Anda di halaman 1dari 134

PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO

TERHADAP PENURUNAN GEJALA PASIEN ASMA


KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.)

OLEH :
NURDIANSYAH
108104000013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurdiansyah
Tempat, Tgl. Lahir : Bekasi, 20 Desember 1989
Alamat : Jl. Raya Pertamina Kp. Kedaung Ds. Kedung Jaya
Rt. 004 Rw. 002 No. 17 Kec. Babelan Kab. Bekasi
No. Telp/HP : 08561949405
e-mail : iand_elsyah@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :
1. MI Attaqwa 14 Kedaung, Bekasi-Jawa Barat
2. MTs Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat
3. MA Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat

Pengalaman Organisasi :
1. Ketua Dewan Ambalan Perguruan Attaqwa, Bekasi-Jawa Barat.
2. Kepala Bagian Kesehatan Pengurus Persatuan Pelajar Attaqwa (PPA), Bekasi-
Jawa Barat.
3. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Ilmu Keperawatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Direktur Kesekretariatan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Banten.
5. Ketua Umum Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan HMI Cabang
Ciputat, Banten.

Penghargaan :
1. Juara 3 Pidato Bahasa Indonesia MTs Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004
2. Juara 1 Puisi Bahasa Indonesia Mts Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004
3. Juara 1 Musikalisasi Puisi Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2007
4. Juara 1 Puisi Bahasa Inggris MA Attaqwa Pusat Putra Tahun 2007
5. Juara 1 Presentasi Ilmiah Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2008

iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 05 Januari 2013

Nurdiansyah, NIM: 108014000013

Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Pasien


Asma Kota Tangerang Selatan
xviii + 86 Halaman, 19 Tabel, 5 Gambar, 7 Lampiran

ABSTRAK

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana


trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Seseorang
yang menderita asma mengalami gejala asma berupa batuk-batuk, sesak napas, bunyi
saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur
karena batuk atau sesak napas. Teknik pernapasan Buteyko digunakan sebagai teknik
alami untuk menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala
asma pasien asma. Desain penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan
non-random control group pretest-postest. Sampel penelitian berjumlah 20 orang (10
orang sebagai kelompok intervensi dan 10 orang sebagai kelompok kontrol) yang
diambil secara quota sampling. Hasil penelitian adalah ada pengaruh kuat antara
teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma (p
value 0.00 dan nilai eta squared 0.93). Teknik pernapasan Buteyko dapat diterapkan
bagi pelayanan keperawatan sebagai intervensi keperawatan komplementer dalam
upaya menurunkan gejala asma. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis
dimasa yang akan datang maka perlu membandingkan teknik pernapasan Buteyko
dengan metode lain penurun gejala asma.

Kata Kunci: Asma, Teknik Pernapasan Buteyko, Gejala Asma

Daftar Bacaan: 58 (1999-2012)

v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE
Paper, 05 January 2013

Nurdiansyah, NIM: 108104000013

The Effect of Buteyko Breathing Techniques to Decrease Patients Asthma


Symptoms in South Tangerang City
xviii + 86 Pages, 19 Tables, 5 Figure, 7 Appendix

ABSTRACT

Asthma is an intermittent, reversible, obstructive airway disease characterized


by increased responsiveness of the trachea and bronchi to various stimuli. A patient
with asthma have asthma symptoms such as coughing, dyspnea, wheezing, chest
tightness, pain or pressure and sleep disturbance due to cough or shortness of breath.
Buteyko breathing technique is used as a natural technique to reduce the symptoms of
asthma and asthma severity. This researched aims to determine the effect of the
Buteyko breathing technique to decrease patients asthma symptoms. The research
design was quasi-experimental design with a non-randomized control group pretest-
posttest. Sample this researched 20 persons (consisting of 10 persons as the
intervention group and 10 as control group) which were taken by quota sampling. As
the results, there was influence of the Buteyko breathing technique to decrease
patients asthma symptoms with large effect (p value 0.00 and eta square value 0.93). I
suggest when we will nursing interventions, Buteyko breathing technique can be
used decrease asthma symptoms as a complementary nursing intervention. The
researchers who intends to research the same way in next time must be compared the
Buteyko breathing technique with other methods of reducing the symptoms of
asthma.

Keywords: Asthma, Buteyko Breathing Technique, Asthma Symptoms

References: 58 (1999-2012)

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

limpahan kenikmatan kepada penulis, terutama kesehatan yang selalu dijaga-Nya

sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Solawat dan salam disampaikan kepada Muhammad SAW, penyampai pesan

ke-islaman dan menjadi inspirasi penulis untuk selalu terus melaksanakan kewajiban

yang diemban ini.

Manusia sebagai insan sosialis, yang sangat memerlukan manusia lainnya

dalam beraktivitas. Begitupula penulis sebagai insan yang selalu dibantu dalam

menyelesaikan penulisan ini mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak

diantaranya:

1. Ayahanda Mulyadi dan Ibunda Maryanih yang memberikan kasih sayangnya

secara total kepada penulis dan selalu memberikan dukungan kepada penulis

untuk menyelesaikan penulisan ini.

2. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pak Waras Budi Utomo, S.Kep., Ns., M.KM. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan dan pembimbing skripsi yang terus membimbing proses penelitian.

4. Ibu Eni Nuraeni S.Kep., Ns., M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Keperawatan

vii
5. Ibu Ernawati, S.Kp. M.Kep. Sp. KMB selaku Pembimbing yang tidak pernah

bosan memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.

6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep serta Ibu Maftuhah, Ph.D. selaku penguji yang

memberikan masukan dan sarannya untuk menyempurnakan penulisan ini.

7. Keluarga besar Dosen Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan

motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir skripsi.

8. Ketua Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Pak Dadang, M. Epid, Kepala

Puskesmas UPT Ciputat dan Ciputat Timur yang memberikan izin untuk

membantu mempermudah proses pengambilan data dalam penulisan ini.

9. Masyarakat Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur yang telah berpartisipasi

dalam penelitian.

10. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan.

11. Minfadillah dan Annisa Sri Mulyani adikku tercinta, serta Endah Nurfitriani

yang selalu menjadi pemberi senyum dan penyemangat saat penulis mulai jenuh

untuk menyelesaikan penulisan ini.

12. Kawan-kawan dan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat,

Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan maupun Lembaga

Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI), Kanda Adi Hasan, S.Si, Kanda Wahyu,

Kanda Mahmudah, Kanda Kiki, Iah, Risma, Imam, Aan, Ihsan, Septi, Pura, Ica,

Mayang, Luqman, Titi dan lainya lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu

namun tidak mengurangi kecintaan dan persahabatan penulis kepada kalian yang

viii
selalu bersama berjuang di kampus tercinta untuk mengabdi membangun

masyarakat serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

13. Kakak-kakak dan adik-adik BEM Ilmu Keperawatan Kak Egi, Kak Tya, Sandra,

Rusmanto serta lainnya yang memberikan motivasi terus kepada penulis dan

mengingatkan untuk segera menyelesaikan penulisan ini.

14. Adik-adik Forum Komunikasi Mahasiswa Attaqwa (FKMA) Yutih, Dirli,

Mahfudin, Anang, Dzul, Daus, Miftah dan lainya yang kadang penulis susahkan

untuk membantu penulis.

15. Teman teman seperjuangan Angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan

dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir Skripsi.

Layaknya sebuah pepatah Tiada Gading Yang Tak Retak , Penulis pun

menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan, karena

sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga kekurangan yang ada

dalam skripsi ini dapat dijadikan motivasi bagi adik adik dari disiplin ilmu

Keperawatan untuk mengembangkan kembali penelitian yang dilakukan dan

kelebihan yang ada pada skripsi ini semoga dapat memberikan manfaat bagi segenap

jajaran institusi pendidikan di Bidang Keperawatan.

Billahi taufiq walhidayah

Wassalamualaikum Wr.Wb

Tangerang Selatan, 05 Januari 2013

Nurdiansyah

ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Perumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5
1. Tujuan Umum .................................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus ................................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 8


A. Asma ..................................................................................................................... 8
1. Pengertian Asma ................................................................................................ 8
2. Jenis-jenis Asma ................................................................................................ 9
3. Etiologi ............................................................................................................. 10
4. Tanda dan Gejala Asma ................................................................................... 11
5. Klasifikasi Asma .............................................................................................. 12

x
6. Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma ........................................... 16
7. Patofisiologi Asma ........................................................................................... 21
8. Pengobatan Asma ............................................................................................. 23
9. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................... 25
B. Teknik Pernapasan Buteyko ............................................................................... 31
1. Definisi ............................................................................................................ 31
2. Manfaat ............................................................................................................ 32
3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko......................................................... 33
4. Tujuan .............................................................................................................. 34
5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko ................................................. 35
6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah ............................................ 40
7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko .................................................... 41
8. Penelitian Terkait ............................................................................................. 43
C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem ............. 44
D. Kerangka Teori ................................................................................................... 46

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL


....................................................................................................................... 47
A. Kerangka Konsep ............................................................................................... 47
B. Hipotesis ............................................................................................................. 48
C. Definisi Operasional ........................................................................................... 49

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 50


A. Desain Penelitian ................................................................................................ 50
B. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 51
1. Populasi ........................................................................................................... 51
2. Sampel.............................................................................................................. 51
C. Tempat Penelitian ............................................................................................... 53
D. Waktu Penelitian................................................................................................. 54
E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian ................................................... 54

xi
1. Alat Pengumpul Data ....................................................................................... 54
2. Prosedur Penelitian .......................................................................................... 55
F. Uji Validitas dan Realibilitas .............................................................................. 56
G. Pengolahan dan Analisa data .............................................................................. 57
1. Pengolahan Data .............................................................................................. 57
2. Analisa Data ..................................................................................................... 58
H. Etika Penelitian ................................................................................................... 60
1. Informed Consent ............................................................................................ 60
2. Anonimity (Tanpa Nama) ................................................................................ 61
3. Kerahasiaan (Confedentiality) ......................................................................... 61

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 63


A. Analisa Univariat ................................................................................................ 63
1. Karakteristik Responden .................................................................................. 64
2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 65
B. Analisa Bivariat .................................................................................................. 66
1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) .................................................. 67
2. Uji Beda Dua Mean Independen ...................................................................... 68
3. Uji Dua Mean Dependen (Uji T Dependen) .................................................... 70

BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 73
A. Interpretasi dan Hasil Diskusi............................................................................. 73
1. Karakteristik Responden .................................................................................. 74
a. Karakteristik Responden Menurut Usia ...................................................... 74
b. Karakteristik Responden Menurut IMT ...................................................... 74
c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ....................................... 75
2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 75
3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan Buteyko
dan Post Kontrol .................................................................................................. 76

xii
4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan
Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol .......................................................... 79
B. Keterbatasan Penelitian....................................................................................... 83
C. Implikasi Hasil Penelitian ................................................................................... 83
1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan .................................................... 83
2. Implikasi Terhadap Keilmuwan ....................................................................... 84

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 85


A. Kesimpulan ......................................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 2 Kuisioner Data Demografi dan Penapisan & Lembar Observasi

Gejala Asma Pada Pasien Asma

Lampiran 3 Langkah dan Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan

Buteyko

Lampiran 4 Hasil Uji T-Test

Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data

Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 7 Surat Pemberian Izin Pengambilan Data

xiv
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum
Pengobatan)................................................................................................... 14
Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan ................ 15
Tabel 2.3 Derajat Kontrol Asma ................................................................................. 16
Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ) ................................ 17
Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT) ....................................................... 19
Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan ................................................ 21
Tabel 2.7 Nilai Normal dari Gas Darah Arteri ............................................................ 29
Tabel 2.8 Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan Alkalosis .................................. 30
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 49
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia ............................................................................ 64
Tabel 5.2 Data Demografi Berdaasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden
Penelitian....................................................................................................... 64
Tabel 5.3 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian .. 65
Tabel 5.4 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1
dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi ............................................... 65
Tabel 5.5 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1
dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol .................................................. 66
Tabel 5.6 Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol...... 67
Tabel 5.7 Analisa Hasil Perbedaan Rata-rata Skor Gejala Asma Kunjungan antara
Kelompok Intervensi dan Kontrol ................................................................ 68
Tabel 5.8 Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Responden pada Kelompok
Kontrol dan Intervensi .................................................................................. 69
Tabel 5.9 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok
Intervensi....................................................................................................... 70
Tabel 5.10 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok Kontrol71

xv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 2.1. Set Buteyko Minggu Ke-1 ..................................................................... 36


Gambar 2.2. Set Buteyko Minggu Ke-2 ..................................................................... 36
Gambar 2.3.Kerangka Teori ........................................................................................ 46
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................... 47
Gambar 4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 50

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang

berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam

menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan

napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). Brunner dan Sudarth

(2002) mengatakan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten,

reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap

stimuli tertentu. World Health Organization (WHO) mendefinisikan asma sebagai

penyakit kronis bronkial, yaitu saluran udara yang menuju ke paru-paru (WHO,

2011). Istilah asma ini diambil dari kata yunani yang artinya terengah-engah dan

berarti serangan pendek. (Price dan Wilson, 2006).

Penyakit asma menjadi masalah yang sangat dekat dengan masyarakat karena

jumlah populasi yang menderita asma semakin bertambah. Hal tersebut dinyatakan

dalam survey The Global Initiative for Asthma (GINA), ditemukan bahwa kasus

asma diseluruh dunia mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 pasien

asma bertambah menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2005). WHO pun mendukung

pernyataan tersebut dengan hasil penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta

1
2

orang saat ini menderita asma. Sebagian besar asma terkait kematian, hal ini

terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah-kebawah (WHO, 2011).

Di Indonesia penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab

kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2009). Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986

menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)

bersama-sama dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,

bronkhitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau

sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,

dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006).

Selain itu, penelitian yang dilakukan di 37 puskesmas di Jawa Timur terhadap 6.662

responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) menunjukkan prevalensi asma

sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI, 2006).

Asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan

menurunkan produktivitas penderitanya (PDPI, 2006). Asma terbukti menurunkan

kualitas hidup penderitanya. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207 kasus

yang diteliti, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau

olahraga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir,

keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan dalam aktivitas

sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier sebanyak 37,9%, dan

keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, pasien yang mengaku

mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%,

28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu, dan 26,5%
3

orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk

asma sangat tinggi dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan

perawatan di rumah sakit (United States Environmental Protection Agency, 2004).

Biaya pengobatan untuk asma diperkirakan mencapai 850 poundsterling tiap

tahunnya (Thomas, 2004).

Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari

alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat

dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres (Wong, 2003). Semua

penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan

sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Akhir-akhir ini, para pasien asma mulai memanfaatkan terapi komplementer

(nonfarmakologis) untuk mengendalikan asma yang dideritanya. Jumlah pasien asma

yang sudah memanfaatkan terapi komplementer ini diperkirakan cukup tinggi yaitu

sekitar 42% dari populasi pasien asma yang ada di New Zealand (McHugh et al.,

2003).

Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan

teknik pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati,

naturopati dan hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang banyak

dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai

populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur napas

bila pasien sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja (The Asthma

Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini juga bertujuan mengurangi gejala asma

dan memperbaiki kualitas hidup ( McHugh et al., 2003).


4

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas

pada pasien asma adalah teknik olah napas. Teknik olah napas ini dapat berupa

olahraga aerobik, senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Yoga,

Mahatma, Buteyko dan Pranayama (Fadhil, 2009). Olahraga pernapasan sebagai

salah satu bentuk olah napas efektif terhadap menurunkan gejala asma mingguan dan

gejala asma bulanan pada pasien asma (Mardhiah, 2008). Beberapa teknik olah napas

ini tidak hanya khusus dirancang untuk pasien asma, karena sebagian dari teknik

pernapasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian,

ada juga beberapa teknik pernapasan yang memang khusus untuk pasien asma yaitu

teknik pernapasan Buteyko dan Pranayama (Thomas, 2004; Fadhil, 2009).

