang (moderate)
d. Nyeri berat (severe)
e. Nyeri sangat berat (very severe)

Gambar 7. Verbal Rating Scale (VRSs)

6. Visual Analogue Scale (VASs)

Paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metode ini


menggunakangaris sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan
tidak nyerisampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada
garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan
menggunakan metode ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan
intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan
dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat
digunakanpada anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar
diterapkan jika pasien berada dalam nyeri hebat.

Gambar 8. Visual Analogue Scale (VASs)


J. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis
1. Tindakan peredaan nyeri non farmakologis
Tindakan nonfarmakologi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Teknik- tekniknya antara lain sebagai
berikut
a Stimulasi dan Masase Kutaneus, masase adalah stimulasi
kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu dan dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot dan memberikan istirahat yang
tenang dan kenyamanan.
b Terapi es dan panas, terapi es dapat menurunkan prostaglandin,
yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
dapat menurunkan nyeri.
c Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS, menggunakan unit
yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, mendengung
pada area nyeri.
d Distraksi, adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi
adalah sesuatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di
luar nyeri.
e Relaksasi, adalah perasaan bebas mental dan fisik dari
ketegangan dan stres yang membuat individu memiliki rasa
kontrol terhadap dirinya. ( Perry & Potter 2010) Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan,
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, lambat, bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan skala nyeri nafas dalam dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah, pada anak usia
prasekolah salah satunya dengan cara meniupbalon ( Wong, 2004 )
f Imajinasi terbimbing, menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Smalzer & Bare, 2002:234).
g Hypnosis, hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau
menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut
dan kronis.
2. Tindakan peredaan nyeri farmakologis Menurut Perry & Potter
(2006).
Analgesik merupakan metode yang paling umum utuk mengatasi
nyeri. Adaempat jenis analgesik, yaitu:
a. Non-narkotik : Asetaminofen, Asam Asetilsalisifat.
b. NSAID : Ibuprofen, Naproksen, Indometasin, Tolmetin,
Piroksikam,Ketorotak.
c. Narkotika : Memperidin, Metimorfin, Morfin Sulfat, Fentanyl,
Butotanol,Hidromorfon.
d. Adjuvan : Amitriptilin, Hidroksin, Klopromazin, Diazepam.

K. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan yang
merupakan suatu proses secara sistematis sesuai dengan fakta dan
kondisi klien yang berguna dalam pengumpulan data sebagai sumber
untuk evaluasi dan identifikasi status kesehatan klien yang dapat
digunakan untuk menentukan ke tahap selanjutnya yakni merumuskan
suatu diagnosis keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan respon klien (Muttaqin dkk., 2013). Pengkajian terfokus
pada kasus gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyaman
yaitu:
i. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama,pendidikan dan alamat.
ii. Riwayat Kesehatan
iii. Keluhan utama : keluhan utama yang dirasakan yakni nyeri
iv. Riwayat kesehatan terkait dengan kronolog nyeri
Adapun tahapanpengkajian terfokus pada nyeri sebagai berikut:
a. Melakukan pengkajian riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif. Pengkajian nyeri menggunakan PQRST
1) P (Provokative/ Paliatif)
Apa kira-kira penyebab timbulnya rasa nyeri. Apakah karena terkena
rudapaksa, benturan atau akibat penyayatan.
2) Q (Quality/ kualitas)
Seberapa berat keluhan nyeri yang dirasakan, bagaimana rasanya dan
seberasasering terasa nyeri.
3) R (Region/ Radiasi)
Lokasi dimana keluhan nyeri dirasakan atau ditemukan, apakah juga
menyebarke daerah lain.
4) S (Severity/Skala Nyeri)
Skala keparahan/intensitas nyeri dapat dilihat menggunakan GCS
untuk gangguan kesadaran, skala nyeri/ ukuran lain yang berkaitan
dengan keluhan.
5) T (Time/ Waktu)
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan atau dirasakan,
seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan atau terjadi, apakah
terjadi secara mendadak atau bertahap.

b. Ekspresi Nyeri Klien

Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam


mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah
satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan
contoh ekspresi nyeri secara nonverbal. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
selama melakukan pengkajian. (Potter & Perry, 2005). Intensitas nyeri
dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala nyeri menurut
Hayward (1975):
0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol

10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

Hal-hal yang perlu dikaji:

1) Lokasi

Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk


menunjukkan area nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien
bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri.

