OLEH :
NABILA ALFIONITA
NIM 222311101126
Mengetahui,
Koodinator Program Studi, PJMK
Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep., Sp.Kep.J. Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep.
NIP. 19811028 200604 2 002 NRP. 760016846
Menyetujui,
Wakil Dekan I
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
Laporan Pembelajaran Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi Oleh :
Hari :
Tanggal :
Jember,
DAFTAR ISI
COVER LAPORAN AKHIR..................................................................................i
iii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR..................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
HALAMAN SAMPUL LAPORAN PENDAHULUAN........................................v
BAB 1. KONSEP DASAR.......................................................................................6
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...................................................25
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................41
iv
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
5
BAB 1
KONSEP DASAR
6
rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada
pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Selain nyeri, masalah seperti mual muntah
juga menganggu rasa nyaman. Masalah asuhan keperawatan aktual terhadap nyeri
merupakan gangguan rasa nyaman, dimana The Internasional Association for The
Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri merupakan pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan (Wiarto, 2017).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan
tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.
Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat
diidentifikasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status
mental atau status psikologis pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam
banyak hal dan tidak hanya membayangkannya. Kebanyakan sensasi nyeri adalah
akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter Perry, 2006).
Dari beberapa definisi nyeri dapat di artikan bahwa nyeri merupakan gangguan
rasa nyaman yang berasal dari stimulasi fisik dan mental yang diungkapkan secara
subjektif oleh orang yang mengalaminya.
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang
berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang
berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat
dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri
(Price and Wilson, 2006).
7
Gambar 1. Mekanisme proses nyeri (Sumber : Price dan Wilson, 2006)
Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua menjadi, jalur asendens dan
desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen yang
menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal.
Serat saraf C dan A-δ halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan
kronik lambat, bersinaps di substansia tanduk dorsal, memotong medulla
spinalis, dan naik ke otak melalui cabang traktus spinotalamikus. Terdapat dua
jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls ini ke otak; traktus
neospinotalamikus dan paleospinotalamikus. Traktus neospinotalamikus
membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ ke daerah
talamus dan bersinaps di nucleus ventroposterolateralis talamus. Neuron di
thalamus akan memproyeksikan akson aksonnya untuk membawa impuls
nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis (Price dan
Wilson, 2006). Jalur nespinotalamikus memediasi aspek murni sensorik nyeri
yaitu, lokasi, intensitas dan kualitas (Harrison, 2008). Traktus
paleospinotalamikus menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C lambat-
kronik, adalah suatu jalur difus yang membawa impuls ke formasio retikularis
batang otak sebelum berakhir di nucleus parafasikularis dan nucleus
intralaminar lain di thalamus, hipotalamus, nucleus sitem limbik, dan korteks
otak depan (Pricedan Wilson, 2006).
Jalur ini terkait dengan respon emosional. Karena dimensi ini
munculnya rasa takut yang mengiringi nyeri (Harrison, 2008). Menurut
Haswita & Reni (2017) terdapat empat proses fisiologi nyeri, yaitu:
8
1). Proses transduksi
9
Gambar 2. Fisiologis nyeri
C. Epidemiologi
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak
membawa pasienkeluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit, diperkirakan
prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di Eropa tercatat
jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy dalam Lumunon,
Sengkey & Angliadi (2015) melaporkan bahwa prevalensi nyeri akut di
inggris mencapai 42% dengan angka kejadian pada pria sebanyak 17% dan
wanita sebanyak 25%. Sembilan dari 10 orang Amerika berusia 18 tahun atau
lebih dilaporkan menderita nyeri minimal sekali dalam satu bulan dan
sebanyak 42% merasakannya setiap hari (Latief dalam Sinardja, 2013).
Penelitian maria dan insana (2018) juga menunjukan bahwa terdapat
sebanyak 109 responden mengalami ketidaknyamanan melalui aspek
biopsikososio dan spiritual. Penelitian ini menunjukkan mayoritas responden
pada aspek biologis mengalami ketidaknyamanan sebanyak 80,7%. Mayoritas
responden pada aspek psikologis mengalami ketidaknyamanan sebanyak
67%. Mayoritas responden pada aspek sosial mengalami ketidaknyamanan
sebanyak 64,2%. Mayoritas responden pada aspek spiritual mengalami
ketidaknyamanan sebanyak 70,6%. Mayoritas responden mengalami
ketidaknyamanan sebanyak 75,2%.
