Anda di halaman 1dari 22

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (EBNP)

STROKE HEMORAGIK

Febrianti Ningsih, S. Kep


NIM: 1911438064

Preceptor Akademik: Wan Nishfa Dewi, S.Kp., MNg, Ph.D


Preceptor Klinik: Ns. Sarina Dewi, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
EFEKTIVITAS SLOW STROKE BACK MASSAGE DALAM MENINGKATKAN RELAKSASI
PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR

Muhammad Ardi, Dyah Ekowatiningsih


Jurusan Keperawatan Poltekkes Makassar

ABSTRAK

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan seperti kelemahan pada satu sisi tubuh menyebabkan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi aktivitas sehari-hari. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak psikologis termasuk ansietas. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengurangi gejala yang dialami termasuk ansietas adalah slow stroke back massage (SSBM). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas Slow Stroke Back Massage dalam meningkatkan relaksasi pasien stroke. Penelitian ini merupakan
penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan non randomized pre test and post-test control group. Jumlah sampel 21 pasien post
stroke di Kota Makassar. Hasil analisis menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah sistolik pada
pasien yang dilakukan SSBM 5 menit dengan 10 menit (p=0.49). Hal yang sama juga ditemukan pada tekanan darah diastolik (p=0.84),
denyut nadi (p=0.29) dan skor STAI (0.98) dengan uji t tidak berpasangan. Berdasarkan hal tersebut perawat dapat melakukan SSBM
selama 5 menit ataupun 10 menit untuk meningkatkan relaksasi pasien stroke.

Kata kunci: Stroke, SSBM, relaksasi

PENDAHULUAN Selama menjalani proses perawatan dan


pengobatan, penyakit yang serius dapat
Pasien yang membutuhkan perawatan lama menimbulkan berbagai reaksi psikologis seperti
dapat mengalami berbagai respon psikologis. marah, ansietas atau berduka. Jika reaksi ini
Pasien stroke dapat memiliki perasaan negatif berkepanjangan akan menghambat proses
tentang diri mereka, aktivitas sosial yang rehabilitasi (Gurr, 2009). Salah satu metode yang
mengalami penurunan serta gangguan psikologis dapat digunakan untuk mengurangi gejala yang
(Ellis & Horn, 2000). Selama dirawat di rumah dialami termasuk ansietas adalah terapi massage
sakit, pasien stroke mengalami stress atau (Reif et al., 2000).
gangguan psikologis dengan berbagai tingkatan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 40
Stress psikologis merupakan pengalaman yang lansia, melaporkan bahwa ada perbedaan rata-rata
sangat individual yang berkontribusi terhadap skor ansietas (STAI) antara kelompok yang
penyakit (Welch, 2008). dilakukan back massage selama 5 menit
Insiden gangguan psikologis pada pasien dibandingkan dengan kelompok kontrol (Fraser &
stroke belum banyak dilaporkan. Ansietas dan Kerr, 1993). Berbeda halnya dengan penelitian
depresi merupakan gangguan psikologis yang yang dilakukan terhadap 30 hospice, melaporkan
sering dialami pasien stroke fase akut yang bahwa setelah dilakukan SSBM 3 menit selama 2
disebabkan oleh gangguan serebral atau hari, terdapat penurunan tekanan darah sistolik
merupakan reaksi psikologis. Setelah dan diastolik pasien (Meek, 1993). Penurunan
mendapatkan perawatan selama 3-7 hari, 26.4% tekanan darah mengindikasikan pasien dalam
dari 169 pasien stroke iskemik mengalami keadaan relaks.
ansietas, 14.0% mengalami depresi dan 7.9% Penelitian yang dilakukan oleh Mok & Wo
mengalami ansietas dan depresi. Kondisi (2004), terhadap 102 pasien stroke, melaporkan
kehidupan, skor MMSE <26 dan BI <90 memiliki bahwa setelah dilakukan SSBM selama 10 menit,
hubungan yang signifikan dengan ansietas (Fure terjadi penurunan nyeri dan ansietas pada pasien.
et al., 2006). Respon fisiologis berupa tekanan darah sistolik,
Selain itu, hipertensi yang sebagian besar tekanan darah diastolik dan denyut nadi juga
dialami pasien stroke berhubungan dengan terjadi perubahan positif yang mengindikasikan
peningkatan ansietas, stress dan depresi. Pasien relaksasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin
yang mengalami stress dan ansietas juga mengetahui efektifitas SSBM dalam
mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut meningkatkan relaksasi pada pasien stroke.
nadi. Kondisi ini membutuhkan terapi psikologis
dari tim yang memberikan perawatan pada pasien METODE PENELITIAN
stroke. Bukan hanya psikolog yang memberikan
terapi psikologis pada pasien, tetapi seluruh Penelitian ini merupakan penelitian quasi
profesi yang terlibat dalam perawatan pasien eksperimen dengan melakukan intervensi SSBM
stroke. Terapi psikologis dapat berupa edukasi, selama 10 menit dan 5 untuk masing-masing
informasi, dukungan dan advokasi (Gurr, 2009). kelompok. Intervensi ini dapat meningkatkan
Hal ini penting karena pasien yang tidak relaksasi pasien stroke. Indikator relaksasi dengan
mendapatkan perawatan psikologis membutuhkan menilai respon psikologis maupun respon
waktu lebih lama dalam proses pengobatan. fisiologis pasien. Respon psikologis dinilai

