Anda di halaman 1dari 53

IMPLEMENTASI TERAPI SLOW STROKE BACK MASSAGE

UNTUK MENURUNKAN NYERI KEPALA PADA Tn. B


KASUS HIPERTENSI DI RSUD UNDATA
PROVINSI SULAWESI TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Ahli Madya Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

PRATYAHARA
NIM : PO7120123065

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN JUSTITIA
YAYASAN PENDIDIKAN JUSTITIA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga panulis dapat menyelesaikan penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Implementasi Terapi Slow Stroke Back

Massage Untuk Menurunkan nyeri pada pasien Hipertensi di RSUD Undata Palu

Provinsi Sulawesi Tengah” dapat di selesaikan sebagaimana mestinya

Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada orang tua Alm. Samsudin Saleba dan ibu Siti Aisyah yang telah memberikan

dukungan, materi serta motivasi dalam terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini, penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada Negara yang telah memberikan fasilitas

beasiswa melalui program KIP Kuliah Melalui perpanjangan tangan Pokja

Kemahasiswaan LLDIKTI 16 Wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi

Tengah.

Secara khusus penulis mengucapakan terima kasiah kepada

1. Bapak Dgr.Herri.,M.kep selaku Direktur RSUD Undata Provinsi Sulawesi

Tengah yang terlah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan

penelitian di RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah

2. Ibu Dra.Hj.Hasiati Ponulele M.Kep selaku ketua Yayasan Akademi

Keperawatan Justitia
3. Bapak Syaiful,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing I yang telah

banyak memberikan masukan, saran dan dukungan kepeda panulis dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

4. Ibu Sri Yulianti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan banyak membeikan masukan bagi penulis dalam menyusun

karya tulis ini

5. Seluruh dosen Akademi Keperawatan Justitia yang selama ini telah megajar,

membimbing dan memberikan motivasi dalam penulisan karya tulis ini

6. Seluruh teman-teman agkata 20 yang saya tidak bias sebut satu persatu.

Terima kasih atas pertemanan selama ini

7. Buat sahabat-sahabat saya yang selalu ada dan memberikan motivasi dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Terima kasih kawan kalian yang terbaik

8. Buat keluarga yang selelu memberikan dukugan doa dan meteri agar dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

Palu 28 Oktober 2023

Peneliti

Pratyahara
BAB I
PENAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hipertensi menjadi permasalahan kesehatan utama di Negara maju

dan Negara berkembang, hipertensi merupakan penyakit yang tidak menular dan

merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Menurut World Health

Organization (WHO) prevalensi hasil dari penyakit hipertensi dunia yaitu sebesar

1,28 juta yang diantaranya memiliki umur 30-79 tahun dari total penduduk yang

berada di negara berkembang di seluruh dunia pada tahun 2021 (WHO, 2020 dalam

Siauta at al, 2023)

Berdasarkan hasil data Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi di

Indonesia pada umur ≥18 tahun mengalami perbandingan peningkatan tahun 2013

yaitu 25,8% menjadi 34,1% pada tahun 2018. Penderita hipertensi menurut

karakteristik umur pada usia 18 sampai 24 tahun sebesar>13,2 %, pada usia 25-34

sebesar>20,1 %, pada usia 35-44 sebesar>31,6%, pada usia 45-54 sebesar>45,3%,

pada usia 55-64 sebesar>55,3%, pada usia 65-74 sebesar>62,3%, dan pada usia 77

tahun ke atas sebesar>69,5%. Prevalensi hipertensi tertinggi pertama yaitu berada di

Bangka Belitung sebesar 30,90% dan Sulawesi Tengah berada di posisi ke-

enam yaitu sebesar 28,70% (Kemenkes, 2019 dalam Hidayat, 2023)

Menurut data Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah pasien

hipertensi di provinsi Sulawesi Tengah adalah 384.072 (2,33%). Presentase capaian

hipertensi dilihat dari angka estimasi tertinggi yaitu pada tahun 2020 berada pada
Kabupaten Donggala dengan capaian 7,11%, berdasarkan data penderita hipertensi

sebanyak 65.398 jiwa dan yang mendapatkan pelayanan hipertensi adalah sebanyak

4.650 jiwa. Kabupaten yang memiliki nilai estimasi hipertensi terendah adalah

Kabupaten Morowali Utara dengan estimasi jumlah penderita hipertensi sebanyak

20.917 jiwa dan yang mendapatkan pelayanan kesehatan mencapai 28 jiwa (Siauta at

al.,2023).

Berdasarkan rekap medik RSUD Undata Sulawesi Tengah, jumlah pasien

hipertensi yang di rawat pada tahun 2020 sejumlah 216 orng, pada tahun 2021

sejumlah 232 orang, pada tahun 2022 sejumlah 418 orang dan pada tahun 2023 mulai

dari bulan Januari tanggal 04 sampai dengan bulan Mei tanggal 24 sejumlah 168

orang. Dari hasil rekamedik mulai dari periode 01 januari 2020 sampai dengan 31

mei 2023 total keseluruhan berjumlah 1034 orang)

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik akan

tetapi, ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi seperti genetik,

obesitas, stress, hilangnya elastisitas dan arterosklerosis pada orang tua . Jika

seseorang yang telah lama terdiagnosa hipertensi dan tidak diobati akan

menyebabkan komplikasi antara lain, stroke, serangan jantung, gagal jantung, gagal

ginjal kronik, dan mata (retinopati hipertensif). Beberapa pasien yang menderita

hipertensi biasanya mengalami tanda dan gejala seperti, sakit kepala, penglihatan

kabur, telinga berdenging, kebingungan, detak jantung tidak teratur, nyeri dada,

pusing, lemas, terdapat darah dalam urin, peningkatan vena jugularis dan nyeri
merupakan gejala yang menjadi salah satu manifestasi klinis bagi penderita

hipertensi.

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional dimana seseorang yang

mengalami nyeri merasa tidak nyaman dan nyeri hanya dapat dirasakan oleh

penderita tersebut atau bersifat subjektif. Skala nyeri yang di rasakan oleh pasien

hipertensi bisanya berskala 4 sampai 6 atau nyeri sedang (Ferdisa & Ernawati, 2021).