10
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Word Health
Organization (WHO) (2015) jumlah pasien nyeri pembedahan meningkat dari
tahun ke tahun. Jumlah prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di
teliti di Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7
juta orang atau sekitar 5% daripenduduk Indonesia (WHO, 2014), angka
kejadian nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3% (Purastuti dalam
Fanada & Muda 2012), sedangkan nyeri punggung bawah (LBP) sebanyak
40% penduduk dengan jumlah prevalensi pada laki- laki sekitar 18,2% dan
wanita 13,6% (Wulandari, Maja & Khosama, 2013).
D. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) penyebab timbulnya nyeri
disebabkan oleh :
11
nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:
1). Pengalaman nyeri masa lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri, makin takut pula individu
tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh
nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi
nyeri; akibatnya, individu ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri
tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri
berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan
pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry, 2010).
2). Kecemasan
Secara fisiologis, stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik
yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya kecemasan.
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri(Potter & Perry, 2010).
3). Umur
Perbedaan perkembangan pada kelompok usia lansia dan anak-anak
dapat mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap nyeri.
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah
dari proses penuaan. Orang dewasa tua mengalami perubahan
neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori
stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selainitu, proses penyakit
kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit
gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu
transmisi impuls saraf normal.Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat
berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu
lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak
tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih
muda (Potter & Perry, 2010).
12
4). Jenis Kelamin
13
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat
mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami
nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri
tetap terasa, tetapikehadiran orang yang dicintainya akan dapat
meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau
teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin
tertekan (Potter & Perry, 2010).
F. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat,sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi,
2008).
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral
14
menghilang,kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri pada tingkat
ringan masih dapat ditahan atau ditoleransi, tidak mengganggu
aktivitas seseorang. Nyeri yang dirasakan dapat berupa seperti gigitan
nyamuk, cubitan, atau saat disuntik. Nyeri ringan dapat hilang dalam
waktu singkat dan tanpa dilakukan pemberian terapi obat.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri pada
tingkat sedang dapat mengganggu aktivitas seseorang. Nyeri yang
dirasakan lebih kuat, dalam, dan menusuk, seperti sakit gigi, nyeri
disengat tawon, terkilir, keseleo, seseorang dapat tidak fokus,
penderita mengomel, tidak dapat diam tenang, postur tubuh
melindungi daerah yang nyeri, berkeringat, dan komunikasi
terganggu. Nyeri sedang dapat dilakukan pemberian terapi obat, nyeri
tersebut akan hilang setelah beberapa saat dan tidak datang kembali.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi . Nyeri pada
tingkat berat biasanya dirasakan begitu kuat dan rasa nyeri sangat
mendominasi penderita yang dapat menyebabkan penderita tidak
mampu berkomunikasi dengan baik (penderita dapat berteriak dan
menangis),tidak dapat berpikir jernih, mengalami perubahan
kepribadian jika nyeri datang dan berlangsung lama, mengalami
gangguan pola tidur, tidak dapat ditolerir dan bahkan sampai tidak
sadarkan diri (Kozier dkk., 2009).
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti
luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada
arterikoroner
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
15
bertahun- tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan
periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali
lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang
konstan, artinya rasanyeri tersebut terus-menerus terasa semakin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, padanyeri karena neoplasma.
16
Secara ringkas, stimulasi nyeri ditransmisikan ke medula spinalis
kemudian serabut mentransmisikan nyeri ke seluruh bagian otak termasuk area
limbik. Area ini mengandung sel-sel yang dapat mengontrol emosi. Area limbic
ini yang akan berperan dalam memproses reksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berahir di pusat otak, maka individu akan mempresepsian nyeri.