Menurut Douglas Dupler (2005) teknik pernapasan Buteyko merupakan

sebuah metode untuk mengatur asma. Teknik ini didasari oleh latihan pernapasan

yang bertujuan untuk mengurangi kontriksi jalan nafas. Buteyko merupakan sebuah

terapi yang mempelajari teknik pernapasan yang dirancang untuk memperlambat dan

mengurangi masuknya udara ke paru-paru, jika teknik ini dipraktikan sering, maka

dapat mengurangi gejala dan tingkat keparahan masalah pernapasan (Longe, 2005).

Courtney dan Cohen (2008) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko dapat

memengaruhi perubahan pada gejala dispnea didasari pada efisiensi biomekanik

pernapasan. Metode pernafasan Butekyo juga memberikan pengaruh terhadap pasien

asma yang sedang mengalami terapi kortikosteroid inhalasi yaitu mengurangi

penggunaan terapi pengobatan tersebut (Cowie, et.al. 2007)

Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan

memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada pasien asma sehingga akan


5

menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan Buteyko ini

adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005) dan teknik pernapasan

Buteyko ini efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma (Prasetya, 2011). Hal

tersebutlah yang mejadi latar belakang penulisan yang peneliti lakukan untuk

mencoba mengkaji dan meneliti lebih dalam terkait tentang pengaruh teknik

pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.

B. PERUMUSAN MASALAH

Teknik pernapasan Buteyko banyak dilaporkan sebagai salah satu teknik

pernapasan yang dapat mengontrol asma. Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin

melihat bagaimana pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala

pasien asma Kota Tangerang Selatan.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum:

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan

Buteyko terhadap penurunan gejala asma.

2. Tujuan Khusus:

a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik demografi pasien asma di wilayah

Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

b. Mengidentifikasi gejala asma sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko.

c. Mengidentifikasi gejala asma sesudah melakukan teknik pernapasan Buteyko.


6

d. Membandingkan antara asien asma diintervensi dengan kontrol tentang

penurunan gejala asma.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk klien :

Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pasien asma agar teknik

pernapasan Buteyko sebagai metode alternatif dalam mengontrol asmanya.

2. Untuk institusi pendidikan :

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan

tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko pada pasien asma terhadap

penurunan gejala asma.

3. Untuk peneliti :

Penelitian ini mampu menjadi awal pola pemikiran peneliti untuk melakukan

penelitian-penelitian selanjutnya, sebagaimana peran perawat sebagai researcher.

4. Untuk penelitian akan datang :

Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan penelitian

lain dengan ruanglingkup yang sama.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan desain studi kuasi eksperimen dan metode

pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan

menggunakan intervensi langsung terhadap pasien asma. Intervensi yang digunakan


7

yaitu dengan teknik pernapasan Buteyko. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asma

Pernapasan memiliki fungsi yang sangat penting, dimana O2 (Oksigen) diperoleh

dari proses inspirasi untuk digunakan oleh sel tubuh, kemudian mengeliminasi CO2

(karbon dioksida) saat ekspirasi yang dihasilkan oleh sel (Sherwood, 2001). Terdapat

tiga langkah proses oksigenasi yaitu 1) ventilasi yang merupakan proses untuk

menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-peru, 2) perfusi sebagai fungsi utama

sirkulasi paru yaitu mengalirkan darah ke dan dari membran kapiler alveoli, dan 3)

difusi sebagai proses oksigenasi yang menggerakan molekul dari suatu daerah

dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah

(Potter dan Perry, 2006). Pada pasien dengan menderita asma dimana terjadi

obstruksi jalan napas difus revesibel yang akan mengganggu proses pernafasan

secara normal (Brunner dan Suddarth, 2002).

1. Pengertian Asma

Asma adalah satu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan

bronkus yang berulang namun reversibel, dan di antara episode penyempitan

bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. (Price dan

Wilson, 2006).

Brunner dan Suddarth (2002) mendefinisikan asma adalah penyakit jalan

nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam

secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

8
9

Asma didefinisikan juga sebaagai gangguan inflamasi kronik saluran napas

yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama

malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan

napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan (PDPI, 2006).

2. Jenis-jenis Asma

Asma terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alergik, idiopatik dan gabungan

(Brunner dan Suddarth, 2002).

Asma alergik disebabkan oleh alergen misalnya debu, bulu binatang,

ketome, serbuk sari dan lainnya. Alergen yang umumnya menyebabkan asma ini

adalah alergen yang penyebarannya melalui udara dan alergen yang secara

musiman. Pasien asma alergik biasanya memiliki riwayat penyakit alergi pada

keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergik. Paparan alergik

inilah yang mencetuskan terjadinya serangan asma (Brunner dan Suddarth,

2002).

Asma idiopatik atau non alergi, merupakan jenis asma yang tidak

berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti

common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan

dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-

adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai

faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih
10

berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi

bronkhitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat

berkembang menjadi asma gabungan (Brunner dan Suddarth, 2002).

Asma gabungan, merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan.

Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau

nonalergi (Brunner dan Suddarth, 2002).

3. Etiologi

Pasien asma meskipun prevalensinya pada populasi Indonesia tidak kecil

yaitu 13/1000 (PDPI, 2006), namun etiologi pada asma menurut beberapa

referensi belum ditetapkan dengan pasti (Djojodibroto, 2009). Walaupun belum

ditetapkan dengan pasti, pada pasien asma terjadi fenomena hiperaktivitas

bronkhus. Bronkus pasien asma sangat peka terhadap rangsang imunologi

maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah

terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, alergen, dan

infeksi. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan

sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Alergen utama seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari

rerumputan

b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan

c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus

d. Perubahan cuaca yang ekstrem

e. Aktivitas fisik yang berlebihan

f. Lingkungan kerja
11

g. Obat-obatan

h. Emosi

i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus (Somantri, 2007).

Jenis kelamin dan obesitas merupakan faktor resiko asma. Pada jenis

kelamin, pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,

prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak

perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama

dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. Sedangkan pada obesitas

atau peningkatan indeks massa tubuh (IMT) menjadi faktor resiko asma

dikarenakan mediator tertentu seperti leptin dapat memengaruhi fungsi saluran

napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan pasien obesitas dengan asma,

dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan

(Rengganis, 2008).

4. Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas,

bunyi saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan

gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel

dan episodeik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia, 2006; Lewis et al, 2011).

Umumnya terdapat tiga gejala asma, yaitu batuk, dispnea dan mengi. Pada

beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan


12

asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan

jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang memengaruhi

ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya bermula mendadak

dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,

mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,

sehingga mendorong pasien asma untuk duduk tegak dan menggunakan otot-otot

aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk

pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang

terdiri atas sedikit mukus mengadung masa gelatinosa bulat, kecil yang

dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder

terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk

berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi (Brunner dan Suddarth,

2002).

5. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin

berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma

diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai

(PDPI, 2006)

Durasi asma berhubungan dengan menurunnya fungsi paru dan banyaknya

gejala asma (Zeiger, dkk., 1999). Umumnya pasien yang sudah dalam

pengobatan, dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat.


13

Dipahami bahwa pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru,

oleh karena itu penilaian berat asma pada pasien dalam pengobatan juga harus

mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Pada tabel berikut, menunjukan

bagaimana melakukan penilaian berat asma pada pasien yang sudah dalam

pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran

klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang

pasien dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai

asma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma pasien tersebut adalah asma

persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi

berbeda dengan asma persisten berat dan asma intermiten pada tabel berikut.

Pasien yang gambaran klinis menunjukan persisten berat maka jenis pengobatan

apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma, dengan

kata lain pasien tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula pasien

dengan gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai

dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten (PDPI, 2006).
14

Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

(Sebelum Pengobatan)

Derajat Asma Gejala Gejala Faal paru


Malam
I. Intermiten Bulanan APE 80%
Gejala < 1 kali/minggu 2 kali VEP1 80% nilai
Tanpa gejala di luar sebulan prediksi
serangan APE 80% nilai
Serangan singkat terbaik
Variabiliti APE <
20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%
ringan
Gejala > 1 kali/minggu, > 2 kali VEP1 > 80% nilai
tetapi < 1 kali/hari sebulan prediksi
Serangan dapat APE > 80% nilai
mengganggu aktiviti dan terbaik
tidur Variabiliti APE
20-30%
III. Persisten Harian APE 60-80%
sedang
Gejala setiap hari > 1 kali VEP1 60-80%
Serangan mengganggu seminggu nilai prediksi
aktiviti dan tidur APE 60-80%
Membutuhkan bronkodilator nilai terbaik
setiap hari Variabiliti APE
>30%
IV. Persisten Kontinyu APE 60%
berat
Gejala terus-menerus Sering VEP1 60% nilai
Sering kambuh prediksi
Aktiviti fisik terbatas APE 60 nilai
terbaik
Variabiliti APE
>30%
Persatuan Dokter Paru Indonesia.2006. ASMA; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan

Di Indonesia. Jakarta:PDPI
15

Tabel 2.2. Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan

Tahap Pengobatan yang digunakan saat penilaian


Tahap 2 Tahap 3
Gejala dan faal paru dalam Tahap I
Persisten Persisten
Pengobatan Intermitten
Ringan Sedang
Tahap I: Intermitten
Gejala < 1x/mgg
Persisten Persisten
Serangan singkat Intermiten
Ringan Sedang
Gejala malam <2x/bulan
Faal paru normal diluar serangan
Tahap II: Persisten Ringan
Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hari
Persisten Persisten
Gejala malam >2x/bln, tetapi Persisten Berat
Ringan Sedang
<1x/mgg
Faal paru normal diluar serangan
Tahap III: Persisten sedang
Gejala setiap hari
Serangan mempengaruhi aktiviti
Persisten
daan tidur Persisten Berat Persisten Berat
Sedang
Gejala malam >1x/mgg
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV: Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Gejala malam sering
VEP1 60% nilai prediksi, atau
APE 60% nilai terbaik
Persatuan Dokter Paru Indonesia.2006. ASMA; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan

Di Indonesia. Jakarta:PDPI
16

6. Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma

Pada pasien asma, ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengkaji

dan mengukur keparahan asma dan terkontrolnya asma. Kuisioner tersebut

seperti Asthma Control Test (ACT), dan Asthma Theraphy Assesment

Questionnaire (ATAQ) (Donell, 2009).

Menurut Global Strategy For Astma Management and Prevention GINA-

Global Initiative for Astha (2011), seorang penyandang asma dikatakan

terkontrol apabila memiliki 6 kriteria: (1) Tidak atau jarang mengalami gejala

asma; (2) Tidak pernah terbangun di malam hari karena asma; (3) Tidak pernah

atau jarang menggunakan obat pelega; (4) Dapat melakukan aktivitas dan latihan

secara normal; (5) Hasil tes fungsi paru-paru normal atau mendekati normal; (6)

Tidak pernah atau jarang mengalami serangan asma. Seperti tabel dibawah ini:

Tabel. 2.3 Derajat Kontrol Asma

Terkontrol
Terkontrol
Sebagian
Kriteria Penilaian (Semua Tidak Terkontrol
(Minimal Salah
Penilaian)
Satu)
Gejala harian/siang kurang dari 2 lebih dari dua kali didapatkan tiga atau
kali per minggu perminggu lebih kriteria terkontrol
gangguan aktivitas tidak ada kadang sebagian dalam
gejala tidak ada kadang seminggu
malam/terbangun
penggunaan obat kurang dari 2 lebih dari dua kali
pelega kali per minggu perminggu
fungsi paru (PFR Normal <80% prediksi atau
atau VEP1) nilai terbaik (jika
diketahui)
Global Initiative fo Asthma.2011. Global Strategy For Asthma Management and
Prevention. www.ginasthma.org
17

Asthma Theraphy Assesment Quetionnaire (ATAQ) adalah kuisioner untuk


mengukur keparahan dan terkontrolnya asma yang memiliki 4 item pertanyaan
dan 4 poin pengukuran dalam 4 minggu terakhir yang mencangkup
terganggunya aktivitas harian seperti sekolah atau bekerja, bangun pada malam
hari, terkontrolnya asma menurut pasien, penggunaan beta2 agonist. Kemudian,
masing-masing elemen tersebut dibedakan dengan poin 0 diartikan baik dan poin
1 diartikan buruk. Dan total elemen tersebut dikatakan terkontrol baik jika total
nilai 0, tidak terkontrol baik jika total poin 1-2, dan sangat buruk dikontrol jika
total poin 3-4 (Donell MD, 2009). Berikut tabel ATAQ.

Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ)

No. Pertanyaan
1 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda melewatkan sesuatu pekerjaan,
sekolah, atau kegiatan sehari-hari karena asma Anda? (1 poin untuk Ya)
2 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda terbangun di malam hari karena asma
Anda? (1 poin untuk Ya)
3 Yakinkah Anda, bahwa asma Anda terkontrol dengan baik dalam 4 minggu
terakhir ini? (1 poin untuk Ya)
4 Apakah Anda menggunakan inhalasi untuk segera meredakan gejala asma? Jika
ya, dalam 1 hari berapa kali anda menyemprotkannya? (1 poin jika lebih dari 12
kali)
Keterangan: 0: terkontrol baik, 1-2: tidak terkontrol baik, 3-4: sangat buruk
Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed
Questiinnaires. www.chicagoasthma.org

Kontrol asma dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif dan efisien
dengan Asthma Control Test yang disebut (ACT). Asthma Control Test (ACT)
adalah suatu uji skrening berupa kuisioner tentang penilaian klinis seseorang
pasien asma untuk mengetahui asmanya terkontrol atau belum. Kuisioner ini
dideesain untuk pasien berumur 14 tahun. Metode ini dilakukan dengan cara
meminta pasien untuk menjawab lima pertanyaan mengenai penyakit mereka.
Berapa sering penyakit asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan
18

sehari-hari di kantor, di sekolah ataau di rumah, mengalami sesak napas, gejala


asma (bengek, batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada, atau rasa tertekan di dada)
menyebabkan anda terbangun malam hari atau lebih awal dari biasanya,
menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/sirup) untuk melegakan
pernapasan dan bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol asma anda
apakah sudah terkontrol atau belum? Setiap pertanyaan mempunyai lima
jawaban dan penilaian dari asma terkontrol sebagai berikut. Skor jawaban dari
kelima pertanyaan itu 25 artinya asmanya sudah terkontrol secara total, skor 20
sampai 24 berarti asmanya terkontrol baik, skor jawaban kurang dari atau sama
dengan 19 berarti asmanya tidak terkontrol (Donell MD, 2009). Berikut adalah
kuisioner ACT.
19

Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT)

Skoring
No Pertanyaan
1 2 3 4 5
1 Dalam 4 minggu Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
terakhir, seberapa kadang Pernah
sering penyakit asma
mengganggu Anda
dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari
di kantor, di sekolah,
atau di rumah?
2 Dalam 4 minggu Lebih 1 kali 3-6 kali 1-2 kali tidak
terakhir, seberapa dari 1 sehari seminggu seminggu pernah
sering Anda kali
mengalami sesak sehari
napas?
3 Dalam 4 minggu 4 kali 1-2 kali 1 kali 1-2 kali tidak
terakhir, seberapa atau lebih seminggu seminggu sebulan pernah
sering gejala asma seminggu
(bengek, batuk-
batuk, sesak napas,
nyeri dada atau rasa
tertekan di dada)
menyebabkan Anda
terbangun di malam
hari atau lebih awal
dari biasanya?
4 Dalam 4 minggu > 3 kali 1-2 kali 2-3 kali < 1 kali tidak
terakhir, seberapa sehari sehari seminggu seminggu pernah
sering Anda
menggunakan obat
semprot darurat atau
obat oral untuk
melegakan
pernapasan
5 Bagaimana penilaian tidak kurang Cukup terkontrol Terkontrol
Anda terhadap terkontrol terkontrol terkontrol dengan penuh
tingkat kontrol asma sama- baik
Anda sekali
SKOR TOTAL:
Penilaian: <19 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25 terkontrol Total
Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed
Questiinnaires. www.chicagoasthma.org
20

Lembar observasi penurunan gejala asma, digunakan untuk mengidentifikasi

tingkat keparahan pasien asma yang mengukur gejala asma selama seminggu.