Oleh karena itu dibutuhkan peran perawat dalam penatalaksanaan yang tepat

dan baik dalam penangan nyeri seperti penatalaksanaan Terapi farmakologi yang

dapat di berikan yaitu obat-obatan dan terapi non farmakologi yang dapat di berikan

salah satunya terapi slow storke back massage.

Terapi slow storke back massage merupakan merupakan pemijatan secara

lembut pada bagian punggung dengan gerakan stimulasi sebanyak 60 kali dalam 3

menit yang bertujuan memperlancar peredaran darah dan memberikan efek

kenyamanan sehingga dapat menurunkan skala nyeri kepala akibat Hipertensi. Terapi

slow stroke back massage dapat di lakukan dengan cara mengusapkan lotion atau

munyak serai kemudian lakukan pemijatan secara lembut pada bagian punggung

dengan gerakan stimulasi sebanyak 60 kali dalam 3 menit.

Penelitian yang di lakukan oleh Sarina Sormin (2021) tentang terapi slow stroke

back massage di dapatkan hasil bahwa pasien yang mempunyai diagnosa nyeri

kepala akibat hipertensi. Sebelum di berikan terapi slow stroke back massage, pasien

meringis akibat nyeri yang di rasakan. Setelah di berikan penatalaksanaan tentang

terapi ssbm, nyeri kepala yang di rasakan dapat menurun dengan pemenuhan
kebuuhan rasa nyaman. Dari hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa terapi

ssbm terbukti dapat menurunkan nyeri kepala pada pasien hipertensi

Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian studi kasus

tentang implementasi pemberian terapi slow stroke back massage untuk mengurangi

nyeri pada pasien hipertensi di RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah.

B. Rumusan Masalah
Merujuk dengan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, maka peneliti

menyusun rumusan masalah dalam proposal ini yaitu Bagaimana Implementasi terapi

slow stroke back massage untuk mengurangi nyeri pada pasien hipertensi di instalasi

rawat inap RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah?

C. Tujuan Studi Khasus


1. Tujuan Umum

Di implementasikan terapi slow stroke back massage untuk mengurangi nyeri

pada pasien hipertensi di instalasi rawat inap RSUD Undata Provinsi Sulawesi

Tengah

2. Tujuan khusus

a) Di lakukan pengkajian pada pasien Hipertensi dengan masalah nyeri akut

di instalasi rawat inap RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah

b) Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Hipertensi dengan

masalah nyeri akut di instalasi rawat inap RSUD Undata Provinsi Sulawesi

Tengah
c) Membuat perencanaan terapi slow stroke back massage pada pasien

Hipetensi dengan masalah nyeri akut di instalasi rawat inap RSUD Undata

Provinsi Sulawesi Tengah

d) Melaksanakan implementasi terapi slow stroke back massage pada pasien

Hipetensi dengan masalah nyeri akut di instalasi rawat inap RSUD Undata

Provinsi Sulawesi Tengah

D. Manfaat Studi khasus


1. Manfaat Bagi Penulis

Studi kasus ini sebagai bahan tambahan pengetahuan dan membandingkan

antara teori yang didapat selama perkuliahan dengan praktik ketrampilan dan

pengalaman untuk pengembangan ilmu keperawatan meikal bedah dalam

memberikan Terapi slow stroke back massage pada pasien hipertensi di Rumah

Sakit Umun Undata Provinsi Sulawesi Tengah.

2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar tentang terapi SSBM

yang dapat digunakan sebagai acuan praktek bagi mahasiswa keperawatan terkait

dengan mata kuliah keperawatan medikal bedah

3. Manfaat bagi rumah sakit

Sebagai masukan bagi institusi rumah sakit agar memberikan motivasi

perawat medikal bedah dalam melakukan perawatan yaitu dengan tindakan terapi

slow stroke back massage dengan tujuan untuk megurangi nyeri pada paien

hipertensi di Rumah Sakit Umun Undata Provinsi Sulawesi Tengah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tijnauan Umum Tentang Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi merupakan suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam

pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa ke

seluruh jaringan dan organ – organ tubuh secara terus menerus lebih dari satu

periode. Hipertensi adalah kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah

sistolik 140 mmHg dan tekanan darah distolik 90 mmHg. Hipertensi juga

merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular (Safitri,

2021)

Jika hipertensi tidak di tangani dengan benar, dapat menyebabkan stroke,

serangan jantung, gagal jantung, demensia, gagal ginjal dan masalah penglihatan

pada seseorang. (WHO) memperkirakan hipertensi menyebabkan 9,4 juta

kematian dan mencakup 7% dari beban penyakit di dunia.(Sormin at al, 2022)

2. Fisiologi

1. Tekanan darah

Tekanan darah adalah darah yang dipompa oleh jantung terhadap

dinding arteri. Pada manusia, darah dipompa melalui dua sistem sirkulasi

terpisah dalam jantung yaitu sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik.

Ventrikel kanan jantung memompa darah yang kurang O2 ke paru-paru

melalui sirkulasi pulmonal di mana CO2 dilepaskan dan O2 masuk ke darah.


Darah yang mengandung O2 kembali ke sisi kiri jantung dan dipompa keluar

dari ventrikel kiri menuju aorta melalui sirkulasi sistemik di mana O2 akan

di salurkan ke seluruh tubuh(Amiruddin at al.2015)

3. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik, tetapi

Hipertensi dapat terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau

peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang memengaruhi

terjadinya hipertensi :

a) Genetik, yaitu respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau

transport

b) Obesitas, yaitu terkait dengan tingkat insulin yang tinggi mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

c) Stress, yaitu karena afaktor lingkungan

d) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah

(Aspiani, 2016)

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan ;

a) Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui dan

di derita Sekitar 95% orang. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih

difokuskan pada pasien yang sangat membutuhkan.

Hipertensi primer disebabkan oleh faktor berikut ini:


1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi.

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur

(jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamn (pria

lebih tinggi tingkat hipertensi dari perempuan).

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah

konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30g), kegemukan atau makan

berlebih, stress, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan (efedrin,

prednisone, epinefrin).

b) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyebab yang jelas, salah satu

contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal akibat penyempitan

pembuluh darah ginjal (stenosis arteri renalis). Kelainan ini dapat bersifat

kongenital atau akibat aterosklerosis stenosis. Arteri renalis menurunkan aliran

darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan

pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara

langsung meningkatkan tekanan darah dan secara tidak langsung meningkatkan

sintesis andosteron dan reabsorpsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan


pada stenosis dan ginjal yang terkena dapat di angkat maka tekanan darah akan

kembali ke normal (Dewi, 2023).