Nosisepsi:
1. Tranduksi
Reseptor nyeri khusus atau nosiseptor dapat tereksitasi oleh rangsangan
mekanis, termal, atau kimiawi. Selama fase transduksi, rangsangan berbahaya
memicu pelepasan mediator biokimia, seperti prostaglandin, bradikinin,
serotonin, histamin, dan zat P, yang membuat nosiseptor peka. Stimulasi yang
menyakitkan juga menyebabkan pergerakan ion melintasi membran sel, yang
merangsang nosiseptor (Berman, 2016).
2. Tranmisi
Transmisi nyeri, mencakup tiga segmen. Selama segmen pertama transmisi,
impuls nyeri bergerak dari serabut saraf tepi ke sumsum tulang belakang. Zat
P berfungsi sebagai neurotransmitter, meningkatkan pergerakan impuls
melintasi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke neuron orde kedua di
tanduk dorsal sumsum tulang belakang. Dua jenis serat nosiseptor
menyebabkan transmisi ini ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang: serat C
yang tidak bermyelin, yang mengirimkan serat kusam, nyeri cepat dan serat
A-delta tipis, yang mengirimkan rasa sakit yang tajam dan terlokalisasi.
Segmen kedua adalah transmisi sinyal nyeri melalui jalur menaik di sumsum
tulang belakang ke otak. Segmen ketiga melibatkan transmisi informasi ke
otak di mana persepsi nyeri terjadi. Pengendalian nyeri dapat berlangsung
selama proses transmisi kedua ini (Berman, 2016).
3. Persepsi
Persepsi adalah saat klien menjadi sadar akan rasa sakit. Persepsi nyeri adalah
jumlah aktivitas kompleks di SSP yang dapat membentuk karakter dan
intensitas nyeri yang dirasakan dan memberi makna pada nyeri. Konteks
psikososial dari situasi dan makna rasa sakit yang didasarkan pada
17
pengalaman masa lalu dan harapan serta mimpi masa depan membantu
membentuk respons perilaku yang mengikutinya (Berman, 2016).
4. Modulasi
Sering digambarkan sebagai "sistem menurun", proses terakhir ini terjadi
ketika neuron di otak mengirim sinyal kembali ke tanduk dorsal sumsum
tulang belakang. Serat yang turun ini melepaskan zat seperti opioid endogen,
serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat atau mengurangi impuls
nyeri yang naik di tanduk punggung. Sebaliknya, asam amino eksitatori
(misalnya glutamat, N-metil d-aspartat [NMDA]), dapat meningkatkan sinyal
nyeri ini. Efek asam amino eksitatori cenderung bertahan, sedangkan efek
neurotransmiter penghambat (opioid endogen, serotonin, dan norepinefrin)
cenderung berumur pendek karena diserap kembali ke saraf. Antidepresan
trisiklik dapat menghilangkan rasa sakit dengan menghalangi pengambilan
kembali (resorpsi) norepinefrin dan serotonin, membuatnya lebih tersedia
untuk melawan rasa sakit; atau antagonis NMDA (misalnya, ketamin,
dekstrometorfan) dapat digunakan untuk membantu mengurangi sinyal nyeri
(Berman, 2016).