Keparahan gejala asma akan terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh,

semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam

rentang waktu yang diukur semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor

gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang

dialami dalam rentang waktu yang diukur. Gejala asma yang diukur dalam

seminggu ini adalah batuk, sesak, wheeze, dada tertekan, dan gangguan tidur.

(Mardhiah, 2009). Berikut adalah tabel lembar observasi gejala asma mingguan.
21

Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan

Gejala Tingkatan

Batuk Tidak pernah batuk (0)

Kadang-kadang batuk tapi tidak menganggu


aktivitas (1)
Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/ susah bernapas Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0)
Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas
tapi tidak mengganggu aktivitas (1)
Sangat sesak napas/susah bernapas dan
mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan suara wheeze Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0)
(ngikngik) Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze
(ngik..ngik..) tapi tidak mengganggu aktivitas (1)
Sering bernapas dengan suara wheeze
(ngik..ngik..) dan mengganggu aktivitas (2)
Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)
Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena batuk, Tidak pernah mengalami gangguan tidur (0)
sesak napas/susah bernapas. Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk
atau sesak napas/susah bernapas (1)
2-3 kali atau lebih terbangun dari tidur dengan
batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)
Mardhiah. 2009. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma
Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.
Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009.

7. Patofisiologi Asma

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan

oleh satu atau lebih dari yang berikut: (1) kontraksi otot-otot yang mengelilingi

bronki, yang menyempitkan jalan napas; (2) pembengkakan membran yang

melapisi bronki; dan (3) pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu,

otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak
22

dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara terperangkap di

dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui,

tatapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan

sistem saraf otonom (Brunner dan Suddarth, 2002).

Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk

terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian

menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen

mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk

sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin

serta antifilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan

mediator ini dalam jaringan paru memengaruhi otot polos dan kelenjar napas,

menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan

pembentukan mukus yang sangat banyak (Brunner dan Suddarth, 2002).

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh

impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau

nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti

infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang

dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan

bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu

dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis

(Brunner dan Suddarth, 2002).

Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak

dalam bronki. Ketika reseptor -adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontriksi;


23

bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang dirangsang.

Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik dikendalikan terutama oleh

siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan

penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang

dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokontriksi. Stimulasi reseptor-beta

mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepaasan

mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah

bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya,

asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi

otot polos (Brunner dan Suddarth, 2002).

8. Pengobatan Asma

Pada dasarnya pengobatan asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah

gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega (PDPI, 2006).

a. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol merupakan pengobatan asma jangka panjang untuk

mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan

keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut

pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

1) Kortikosteroid inhalasi

2) Kortikosteroid sistemik

3) Sodium kromoglikat

4) Nedokromil sodium

5) Metilsantin
24

6) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

7) Agonis beta-2 kerja lama, oral

8) Leukotrien modifiers

9) Antihistamin generasi kedua (antagonis -H1) (PDPI, 2006).

b. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan

gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki

inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

Termasuk pelega adalah :

1) Agonis beta2 kerja singkat

2) Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat

pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal

tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan

dengan bronkodilator lain).

3) Antikolinergik

4) Aminofillin

5) Adrenalin (PDPI, 2006).

c. Metode alternatif pengobatan asma

Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara

dipakai orang untuk mengobati asma. Cara tersebut antara lain homeopati,

pengobatan dengan herbal, ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan


25

manipulasi chiropractic, spleoterapi, buteyko, akupuntur, hypnosis dan lain-

lain (PDPI, 2006).

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pengukuran Fungsi Paru

Umumnya pasien asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi

mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai

dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru

antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan pasien, dan parameter

objektif menilai berat asma (PDPI, 2006). Pengukuran faal paru digunakan

untuk menilai:

Obstruksi jalan napas

Reversibiliti kelainan faal paru

Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif

jalan napas

Metode penilaian faal paru yang diterima secara luas adalah pemeriksaan

spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2006).

1) Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan

kapasisti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa

melalui prosedur yang terstandar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,

diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP ,75% atau

VEP1 , 80% nilai prediksi (PDPI, 2006).


26

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75%

atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan , atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma.

Menilai deraajat berat asma (PDPI, 2006).

2) Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Pemeriksaan arus puncak ekspirasi adalah pengukuran jumlah udara

maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu

yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer.

Tujuan dari pengukuran ini adalah mengukur secara objektif arus udara

pada saluran napas besar (Rasmin, dkk., 2001).

Pada pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) yang diambil adalah

nilai rata-rata arus puncak ekspirasi tersebut. Yaitu suatu nilai rata-rata

aliran udara yang secara maksimum diekspiraksikan dengan paksa. Nilai

tersebut dapat membantu dalam memonitor bronkokontriksi pada asma,

dengan nilai rata-rata sampai dengan 600 L/min (Lewis, et.al., 2011).

Manfaat APE dalam diagnosis asma


27

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14

hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu )

Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat

digunakan menilai derajat berat penyakit (PDPI, 2006).

b. Tes provokasi bronkhus

Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20%

atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum

dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih

(Muttaqien, 2011).

Pada pasien dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya

dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus

mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifitasinya rendah, artinya hasil

negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif

tidak selalu berarti bahwa pasien tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi

pada penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan

penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasi, dan fibrosis kistik

(PDPI, 2006).

b. Pemeriksaan kulit

Pemeriksaan kulit menggunakan uji Prick yaitu uji dengan memasukan

alergen melalui tusukan jarum di kulit pada sisi volar lengan bawah.
28

Fungsinya untuk mengetahui ada tidaknya sensitisasi terhadap alergen

Rasmin, dkk., 2001)

Tes kulit positif dan teridentifikasi alergen spesifik adalah yang

menyebabkan reaksi lepuh dan hebat (Brunner dan Suddarth, 2002).

c. Pemeriksaan Laboratorium

1) Gas Darah Arteri.

Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut.

Awalnya terdapat hipokapnea (Penurunan tekanan karbon dioksida dalam

darah arterial) dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida

(PCO2) yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi

lebih letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang normal dapat menunjukkan

gagal napas yang mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat berdifusi

dibanding dengan oksigen, adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal

atau meningkat pada individu yang bernapas dengan sangat cepat (Brunner

dan Suddarth, 2002).

Gas darah arteri (GDA) menggambarkan pertukaran gas antara paru-

paru dan darah. GDA pada eksaserbasi asma ringan akan menunjukan

alkalosis respiratori (Gershwin dan Albertson, 2001). Alkalosis

respiratorik adalah kondisi klinis di mana pH arterial lebih tinggi dari 7,45

dan PaCO2 kurang dari 38 mm Hg. Alkalosis respiratorik selalu

dikarenakan oleh hiperventilasi, yang menyebabkan kelebihan blowing

off karbon dioksida dan, selanjutnya penurunan dalam kondisi asam

karbonik plasma (Brunner dan Suddarth, 2002).


29

Sedangkan pada eksaserbasi asma berat tampilannya akan normal atau

menunjukan asidosis respiratori (Gershwin dan Albertson, 2001). Asidosis

respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan

tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg.

Asidosis respiratorik selalu akibat tidak adekuatnya ekskresi karbon

dioksida dengan tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan

kenaikan kadar karbon dioksida plasma (Brunner dan Suddarth, 2002).

GDA yang menunjukan normal atau asidosis respiratori pada

kekambuhan yang berat merupakan tanda buruk dan membutuhkan

bantuan ventilasi, pemantauan dan terapi secara intensif (Gershwin dan

Albertson, 2001).

Tabel 2.7. Nilai Normal dari Gas Darah Arteri

Pengukuran Gas Darah Simbol Nilai Normal

Tekanan CO2 PaCO2 35-45 mmHg (rata-rata 40

mmHg)

Tekanan O2 PaO2 80-100 mmHg

Persentase kejenuhan O2 SaO2 97

Konsentrasi ion hidrogen pH 7,35-7,45

Bikarbonat HCO3- 22-26 mEq/L

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Proses-

proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


30

Tabel 2.8. Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan alkalosis

Gangguan asam-basa pH HCO3- PaCO2

Asidosis respiratorik

Alkalosis respiratorik

Asidosis metabolik

Alkalosis metabolik

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Proses-

proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

2) Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang

berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi

dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari

perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara

tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik

(Muttaqien, 2011).

3) Sel eosinofil

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai

1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung

sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai

penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat

(Muttaqien, 2011).
31

4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya

infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat

hipoksia atau hiperkapnea (Muttaqien, 2011).

d. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial

biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi

asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasiss, dan lain-lain

(Muttaqien, 2011).

B. Teknik Pernapasan Buteyko

1. Definisi

Teknik pernapasan Buteyko adalah sebuah teknik pernapasan yang

dikembangkan oleh profesor Konstantin Buteyko dari Rusia. Ia meyakini bahwa

penyebab utama penyakit asma menjadi kronis karena masalah hiperventilasi

yang tersembunyi, dengan program dasar memperlambat frekuensi pernafasan

agar menjadi normal. Program tersebut termasuk sebuah panduan untuk

memperbaiki pernapasan diafragma (dada) dan belajar bernafas melalui hidung

(Lingard, 2008).

Motin mengatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini dikembang sejak

tahun 1940-an sebagai strategi untuk menurunkan gejala asma dengan prinsip

breathe less (bernapas lebih sedikit) (Thomas, 2004).


32

2. Manfaat

Teknik pernapasan ini terutama digunakan sebagai teknik alami untuk

menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Selain itu, teknik pernapasan

Buteyko digunakan oleh para pasien asma untuk menurunkan

ketergantungannya terhadap obat. Metode ini juga bisa digunakan untuk

penyakit saluran pernapasan lain termasuk empisema dan bronkitis (Longe,

2005).

McKeown (2004) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko berguna

untuk mengurangi ketergantungan pasien asma terhadap obat atau medikasi

asma. Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru

dalam memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru.

3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko

Metode Buteyko merupakan konsep baru tentang manajemen asma.

Konsep Buteyko memahami secara fisiologis bahwa ketika pasien mengalami

serangan asma, hal ini disebabkan oleh bronkonspasme pada paru-paru sehingga

menyebabkan berkurangnya kadar karbon dioksida (CO2 dalam alveoli. Hal

tersebut mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan pada otot polos dalam

bronkus sehingga menimbulkan konstriksi pada bronkus dan susah bernapas.

Sehingga konsep metode Buteyko tersebut berusaha mengatasi masalah

penurunan kadar CO2 agar kembali pada kadar normal. Hal inilah yang akhirnya

menyebabkan relaksasi otot polos pada dinding bronkus dengan demikian

menghindari bronkospasme dan membuka jalan napas serta mencegah terjadinya

serangan asma (Novozhilov, 2004).


33

Selama serangan asma, pasien asma bernapas dua kali lebih cepat

dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah

hiperventilasi (Rakhimov, 2011). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar

penyebab dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-

breathing) yang tidah disadari (VitaHealth, 2006). Teori yang mendasari

Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan ini adalah:

Bila pasien asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang

dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di

paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Rakhimov, 2011).

Terjadinya defesisensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang

dapat menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat

menggganggu keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH

mencapai nilai 8, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang

fatal (Rakhimov, 2011).

Terjadinya defesiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,

kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ

lainnya. Bila pasien asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigen

yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang mengakibatkan

hipoksia disertai hipertensi arteri (Rakhimov, 2011).

Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel

saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak

yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan


34

pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal

dengan hiperventilasi atau over-breathing (Rakhimov, 2011).

Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di

dalam tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah

kadar O2 darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa

tubuh juga dipengaruhi oleh pola napas dan konsentrasi O2 dan CO2. Pada

waktu serangan, over-breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh

(Rakhimov, 2011).

Jika terjadi defisiensi CO2 pada udara di alveoli jalan satu-satunya untuk

mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada otot polos tersebut yaitu

dengan pengobatan. Bagaimanapun menurut pemahaman matode Buteyko, obat

tersebut hanya menangani gejala saja, sehingga jika pengobatan dihentikan maka

akan muncul kembali. Konsep metode Buteyko inilah yang mengatasi secara

alami terhadap defisiensi kadar CO2 dalam alveoli (Novozhilov, 2004).

4. Tujuan

Pada metode teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang menjadi

tujuan dari teknik tersebut yaitu:

a. Memperbaiki pola pernapasan, sehingga mempertahankan keseimbangan

kadar CO2 dan oksigenasi seluler (Longe, 2005).

b. Berusaha menghilangkan kebiasaan buruk bernapas yang berlebihan untuk

menggantikannya dengan kebiasaan yang baru melalui pola napas yang

lambat dan dangkal, yang disebut reduced breathing (Longe, 2005).


35

c. Faktor alergen yang terhirup menjadi berkurang, serta keringnya dan iritasi

pada saluran napas pun berkurang (Longe, 2005).

d. Produksi mukus dan histamin menurun, infalamasi pun menurun serta

pernapasan menjadi lebih mudah (Longe, 2005).

5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik pernapasan Buteyko dilakukan secara terus menerus selama 2

minggu, dilakukan tiga kali sehari. Idealnya, teknik pernapasan Buteyko ini

dilakukan sebelum sarapan, sebelum makan siang/malam dan sebelum tidur

(Brindley, 2010).

Sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan antaralain; (1) Pemilihan tempat yang benar, karena latihan

Buteyko memerlukan konsentrasi yang baik, dimana ideal tempatnya harus

tenang, tidak ada gangguan seperti televisi, musik, suara telepon atau lainnya;

(2) Dilakukan secara rutin; (3) menentukan tujuan yang ingin dicapai (Brindley,

2010).

Teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan selama 2 minggu ini, memiliki

setting latihan yang berbeda pada tiap minggunya (Brindley, 2010). Berikut

adalah setting tiap minggunya serta penjelasan pada tiap tahapan tekniknya:
36

1-2 menit Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi

3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Control pause segera di ikuti relaxed breathing

2 menit Istirahat panjang

pause dan pengukuran nadi terakhir Control

Gambar 2.1 Set Buteyko Minggu ke-1


Sumber: J.L Brindley, 2010

1-2 menit Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi

3 menit Control pause segera di ikuti reduced breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Control pause segera di ikuti reduced breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Extended pause segera di ikuti reduced breathing

20-30 detik Istirahat sejenak

3 menit Extended pause segera di ikuti reduced breathing

2 menit Istirahat panjang

Control pause dan pengukuran nadi terakhir

Gambar 2.2 Set Buteyko minggu ke-2

Sumber: J.L. Brindley, 2010


37

a. Nose Clearing Exercise

Latihan ini dilakukan sebelum memulai teknik pernapasan Buteyko dan

melakukan pernapasan hanya melalui hidung. Langkah latihan ini adalah

sebagai berikut:

Nodding- 10 kali

1) Anggukan kepala ke depan dan ke belakang secara perlahan. Hitung

secara perlahan sampai tiga ketika kepala ke belakang dan ke depan.