Penyebab lain dari hipertensi sekunder termasuk ferrochromocytoma, yang

merupakan tumor adrenal yang mensekresi epinefrin, meningkatkan denyut

jantung, volume sekuncup dan penyakit Cushing, yang menyebabkan

peningkatan laju sekuncup karena retensi garam dan peningkatan volume

sekuncup (Aspiani,2016 dalam Sari.2020).

4. Manifestasi klinis

Menurut (Oktavianus; Febriana Sartika Sari 2014) kebanyakan orang

dengan darah tinggi tidak memiliki tanda atau mengalami gejala, meskipun

tekanan darah mencapai level tinggi yang membahayakan kesehatan. Meskipun

beberapa orang dengan hipertensi tahap awal mungkin mengalami “dull

headaches”, pusing atau mimisan, tanda dan gejala ini biasanya tidak muncul

sampai hipertensi tahap yang berat bahkan tingkat yang mengancam nyawa

(Pratama, 2022).

Secara umum orang dengan hipertensi terlihat sehat dan sebagian besar

tidak menimbulkan gejala. Tapi ada pula gejala awal yang mungkin timbul dari

hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan (Cookson & Stirk, 2019).


5. Klasifikasi

Secara klinis hipertensi dapat di klasifikasikan menjadi beberapa kelompok

yaitu:

Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah

(mmHg) diastolik (mmHg)

Tekanan

Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg

Normal 120 – 129 mmHg < 80 mmHg

Normal Tinggi 130 - 139 mmHg 80 – 89 mmHg

Hipertensi derajat 1 140 - 159 mmHg 90 - 99 mmHg

Hipertensi derajat 2 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg

≥180

Hipertensi derajat 3 ≥180 mmHg ≥110 mmHg

Hipertensi sistolik ≥140 mmHg <90 mmHg

terisolasi

Tabel 2.1 (Cookson & Stirk, 2019)


6. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh ACE. ACE memegang peranan penting dalam mengatur

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi

angiotensin I. ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I kemudian diubah

menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam

menaikkan tekanan darah karena bersifat vasokonstriktor melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa

haus. ADH diproduksi di otak (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin dengan meningkatan ADH (Safitri, 2021).

Sangat sedikit urin yang diekskresikan keluar tubuh (antidiuresis),

sehingga urin menjadi pekat dan osmolalitasnya meningkat. Untuk

mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat

yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah

menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal (anak ginjal). Aldosteron

merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler (Nuraini, 2015 dalam Meilina

Sumarno,2021).
Pathway ( Dewi, 2023)
Umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas arterio

sklerosis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontruksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah

sistemik
Resistensi pembuluh Suplai O2 Vasokontruksi pembuluh
vasokontruksi
darah otak Darah ginjal
sinkop Afterload
Nyeri akut
Perfusi perifer

Tidak efekti Resiko tinggi


Boold flow
Prnurunan curah
Rangsangan aldosteron
aliran darah
Fatique
Retensi Na Respon RRA
Intoleransi

Edema aktifitas

Hipovolemia
7. Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

1. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal

2. Kreatinin serum dan nitrogen urea darah meningkat pada hipertensi

karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.

3. Darah perifer lengkap

4. Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)

b) EKG

1. Hipertrofi ventrikel kiri

2. Iskemia atau infark miocard

3. Peninggian gelombang P

4. Gangguan konduksi

c) Foto Rontgen

1. Bentuk dan besar jantung.

2. Pembendungan, lebar paru

3. Hipertrofi parenkim ginjal

4. Hipertrofi vascular ginjal

(Nisa, 2020 dalam Meilina Sumarno,2021)


8. Komplikasi

Kompikasi hipertensi menurut (Trianto, 2014):

a. Penyakit jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pektoris, dan gagal jantung.

b. Ginjal

Munculnya gagal ginjal akibat kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler ginjal, glomerulus. Kerusakan glomerulus, akan menyebabkan

aliran darah ke unit fungsional ginjal dan nefron terganggu, sehingga

menjadi hipoksia dan kematian. Kerusakan pada glomerulus, mengakibatkan

protein diekskresikan dalam urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma

menurun dan terjadi edema.

c. Otak

Komplikasi termasuk stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronis ketika arteri yang mensuplai otak mengalami hipertrofi dan

penebalan, sehingga aliran darah ke daerah yang disuplai darah berkurang.

d. Mata

Komplikasi termasuk perdarahan retina, kehilangan penglihatan dan bahkan

kebutaan.
e. Kerusaka pada pembuluh darah arteri

Jika tekanan darah tinggi tidak terkontrol, maka pembuluh darah arteri dapat

menjadi rusak dan menyempit yang sering disebut aterosklerosis dan

aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)(Sari, 2011).

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan :

a) Terapi nonfarmakologi

Terapi nonfarmakologi Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang,

sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian

yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan

prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup dengan

mengadopsi pola makan Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH)

yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik, dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja.

Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti

rasionalitas intervensi diet:

a) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang

dengan berat badan ideal

b) Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)

c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat

menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk


d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga

prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat

berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit

kardiovaskular.

e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat

menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.

f) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,

kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik

dengan pembatasan natrium.

b) Terapi farmakologi

Terapi farmakologi merupakan terapi hipertensi dengan menggunakan

obat-obatan kimiawi. Pemilihan obat yang tepat untuk mengobati hipertensi

sebaiknya dikonfirmasikan dengan dokter. Beberapa jenis obat antihipertensi

sebagai berikut :

a) Diuretik

Tablet Hydrochlortiazide (HCT), Lasix (Furosemide), merupakan

golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via

urine. Tetapi karena potassium berkemungkinan terbuang dalam cairan

urine, maka pengontrolan konsumsi potassium harus dilakukan.

b) Penghambat simpatetik

Obat golongan simpatetik bekerja dengan cara menghambat

aktivitas saraf simpatis. Saraf simpatis merupakan saraf yang bekerja


saat kita beraktivitas. Contoh obat golongan ini adalah klonidin dan

reserpin.