18
WEB OF CAUTION (WOC)
Agen cedera
Agen cedera
Agen cedera fisik (Abses, amputasi, luka bakar,
biologis(infeksi,
terpotong dan trauma) kimiawi(kapsaisin,
iskemia, dan
metilen klorida, agens
neoplasnma)
mustard)
Impuls Nyeri
Kerusakan Jaringan
Medula Spinalis
Dihantarkan oleh
paleospinotalamikus
Sistem aktivasi retiSistem Area griseas
periakueduktus
Talamus Hipotalamus system limbik Talamus
Diaforesis, dilatasi pupil, focus menyempit, Nyeri telah ada lebih dari 6 bulan,
ekspresi, meringis, dan perubahan anoreksia, ansietas, depresi,
frekuensi napas imbolitas,berfokus pada diri sendiri
Gangguan
Nyeri Akut Rasa Nyaman Nyeri Akut
19
Pola tidur berubah, nafsu makan menurun, fokus
menurun, tidak mampu beraktivitas, trauma nyeri, pola
napas berubah, nadi dan TD meningkat
20
I. Pengukuran Nyeri
21
1 – Mengerang Merengek ringan, kadang-kadang
22
2 – Menangis Keras Berteriak kencang, menarik, melengking
secaraterus menerus (catatan: menangis lirih
mungkin dinilai jika bayi diintubasi yang
dibuktikan melalui gerakan mulut dan wajah
yang jelas)
POLA PERNAFASAN
0 – Bernafas relaks Pola nafas bayi yang normal
1– Perubahan pola Tidak teratur, lebih cepat dari biasanya,
Pernafasan tersedak dan nafas tertahan
LENGAN
0 – Relaks atau terikat Tidak ada kekuatan otot, gerakan tangan acak
1 – Fleksi atau ekstensi Tegang, lengan lurus, kaku dan atau ekstensi
cepat, fleksi
KEADAAN KESADARAN
0 – Tidur atau terjaga Tenang, tidur damai atau gerakan kaki acak
yang terjaga
1 – Rewel Terjaga, gelisah dan meronta-ronta
Gambar 4. Neonatal Infant PainScale (NIPS)
3. Skala Wajah Whaley dan Wong
Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-anak dapat
diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya.
Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong
menggunakan 6 kartun wajah, yang menggambarkan wajah tersenyum,
wajah sedih, sampai menangis, dantiap wajah ditandai dengan angka 0
sampai 5.
23
4. Behavioural Pain Scale (BPS)
BPS merupakan skala yang terdiri dari tiga indikator yaitu: ekspresi
wajah, pergerakan ekstremitas atas, dan toleransi terhadap ventilasi
mekanik. Alasan penggunaan tiga indikator ini adalah sebagai berikut:
a. Pergerakan saat dilakukannya suatu prosedur biasanya dianggap
sebagai indikator nyeri perilaku dan banyak disertakan dalam skala
nyeri perilaku pada anak.
b. Ekspresi wajah dihubungkan dengan berbagai stimulasi nosiseptif
yang menghasilkan bukti untuk ekspresi wajah dapat diterima
secara luas sebagai indikator nyeri.
c. Toleransi terhadap ventilasi mekanik sebagai suatu respon terhadap
stimulasi nosiseptif belum banyak mendapat perhatian. Pengamatan
rutin dari perawat menunjukkan bahwa pasien yang terintubasi
memberikan respon terhadap nyeri dengan perubahan toleransi
terhadap ventilasi mekanik (batuk,melawan).
24
ada. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri
dari saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian
ini menjadi beberapa kategori nyeri, yaitu:
a. Tidak nyeri (none)
b. Nyeri ringan (mild)
c. Nyeri sedang (moderate)
d. Nyeri berat (severe)
e. Nyeri sangat berat (very severe)
25
J. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis
1. Tindakan peredaan nyeri non farmakologis
Tindakan nonfarmakologi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Teknik- tekniknya antara lain sebagai
berikut
a Stimulasi dan Masase Kutaneus, masase adalah stimulasi
kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu dan dapat membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot dan memberikan istirahat yang
tenang dan kenyamanan.
b Terapi es dan panas, terapi es dapat menurunkan prostaglandin,
yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
dapat menurunkan nyeri.
c Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS, menggunakan unit
yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, mendengung
pada area nyeri.
d Distraksi, adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi
adalah sesuatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di
luar nyeri.
e Relaksasi, adalah perasaan bebas mental dan fisik dari
ketegangan dan stres yang membuat individu memiliki rasa
kontrol terhadap dirinya. ( Perry & Potter 2010) Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan,
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, lambat, bagaimana
26
menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan skala nyeri nafas dalam dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah, pada anak usia
prasekolah salah satunya dengan cara meniup balon ( Wong,
2004 )
f Imajinasi terbimbing, menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Smalzer & Bare, 2002:234).
g Hypnosis, hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau
menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut
dan kronis.
2. Tindakan peredaan nyeri farmakologis Menurut Perry & Potter
(2006).
