Anda di halaman 1dari 21

STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEPERAWATAN SLOW DEEP

BREATHING DAN PSIKOEDUKASI UNTUK MENGURANGI


NYERI PADA PASIEN JANTUNG KORONER

KARYA TULIS ILMIAH AKHIR NERS

OLEH:
TRI PEMILU WATI
202110416011090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEPERAWATAN SLOW DEEP
BREATHING DAN PSIKOEDUKASI UNTUK MENGURANGI
NYERI PADA PASIEN JANTUNG KORONER

KARYA TULIS ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Studi Profesi Ners

OLEH:
TRI PEMILU WATI
202110416011090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
SURAT KEASLIAN PENELITIAN

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

yang telah memberikan kesehatan, rezeki, dan kesempatan-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah akhir Ners dengan judul “Studi Kasus: Implementasi

Keperawatan Slow Deep Breathing dan Psikoedukasi Untuk Mengurangi Nyeri Pada

Pasien Jantung Koroner”. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. yang

telah membawa manusia dari zaman keterpurukan hingga zaman keterbukaan. Karya

tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi Ners (Ns.)

pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Malang.

Saya sebagai penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan karya tulis ilmiah akhir Ners ini.

Berkaitan dengan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp.Kep.Kom. selaku Dekan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak Sunardi, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku ketua Program Studi Profesi Ners.

3. Bapak Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku pembimbing karya

tulis ilmiah akhir Ners yang telah meluangkan waktu dan memberikan kontribusi

yang sangat besar selama penyusunan karya tulis ilmiah akhir Ners ini.

v
4. Ibu Anggaraini Dwi Kurnia, S.Kep., Ns., MNS. selaku dosen penguji I yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah akhir Ners

ini.

5. Ibu Ollivya Freeska Dwi Marta, S.Kep., Ns., M.Sc. selaku dosen penguji II yang

telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah akhir

Ners ini.

6. Seluruh dosen Profesi Ners yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan.

7. Kedua orang tua saya, Bapak Abd. Wachid dan Ibu Sukarlis, serta kedua kakak

saya Norrida Wachid dan Isnaini Wahyuningtias yang senantiasa memberikan

semangat, motivasi, dukungan baik secara moral dan materil selama ini serta doa

yang tidak pernah terputus.

8. Seluruh teman-teman profesi Ners angkatan 24 yang selalu memberikan dukungan

dan semangat untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah akhir

Ners sampai selesai.

Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan karya tulis

ilmiah akhir ners ini. Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang

mungkin pernah saya buat. Semoga Allah SWT. senantiasa memudahkan setiap

langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih dan sayang-

Nya untuk kita semua. Amin.

Malang, 17 Agustus 2022

Tri Pemilu Wati

vi
ORIGINAL ARTIKEL

Studi Kasus: Implementasi Keperawatan Slow Deep Breathing dan Psikoedukasi


Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien Jantung Koroner

Dr. Yoyok Bekti Prasetyo a* | Tri Pemilu Watib


a Department of Nursing, Faculty of Health Science, University of Muhammadiyah Malang, Malang,
East Java, Indonesia.
bNursingStudent, Department of Nursing, Faculty of Health Science, University of Muhammadiyah
Malang, Malang, East Java, Indonesia.

* Corresponding Author: yoyok@umm.ac.id

ARTICLE INFORMATION ABSTRACT

Article history
Received:
Revised: Introduction: Teknik slow deep breathing sebagai metode yang sering digunakan
Accepted: sebagai intervensi non-farmakologis karena dapat membuat relaks untuk
menurunkan nyeri. Teknik slow deep breathing erat hubungannya dengan relaksasi
dan persepsi nyeri karena bekerja mempengaruhi saraf parasimpatis yang dapat
Keywords
mengontrol rasa sakit/nyeri. Selain itu, psikoedukasi keluarga juga dapat
menurunkan gejala nyeri, karena keterlibatan keluarga sangat penting dalam proses
PJK, Nyeri dada, terapi untuk mengurangi gejala penyakit pasien dan proses penyembuhan.
manajemen nyeri Objectives: Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa
pemberian latihan teknik slow deep breathing dan psikoedukasi
dalam mengurangi nyeri dada pada pasien jantung coroner.
Methods: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus pada pasien penyakit jantung coroner yang
mengalami nyeri pada tanggal 06-09 April 2022. Data diperoleh dari
rekam medis, observasi, wawancara langsung, dan pemeriksaan
fisik. Responden diberikan kuesioner Numeric Rating Scale (NRS)
pada saat pre dan post pemberian intervensi slow deep breathing.
Pemberian psikoedukasi kepada keluarga dilakukan setelah
pemberian intervensi slow deep breathing dan dilakukan pada setiap
pertemuan.

Results: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan


intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien sesudah diberikan
intervensi relaksasi slow deep breathing dan psikoedukasi. Skor nyeri
sebelum diberikan intervensi yaitu 6 (nyeri sedang) dan skor sesudah
diberikan intervensi menjadi 3 (nyeri ringan).

