Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN

LAPORAN

oleh
Nindya Rahma Oktavierla, S.Kep
NIM 202311101040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

1
A. Definisi Kebutuhan Aman dan Nyaman
Kenyamanan/rasa nyaman diungkapkan oleh Kolcaba (1992) yakni suatu
keadaan yang telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari),
keelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri) (Potter & Perry, 2005).
Gangguan rasa nyaman adalah suatu pertanyaan pada individu yang
memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, dan kebudayaan, yang
mempengaruhi cara mereka menginterprestasikan dan merasa nyeri ( Poter &
Perry, 2006 ). Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial. Akibat yang
akan ditimbulkan adalah mual, kebingungan, kelelahan, sulit tidur. Apabila tidak
segera diatasi maka akan menyebabkan pembuluh darah yang menyempit dan
menyebabkan terhambatnya jaringan sel otak (Maria dan Insana, 2018).
Nyeri diartikan sebagai perasaan sensoris, menimbulkan rasa yang tidak
nyaman karena terdapat kerusakan pada jaringan. Kondisi psikis seseorang juga
dapat mempengaruhi nyeri, selain itu ada faktor lain seperti, mengganggu
aktivitas sehari-hari. Nyeri adalah perasaan subjektif seseorang dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda tergantung respon seseorang tersebut (Tjay dan
Rahardja, 2007).

B. Review Anatomi Fisiologi


Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi
Suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus
(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Terdapat tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta,

2
dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non
noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor
(Serabut A-delta dan C). Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap
stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi
Suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal
elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis
dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi
Proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Sistem nosiseptif juga mempunyai
jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak
lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya
menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu
dorsalis.
4. Persepsi
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,
transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
Nociseptor (Anas Tamsuri, 2006 dalam (Bahrudin, M., 2017)).

3
C. Epidemiologi
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5
juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-
masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya (InfoDatin,
2014).
Kejadian hipertensi di beberapa negara cukup tinggi termasuk Indonesia. Di
Indonesia sendiri hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan
prevalensi hipertensi sebanyak 31,7%. Hipertensi menjadi salah satu penyebab
kematian utama di perkotaan maupun perdesaan pada usia 55-64 tahun (Kristmas,
dkk., 2014). Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia pada penduduk usia 18
tahun ke atas sebesar 25,8%, namun kasus hipertensi yang diketahui oleh tenaga
kesehatan hanya 36,8% dari total penderita yang diperkirakan. Prevalensi
hipertensi di Provinsi Jawa Timur sebesar 26,2% dan berada di atas prevalensi
nasional. Berdasarkan data lima besar penyakit tidak menular di Banyuwangi
tahun 2013, hipertensi menduduki rangking pertama sebesar 41,39% (Aripin,
dkk., 2015).

D. Etiologi
Penyebab gangguan rasa nyaman yakni:
1. Gejala penyakit
2. Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan)
3. Kurang pengendalian situasional/lingkungan
4. Kurangnya privasi
5. Gangguan stimulus lingkungan
6. Gangguan adaptasi kehamilan
7. Efek samping terapi (missal medikasi, radiasi, kemoterapi) (Tim Pokja
SDKI, dkk., 2016)

4
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan rasa nyaman dikategorikan yakni terdapat tanda
dan gejala mayor serta minor berupa subjektif dan objektif. Secara umum tanda
dan gejala gangguan rasa nyaman yang termasuk dalam gejala dan tanda mayor
subjektif yakni mengeluh tidak nyaman serta tanda dan gejala secara objektif
yakni gelisah. Sedangkan, gejala dan tanda minor subjektif yakni mengeluhkan
sulit tidur, tidak mampu rileks, merasa gatal, mengeluh kedinginan atau
kepanasan, mengeluh mual, mengeluh Lelah. Untuk tanda dan gejala minor secara
objektif yakni tampak merintih atau menangis, postur tubuh berubah,
menunjukkan gejala distress, iritabilitas, pola eliminasi berubah (Tim Pokja
SDKI, dkk., 2016)
.
F. Patofisiologi

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar
K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein
pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga
menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti
leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor
sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri
(hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan
darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang
nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang
akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya
mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki
efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan
substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan
merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan

5
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan
migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Silbernagl &
Lang, 2000 dalam (Bahrudin, M., 2017)).