20
menggunakan format State Trait Anxiety menggunakan nilai mean, median, standar
Inventory (STAI). Sedangkan respon fisiologis deviasi, nilai minimal dan maksimal dengan
dengan melakukan pengukuran tekanan darah dan confiden interval 95 %. Analisis bivariat dalam
denyut nadi. penelitian ini untuk melihat perbedaan relaksasi
Rancangan penelitian yang digunakan adalah pasien setelah dilakukan intervensi SSBM dengan
non randomized pre test and post-test control pooled t test.
group. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok,
masing-masing dilakukan treatment berupa HASIL DAN PEMBAHASAN
SSBM. Kelompok 1 dilakukan SSBM selama 10
menit dan kelompok 2 selama 5 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Populasi pada penelitian ini adalah semua rata-rata usia responden di RSUD Kota Makassar
pasien stroke yang rawat jalan di Rumah Sakit adalah 62 tahun (95% CI: 57,37-66,63) dengan
Umum Daerah Kota Makassar. Sampel pada standar devasi 10,16 tahun. Usia termuda 51
penelitian ini yaitu pasien stroke yang datang tahun dan tertua 80 tahun. Hasil estimasi interval
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
Makassar dan selanjutnya dilakukan kunjungan usia pasien stroke diantara 57,37-66,63 tahun.
rumah. Teknik pengambilan sampel dilakukan Proporsi jenis kelamin terbanyak adalah
dengan non probability sampling jenis perempuan yaitu 61,9%, tingkat pendidikan SD
consecutive sampling yaitu semua subyek yang 38,1%, tidak bekerja/IRT 38,1 % dengan status
datang berobat ke RSUD Kota Makassar dan menikah 95,2%. Berdasarkan jenis stroke proporsi
memenuhi kriteria inklusi bersedia berpartisipasi terbanyak adalah stroke iskemik sebesar 95,2%
dalam penelitian dan dapat diajak berkomunikasi. dengan jumlah serangan stroke satu kali yaitu
Kriteria eksklusi mengalami gangguan kognitif 85,7%. Sebagian besar responden tidak
berat dan tidak bersedia menjadi responden. Besar mendapatkan pengobatan antihipertensi yaitu
sampel dalam penelitian ini adalah 21 orang yang 66,7%.
terdiri dari 10 orang dilakukan SSBM selama 5 Rata-rata skor STAI responden adalah
menit dan 11 orang dilakukan SSBM selama 10 45.57 (CI 95%: 42.80-48.34), dengan standar
menit. deviasi 6.07. Skor STAI terendah 37 dan tertinggi
Analisis data dilakukan secara univariat dan 60. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bivariat. Analisis univariat mendeskripsikan bahwa 95% diyakini rata-rata skor STAI pasien
karakteristik jenis kelamin, jenis stroke yang stroke diantara 42.80-48.34.
merupakan data kategorik dijelaskan dengan Distribusi tekanan darah dan denyut nadi
jumlah dan persentase masing-masing kelompok. pasien stroke sebelum SSBM dan setelah SSBM
Umur, skor STAI, tekanan darah dan denyut nadi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi tekanan darah dan denyut nadi pasien stroke


di RSUD Kota Makassar, 2016 (n = 21)
Variabel n Mean Median SD Min-Mak 95%CI
Sebelum SSBM
TD Sistolik 21 137.86 135.00 23.58 110-200 127.12-148.59
TD Diastolik 21 84.29 90.00 11.65 60-100 78.98-89-59
Denyut Nadi 21 78.81 78.00 8.13 66-100 75.11-82.51
Setelah SSBM
TD Sistolik 21 131.90 130.00 17.78 110-190 123.81-140.00
TD Diastolik 21 80.48 80.00 10.23 60-100 75.82-85.14
Denyut Nadi 21 74.48 74.00 9.03 60-100 70.36-78.59

21
Analisis bivariat digunakan untuk mngetahui independen. Sedangkan tekanan darah sistolik,
perbedaan respon fisiologis dan psikologis pasien salah satu kelompok mempunyai sebaran data
stroke yang dilakukan intervensi SSBM 5 menit tidak normal sehingga dilakukan uji Mann-
dan 10 menit. Respon fisiologis dinilai Whitney. Perbedaan respon fisiologis dan
menggunakan tekanan darah sistolik, tekanan psikologis setelah SSBM 5 menit dan 10 menit
darah diastolik dan denyut nadi. Sedangkan dapat dilihat pada tabel 2.
respon psikologis menggunakan STAI. Hasil uji
normalitas tekanan darah diastolik, denyut nadi
dan skor STAI kedua kelompok berdistribusi
normal sehingga dilakukan analisis uji t

Tabel 2 Perbedaan Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik Denyut Nadi dan Skor
STAI Pasien Stroke Antara SSBM 5 Menit dan 10 Menit
di RSUD Kota Makassar, 2016 (n = 21)