1
Conclusion: Relaksasi slow deep breathing efektif dalam
menurunkan nyeri dan dapat dilakukan secara mandiri.
Psikoedukasi keluarga dapat membantu pasien untuk mengurangi
gejala yang dirasakan karena dukungan selama menjalani
pengobatan.

Journal of Nursing

Introduction

Penyakit jantung koroner ialah gangguan yang disebabkan adanya penyempitan


atau sumbatan (atherosclerosis) pada pembuluh darah jantung yang menyebabkan otot
jantung kekurangan darah sehingga fungsi jantung pun terganggu (Mohammed et al.,
2018). Sumbatan tersebut disebabkan penumpukan plak dalam jangka panjang pada
dinding arteri jantung sehingga menyebabkan arteri menyempit dari waktu ke waktu.
Hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung yang disebabkan
penurunan gerakan jantung dan akan meningkatkan risiko serangan jantung atau infark
miokard. Faktor risiko penyakit jantung koroner antara lain kadar kolesterol LDL tinggi,
tekanan darah tinggi, diaebetes tidka terkontrol, dan gaya hidup tidak sehat (merokok,
jarang berolahraga, dll) (Miao & Miao, 2018).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian dinegara
maju maupun negara berkembang (Mohammed et al., 2018). Penyakit jantung koroner
salah satu penyakit kardiovaskular yang menyebabkan kematian tertinggi yaitu terdapat
lebih dari 7,4 juta kematian. American Heart Association mengindentifikasi bahwa
terdapat 17,3 juta kematian setiap tahunnya yag disebabkan oleh penyakit jantung dan
angka kematian ini diduga akan terus meningkat hingga tahun 2030. Di Amerika Serikat
penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian terbanyak yakni sebesar 836.456
kematian dan 43,8% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung koroner (AHA,
2018). Di Indonesia, berdasarkan data dari Riskesdas (2018), mengungkap bahwa kasus
penyakit jantung dan pembuluh darah semakin bertambah tiap tahunnya, setidaknya
terdapat 2.784.064 orang yang mengidap penyakit jantung. Kematian di Indonesia akibat
penyakit jantung koroner 245.343 kematian (Kemenkes RI, 2021).
Penyakit jantung coroner memiliki gejala salah satunya nyeri dada (Miao & Miao,
2018). Nyeri dada adalah salah satu keluhan paling banyak yang dialami pasien penyakit
jantung. Pasien dengan nyeri dada kardiogenik sering mengeluh seperti diremas atau
ditekan beban berat setelah beraktivitas atau stres emosional (Melastuti & Ramadini,
2021). Dalam studi yang dilakukan Gimpel et al., (2019), dengan jumlah 183 responden,
sepertiga dari pasien melaporkan nyeri dada kronis saat bergerak dan 17% melaporkan
nyeri dada ketika tidak beraktivitas. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridwan
et al., (2020), ditemukan gejala penyakit jantung koroner sebanyak 38% dari
responden yaitu dengan angina (nyeri dada).

2
Relaksasi slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk
mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.
Latihan slow deep breathing adalah latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara
perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang (Gholamrezaei et al., 2022). Teknik relaksasi
slow deep breathing umumnya digunakan sebagai teknik manajemen diri dan alat terapi
yang sering diimplementasikan dalam relaksasi dan persepsi nyeri. Teknik slow deep
breathing sebagai metode yang sering digunakan sebagai intervensi non-farmakologis
karena dapat membuat relaks untuk menurunkan nyeri dengan cara mengurangi stres,
kecemasan pasien, penurunan tekanan darah, meningkatkan fungsi paru dan
meningkatkan suplai oksigen pada jantung yang menyebabkan terjadinya relaksasi
sehingga mengurangi rasa nyeri (Yuni Retnasari, 2019). Teknik slow deep breathing erat
hubungannya persepsi nyeri karena bekerja mempengaruhi saraf parasimpatis yang
dapat mengontrol rasa sakit/nyeri.
Psikoedukasi adalah pendidikan kesehatan yang terdiri dari berbagai elemen
seperti, program pendidikan, informasi, konseling, dan terapi suportif yang diberikan
kepada pasien maupun keluarga. Psikoedukasi merupakan intervensi yang paling umun
dilakukan namun efektif dalam menurunkan gejala yang dialami pasien karena berfokus
pada gejala pasien (Nguyen et al., 2018). Psikoedukasi keluarga adalah intervensi
keperawatan yang memungkinkan pengasuh (caregiver) untuk memberikan perawatan
yang tepat pada pasien dan perawatan untuk diri mereka sendiri. Keterlibatan keluarga
sangat penting dalam pemulihan pasien karena keluarga memiliki peran penting dalam
proses pengobatan dan memberikan dukungan moral dalam menjalankan pengobatan
(Rasmawati et al., 2020).
Pada penelitian yang dilakukan (Hany et al., 2019), menunjukkan bahwa adanya
perbedaan yang signifikan dalam penurunan nyeri dada setelah dilakukan teknik
relaksasasi nafas dalam pada penderita penyakit jantung koroner setelah menjalani
operasi pemasangan stent jantung. Relaksasi slow deep breathing dilakukan sebagai
terapi pendamping selain pemberian obat analgesik. Penelitian yang dilakukan oleh
Gholamrezaei et al., (2022), dengan hasil adanya tingkat penurunan nyeri setelah
dilakukan intervensi relaksasi nafas dalam dibandingkan dengan pernafasan yang tidak
terkontrol.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Niman et al., (2020), dengan hasil uji
statistik menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan pada dukungan
emosional, informasi, dukungan terapi, dan dukungan keluarga antara sebelum dan
sesudah diberikan psikoedukasi keluarga (p-value 0,0005). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nguyen et al., (2018), didapatkan bahwa setelah dilakukan psikoedukasi
menunjukkan adanya penurunan gejala, seperti kelelahan, nyeri, dan gangguan tidur
pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol pada pasien kanker.
Pada penelitan Rasmawati et al., (2020), keberadaan pengasuh (caregiver) menyumbang
61,8% pada kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan untuk mengurangi gejala.
Dalam penelitian tersebut juga menunjukkan adanya penurunan gejala pada pasien
penyakit jantung coroner dan hipertensi setelah dilakukan psikoedukasi keluarga dan
melibatkan keluarga dalam perawatan.
Pada pasien penyakit jantung koroner akan mengalami gejala nyeri dada (Gimpel
et al., 2019). Manajemen nyeri yang dilakukan dapat dengan pemberian relaksasi slow
deep breathing yang sangat terkait dengan pemenuhan suplai oksigenasi pada pembuluh
darah jantung. Relaksaasi slow deep breathing ini dapat membuat otot-otot pembuluh