2) Hal ini dilakukan bersamaan dengan pernapasan. Yaitu ambil napas

ketika kepala ke belakang dan keluarkan napas ketika kepala ke depan.

Tipping-6 kali

1) Ambil napas dan keluarkan napas secara perlahan kemudian tahan

hidung.

2) Rebahkan kepala ke belakang tiga sampai enam kali ketika menahan

napas. Waktunya lebih cepat dari sebelumnya.

3) Lepaskan tangan dari hidung dan ambil napas secara perlahan. Jaga

mulut tetap tertutup

Hold and Blow-6 kali

1) Ambil napas dan keluarkan napas secara normal dan lembut kemudian

tahan hidung.

2) Tingkatkan tekanan pada belakang hidung dan coba tiup secara lembut.

Jangan sampai pipi tergelembung tetapi hanya sampai telinga merasa

ada letupan.
38

3) Jaga tekanan tersebut dan hitung sampai lima kemudian ambil napas

melalui hidung. Jaga mulut tetap tertutup.

b. Relaxed Breathing

1) Duduk secara nyaman dengan punggung lurus, kaki tidak menyilang

serta lutut-bahu direnggangkan. Pandangan agak ke atas atau tutup mata.

2) Letakkan tangan pada bagian atas dan bawah dada serta tenangkan diri

dengan cara bernapas dengan tenang dan perlahan melalui hidung.

3) Lalu, fokus pada area dimana merasakan gerakan napas. Konsentrasi

pada bagian sekitar bawah dada. Coba lepaskan pada area ini sebanyak

mungkin dan kurangi gerakan pada tangan bagian atas.

4) Setelah beberapa menit biarkan tangan istirahat di pangkuan. Sekarang,

relaksasikan serta istirahatkan otot-otot seperti pada muka, dagu, leher

dan pundak, bagian perut bawah, paha dan kaki. Pada saat ini mungkin

dirasakan sedikit kekurangan udara. Hal ini menunjukkan latihan berjalan

dengan baik.

5) Lanjutkan dengan perlahan teknik ini sekitar tiga menit kemudian

kembali bernapas normal. Jaga pernapasan melalui hidung dan sesekali

perhatikan pernapasan.

c. Control pause

Control pause memiliki dua fungsi, pertama adalah sebagai pengukur

peningkatan latihan dan kedua sebagai cara cepat untuk memproduksi rasa

kebutuhan udara derajat ringan ketika memulai siklus latihan Buteyko.

Langkah control pause adalah sebagai berikut:


39

1) Ambil napas secara normal dan keluarkan melalui hidung. Pegang/tahan

hidung secara lembut dan mulai hitung menggunakan stopwatch.

2) Tahan napas sampai merasa tahap awal mulai kekurangan udara.

3) Pada poin ini bebaskan hidung, ambil napas dengan lembut melalui

hidung dan hentikan stopwatch.

d. Extended pause

1) Ambil napas secara normal, keluarkan dan pegang hidung

2) Tahan napas di tambah 5-10 detik melampaui control pause sambil

menggunakan teknik distraksi seperti pindah dari kursi atau berjalan.

3) Lepaskan hidung, pastikan bernapas melalui hidung senyaman mungkin.

4) Segera mulai dengan reduced breathing dan relaksasi sampai merasakan

membutuhkan udara.

e. Reduced breathing

Latihan reduced breathing memerlukan agak sedikit udara sementara

itu tetap jaga tubuh agar relaksasi khususnya otot-otot pernapasan.

1) pastikan duduk secara nyaman dan bernapas melalui hidung.

2) Mulai dengan control pause dan beralih ke dalam reduced breathing

3) perhatikan jeda alami yang dirasakan antara bernapas dan istirahat yaitu

tidak bernapas untuk satu detik diantara pernapasan. Relaksasi sampai

merasakan sedikit kekurangan udara. Fokuskan pada otot-otot sekitar

dada bagian bawah dan perut.

4) Perhatikan ukuran dan kecepatan pernapasan. Letakkan jari tepat

dibawah hidung dan akan ditemukan perlambatan aliran udara yang


40

masuk dan keluar dari lubang hidung. Biarkan sampai merasakan

kebutuhan udara tetapi jangan sampai berlebihan. Kadang-kadang

gerakan menggeliat dan perenggangan otot-otot dapat membantu

membebaskan beberapa ketegangan otot yang muncul sebagai hasil dari

kurangnya udara.

5) Jaga terus pola reduced breathing dan kembali bernapas normal tanpa

melakukan sedikitpun pernapasan dalam (Buteyko reathing Association,

2010).

6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah

Homeostasis karbon dioksida (CO2) juga suatu aspek penting dalam

kecukupan respirasi. Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang

dilakukan dengan tiga cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma,

karena tidak seperti oksigen (O2), CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20%

CO2 berikatan dengan gugus amino padaa Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel

darah merah, dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-).

CO2 berikatan dengan air dalam reaksi berikut:

CO2+H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Reaksi ini reversibel dan disebut persamaan buffer asam bikarbonat-

karbonat. Keseimbangan asam-basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi

paru dan homeostasis CO2. Pada umumnya hiperventilasi (ventilasi alveolus

dalam keadaan kebutuhan metobolisme yang berlebihan) menyebabkan alkalosis

akibat ekskresi CO2 berlebihan dari paru; hipoventilasi (ventilasi alveolus yang

tidak memenuhi kebutuhan metabolisme) menyebabkan asidosis akibat retensi


41

CO2 oleh paru. Dengan memeriksa persamaaan, terbukti bahwa penurunan PCO2

seperti yang terjadi pada hiperventilasi, akan menyebabkan reaksi bergeser ke

kiri sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi H+ (kenaikan pH), dan

peningkatan PCO2 menyebabkan reaksi menjurus ke kanan, menimbulkan

kenaikan H+ (Penurunan pH) (Price dan Wilson, 2006).

Dalam proses ikatan tersebut terdapat reaksi pengabungan (coupling)

timbal-balik pengikatan proton dan O2 yang disebut efek bohr. Efek bohr terjadi

ketika karbon dioksida yang dihasilkan di jaringan perifer berikatan dengan air

untuk membentuk asam karbonat yang terurai menjadi proton dan ion

bikarbonat. Deoksihemoglobin bekerja sebagai dapar dengan mengikat proton

dan meyalurkannya ke paru-paru. Di paru-paru, penyerapaan oksigen oleh

hemoglobin membebaskan proton untuk berkombinasi dengan ion bikarbonat,

membentuk asam karbonat yang jika mengalami dehidrasi oleh karbonik

anhidrase akan menjadi karbon di oksida yang kemudian dihembuskaan keluar

(Murray, dkk., 2009)

7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko

Pada tahun 1962 Prof. Konstantin P. Buteyko menjelaskan perbedaan

antara CO2 dalam darah dengan CO2 paru pada pasien asma yang menyebabkan

kerusakan jaringan paru sehingga menurunkan proses pertukaran gas. Buteyko

menjelaskan pada kasus tersebut peningkatan ventilasi disebabkan karena

kekurangan CO2 hanya pada paru yang akhirnya membuat peningkatan tonus

otot halus pada dinding bronkus dan menyebabkan bronkospasme (Novozhilov,

2004).
42

CO2 merupakan sistem pengatur keseimbangan asam-basa. Rendahnya

CO2 mengakibatkan alkalosis. Rendahnya CO2 tersebut disebabkan penggantian

dari pemisahan garis oksihemoglobin, dengan demikian tidak memungkinkan

terjadinya oksigenasi yang baik pada jaringan dan organ vital. Oksigenasi yang

buruk tersebut memicu terjadinya hipoxia dan gangguan medis lainnya. CO2

merupakan dilatator pembuluh pada otot halus, karena itu penurunan CO2 yang

signifikan dapat menyebaabkan spasme jaringan otak maupun jaringan bronkus.

Hiperventilasi juga disebabkan karena kehilangan CO2 secara progresif yang

mengakibatkan tingginya pernapasan dan rendahnya kadar CO2 (Stalmatski,

1999).

Sehingga pada teknik pernapasan Buteyko ada tiga jalan yang

menstabilkan kadar CO2 pada udara di alveoli/paru yaitu sebagai berikut:

a. Pengontrolan secara sadar.

Penurunan aliran digunakan sebagai pengontrolan secara sadar. Semua

latihan teknik pernapasan Buteyko didesain untuk menurunkan kedalaman

pernapasan dengan berbagai variasi.

b. Pelatihan

Melalui pelatihan inilah dapat meningkatkan aktivitas otot.

c. Mengenali penyebabnya

Mengenali dan menyingkirkan beberapa penyebab pada napas dalam.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pernapasan seperti

makan berlebihan, terlalu banyak tidur, napas berlebih melalui berbicara,


43

stres yang panjang, dan kebiasaan lain. Metode Buteyko juga memberikan

saran terhadap pola diet dan gaya hidup seperti itu. (Novozhilov, 2004).

8. Penelitian Terkait

Teknik pernapasan Buteyko di Indonesia tidak begitu populer, namun

banyak hal-hal yang signifikan terhadap metode ini untuk menangani masalah

Asma. Berikut beberapa penelitiannya:

a. McHugh et.al (2003) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini

merupakan teknik manajemen asma yang aman dan efisien. Hal tersebut

dibuktikan dengan penurunan penggunaan inhalasi steroid sebesar 50%

dan 2-agonist sebesar 85% dalam waktu 6 bulan.

b. Courtney dan Cohen (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

Breath Holding Time (waktu menahan napas) yang lebih rendah pada

metode Buteyko berhubungan dengan pola pernapasan dada. Hal ini

menunjukan bahwa perubahan pola napas dapat menyebabkan gejala

pernapasan seperti dispnea dan bahwasanya terapi pernapasan seperti

Buteyko ini mungkin mempengaruhi gejala tersebut, sehingga

meningkatkan efisiensi biomekanika pernapasan.

c. Teknik pernapasan Buteyko secara signifikan menunjukan penurunan

penggunaan 2 agonist, penggunaan inhalasi kortikosteroid, penurunan

penggunaan obat bronkodilator, dan peningkatan kualitas hidup (Burgess

J., et.al., 2011).

d. Prasetya, Arief Widhi (2011). Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko

Terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol


44

Penderita Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa derajat kontrol asma (p= 0,002)

dan PEFR (p= 0,305). Dengan kesimpulan bahwa teknik pernapasan

Buteyko efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma tetaapi tidak

berpengaruh terhadap PEFR.

e. Mardhiah (2009) meneliti tentang Efektivitas Olahraga Pernapasan

Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga

Seni Pernaapasan Satria Nusantara Medan. Hasilnya menunjukan adanya

perbedaan gejala asma mingguan daan bulanan sebelum dan sesudah

olahraga pernapasan. Temuan pada penelitian tersebut menunjukan

bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga

pernapasan secara teratur

C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem

Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang

dapat digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar

manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut konsep ini, beberapa kebutuhan

manusia tertentu lebih besar daripada kebutuhan lainnya, oleh karena itu kebutuhan

dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia adalah

hal-hal seperti oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat

dan seks yang merupakan hal penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Oksigen

merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen
45

dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi oksigen dalam tubuh,

manusia harus dapat bernapas secara normal (Potter dan Perry,2005)

Dorothea Orem (1971) mengembangkan konsep tentang self care yang

didefinisikan sebagai keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang

perawatan diri sendiri (Potter dan Perry, 2005).

Teori self care Orem merupakan teori keperawatan yang secara umum dibentuk

berdasarkan tiga hal berikut:

a. Teori self care menggambarkan kenapa dan bagaimana seseorang merawat

dirinya sendiri (Tomey dan Alligood, 2006).

b. Teori self care menggambarkan dan menjelaskan kenapa seseorang dapat

dibantu melalui keperawatan (Tomey dan Alligood, 2006).

c. Teori self care merupakan teori sistem keperawatan yang menggambarkan

dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan dipelihara untuk

keperawatan yang akan menghasilkan sesuatu (Tomey dan Alligood, 2006).

Teori self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem memiliki sebuah

teori sistem yang dinamakan sistem dukungan edukatif. Hal ini berkaitan peran

seorang perawat sebagai edukator yang bertindak mengatur pelatihan dan

pengembangan self-care klien, pada akhirnya klien dapat menyempurnakan self-

care-nya tersebut (Tomey dan Alligood, 2006).

Dari delapan self care yang dibutuhkan oleh orang dewasa maupun anak-anak

salahsatunya yaitu perawatan intake udara yang cukup (Tomey dan Alligood, 2006).

Pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia sangat penting hal ini dikarenakan

udara/oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry,
46

2005) maka teori pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh keperawatan yang

dilakukan untuk mengajarkan pasien harus dilakukan.

D. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, kerangka teori mengadopsi dan memodifikasi antara teori

asma dan penatalaksanaan asma.

Gejala Asma: Batuk, sesak


napas, mengi, rasa berat di
Pasien Asma
dada, dan variabiliti
berkaitan dengan cuaca.
Penatalaksanaan serta Pengendalian
Asma:

1. Pengetahuan
2. Monitor Gejala Asma: Batuk, sesak
3. Menghindari faktor resiko napas, mengi, dan rasa berat
4. Pengobatan medis jangka panjang: di dada.
obat-obatan pengontrol dan obat-
obatan peringan.
5. Metode pengobatan alternatif:
buteyko, homeopati, pengobatan Kebutuhan oksigen
dengan herbal, ayuverdic medicine, terpenuhi
ionizer, osteopati dan manipulasi
chiropractic, spleoterapi, akupuntur,
Kebutuhan dasar manusia:
hypnosis.
oksigen, cairan, nutrisi,
6. Terapi penanganan terhadap gejala temperatur, eliminasi, tempat
7. Pemeriksaan teratur serta menjaga tinggal, istirahat dan seks
kebugaran dan olahraga
Keterangan:
: diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 2.3. Kerangka Teori

Sumber: GINA (2011) PDPI (2004) dan Maslow dalam Potter & Perry (2005)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel

independen dan variabel dependen.

Variabel independen adalah Teknik Pernapasan Buteyko. Variabel dependen

adalah penurunan gejala asma yang diukur menggunakan kuisioner tentang gejala

asma.

Teknik Pernapasan Gejala Asma


Buteyko pada Asma

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin mengetahui apakah teknik

pernapasan Buteyko berpengaruh atau justru tidak berpengaruh terhadap penurunan

gejala pasien asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan.

47
48

B. Hipotesis

Adapun hipotesa dari penelitian ini yang diajukan sehubungan dengan masalah

diatas:

1. Ada beda penurunan gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan teknik

pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi

2. Ada beda penurunan gejala asma yang tidak dilakukan teknik pernapasan

Buteyko pada kelompok kontrol.

3. Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sebelum dilakukan teknik

pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelopok kontrol.

4. Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sesudah dilakukan teknik

pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

5. Ada beda penurunan gejala asma pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.
49

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Independen
Teknik Teknik pernapasan Buteyko - - Nominal
Pernapasan yang dilakukan 3 kali sehari
Buteyko selama 2 minggu dengan
beberapa prinsip teknik
seperti nose clearing
exercise, pengukuran nadi,
control pause, extended
pause, relaxed breathing
dan reduce breathing
Dependen
Gejala Gejala asma adalah Lembar Skor gejala Rasio
Asma beberapa keluhan pasien observasi asma dengan
asma berupa gejala asma gejala asma nilai 0-10
mingguan seperti batuk, mingguan
sesak napas, wheezing, rasa
tertekan di dada, tidur yang
terganggu yang diobservasi
pada pasien asma
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental yaitu suatu

desain penelitian yang melakukan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu

gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat perlakuan tertentu (Setiadi, 2007).

Desain penelitian eksperimental pada penelitian ini menggunakan desain

eksperimen semu (quasy experimental design).