Analgesik merupakan metode yang paling umum utuk mengatasi
nyeri. Ada empat jenis analgesik, yaitu:
a. Non-narkotik : Asetaminofen, Asam Asetilsalisifat.
b. NSAID : Ibuprofen, Naproksen, Indometasin, Tolmetin,
Piroksikam, Ketorotak.
c. Narkotika : Memperidin, Metimorfin, Morfin Sulfat, Fentanyl,
Butotanol, Hidromorfon.
d. Adjuvan : Amitriptilin, Hidroksin, Klopromazin, Diazepam.
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan yang
merupakan suatu proses secara sistematis sesuai dengan fakta dan
kondisi klien yang berguna dalam pengumpulan data sebagai sumber
untuk evaluasi dan identifikasi status kesehatan klien yang dapat
digunakan untuk menentukan ke tahap selanjutnya yakni merumuskan
suatu diagnosis keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
27
sesuai dengan respon klien (Muttaqin dkk., 2013). Pengkajian terfokus
pada kasus gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyaman
yaitu:
i. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan dan alamat.
ii. Riwayat Kesehatan
iii. Keluhan utama : keluhan utama yang dirasakan yakni nyeri
iv. Riwayat kesehatan terkait dengan kronolog nyeri
Adapun tahapan pengkajian terfokus pada nyeri sebagai berikut:
a. Melakukan pengkajian riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif. Pengkajian nyeri menggunakan PQRST
1) P (Provokative/ Paliatif)
Apa kira-kira penyebab timbulnya rasa nyeri. Apakah karena terkena
rudapaksa, benturan atau akibat penyayatan.
2) Q (Quality/ kualitas)
Seberapa berat keluhan nyeri yang dirasakan, bagaimana rasanya dan
seberasasering terasa nyeri.
3) R (Region/ Radiasi)
Lokasi dimana keluhan nyeri dirasakan atau ditemukan, apakah juga
menyebarke daerah lain.
4) S (Severity/Skala Nyeri)
Skala keparahan/intensitas nyeri dapat dilihat menggunakan GCS
untuk gangguan kesadaran, skala nyeri/ ukuran lain yang berkaitan
dengan keluhan.
5) T (Time/ Waktu)
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan atau dirasakan,
seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan atau terjadi, apakah
terjadi secara mendadak atau bertahap.
28
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah
satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan
contoh ekspresi nyeri secara nonverbal. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
selama melakukan pengkajian. (Potter & Perry, 2005). Intensitas nyeri
dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala nyeri menurut
Hayward (1975):
0 : tidak nyeri
1) Lokasi
2) Intensitas Nyeri
29
interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri
dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan
kapan nyeri terakhir muncul.
5) Faktor Presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri
sebagai contoh, aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas
harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien
tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait
nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas
diwaktu senggang serta status emosional.
7) Sumber Koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruhagama atau budaya.
8) Respon Afektif
9) Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derajat, dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan
banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada klien.
10) Observasi Respon Perilaku dan Fisiologis
Respon non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu
yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup
mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir
bagian bawah, dan sering wajah dapat mengidentifikasikan nyeri.
Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan
30
nyeri adalah vokalisasi (misalnya serangan, menangis, berteriak),
imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh
tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak- balikan
tubuh diatas kasur), dll.
