Anda di halaman 1dari 38

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)

“PENGARUH TERAPI REFLEKSI PIJAT KAKI


UNTUK MENGATASI NYERI PADA PASIEN POST SC DI RUANG NIFAS”

Dosen P e m b i m b i n g
Akademik:

Dr. Muthia Mutmainnah, M.Kep, Sp. Mat

Ns. Sri Mulyani, S.Kep., M.Kep


Ns. Meinarisa, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Safira Angelia Saragih

Nim : G1B221025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya serta yang telah membukakan pintu pikiran penulis sehingga
tugas evidence base practice (EBP) ini dapat penulis selesaikan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Muthia Mutmainnah, M.Kep, Sp.
Mat, Ns. Sri Mulyani, S.Kep., M.Kep, Ns. Meinarisa, S.Kep., M.Kep selaku
dosen pembimbing pada penugasan kali ini dalam Stase Maternitas Profesi
Ners yang telah membimbing dan membantu kami, sehingga kami terbantu
dalam penulisan tugas ini. Serta tak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak-pihak yang telah mengambil peran dalam
membantu kami dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis ikhlas dengan lapang dada menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun. Terakhir penulis berharap semoga

makalah ini dapat berguna bagi penulis dan bagi pembaca.

Jambi, Desember 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................1


1.1. Latar Belakang............................................................................ 3
1.2. RumusanMasalah .. .................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................4
1.4. Metode Penulisan.................................................................... 4
1.5. Manfaat Penulisan................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 5


2.1. Konsep Nyeri luka post operasi ............................................................... 5
2.2 Konsep Spa Kaki..................................................................................... 16
2.3 Penelitian Terkait dan Pembahasan.............................................................24

BAB III. Penutup ............................................................................................34


3.1 Kesimpulan...................................................................................................34
3.2 Saran........................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................36

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat


melahirkan bayi yang sempurna. Seperti yang telah diketahui, ada dua cara persalinan
yaitu persalinan pervaginam yang lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami
dan persalinan dengan operasi caesar dapat juga disebut dengan bedah sesarea
atau sectio caesarea , yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut (Partilah,
2014). Pertolongan operasi caesar merupakan tindakan dengan tujuan untuk
menyelamatkan ibu maupun bayi (Manuaba, 2013). Tiap-tiap tindakan pembedahan
harus didasarkan atas indikasi, yakni pertimbangan-pertimbangan yang menentukan
bahwa tindakan perlu dilakukan demi kepentingan ibu dan janin. Sudah tentu
kepentingan ibu dan janin harus sama-sama diperhatikan, akan tetapi dalam keadaan
terpaksa kadang-kadang seorang dokter terpaksa lebih memperhatikan kepentingan
ibu daripada kepentingan janinnya (Saifuddin , 2014).
Persalinan caesar tidak ditujukan hanya demi kenyamanan dan
kepentingan dokter atau orang tua atau alasan lain yang sifatnya nonmedis. Operasi
cesar harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu yang melahirkan, maka
logikanya kemajuan teknologi kedokteran akan membawa perubahan pada jumlah
antara Angka Kematian Ibu (AKI) yang melahirkan dan angka ibu yang harus
menjalani operasi caesar, yaitu semakin kecil tahun ke tahun. Menurut SDKI pada
tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 359 per 100.000 kelahiran
hidup, pada tahun 2015 baru mencapai 161 per 100.000 kelahiran hidup,sementara
target MDG’s Indonesia adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Survei Nasional
pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan operasi cesar dari 4.039.000 persalinan
atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Indikasi yang menambah tingginya angka
persalinan seksio sesaria adalah tindakan seksio sesaria pada letak sungsang, seksio
sesaria berualang, kehamilan prematuritas, kehamilan dengan resiko tinggi, pada
kehamilan kembar, kehamilan dengan pre-eklamsia dan eklampsia, konsep well born
baby dan well health mother dengan orientasi persalinan. (Manuaba , 2013).

Adapun masalah keperawatan yang muncul pada post sectio caesarea


salah satunya adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (misal biologis, zat
kimia, fisik dan psikologis). Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan menggunakan
teknik farmakologi dan non farmakologi. Di ruangan kebanyakan menggunakan

3
terapi farmakologi dalam pemberian analgetik atau obat anti nyeri untuk mengurangi
rasa nyeri post section caesarea. Sedangkan teknik non famakologi ada beberapa
intervensi terkait dengan nyeri akut adalah manajemen nyeri, terapi relaksasi, dan
manajemen lingkungan. Serta tidak ada Efek samping dalam pemberian teknik non
farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri yang di derita oleh ibu post sectio caesarea.
Sehingga teknik non farmakologi sangat di anjurkan dalam melakukan intervensi.
Seperti yang di jelaskan pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh
Sweety Therese D’Souza dan Janet Prima Miranda di India dengan judul “
Effectivenes Of Benson ’S relaxation Therapy On Post Operative Pain Among
Mother Delivered By Caesarean Section In A Selected Hospital At Mangaluru “
tahun 2020 dalam penelitian ini dijelaskan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terapi relaksasi Benson efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi pada ibu yang
melahirkan melalui operasi caesar dan juga memberikan kenyamanan pada ibu pada
kelompok eksperimen. Oleh karena itu, peneliti menyarankan perlunya teknik non
farmakologis bersama dengan metode farmakologis untuk manajemen nyeri pasca
operasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
masalah yaitu apakah pijat kaki dapat menurunkan nyeri post partum ibu
nifas?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan evidence based practice (EBP) pada
kesempatan kali ini adalah untuk melihat pijat kaki dapat menurunkan nyeri
post sesar ibu nifas.

1.4 Metode Penulisan


Dalam penulisan evidence based practice (EBP) ini, penulis
menggunakan media elektronik untuk memperoleh informasi serta analisis
pengaruh pijat kaki dalam menurunkan nyeri sesar post sesar ibu nifas
1.5 Manfaat Penulisan
Kami berharap dengan adanya evidance based practice (EBP) ini
memberi manfaat bagi Puskesmas Pakuan Baru maupun pembaca lainnya
mengenai pijat kaki dalam menurunkan nyeri sesar post sesar ibu nifas dapat
diterapkan atau diimpelmentasikan pada kasus tersebut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nyeri Luka Post Operasi

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang
untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer, 2002). International Association
for The Study of Pain atau IASP mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori subyektif
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana
terjadi kerusakan” (Potter & Perry, 2006).

2. Proses fisiologik nyeri

Price dan Wilson (2006) menjelaskan bahwa proses fisiologik nyeri terjadi antara
stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri. Terdapat empat proses
tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses
rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.
Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi
melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron
pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas
saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi
nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang
menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Akhirnya,
persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan
oleh aktivitas transmisi oleh saraf.