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan

non random control group pretest postest. Dalam rancangan ini, pengelompokan

anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan

secara random atau acak (Setiadi, 2007). Rancangan pada penelitian ini, dapat

dilihat pada gambar dibawah ini:

Intervensi
E1 Teknik Pernapasan E2
Buteyko

C1 C2

Gambar 4.1 Desain Penelitian

50
51

Dibandingkan :

E1 E2 = X1 (pretes -postes kelompok intervensi)

C1 C2 = X2 (pretes-Postes kelompok kontrol)

E1 C1 = X3 (pretes kelompok intervensi-kontrol)

E2 C2 = X4 (postes kelompok intervensi-kontrol)

X1 X2 = X5 (deviasi pretes-postes kelompok intervensi-kontrol)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam

Hidayat, 2008). Populasi penelitian ini adalah pasien asma di Kecamatan Ciputat

dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan usia 20-60 tahun.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan,

kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (Hidayat, 2008).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling kuota

yaitu cara pengambilan sampel dengan menentukan ciri-ciri tertentu sampai

jumlah kuota yang ditentukan (Hidayat, 2008).


52

Kriteria Inklusi:

a. Pasien asma 1 tahun.

b. Pasien asma yang berusia 20-60 tahun

c. Pasien asma intermitten dan persisten ringan.

d. Tidak merokok dan minum alkohol

Kriteria Eksklusi:

a. Pasien asma yang sedang serangan berat saat intervensi.

b. Pasien menderita penyakit lain yang dapat mengganggu fungsi ventilasi

paru.

c. Pasien menggunakan obat pencegah selama 3 bulan terakhir dan selama

penelitian.

d. Pasien melakukan latihan pernapasan lainnya selama penelitian.

Penulis membuat perhitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil

perhitungan menggunakan uji hipotesis beda dua mean derajat kemaknaan 5%

kekuatan uji 95%, didapatkan besar sampel sebagai berikut ( Hidayat, 2008).

n = 2. ( Z1- + Z1- )

(1 2)

n = 2.1,464 (1,65 + 1,65) = 9,45 dibulatkan 10

2,385
53

Keterangan:

N = Jumlah sampel tiap kelompok

Z1- = Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,65)

Z1- =Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)
sebesar diinginkan (untuk =0,05 adalah 1,65)

=Standar deviasi kesudahan (outcome) 1.464 (Mardhiah, 2009)

1 = mean outcome kelompok tidak terpapar 23,635 (Prasetya, 2011)

2 = mean outcome kelompok terpapar 21,25 (Prasetya, 2011)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, sampel yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 10 responden intervensi dan 10

responden kontrol. Untuk meminimalisir adanya drop out pada responden maka

ditambahkan 10% pada setiap kelompok responden. Maka jumlah responden

adalah 22 orang.

Pada penelitian ini akhirnya sampel hanya 20 orang dikarenakan 1 orang

dari responden yang diintervensi drop out maka responden kontrol pun 1 orang

dikeluarkan oleh peneliti.

C. Tempat Penelitian

Tempat dilakukan penelitian adalah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan.


54

D. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012

dengan tiap responden dimonitor selama 2 minggu.

E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian

1. Alat Pengumpul Data

a. Timmer

Timmer seperti jam tangan atau jam dinding yang terdapat penunjuk

detik digunakan untuk menghitung waktu saat responden melakukan latihan

teknik pernapasan Buteyko.

b. Lembar Kuisioner Gejala Asma

Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan mengacu pada hasil

penelitian yang di lakukan oleh Osman, McKenzie, Cairns, Friend, Godden,

Legge, Douglas (2001) (Mardhiah, 2011). Lembar kuesioner ini mengukur

gejala asma yang terjadi selama satu minggu.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat kerakteristik

responden yaitu, nama (inisial), usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi

badan.
55

d. Meteran Tinggi Badan

Meteran adalah alat untuk mengukur tinggi badan dalam satuan senti

meter (cm).

e. Timbangan berat badan

Timbangan berat badan adalah alat untuk mengukur berat badan dengan

satuan kilogram (kg).

2. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian

sebagai berikut:

a. Melakukan pendataan terhadap populasi asma di wilayah yang dilakukan

penelitian dengan meminta data ke Puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur dan

didapatkan 75 pasien asma.

b. Dari daftar 75 pasien asma, peneliti mengunjungi alamat pasien asma sesuai

data yang didapat dari puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur kemudian

dilakukan penapisan apakah pasien tersebut sesuai dengan kriteria inklusi?

c. Sampai pada 47 pasien asma dari data tersebut, didapat 22 orang yang sesuai

dengan kriteria inklusi, lalu peneliti melakukan pengambilan sampel

intervensi terlebih dahulu dilanjutkan sampel kontrol.

d. Pada responden intervensi: teknik pernapasan Buteyko setting minggu ke-1

diajarkan terlebih dahulu, dan pada hari ke-7 diobservasi skor gejala asmanya
56

sekaligus diajarkan teknik pernapasan Buteyko untuk setting minggu ke-2.

Kemudian pada hari ke-14 diobservasi kembali skor gejala asmanya sekaligus

melakukan terminasi kepada responden.

e. Pada hari pertama dan kedua baik pada minggu pertama kunjungan maupun

minggu kedua kunjungan, responden intervensi dikontrol secara langsung ke

rumahnya oleh peneliti, hal ini untuk memvalidasi secara langsung responden

intervensi dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko betul atau tidaknya

dalam melakukannya. Kemudian pada hari ketiga dan selanjutnya, peneliti

menggunakan telepon seluler.

f. Pada kelompok kontrol, pasien asma tidak diberikan intervensi teknik

pernapasan Buteyko, namun setelah penelitian selesai maka kelompok kontrol

diajarkan satu persatu teknik pernapasan Buteyko tersebut.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma sudah pernah diuji

coba sebelumnya dalam penelitian Mardhiah (2009) sehingga uji validitas dan

uji reliabilitas instrumen penelitian ini mengacu pada uji validitas dan uji

reliabilitas penelitian tersebut. Uji validitas terhadap instrumen penelitian oleh

Mardhiah (2009) dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru

yaitu Prof. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dan dinyatakan sudah valid. Jenis uji

validitas yang dilakukan yaitu validitas internal jenis construct validity yang

memperlihatkan kaitan antara dua gejala atau lebih yang tidak dapat diukur

secara langsung dan validitas isi yang menilai sejauhmana instrumen penelitian
57

ini memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut

tujuan tertentu (Setiadi, 2007).

Uji reliabilitas instrumen penelitian oleh Mardhiah (2009) dilakukan

dengan analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk

kuesioner gejala asma mingguan yaitu 0.673. Hal ini sesuai dengan pendapat

Arikunto (2006), bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai

reliabilitas lebih dari 0.600.

G. Pengolahan dan Analisa Data

Analisa data hasil penelitian dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu

pengolahan data dan analisa data dengan menggunakan komputer. Analisa yang

digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat.

1. Pengolahan Data

a. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali lembar observasi yang telah

diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi kelengkapan, kejelasan, relevansi

serta konsistensi jawaban responden. Data yang belum lengkap akan

dikembalikan kepada responden dan untuk diisi kembali pada saat itu juga.

b. Entri data, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau data base komputer. Entri data pada penelitian ini

menggunakan aplikasi statistik.

c. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan

untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang


58

dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut akan segera

diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.

2. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan univariant, dan bivariant kemudian dianalisis

dan diinterpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesa. Dalam penelitian ini,

untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan. Analisa data yang dilakukan:

a. Analisa univariant

Yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variable dari hasil

penelitian.Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi

dan presentasi dari tiap variable. Data disajikan dalam bentuk table distribusi

frekuensi sebagai bahan informasi (Notoatmodjo, 2007).

b. Analisa bivariant

Yaitu analisa data yang dilakukan pada dua variable yang diduga

mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2007).

1. Uji Beda Dua Mean Independen

Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antara

kelompok intervensi dan kelompok control. Tahapan yang harus dilalui

adalah:
59

Menentukan selisih pre test dan post test masing-masing kelompok.

Menguji homogenitas varian

Analisa dengan T independen.

Bila Pvalue 0,05 maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan atau

hubungan, namun jika Pvalue 0,005 maka H0 diterima, artinya tidak

ada perbedaan atau hubungan diantara keduanya.

Untuk melihat seberapa kuat pengaruh teknik pernapasan Buteyko

terhadap penurunan gejala asma yaitu dengan menghitung nilai eta

squared, hal ini dilihat pada analisa T dependen maupun T independen.

Interpretasi nilai eta squared yang digunakan ialah > 0.01 artinya

pengaruh lemah, > 0.06 artinya pengaruh sedang dan > 0.14 artinya

pengaruh kuat (Pallant, 2001).

2. Uji Beda Dua Mean Dependent

Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh teknik

pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada saat pre test

dan post test. Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah uji

normalitas, setelah diketahui hasilnya normal, maka dilakukan dengan

pengujian uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan

pengujian non parametric yaitu uji wilcoxon.


60

H. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian khususnya dalam hal ini yang dijadikan

subjek penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar

manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga

penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan

manusia (Hidayat, 2008).

Dalam melakukan penelitian ada beberapa aspek yang merupakan menjadi

masalah etika yang sangat penting dalam penelitian. Hal tersebut dilandasi dengan

penelitian keperawatan yang berkaitan dengan manusia secara langsung. Masalah

etika yang harus diperhatikan adalah:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:

partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,


61

komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,

kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain (Hidayat, 2008).

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

(Hidayat, 2008).

3. Kerahasiaan (Confedentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008).

Kemudian karena penelitian ini intervensi langsung kepada manusia maka

ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi:

1. Prinsip Manfaat

Pada penelitian ini bermanfaat menurunkan gejala asma, beberapa

penelitian pun signifikan terhadap penurunan gejala asma.

2. Prinsip Menghormati Manusia


62

Pada penelitian ini, peneliti membebaskan kepada calon responden untuk

dapat berkontribusi dalam penelitian ini atau tidak dengan membuat informed

consent atau lembar persetujuan.

3. Prinsip Keadilan

Pada responden kontrol, peneliti telah mengajarkan teknik pernapasan

Buteyko ketika penelitian telah selesai dilakukan. Hal ini demi prinsip keadilan

karena tidak hanya responden intervensi yang diajarkan (Hidayat, 2008).


BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian pengaruh teknik

pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tangerang Selatan

wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2

minggu untuk setiap respondennya, dengan waktu 1 bulan pengumpulan data, intervensi

dilakukan tiga kali setiap hari, kemudian akan dibandingkan dengan skor gejala asma

mingguan sebelum dilakukan intervensi dan juga dibandingkan dengan pasien yang

kontrol. Penelitian dimulai pada hari Jumat sampai dengan hari Minggu dari tanggal 14

September sampai dengan tanggal 13 Oktober 2012. Penelitian ini telah dilakukan pada

20 pasien asma, dengan perincian 10 responden intervensi dan 10 responden kontrol.

Pengolahan data dalam penelitian menggunakan software statistik.

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik responden

yang meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), jenis kelamin, variabel skor gejala

asma mingguan, pada saat kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada

responden intervensi dan juga variabel pada responden kontrol. Untuk data numerik

dengan menghitung mean, median, simpangan baku (Standar Deviasi), dan nilai

minimal dan maksimal, sedangkan untuk usia, IMT dan jenis kelamin menggunakan

data kategorik dengan menghitung persentase.

63
64

1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Usia, September-Oktober 2012 (n = 20)

Intervensi Kontrol
Variabel Klasifikasi Total %
n= 10 n= 10
USIA Remaja akhir (17-25) 1 0 1 5
Dewasa awal (26-35) 0 2 2 10
Dewasa akhir (36-45) 4 5 9 45
Lansia awal (45-55) 5 3 8 40
Total 10 10 20 100

Gambaran karakteristik responden yang menurut usia terbanyak adalah dewasa

akhir yaitu sebesar 45% kemudian klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi

dewasa awal sebesar 10% dan klasifikasi remaja akhir 5%.

Tabel 5.2

Data Demografi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden Penelitian,

September-Oktober 2012 (n = 20)

Intervensi Kontrol
Variabel Klasifikasi Total %
n= 10 n= 10
IMT Kurus (17.0-18.5) 1 1 2 10
Normal (18.5-25.0) 8 9 17 85
Sangat Gemuk (>27.0) 1 0 1 5
Total 10 10 20 100

Gambaran karakteristik responden menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)

terbanyak adalah dengan klasifikasi normal yaitu sebesar 85% kemudian terdapat

klasifikasi kurus sebesar 10% dan klasifikasi sangat gemuk sebesar 5%.
65

Tabel 5.3

Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian, September-

Oktober 2012 (n = 20)

Intervensi Kontrol
Variabel Klasifikasi Total %
n= 10 n= 10
Laki-laki 3 3 6 30
Jenis Kelamin Perempuan 7 7 14 70
Total 10 10 20 100

Gambaran karakteristik responden menurut jenis kelamin terbesar adalah

dengan jenis kelamin perempuan sebesar 70%. Kemudian jenis kelamin laki-laki

distribusinya sebesar 30%.

2. Skor Gejala Asma Responden

Tabel 5.4

Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan

Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi, September-Oktober 2012 (n=10)

Variabel Mean Median SD Min-Maks


Skor Kunjungan Awal 8.30 8.50 1.42 6-10
Skor Minggu Ke-1 3.10 3.00 1.10 2-5
Skor Minggu Ke-2 1.50 1.50 3.34 1-2

Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok intervensi pada

kunjungan awal memiliki skor rata-rata sebesar 8.30 dengan skor terendah sebesar 6

dan skor tertinggi sebesar 10. Sedangkan distribusi skor gejala asma mingguan

intervensi pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 3.10 dengan skor

terendah sebesar 2 dan skor tertinggi sebesar 5. Kemudian pada distribusi skor
66

gejala asma mingguan intervensi pada minggu ke-2 memiliki skor rata-rata sebesar

1.50 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor tertinggi sebesar 2.

Tabel 5.5

Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan

Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol, September-Oktober 2012 (n=10)

Variabel Mean Median SD Min-Maks


Skor Kunjungan Awal 7.60 8.00 1.08
Skor Minggu Ke-1 7.70 8.00 1.16 5-9
Skor Minggu Ke-2 7.80 8.00 1.14

Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok kontrol pada kunjungan

awal memiliki skor rata-rata sebesar 7.60. Sedangkan distribusi skor gejala asma

mingguan kontrol pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 7.70.

Kemudian pada distribusi skor gejala asma mingguan kontrol pada minggu ke-2

memiliki skor rata-rata sebesar 7.80. Serta pada tiap kunjungan skor terendah

sebesar 5 dan skor tertinggi sebesar 9.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dengan menguji hipotesa penelitian untuk melihat seberapa

besar pengaruh intervensi terhadap gejala asma pada responden penelitian. Analisa

dilakukan pada kelompok intervensi maupun kontrol dengan variabel skor

kunjungan awal, skor minggu ke-1 dan skor minggu ke-2. Uji statistik yang akan

digunakan dalam penelitian adalah uji Beda Dua Mean Independent dan uji Beda

Dua Mean Dependen dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05%).


67

1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test)

Uji normalitas pada statistik dugunakan untuk mengetahui apakah

distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni

distribusi data yang mampunyai pola seperti distribusi normal (distribusi data

tersebut tidak menceng ke kiri atau ke kanan). Syarat untuk dilakukan uji T

adalah data harus terdistribusi normal. Analisa yang digunakan untuk melihat

normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov test. Jika nilai signfikan >

0.05 disimpulkan data terdistribusi normal.