c) Beta blocker

Obat golongan beta blocker bekerja dengan cara menurunkan daya

pompa jantung. Obat ini tidak dianjurkan bagi penderita asma. Contoh

obat golongan ini adalah propanolol, metoprolol, atenolol

d) Vasodilator

Obat jenis vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah

dengan merelaksasi otot polos atau otot pembuluh darah. Contoh obat

golongan ini adalah prazosin dan hidralasin

Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi

dianjurkan:

1. Mempunyai efek aditif

2. Mempunyai efek sinergisme 3. Mempunyai sifat saling mengisi

3. Penurunan efek samping masing-masing obat

4. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu

5. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan

pasien

(Vinet & Zhedanov, 2011)


B. Konsep Nyeri

1. Definisi

Menurut (Yudiatma & Dkk, 2021) Nyeri merupakan sensasi yang rumit,

unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena

respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bia disamakan satu

dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri

pada klien.

Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepinya.

Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara

sederhana, Nyeri dapat diartikan sebagai sensasi yang tidak menyenangkan baik

secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya keruasakan

suatu jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa.

2. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat dibedakan menjadi

a. Nyeri somatik luar yang stimulusnya berasal menurut kulit, jaringan membran

mukosa dan subkotan. Biasanya terjadi rasa terbakar, terlokalisasi dan jatam.

b. Nyeri somatik pada Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi

menggunakan dampak rangsangan dalam otot-otot rangka, sendi, tulang, dan

jaringan ikat.

c. Nyeri viseral dapat Terjadi lantaran adanya perangsangan pada organ viseral

atau organ yang menutupi (pleura parietalis, periteneum, pericardium).


3. Jenis-jenis nyeri

1. Skala analog visual

Gambar 2.1 Skala Analog Visual

Skala analog visual (visual analog scale, VAS) adalah suatu garis

lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala

ini memberi pasien kebebasan penuh untu mengidentifikasikan keparahan

nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih

sensitive karena klien dapat mengidentifikasikan setiap titik pada

rangkaian dari pada di paksa memilih satu kata atau angka (Potter, dkk.,

2017 dalam (Yunita, 2021).

2. Numeric rating scale

Skala penilaian numeric (numeric rating scale, NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsian kata (Maryunani., 2014). Dalam

hal ini pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 :

Keterangan :

0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunukasi dengan

baik)

4-6 : nyeri sedang (secara obyektif klien tampak mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : nyeri sangat berat (klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

3. Skala verbal rating scale (VRS)

Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala reda

nyeri. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau 17

angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat

berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang / berkurangnya nyeri dapat

dinyatakan sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang,

baik atau nyeri hilang sama sekali. Kekurangan skala ini membatasi

pilihan kata klien sehingga skala ini tidak dapat membedakan berbagai

tipe nyeri (Yudiyanta, dkk., 2015) dalam (Yunita, 2021)


4. Wong baker faces pain rating scale

2.4 Gambar Wong baker faces pain rating scale

Skala nyeri ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya

dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita

menanyakan keluhannya. Skala nyeri ini adalah skala kesakitan yang

dikembangkan oleh Donna wong dan Connie baker. Skala ini

menunjukkan serangkaian wajah mulai dari wajah gembira pada 0 “tidak

ada sakit hati” sampai wajah menangis di skala 10 yang menggambarkan

“sakit terburuk”. Pasien harus memilih wajah yang paling

menggambarkan bagaimana perasaan mereka. Penilaian skala nyeri ini

dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas. Tidak semua pasien dapat

memahami atau menghubungkan skala intensitas nyeri dalam bentuk

angka. Pasien dalam hal ini mencakup anak-anak yang tidak mampu

mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal, pasien lansia

dengan gangguan kognisi atau komunikasi, dan orang yang tidak bisa

berbahasa inggris, sehingga untuk klien dalam hal ini menggunakan skala

peringkat Wong baker faces pain rating scale. Skala wajah


mencantumkan skala angka dalam setiap ekspresi nyeri sehingga

intensitas nyeri dapat di dokumentasikan oleh perawat (Yunita, 2021).

Dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa

menanyakan keluhannya. Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk usia

3 tahun ke atas. Barikut skala nyeri yang di nilai berdasarkan ekspresi

wajah :

Wajah pertama 0 : tidak merasa sakit sama sekali.

Wajah kedua 2 : sakit hanya sedikit.

Wajah ketiga 4 : sedikit lebih sakit.

Wajah keempat 6 : lebih sakit.

Wajah kelima 8 : jauh lebih sakit.

Wajah keenam 10 : sangat sakit luar biasa.

C. Terapi massage

1. Pengertian Terapi massage

Sejak zaman purba manusia telah mengenal massage dengan berbagai

macam ragam bentuk dan cara penggunaanya. Pengetahuan massage tidak berasal

dari satu atau beberapa era atau diciptakan oleh beberapa orang, tetapi merupakan

hasil pemikiran manusia dan penelitian orang dari zaman ke zaman. Kata massage

berasal dari bahasa Arab “Maas” yang artinya menyentuh. Dalam bahasa

Indonesia disebut pijat atau urut dapat diartikan sebagai massage dengan

pengetahuan tentang tubuh manusia. Rupanya, massage adalah salah satu


manipulasi sederhana yang ditemukan orang untuk membelai atau menggosok

bagian tubuh yang sakit untuk relaksasi (Nuraini, 2016).

2. Manfaat Terapi Massage

Terapi massage bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah dan kelenjar

getah bening. Dimana massage dapat membantu meningkatkan metabolisme

dalam tubuh. Treatment massage akan mempengaruhi kontraksi dinding kapiler,

yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah atau pelebaran kapiler dan

pembuluh limfatik. Aliran oksigen dalam darah meningkat, ekskresi sisa

metabolisme menjadi lebih lancar, yang merangsang endorfin yang bertindak

sebagai perasaan nyaman (Ferdisa & Ernawati, 2021).

D. Terapi Slow Stroke Back Massage

1. Pengertian Terapi Slow Stroke Back Massage

Slow stroke back massage merupakan pemijatan secara lembut pada bagian

punggung dengan gerakan stimulasi sebanyak 60 kali dalam 3 menit yang

berfungsi memperlancar peredaran darah dan memberikan efek kenyamanan

sehingga dapat menurunkan skala nyeri kepala akibat Hipertensi.Terapi ini

memiliki efek relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan

meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah kemudian menurunkan tekanan darah

dan dapat mengurangi rasa nyeri kepala akibat hipertensi (Meylani, 2019).