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan nyeri melalui pendekatan farmakologis dan non
farmakologis. Intervensi akan berhasil apabila dilakukan sebelum nyeri menjadi
parah dan pencapaian akan berhasil apabila intervensi diterapkan secara simultan
(Smeltzer dan Bere, 2010).
Menurut Tamsuri (2006). Penatalaksanaan nyeri sebagai berikut:
a. Farmakologis
1. Analgetik Opioid (narkotik)
2. Nonopioid/ NSAID (Nonsteroid Anti Inflamation Drugs) dan adjuvant
3. Ko-Analgesik
b. Non Farmakologis
Non farmakologi memiliki efek samping yang sangat rendah. Tindakan
tersebut ialah pendukung bukan pengganti obat-obatann, namun tindakan tersebut
dibutuhkan, bahkan dipakai untuk mempersingkat episode nyeri yang dirasakan,
Ketika saat nyeri hebat berlangsung selama beberapa jam mungkin juga bisa
berhari-hari, maka harus mengkombain teknik non farmakologis dengan obat-
obatan digunakan sehingga cara tersebut bisa efesien untuk menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri.
Stimulus Fisik:
1. Masase kulit, akan menimbulkan efek kecemasan pasien menjadi berkurang.
Rangsangan masase akan merangsang serabut dengan diameter yang besar,
sehingga dapat memblok atau menurunkan impuls nyeri.
2. Stimulus kontralateral, memberikan stimulus kepada daerah kulit disisi
berlawanan dari daerah yang terasa nyeri
3. AcuPresure (pijat refleksi), dilakukan berupa akupuntur, namun memberi
tekanan jari pada titik organ tertentu.

6
4. Range of Motion, dilakukan untuk melemaskan otot-otot, untuk memperbaiki
sirkulasi darah, digunakan mencegah nyeri berkaitan dengan kekakuan dan
imobilisasi.
Intervensi Kognitif Perilaku:
1. Distraksi
Pengalihan fokus perhatian kepada nyeri terhadap stimulus lain,
contohnya dengan membaca koran, melihat pemandangan, melihat televisi,
gambar ialah distraksi visual sedangkan distraksi pendengaran misalnya
seperti, mendengarkan gemericik air dan mendengarkan musik.
2. Relaksasi
Banyak yang mempercayai dapat digunakan untuk meringankan nyeri
dengan merelasasikan ketegangan otot yang memperkuat rasa nyeri.
3. Umpan balik tubuh (biofeedback)
Dipercayai untuk meminimalisir nyeri caranya memberikan informasi
kepada pasien mengenai respon fisiologis terhadapnyeri yang sedang dirasakan
4. Sentuhan terapeutik.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
3. Pengkajian Pola Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b) Pola nutrisi dan metabolisme

7
c) Pola Eliminasi
d) Pola aktivitas dan latihan
e) Pola tidur dan istirahat
f) Pola kognitif dan persepsi
g) Pola konsep diri
h) Pola peran-hubungan
i) Pola seksual reproduksi
j) Pola toleransi stress-koping
k) Pola nilai keyakinan
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum:
b) Tanda-tanda vital:
TD :
Nadi :
RR :
Suhu :
c) Kepala : bentuk kepala, kulit kepala, rambut pasien, wajah pasien
d) Mata : posisi (simetris/tidak), amati konjungtiva (pucat/tidak),
sklera (kuning/ tidak), pupil
e) Telinga : bentuk (simetris/tidak), ukuran (lebar/sedang/kecil), nyeri
(ada/tidak)
f) Hidung : (periksa ada/ tidak) serumen, benda asing, perdarahan
g) Leher :bentuk (simetris/tidak), periksa (ada/tidak) lesi,
peradangan, massa
h) Paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
i) Jantung : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
j) Abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
k) Ekstremitas
l) Kulit dan kuku
b. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Disfungsi seksual

8
Definisi: perubahan fungsi seksual selama fase respons seksual berupa
hasrat, terangsang, dan/relaksasi yang dirasa tidak memuaskan, tidak
bermakna, atau tidak adekuat.
2. Pola seksual tidak efektif
Definisi: kekhawatiran individu melakukan hubungan seksual yang
berisiko menyebabkan perubahan kesehatan
3. Kesiapan Persalinan
Definisi: pola mempersiapkan, mempertahankan dan memperkuat
proses kehamilan dan persalinan serta perawatan bayi baru lahir
4. Ansietas
Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.

9
Diagnosa RENCANA KEPERAWATAN
No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 SIKI: Manajemen Nyeri
jam, diharapkan nyeri pasien dapat teratasi dengan a. Identifikasi lokasi, Mengidentifikasi letak,
D.0077
kriteria hasil: karakteristik, durasi, karakteristik, berapa lama
frekuensi, kualitas, merasakan nyerinya
Indikator Tujuan intensitas nyeri
1 2 3 4 5
Keluhan nyeri  b. Identifikasi skala nyeri Mengidentifikasi seperti
Ketegangan otot  apa nyeri yang dirasakan
Gelisah  bisa dengan
Meringis menggambarkan rasa

nyerinya
1. Meningkat
c. Anjurkan memonitor
2. Cukup meningkat secara mandiri Menyarankan pada pasien
3. Sedang untuk memonitor rasa
4. Cukup menurun nyeri yang dirasakan
5. Menurun
d. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Menjelaskan cara-cara
meredakan nyeri pada
pasien
e. Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri Memberi contoh dan
(misalnya teknik mendemonstrasikan
relaksasi nafas dalam, bersama untuk melakukan