Adapun proses terjadinya nyeri menurut Hartanti (2005) adalah sebagai berikut:
ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan O2
pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi
yang normalnya ada di intraseluler. Ketika substansi intraseluler dilepaskan ke ruang
ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Syaraf ini akan terangsang dan bergerak
sepanjang serabut syaraf atau neorotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang
disebut dengan neorotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa
pesan nyeri dari medula spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

5
3. Transmisi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa terdapat berbagai teori yang berusaha


menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai
saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat
timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.

a. Teori Spesivisitas (specivicity Theory)


Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke-17. Teori ini didasarkan pada
kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri.
Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui
ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada
daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respons nyeri. Teori ini tidak menjelaskan
bagaimana faktor-faktor multidimensional dapat memengaruhi nyeri.

b. Teori Pola (Pattern Theory)


Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu
menghantarkan rangsang dengan cepat; dan serabut yang mampu menghantarkan
dengan lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada mendula spinalis dan
meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori nyeri
yang menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.

c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)


Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang
menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat memfasilitasi atau
memperlambat transmisi sinyal nyeri.

4. Jenis-jenis nyeri

Price dan Wilson (2006) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau


sumbernya, antara lain:

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis.
Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsang mekanis,
suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri sering dirasakan
sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti tebakar, tetapi apabila pembuluh darah
ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

6
b. Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-sturktur ini memiliki lebih sedikit
reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus
daripada nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah di sekitarnya. Nyeri dari
berbagai struktur dalam berbeda. Nyeri akibat suatu cedera akut pada sendi memiliki
lokalisasi yang jelas dan biasanya dirasakan sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau
berdenyut. Pada peradangan kronik sendi (artritis), yang dirasakan adalah nyeri pegal-
tumpul yang disertai seperti tertusuk apabila sendi bergerak.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor
nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di
dinding otot polos organ - organ berongga (lambung, kandung empedu, saluran empedu,
ureter, kandung kemih) dan di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas, ginjal).
Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi
abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia, dan peradangan.

d. Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh
tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom
(daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan viksus
yang nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera
umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal dari masa
mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.

e. Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari sistem
saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaaan nyeri.
Dengan demikian, lesi di sistem saraf tepi (SST) atau sistem saraf pusat (SSP) dapat
menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki
kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri
neuropatik menderita akibat instabilitas sistem saraf otonom (SSO). Dengan demikian
nyeri sering bertambah parah oleh stres emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda
oleh relaksasi.

7
Adapun klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi menurut Potter dan Perry (2006) adalah:

a) Nyeri Superfisial atau kutaneus

Nyeri yang diakibatkan dari stimulasi kulit. Nyeri ini berlangsung sebentar dan
terlokalisai. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contoh penyebab dari
nyeri ini adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi.

b) Nyeri viseral dalam

Nyeri yang diakibatkan oleh stimulasi organ-organ internal. Nyeri bersifat difus dan
dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih
lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung
organ yang terlibat. Contoh penyebab dari nyeri viseral dalam adalah sensasi pukul
(crushing) misalnya angina pektoris dan sensasi terbakar misalnya ulkus lambung.

c) Nyeri alih (referrend)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak
memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam
segman medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan. Persepsi nyeri pada
daerah yang tidak terkena. Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan
dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh penyebab dari nyeri alih adalah nyeri
akibat infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri.
Batu empedu yang mengalihkan rasa nyeri ke selangkangan.

d) Radiasi

Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Nyeri
terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri
dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat
diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari
iritasi saraf skiatik.

8
Adapun penggolongan nyeri berdasarkan durasinya menurut Price dan Wilson (2006)
adalah:

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Awitan
nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat
(kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal atau eksternal yang
merangsang reseptor nyeri dihilangkan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau
pasien tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna bilogik. Nyeri kronik dapat
berlangsung terus menerus, akibat penyebab keganasan dan non keganasan, atau
intermiten, seperti pada nyeri kepala migren rekuren. Nyeri dapat menetap selama 6
bulan atau lebih.

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang


nyeri pada seorang individu meliputi:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Budaya
4) Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya
5) Makna nyeri
6) Perhatian klien
7) Tingkat kecemasan
8) Tingkat stres
9) Tingkat energi
10) Pengalaman sebelumnya
11) Pola koping
12) Dukungan keluarga dan sosial

9
b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Toleransi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi


toleransi nyeri pada seorang individu meliputi
1) Faktor-faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri adalah sebagai
berikut:
a) Alkohol
b) Obat-obatan
c) Hipnosis
d) Panas
e) Gesekan/garukan
f) Pengalihan perhatian
g) Kepercayaan yang kuat

2) Individu dapat Faktor-faktor yang menurunkan toleransi terhadap nyeri antara


lain:
h) Kelelahan
a) Marah
b) Kebosanan, depresi
c) Kecemasan
d) Nyeri kronis
e) Sakit/penderitaan

6. Penilaian klinis nyeri

a. Pengkajian nyeri

Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa pengkajian nyeri adalah:

1) Deskripsi verbal tentang nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya
harus diminta menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan
harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara sebagai berikut :

2) Intensitas nyeri

diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misalnya : tidak nyeri,
sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat. Atau 0 sampai 10, 0 = tidak ada nyeri, 10 =
nyeri sangat hebat).

10
3) Karakteristik nyeri

Termasuk letak nyeri (untuk area dimana nyeri pada berbagai organ), durasi (menit, jam,
hari, bulan dan sebagainya), irama (misalnya: terus menerus, hilang timbul, periode
bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas
(misalnya: nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

4) Faktor-faktor yang meredakan nyeri

Misalnya: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas,


dan sebagainya) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya

a) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya: tidur, nafsu


makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan
aktivitas-aktivitas santai)

b) Kekhawatiran individu tentang nyeri

Meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis,


pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

5) Skala nyeri

Potter & Perry (2006) menyatakan terdapat beberapa skala untuk melakukan
pengkajian keparahan nyeri yaitu
i) Skala deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih obyektif. Skala pendeskripsian verbal yang disebut verbal descriptor
scale (VDS) yaitu sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai nyeri yang tidak
tertahnkan. Perawat menunjukkan klien skla tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan pasien. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh
nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih.