2) Intensitas Nyeri

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan


terpercaya untukmenentukan intensitas nyeri pasien.
3) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-
tusuk. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien
untuk menggambarkan nyerinya. Sebab informasi berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
4) Pola
Pola nyeri meliputi waktu kaitan, durasi, dan kekambuhan atau
interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri
dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan
kapan nyeri terakhirmuncul.
5) Faktor Presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri
sebagai contoh, aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas
harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien
tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait
nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas
diwaktu senggang serta status emosional.
7) Sumber Koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalamannyeri sebelumnya atau pengaruhagama atau budaya.
8) Respon Afektif
9) Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derajat, dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan
banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah,depresi, atau perasaan gagal pada klien.
10) Observasi Respon Perilaku dan Fisiologis
Respon non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu
yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup
mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir
bagian bawah, dan sering wajah dapat mengidentifikasikan nyeri.
Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan
nyeri adalah vokalisasi (misalnya serangan, menangis, berteriak),
imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh
tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak- balikan
tubuh diatas kasur),dll.

b. Pengkajian Pola Gordon


1) Presepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2) Nutrisi dan metabolik
3) Eliminasi
4) Aktivitas dan latihan
5) Tidur dan istirahat
6) Kognitif dan presepsi sensori
7) Presepsi kondep diri
8) Peran dan hubungan dengan sesame
9) Reproduksi dan seksualitas
10) Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
11) Nilai dan kepercayaan

c. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
Tidak tampak sakit : mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit sedang : bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
2) Tanda Tanda Vital : perhatikan tekanan darah, nadi, suhu dan
respiratory rate

3) Pemeriksaan Head To Toe : pemeriksaan dari kepala hingga ujung


kaki

4) Thorax / dada : Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler,


ekspansi dada, auskultasi suara ucapan egoponi, cek ada atau tidak
suara nafas tambahanronchi
5) Abdomen
Inspeksi : cek adanya luka, adanya lesi, adanya edema,
Palpasi : palpasi dilakukan untuk menentukan adanya pembengkakan
dan nyeri
6) Urogenital : Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter

2. Diagnosis keperawatan yang sering muncul

Diagnosis yang dapat muncul pada kebutuhan dasar manusia


kenyamananadalah:

a. Nyeri akut (D.0077) b.d. agen cidera biologi (infeksi, iskemia,


neoplasma), agen cidera fisik (abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkatberat, prosedut bedah, trauma, olahraga berlebihan), agen
cidera kimiawi (luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agen mustard).

b. Nyeri kronis (D.0078) b.d. Kondisi musculoskeletal, kerusakan system


syaraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor, gangguan imunitas,,
gangguan fungsi metabolic, riwayat posisi kerja statis, peningkatan
indeks massa tubuh, kondisi pasca traumatis, tekanan emosional,
riwayat penganiayaan, riwayat penyalahgunaan obat/zat.

c. Gangguan rasa nyaman (D.0074) b.d. kurangnya kontrol situasi, kurang


privasi, sumberdaya tidak adekuat, kurang pengendalian lingkungan
stimuli lingkungan yang mengganggu.
3. Intervensi Keperawatan / Nurse Care Plan
No Diangnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kompres Panas (I.08235)
biologi(infeksi, iskemia, selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang Observasi
neoplasma), agen cidera fisik dirasakan dapat menurun, dengan 1. Identifikasi kontraindikasi kompres panas
(abses, amputasi, luka bakar, Kriteria hasil : 2. Identifikasi kondisi kulit yang akan
terpotong, mengangkat berat, Tingkat Nyeri (L.08066) dilakukan kompres panas
prosedut bedah, trauma, 3. Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan
selama 5 menit pertama
olahraga berlebihan), agen
Terapeutik
cidera kimiawi (luka bakar,
4. Pilih metode kompres yang nyaman dan
kapsaisin, metilen klorida, Kriteria Skor saat Skor mudah didapat (misal botol air panas, buli-
agen mustard) ini yang buli warm bag)
infin 5. Pilih lokasi kompres
dicapai 6. Lakukan kompres panas pada daerah yang
Keluhan 2 4 cedera
nyeri
Edukasi
Kemamp 2 4
7. Jelaskan prosedur penggunaan kompres
uan
menuntas panas
takan 8. Anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan
aktivitas suhu secara mandiri tanpa pemberitahuan
Gelisah 2 4 sebelumnya
Sikap 2 4 9. Ajarkan cara menghindari kerusakan
protektif jaringan akibat panas
Kesulitan 2 4
tidur
Keterangan : Kompres Dingin (I.08234)
1 = Meningkat Observasi
2 = Cukup Meningkat 1. Identifikasi kontraindikasi kompres dingin
3 = Sedang 2. Identifikasi kondisi kulit yang akan
4 = Cukup menurun dilakukan kompres dingin
5 = Menurun 3. Periksa suhu alat kompres
4. Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan
selama 5 menit pertama
Terapeutik
5. Pilih metode kompres yang nyaman dan
mudah didapat (misal kemasan gel beku, kain
atau handuk)
6. Pilih lokasi kompres
7. Lakukan kompres dingin pada daerah yang
cedera
Edukasi
8. Jelaskan prosedur penggunaan kompres
dingin
9. Anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan
suhu secara mandiri tanpa pemberitahuan
sebelumnya
10. Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat dingin
Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi riwayat alergi obat
2. Iidentifikasi kesesuaian jenis analgesik (misal
narkotika, non-narkotik, NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
4. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
5. Terapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
Edukasi
6. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