2. Tujuan terapi Slow Stroke Back Massage

menurut Arifin (2012) dalam Trisnadewi (2018), slow stroke back massage

dapat menurunkan tekanan darah sistole-diastole karena membantu memperbaiki


sirkulasi dan organ-organ yang ada di dalam tubuh akan berfungsi dan bekerja

dengan baik (Latifah & Faradisi, 2021).

3. Cara Melakukan terapi Slow Stroke Back Massage

Terapi massage ini bekerja dengan merangsang saraf di permukaan kulit,

yang kemudian di alirkan ke otak bagian hipotalamus, sehingga penderita dapat

merasakan sentuhan sebagai respon relaksasi dan menyebabkan penurunan

tekanan darah. Salah satu gerakan massage yang dapat menurunkan tekanan darah

adalah gesekan atau mengusap (Efflurage).

Gerakan ini merupakan teknik paling sederhana dalam proses pemijatan dan

dapat dilakukan pada seluruh tubuh. Efflurage dapat mengurangi stres dan dapat

meningkatkan respons relaksasi tubuh. Gerakan massage lainnya adalah

menggosok, gerakan melingkar kecil dengan menekankan ibu jari, yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan otot (Meylani, 2019).

E. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi

a. Pengkajian Keperawatan

a) Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin, usia/tanggal lahir, status perkawinan, agama,

suku bangsa, pendidikan, Bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamt, tanggal,

jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.

b) Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien biasanya datang kerumah sakit dengan

keluhan mengeluh nyeri ulu hati, mual muntah, anoreksia atau nafsu makan

menurun.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian nyeri pada dyspepsia meliputi PQRST :

P : Provoking atau pemicu, karena meningkatnya

Asam lambung sehingga menyebabkan pengikisan pada lambung

atau peradangan pada lambung.

Q : Quality atau kualitas nyeri rasa tajam atau tumpul.

R : Region atau daerah/lokasi, yaitu : nyeri pada abdomen tepatnya pada

epigastrium, nyeri hanya sekitar abdomen

S : Severity atau keparahan, yaitu intensitas nyeri. Skala nyeri 4-7,

apakah disertai gejala seperti (meringis, gelisah, sesak, tanda vital

yang meningkat.

T : Time atau waktu, kapan waktu nyeri dirasakan, pada saat sebelum

makan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah ada gejala penyakit yang berhubungan dengan penyakit

dyspepsia seperti ansietas, stress, alergi, makan atau minum terlalu banyak

seperti makanan berlemak, kopi, alcohol, rokok, perubahan pola makan dan

pengaruh obat-obatan serta faktor lingkungan.

4. Riwayat penyakit keluarga


Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit keluarga yang

berhubungan dengan dyspepsia dan riwayat penyakit lain dalam keluarga,

bahwasanya untuk penyakit dyspepsia bukanlah termasuk ke penyakit

turunan.

5. Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat , interaksi

meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,

hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan dan

apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.

6. Riwayat pola kebutuhan dan fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat merokok, penggunaan alkohol, kebiasaan pola

makan tidak teratur atau makan makanan fast food, stress.

b. Kebutuhan oksigenasi

Tidak ada penumpukan secret, tidak terdapat kesulitan bernafas, tidak

terdapat penggunaan alat bantu pernafasan.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan

Adanya keluhan sullit menelan,nafsu makan menurun, perasaan mual

muntah, saliva meningkat, diaphoresis, sensasi panas dingin.

d. Kenutuhan eliminasi
Adanya bising usus hiperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba keras,

detensi perubahan pola BAB, feses encer bercampur darah, bau busuk,

konstipasi.

e. Kebutuhan istirahat tidur

Lemah, lemas, gangguan pola tidur, keram abdomen, nyeri ulu hati,

pola aktivitas penerita juga tampak malas untuk beraktivitas, banyak

tiduran, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan, BAB,

BAK banyak dibantu oleh keluarga.

f. Pola aktivitas dan latihan

Pada saat dyspepsia nyeri perut dapat mengganggu pola aktivitas.

g. Kebutuhan rasa nyaman.

h. Nyeri epigastrium samping, tengah ulu hati, nyeri yang digambarkan

sampai terasa tajam, waktu terasa nyeri dan skala nyeri 4-7.

b. Diagnose Keperawatan

Menurut (PPNI, 2017) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada

pasien Hipertensi adalah

a) Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi,

iskemia, neoplasma) (D.0077).

b) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

(D.0009).

c) Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (D.0022).

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056).


e) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080).

f) Resiko Penurunan curah Jantung berhubungan dengan Perubahan afterload

(D.0011).

Luaran: Tingkat Nyeri menurun (L.08066)(PPNI, 2019) dengan kriteria hasil:

a. Keluhan nyeri menurun

b. Meringis, sikap protektif, dan gelisah menurun

c. Kesulitan tidur menurun

Luaran: perfusi perifer meningkat (L.02011b) denga kriteria

Hasil:
a. Warna kulit pucat menurun

b. Edema perifer menurun

c. Kelemahan otot membaik

d. Pengisian kapiler menurun

Luaran: keseimangan cairan meigkat dengan kriteria

Hasil:
a. Asupan cairan meningkat

b. Haluaran urine meningkat

c. Edema menurun

d. Asites menurun

Luaran: Intoleransi aktivitas meningkat dengan kriteria

Hasil:

a. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat


b. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat

c. Keluhan lelah menurun

d. Dispnea saat aktivitas menurun

Luaran: tingkat ansietas menurun dega kriteria

Hasil:

a. Perilaku gelisah menurun

b. Verbalisasi kebingungan menuru

c. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi menurun

d. Perilaku tegang menurun

Luaran: ketidakadekuatan jantung memompa darah meningkat dengan kriteria

hasil:

a. Tekanan darah menurun

b. CRT menurun

c. Palpitasi menurun

d. Distensi vena jugularis menurun

e. Gambaran EKG aritmia menurun

f. Lelah menurun

c. Intervensi Keperawatan

a. Menurut (PPNI, 2018) intervensi Manajemen nyeri yaitu :