3
darah jantung mengalami relaksasi sehingga akan meningkatkan aliran darah dan suplai
oksigen ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Kemudian, mampu merangsang
tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana
opioid ini berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk memblokir reseptor pada sel-sel
saraf sehingga menggangu transmisi sinyal rasa sakit, sehingga dapat menyebabkan
frekuensi nyeri berkurang. Pemberian relaksaasi slow deep breathing membuat tubuh
menjadi relaks, sehingga seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang,
dalam keadaan tenang dan membuat pasien nyaman ketika gejala nyeri berkurang. (Tri
Sunaryo dan Siti Lestari, 2016).
Selain relaksasi slow deep breathing pemberian psikoedukasi keluarga juga dapat
menurunkan gejala penyakit pasien. Psikoedukasi keluarga merupakan bagian yang
penting dalam pengobatan pasien karena keluarga adalah salah satu indikator yang
paling kuat untuk mempengaruhi pasien dalam perawatan (Siswoaribowo et al., 2018).
Keberhasilan perawat memberikan intervensi, bila tidak diteruskan oleh keluarga
dirumah menyebabkan pengidap akan mengalami kekambuhan gejala kembali.
Pemberian psikoedukasi keluarga semenjak dini dapat meningkatkan keahlian keluarga
dalam menjaga pasien di rumah sehingga dapat meminimalisir kekambuhan gejala
pasien (Sulastri & Fitriani, 2021). Keterlibatan keluarga dalam pemberian intervensi
akan membuat pasien terasa nyaman, karena mendapat dukungan dari keluarga dalam
menjalani terapi pengobatan. Dukungan dari keluarga merupakan bantuan yang
diberikan oleh kelurga untuk memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun
psikologis (Kumboyono et al., 2020).
Pemberian relaksasi slow deep breathing dan psikoedukasi dilakukan dirumah
pasien dan diberikan selama 4 hari berturut-turut. Pengambilan data pasien dilakukan
dengan interview face to face, observasi, dan pemeriksaan fisik. Pada pertemuan pertama,
peneliti mengkaji skala intensitas nyeri yang dirasakan pasien dengan menggunakan
Numeric Rating Scale (NRS), kemudian diberikan intervensi. Pertemuan kedua hingga
keempat, pasien diberikan relaksasi slow deep breathing selama 15 menit atau sampai
nyeri pasien berkurang, dan pada hari keempat, dilakukan pengukuran skala intensitas
nyeri kembali sebagai evaluasi dari terapi yang sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa pemberian teknik slow deep breathing dan psikoedukasi dalam
mengurangi nyeri dada pada pasien penyakit jantung koroner.

Case Report
Ny. A, seorang wanita berusia 57 tahun, didiagnosis penyakit jantung koroner.
Ny.A memiliki keseharian membantu suami yang memliki usaha bengkel motor. Ny.A
memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan didiagnosis memiliki
penyakit jantung coroner sejak bulan Februari 2022. Pada bulan April 2022, Ny.A
mengeluh merasa nyeri dada hebat sebelah kiri yang menjalar ke punggung belakang dan
tangan kiri dan dirasakan selama 3 hari kemudian Ny.A periksa ke rumah sakit. Di rumah
sakit Ny.A dilakukan cek laboratorium, rekam jantung, dan pemeriksaan Percutaneus
Coronar Intervention (PCI). Hasil rekam jantung menunjukkan adanya gelombang ST dan
T yang abnormal dan adanya iskemia. Sedangkan hasil pemeriksaan Percutaneus
Coronar Intervention (PCI) melaporkan adanya sumbatan di pembuluh darah jantung
yang mengharuskan Ny.A dipasang ring jantung.