2. Nyeri kronis b.d Kondisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manejemen Nyeri (I. 08238)
musculoskeletal, kerusakan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang Observasi
system syaraf, penekanan dirasakan dapat menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
saraf, infiltrasi tumor, hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
ketidakseimbangan 2. Identifikasi skala nyeri
neurotransmitter,neuromodula 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
tor, dan reseptor, gangguan Kontrol Nyeri (L.08063) 4. Identifikasi faktor yang dapat memperberat
imunitas,, gangguan fungsi dan meringankan nyeri
metabolic, riwayat posisikerja Kriteria Skor Skor 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
statis, peningkatan indeks saat yang yang sudah diberikan
ini ingin 6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
massa tubuh, kondisi pasca
dicapai
traumatis, tekanan emosional, Terapeutik
Melaporkan 2 4
riwayat 7. Berikan teknik non farmakologis untuk
nyeri terkontrol
penganiayaan, riwayat mengurangi rasa nyeri contoh: teknik relaksasi
Kemampuan 2 4
penyalahgunaan obat/zat mengenali onset nafas dalam, terapi pijat, dan terapi kompres air
nyeri hangat atau air dingin.
Kemampuan 2 4 8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
mengenali nyeri contoh: :suhu ruangan, pencahayaan,
penyebab nyeri suhu ruangan.
Kemampuan 2 4 9. Fasilitas istirahat dan tidur
menggunakan Edukasi
teknik 10. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
nonfarmakologis 11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Keluhan nyeri 2 4 12. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Keterangan : Kolaborasi
1 = Meningkat 13. Pemberian analgetik, jika perlu
2 = Cukup Meningkat
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
3. Gangguan rasa nyaman b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengaturan Posisi (I.01019)
kurangnya kontrol situasi, selama 3x24 jam, diharapkan gangguan Observasi
kurang privasi, sumberdaya rasa nyaman menurun, dengan 1. Monitor status oksigen sebelum dan sesudah
tidak adekuat, kurang Kriteria hasil: merubah posisi
pengendalian lingkungan Status Kenyamanan (L.08064) 2. Monitor alat traksi agar selalu tepat
stimuli lingkungan yang Kriteria Skor Skor Terapeutik
mengganggu saat yang 3. Tempatkan pada posisi terapeutik
ini ingin 4. Atur posisi yang disukai
dicapai
5. Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang
Keluhan tidak 2 4
cidera Tinggikan bagian tubuh yang sakit
nyaman
2 4
dengan tepat Motivasi melakukan ROM aktif
Kesejahteraan
fisik dan pasif
Gelisah 2 4 6. Hindari posisi yang dapat meningkatkan nyeri
Keluhan sulit 2 4 7. Ubah posisi setiap dua jam
tidur Edukasi
Rileks 2 4 8. Informasikan saat akan dilakukan perubahan
fisik
Keterangan : 9. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
1 = Meningkat dan mekanika tubuh yang baik selama
2 = Cukup Meningkat melakukan perubahan posisi
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
L. Penatalaksanaan berdasarkan Evidance-Based Practice in Nursing