Observasi :

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri

3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal

4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,

hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,

Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan

nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat


5. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu dan Pemberian Analgesik

(I.08243)

b. Menurut (PPNI 2018) Intervensi perawatan sirkulasi

Obsevasi

1. Periksa sirkulasi perifer

2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi

3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas

Terapeutik

1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan

perfusi

2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan

perfusi

3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera

4. Lakukan pencegahan infeksi

5. Lakukan hidrasi

Edukasi

1. Anjurkan berhenti merokok

2. Anjurkan berolahraga rutin

c. Menurut (PPNI 2018) Manajemen hypervolemia

Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia

2. Identifikasi penyebab hypervolemia

3. Monitor status hemodinamik

4. Monitor intake dan output cairan

5. Monitor tanda hemokosentrasi

Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap hari di waktu yang sama

2. Batasi asupan cairan dan garam

3. Tingikan kepala 30-40º

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0,5ml/kg/jam dalam 6 jam

2. Anjurkan melapor jika BB bertamah >1 kg dalam sehari

3. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diureti

d. Menurut (PPNI 2018) Manajemen energi

Observasi

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

2. Monitor pola dan jam tidur

3. Monitor kelelahan fisik dan emosional

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ aktif

4. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

5. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatakan asupan makanan

e. Menurut (PPNI 2018) Reduksi ansietas

Observasi

1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

2. Identifikasi kemampuan saat mengambil keputusan

3. Monitor tanda-tanda ansietas

Terapeutik

1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumuhkan kepercayaan

2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika memungkinkan

3. Pahami situasi yang membuat ansietas

4. Dengarkan dengan penuh perhatian

5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kecemasan

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin di alami

2. Informasikan secara aktual mengenai diagnosis,pengobatan dan prognosis

3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien


f. Menurut (PPNI 2018) Perawatan jantung

Observasi

1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung

2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung

3. Monitor tekanan darah

4. Monitor intake dan output cairan

5. Monitor saturasi oksigen

6. Monitor keluhan nyeri dada

7. Monitor EKG 12 sandapan

Terapeutik

1. Anjurkan posisi semi fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi

nyaman

2. Berikan diet jatung yang sesuai

3. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat

4. Berika terapi relaksasi untuk megurangi stres, jika perlu

5. Berika dukungan emosional dan spiritual

6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 94%

Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

3. Anjurkan berhenti merokok

4. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan


5. Anjurkan pasien dan keluarga engukur intake dan output caira harian

Kolaborasi

1. Kolaboasi pemberian

d. Implementasi Keperawatan

a. Implementasi nyeri akut berhubugan dengan agen pencedara fisiologis

1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

2) Mengidentifikasi skala nyeri

3) Mengidenfitikasi respon nyeri non verbal

4) Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5) Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6) Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7) Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8) Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9) Memonitor efek samping penggunaan analgetik

10) Memberikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:

TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi

bermain)

11) Memberikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:

TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,


aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi

bermain)

12) Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

13) Memfasilitasi istirahat dan tidur

14) Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

b. Implementasi Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah

1) Memeriksa sirkulasi perifer

2) Mengidentifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi

3) Memonitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas

4) Menghindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area

keterbatasan perfusi

5) Menghindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan

keterbatasan perfusi

6) Menghindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang

cedera

7) Melakukan pencegahan infeksi

8) Melakukan hidrasi

9) Menganjurkan berhenti merokok

10) Mngannjurkan berolaraga rutin


c. Implementasi Hypervolemia berhubungan dengangangguan mekanisme

regulasi

1) Memeriksa tanda dan gejala hypervolemia

2) Mengidentifikasi penyebab hypervolemia

3) Memonitor status hemodinamik

4) Memonitor intake dan output cairan

5) Memonitor tanda hemokosentrasi

6) Menimbang berat badan setiap hari di waktu yang sama

7) Membatasi asupan cairan dan garam

8) Meninggikan kepala 30-40º

9) Menganjurkan melapor jika haluaran urine <0,5ml/kg/jam dalam 6 jam

10) Menganjurkan melapor jika BB bertamah >1 kg dalam sehari

11) Mnegajarkan cara membatasi cairan

d. Implementasi Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

1) Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan

2) Memonitor pola dan jam tidur

3) Memonitor kelelahan fisik dan emosional

4) Menganjurkan tirah baring

5) Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

6) Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/ aktif

7) Meberikan aktivitas distraksi yang menenangkan


8) Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau

berjalan

e. Implementasi Ansietas berhubungan dengan Kuran terpapar informasi

1) Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah

2) Mengidentifikasi kemampuan saat mengambil keputusan

3) Memonitor tanda-tanda ansietas

4) Menciptakan suasana terapeutik untuk menumuhkan kepercayaan

5) Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan jika memungkinkan

6) Memahami situasi yang membuat ansietas

7) Mendengarkan dengan penuh perhatian

8) Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

9) Memotivasi mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kecemasan

10) Menjelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin di alami

11) Menginformasikan secara aktual mengenai diagnosis,pengobatan dan

prognosis

12) Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

f. Implementasi Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan

perubahan afterload

1) Mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung

2) Mnegidentifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung

3) Memonitor tekanan darah

4) Memonitor intake dan output cairan


5) Memonitor saturasi oksigen

6) Memonitor keluhan nyeri dada

7) Menganjurkan posisi semi fowler atau fowler dengan kaki kebawah

atau posisi nyaman

8) Memfasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat

9) Memberikan terapi relaksasi untuk megurangi stres, jika perlu

10) Memberikan dukungan emosional dan spiritual

11) Memberikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 94%

12) Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

13) Menganjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

14) Menganjurkan berhenti merokok

15) Menganjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan

16) Menganjurkan pasien dan keluarga engukur intake dan output caira

harian

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan meliputi data subyektif (S), data obyektif (O), Analisis

permasalahan (A) Klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P)

berdasarkan hasil analisis data diatas. Evluasi ini disebut juga evaluasi proses.

Semua ini dicatat pada formulir catatat perkembangan (Progress note) atau CP5
BAB III
METODE STUDI KASUS
A. Desain/ Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian adalah strategi penelitian mengidentifikasi topik sebelum

merencanakan pengumpulan data akhir, menentukan rencana penelitian didasarkan

pada struktur penelitian yang akan dilakukan (Nursalam, 2014).