4
Pada saat pengkajian, Ny.A dalam kondisi kesadaran baik, dapat memahami pertanyaan
dengan baik. Jika ngomong terlalu lama dan melakukan aktivitas berat (seperti, mencuci,
olahraga berat) maka dada terasa sesak dan nyeri, serta terasa ngos-ngosan. Hasil
pemeriksaan fisik Tekanan darah 154/92 mmHg, denyut nadi 96x/menit, dan
pernapasan 20x/menit. Pada saat pengkajian Ny.A juga mengeluhkan nyeri dada sebelah
kiri, yang dapat terlihat dari respon verbalnya yaitu, meringis dan memegang dada
sebelah kiri. Kondisi ini membuat kurang nyaman dan menghambat aktivitas pasien. Dari
hasil pengkajian nyeri PQRST, didapatkan P (Problem): nyeri dada karena penyakit
jantung coroner, Q (Quality): nyeri seperti ditekan-tekan. R (Regio): nyeri didada kiri
menjalar ke tangan kiri sampai punggung, S (Scale): skala nyeri 6, T (Time): nyeri
dirasakan ketika beraktivitas berat. Hasil pemeriksaan lebih lanjut dengan anak pasien,
didapatkan bahwa Ny.A suka makanan yang asin, jarang berolahraga. Dalam keluarga
Ny.A, suka mengkonsumsi makanan yang asin, sehingga pasien terbiasa megkonsumsi
makanan asin. Ny.A mengkonsumsi obat amlodipin 5mg yang seharusnya diminum
setiap hari, namun kadang-kadang lupa minum obatnya. Keluarga juga belum
mengetahui cara untuk mengurangi nyeri pada pasien, jika nyeri keuarga menganjurkan
pasien untuk tidur, namun dirasa pasien tidak efisien untuk mengurangi nyeri tersebut.

Implementation
Pada penelitian ini, implementasi dilakukan pada tanggal 06-09 April 2022
dirumah pasien. Implementasi dilakukan ketika pasien merasakan nyeri dengan durasi
15 menit atau sampai meerasakan nyeri berkurang. Perawat melakukan follow up selama
4 hari berturut-turut melalui keluarga pasien. Mekanisme pemberian intervensi pada
penelitian ini yaitu:

1. Pasien diberikan kuesioner nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS)


sebelum dilakukan intervensi.
Kuesioner Numeric Rating Scale adalah alat ukur nyeri menggunakan angka dari
0-10. Skala ini efektif untuk mengukur nyeri baik sebelum ataupun sesudah
dilakukan intervensi. Nilai 0 yang berarti “tidka nyeri”, nilai 1-3 yang berarti
“nyeri ringan”, niai 4-6 yang berarti “nyeri sedang”, nilai 7-10 yang berarti “nyeri
berat” (Karcioglu et al., 2018).

Gambar 1. Numeric Rating Scale

2. Pasien diberikan intervensi tehnik relaksasi slow deep breathing, dengan langkah-
langkah sebagai berikut: 1) mengatur posisi pasien semi fowler, 2) meminta
pasien meletakkan satu tangan didada dan satu tangan di abdomen (perut), 3)

5
anjurkan pasien menarik napas dalam melalui hidung dalam 5 hitungan dengan
mulut tetap tertutup, 4) meminta pasien merasakan abdomen mengembang saat
menarik napas, 5) meminta pasien menahan napas selama 1-2 detik, 6) meminta
pasien menghembuskan napas perlahan dalam 5 hitungan (melalui mulut dengan
seperti meniup), 7) ulangi langkah 1-6 selama 15 menit atau sampai nyeri
berkurang (Joseph et al., 2022).
3. Setelah dilakukan intervensi, pasien diberikan kuesioner Numeric Rating Scale
(NRS) untuk mengukur skala nyeri.
4. Pemberian slow deep breathing juga dilakukan bersama-sama dengan keluarga.
5. Pemberian psikoedukasi keluarga berupa dukungan dalam merawat keluarga
dengan penyakit jantung koroner. Keluarga rajin mengingatkan pasien untuk
minum obat, konsumsi makanan yang dianjurkan dan memahami tanda gejala
yang dialami pasien. Keluarga sebisa mungkin mendampingi pasien untuk
melakukan relaksasi slow deep breathing jika nyeri dada pasien kambuh dan
memberikan dukungan agar keluarga dan pasien dapat saling membantu dan
memberikan support dalam mengurangi gejala yang dialami pasien.

Result
Selama 4 hari dilakukan implementasi menunjukkan bahwa adanya penurunan
intensitas nyeri pada pasien. Hasil penelitian pada Tabel 1. menunjukkan penurunan skor
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi slow deep berathing. Pada hari pertama,
tidak menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri dengan hasil skala nyeri 6 (nyeri
sedang). Pada hari kedua sampai hari keempat pasien merasakan adanya penurunan
tingkat nyeri yang dirasakan yang menunjukkan penurunan intensitas nyeri dengan skor
3 (nyeri ringan).