Lama SSBM p value


5 Menit (n=10) 10 Menit (n=11)
Tekanan Darah Sistolik 119.5 (11.9) 111.5 (10.1) 0.49*
Tekanan Darah Diastolik 80.0 (10.5) 80.9 (10.4) 0.84***
Denyut Nadi 76.70 (10.9) 72.45 (6.7) 0.29**
Skor STAI 45.6 (5.6) 45.5 (6.7) 0.98**
* Uji Mann-Whitney
** Uji t tidak berpasangan
*** Uji t tidak berpasangan untuk varian beda
seiring dengan bertambahnya usia sehingga lebih
umum terjadi pada usia pertengahan dan lanjut
usia (Stroke Association, 2012).
Penelitian ini melaporkan bahwa tidak
ada perbedaan respon fisiologis pasien stroke
dengan menggunakan indikator tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik dan denyut nadi Pada penelitian ini, selain karena faktor
antara kelompok yang dilakukan SSBM selama 5 usia, tekanan darah tinggi terjadi karena pasien
menit dengan 10 menit. Tekanan darah sistolik memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi
pasien stroke berada pada rentang tekanan darah merupakan risiko terbesar terjadinya stroke,
yang terkontrol dengan nilai rata-rata 132 mmHg menyebabkan sekitar 50% stroke iskemik. Hal ini
pada kelompok intervensi SSBM selama 5 menit juga meningkatkan risiko stroke hemoragik
dan 131.8 mmHg pada kelompok intervensi 10 (Stroke Association, 2012).
menit. Tekanan darah yang terkontrol pada pasien Kondisi yang sama juga ditemukan pada
disebabkan pasien mengkonsumsi obat tekanan darah diastolik. Penilitian ini melaporkan
antihipertensi. Sebagian besar orang yang rata-rata tekanan darah diastolik pasien 80.0 dan
mengalami hipertensi memerlukan pengobatan 80.9 mmHg. Data tersebut menunjukkan bahwa
untuk mengurangi tekanan darah. Merubah gaya tekanan darah diastolik pada kedua kelompok
hidup juga dapat membantu mengurangi tekanan hampir sama. Penilitian ini juga melaporkan
darah dibawah 140 mmHg atau dibawah 150 bahwa tidak ada perbedaan tekanan darah
mmHg jika berusia diatas 80 tahun dengan diastolik antara kelompok yang dilakukan SSBM
tekanan darah diastolik lebih rendah di bawah 90 selama 5 menit dan 10 menit. Tekanan darah
mmHg (Stroke Association, 2012). diastolik dipengaruhi oleh gaya hidup dan stress.
Meskipun rata-rata pasien stroke Peningkatan tekanan darah diastolik mengalami
memiliki tekanan darah yang terkontrol masih peningkatan setelah mengalami stress jangka
terdapat pasien yang memiliki tekanan darah panjang (Mohebbi et al., 2014).
sistolik hingga 200 mmHg. Tingginya tekanan Hal yang sama juga ditemukan pada
darah dapat terjadi akibat berbagai alasan. Faktor denyut nadi. Pada penilitian ini, tidak ada
gaya hidup seperti kelebihan berat badan, perbedaan denyut nadi antara kelompok yang
merokok, tidak berolah raga dan diet yang tidak dilakukan SSBM selama 5 menit dan 10 menit.
sehat dapat menyebabkan peningkatan tekanan Rata-rata denyut nadi kedua kelompok berada
darah. Tekanan darah juga cenderung meningkat pada rentang normal. Denyut nadi normal saat