11
ii) Skala penilaian numerik
Skala penilaian numerik (numerical rating scales) digunakan untuk
mendeskripsikan nyeri. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri maka direkomendasikan patokan 10
cm, yang digambarkan sebagai berikut :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri sangat nyeri

Bagan 2.1 Alat Pengukur Nyeri Numerik


Keterangan:

Skala 0 = tidak nyeri Skala 7 – 9 = nyeri berat


Skala 1 – 3 = nyeri ringan Skala 10 = nyeri tak tertahankan
Skala 1 – 3 = nyeri sedang

iii) Skala Analog Visual


Skala analog visual atau disebut Visual Analog Scale (VAS) tidak melabel
subdivisi. VAS merupakan satu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus-menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala
ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS
dapat merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka. Skala VAS dapat digambarkan sebagai berikut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri yang
tidak
tertahan
kan
Bagan 2.2 Alat Pengukur Nyeri Analog Visual
(VAS

12
7. Manajemen Nyeri

Terdapat 2 metode umum untuk terapi nyeri yaitu: metode farmakologi dan
metode non farmakologi. Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa metode non
farmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi 2 kelompok: terapi dan
modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.

a. Terapi dan modalitas fisik

Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit
(pijat atau masase, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupungtur,
akupresur, aplikasi panas atau dingin)

1) Pijat atau masase


Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah
pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan
stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik- titik pemicu miofasial di
seluruh tubuh. Untuk mengurangi gesekan digunakan minyak atau losion. Pijat
akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat
punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh individu
yang penuh perhatian, menghasilkan efek emosional yang positif.

2) Stimulus saraf dengan listrik melalui kulit


Terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh baterai yang mengirim impuls listrik
lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda umumnya
diletakkan di atas atau dekat dengan bagian yang nyeri. Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut dan kronik (nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain,
neuralgia perifer, dan artritis rematoid).

3) Akupuntur
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam
berbagai “titik akupungtur (pemicu)” diseluruh tubuh untuk meredakan nyeri.
Akupuntur digunakan secara luas di Cina dan pernah digunakan untuk
melakukan bedah mayor tanpa pemakaian anestesik. Pemakaian 1akupuntur
memerlukan pelatihan khusus dan mulai populer di Barat. Efektivitas metode ini
mungkin dapat dijelaskan dengan teori kontrol gerbang dan teori bahwa
akupuntur merangsang pelepasan opoid endogen (Price dan Wilson, 2005).

13
4) Akupresure
Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah pemberian
tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut dengan akupresure).
Akupresure memungkinkan alur energi yang terkongesti untuk meningkatkan
kondisi yang lebih sehat. Perawat ahli terapi mempelajari alur energi atau
meridian tubuh dan memberi tekanan pada titik-titik tertentu di sepanjang alur.
Misalnya, apabila klien mengalami nyeri kepala, tekanan pada titik-titik hoku
akan menghilangkan rasa tidak nyaman. Ketika titik tekanan disentuh, maka
perawat merasa sensasi ringan atau denyutan di bawah jari-jari. Mula- mula nadi
di beberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus menerus dipegang, nadi
tersebut kemudian menjadi seimbang. Setelah titik-titik menjadi seimbang,
perawat menggerakkan jari-jari dengan lembut. Sesi akupresure yang lengkap
membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.

5) Range-of- motion ( ROM ) exercise ( Pasif, dibantu, atau aktif )


Range-of-motion (ROM) dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki
sirkulasi, dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.

6) Aplikasi panas
Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama diketahui sebagai
metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat
disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu,
kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas) atau
konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan artritis
berespons baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan cedera traumatik saat
masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas
mungkin meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi,
seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.

7) Aplikasi dingin
Aplikasi dingin lebih efektif untuk nyeri akut (misalnya, trauma akibat luka
bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk berendam atau
kompres air dingin, kantung es, aquamatic K pads dan pijat es. Aplikasi dingin
mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta
edema. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih
sedikit.

14
b. Strategi kognitif-perilaku

Strategi kognitif perilaku bemanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap


nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk
mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan
(imagery), hipnosis, dan biofeedback.

1) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu usaha menurunkan nyeri atau menjaga agar tidak terjadi
nyeri yang lebih berat dengan menurunkan ketegangan otot. Pada metode-metode yang
menekankan relaksasi otot, fasilitator meminta pasien untuk memfokuskan diri ke
kelompok otot yang berbeda dan secara voluntar mengontraksikan dan melemaskan
otot- otot tersebut secara berurutan. Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah
olahraga bernapas dalam, meditasi, dan mendengarkan musik- musik yang
menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot,
dan stres emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stres-nyeri, saat nyeri dan stres
saling memperkuat.
Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa klien dapat mengubah persepsi
kognitif dan motivasi afektif dengan melakukan relaksasi. Relaksasi merupakan
kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan
individu kontrol diri ketika rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada
nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat atau sakit.
Relaksasi juga dapat menghilangkan nyeri kepala, nyeri persalinan, antisipasi rangkaian
nyeri akut (misalnya jarum suntik) dan gangguan nyeri kronik.
Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi, dan latihan
relaksasi progresif (kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dan rangkaian
kontraksi serta relaksasi kelompok otot). Teknik relaksasi relaksasi dapat dilaksanakan
melalui relaksasi otot, teknik nafas dalam dan imajinasi terbimbing (Hartanti, 2005)

2) Teknik-teknik pengalihan atau distraksi

Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien


pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku,
mendengarkan musik, dan melakukan percakapan adalah contoh-contoh umum
pengalihan (Price dan Wilson, 2006).

3) Penciptaan khayalan dengan tuntunan atau imajinasi terbimbing

Penciptaan khayalan dengan tuntunan adalah suatu bentuk pengalihan fasilitator


yang mendorong pasien untuk memvisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau
15
sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Teknik ini
sering dikombinasi dengan relaksasi (Price dan Wilson, 2006).

4) Hipnosis

Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana


memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri. Metode ini juga bergantung pada
kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang
paling konstruktif. Intervensi pengalihan paling efektif apabila digunakan untuk nyeri
akut tetapi juga dapat efektif pada nyeri kronik. Kemampuan intervensi pengalihan
untuk meredakan nyeri didasarkan pada teori bahwa apabila terdapat dua rangsang yang
terpisah, fokus pada salah satu akan menghilangkan fokus pada yang lain. Semakin
besar rasa nyeri, semakin komplek rangsangan pengalih yang harus diberikan (Price dan
Wilson, 2006).

5) Umpan-balik hayati atau Biofeedback

Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk
memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien
sehingga pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit,
ketegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah, dan gelombang otak. Alat
umpan balik hayati mengubah parameter-parameter fisiologik menjadi sinyal visual
yang dilihat oleh pasien. Pasien mula-mula dikenalkan kepada respons yang berkait
dengan stres seperti meningkatnya ketegangan otot, denyut jantung, atau tekanan darah
dan kemudian diajar bagaimana mengendalikan respons-respons ini melalui citra
visual, bernafas dalam atau olahraga relaksasi. Biasanya diperlukan beberapa sesi
sebelum pasien dapat belajar mengendalikan respons mereka. Walaupun umpan balik
hayati telah digunakan untuk mengatasi berbagai masalah nyeri kronik, namun
pemakaian metode ini paling sering adalah untuk mengobati nyeri kepala (Price dan
Wilson, 2006).