3) Eliminasi
c. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
31
Inspeksi : cek adanya luka, adanya lesi, adanya edema,
Palpasi : palpasi dilakukan untuk menentukan adanya pembengkakan
dan nyeri
6) Urogenital : Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter
32
3. Intervensi Keperawatan / Nurse Care Plan
No Diangnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kompres Panas (I.08235)
biologi(infeksi, iskemia, selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang Observasi
neoplasma), agen cidera fisik dirasakan dapat menurun, dengan 1. Identifikasi kontraindikasi kompres panas
(abses, amputasi, luka bakar, Kriteria hasil : 2. Identifikasi kondisi kulit yang akan
terpotong, mengangkat berat,Tingkat Nyeri (L.08066) dilakukan kompres panas
prosedut bedah, trauma, 3. Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan
selama 5 menit pertama
olahraga berlebihan), agen
Terapeutik
cidera kimiawi (luka bakar,
4. Pilih metode kompres yang nyaman dan
kapsaisin, metilen klorida, K S Skor mudah didapat (misal botol air panas, buli-
agen mustard) yang buli warm bag)
infin 5. Pilih lokasi kompres
dicapai 6. Lakukan kompres panas pada daerah yang
K 2 4 cedera
Edukasi
K 2 4
7. Jelaskan prosedur penggunaan kompres
G 2 4 panas
8. Anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan
S 2 4 suhu secara mandiri tanpa pemberitahuan
sebelumnya
K 2 4 9. Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat panas
33
Keterangan : Kompres Dingin (I.08234)
1 = Meningkat Observasi
2 = Cukup 1. Identifikasi kontraindikasi kompres dingin
Meningkat 3 = 2. Identifikasi kondisi kulit yang akan
Sedang dilakukan kompres dingin
4 = Cukup menurun 3. Periksa suhu alat kompres
5 = Menurun 4. Monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan
selama 5 menit pertama
Terapeutik
5. Pilih metode kompres yang nyaman dan
mudah didapat (misal kemasan gel beku, kain
atau handuk)
6. Pilih lokasi kompres
7. Lakukan kompres dingin pada daerah yang
cedera
Edukasi
8. Jelaskan prosedur penggunaan kompres
dingin
9. Anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan
suhu secara mandiri tanpa pemberitahuan
sebelumnya
10. Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat dingin
34
Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi riwayat alergi obat
2. Iidentifikasi kesesuaian jenis analgesik (misal
narkotika, non-narkotik, NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
4. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
5. Terapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
Edukasi
6. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2. Nyeri kronis b.d Kondisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manejemen Nyeri (I. 08238)
musculoskeletal, kerusakan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang Observasi
system syaraf, penekanan dirasakan dapat menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
saraf, infiltrasi tumor, hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
ketidakseimbangan 2. Identifikasi skala nyeri
neurotransmitter,neuromodula 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
tor, dan reseptor, gangguan Kontrol Nyeri (L.08063) 4. Identifikasi faktor yang dapat memperberat
imunitas,, gangguan fungsi dan meringankan nyeri
35
metabolic, riwayat posisikerja Kriteria Skor Skor 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
statis, peningkatan indeks saat yang yang sudah diberikan
ini ingin
massa tubuh, kondisi pasca 6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
dicapai
traumatis, tekanan emosional, Terapeutik
Melaporkan 2 4
riwayat 7. Berikan teknik non farmakologis untuk
nyeri terkontrol
penganiayaan, riwayat Kemampuan 2 4 mengurangi rasa nyeri contoh: teknik relaksasi
penyalahgunaan obat/zat mengenali onset nafas dalam, terapi pijat, dan terapi kompres
nyeri air hangat atau air dingin.
Kemampuan 2 4 8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
mengenali nyeri contoh: :suhu ruangan, pencahayaan,
penyebab nyeri suhu ruangan.
Kemampuan 2 4 9. Fasilitas istirahat dan tidur
menggunakan Edukasi
teknik 10. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
nonfarmakologis
11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Keluhan nyeri 2 4
12. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Keterangan :
1 = Meningkat Kolaborasi
2 = Cukup Meningkat 13. Pemberian analgetik, jika perlu
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
36
3. Gangguan rasa nyaman b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengaturan Posisi (I.01019)
kurangnya kontrol situasi, selama 3x24 jam, diharapkan gangguan Observasi
kurang privasi, sumberdaya rasa nyaman menurun, dengan 1. Monitor status oksigen sebelum dan sesudah
tidak adekuat, kurang Kriteria hasil: merubah posisi
pengendalian lingkungan Status Kenyamanan (L.08064) 2. Monitor alat traksi agar selalu tepat
stimuli lingkungan yang Kriteria Skor Skor Terapeutik
mengganggu saat yang 3. Tempatkan pada posisi terapeutik
ini ingin 4. Atur posisi yang disukai
dicapai
5. Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang
Keluhan tidak 2 4
cidera Tinggikan bagian tubuh yang sakit
nyaman
Kesejahteraan 2 4 dengan tepat Motivasi melakukan ROM aktif
fisik dan pasif
Gelisah 2 4 6. Hindari posisi yang dapat meningkatkan nyeri
Keluhan sulit 2 4 7. Ubah posisi setiap dua jam
tidur Edukasi
Rileks 2 4 8. Informasikan saat akan dilakukan perubahan
fisik
Keterangan : 9. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
1 = Meningkat dan mekanika tubuh yang baik selama
2 = Cukup melakukan perubahan posisi
Meningkat 3 =
Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
37
L. Penatalaksanaan berdasarkan Evidance-Based Practice in Nursing
38
lebih rileks sehingga mmapu membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan stress sehingga dapat meingkatkan toleransi terhadap
nyeri. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa terapi
relaksaksi genggam jari memberikan respon positif sehingga
jaringan otot lebih rileks.