B. Subyek studi kasus

Subyek dalam studi kasus ini adalah pasien yang datang ke instalasi rawat inap

RSUD Undata Provinsi Sulawesi tengah yang mengalami keluhan nyeri kepala akibat

Hipertensi

C. Fokus studi

Studi kasus berfokus pada pasien Hipertensi dengan penanganan implementasi

terapi Slow Stroke Back Massage dalam menangani masalah nyeri kepala

D. Definisi operasional

1. Terapi (SSBM) merupakan pemijatan secara lembut pada bagian punggung

dengan gerakan stimulasi sebanyak 60 kali dalam 3 menit yang berfungsi

memperlancar peredaran darah dan memberikan efek kenyamanan sehingga

dapat menurunkan skala nyeri kepala akibat Hipertensi(Marhamah, 2023).

2. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial secara umum tanda dan

gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami nyeri dapat tercermin

dari perilaku pasien misalnya suara (menangis, merintih, menghembuskan


nafas), ekspresi wajah (meringis, menggigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah,

otot tegang, mondar-mandir dll), interaksi sosisal (menghindari percakapan,

disorientasi waktu) (Rumah et al., 2016).

E. Instrumen studi kasus

Instrumen study kasus yang di gunakan yaitu SOP terapi slow stroke back massage,

lembar pengkajian asuhan keperawatan , lembar pengkajian nyeri menggunakan skala

numerik 1-10, dan menggunakan lembar pengkajian nyeri PQRST

F. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data ini di awali dengan pengambilan data sekunder yang

diperoleh dari medikal recor RSUD undata provinsi Sulawesi Tengah, kemudian

pengambilan data primer yang di lakukan oleh peneliti melalui wawancar atau

pengkajian langsung pada pasien Hipertensi, melakukan terapi slow stroke back

massage dan mengobservasi langsung. adapun langkah–langkah yang dilakukan

yaitu:

a. Fase persiapan

1) Mendapat persetujuan studi kasus dari Akademi Keperawatan Justitia.

2) Mendapatkan izin dari rumah sakit undata provinsi Sulawesi tengah

b. Fase pelaksanaan

1) Setiap hari menunggu calon responden

2) Prosedur kerja
c. Tahap Orientasi

1) Mengucapkan salam

2) Memperkenalkan diri/ menanyakan identitas pasien

3) Menjelaskan tujuan

4) Menjelaskan prosedur

5) Menanyakan kesiapan pasien

6) Melakukan kontrak waktu bahwa tindakan ini akan dilakukan setiap hari

selama 3 hari dengan 2 siklus

Tahap kerja

1. Mencuci tangan

2. Atur posisi pasien

3. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital pasien

4. Mengkaji adanya keluhan nyeri dan bengkak

5. Dokumentasikan hasil temuan

Tahap kerja terapi slow stroke back massage

1. Pasien dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi,

bisa tidur miring, telungkup, atau duduk.

2. Buka punggung klien, bahu, dan lengan atas. Tutup sisanya dengan selimut.

3. Aplikasikan lotion pada bagian bahu dan punggung pasien

4. Melakukan warming up massage dengan stretching punggung (mengurut

seluruh bagian punggung)


5. Melakukan pemijatan utama dengan memijat secara lembut bagian Punggung,

Gerakan pemijatan utama stimulasi kutan dengan tehnik efflurage, friction,

petrisage dan pressure.

6. Mengakhiri pemijatan dengan teknik slow down massage

7. Membersihkan punggung Pasien menggunakan air dan sabun bila diperlukan

kemudian dibilas dengan waslap basah dan keringkan dengan handuk.

8. Membantu Pasien menggunakan pakaian kembali Mencuci tangan

Tahap terminasi

1. Menyimpulkan hasil pengkajian

2. Menyampaikan rencana tindak lanjut

3. Berpamitan

4. Merapikan alat

5. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan

G. Langkah-Langkah Pelaksanaan Studi Kasus

Pelaksanaan studi kasus ini di awali dengan pencarian jurnal terkait rencana studi

kasus melalui pencarian melalui google scolar sesuai dengan jurnal yang di tetapkan

dari akademik(peminatan keperawatan medikal bedah), mengajukan tema studi kasus

dan mengajukan judul studi kasus, setelah judul di ACC oleh pembimbing I dan

pembimbing II dilanjutkan dengan penyusunan proposal dan di ikuti dengan

pengajuan surat pengambilan data awal pada RS Undata Provinsi Sulawesi Tengah

melalui Diklat RS Undata.


H. Lokasi dan waktu studi kasus

a. Tempat

Studi kasus ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Undata Provinsi Sulawesi

Tengah dengan pertimbangan RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah ini dapat

dijadikan tempat penelitian dan pelaksanaan Studi kasus, menurut pengamatan

dan pengalama peneliti, banyak pasien yang mengalami Hipertensi yang masuk

melalui unit gawat darurat dan dirawat di instalasi rawat RSUD Undata Provinsi

Sulawesi Tengah.

b. Waktu

Studi kasus ini dilaksanakan di RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah

pada Bulan Juli 2023.

I. Analisis data dan penyajian data

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperluhkan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan

penelitian dan teknik instrument yang digunakan (Nursalam, 2014).

b. Proses Pengumpulan Data

Setelah mendapat ijin dari Akademik kemudian peneliti mengajukan

permohonan ijin kepada RSUD Undata Palu. Setelah mendapat izin dari RSUD

Undata Palu, Ruangan Teratai menjadi lokasi penelitian. Setelah prosedur


administrasi selesai, pengumpulan data penelitian baru dapat dilaksanakan oleh

peneliti.

J. Etika studi kasus

1. Prinsip Dasar Etika studi kasus

Dalam pelaksanaan Studi kasus ini, peneliti akan menerapkan prinsip-

prinsip etik studi kasus sebagai berikut(N. L. K. S. Dewi, 2018):

a. Respect for human dignity (menghormati harkat dan martabat manusia).