Judul Penurunan Skala Nyeri Pasien Post-Op Appendictomy


Mengunakan Teknik Relaksasi Genggam Jari
Penulis Fitria Wati, Ernawati Ernawati
Tahun 2020
Latar Setiap orang pernah mengalami nyeri dengan tingkat yang
belakang berbeda. Nyeri menjadi salah satu alasan dalam mencari
perawatan sebagai upaya untuk mengurangi nyeri. Nyeri terjadi
akibat cdera, pembedahaan, infeksi. Tindakan infasis pada pasien
apendisitis yaitu proses pembedahan yang disebut appendictomy.
Hampir 75% pasien post operasi pembedahan mengalami keluhan
nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang bersifat subjektif akibat kerusakan
jaringan. Manajemen nyeri merupakan prosedur penatalaksanaan
untuk menangani nyeri, terdapat dua manajemen nyeri yaitu
secara farmakologis dan non farmakologis. Tindakan
farmakologis biasanya diberikan dengan pemberian analgetik
untuk menghilnagkan rasa nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari. Sedangkan untuk
terapi non farmakologis digunakan sebagai pendamping obat
mempersingkat intensitas nyeri yang berlangsung singkat, dapat
dilakukan dengan relaksaksi, teknik pernapasan napas dalam,
distraksi, hipnoterapi, massage, akupuntur, kompres panas dingan
dan berbagai macam relaksaksi otot. Relaksasi genggam jari
merupakan upaya tindakan nonfaramkologis dalam manajemen
nyeri teknik ini bisa dilakukan secara mandiri dan mudah
dilakukan oleh siapa saja. Teknik genggam jari merupakan
kombinasi relaksaksi napas dalam dan genggam jari-jari tangan
menggunakan waktu yang relatif singkat. Sensasi yang dirasakan
ketika melakukan tindakan ini memberikanperasaan nyaman,

31
lebih rileks sehingga mmapu membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan stress sehingga dapat meingkatkan toleransi terhadap
nyeri. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa terapi
relaksaksi genggam jari memberikan respon positif sehingga
jaringan otot lebih rileks.

Tujuan Untuk mengetahui pemberian terapi teknik relaksasi genggam


jari dalam menurunkan skala nyeri pasien post op
Appendictomy

Metode Desain deskriptif dengan pendekatan asuhan keperawatan.


Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 2 orang pasien post
op appendectomy dengan kriteria yang sudah ditentukan d
Asengan skala nyeri 3-6. Pengukuran skala nyeri mengunakan
Numeric Rating Scale (NRS). Pemberian terapi dilakukan 1 jam
sebelum mendapatkan terapi unjeksi keteroloc. Teknik relaksaski
genggam jari dilakukan 3 kali dalam sehari atau ketika klien
mengeluh nyeri dan dilakukan 3 hari berturut-turut.
Hasil Hasil perbandingan skala nyeri antara ke dua responden sebelum
dan sesudah di lakukan terapi menunjukan penurunan skala
nyeri. Responden 1 Hari ke-1: Selisihnya 1 (dari skala 5-skala 4),
hari ke-2: Selisihnya 1 (dari skala 4-skala 3), hari ke-3: Selisihnya
1 (dari skala 3- skala 2). Responden 2 Hari ke-1: Selisihnya 1
(dari skala 6-skala 5), hari ke2: Selisihnya 1 (dari
skala 5-skala 4), hari ke-3: Selisihnya 1 (dari skala 4- skala 3).

Pembahasan Terapi teknik relaksasi genggam jari dapat menurunkan skala


nyeri pada pasien post appendectomy. Mekanismenya genggam
jari sambil relaksasi nafas dalam mampu membebaskan
ketegangan mental mental dan fisik dari ketegangan stress
sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

32
Memegang jari mampu mengahambat neurotransmitter implus
nyeri akibat tindakan pembedahan (Appendictomy) bahwa
memegang jari sambil relaksasi nafas dalam mampu mengurangi
dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosional. Hal itu
dikarenakan rasa hangat pada titik-titik jari tangan sehingga
energy meridian mampu keluar masuk dengan lancar. Genggam
jari yang dilakukan mencapai titik reflek pada memberikan
stimulus refleks spontan, sehingga menjadi rangsangan yang
mengalir menjadi gelombang listrik ke otak. Gelombang yang
diterima akan diproses otak, kemudian diteruskan pada saraf
yang bermasalah didalam tubuh, sehingga penyumbahan dijalur
energy menjadi lancar. Aliran energy menghasilkan implus yang
dikirim melalui saraf aferen mangakibatkan “gerbang:
nonnosiseptor ditutup sehingga input dominan yang berasal dari
serat A-beta mampu mensekresikam inhibitor neurotransmitter
yang menghambat stimulus nyeri