Karakteristik Tingkat Nyeri


7
6
5
Skala Nyeri

4
3
2
1
0
Pengukuran Hari Ke-1 Pengukuran Hari Ke-2 Pengukuran Hari Ke-3 Pengukuran Hari Ke-4

Pengukuran Nyeri

Sebelum Sesudah

6
Grafik 1. Karakteristik tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi slow
deep breathing

Pada saat evaluasi di hari keempat, keluarga mengungkapkan lebih rajin


mendampingi pasien pada saat nyeri kambuh dan mendampingi melakukan relaksasi
slow deep berathing. Selalu memberikan dukungan kepada pasien dalam menjalani
pengobatan dan selalu mengutamakan kenyamanan dan pola hidup pasien sesuai
anjuran. Keluarga juga menyatakan pendampingan dalam pemberian relaksasi slow deep
berathing dapat membuat pasien nyaman dan selalu melakukan implementasi tersebut
ketika mengalami nyeri dan pemberian dukungan oleh keluarga dapat mempengaruhi
pasien untuk merubah pola hidupnya. Pemberian pendidikan kesehatan ini juga tidak
dilakukan pada satu anggota keluarga saja, namun diberikan kepada 2 anggota keluarga
yang tinggal satu rumah dengan pasien, sehingga dapat merawat pasien dengan benar.

Discussion
5.1 Nyeri
Masalah keperawatan yang sering muncul pada penyakit jantung coroner adalah
nyeri akut hingga nyeri kronis. Nyeri merupakan suatu pengalaman emosional dan
subjektif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual
ataupun potensial dan dirasakan pada tempat terjadinya kerusakan (Wideman et al.,
2019). Nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif yang dipengaruhi oleh budaya,
persepsi seseorang, perhatian, dan variable-variabel psikologis lain yang menggangu
perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa tersebut.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit
manapun.

Pada pasien penyakit jantung koroner, terjadi sumbatan (atherosclerosis) pada pembuluh
darah jantung (Williams et al., 2019). Atherosclerosis dapat menyebabkan otot jantung
kekurangan darah sehingga fungsi jantung pun terganggu (Hendika Mishbahul Munir,
Darsini, 2016). Berkurangnya aliran darah pada jantung menyebabkan iskemia
miokardium. Ketika kebutuhan oksigen miokardium lebih besar dibanding yang dapat
disuplai oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel miokardium menjadi iskemik dan
berpindah ke metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat
yang merangsang ujung saraf otot, menyebabkan nyeri. Selain itu, penumpukan asam
laktat mempengaruhi permeabilitas membrane sel, yang melepaskan zat seperti
histamine, kinin, enzim khusus yang merangsang serabut saraf terminal diotot jantung
dan mengirimkan impuls nyeri ke system saraf pusat (Sofiah & Roswah, 2022).

Nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda satu sama lain. Pengukuran skor nyeri
berujuan untuk mengetahui rentang nyeri yang dirasakan pasien dengan akurat dan
respon terhadap pengobatan nyeri. (Karcioglu et al., 2018). Pada penelitian ini,
pengukuran skor nyeri mengunakan Numeric Rating Scale (NRS). Numeric rating scale
merupakan alat yang umum digunakan dengan mengharuskan pasien menilai rasa nyeri

7
yang dialami pada skala 0 hingga 10. Skor nyeri ditafsirkan dengan skor 0 (tidak nyeri),
1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat) (Karcioglu et al., 2018). Numeric
rating scale adalah instrumen yang paling sering digunakan karena dapat digunakan
dengan mudah pada anak-anak yang sudah mengenal angka dan orang dewasa.

5.2 Relaksasi Slow Deep Breathing


Relaksasi Slow Deep Breathing adalah pernapasan dalam yang didasarkan pada
integrasi pikiran dan tubuh sehingga dapat menghasilkan relaksasi (Toussaint et al.,
2021). Relaksasi Slow Deep Breathing merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas
dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi daalam darah (Utami, 2016). Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah
untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi
paru, meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun
emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Sedangkan
manfaat yang dapat dirasakan oleh klien setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam
adalah dapat menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan berkurangnya rasa cemas
(Pardede et al., 2018) (Utami, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian diatas, sebelum dilakukan implementasi relaksasi
slow deep breathing pada pasien nilai intensitas nyeri pasien pada hari pertama yaitu 6
(nyeri sedang). Setelah dilakukan pemberian relaksasi slow deep breathing pada hari
keempat menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri yaitu 4 yang berarti skor nyeri
ringan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa relaksasi slow deep
breathing dapat menurunkan intensitas nyeri dan dapat dilakukan secara mandiri. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gholamrezaei et al. (2022),
menjelaskan bahwa adanya tingkat penurunan nyeri dada pada pasien penyakit jantung
koroner di Belgia pada kelompok eksperimen setelah dilakukan intervensi relaksasi
nafas dalam dan lambat dibandingkan dengan pernafasan yang tidak terkontrol.
Meskipun perbedaan keseluruhan dalam intensitas nyeri antara pernapasan terkontrol
dan pernapasan tidak terkontrol adalah sekitar 0,5 poin (dari 10), perbedaan ini
meningkat sekitar 1 poin pada mereka dengan skor nyeri yang lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan Hany, dkk (2019) pada menunjukkan bahwa pada
karakter nyeri dada, kelompok studi menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah
penerapan teknik nafas dalam pada 2 hari dalam semua karakter nyeri (keparahan,
kualitas, , dan ekspresi), dengan lebih dari mereka tidak menunjukkan rasa sakit sama
sekali, dibandingkan dengan persentase yang lebih tinggi dari kelompok kontrol
mengeluh nyeri sedang, kualitas nyeri, dengan pola konstan, dan ekspresi gelisah. Hasil
ini menegaskan efek positif dari latihan teknik pernapasan dalam pada pengurangan
nyeri (Hany et al., 2019). Dalam teori disebutkan bahwa tehnik relaksasi napas dalam,