22
istirahat adalah 60-100x/menit. Denyut nadi seperti SSBM untuk meningkatkan relaksasi pada
dikontrol oleh sistem saraf otonom, saraf pasien.
parasimpatis akan memperlambat denyut nadi Mahasiswa sebagai calon perawat perlu
(Ignatavicius & Workman, 2006). mendapatkan tentang prosedur SSBM dan
Meskipun dalam penelian ini manfaat bagi pasien yang menjalani perawatan
melaporkan tidak ada perbedaan respon fisiologis, dan rehabilitasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut
secara klinik tekanan darah sistolik dan denyut untuk mengetahui efektivitas SSBM terhadap
nadi pasien yang dilakukan SSBM selama 10 relaksasi dengan jumlah sampel yang lebih
menit lebih rendah dibandingkan dengan SSBM banyak dan waktu intervensi yang lebih lama.
lima menit. Penelitian Mohebbi et al., (2014)
melaporkan bahwa SSBM selama 10 menit DAFTAR PUSTAKA
mengurangi tekanan darah pada pasien hipertensi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yeganehkhah American Heart Association, 2015, Heart Disease
(2008) melaporkan ada perbedaan tekanan darah and Stroke Statistics-2015 Update,
sistolik dan diastolik pada kelompok yang Circulation, 131, e29-e322.
dilakukan tindakan SSBM selama 5 menit
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang Aourell M, et al., 2005, Effects of Swedish
menggunakan massage yang lain. Kedua hasil massage on blood pressure,
penelitian tersebut menunjukkan bahwa SSBM Complementary Therapies in Clinical
selama 5 menit maupun 10 menit dapat Practice, Vol. 11, pp. 242-246.
menurunkan tekanan darah pada pasien.
Tindakan SSBM memfasilitasi respon saraf Caple C, & Schub T, 2010, Stroke:
parasimpatis sehingga menurunkan tekanan darah Cardiovascular causes and effects.
(Mohebbi et al., 2014). Glendale, California: Cinahl Information
Hasil penelitian ini melaporkan respon Systems.
psikologis berupa kecemasan pasien stroke yang
Corwin EJ, 2000, Buku saku patofisiologi (Terj.
dinilai menggunakan STAI memiliki nilai rata-
Dari Handbook of pathophysiology, Brahm
rata 45.57. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda
U. Pendit), Jakarta: EGC.
dengan hasil penerapan EBN yang pernah
dilakukan oleh peneliti terhadap 6 orang pasien Ellis CS, & Horn S, 2000, Change in identity and
stroke dengan skor ansietas sebelum SSBM 47.57 self-concept: a new theoretical approach to
mengalami penurunan menjadi 44.85 setelah recovery following stroke, Clinical
dilakukan SSBM. Penelian ini melaporkan bahwa Rehabilitation, Vol. 14, pp. 279-287.
tidak ada perbedaan skor ansietas antara
kelompok yang dilakukan SSBM 10 menit Falvo D, 2005, Medical and psychosocial aspects
dengan 5 menit. of chronic 23llness and disability. Third
Stimulasi taktil akan menimbulkan edition. Massachusetts: Jones and Bartlett
respon neurohormonal kompleks di hipotalamic- Publishers, Inc.
pituitary axis (HPA) melalui lintasa serabut saraf
pusat yang didistribusikan melalui korteks serebri, Fraser J, & Kerr JR, 1993, Psychophysiological
midbrain dan diinterpretasikan dengan respon effects of back massage on elderly
relaksasi. Selain mempengaruhi stimulasi institutionalized patients, Journal of
sensorik, SSBM mempengaruhi mekanisme Advanced Nursing, Vol. 18, pp. 238-245.
psikologis seperti emosi dan perasaan selama
massage diatur oleh sistem limbic yang memiliki Fure B, et al., 2006, Emosional symptoms in
koneksi dekat dengan sirkuit saraf otonom dan acute ischemic stroke, Int J Geriatr
mengurangi aktivitas simpatis (Aourell, Skoog, & Psychiatry, Vol. 21, pp. 382-387.
Carleson, 2005).
Ginsberg L, 2008, Lecture notes: Neurologi. Edisi
KESIMPULAN 8 (Terj. Dari Lecture Notes: Neurology,
eighth edition, Wardhani, I. R.), Jakarta:
Tidak ada perbedaan rata-rata tekanan Penerbit Erlangga.
darah sistolik, tekanan darah diastolik, denyut
nadi dan skor ansietas pasien stroke yang Gorman, L. M., & Sultan, D. F. (2008).
dilakukan SSBM selama 5 menit dan 10 menit. Psychosocial nursing for general patient
Perawat dapat melakukan SSBM selama 5 menit care. 3rd edition. Philadelphia: F. A. Davis
ataupun 10 menit untuk meningkatkan relaksasi Company.
pasien stroke. Perawat sebaiknya
mengembangkan intervensi non farmakologi

23
Gurr B, 2009, Staff perceptions of psychological pain in elderly stroke patients,
care on a stroke rehabilitation unit, British Complementary Therapies in Nursing &
Journal of Nursing, Vol. 18, No. 1, pp. 52- Midwifery, Vol. 10, pp. 209-216.
56.
Pinto S, & Caple C, 2010, Stroke: Risk and
Guyton AC, 1995, Fisiologi manusia dan Protective Factors, Glendale, California:
mekanisme penyakit. (Terj. Dari Human Cinahl Information Systems.
physiology and mechanisms of disease,
Petrus Andrianto), Jakarta: EGC Reif MH, et al., 2000, High blood pressure and
associated symptoms were reduced by
Harris M, 2009, The effects of slow-stroke back massage therapy, Journal of body work and
massage on the sleep of persons with movement therapies, Vol. 4, No.1, pp. 31-
dementia in the nursing home: A pilot 38.
study, Dissertation, UMI Microform
3357546. Richman S, & Grose S, 2010, Stroke and
cholesterol, Glendale, California: Cinahl
Harris M, & Richards KC, 2010, The Information Systems.
physiological and psychological effect of
slow-stroke back massage and hand Sastroasmoro S, & Ismael S, 2010, Dasar-dasar
massage on relaxation in older people, metodologi penelitian klinis, Edisi 3.
Journal of Clinical Nursing, Vol. 19, pp. Jakarta: Sagung Seto.
917-926.
Scanlon VC, & Sanders T, 2007, Essentials of
Ignatavicius DD, & Workman ML, 2006, anatomy and physiology, 5th edition,
Medical-surgical nursing critical thinking Philadelphia: F. A. Davis Company.
for collaborative care, Philadelphia:
Silbernagl S, & Lang F, 2000, Color atlas of
Saunders Elseviers.
pathophysiology, Stuttgart, New York :
Kemenkes RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar Georg Thieme Verlag
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Stroke Association, 2012, High blood pressure
and stroke, dilihat tanggal 6 November
McKenna K, 2008, ACLS essentials basics and 2016, stroke.org.uk
more, New York: McGraw-Hill.
Yegahehkhah M, et al., 2008, The Effects of
Meek SS, 1993, Effects of slow stroke back Slow-Stroke Back Massage on Hypertension
massage on relaxation in hospice clients, in Elderly, Iran Journal of Nursing, Vol. 21,
Journal of Nursing Scholarship, Vol. 25, No.54, pp. 73-83.
No. 1, pp. 17-21.