Implikasi Pemberian teknik relaksasi genggam jari hendaknya dapat


keperawatan menjadi terapi komplementer dalam memanajeman nyeri. Terapi
ini menjadi pilihan sebagai tindakan keperawatan mandiri untuk
menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi appendectomy.
Sebagai tenaga kesehatan dapat mengaplikasikan terapi relaksasi
genggam jari sebagai terapi komplementer untuk menurunkan
nyeri pada hari pertama pasien post operasi Appendictomy.
Relaksasi genggam jari dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri
non pembedahan, dan dapat dilakukan disemua jenis nyeri
misalnya seperti gangguan rasa nyaman karena nyri dan mual
pada klien dengan gastroenstritis.
Aplikasi di Evidence based practice in nursing berupa teknik relaksasi
Indonesia genggam jari dapat diterapkan dimanapun, baik di Indonesia

33
ataupun di luar negeri. Institusi pelayanan kesehatan di
Indonesia diharapkan mampu menjadikan teknik relaksasi
genggam jari sebagai Standar Operasional Prosedur (SPO) dalam
manajemen nyeri.

SOP Relaksaksi Genggam Jari

Pengertian Teknik genggam jari adalah sebuah teknik relaksaksi


sederhana yang mudah dilakukan oleh siapapun yang
berhubungan dengan aliran tubuh manusia dan
mengurangi rasa nyeri

Tujuan 1. Mengurangi nyeri, takut dan cemas

2. Mengurangi perasaan panik, khawatir dan terancam

3. Memberikan perasaan yang nyaman pada tubuh

4. Menenangkkan pikiran dan dapat mengontrol emosi

5. Melancarkan aliran dalam darah

Indikasi Semua pasien yang mengalami nyeri dapat melakukan


teknik relaksaksi genggam jari

Tahap Kerja waktu yang dibutuhkan untuk menjelaskan dan


mempraktikan teknik relaksasksi genggam jari yaitu
sekitar 10 menit. Pasien diminta untuk mempraktikkan
teknik ini selama 10 menit dan dapat diulangi sebanyak
3 kali. Teknik relaksaksi genggam jari dapat dilakukan
setalah kegawatan pada pasien teratasi.

Cara kerja teknik relaksaksi genggam jari:

34
1. Persiapkan pasien dalam posisi nyaman

2. Siapkan lingkungan yang tenang

3. Kontrak waktu dan jelaskan tujuan

4. Perawat meminta pasien untuk merilekskan


pikiran kemudian motivasi pasien dan perawat
mencatatnya sehingga catatan tsb dapat
digunakan

5. Jelaskan tujuan dilakukan tindakan

6. Cuci tangan dan observasi tindakan prosedur


pengendalian infeksi, berikan privasi, bantu
pasien ke posisi yang nyaman

7. Minta pasien menarik nafas dalam dan perlahan


untuk merilekskan semua otor, sambil menurup
mata

8. Peganglah jari dimulai dari ibu jari selama 1-2


menit bisa menggunakan tangan mana saja

9. Anjurkan pasien menarik nafas dalam dengan


lembut, bersama dengan perasaan tenang,
damai, dan berpikirlah untuk mendapatkan
kesembuhan

10. Minta pasien untuk menghembuskan napas


secara perlahan dan teratur sambil melepaskan
perasaan dan masalah yang menganggu pikiran

11. motivasi pasien untuk mempraktikan kembali

12. dokumentasi

35
PUSTAKA

Aini, L., dan Reskita, R. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Nyeri pada pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan. 9 (2):
262-266.

Arafat, R & Hapsah. 2016. Pengaruh Pemberian Posisi Lateral 30 Derajat


Terhadap Tingkat Kenyamanan Pasien Stroke Dirumah Sakit
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Pendidikan Dan Praktik
Keperawatan Indonesia. 1(1):42-47. DOI:10.24990/INJEC.V1I1.103

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan.Jakarta: Salemba Medika.

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). E-journal, Vol. 13, No.


1.Bulechek, Gloria.