8
dapat membantu mengurangi nyeri, sehingga membuat pasien merasa nyaman, tidak
gelisah (Brunner & Suddrath., 2015).
Pemberian teknik relaksasi napas dalam selain dapat menurunkan tingkat nyeri,
juga efektif untuk mengurangi stres yang dialami pasien ketika mengalami nyeri. Manfaat
teknik relaksasi napas dalam antara lain yaitu ketentraman hati, berkurangnya rasa
cemas, khawatir, dan gelisah. Selanjutnya bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah,
membuat detak jantung lebih rendah, dan ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit.
Selain itu bermanfaat bagi kesehatan mental menjadi lebih baik, membuat tidur lebih
lelap, daya ingat menjadi lebih baik, dan meningkat kreativitas serta keyakinan (Khan,
Ahmed, & Choi, 2016).

5.3 Psikoedukasi Keluarga


Psikoedukasi adalah upaya yang dapat diberikan kepada individu, keluarga dan
kelompok dalam upaya untuk merubah perilaku, fokus pendidikan kesehatan tidak
hanya fokus pada peningakatan pengetahuan tetapi juga adanya peningakatan sikap dan
perilaku. Psikoedukasi keluarga dapat disimpulkan bahwa suatu terapi modalitas berupa
pemberian informasi dan melatih keterampilan kepada individu atau keluarga dengan
cara komunikasi terapeutik (Valiee et al., 2017). Tujuan dari psikoedukasi keluarga
adalah untuk memberi informasi antara perawat dengan anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Noonan et al., 2018). Pemberian informasi tersebut
dapat membantu anggota keluarga memahami penyakit fisik anggota keluarga yang sakit
seperti gejala, pengobatan yang diperlukan untuk mengurangi gejala, dan penggunaan
mekanisme koping yang efektif untuk mengurangi perasaan klien atau keluarga yang
cenderung negatif (Niman et al., 2020).

Berdasarkan penelitian diatas, didapatkan keluarga mengungkapkan lebih rajin


mendampingi pasien pada saat nyeri kambuh dan mendampingi melakukan relaksasi
slow deep berathing untuk mengurangi nyeri. Selalu memberikan dukungan kepada
pasien dalam menjalani pengobatan. Pemberian dukungan oleh keluarga dapat
mempengaruhi pasien untuk merubah pola hidupnya dan menurunkan gejala yang
dirasakan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Valiee et al., (2017),
melaporkan bahwa program psikoedukasi dapat meningkatkan fungsi fisik, kesehatan
umum, perawatan diri, dan pengendalian serta pengurangan nyeri dada pada pasien
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain menggunakan terapi relaksasi dan
program psikoedukasi menyatakan bahwa kedua metode ini efektif tidak hanya
mengurangi keparahan kecemasan dan gejala depresi namun juga dapat menurunkan
gejala kekambuhan penyakit (Zyto et al., 2020).
Dalam keluarga, anggota keluarga dapat memainkan peran penting dalam
merawat anggota keluarga yang sakit. Caregiver atau pengasuh keluarga adalah
seseorang dalam keluarga yang memberikan perawatan kepada orang lain yang sakit,
bahkan biasanya orang tersebut sangat bergantung pada pengasuhnya. Kehadiran
keluarga sangat berarti dan membuat perasaan lebih nyaman bagi anggota keluarga yang
sakit. Persepsi individu terkait dengan dukungan yang diterima dapat melindungi
individu dari stresor, memperkuat efikasi diri dan nilai-nilai individu. Persepsi individu
tentang dukungan atau dukungan sosial yang diterima individu sangat bermanfaat bagi
kesehatan dan kesejahteraan individu (Niman et al., 2020).

9
Program psikoedukasi keluarga dengan penyakit kronis sangat penting karena
psikoedukasi memungkinkan keluarga untuk mengelola diri terhadap penyakit yang
dialami oleh anggota keluarga sehingga akan mengurangi beban gejala penyakit dan
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Partisipasi keluarga dalam mendampingi
klien minum obat, program diet yang dianjurkan, pengobatan non-farmakologi, dan
mengisi waktu luang yang positif dapat meningkatkan keberhasilan manajemen
pengobatan penyakit jantung koroner (Niman et al., 2020).