Tujuan Untuk mengetahui pemberian terapi teknik relaksasi genggam
jari dalam menurunkan skala nyeri pasien post op
Appendictomy
39
nyeri akibat tindakan pembedahan (Appendictomy) bahwa
memegang jari sambil relaksasi nafas dalam mampu mengurangi
dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosional. Hal itu
dikarenakan rasa hangat pada titik-titik jari tangan sehingga
energy meridian mampu keluar masuk dengan lancar. Genggam
jari yang dilakukan mencapai titik reflek pada memberikan
stimulus refleks spontan, sehingga menjadi rangsangan yang
mengalir menjadi gelombang listrik ke otak. Gelombang yang
diterima akan diproses otak, kemudian diteruskan pada saraf
yang bermasalah didalam tubuh, sehingga penyumbahan dijalur
energy menjadi lancar. Aliran energy menghasilkan implus yang
dikirim melalui saraf aferen mangakibatkan “gerbang:
nonnosiseptor ditutup sehingga input dominan yang berasal dari
serat A-beta mampu mensekresikam inhibitor neurotransmitter
yang menghambat stimulus nyeri
40
genggam jari sebagai Standar Operasional Prosedur (SPO) dalam
manajemen nyeri.
41
3. Kontrak waktu dan jelaskan tujuan
12. dokumentasi
PUSTAKA
Aini, L., dan Reskita, R. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
42
terhadap Penurunan Nyeri pada pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan. 9
(2): 262-266.
Ifati, S., Tugasworo, D., Pudjonarko, D. 2019. Pengaruh Bacaan Murottal Al-
Qur’an Yang Diperdengarkan Pada Pasien Stroke Iskemik Akut
Terhadap Luaran Klinis. Neurona. 36(3):161-169.
Lumunon, O. J. 2015. Hubungan status gizi dengan gout arthritis pada lanjut
usia. E-journal Keperawatan. 3(3): 2-3.
43
Machsun, T., Alfiyanti, D., Mariyam. 2018. Efektifitas Tehnik Relaksasi
Napas Dalam Dengan Meniup Baling-Baling Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pungsi Vena Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Ilmu
Keperawatan Anak. 1(1):1-7.
Martins, N.A.P. 2019. Pengelolaan Nyeri Akut pada Sdr. F dengan Post
Operasi Herniotomi di Ruang Cempaka RSUD Ungaran. Diploma.
Thesis. Universitas Ngudi Waluyo.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, danPraktik. Jakarta: EGC.
Primastuti, I.N. 2018. Asuhan Keperawatan Post Herniotomi pada Tn. A dan
Tn. N dengan Fokus Studi Nyeri di Rumah sakit Umum Daerah Tidar
Kota Magelang. Diploma. Thesis. Prodi Keperawatan Magelang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
44
Setyo, Bayu Aji., dkk. (2015). Efektifitas Antara Relaksasi Autogenik dan
Slow Deep Breathing Relaxation terhadap Penurunan Nyeri pada
Pasien Post Orif di RSUD Ambarawa.
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah Bruner &
Suddarth Edisi 8.Jakarta: EGC.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja
SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Yang, Hui. Et all. 2016. Pain Physiology : Flood P, Rathmell JP, Shafer S.
Stoelting’s Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice 5th
Edition. Wolter Kluwer Health. Terjemahan Oleh Putu Bagus
RedikaJanasuta, dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn : Halaman 206-
45
216
46