2.2 Konsep Spa Kaki

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Spa bahwa pelayanan kesehatan spa

merupakan pelayanan yang dilakukan secara holistik dengan memadukan berbagai jenis

perawatan kesehatan tradisional dan modern yang menggunakan air beserta pendukung

perawatan lainnya berupa pijat penggunaan ramuan, terapi aroma, latihan fisik, terapi

16
warna, terapi musik, dan makanan untuk memberikan efek terapi melalui panca indera

guna mencapai keseimbangan antara tubuh (body) , pikiran (mind), dan jiwa (spirit)

sehingga terwujud kesehatan yang optimal (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014). Spa kaki merupakan perawatan yang berfokus pada kaki dan terdiri

dari tiga pokok perawatan :

1. Rendam kaki dengan air hangat dan garam

Kulit kaki merupakan anggota tubuh terbawah dan sering kontak dengan

kotoran, sehingga tindakan awal yang harus dilakukan adalah membersihkan kotoran

dengan cara merendam kaki dengan air hangat dan garam. Garam dapat digunakan

untuk melunakkan kulit, membersihkan kulit, serta mengurangi bengkak (oedema),

meringankan ketegangan pada sendi, otot dan saraf. Garam yang kaya akan kandungan

natrium dapat mengikat air pada sel maupun interstisial keluar karena perbedaan

konsentrasi sehingga bengkak maupun radang berkurang (Purwanto, 2014). Selain itu,

perendaman kaki dengan air hangat dan garam dapat memperlancar aliran darah vena

sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan melancarkan sirkulasi darah. Rendam

kaki dengan air hangat dan garam dilakukan selama lima sampai sepuluh menit pada

suhu 380-390 C.

Menurut Purwanto (2014) ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam melakukan

rendam kaki dengan air hangat dan garam :

a. Siapkan wadah yang akan digunakan untuk merendam kaki.

b. Siapkan air hangat yang telah diisi dengan garam terapi.

c. Rendam kaki selama lima hingga sepuluh menit dengan tujuan melunakkan

sel kulit mati dan kotoran yang terdapat pada sela-sela kulit yang sulit

dijangkau dengan sikat atau alat pembersih.

d. Setelah itu angkat kaki dan keringkan dengan handuk kering.

17
2. Pijat refleksi
a. Pengertian pijat refleksi

Pijat refleksi atau reflexiology merupakan ilmu yang mempelajari tentang pijat

pada titik-titik tertentu di tubuh yang dapat dilakukan dengan tangan atau benda-benda

seperti kayu, plastik, atau karet. (Alviani, 2015). Pijat refleksi juga diartikan sebagai

jenis pengobatan yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dengan cara

memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai zona

terapi (Putri, 2015).

b. Manfaat pijat refleksi

Pijat refleksi memiliki beberapa manfaat diantaranya melancarkan sirkulasi darah,

merangsang produksi hormone endorphine, memperbaiki fungsi saraf, meningkatkan

energi, relaksasi dan rekreasi, meredakan sakit kepala, stimulasi sistem saraf,

mempercepat penyembuhan luka, melepaskan racun, mengurangi gejala pra-menstruasi

dan menstruasi, dan penyembuhan penyakit (Alviani, 2015).

c. Teknik pijat refleksi

Menurut Putri (2015) teknik pijat umumnya berupa mengusap, meremas,

menekan, menggetar, dan memukul. Mengusap berarti meluncurkan tangan

menggunakan telapak tangan atau bantalan tangan di permukaan tubuh searah dengan

peredaran darah menuju jantung dan kelenjar-kelenjar getah bening, dimana gerakan ini

dilakukan diawal dan diakhir pemijatan dengan manfaat merelaksasi otot dan ujung-

ujung saraf. Meremas berarti memijit atau meremas menggunakan telapak atau jari-jari

telapak tangan di area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal sehingga

terjadi pengosongan dan pengisian pembuluh darah vena dan limfe sehingga suplai

darah yang lebih banyak di bawa ke otot yang sedang di pijit. Menekan bertujuan untuk

melepaskan bagian-bagian otot yang kejang serta menyingkirkan akumulasi dari sisa-

sisa metabolisme. Teknik menggetar bermanfaat untuk memperbaiki atau memulihkan

serta mempertahankan fungsi saraf dan otot dengan menggetarkan bagian tubuh

menggunakan telapak tangan ataupun jari-jari tangan. Teknik terakhir yaitu memukul

18
yang bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot saat di stimulasi dan selain itu

berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang lembek.

Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan pijat refleki berbeda antara satu

dengan yang lainnya karena kondisi tubuh pada masing-masing orang berbeda, begitu

juga dengan kemampuan untuk menahan rasa sakit. Dalam pijat refleksi, untuk kondisi

tubuh normal masing-masing titik refleksi membutuhkan waktu sekitar lima menit

setiap pemijatannya. Tubuh yang sedang sakit keras proses pemijatannya berlangsung

lebih lama yaitu sekitar sepuluh menit dan tidak lebih, berbeda dengan seseorang yang

menderita penyakit jantung, kencing manis, liver, kanker hanya boleh dipijat selama dua

menit. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk memijat seluruh titik refleksi yang

bersangkutan kurang lebih 30 menit atau bisa juga 45 sampai 60 menit tergantung pada

penguasaan teknik serta pengalaman pemijat. Frekuensi dalam pemberian pijat refleksi

antara tiga sampai enam hari sekali untuk mencegah penyakit dan dua sampai tiga hari

sekali untuk mengatasi gangguan penyakit yang dilakukan antara empat sampai delapan

minggu untuk memperoleh hasil yang efektif (Alviani, 2015).

19
20
21
Titik area pijat kaki

Berdasarkan titik-titik diatas, ada beberapa titik yang dapat diaplikasikan untuk

tekanan darah tinggi diantaranya:

a) Titik 7. Leher. Lokasi titik pijat di telapak kaki pada pangkal ibu jari. Titik ini

dapat digunakan apabila memiliki gangguan atau keluhan pada leher, batuk,

radang tenggorokan, dan juga dapat membantu mengendurkan ketegangan leher

pada kasus hipertensi.

b) Titik 10. Bahu. Lokasi titik terletak di telapak kaki dibawah jari kelingking.

Titik ini digunakan untuk mengatasi nyeri sendi bahu, kaku kuduk, nyeri saat

mengangkat tangan juga dapat digunakan sebagai titik bantu pada gangguan karena

hipertensi.

c) Titik 11. Otot trapezius. Area pijat terletak di telapak kaki di bawah pangkal jari

telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Titik ini dapat mengatasi nyeri sendi bahu,

kaku kuduk, nyeri saat mengangkat tangan juga dapat melepaskan ketegangan

otot bahu saat menderita batuk atau hipertensi.

d) Titik 33. Jantung. Area pijat terletak di telapak kaki, longitudinal 2-3-4,

transversal 2. Titik ini dapat mengurangi vertigo, migrain, dan tekanan darah

tinggi karena kelainan ginjal, jantung, stress, kelainan hormone, makanan atau

minuman, keturunan dan lain-lain (Hendro & Ariyani, 2015).