Conclusion
Setelah diberikan intervensi relaksasi slow deep breathing menunjukkan adanya
penurunan skor nyeri yang dirasakan pasien. Sebelum diberikan intervensi skor nyeri
pasien 6 yang menunjukkan nyeri tingkat sedang, setelah 4 hari dilakukan intervensi
intensitas nyeri berkurang menjadi 4 yang menunjukkan nyeri ringan. Relaksasi slow
deep breathing ini dapat menunjukkan hasil yang signifikan, jika pasien kooperatif dan
mau melakukannya secara rutin ketika nyeri kambuh. Relaksasi slow deep breathing juga
dapat dilakukan pasien secara mandiri. Pada penelitian ini juga dilakukan Psikoedukasi
kepada keluarga, yang menunjukkan keluarga mampu mengatasi masalah yang dialami
pasien (seperti nyeri) dan berdampak pada kepedulian keluarga kepada pasien dan juga
memberi dukungan untuk menjalani terapinya. Peran ini dapat mendukung pasien untuk
memiliki motivasi untuk sembuh dan mengurangi gejala yang dirasakan pasien.

Ethics approval and consent to participate


Penelitian sebelumnya dilakukan dengan memberikan informed consent tertulis kepada
pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini mempertahankan kejujuran, privasi pasien dan
keluarga, serta anonimitas.

Acknowledgments
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pasien, keluarga, dan teman-teman yang telah
membantu dan memberikan support untuk jalannya penelitian ini dari awal hingga akhir.

Daftar Pustaka
Gholamrezaei, A., Van Diest, I., Aziz, Q., Pauwels, A., Tack, J., Vlaeyen, J. W. S., & Van Oudenhove, L. (2022).
Effect of slow, deep breathing on visceral pain perception and its underlying psychophysiological
mechanisms. Neurogastroenterology & Motility, 34(4). https://doi.org/10.1111/nmo.14242
Gimpel, D., Fisher, R., Khan, Z., & McCormack, D. J. (2019). Primary care management of chest pain after
coronary artery bypass surgery. BMJ, 1303(April), l1303. https://doi.org/10.1136/bmj.l1303
Hany, S. M., Ali, Z. H., & Abdel-Azeem Mostafa, H. (2019). Effect of Deep Breathing Technique on severity of
Pain among Postoperative Coronary Artery Bypass Graft patients. International Journal of Novel
Research in Healthcare and Nursing, 6(2), 32–46. www.noveltyjournals.com
Hendika Mishbahul Munir, Darsini, D. H. (2016). Asuhan Keperawatan Tn. A dengan Nyeri Akut Pada Kasus
Penyakit Jantung Koroner (Laporan Kasus di Paviliun Kemuning RSUD Jombang). Journal