Tabel 5.6

Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol, September-

Oktober 2012 (n=20)

Nilai Signifikan Nilai Signifikan


Variabel
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Skor Kunjungan Awal 0.74 0.19
Skor Minggu Ke-1 0.61 0.32
Skor Minggu Ke-2 0.23 0.13

Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 kelompok

intervensi memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari

nilai siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.74, skor minggu ke-1 0.61

dan skor minggu ke-2 0.20 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha

(>0.05).

Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan skor minggu ke-2 kelompok

kontrol memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
68

siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.19, skor minggu ke-1 0.32 dan

skor minggu ke-2 0.13 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha (>0.05).

Maka dapat disimpulkan dari hasil analisis uji normalitas pada data

tersebut, bahwa distribusi seluruh data bersifat normal.

2. Uji Beda Dua Mean Independen

Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk

menganalisis seberapa besar perbedaan nilai rata-rata pada responden intervensi

dengan responden kontrol.

a. Uji Beda Dua Mean Independen Kunjungan Awal

Nilai rata-rata yang dianalisis sebelum dilakukan teknik pernapasan

Buteyko antara responden intervensi dengan responden kontrol digunakan

untuk identifikasi homogenitas antar kelompok hal ini jika p value > 0.05.

Tabel 5.7

Analisa Hasil Perbedaan Rata-Rata Skor Gejala Asma Kunjungan Awal

antara Kelompok Intervensi dan Kontrol, September-Oktober 2012

Variabel Kelompok n Mean SD p value


Skor Kunjungan Awal Intervensi 10 8.30 1.45
0.23
Kontrol 10 7.60 1.08

Dari distribusi di atas dapat dilihat ternyata perbandingan rata-rata skor

gejala asma pada kunjungan awal tidak berbeda jauh dengan nilai sebesar

8.30 pada kelompok intervensi dan 7.60 pada kelompok kontrol, dan hasil uji
69

statistik menunjukkan bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol

homogen, dengan p value 0.23.

b. Uji Beda Dua Mean Independen Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2

Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk

mengidentifikasi seberapa besar perbedaan penurunan nilai rata-rata pada

responden setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko dengan

membandingkan perubahan tersebut dengan kelompok kontrol yang tidak

mendapat intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 5.8

Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Reponden pada Kelompok

Kontrol dan Intervensi, September-Oktober 2012

Variabel Kelompok N Mean SD P Value eta squared

Skor Minggu Ke-1 Intervensi 10 3.10 1.10 0.00 0.82


Kontrol 10 7.70 1.16
Skor Minggu ke-2 Intervensi 10 1.50 0.53 0.00 0.93
Kontrol 10 7.80 1.14

Tabel diatas dapat dilihat pada kelompok intervensi dan kontrol p value

pada skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 sebesar 0.00 yaitu < 0.05 yang berarti

H0 ditolak, sehingga disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan yang

bermakna rata-rata skor gejala asma pada minggu ke-1 dan minggu ke-2

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Sehingga secara statistik


70

disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata skor gejala asma pada

responden yang dilakukan teknik pernapasan Buteyko dengan responden yang

tidak dilakukan teknik tersebut, dengan kata lain ada pengaruh teknik

pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma.

Kekuatan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap perbedaan

rata-rata skor gejala asma dapat disimpulkan mempunyai pengaruh kuat hal ini

ditunjukan dengan nilai eta squared sebesar 0. 82 dan 0.93 (> 0.14).

3. Uji Beda Dua Mean Dependen (Uji T Dependen)

Uji beda dua mean dependen (uji T dependen) dalam hal ini digunakan

sebagai uji perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan sebelum dan sesudah

diberikan teknik pernapasan Buteyko. Uji ini dilakukan pada responden dengan

kelompok intervensi maupun kelompok kontrol sebagai berikut.

Tabel 5.9

Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Intervensi,

September-Oktober 2012

Analisis Variabel Mean n SD t p Eta


value squared
Pair 1 Skor Kunjungan 8.30 10 1.42 11.76 0.00 0.94
Awal
Skor Minggu Ke-1 3.10 10 1.10
Pair 2 Skor Kunjungan 8.30 10 1.42 16.33 0.00 0.97
Awal
Skor Minggu ke-2 1.50 10 0.53
71

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi analisis

pair 1 memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00 (<0.05). Pada

analisis pair 2 juga memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00

(<0.05).

Sehingga pada kelompok intervensi H0 ditolak, dengan demikian dapat

dijelaskan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma

mingguan yang bermakna pada kondisi kunjungan awal dan sesudah dilakukan

latihan teknik pernapasan Buteyko.

Kekuatan pengaruh pada kelompok intervensi ditunjukan pada nilai eta

squared. Nilai eta squared pair 1 sebesar 0.94 dan pair 2 sebesar 0.97. Dari

hasil tersebut nilai eta squared menunjukan lebih besar dari 0.14 (> 0.14), ini

diinterpretasikan sebagai teknik pernapasan Buteyko memiliki pengaruh yang

kuat terhadap perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan responden.

Tabel 5.10

Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Kontrol,

September-Oktober 2012

Analisis Variabel Mean n SD p value


Pair 1 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.34
Skor Minggu Ke-1 7.70 10 1.16
Pair 2 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.17
Skor Minggu Ke-2 7.80 10 1.14

Tabel pada kelompok kontrol diatas dapat dilihat pada analisis pair 1 tidak

memiliki perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini
72

ditunjukkan dengan p value sebesar 0.34 (>0.05). Pada analisis pair 2 juga tidak

terdapat perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini

ditunjukkan dengan p value 0.17 (>0.05).

Sehingga pada kelompok kontrol H0 diterima, dengan demikian dapat

dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma

mingguan pada kunjungan awal dengan skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada

responden kelompok kontrol.


BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi intepretasi dan

diskusi hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab V, keterbatasan

penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang digunakan dan karakteristik

sampel yang digunakan, selanjutnya akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi

hasil penelitian ini terhadap pelayanan dan pengembangan penelitian berikutnya.

A. Interpretasi dan Hasil Diskusi

Tujuan dilakukan penelitian ini seperti telah dijelaskan pada bab I adalah untuk

menjelaskan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien

asma kota Tangerang Selatan.

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi

saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur

karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodeik

berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2006; Lewis et al, 2011). Berikut ini akan di uraikan intepretasi hasil penelitian dari

semua variabel.

73
74

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik Responden Menurut Usia

Karakteristik responden pada penelitian ini berdasarkan usia terbanyak

adalah dewasa akhir yaitu rentang usia 36-45 tahun sebesar 45% dari total

sampel. Kemudian lansia awal yaitu rentang usia 45-55 tahun sebesar 40%.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Burhan (2001) bahwa perubahan faal

paru terjadi perlahan-lahan sesuai dengan pertambahan usia. Dan menurut

laporan survey di Inggris tentang kunjungan berobat pasien PPOK meningkat

sesuai dengan pertambahan usia. Angka konsultasi per 10.000 populasi naik

dari 417 pada umur 45-64 menjadi 866 pada umur 65-74 dan meningkat

menjadi 1032 pada umur 75-84 (Pearson et.al., 2007).

b. Karakteristik Responden Menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)

Bila diukur berdasarkan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) 85%

responden memiliki berat badan dengan klasifikasi normal. Hal ini belum bisa

dijelaskan secara pasti hubungannya dengan gejala asma yang dialami pasien

asma. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elisa (2000),

menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara status gizi pasien asma

dengan penyakit asma yang dideritanya.


75

c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis kelamin pada penelitian ini adalah 30% laki-laki dan 70%

perempuan dengan total responden 20 orang. Prevalensi asma dipengaruhi

oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Pada masa kanak-

kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5:1

(Sundaru, 2004).

Sedangkan pada usia dewasa angka kejadian asma pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan laki-laki (Wahyudi, 2008 dalam Relida, 2011). Pada

wanita dewasa mudah terserang asma, oleh karena selain masalah hormonal,

wanita juga lebih rentan terserang stres. Hal ini diperkirakan sebagai salah

satu faktor pemicu asma (Surjanto, 2001).

2. Skor Gejala Asma Responden

Gejala asma mingguan setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada

umumnya mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata skor

gejala asma pada kunjungan awal sebesar 8.30 kemudian pada kunjungan minggu

ke-1 menurun menjadi 3.10 dan pada kunjungan minggu ke-2 nilai rata-rata skor

gejala asmanya sebesar 1.50.

Hal ini berbeda pada kelompok responden yang tidak dilakukan teknik

pernapasan Buteyko, skor gejala asma pada kelompok ini rata-rata tidak berbeda

jauh dan tidak mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada kunjungan awal
76

skornya sebesar 7.60, kemudain pada minggu ke-1 sebesar 7.70 dan pada

kunjungan minggu ke-2 skor gejala asmanya sebesar 7.80.

Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada

pasien asma setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko. Sesuai dengan

pendapat Dupler (2005) bahwa gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan

teknik dan olah pernapasan secara teratur. Menurut penelitian yang dilakukan

Setyawan (2006), bahwa semakin sering melakukan olah pernapasan maka

frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.

3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan

Buteyko dan Post Kontrol

Pada saat kunjungan awal, skor gejala asma responden kelompok intervensi

maupun kelompok kontrol adalah homogen dengan p value > 0.05. Namun ketika

dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi kemudian

dianalisis skor gejala asmanya baik hasil yang didapat pada kunjungan minggu

ke-1 dan minggu ke-2 dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan penurunan

yang signifikan dengan p value < 0.05 pada keduanya. Kemudian teknik

pernapasan Buteyko dinyatakan memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan

tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mardhiah (2009), yaitu adanya pengaruh olah pernapasan terhadap penurunan

frekuensi asma. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Murphy (2005),
77

bahwa teknik pernapasan bagus dilakukan oleh pasien asma karena dapat

meningkatkan ventilasi paru pasien asma, sehingga gejala asma dapat dikurangi.

Teknik pernapasan dapat menurunkan gejala asma jika dilakukan dengan teratur

(Dupler, 2005).

Pada tahun 1998 juga telah dipublikasikan hasil penelitian yang diterbitkan

oleh Medical Journal of Australia (MJA) yang menyatakan bahwa studi yang

dilakukan kepada 39 orang asma secara acak ditugaskan untuk melakukan teknik

pernapasan Buteyko atau pada kelompok kontrol yang diberikan teknik relaksasi

dan latihan pernapasan yang tidak memerlukan hipoventilasi. Hasilnya

menunjukkan bahwa tiga bulan setelah mengikuti program Buteyko, responden

asma mengalami 81% makin berkurang gejala asma. Sebagaimana hasil tersebut,

mereka mengalami penurunan pengobatan pereda antiinflamasi rata-rata sebesar

96% dan pencegah steroid rata-rata sebesar 49%. Kemudian dari penelitian

tersebut orang yang melakukan teknik pernapasan Buteyko juga menunjukkan

cenderung mengarah peningkatan lebih besar pada pengukuran kualitas hidup

(Bowler et al, 1998 dalam Esteves, 2010).

McGowan (2003) pun melakukan penelitian klinis yang besar untuk

mengukur efek dari metode Buteyko tersebut. Pada penelitian tersebut awalnya

600 orang, pada akhirnya yang melengkapi percobaan sebesar 384 orang (64%).

Pasien tersebut yang telah diajarkan metode Buteyko, semua mengalami

peningkatan secara signifikan pada asma dengan menurunnya gejala, menurunnya

pengobatan dan meningkatnya kualitas hidup dengan perincian gejala asma


78

menurun rata-rata 98%, penggunaan inhalasi pereda menurun rata-rata 98%,

penggunaan inhalasi pencegah menurun rata-rata 92% dan seperti batuk dan flu

menurun rata-rata 20% (British Thoracic Society/McGowan et al, 2003 dalam

Esteves, 2010).

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh

Cowie (2008) yang mengkaji efektifitas intervensi non farmakologi pada pasien

dengan asma dengan terapi konvensional termasuk kortikosteroid inhalasi. Desain

penelitian yang digunakan adalah a randomized controlled trial yang memberikan

intervensi berupa teknik pernapasan Buteyko pada kelompok orang dewasa yang

menderita asma. Kelompok pembanding dilatih oleh seorang fisioterapis di teknik

pernapasan dan relaksasi. Variabel utama dari penelitian ini adalah kontrol asma

yang didefinisikan sebagai gabungan skor berdasarkan konsensus asma Kanada.

Hasil yang didapatkan kedua kelompok menunjukkan perbaikan yang substansial

dan yang sama dan proporsi yang tinggi dengan kontrol asma. Pada kelompok

Buteyko, proporsi kontrol asmanya terdapat peningkatan dari 40% sampai 79%

dan pada kelompok kontrol dari 44% sampai 72%. Selain itu kelompok Buteyko

dan kelompok kontrol dibandingkan secara signifikan terdapat penurunan terapi

inhalasi kortokosteroid (p=0.02). hal ini menunjukkan bahwa teknik Buteyko,

intervensi yang diakui dan dibuktikan secara luas atau sebagai program yang

intensif dibantu oleh fisioterapi nampaknya dapat menjadi tambahan keuntungan

untuk pasien asma yang diterapi dengan kortikosteroid inhalasi.


79

4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko

dan Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol

Hasil distribusi skor gejala asma perintervensi dapat disimpulkan bahwa ada

beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dari 2

minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu ke-1 dan minggu ke-2

mengalami penurunan skor gejala asma. Sedangkan distribusi skor gejala asma

pada kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada responden kontrol tidak

mengalami penurunan skor yang signifikan. Kemudian dilihat pada kekuatan

pengaruh, teknik pernapasan Buteyko pengaruhnya kuat terhadap perbedaan skor

gejala asma pada kelompok intervensi tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dengan melakukan teknik

pernapasan Buteyko dapat menurunkan gejala asma pada pasien asma. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil hipotesis penelitian. Data statistik menunjukkan

bahwa teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan oleh pasien asma dengan

derajat asma ringan seebanyak 3 kali sehari selama 2 minggu dapat menurunkan

skor gejala asma.

Teknik pernapasan Buteyko yang merupakan teknik pernapasan

dikembangkan dari Russia oleh Prof. Konstantin Buteyko yang mengajarkan

untuk mengurangi pernapasan (breath less). Tujuan utamanya adalah menurunkan

ventilasi total (minute volume) selama sesi latihan, mengembalikan pusat kontrol

respirasi dan mengontrol jalan napas dalam masa yang lebih panjang. Tujuan lain

yang lebih penting adalah mendorong pernapasan hidung dari pada pernapasan
80

mulut dan tekhnik untuk membersihkan hidung diajarkan untuk menunjang hal ini

(Motin, 1999 dalam Thomas, 2004).

Teknik pernapasan Buteyko memiliki beberapa prinsip yang harus

dilakukan, yaitu nose clearing exercise (latihan pembersihan hidung), menghitung

denyut nadi selama satu menit, relaxed breathing (merelaksasikan pernapasan),

control pause (mengontrol jeda napas), extended pause (memanjangkan jeda

napas), dan reduce breathing (menurunkan aliran napas) (Brindley, 2010).

Ketika dilakukan nose clearing exercise, hal ini untuk memulai dan melatih

untuk membiasakan dengan pernapasan hidung, dimana semua latihan teknik

pernapasan Buteyko menghirup dan menghembuskan napas hanya melalui hidung

(Brindley, 2010). Brindley (2010) mengatakan bahwa hidung didesain untuk

pernapasan sedangkan mulut didesain untuk makan, minum dan berbicara.