Mohebbi Z., et al, 2014, The effect of Back


Massage on Blood Pressure in the Patients
with Primary Hypertension in 2012-2013: A
Randomized Clinical Trial, International
Journal of Community Based Nursing and
Midwifery, Vol. 2, No. 4, pp. 251-258.

Mok E, & Wo CP, 2004, The effects of slow-


stroke back massage on anxiety and soulder

24
PENGARUH ELEVASI POSISI KEPALA PADA KLIEN STROKE
HEMORAGIK TERHADAD TEKANAN RATA-RATA ARTERIAL,
TEKANAN DARAH DAN TEKANAN INTRA KRANIAL DI RUMAH SAKIT
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TAHUN 2011

THE EFFECT OF HEAD ELEVATION ON MEAN ARTERIAL PRESSURE,


BLOOD PRESSURE, AND INTRACRANIAL PRESSURE AMONG
HEMORRHAGIC STROKE PATIENTS IN THE MARGONO SOEKARDJO
HOSPITAL, PURWOKERTO 2011
Supadi
Jurusan Keperawatan Akademi Keperawatan Kemenkes Semarang
Abstract
Stroke result in mortality cases in the developing countries such as Indonesia.
Indonesia Healthcare Ministry reported that stroke was the first rank of death fatality
among hospitalized patients. The disease also has been founded in many countries.
Annual published statistics at The Margono Soekarjo Hospital Purwokerto indicated
that stroke revealed top ten cases in neurologic department. The incidence of stroke
showed steadily increased since 2007. The aim of the study was to investigate the
effect of head elevation on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke at the Margono Soekarjo Hospital Purwokerto on
2011.The study was employed quasi experimental design pre and post test with control
group. This research used analytical descriptive. And, the data was analyzed by t test
dependent and chi square analysis approach. There was significant effect of head
elevation positioning on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke patients after the treatment (p value 0, 00) of
intervention group in the Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Meanwhile, there
was no significant change of control group on mean arterial pressure, systolic and
diastolic blood pressure, and intracranial pressure (p values were 0,206, 0,761 and
0,092, and 0,058 respectively). The study showed that there was significant effect of
head elevation positioning on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke patients after the treatment (p value 0, 00).

Keywords: head elevation, intracranial pressure, blood pressure, MAP, hemorrhagic


stroke

Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

154
155 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

PENDAHULUAN dilakukan oleh Schneider, dkk (2000


Stroke adalah penyebab dalam Muhammad, 2007) menyatakan
kematian yang utama. Pola penyebab bahwa salah satu penatalaksanaan
kematian di rumah sakit yang utama penurunan peningkatan intra kranial
dari data Kementerian Kesehatan adalah dengan mengatur posisi kepala
Republik Indonesia menyebutkan elevasi 15- 300 untuk meningkatkan
bahwa stroke menempati urutan venous drainage dari cerebral ke
pertama sebagai penyebab kematian di jantung. Elevasi kepala 15- 300 aman
RS. Hal ini teramati pula di banyak sepanjang tekanan perfusi serebral
negara. Stroke merupakan penyebab dipertahankan lebih dari 70 mmHg
kematian nomor tiga setelah penyakit dengan melihat indikator MAP (Mean
jantung dan kanker secara global. Arterial Pressure). Disamping itu
(Kelompok Studi Stroke Perhimpunan tindakan elevasi kepala 15- 300
Dokter Spesialis Saraf Indonesia, tersebut juga diharapkan venous
2007). return (aliran balik) ke jantung
Stroke hemoragik sekitar 10 - berjalan lebih optimal sehingga dapat
15% mengakibatkan perdarahan intra mengurangi edema intaserebral karena
serebral terhitung dari seluruh stroke perdarahan. Tetapi fenomena di
dan memiliki tingkat mortalitas lebih Rumah sakit Margono Purwokerto
tinggi dari infark serebral. (Nasisi, posisi tidur dengan elevasi kepala 15-
2010) 300 belum digunakan secara optimal
Peningkatan intra kranial akan sebagai tindakan karena belum ada
menyebabkan herniasi ke arah batang evidece based nursing practice (bukti
otak sehingga mengakibatkan ilmiah) yang dijadikan sebagai acuan
gangguan pusat pengaturan organ tindakan. Disamping itu berdasarkan
vital, gangguan pernafasan, survey pendahuluan 10 pasien stroke
hemodinamik, kardiovaskuler dan hemorargik yang dilakukan oleh
kesadaran (Anurogo, 2008). peneliti di Rumah sakit Margono di
Oleh karena itu peningkatan dapatkan hasil 7 pasien dengan
intrakranial merupakan kegawat- tekanan darah tidak normal / stabil,
daruratan yang harus diatasi dengan terjadi penurunan kesadaran, mual,
segera. Dalam studi penelitian yang muntah dan MAP rata –rata antara
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 156