10
Keperawatan, 11(1), 778–783. http://digilib.stikesicme-jbg.ac.id/
Joseph, A. E., Moman, R. N., Barman, R. A., Kleppel, D. J., Eberhart, N. D., Gerberi, D. J., Murad, M. H., & Hooten,
W. M. (2022). Effects of Slow Deep Breathing on Acute Clinical Pain in Adults: A Systematic Review and
Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Journal of Evidence-Based Integrative Medicine, 27, 1–
10. https://doi.org/10.1177/2515690X221078006
Karcioglu, O., Topacoglu, H., Dikme, O., & Dikme, O. (2018). A systematic review of the pain scales in adults:
Which to use? The American Journal of Emergency Medicine, 36(4), 707–714.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2018.01.008
Kemenkes RI. (2021). Penyakit Jantung Koroner Didominasi Masyarakat Kota – Sehat Negeriku. Kemenkes RI.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20210927/5638626/penyakit-jantung-koroner-
didominasi-masyarakat-kota/
Kumboyono, Kumboyono; Alfianto, Ahmad Guntur; Wihastuti, Titin Andri; Wuryaningsih, Emi Wuri; Lestari,
Y. C. (2020). Psychoeducation for Improving Self Efficacy of Care Givers in Risk Coronary Heart Disease
Prevention: The Study of Family Empowerment. Indian Journal of Public Health Research &
Development, 2309–2313. https://doi.org/https://doi.org/10.37506/ijphrd.v11i3.2736
Melastuti, E., & Ramadini, M. P. (2021). Hubungan Tingkat Ansietas Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien
Miocard Infark. Jurnal Ilmu Kesehatan UMC, 10(1), 20–26.
Miao, K. H., & Miao, J. H. (2018). Coronary heart disease diagnosis using deep neural networks. International
Journal of Advanced Computer Science and Applications, 9(10), 1–8.
https://doi.org/10.14569/IJACSA.2018.091001
Mohammed, M., Aziz, A., Mohamed, F., & Wafa, A. (2018). Psycho-educational Program on Psychological
Status of Patients with Coronary Heart Disease. Journal of Nursing a Nd Health Science (IOSR-JNHS),
7(6), 17–27. https://doi.org/10.9790/1959-0706011727
Muhammad Ridwan, Yusni, & Nurkhalis. (2020). Analisis Karakteristik Nyeri Dada Pada Pasien Sindroma
Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Journal of Medical Science,
1(1), 20–26. https://doi.org/10.55572/jms.v1i1.5
Nguyen, L. T., Alexander, K., & Yates, P. (2018). Psychoeducational Intervention for Symptom Management of
Fatigue, Pain, and Sleep Disturbance Cluster Among Cancer Patients: A Pilot Quasi-Experimental Study.
Journal of Pain and Symptom Management, 55(6), 1459–1472.
https://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2018.02.019
Niman, S., Hamid, A. Y. S., & W, I. Y. (2020). The Effect Of Family Psychoeducation On Social Support Among
Congestive Heart Failure Patients. Nursing Journal, 8(1), 9. https://doi.org/10.20527/dk.v8i1.7679
Noonan, M. C., Wingham, J., & Taylor, R. S. (2018). ’Who Cares?’ The experiences of caregivers of adults living
with heart failure, chronic obstructive pulmonary disease and coronary artery disease: a mixed
methods systematic review. BMJ Open, 8(7), e020927. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-
020927
Pardede, J. A., Sitepu, F. S. A., & Saragih, M. (2018). The Influence of Deep Breath Relaxation Techniques and
Five-Finger Hypnotic Therapy on Preoperative Patient Anxiety. Journal of Psychiatry, 3(1), 1–8.
https://doi.org/http://doi.org/10.32437/Jpsychiatry-2018
Rasmawati, R., Keliat, B. A., & Susanti, H. (2020). Improvement in Patients’ Ability to Care for Anxiety and
Impaired Body Image: A Case Report of Acceptance and Commitment Therapy and Family
Psychoeducation. Jurnal Keperawatan Indonesia, 23(2), 102–110.
https://doi.org/10.7454/jki.v23i2.653
Siswoaribowo, A., Sakundarno, M., & Mu’in, M. (2018). EFFECT OF FAMILY PSYCHOEDUCATION ON
CAREGIVER SUPPORT IN THE TREATMENT OF PATIENTS WITH TYPE II DIABETES MELLITUS.
Belitung Nursing Journal, 4(1), 112–119. https://doi.org/10.33546/bnj.342
Sofiah, W., & Roswah, L. F. (2022). Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami Iinfark Miokard Akut Dengan
Nyeri Melalui Teknik Relaksasi Nafas Dalam. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 10(1), 73–
83. https://doi.org/https://doi.org/10.36085/jkmb.v10i1.3245
Suddrath., B. &. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. egc.
Sulastri, & Fitriani, D. R. (2021). Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Keluarga

11
Dalam Merawat Pasien Agresif: Literature Review. Borneo Student Research, 2(2), 761–770.
https://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/article/view/1519/772
Toussaint, L., Nguyen, Q. A., Roettger, C., Dixon, K., Offenbächer, M., Kohls, N., Hirsch, J., & Sirois, F. (2021).
Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation, Deep Breathing, and Guided Imagery in Promoting
Psychological and Physiological States of Relaxation. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine, 2021, 1–8. https://doi.org/10.1155/2021/5924040
Tri Sunaryo dan Siti Lestari. (2016). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri
Pada Pasien Acute Myocardial Infarc. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(2), 147–151.
http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/
Utami, S. (2016). Efektifitas relaksasi napas dalam dan distraksi dengan latihan 5 jari terhadap nyeri post
laparatomi. Universitas Riau, 4(1), 1–13. https://doi.org/https://doi.org/10.26714/jkj.4.1.2016.61-73
Valiee, S., Razavi, N. S., Aghajani, M., & Bashiri, Z. (2017). Effectiveness of a psychoeducation program on the
quality of life in patients with coronary heart disease: A clinical trial. Applied Nursing Research, 33, 36–
41. https://doi.org/10.1016/j.apnr.2016.09.002
Wideman, T. H., Edwards, R. R., Walton, D. M., Martel, M. O., Hudon, A., & Seminowicz, D. A. (2019). The
Multimodal Assessment Model of Pain. The Clinical Journal of Pain, 35(3), 212–221.
https://doi.org/10.1097/AJP.0000000000000670
Williams, M. C., Moss, A. J., Dweck, M., Adamson, P. D., Alam, S., Hunter, A., Shah, A. S. V., Pawade, T., Weir-
McCall, J. R., Roditi, G., van Beek, E. J. R., Newby, D. E., & Nicol, E. D. (2019). Coronary Artery Plaque
Characteristics Associated With Adverse Outcomes in the SCOT-HEART Study. Journal of the American
College of Cardiology, 73(3), 291–301. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.10.066
Yuni Retnasari, M. S. I. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN: NYERI DI IGD RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA. 66, 1–2.
Zyto, S., Jabben, N., Schulte, P. F. J., Regeer, E. J., Goossens, P. J. J., & Kupka, R. W. (2020). A multi-center
naturalistic study of a newly designed 12-sessions group psychoeducation program for patients with
bipolar disorder and their caregivers. International Journal of Bipolar Disorders, 8(1).
https://doi.org/10.1186/s40345-020-00190-5

12
Lampiran

LEMBAR HASIL PLAGIASI

13
14

Anda mungkin juga menyukai