22
Cara melakukan pijat refleksi kaki

1. Tinggikan kaki ibu dengan menopangnya dengan bantal


2. Bersihkan area kaki yang akan dilakukan pijatan
3. Letakkan minyak pada kaki ibu dengan jari pemijat
4. Gunakan ibu jari untuk membuat lingkaran di seluruh telapak kaki
5. Usap dengan gerakan naik turun
6. Tumit dan pergelangan kaki ditekan di antara ibu jari dan
telunjuk peneliti
7. Lakukan pada kaki masing-masing minimal sepuluh menit
8. Observasi setelah 10 menit setelah dilakukannya pemijatan apakah
terdapat pengaruh atau tidak.

23
2.3 Penelitian terkait
Berikut adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan penanganan nyeri
pada ibu post SC:
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Nemat Ismail Abdel Aziz Ismail & Wafaa Taha
Ibrahim Elgzar, 2018) dengan Judul “The Effect of Progressive Muscle
Relaxation on Post Cesarean Section Pain, Quality of Sleep and Physical
Activities Limitation” (Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Nyeri,
Kualitas Tidur dan Batasan Aktivitas Fisik pada ibu pasca section caesarea).
Nyeri, gangguan tidur, dan keterbatasan aktivitas fisik merupakan keluhan yang
paling dirasakan oleh perempuan pasca operasi caesar. Relaksasi otot progresif
merupakan salah satu intervensi yang dapat mengurangi keluhan-keluhan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi
otot progresif terhadap nyeri pasca seksio sesarea. kualitas tidur dan keterbatasan
aktivitas fisik. Desain penelitian ini menggunakan Uji klinis terkontrol secara
acak. Tempat penelitian yaitu di unit pasca-melahirkan di Damanhour National
Medical Institute. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive, Sampel dari
80 wanita yang menjalani operasi section caesarea. sampel dubagi menjadi 2
yaitu 40 kelompok intervensi dan 40 kelompok kontrol. Intrumen penelitian
Empat alat digunakan untuk pengumpulan data jadwal wawancara terstruktur,
McGill formulir pendek Kuesioner Nyeri, Kuesioner Batasan Aktivitas Fisik,
dan Skala Kualitas Tidur Groningen. Setelah intervensi, Relaksasi Otot Progresif
secara signifikan menurunkan keparahan nyeri di antara kelompok intervensi
dalam skala Indeks Peringkat Nyeri, Skala nyeri analog visual, dan skala
Intensitas Nyeri Saat Ini dibandingkan dengan kelompok kontrol. Fisik yang
parah Batasan kegiatan secara signifikan tidak ada dari seluruh kelompok studi,
sementara itu secara signifikan hadir di antara 70% dari kelompok kontrol.
Sekitar dua pertiga (62,5%) dari kelompok studi memiliki kualitas tidur yang
baik dibandingkan dengan 5% kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu Relaksasi Otot Progresif secara signifikan menurunkan nyeri,

24
meningkatkan aktivitas fisik dan kualitas tidur di antara wanita setelah operasi
sectio caesarea.
2. Penelitian yang dilakukan oleh ( Manjula.B, tahun 2014) dengan judul
“Effectiveness Of Hand And Foot Massage On Pain Among Postcaesarean
Mothers At Selected Hospitals, Salem” (Efektivitas pijat tangan dan kaki
terhadap nyeri antara ibu postcaesar dirumah sakit terpilih, Salem ). “Sebuah
Studi telah dilakukan untuk Mengevaluasi Efektivitas Pijat Tangan dan Kaki
pada Nyeri pada Ibu Postcaesarean di Rumah Sakit Terpilih, Salem”.Diadopsi
desain quasi eksperimental pre test post test control group. Teknik non-
probability purposive sampling digunakan untuk memilih 60 ibu postcaesarea,
30 diantaranya untuk kelompok eksperimen dan 30 untuk kelompok kontrol.
Pengumpulan data dilakukan dengan jadwal wawancara terstruktur. Pre test
dilakukan untuk kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan skala
intensitas nyeri numerik. Pijat Tangan dan Kaki diberikan untuk kelompok
eksperimen selama 20 menit dua kali sehari pada 4 jam selama dua hari pertama
(pagi dan sore) dan ditahan untuk kelompok kontrol. Post test dilakukan untuk
kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan skala yang sama. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen, 14 (46,67%) ibu
post caesar berada pada kelompok umur 26-30 dan 12 (40%) diantaranya pada
kelompok umur 21-25 tahun pada kelompok kontrol 14 ( 46,66%) diantaranya
termasuk dalam kelompok umur 21-25 tahun. Pada kelompok eksperimen, 15
(50%) telah menyelesaikan pendidikan menengah dan pada kelompok kontrol 12
(40%) memiliki pendidikan menengah. Pada kelompok eksperimen, 23 (76,67%)
menganggur, sedangkan pada kelompok kontrol 20 (66,67%) menganggur. Pada
kelompok eksperimen 24 (80%) multi-gravid, sedangkan pada kelompok kontrol
17 (56,67%) multi-gravid. Pada kelompok eksperimen 24 (80%) memiliki
riwayat seksio sesarea sebelumnya dan pada kelompok kontrol 15 (50%)
memiliki riwayat keduanya.Rata-rata skor tes awal pada kelompok eksperimen
adalah 6,4 ± 0,56 dan rata-rata skor tes akhir adalah 3,5 ± 0,79. Nilai 't' adalah

25
33,72 yang signifikan pada tingkat p≤0,05. Oleh karena itu H1 dipertahankan
pada level p≤0,05. Skor rata-rata pada kelompok eksperimen adalah 3,5 ± 0,79
dan skor rata-rata pada kelompok kontrol adalah 6,1 ± 0,65. Nilai 't' adalah 15,66
yang signifikan pada tingkat p≤0,05. Oleh karena itu H2 dipertahankan pada
level p≤0,05. Ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan dan nyeri
pada ibu post caesar pada kelompok eksperimen. Oleh karena itu H3
dipertahankan pada level p≤0,05. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
variabel demografis dan nyeri di antara ibu post caesar pada kelompok kontrol.
Oleh karena itu H3 ditolak pada tingkat p≥0,05. Oleh karena itu Pijat Tangan dan
Kaki merupakan salah satu terapi alternatif dan pelengkap, yang sederhana,
aman dan hemat biaya dan terbukti efektif dalam mengurangi rasa sakit setelah
operasi caesar dan juga meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Ima Rahmawati & Enny Virda Yuniarti,2020)
dengan judul “The Influence Of Lavender Aromatherapy To Decrease Of Pain
On Patient Post-Sectio Caesarea (Sc) Operations In Hospital Islamic Sakinah
Mojokerto” (Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Pasca-Sectio Caesarea (Sc) Operasi Di Rumah Sakit Islam
Sakinahmojokerto). Setiap operasi insisi selalu dikaitkan dengan trauma karena
pasien terjadi berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang paling umum
adalah rasa nyeri. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri pada pasien post operasi seksio sesarea dengan menggunakan
teknik relaksasi terapi aroma lavender. Tujuan penelitian untuk membuktikan
pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri pada pasien post
operasi caesar (sc). Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Eksperimental
dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien post operasi seksio sesarea dengan sampel sebanyak 25
responden yang diambil dengan menggunakan purposive sampling. Responden
diberikan aromaterapi lavender sebelum operasi selama 5 menit. Sumber data