60-70 mmHg dengan posisi flat atau Populasi dalam penelitian ini adalah
elevasi kepala di bawah 15- 300 serta semua pasien stroke hemoragik
belum adanya SPO ( Standar Prosedur sedangkan Pengambilan sampel
Operasi ) untuk mengatur posisi dilakukan dengan metode non
kepala pada pasien dengan kasus probability sampling melalui
stroke hemoragik. purposive sampling dengan kriteria
inklusi yaitu :a) Pasien stroke
Tujuan penelitian ini adalah untuk
hemoragik dengan perawatan di IGD,
Mengetahui pengaruh elevasi posisi
bangsal Asoka, Dahlia dan bangsal
kepala pada klien stroke hemoragik
Mawar dan Cempaka RSUD Margono
terhadap tekanan rata-rata arterial,
Soekarjo Purwokerto b) Usia pasien ≥
tekanan darah dan tekanan intra
21 tahun c) Pasien dalam kondisi sadar
kranial di Rumah Sakit Margono
atau koma d)Telah ditegakan
Soekarjo Purwokerto Tahun 2011.
diagnosis medis stroke hemoragik
METODE PENELITIAN dengan CT scan e) Lama perawatan

Rancangan penelitian yang minimal 7 hari.

digunakan adalah kuasi eksperimen Jumlah sampel ada 42 sampel dengan

(pre - post test with control design). pembagian responden 21 untuk

Penelitian ini bertujuan mencari kelompok intervensi dan 21 responden

pengaruh elevasi posisi kepala pada untuk kontrol.

klien stroke hemoragik terhadap HASIL PENELITIAN DAN


tekanan rata-rata arterial, tekanan PEMBAHASAN
darah dan tekanan intra kranial di
Hasil penelitian pengaruh
Rumah Sakit Margono Soekarjo
elevasi posisi kepala pada klien stroke
Purwokerto.
hemoragik terhadap tekanan rata – rata
Waktu penelitian mulai bulan
arterial, tekanan darah dan tekanan
Agustus sampai dengan November
intra kranial di RS. Margono Soekarjo
2011 dan lokasi Penelitian ruang IGD,
Purwokerto.
Asoka, Dahlia serta ruang Mawar
A. Gambaran umum Responden
RSMS Purwokerto.
Gambaran umum responden stroke
hemoragik yang meliputi Tingkat
157 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

kesadaran, jenis pekerjaan, jenis Pendidikan


pendidikan, umur, nilai GCS,  Tidak 3 7,1
tekanan darah, MAP dan TIK, Sekolah
dapat di lihat pada tabel di bawah  SD 8 19,0
ini :
 SMP 8 19,0
Tabel 4.1 Gambaran umum  SMA 18 42,9
responden stroke hemoragik  PT 5 11,9
menurut tingkat kesadaran,
pekerjaan, Jenis kelamin dan Berdasarkan data gambaran umum

pendidikan. dapat dilihat bahwa sebagian besar


kesadaran klien dalam keadaan
sadar 28 klien (66,7%) sedangkan
Variabel Jumlah Persentase
sisanya 14 klien (33,3%) dalam
Tingkat
keadaan tidak sadar. Jenis
kesadaran :
pekerjaan klien sebagian besar
 Tidak 14 33,3
pensiunan 11 klien (26,2%),
sadar
sedangkan pegawai swasta, buruh,
 Sadar 28 66,7
tidak bekarja, wiraswasta dan tani
Pekerjaan :
masing – masing 2,4 %, 9,5%,
 PNS 8 19,0
11,9%, 14,3% dan 16,7%.
 Buruh 4 9,5
Distribusi data masing-masing
 Tani 7 16,7
variabel bila dilihat hasil
 Pensiunan 11 26,2
perbandingan antara skwness dan
 Wiraswasta 6 14,3
standar error didapatkan hasil
 Pegawai 1 2,4
kurang dari 2 (dua). Hal ini
Swasta
menunjukan bahwa distribusi data
 Tidak 1 11,9
untuk masing – masing variabel
bekerja
adalah normal, sehingga analisis
Jenis kelamin uji T dan Chi squre dapat
 Pria 25 59,5 digunakan untuk analisis uji
 Wanita 17 40,5 hipotesis.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 158

B. Tekanan darah sistolik dan dan perlakuan dapat dilihat pada


diastolik, MAP, TIK sebelum tabel di bawah ini:
dilakukan intervensi. Tabel 4.2 Tekanan darah sistolik
Tekanan darah sistolik dan dan diastolik, MAP sebelum
diastolik, MAP sebelum dilakukan dilakukan intervensi pada
intervensi pada kelompok kontrol kelompok kontrol dan perlakuan

Tabel 4.2 Tekanan darah sistolik dan diastolik, MAP sebelum dilakukan
intervensi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Mean
Variabel Kelompok SD Min-Maks 95 % CI
Median
Tekanan Darah Kontrol 169,38 15,20 150-200 162,46-
Sistolik 170,00 176,30
Intervensi 176,05 24,65 130-240 164,82-
172,00 187,27
Tekanan Darah Kontrol 93,76 9,909 80-110 89,25-
Diastolik 90,00 98,27
Intervensi 109,71 14,67 90-150 103,04-
110,00 116,39
MAP Kontrol 120,809 13,16 103-156 114,81-
120,00 126,80
intervensi 132,86 21,64 90-190 123,01-
127,00 142,721