Carpenito, L. J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik


Edisi 6. Jakarta. EGC.

DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan


Indikator Diagnostik. Ed.1 Cetakan III (Revisi). PPNI: Jakarta.

DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperatan Indonesia. Definisi dan


TindakanKeperawatan Ed.1 Cetakan II. PPNI: Jakarta.

DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan


Kiteria Hasil Keperawatan Ed.1 Cetakan II. PPNI: Jakarta.

Haswita & Reni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Tim

Ifati, S., Tugasworo, D., Pudjonarko, D. 2019. Pengaruh Bacaan Murottal Al-
Qur’an Yang Diperdengarkan Pada Pasien Stroke Iskemik Akut
Terhadap Luaran Klinis. Neurona. 36(3):161-169.

Kolcaba, K., Tilton, C, & Drouin, C. 2006. Comfort Theory: A Unifying


Framework to Enhance The Practice Environment. Journal of Nursing
Administration. 36(11): 538-544.

36
Lumunon, O. J. 2015. Hubungan status gizi dengan gout arthritis pada lanjut
usia. E-journal Keperawatan. 3(3): 2-3.

Machsun, T., Alfiyanti, D., Mariyam. 2018. Efektifitas Tehnik Relaksasi


Napas Dalam Dengan Meniup Baling-Baling Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pungsi Vena Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Ilmu
Keperawatan Anak. 1(1):1-7.

Martins, N.A.P. 2019. Pengelolaan Nyeri Akut pada Sdr. F dengan Post
Operasi Herniotomi di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. Diploma.
Thesis. Universitas Ngudi Waluyo.

Martorella, dkk. 2012. Web-Based Nursing Intervention for Self-Management


of Pain After Cardiac Surgery: Pilot Randomized Controlled Trial.
JMIR Publications: Vol 14, No 6 (2012): Nov-De

Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan Yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang,


Dan Yang Akan Datang. Jogjakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada

Perry, A.G & Potter, P. A. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.

Perry, A.G & Potter, P. A. 2012. Fundamental Keperawatan, Konsep, Klinis


Dan Praktek. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Potter, P.A & Perry, A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, danPraktik. Jakarta: EGC.

Primastuti, I.N. 2018. Asuhan Keperawatan Post Herniotomi pada Tn. A dan
Tn. N dengan Fokus Studi Nyeri di Rumah sakit Umum Daerah Tidar
Kota Magelang. Diploma. Thesis. Prodi Keperawatan Magelang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

Purwati, E., Machmudah, Khayati, N. 2019. Terapi Murottal Al-Qur’an


Menurunkan Intensitas Nyeri Post Sectio Caesarea Di Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang. Jurnal Ilmu
KeperawatanMaternitas. 2(1): 35-43

37
Salmah, Rusmiati, Maryanah, Susanti. 2006. Asuhan Kebidanan
Antenatal.Jakarta. EGC.

Setyo, Bayu Aji., dkk. (2015). Efektifitas Antara Relaksasi Autogenik dan Slow
Deep Breathing Relaxation terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Post
Orif di RSUD Ambarawa.

Sholeh, M. 2012. Agama Sebagai Terapi Telaah Menuju Kedokteran


Holistik Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah Bruner &
Suddarth Edisi 8.Jakarta: EGC.

Suhanda, Setiawan, H., Ariyanto, H., Oktavia, W. 2021. A Case Study:


Murotal Distraction to Reduce Pain Level among Post-Mastectomy
Patients. International Journal of Nursing and Health Services
(IJNHS). 4(3):325- 331.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja
SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Turlina, L., Nurhayati, H.S. 2017. Pengaruh Terapi Murrotal Al Qur’an


terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif.
Jurnal Riset Kebidanan Indonesia.1(1):1-8.

Wahyudi, A. S., & Abd.Wahid. 2016. Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Medika.

Wirakhmi, I.N., Utami, T., Purnawan, I. 2018. Comparison Of Listening


Mozart Music With Murotal Al Quran On The Pain Of Hypertension
Patients. Jurnal Keperawatan Soedirman. 13(3):100-106.

Yang, Hui. Et all. 2016. Pain Physiology : Flood P, Rathmell JP, Shafer S.
Stoelting’s Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice 5th

38
Edition. Wolter Kluwer Health. Terjemahan Oleh Putu Bagus
RedikaJanasuta, dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn : Halaman 206-
216

39

Anda mungkin juga menyukai