Hidung juga diketahui memiliki pengaruh yang baik terhadap saluran

pernapasan bawah, hal tersebut karena hidung melakukan penghangatan,

penyaringan, dan pelembapan udara yang masuk (Bartley, 2004). Dorongan untuk

melakukan pernapasan melalui hidung tersebut, menurut Lundberg dan

Weitzbergb (1999) memungkinkan memengaruhi nitric oxide (NO), hal tersebut

merupakan salah satu mekanisme biokimia dari teknik pernapasan Buteyko. Dan

kadar persentase NO terbesar diproduksi di sinus paranasal. NO ini diperlukan

dalam jumlah besar secara fisiologis mampu merespon bronkodilatasi,

vasodilatasi, permeabilitas jaringan, respon imun, transpor oksigen,

neurotransmisi, respon insulin, memori, mood, dan belajar (Courtney, 2008).


81

Menghitung denyut nadi selama satu menit merupakan bagian teknik

pernapasan Buteyko. Hal ini menurut Brindley (2010) jika setelah melakukan

teknik pernapasan Buteyko kemudian denyut nadi sama atau lebih rendah maka

mengindikasikan bahwa yang melakukan teknik tersebut dalam keadaan relaks.

Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Davis dkk., (1995) bahwa relaksasi

otot akan menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi keringat

dan frekuensi pernapasan (Purwanto,2006).

Relaxed breathing dalam teknik pernapasan Buteyko menganjurkan pada

beberapa unsur, yaitu bernapas yang tenang serta perlahan melalui hidung dan

melakukan pernapasan perut (Brindley, 2010). Bartley (2004) menyatakan bahwa

pola pernapasan yang perlahan memiliki peran dalam memeperbaiki kekuatan

diafragma. Kemudian merubah pola pernapasan menjadi pola pernapasan perut

mampu juga memengaruhi sensasi dari dispnea dan kebutuhan penggunaan

bronkodilator. Melakukan pernapasan perut juga mampu menurunkan jumlah

hiperinflasi atau jebakan udara dalam paru, yang umumnya ada pada pasien asma

(Courtney, 2008).

Control pause dan extended pause dalam teknik pernapasan Buteyko

merupakan mekanisme menahan napas (Brindley, 2010). Menahan napas adalah

bagian dari teknik Yoga maupun Buteyko, dimana ketika menahan napas yang

panjang seperti extended pause dalam hal ini, akan mengalami penurunan saturasi

oksigen yang kemudian mencapai saturasi maksimum ketika pertama kali


82

mengambil napas. Muka yang memerah, relaksasi diafragma yang kencang dan

merasakan pernapasan menjadi bebas (Courtney, 2008).

Salah satu akibat dari menahan napas juga memengaruhi pengembalian

pertukaran gas karbondioksida sehingga tubuh mampu mengabsorbsi kembali.

Menahan napas yang berkali-kali dapat meningkatkan produksi antioksidan

endogen dalam tubuh dan menaikkan batas ambang anaerobik, sehingga

meningkatkan kapasitas latihan ke tingkat yang lebih tinggi secara paksa

(Courteney, 2008).

Menghentikan napas dan memulai lagi ketika ada rangsangan bernapas

secara intensif dapat membantu mengembalikan irama pernapasan yang tidak

normal dengan cara yang sama juga untuk menghentikan aritmia jantung agar

kembali normal. Vasodilatasi serebral tersebut itu dihasilkan dari penurunan O2

atau peningkatan CO2 setelah menahan napas, hal itu mungkin juga membantu

mereset pola pernapasan melalui perubahan input ke pusat dan kemoreseptor

perifer (Courtney, 2008).

Reduce breathing juga merupakan salah satu metode yang ada dalam teknik

pernapasan Buteyko yang beberapa menit menurunkan aliran pernapasan

(Brindley, 2010). Menurunkan aliran pernapasan ini merupakan salah satu cara

menstabilkan kadar CO2 dalam paru dimana ketika seorang asma maka kadar CO2

dalam paru rendah yang berbanding terbalik dengan kadar CO2 dalam darah dan

sel (Novozhilov, 2007). Dimana teori Buteyko menyatakan bahwa hiperventilasi


83

yang terjadi pada pasien asma disebabkan hilangnya CO2 secara berlebihan

(Stalmatski, 1999).

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah 1) teknik pernapasan Buteyko yang

diajarkan pada pasien asma, peneliti pelajari dari buku dan berkonsultasi pada

pembimbing dan dosen program studi Ilmu Keperawatan UIN artinya tanpa dilatih

instruktur Buteyko profesional secara langsung. 2) pada saat dilakukan reduce

breathing, peneliti tidak menghitung frekuensi napas pada pasien asma, yang

nantinya akan melihat perbedaan aliran saat pasien napas biasa dengan reduce

breathing, dimana saat dilakukan reduce breathing aliran napas berkurang dari napas

biasanya. 3) untuk skoring gejala asma, peneliti tidak menggunakan skoring yang

ditetapkan oleh GINA, dan hanya menggunakan skoring gejala Asma yang

dikembangkan oleh Mardhiah (2009).

C. Implikasi Hasil Penelitian

Pada bab I telah disampaikan manfaat penelitian, sebenarnya penelitian ilmiah

mengandung dua manfaat yaitu, manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

Kedua itu merupakan sarat dilakukannya suatu penelitian. Kedua manfaat ini

hendaknya bisa diimplikasikan terhadap pelayanan dan penelitian selanjutnya.

1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan

Setelah pasien asma melakukan teknik pernapasan Buteyko tiga kali sehari

selama 2 minggu, ternyata mendapatkan manfaat, diantaranya pasien merasa lebih


84

nyaman dan lega dalam bernapas, berkurangnya penggunaan obat-obatan pereda,

selain itu yang terlihat dalam penelitian ini adalah terjadinya penurunan skor

gejala asma yang signifikan. Teknik pernapasan Buteyko cukup mudah dilakukan

tanpa peralatan yang mahal dan tempat yang khusus.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat,

khususnya yang berada di pelayanan untuk mengembangkan promosi kesehatan

dan edukasi yang lebih baik lagi tentang manfaat teknik pernapasan Buteyko atau

terapi latihan napas dalam sebagai penatalaksanaan jangka panjang pasien asma,

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan asma.

2. Implikasi Terhadap Keilmuan

a. Dari hasil penelitian ini, teknik pernapasan Buteyko dapat menjadi salah satu

intervensi keperawatan komplementer pada manajemen penanganan asma bagi

pasien dengan asma.

b. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko

tehadap penurunan gejala asma pada pasien asma. Penelitian ini dilakukan tiga

kali sehari selama 2 minggu. Sampel penelitian ini adalah 20 orang pasien

asma yaitu dengan penjabaran 10 responden intervensi dan 10 responden

kontrol. Hasil penelitian ini dapat mendorong penelitian lanjutan dengan

perbandingan teknik lain dan sampel yang yang heterogen serta menggunakan

skoring yang telah dikembangkan oleh GINA.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa karakteristik dari 20 responden.

Usia responden terbanyak adalah dewasa akhir yaitu sebesar 45% kemudian

klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi dewasa awal sebesar 10% dan

klasifikasi remaja akhir 5%. IMT responden 85% klasifikasi normal, 10%

klasifikasi kurus dan 5% klasifikasi gemuk. Jenis kelamin 30% laki-laki dan 70%

perempuan.

2. Skor gejala asma pada responden yang di intervensi teknik pernapasan Buteyko

mengalami penurunan sedangkan pada responden kontrol tidak mengalami

penurunan.

3. Perbandingan penurunan gejala asma antar post teknik pernapasan Buteyko dan

post kontrol ada perbedaan yang signifikan dengan p value <0.05 dan teknik

pernapasan Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan

eta squared > 0.14.

4. Perbandingan penurunan gejala asma pre-post teknik pernapasan Buteyko

memiliki perbedaan yang signifikan dengan p value < 0.05 dan teknik pernapasan

Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan eta squared

> 0.14. Namun pada perbandingan penurunan gejala asma pre-post pada

responden kontrol tidak mengalami perbedaan dengan p value > 0.05.

85
86

B. Saran

Berkaitan dengan simpulan diatas, ada beberapa hal yang dapat disarankan

untuk pengembangan dari hasil penelitian ini terhadap penurunan gejala asma pada

penderita asma.

1. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan 1) mampu

menghadirkan praktisi Buteyko profesional dan mengajarkan peneliti kemudian

diajarkan kepada responden. 2) menggunakan skoring gejala asma yang telah

dikembangkan oleh GINA. 3) membandingkan teknik pernapasan Buteyko

dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti tiup balon, senam asma,

renang dan lainnya.

2. Bagi pelayanan keperawatan kepada masyarakat

a. Dari penelitian ini diharapkan, perawat menangani pasien asma dapat membuat

program rehabilitasi dan promosi teknik pernapasan Buteyko pada pasien yang

menderita asma.

b. Teknik pernapasan Buteyko dapat dijadikan intervensi keperawatan pada

pasien dengan asma.

c. Evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan tersebut sangat penting untuk

melihat efek teknik pernapasan Buteyko.


DAFTAR PUSTAKA

Bartley, Jim. Physiology, Pseudoscience, and Buteyko.


http://www.nzma.org.nz/journal/117-1201/1062 diakses pada tanggal 12
November 2012. 2004.

Bass, P. What Is Asthma? Definition, Statistics, Types & Causes of Asthma.


http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/Asthma_whatis.htm diakses pada
tanggal 20 Nopember 2012 About.com: The New York Times Company. 2010.

Behman, Kliegman dan Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 1. E/15. Jakarta:
EGC. 2000.

Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Medikal-Bedah Vol.1 Ed.8. Jakarta: EGC. 2002.

Burgess, John., et. all. Systematic Review of the Effectiveness of Breathing Retraining in
Astha Management. http://erairways.org/ERAirways/Asthma_COPD_files.
diakses pada tanggal 22 Maret 2012. 2011.

Burhan E, Yunus F. Perubahan Faal Paru pada Orang Tua. J. Respir Indonesia. 2001.

Brindley, JL. Buteyko Practice Diary and Quick Reference Guide.


http://www.buteykobreathing.org diakses pada tanggal 23 April 2012. 2010.

Courtney, Rosalba dan Marc Cohen. Investigating the Claims of Konstantin Buteyko,
M.D., Ph.D.: The Relationship of Breath Holding Time to End Tidal CO2 and
Other Proposed Measures of Dysfunctional Breathing.
http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/acm.2007.7204, diakses pada
tanggal 02 November 2011. 2008.

Cowie, Robert L., et.al. A Randomised Controlled Trial Of The Buteyko Technique As
An Adjunct To Conventional Management Of Asthma.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611107005112, diakses
pada tanggal 02 November 2011. 2008.

Depkes RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, http://www.depkes.go.id, diakses


pada tanggal 01 November 2011. 2009.

Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009.

Dupler, Douglas. Buteyko: Gale Encyclopedia of Alternative Medicine.


http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3435100140.html. diakses pada tanggal 20
Nopember 2012. 2005.
Elisa. Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan Pada Penderita Asma.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-res-
2000-elisa-748-gizi&q=Anak. Diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2000.

Esteves, Denise. The Buteyko Method: Breathing Your Way to Cure. 2010.

Fadhil. Teknik Pengolahan Nafas.


http://www.wikipedia.com/teknik_pengolahan_nafas.html, diakses pada tanggal
02 November 2011. 2009.

Gershwin, M. Eric dan Timothy E. Albertson. Brochial Asthma: A Guide for Practical
Understanding and Treatment. Ed. 6. London: Springer. 2001.

Global Initiative for Asthma (GINA). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170. diakses
pada tanggal 02 November 2011. 2005.

Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2008.

Kolb, P. Buteyko for the Reversal of Chronic Hyperventilation.


http://knol.google.com/k/alex-spence/buteyko, diakses pada tanggal 02 November
2011. 2009.

Lewis, et. al. Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical


Problems. Ed. 8. Missouri: Elsevier Mosby. 2011.

Lingard, Michael. The Buteyko Guide To Better Asthma Management. Ed. 1.


Hawkhurst: TotalhealthMatters!. 2008.

Mardhiah. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada


Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.
Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009.

McHugh, P., Aitcheson, F., Duncan, B. & Houghton, F. Buteyko Breathing Technique
for asthma: an effective intervention.
http://www.nzma.org.nz/journal/vacancies.html, diakses pada tanggal 02
November 2011. 2003.

McKeown, Patrick. Close Your Mouth. Ireland: Buteyko Books an Imprint. 2004.

Murphy. A. The Buteyko (Shallow Breathing) Method for Controlling Asthma.


http://www.btinternet.com/~andrew.murphy/asthma_buteyko_shallow_breathing.
html. diakses pada tanggal 08 April 2012. 2005.
Murray, Robert. K., Daryl K. Granner dan Victor W. Rodwell. Biokimia Harper. Edisi
27. Jakarta: Penerbit Buku EGC. 2009.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Siste
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2011.

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
2005.

Novozhilov, Andrey. Living without Asthma: The Buteyko Method. Germany: Mobiwell
Verlag. 2004.

Pallant, Julie. SPSS Survival Manual: A step by step guide to data analysis using SPSS
for Windows (Version 12). Sydney: Allen & Unwin. 2005.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ASMA Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


di Indonesia, Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006.

Pearson MG, et. al. BTS Guidelines for The Management of COPD. Thorax.2007

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawaatan:
Konsep, Proses dan Praktik. Vol. 2. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2006.

Prasetya, Arief Widya. Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko Terhadap Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol Penderita Asma Bronchiale di
Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya. Tesis. Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga. 2011.

Price, S. A dan L.M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol.
2. Ed. 6. Jakarta: EGC. 2006.

Rakhimov, Artour. Normal Breathing: The Key to Vital Health. http://


www.normalbreathing.com diakses pada tanggal 20 April 2012.

Rasmin, Menaldi., et. al. 2001. Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan:
Diagnostik & Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI. 2011.

Relida, Nova. Pengaruh Senam Asma Terhadap Kapasitas Fungsional Penderita Asma
Bronkial. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Surakarta.
2011.

Rengganis, Iris. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran


Indonesia Vol. 58 No. 11. 2008.

Roy, Chris Le. Asthma: Buteykos Theory. http://ezinearticles.com/?Asthma:-Buteykos-


Theory&id=368998 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2006
Santoso, Singgih. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Alex Media
Komputindo. 2012.

Setiadi.. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007

Setyawan, Hery. Pengaruh Senam Asma Terhadap Frekuensi Serangan.Asma


Bronkial dan Biaya Pengobatan.
http://adln.lib.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-s1-
2006-setyawanhe-2325 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012.
Adln.lib.unair.ac.id: ADLN Digital Collections.2006.

Sherwood. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005.

Somantri, Iman. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien


dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2007.

Stalmatski, Alexander. Freedom from Asthma: Buteykos Revolutionary Treatment.


London: Kyle Cathie Limited. 1999.

Sundaru, Heru. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

Surjanto, E. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu


Ilmiah Respirologi 2001. Laboratorium Paru FK UNS. Surakarta. 2001.

Tamer Y, Elmays. The Effect of Carbon Dioxide on Airway Tone.


http://gradworks.umi.com/MR/26/MR26341.html, diakses pada tanggal 02
November 2011. 2007.

The Asthma Foundations of Victoria. Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma.


http://www.asthma.org.au/Portals/0/ComplementaryTherapies_IS_Indonesian.pdf,
diakses pada tanggal 02 November 2011. 2002.

Thomas, S. Buteyko: A useful tool in the management of asthma?. www.ijtr.co.uk/cgi-


bin/go.pl/library/article.cgi.pdf, diakses pada tanggal 01 November 2011. 2004.

Tomey, Ann Marriner dan Martha Raile Alligood. Nursing Theorist and Their Work.
Ed. 6. Missouri: Mosby Elsevier. 2006.

United States Environmental Protection Agency. Asthma Prevalence.


http://www.asthmacare.us/asthmaprevalence.html, diakses pada tanggal 01
November 2011. 2004.