10
teknik relaksasi otot teknik non farmakologi
progresif, kompres
hangat/dingin)
2. Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 SIKI: Edukasi aktivitas/
Tidur jam, diharapkan gangguan pola tidur pasien menjadi istirahat
D.0055 lebih efektif dengan kriteria hasil: a. Jadwalkan pemberian Berdiskusi dengan klien
Pendidikan kesehatan untuk menentukan waktu
Indikator Tujuan guna melakukan
penyuluhan kesehatan
1 2 3 4 5
Keluhan sulit tidur 
Keluhan tidak puas  b. Jelaskan pentingnya Menjelaskan mengenai
tidur melakukan aktivitas manfaat melakukan
Keluhan pola tidur  fisik/olahraga secara rutin aktifitas fisik/ olah raga
berubah
Keterangan: c. Anjurkan menyusun Menyarankan untuk
1. Menurun jadwal aktivitas dan membuat jadwal istirahat
2. Cukup menurun istirahat dan akttivitas
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat Dukungan Tidur
a. Identifikasi makanan dan Mengidentifikasi
minuman yang makanan dan minuman
mengganggu tidur yang menganggu tidur
(missal kopi, the,
alcohol)

11
b. Anjurkan menepati Menganjurkan untuk
waktu tidur mentaati jadwal yang
sudah dibuat untuk tidur

3. Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 SIKI: Terapi Aktivitas
jam, intoleran aktivitas pasien dapat teratasi dengan a. Identifikasi kemampuan Mengidentifikasi
D.0056
Kriteria Hasil: berpartisipasi dalam kemampuan
aktivitas yang diinginkan berpartisipaso dari
Indikator Tujuan aktivitas yang
diinginkan
1 2 3 4 5
Kemudahan untuk 
b. Monitor respons
melakukan aktivitas
emosional fisik, sosial, Memonitor respons
sehari-hari
dan spiritual terhadap emosional fisik, sosial,
Jarak berjalan  spriritual terhadap
aktivitas
Kekuatan bagian  aktivitas
tubuh atas
Kekuatan bagian 
tubuh bawah
c. Fasilitasi aktivitas fisik
Memfasilitas aktivitas
rutin (missal ambulasi,
fisik dan
mobilisasi, dan
Keterangan: mendemonstrasikan
perawatan diri)
1. Menurun bersama
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. meningkat d. Jadwalkan aktivitas Menjadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari- dalam kesehariannya

12
hari

13
H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence Based Practice in Nursing
Nyeri kepala merupakan masalah yang sering dirasakan oleh penderita
hipertensi. Nyeri kepala ini dikategorikan sebagai nyeri kepala intracranial yakni
jenis nyeri kepala migren diduga akibat dari venomena vascular abnormal.
Walaupun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui, nyeri kepala ini sering
ditandai dengan sensasi prodromal missal nausea, penlihatan kabur, atau tipe
sensorik halusinasi. Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya
hidup sangat penting, antara lain mempertahankan berat badan ideal, batasi
konsumsi alkohol, menghindari merokok, penurunan stress.
Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
dalam hal ini perawat mengajarkan pada klien bagaimana cara melakukan nafas
dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembus nafas secara perlahan. Selaindapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi yang efektif dapat menurunkan denyut jantung, tekanan darah,
menurunkan ketegangan otot, dan mengurangi gejala pada individu yang
mengalami berbagai situasi. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, intensitas
nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan relaksasi nafas dalam yakni
nyerinya berkurang. Sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam rata-rata pasien
mengalami nyeri sedang namun, setelah dilakukan relaksasi nafas dalam skala
nyerinya menjadi ringan. Teknik tersebut dapat menciptakan ketenangan dan
mengurangi tekanan supaya klien merasa nyaman dan nyeri dapat berkurang
(Fernalia, dkk., 2019).

14
DAFTAR PUSTAKA

Aripin, A. A. S. Sawitri, dan N. Adiputra. 2015. Faktor Risiko Kejadian


Hipertensi pada Orang Dewasa di Banyuwangi: Studi Kasus Kontrol. Public
Health and Preventive Medicine Archive. 3(2): 141-149.

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). 13(1): 7-13

Fernalia, dkk. 2019. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam terhadap Skala Nyeri
Kepala pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar
Kota Bengkulu. MANUJU. 1(1): 25-34.

InfoDatin. 2014. Hipertensi.


file:///C:/Users/ASUS/Downloads/infodatin-hipertensi.pdf
(Diakses tanggal 25 September 2020)

Krismas, S., D. Elysabeth, dan Y. Ferawati. 2014. Pengaruh Slow Deep Breathing
dalam Menurunkan Nyeri Kepala pada Penderita Hipertensi di Puskesmas X
dan Puskesmas Y.

Maria dan Insana. 2018. Gangguan Rasa Nyaman pada Pasien Hipertensi

Potter, P. A dan Perry A. G. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta:


EGC.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi
4. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C, dan Bare, B. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: EGC.

Tamsuri A. 2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

15
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi
dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Cetakan III (revisi). Jakarta: DPP PPN

Tjay dan Rahardja. 2007. Obat-Obatan Penting Kasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi ke 6. Jakarta: Media Komputindo

16

Anda mungkin juga menyukai