26
menggunakan data primer dengan contoh skala nyeri NRS (Numerical Rating
Scale). Analisis data menggunakan Wilcoxon Signed Ranktest. Hasil penelitian
didapatkan sebelum pemberian aroma terapi lavender pada pasien pasca operasi
seksio sesarea sebanyak 15% responden mengalami nyeri ringan dan terjadi
perubahan skala nyeri setelah pemberian terapi aroma lavender enam responden
mengalami nyeri ringan. Hasil uji statistik Wilcoxon Rank test diperoleh p-value
(Asymp.Sing.2- tailed) = 0,002 (p <0,05), ditemukan pengaruh aromaterapi
lavender terhadap penurunan nyeri post operatif seksio sesarea (sc) di RSI
Sakinah Mojokerto. Aroma terapi lavender dapat mengurangi nyeri karena
kandungan dalam lavender adalah linalool acetate yang dapat mengendurkan dan
mengendurkan sistem kerja otot dan otot yang menegang.
4. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tetti Solehati (2015) dengan judul
“Benson Relaxation Technique in Reducing Pain Intensity in Women After
Cesarean Section ” (Teknik Relaksasi Benson dalam Mengurangi Intensitas
Nyeri pada Wanita Setelah Operasi Caesar)” studi eksperimen semu dengan
desain pra dan pasca tes. Penelitian prospektif, tidak buta, acak, dua kelompok
studi paralel dilakukan di RSUD Cibabat Cimahi  sebagai kelompok intervensi
(IG) dan RS Sartika Asih sebagai kelompok kontrol (CG). Wanita pasca seksio
sesarea dengan pengambilan sampel kuota yang memenuhi kriteria inklusi secara
berurutan ditempatkan pada kelompok eksperimen (n = 30) atau kelompok
kontrol (n = 30) . Relaksasi Benson adalah cara non-farmakologis yang sesuai
untuk mengurangi rasa sakit . Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok
yang terdiri dari 30 orang dengan tabel nomor acak. Sampel yang direkrut
memenuhi kriteria inklusi (persalinan pertama dengan operasi caesar,
menggunakan terapi ketoprofen, menggunakan anestesi spinal, kesadaran
compos mentis dan belum pernah mengalami relaksasi Benson). Kriteria
eksklusi diulangi operasi caesar dan sub-kesadaran. Alat pengumpul data
memiliki dua bagian: Pertama kuesioner tentang karakteristik demografi
responden dan instrumen kedua menggunakan kuesioner skala nyeri VAS. Data

27
dikumpulkan pada bulan April - Juni 2008. Paket Statistik untuk Ilmu Sosial
versi 10.0 (SPSS Inc. Chicago, IL, USA) digunakan untuk menganalisis data. Uji
kolmogorov-smirnov z dilakukan untuk menilai normalitas distribusi. Desain
penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan pretest dan posttest with
control group design. Pada kelompok intervensi dilakukan teknik relaksasi
Benson (responden di RS Cibabat); Sedangkan yang tidak diberikan intervensi
relaksasi Benson dianggap sebagai kelompok kontrol (responden di RSUD
Sartika Asih). Kelompok eksperimen diberi intervensi relaksasi Benson dua jam
setelah operasi, setelah efek anestesi hilang dan wanita sadar. Sebelum
intervensi, peserta dilatih bagaimana menggunakan skala analog visual (VAS
berkisar 0-10); skor nyeri pasien diukur sebelum intervensi. Kemudian, relaksasi
Benson dilakukan untuk peserta. Mereka disarankan untuk mengambil bentuk
ekspresi tertentu atas nama Tuhan atau firman yang memiliki arti menenangkan
bagi peserta, berulang kali diucapkan dengan ritme yang teratur dengan pasrah,
mereka disarankan untuk menarik napas dalam-dalam melalui hidung dan
menghembuskan dengan bibir. sambil mengucapkan nama-nama Tuhan atau kata
yang memiliki arti yang menenangkan. Setelah intervensi, skor nyeri pasien
diukur. Metode relaksasi Benson dipresentasikan ke IG dan dilanjutkan setelah
operasi selama 10 menit hingga 4 hari (84 jam): kemudian hari kedua, ketiga,
dan keempat setiap 12 jam pada pukul 6 pagi dan 6 sore. Pada kelompok kontrol,
relaksasi Benson tidak dilakukan dan perawatan rutin dilakukan saat prosedur
kamar dilakukan. Pada analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda,
ditemukan bahwa relaksasi Benson memiliki pengaruh terbesar terhadap
penurunan intensitas nyeri pada wanita pasca seksio sesarea (P = 0,01). Menurut
beberapa penelitian ( 23 , 33 - 37 ), relaksasi Benson memiliki efek
penyembuhan untuk menurunkan tingkat kecemasan, kecemasan kognitif dan
somatik, gangguan mood, ketidaknyamanan tubuh dan ke tingkat yang mampu
meredakan nyeri. Hasil penelitian menemukan bahwa teknik relaksasi Benson

28
memiliki pengaruh terbesar dalam menurunkan intensitas nyeri pada Wanita
Setelah Operasi Caesar
5. Penelitian yang dilakukan oleh (Ariani Pongoh, Adriana Egam, Rizqi Kamalah,
Anwar Mallongi 2020) dengan Judul “Effectiveness of Finger Held Relaxation
on the Decrease in Intensity of Pain in Patient of Post-Sectio Caesarea in RSUD
Sorong Regency”. Operasi Caesar adalah tindakan melahirkan bayi melalui
sayatan (pembuatan sayatan) di depan Rahim. Beberapa indikasi operasi Caesar
adalah persalinan normal lama, komplikasi hipertensi, preeclampsia dan
kegagalan selama persalinan induksi. Resiko kematian melalui operasi Caesar
sampai 2500 orang yang menjalaninya, sehingga operasi Caesar cukup aman
dilakukan. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO angka persalinan dengan
operasi Caesar sekitar 10-15% dari semua kelahiran. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian pra eksperimental dengan pendekatan One Group Pre-Post Test
Design. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post seksio sesarea
dengan jumlah sampel 30 orang dengan teknik purposive sampling. Pada
penelitian ini dilakukan relaksasi genggaman jari selama 15 menit dan kemudian
dilihat apakah ada pengaruh tindakan yang dilakukan untuk menurunkan
intensitas nyeri pada ibu postection caesar (SC). Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar observasi NRS untuk menilai nyeri pasca
seksio sesarea (SC) dan jam tangan untuk referensi lamanya waktu setiap
langkah relaksasi genggaman jari. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan uji Wilcoxon. Penelitian ini dilakukan dengan melihat
intensitas nyeri pada ibu pasca seksio sesarea sebelum dan sesudah diberikan
relaksasi genggaman jari. Pada saat relaksasi genggam jari ke 30 responden telah
dinilai intensitas nyeri dan setelah diberikan rangsangan dari 30 responden.
Responden sebanyak 28 responden mengalami penurunan intensitas nyeri ringan.
Ada 2 responden yang berusia kurang dari 20 tahun dan termasuk dalam kategori
ibu primipara yang mengalami nyeri yang sama yaitu nyeri sedang. Ini adalah
dengan teori yang diungkapkan Terfokus pada pemberian stimulasi karena