Dalam proses penelitian, peneliti harus menghormati harkat dan martabat

manusia. Peneliti tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada subjek

untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian. Subjek memiliki hak (autonomy)

untuk menentukan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian atau

menolak. Selain itu, subjek juga memiliki hak untuk memperoleh informasi

tentang pelaksanaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, risiko serta

kerahasiaan informasi. Ketika subjek menyatakan setuju untuk

berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek harus diberikan penjelasan

sejelas-jelasnya. Prinsip ini tertuang dalam informed concentdimana subjek

menandatangani lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalm penelitian.

b. Respect for privacy and confidentiality (menghormati privasi dan

kerahasiaan subjek). Ketika seseorang menjadi subjek dalam suatu

penelitian, maka informasi tentang subjek tersebut akan terbuka. Subjek

memiliki privasi dan hak untuk memperoleh kerahasiaan informasi terkait

dirinya. Oleh karena itu, peneliti perlu menjaga kerahasiaan baik identitas
maupun informasi tentang subjek selama penelitian. Hal dapat dilakukan

dengan memberikan kode tertentu terhadap identitas (nama dan alamat)

subjek yang hanya diketahui oleh peneliti sehingga privasi subjek tetap

terjaga.

c. Respect for justice inclusiveness (menghormati keadilan dan inklusivitas).

Prinsip keadilan mengacu pada kewajiban peneliti dalam memperlakukan

subjek sesuai dengan moral dan tepat. Dalam pelaksanaan studi kasus ini

diperlukan pemerataan baik beban maupun manfaat sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek. Selain itu diperlukan prinsip

keterbukaan dalam penelitian dimana penelitian yang dilakukan harus

secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilaksanakan secara profesional.

Peneliti harus memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada subjek.

d. Balancing harm and benefits (memperhitungkan manfaat dan kerugian

yang ditimbulkan). studi kasus yang dilakukan harus mempertimbangkan

manfaat bagi subjek penelitian (beneficience) dan meminimlakna risiko

atau dampak yang dapat membahayakan subjek (nonmaleficience). Studi

kasus ini harus dapat mempertimbangkan rasio perbandingan antara

manfaat dan kerugian yang ditimbulkan dari penelitian terhadap subjek

DAFTAR PUSTKA
Amiruddin, M. A., Danes, V. R., & Lintong, F. (2015). Analisa Hasil
Pengukuran Tekanan Darah antara Posisi Duduk dan Posisi Berdiri
pada Mahasiswa Semester VII (Tujuh) TA. 2014/2015 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal E-Biomedik (EBm),
3(April), 125–129.

Cookson, M. D., & Stirk, P. M. R. (2019). Terapi Pada Pasien


Hipertensi.

Dewi, D. A. D. S. (2023). Gambaran Kontrol Tekanan Darah Pada


Pasien Dengan Hipertensi di Puskesmas Tembuku I Kecamatan
Tembuku Kabupaten Bangli Tahun 2023.

Dewi, N. L. K. S. (2018). Modul Praktika Keperawatan Anak. 177.

Ferdisa, R. J., & Ernawati, E. (2021). Penurunan Nyeri Kepala Pada


Pasien Hipertensi Menggunakan Terapi Relaksasi Otot Progresif.
Ners Muda, 2(2), 47. https://doi.org/10.26714/nm.v2i2.6281

Fernalia. (2021). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN
HIPERTENSI. Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical,
44(8), 1–13. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Hidayat, R. (2023). Pengaruh Teknik Slow Stroke Back Massage (SSBM)
Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Dan Tekanan Darah Pada
Lansia Penderita Hipertensi Di Desa Batu Belah Wilayah Kerja
Pukesmas Air Tiris. 7(23).

Latifah, K., & Faradisi, F. (2021). Penerapan Teknik Relaksasi Messase


Punggung Untuk Menurunkan Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensi.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1, 570–578.
https://doi.org/10.48144/prosiding.v1i.715

Marhamah, E. (2023). PEMBERIAN SLOW STROKE BACK MASSAGE


TERHADAP TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI. 9, 24–35.
Meilina Sumarno, N. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan
Nyeri Akut Pada Diagnosa Medis Hipertensi Di Kelurahan
Kebonagung Purworejo Kota Pasuruan. Politeknik Kesehatan Kerta
Cendekia Sidoarjo, 6.
http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/490/1/KTI NUR AINI
MEILINA SUMARNO.pdf

Meylani, A. K. (2019). … Dan Amlodiphine Terhadap Penurunan


Tekanan Darah Dalam Upaya Pencegahan Kegawatdaruratan Pada
Pasien Hipertensi.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/185/7/Skripsi Ayu
Repository.pdf

Nuraini, S. (2016). Pelatihan Massage Bagi Eks Tenaga Kerja Indonesia


Di-Subang Jawa Barat. Sarwahita, 13(1), 27–33.
https://doi.org/10.21009/sarwahita.131.05

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Pratama, F. A. (2022).
STUDI_KASUS_PENERAPAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_GERO
NTIK_Fikri-1.pdf.

RSUD.UNDATA.Palu. (2023). Data Pasien Hipertensi di RSUD Undata


Palu pada tahun 2020 Sampai 2023.

Rumah, D. I., Daerah, S., & Palu, M. (2016). No Title. 6(1).

Safitri, A. Z. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi


Pada Di Desa Waru Mranggen Demak. Karya Tulis Ilmiah, 1–71.
Sari, N. P. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Journal of Physics A:
Mathematical and Theoretical, 44(8), 1689–1699.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Siauta, V. A., Syahril, M., Wahyuni, K. S., Ilham, M., Ali, F.,
Lamohammad, M. F. S., & S, A. M. F. A. (2023). Skrining Penyakit
Hipertensi & Diabetes Mellitus pada Masyarakat Dusun III Desa
Uwemanje , Kecematan Kinovaro. 7, 2021–2024.

Sormin, S., Susyanti, D., Yuda Pratama, M., & Kesdam. (2022).
Penerapan Teknik Slow Stroke Back Massage (SSBM) Terhadap
Penurunan Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Tk
II Putri Hijau Medan Tahun 2021. Jurnal Keperawatan Flora, 15(1),
1–9. https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

Yudiatma, F., & Dkk. (2021). Pengaruh Terapi Akupresur Dalam


Menurunkan Tingkat Nyeri : Literatur Review. Journal of TSCNers,
6(1), 58–69.

Yunita, D. (2021). Efektifitas Pemberian Aromaterapi Lavender


terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Sectio
Caesarea.

Anda mungkin juga menyukai