Dari hasil analisis dapat dilihat tinggi yaitu 109,71 mmHg


bahwa rata-rata tekanan darah sistolik dibandingkan dengan kelompok
kelompok intervensi lebih tinggi yaitu kontrol yaitu 93,76 mmHg. Rata –rata
176,05 mmHg, dibandingkan dengan tekanan arterial pada kelompok
tekanan darah sistolik kelompok intervensi lebih tinggi 132, 86
kontrol yaitu 169,39 mmHg. dibandingkan dengan kelompok
Sedangkan rata-rata tekanan darah kontrol 120,80.
diastolik kelompok intervensi lebih
159 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Menurut Roper (2005) kurang dengan meningkatnya umur,


Penyebab stroke hemoragik sangat sehingga ia menjadi kurang kuat,
beragam tetapi tekanan darah yang meskipun masih penting dan bisa
relatif tinggi atau hipertensi sebagai diobati, faktor risiko ini pada orang
pencetus terjadinya stroke hemoragik tua.
yaitu perdarahan intraserebral primer Kelompok Studi Stroke
(hipertensif). Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Sedangkan menurut Sitirios Indonesia (2007) menjaga agar Mean
(2000), Risiko stroke berkaitan dengan Arterial Pressure (MAP) sekitar 110
tingkat sistolik hipertensi. Hal ini mmHg atau tekanan darah sistolik
berlaku untuk kedua jenis kelamin, (TDS) tidak lebih dari 160 dan
semua umur, dan untuk resiko tekanan darah diastolic (TDD) 90
perdarahan, atherothrombotik, dan mmHg akan mengoptimalkan sirkuasi
stroke lakunar, menariknya, risiko ke organ vital dan mengurangi risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik stroke hemoragik.
Tabel 4.3 Tekanan Intrakranial Klien stroke hemoragik sebelum dilakukan intervensi

TIK Jumlah Persentase Valid Percent


Tidak ada TIK 1 2,4 4,8
Ada TIK 20 47,6 95,2
Total 21 50,0 100,0

Dari data di atas terlihat bahwa Menurut Corwin (2006),


sebagian besar responden volume darah yang terakumulasi di
memperlihatkan adanya TIK (47,6%), ruang subarachnoid menyebabkan
sedangkan hanya satu responden yang peningkatan tekanan di sekitar
tidak menunjukkkan adanya TIK jaringan otak, sehingga memicu
(2,4%). Ini menunjukkan bahwa kenaikan tekanan intracranial. Hal ini
pasien dengan stroke hemoragik selaras dengan hasil penelitian yang
cenderung mengalami peningkatan menunjukkan bahwa sebagian besar
TIK. pasien stroke hemoragik mengalami
peningkatan tekanan intracranial.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 160

C. Tekanan darah sistolik dan Tabel 4.4 Tekanan darah sistolik


diastolik, MAP dan TIK sesudah dan diastolik, MAP
dilakukan intervensi sesudah dilakukan
intervensi

Mean
Variabel Kelompok SD Min-Maks 95 % CI
Median
Tekanan Darah Kontrol 167,86 18,81 140-210 159,29-
Sistolik 165,00 176,42
Intervensi 151,81 24,00 110-200 140,88-
150,00 162,74
Tekanan Darah Kontrol 89,90 7,98 80-100 86,30-
Diastolik 90,00 9351
Intervensi 97,95 16,53 70-147 90,42-
100 105,48
MAP Kontrol 117,04 10,01 102-138 112,48-
118,67 121,60
intervensi 116,59 20,00 83-174 107-
113,00 125,70
dibandingkan dengan kelompok
Dari hasil analisis dapat dilihat
intervensi 116,59.
bahwa rata-rata tekanan darah sistolik
kelompok intervensi lebih tinggi yaitu Menurut The seventh report of
151,81 mmHg, dibandingkan dengan the joint national commitee on
tekanan darah sistolik kelompok prevention, detection, eveluation, and
kontrol yaitu 167,86 mmHg. treatment of high pressure (2006)
Sedangkan rata-rata tekanan darah dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
diastolik kelompok intervensi lebih Simadibrata, et.al, (2006) klasifikasi
tinggi yaitu 97,95 mmHg tekanan darah sistolik dan diastolik
dibandingkan dengan kelompok responden setelah perlakuan masih
kontrol yaitu 89,90 mmHg. Rata–rata relatif tinggi yaitu termasuk hipertensi
tekanan arterial pada kelompok derajat 2 yaitu sistolik ≥ 160 mmHg
kontrol lebih tinggi 117,04 dan diastolik ≥ 110 mmHg.
161 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Sedangkan menurut Matson 70-110 mmHg untuk mempertahankan


(2004) MAP merupakan indikator perfusi jaringan.
yang baik untuk perfusi jaringan dan
monitor saat orang dalam keadaan
kritis. MAP direkomendasikan antara