29
terlalu muda membuat psikologis ibu labil dan mudah merasa cemas sehingga
nyeri yang dirasakan sangat kuat. Teori ini diperkuat, yaitu perkembangan organ
pada usia kurang dari usia reproduksi belum siap untuk melaksanakan tugas
reproduksi dan perkembangan kematangan psikologis menyebabkan reaksi nyeri
yang timbul menjadi lebih parah sehingga menyulitkan ibu untuk mengontrol
rasa sakit. Teori McCance ( 10) Juga mendukung hasil penelitian ini yaitu bahwa
setiap wanita memiliki caranya sendiri-sendiri dalam merespon atau mengelola
stres yang dialami individu. selain usia reproduktif yang belum siap
melaksanakan tugas reproduksinya dan perkembangan kematangan psikologis
menyebabkan reaksi nyeri yang timbul akan lebih parah sehingga ibu sulit
mengontrol nyeri. Teori McCance juga mendukung hasil penelitian ini bahwa
setiap wanita memiliki caranya sendiri dalam merespon atau mengelola stres
yang dialami individu akan memicu keluarnya hormon endorfin yang merupakan
analgesik alami dari dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi nyeri. Terdapat 28
responden (93,3%) yang mengalami penurunan intensitas nyeri menjadi nyeri
ringan dan 2 responden (6,7%) mengalami nyeri yang sama yaitu nyeri sedang.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa relaksasi
genggam jari efektif terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post sectio
caesarea.
6. Penelitian yang dilakukan oleh (Rosanti Muchsin, Yulis Hati dan Muslimah Pase
,2020) dengan judul “Effect of Guided Imagery Technique on Decreased Pain
Intensity in Post Sectio Caesarea Patients at Permata Bunda Hospital”
(Pengaruh Teknik Guided Imagery terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Pasca Sectio Caesarea Rumah Sakit Permata Bunda). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik imagery terbimbing
terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post sectio caesarea di RSUD
Permata Bunda Medan tahun 2016. Jenis penelitian ini adalah quasi
eksperimental dengan desain pre test dan post test control group design. desain
penelitian. Populasi penelitian adalah 14 orang. Sampel yang digunakan dalam

30
penelitian ini dengan teknik Accidental Sampling dibagi menjadi kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Hasil penelitian tingkat nyeri sebelum teknik
Guideline Imaging diperoleh 5 responden pada skala nyeri sedang yaitu (71,4%),
dan setelah intervensi 5 responden berada pada skala nyeri ringan yaitu (71,4%).
Pada kelompok kontrol, pengukuran pertama didapatkan intensitas nyeri pada 6
responden berada pada skala nyeri sedang yaitu (85,8%), dan pengukuran
intensitas nyeri responden pada pengukuran kedua meningkat sebanyak 5
responden pada skala nyeri berat (71,4%). Terdapat perbedaan intensitas nyeri
pada kelompok intervensi yang menurun mencapai 2 skala dan kelompok kontrol
mengalami peningkatan rata-rata 1 skala. Setelah uji dependen uji t diperoleh
nilai p 0,001 (p <0.05). Hal ini menunjukkan bahwa teknik pencitraan terpadu
memiliki efek yang signifikan pada tingkat nyeri pasien pasca operasi sectio
caesarea. Kesimpulan dari penelotian ini adalah teknik citra terbimbing yang
efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien post sectio caesarea di RS Permata
Bunda Medan.

B. Manajemen penatalaksanaan
Nyeri post sectio caesarea dapat dilakukan pencegahan maupun
penanganan dengan berbagai intervensi yang dapat diterapkan. Berikut
beberapa intervensi dari 6 jurnal yang sudah ditelaah:
1. Intervensi yang dilakukan yaitu Relaksasi Otot Progresif untuk
mengurangi nyeri, kualitas tidur, serta Aktivitas Fisik. Relaksasi Otot
Progresif (PMR) adalah teknik yang digunakan untuk menginduksi
keadaan relaksasi yang dalam dengan melibatkan ketegangan otot
sekuensial sistemik (selama 5-7 detik) diikuti dengan relaksasi (selama
10-12 detik) (Sundram et al, 2016). Menginstruksikan ibu Post SC
untuk mengambil napas dalam-dalam dan menahannya selama
keadaan ketegangan otot kemudian menghembuskannya selama
keadaan relaksasi.

31
2. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara tangan
dan pijat kaki diberikan selama 5 menit disetiap ekstremitas,
menambah jumlah dari 20 menit untuk 2 kali satu hari dengan cairan
parafin untuk pertama 2 hari di eksperimental kelompok.
3. Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yaitu bagaimana
meredakan nyeri atau mengurangi nyeri hingga tingkat kenyamanan
yang dapat diterima klien (Yuniarti, 2017). Manajemen nyeri
mencakup dua jenis dasar intervensi keperawatan: intervensi
farmakologis dan non farmakologis (Koizer, 2009). Salah satu terapi
non farmakologis untuk mengurangi nyeri adalah aromaterapi.
Aromaterapi merupakan terapi pelengkap dalam praktik keperawatan
dan menggunakan minyak atsiri dari pengharum tanaman untuk
mengurangi gangguan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup.
Sharma (2009) mengatakan bahwa bau secara langsung mempengaruhi
otak seperti obat analgesik. Misalnya, mencium lavendel akan
meningkatkan gelombang alfa di otak dan membantu Anda merasa
rileks.
4. Teknik Relaksasi Benson dalam Mengurangi Intensitas Nyeri pada
Wanita Setelah Operasi Caesar: studi eksperimen semu dengan desain
pra dan pasca tes . Relaksasi Benson adalah cara non-farmakologis
yang sesuai untuk mengurangi rasa sakit yang digunakan untuk
mengurangi skala nyeri akibat ibu post SC. Relaksasi Benson
merupakan teknik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan yang
dianut oleh pasien. Formula kata-kata atau kalimat tertentu yang
dibaca berulangulang dengan melibatkan unsur keimanan dan
keyakinan akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat
dibandingkan dengan hanya relaksasi tanpa melibatkan unsur