VitaHealth. Asma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006.

Weinberger, Steven E. Principles of Pulmonary Medicine. United States of America:


Saunders Elsevier. 2004.
WHO. Asthma. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html. diakses
pada tanggal 01 November 2011. 2011.

Wong, D.N. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missouri: Mosby. 2003.

Yayasan Asma Indonesia. Senam Asma Indonesia, Info Asma Media Informasi dan
Edukasi. Ed. 8. Jakarta: YAI. 2008.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak/Ibu ....................................................................

Di Tangerang Selatan

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nurdiansyah

NIM : 108104000013

Status : Mahasiswa Ilmu Keperawatan

Dengan ini memohon kepada bapak/ibu untuk bersedia menjadi responden pada

penelitian yang saya lakukan yang berjudul PENGARUH TEKNIK

PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP PENURUNAN GEJALA

PENDERITA ASMA KOTA TANGERANG SELATAN. Pada penelitian ini

identitas bapak/ibu akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan digunakan

untuk kepentingan penelitian. Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan

partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Nurdiansyah
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan

Gejala Penderita Asma Kota Tangerang Selatan

Peneliti : Nurdiansyah

No.Hp : 08561949405

Pembimbing :

1. Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB

2. Ns. Waras Budiutomo, S.Kep, MKM

Saya telah memahami tujuan, manfaat, prosedur, gambaran risiko dan

ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, serta penjaminan kerahasiaan identitas

pada penelitian ini. Tanpa adanya unsur paksaan dan secara sukarela saya bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

Ciputat, .... .......... 2012

Tanda Tangan Responden Tanda Tangan Peneliti

( ) Nurdiansyah
Kuisioner Data Demografi dan Penapisan

Nomor Responden : ..................................


Janis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia : ..................... Tahun
Tinggi Badan : ..................... Cm
Berat Badan : ..................... Kg
Lama terdiagnosa asma : ..................... Tahun
Apakah anda merokok?
Ya Tidak
Apakah anda mengkonsumsi alkohol?
Ya Tidak
Apakah anda menggunakan obat penurun gejala asma selama tiga bulan terakhir
ini?
Ya Tidak
Apakah anda rutin melakukan olahraga pernapasan ?
Ya Tidak
Apakah anda menggunakan bronkodilator setiap hari ?
Ya Tidak
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam seminggu terakhir ini?
1 kali 2 kali 3 kali/lebih
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam sehari itu?
1 kali > 1 kali
Apakah serangan asma tersebut mengganggu aktivitas dan tidur anda?
Ya Tidak
Berapa kali dalam sebulan gejala asma pada malam hari terjadi pada anda?
2 kali/bulan > 2 kali/bulan > 1 kali seminggu
Lembar Observasi Gejala Asma Pada Penderita Asma

Isilah kuisioner dibawah dengan mencentang () tabel dengan angka yang sesuai

gejala asma yang anda rasakan selama satu minggu terakhir!

Tabel 1 Keterangan level gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam

satu minggu terakhir

Tanda

Gejala Tingkatan centang

()

Batuk Tidak pernah batuk (0)

Kadang-kadang batuk tapi tidak

menganggu aktivitas (1)

Sering batuk dan mengganggu

aktivitas (2)

Sesak napas/ susah Tidak pernah sesak napas/susah

bernapas bernapas (0)

Sedikit mengalami sesak napas/susah

bernapas tapi tidak mengganggu

aktivitas (1)

Sangat sesak napas/susah bernapas

dan mengganggu aktivitas (2)

Bernapas dengan suara Tidak pernah bernapas dengan suara

wheeze (ngikngik) wheeze (0)

Kadang-kadang bernapas dengan


suara wheeze (ngik..ngik..) tapi tidak

mengganggu aktivitas (1)

Sering bernapas dengan suara wheeze

(ngik..ngik..) dan mengganggu

aktivitas (2)

Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0)

Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)

Dada sangat tertekan (2)

Gangguan tidur karena Tidak pernah mengalami gangguan

batuk, sesak napas/susah tidur (0)

bernapas. Pernah 1 kali terbangun dari tidur

dengan batuk atau sesak napas/susah

bernapas (1)

2-3 kali atau lebih terbangun dari

tidur dengan batuk atau sesak

napas/susah bernapas (2)


Hari/tanggal: .................. Pagi/Siang/Malam

LANGKAH MINGGU PERTAMA


TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG

PENGANGGUKAN 10 KALI

PEREBAHAN 6 KALI

MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI

2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT) [......x/Mnt]

3. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

4. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)

5. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

6. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)

7. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

8. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)

9. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

10. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT)

11. ISTIRAHAT (2 MENIT)

12. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

13. MENGHITUNG DENYUT NADI [......x/Mnt]


Hari/tanggal: .................. Pagi/Siang/Malam

LANGKAH MINGGU KEDUA


TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO
1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG

PENGANGGUKAN 10 KALI

PEREBAHAN 6 KALI

MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI

2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT) [......x/Mnt]

3. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

4. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]

5. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

6. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]

7. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG [......x/Mnt]

8. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]

9. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG [......x/Mnt]

10. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT) [......x/Mnt]

11. ISTIRAHAT (2 MENIT)

12. MENGONTROL TAHAN NAPAS [......x/Mnt]

13. MENGHITUNG DENYUT NADI [......x/Mnt]


Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan Buteyko

Hari
CP
Ke- Waktu Pelaksanaan Pengukuran Nadi CP1 CP2 CP3 CP4 Pengukuran Nadi Terakhir Keterangan
Terakhir
(1-7)
Pagi
1 Siang
Malam
Pagi
2 Siang
Malam
Pagi
3 Siang
Malam
Pagi
4 Siang
Malam
Pagi
5 Siang
Malam
Pagi
6 Siang
Malam
Pagi
7 Siang
Malam
Hari
CP
Ke- Waktu Pelaksanaan Pengukuran Nadi CP1 CP2 EP1 EP2 Pengukuran Nadi Terakhir Keterangan
Terakhir
(8-14)
Pagi
8 Siang
Malam
Pagi
9 Siang
Malam
Pagi
10 Siang
Malam
Pagi
11 Siang
Malam
Pagi
12 Siang
Malam
Pagi
13 Siang
Malam
Pagi
14 Siang
Malam
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA
PENDERITA ASMA YANG INTERVENSI BUTEYKO SELAMA 2 MINGGU

INDEKS SKOR SKOR


SKOR
Nomor JENIS TINGGI BERAT MASSA HASIL HASIL
No. USIA KUNJUNGAN
Responden KELAMIN BADAN BADAN TUBUH (IMT) MINGGU MINGGU
AWAL
KE-1 KE-2
1. i.1 Perempuan 54 156 52 21,37 8 2 2
2. i.2 Laki-laki 48 175 95 31,02 9 3 1
3. i.3 Perempuan 42 158 56 22,43 6 2 1
4. i.4 Laki-laki 23 173 62 20,72 6 4 1
5. i.5 Perempuan 37 160 61 23,83 10 4 2
6. i.6 Perempuan 38 154 46 19,40 9 4 2
7. i.7 Perempuan 47 157 47 19,07 8 2 1
8. i.8 Perempuan 36 164 55 20,45 8 3 2
9. i.9 Laki-laki 49 165 75 27,55 10 5 1
10. i.10 Perempuan 50 164 49 18,22 9 2 2

Keterangan :
1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir
2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA
PENDERITA ASMA KONTROL SELAMA 2 MINGGU

INDEKS SKOR SKOR


SKOR
Nomor JENIS TINGGI BERAT MASSA HASIL HASIL
No. USIA KUNJUNGAN
Responden KELAMIN BADAN BADAN TUBUH (IMT) MINGGU MINGGU
AWAL
KE-1 KE-2
1. c.1 Perempuan 36 157 48 19,47 5 5 5
2. c.2 Perempuan 48 156 50 20,55 8 8 8
3. c.3 Laki-laki 52 169 68 23,81 8 8 8
4. c.4 Perempuan 39 153 53 22,64 8 9 8
5. c.5 Perempuan 42 161 56 21,60 8 8 8
6. c.6 Perempuan 26 162 49 18,67 8 8 9
7. c.7 Laki-laki 42 167 68 24,38 7 7 7
8. c.8 Laki-laki 33 168 51 18,07 7 7 8
9. c.9 Perempuan 37 154 53 22,35 9 9 9
10. c.10 Perempuan 48 162 51 19,43 8 8 8

Keterangan :
1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir
2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
ANALISA UNIVARIANT

USIA RESPONDEN

Intervensi

Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
remaja akhir 1 10,0 10,0 10,0
dewasa akhir 4 40,0 40,0 50,0
Valid
lansia awal 5 50,0 50,0 100,0
Total 10 100,0 100,0

Kontrol

Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
dewasa awal 2 20,0 20,0 20,0
dewasa akhir 5 50,0 50,0 70,0
Valid
lansia awal 3 30,0 30,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Total sample

Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
remaja akhir 1 5,0 5,0 5,0
dewasa awal 2 10,0 10,0 15,0
Valid dewasa akhir 9 45,0 45,0 60,0
lansia awal 8 40,0 40,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

INDEKS MASSA TUBUH


Intervensi

Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kurus 1 10,0 10,0 10,0
Normal 8 80,0 80,0 90,0
Valid
Sangat Gemuk 1 10,0 10,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Kontrol

Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kurus 1 10,0 10,0 10,0
Valid Normal 9 90,0 90,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Total Sample

Kategori IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kurus 2 10,0 10,0 10,0
Normal 17 85,0 85,0 95,0
Valid
Sangat Gemuk 1 5,0 5,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

JENIS KELAMIN
Kelompok Intervensi
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Pria 3 30,0 30,0 30,0
Valid Wanita 7 70,0 70,0 100,0
Total 10 100,0 100,0
Kelompok Kontrol
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
pria 3 30,0 30,0 30,0
Valid wanita 7 70,0 70,0 100,0
Total 10 100,0 100,0

Total Sampling

Jenis Kelamin Responden


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
pria 6 30,0 30,0 30,0
Valid wanita 14 70,0 70,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

SKOR GEJALA ASMA


Kunjungan Awal
Report
Skor Kunjungan Awal
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Kontrol 7,6000 8,0000 1,07497 5,00 9,00
Intervensi 8,3000 8,5000 1,41814 6,00 10,00
Total 7,9500 8,0000 1,27630 5,00 10,00
Minggu Ke-1
Report
Skor Minggu Ke-1
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
kontrol 7,7000 8,0000 1,15950 5,00 9,00
Intervensi 3,1000 3,0000 1,10050 2,00 5,00
Total 5,4000 5,0000 2,60364 2,00 9,00

Minggu Ke-2

Report
Skor Minggu Ke-2
Jenis Kelompok Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
kontrol 7,8000 8,0000 1,13529 5,00 9,00
Intervensi 1,5000 1,5000 ,52705 1,00 2,00
Total 4,6500 3,5000 3,34467 1,00 9,00
ANALISA BIVARIANT

UJI NORMALITAS DATA


Uji Normalitas Data Kelompok Intervensi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Minggu Ke-2
N 10 10 10
Mean 8,3000 3,1000 1,5000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1,41814 1,10050 ,52705
Absolute ,216 ,241 ,329
Most Extreme Differences Positive ,148 ,241 ,329
Negative -,216 -,193 -,329
Kolmogorov-Smirnov Z ,684 ,763 1,039
Asymp. Sig. (2-tailed) ,738 ,606 ,230
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Minggu Ke-2
N 10 10 10
Mean 7,6000 7,7000 7,8000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1,07497 1,15950 1,13529
Absolute ,345 ,302 ,370
Most Extreme Differences Positive ,255 ,198 ,230
Negative -,345 -,302 -,370
Kolmogorov-Smirnov Z 1,091 ,955 1,170
Asymp. Sig. (2-tailed) ,185 ,321 ,130
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

UJI BEDA DUA MEAN INDEPENDENT

Kunjungan Awal

Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
kontrol 10 7,6000 1,07497 ,33993
Skor Kunjungan Awal
Intervensi 10 8,3000 1,41814 ,44845
Independent Samples Test
Levene's Test for t-test for Equality of Means
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. Error 95% Confidence
tailed) Difference Difference Interval of the
Difference
Lower Upper
Equal
-
variances ,979 ,335 18 ,229 -,70000 ,56273 -1,88225 ,48225
Skor 1,244
assumed
Kunjungan
Awal Equal
-
variances not 16,775 ,231 -,70000 ,56273 -1,88847 ,48847
1,244
assumed

Minggu Ke-1

Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kontrol 10 7,7000 1,15950 ,36667
Skor Minggu Ke-1
Intervensi 10 3,1000 1,10050 ,34801
Independent Samples Test
Levene's Test for t-test for Equality of Means
Equality of Variances
F Sig. T df Sig. (2- Mean Std. Error 95% Confidence
tailed) Difference Difference Interval of the
Difference
Lower Upper
Equal variances
Skor ,115 ,738 9,099 18 ,000 4,60000 ,50553 3,53793 5,66207
assumed
Minggu Ke-
1 Equal variances
9,099 17,951 ,000 4,60000 ,50553 3,53772 5,66228
not assumed

Eta squared = = = 0.821

Minggu Ke-2
Group Statistics
Jenis Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Intervensi 10 1,5000 ,52705 ,16667
Skor Minggu Ke-2
Kontrol 10 7,8000 1,13529 ,35901
Independent Samples Test
Levene's Test t-test for Equality of Means
for Equality
of Variances
F Sig. t Df Sig. (2- Mean Std. Error 95% Confidence
tailed) Difference Difference Interval of the
Difference
Lower Upper
Equal
variances ,679 ,421 -15,917 18 ,000 -6,30000 ,39581 -7,13157 -5,46843
Skor assumed
Minggu
Ke-2 Equal
variances -15,917 12,707 ,000 -6,30000 ,39581 -7,15711 -5,44289
not assumed

Eta squared = = = 0.933

UJI BEDA DUA MEAN DEPENDENT

Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Intervensi

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Skor Kunjungan Awal 8,3000 10 1,41814 ,44845
Pair 1
Skor Minggu Ke-1 3,1000 10 1,10050 ,34801
Skor Kunjungan Awal 8,3000 10 1,41814 ,44845
Pair 2
Skor Minggu Ke-2 1,5000 10 ,52705 ,16667
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 10 ,406 ,245
Pair 2 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2 10 ,372 ,290

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-
Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval of tailed)
Mean the Difference
Lower Upper
Skor Kunjungan
Pair 1 Awal - Skor 5,20000 1,39841 ,44222 4,19964 6,20036 11,759 9 ,000
Minggu Ke-1
Skor Kunjungan
Pair 2 Awal - Skor 6,80000 1,31656 ,41633 5,85819 7,74181 16,333 9 ,000
Minggu Ke-2

Eta squared = = = 0.939

Eta squared = = = 0.967


Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Kontrol

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Skor Kunjungan Awal 7,6000 10 1,07497 ,33993
Pair 1
Skor Minggu Ke-1 7,7000 10 1,15950 ,36667
Skor Kunjungan Awal 7,6000 10 1,07497 ,33993
Pair 2
Skor Minggu Ke-2 7,8000 10 1,13529 ,35901

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pair 1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 10 ,963 ,000
Pair 2 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2 10 ,929 ,000

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-
Mean Std. Std. Error 95% Confidence Interval of the tailed)
Deviation Mean Difference
Lower Upper
Pair Skor Kunjungan Awal - Skor - -
,31623 ,10000 -,32622 ,12622 9 ,343
1 Minggu Ke-1 ,10000 1,000
Pair Skor Kunjungan Awal - Skor - -
,42164 ,13333 -,50162 ,10162 9 ,168
2 Minggu Ke-2 ,20000 1,500

Anda mungkin juga menyukai