32
keyakinan. Keyakinan pasien tersebut memiliki makna menenangkan
(Benson & Proctor, 2000).
5. Pada penelitian ini dilakukan relaksasi genggaman jari selama 15
menit dan kemudian dilihat apakah ada pengaruh tindakan yang
dilakukan untuk menurunkan intensitas nyeri pada ibu postection
caesar (SC). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi NRS untuk menilai nyeri pasca seksio sesarea (SC)
dan jam tangan untuk referensi lamanya waktu setiap langkah relaksasi
genggaman jari.
6. Intervensi yang dilakukan yaitu dengan teknik Guided Imagery untuk
mempelajari kekuatan pikiran saat sadar atau tidak sadar untuk
menciptakan bayangan bayangan yang menghadirkan ketenangan dan
keheningan. Terapi Guided Imagery dapat mengalihkan perhatian
pada rasa sakit ke hal-hal yang membuat senang dan bahagia sehingga
bisa melupakan rasa nyeri yang dialaminya. Teknik ini dilakukan
dengan mengintruksikan ibu Post SC untuk menutup mata dengan
membayangkan hal-hal yang membuat bahagia kemudian mengambil
napas dalam dan menghembuskannya.

33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian review efektifitas terapi pijat
refleksi kaki terhadap nyeri ibu post SC menunjukkan penurunan skala
nyeri post SC, hal ini berdasarkan bukti skala nyeri yang mengalami
penurunan yang signfikan sebelum dan sesudah diberikannya terapi pijat
refleksi kaki. Hasil yang ditemukan pada foot massage sesuai dengan
teori yang menjelaskan bahwa penekanan pada kaki secara lembut dapat
merangsang pengeluaran hormon endorphine pada tubuh yang juga
memberikan efek rileksasi sehingga menekan impuls nyeri pada kornu
posterior medulla spinalis. Proses nyeri terjadi pertama melalui saraf
perifer aferen yang kemudian ditranmisikan ke spinotalamik. Dimana
pada saraf perifer terdapat dua serabut yang mengontrol stimulus nyeri,
yaitu serabut A delta dan serabut C. Tindakan foot massage membuat
serabut A delta yang terselubung myelin akan bergerak melintasi medulla
spinalis untuk menutup gerbang korteks serebri sehingga merubah nyeri
yang akan dipersepsikan.

3.2 Saran
1. Pasien Postpartum
Disarankan pada pasien post operasi saecar untuk melakukan upaya
mengurangi insensitas nyeri dengan teknik non farmakologi seperti
Pijat refleksi kaki dan tangan
2. Keluarga
Keluarga sebagai support sistem bagi pasien post operasi saecar,
disarankan untuk selalu memberikan motivasi, dorongan, serta berbagi

34
pengalaman tentang pentingnya mengetahui dampak dari nyeri setelah
operasi saecar
3. Petugas Kesehatan
Disarankan agar petugas kesehatan dapat mendalami nursing
intervention. Reflexology on feet and hands Selain itu petugas kesehatan
disarankan untuk selalu memberikan nursing intervention Reflexology
on feet and hands sebagai tambahan intervensi pada pasien post op
saecar untuk meminimalisir skala nyeri
4. Institusi Pendidikan
Disarankan kepada institusi pendidikan khususnya pihak fakultas untuk
memberikan praktikum lab berkaitan dengan perkuliahan mata ajar
keperawatan medikal bedah dengan cara menambah materi nursing
intervention Reflexology on feet and hands yang dapat dilakukan pada
pasien post op saecar pada mata kuliah maternitas.
5. Institusi Pelayanan Kesehatan
Disarankan kepada pelayanan kesehatan untuk membuat SOP tentang
nursing intervention Reflexology on feet and hands, mengingat
intervensi tersebut idapat diterapkan baik di klinik maupun di
komunitas.

35
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Ismail, A,N & Ibrahim Elgzar, T,W. (2018). The Effect of Progressive Muscle
Relaxation on Post Cesarean Section Pain, Quality of Sleep and Physical
Activities Limitation. International Journal of Studies in Nursing; Vol. 3, No.
3; 2018. ISSN 2424-9653. E-ISSN 2529-7317. July Press

Deepa Antony, (2013). Melakukan penelitian untuk menilai keefektifan pijat tangan


dan kaki dalam mengurangi nyeri pasca sesar pada ibu di unit bersalin
tertentu , Bangalore, Tesis Master yang Tidak Diterbitkan, Universitas Ilmu
Kesehatan Rajiv Gandhi , Bangalore.

Muchsin R, Yulis H dan Muslimah P. (2020) Effect of Guided Imagery Technique on


Decreased Pain Intensity in Post Sectio Caesarea Patients at Permata Bunda
Hospital. International Journal of Science and Healthcare Research Vol.5;
Issue: 4; Oct.-Dec. 2020 Website: ijshr.com. ISSN: 2455-7587.

Poornima, (2012). Melakukan penelitian untuk menilai efektivitas kaki dan


tangan pijat di reduksi dari pascacaesar nyeri antara pasca kelahiran ibu di 
KG RumahSakit, Coimbatore, tidakditerbitkan Guru Tesis, The Tamilnadu Dr.
MGR Medical University, Chennai.

Rahmawati, I., & Yuniarti, E. V. (2020). The Influence Of Lavender Aromatherapy


To Decrease Of Pain On Patient Post-Sectio Caesarea (Sc) Operations In Hospital
Islamic Sakinah Mojokerto . International Journal of Nursing and Midwifery Science
(IJNMS) , 70-74.

Seers K, Crichton N, Tutton L, Smith L, Saunders T. Effectiveness of relaxation for


postoperative pain and anxiety: randomized controlled trial. J Adv Nurs.
2008; 62

Solehati T, Rustina Y. The Effect of Benson Relaxation on Reduction of Pain Level


Among Post Caesarean Section Mother at Cibabat Hospital, Indonesia J Nurs
Health Care. 2013; 1

Vaart, S. V., & Berger, H. (2011). The effect of distant reiki on pain in women after
elective Caesarean section: a double-blinded randomised controlled trial. BMJ
Open .

36
Marzouk, S. S., Eshra, D. K., Aly, I. K., & Mady, M. M. (2019). Effect Of
Reflexology And Nursing Management Protocol Versus Hospital Routine
Care On Pain And Anxiety Among Post Cesarean Section Primipara.
International Journal Of Novel Research In Healthcare And Nursing Vol. 6,
Issue 3, Pp: (1028-1040).
Muliani, R., Rumhaeni, A., & Nurlaelasari, D. (2020). Pengaruh Foot Massage
Terhadap Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Sectio Caesarea. Jnc - Volume 3
Issue 2 .
Yunitasari, E., Nursanti, I., & Widakdo, G. (2017). Efektivitas Hand Massage, Foot
Massage Dan Kombinasi Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio
Caesarea

37

Anda mungkin juga menyukai