Tabel 4.5 Tekanan Intrakranial sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok


intervensi

TIK Jumlah Persentase Valid Percent


Tidak ada TIK 14 33,3 66,7
Ada TIK 7 16,7 33,3
Total 21 50,0 100,0

Penelitian dengan sampel yang


Dari kelompok intervensi terlihat
lebih besar oleh Lim dan Wong
bahwa setelah dilakukan
(2004) juga melaporkan adanya
intervensi elevasi kepala sebagian
penurunan yang signifikan pada
besar responden tidak
TIK dan tekanan perfusi serebral
menunjukkan adanya TIK
bila elevasi kepala 30° dilakukan.
(66,7%), sedangkan sepertiganya
masih menunjukkan adanya TIK
(33,3%). Tindakan elevasi kepala
menjanjikan perbaikan pada
pasien dengan stroke hemoragik.

Hasil ini selaras dari suatu studi


oleh Fan (2004)
merekomendasikan penggunaan
elevasi kepala 30° untuk
mengurangi TIK dan memonitor
efek tekanan perfusi serebral pada
pasien dengan cedera kepala.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 162

D. Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada


kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 4.6 Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


Tekanan sistolik Pre klp kontrol 169,38 15,2 0,761
Post klp kontrol 167,85 18,81

TD diastolik Pre klp kontrol 93,76 9,90 0.092


Post klp kontrol 89,90 7,91

Tabel 4.7 Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok intervensi

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


Tekanan sistolik Pre klp intervensi 176,04 24,65 0.00
Post klp intervensi 151,80 24,00
TD diastolik Pre klp intervensi 109,71 14,67 0.00
Post klp intervensi 97,95 16,53

0,00. Beberapa sistem balikan


Dari hasil analisa data dapat
mengatur tekanan darah dalam
dilihat bahwa tidak ada pengaruh
pembuluh darah. Salah satu
yang signifikan tekanan darah
sistem ini dikontrol oleh area
sistolik dan distolik pada
vasomotor di pusat
kelompok kontrol sebelum dan
kardiovaskuler. Ini merupakan
sesudah perlakuan dengan p value
kelompok sel saraf di medulla
0,761 dan 0,092 sedangkan
oblongata, terletak di bagian
tekanan darah sistolik dan
inferior batang otak (Tortora dan
diastolik sesudah perlakuan pada
Grabowksi, 2002). Pusat
kelompok intervensi ada pengaruh
vasomotor ini mengontrol
yang signifikan dengan p value
konstriksi viscera dan pembuluh
163 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

darah perifer. Bagian ini bekerja Meskipun pada tahap akhir,


bukan hanya dalam respon kenaikan TIK mengurangi
terhadap perubahan tekanan tekanan perfusi serebral.
darah, hipoksia, dan hiperkapnia, Penurunan perfusi medular ini
tetapi juga berespon terhadap akan mengaktifkan reflex iskemia.
perubahan perfusi darah di Mengakibatkan vasokonstriksi
medulla oblongata (Ganong, dan konsekuensi-nya menaikkan
2003). Pada tahap awal kenaikan tekanan arteri (Hickey, 2002).
TIK, tekanan darah relative stabil.

E. Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok


kontrol dan intervensi
Tabel 4.8 Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol.

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


MAP Pre klp kontrol 120,80 13,16 0,206
Post klp kontrol 117,04 10,01

Tabel 4.9 Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok intervensi.

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


MAP Pre klp intervensi 132,86 21,64 0,00
Post klp intervensi 116,59 20,00
intervensi ada pengaruh yang
Dari hasil analisa data dapat
signifikan dengan p value 0,00.
dilihat bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan MAP pada Dalam hubungannya dengan
kelompok kontrol sebelum dan tekanan intracranial, mekanisme
sesudah perlakuan dengan p value fisiologi yang terjadi di otak
0,206 sedangkan MAP sesudah dikenal dengan istilah
perlakuan pada kelompok autoregulasi aliran darah serebral.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 164

Bila otak berkontribusi hanya 2% mmHg (Dunn, 2022). Tekanan


dari berat badan, namun perfusi serebral berhubungan erat
bertanggung jawab terhadap 20% terhadap tekanan intracranial. Hal
konsumsi tubuh terhadap oksigen ini berarti perbedaan sistemik
dan glukosa pada saat istirahat antara mean arterial pressure
(Tortora dan Grabowski, 2002). (MAP) dan tekanan intracranial.
Neuron di otak menghasilkan Menurut hubungan ini, jika
energy hampir seluruhnya dengan tekanan intracranial meningkat
cara mengoksidasi glukosa. Selain atau MAP menurun, tekanan
itu, otak tidak menyimpan perfusi serebral menurun, dan jika
glukosa. Sehingga aliran darah MAP meningkat, tekanan perfusi
serebral yang konstan diperlukan serebral meningkat. Jika tekanan
untuk mempertahankan suplai perfusi serebral dibawah 50
oksigen dan glukosa secara mmHg dapat menyebabkan
teratur( Tortora dan Grabowski,
hipoksia (kadar oksigen tidak
2002). Hal ini dijamin oleh mencukupi di tingkat jaringan)
mekanisme autoregulasi, dimana dan iskemia ( aliran darah tidak
kemampuan pembuluh darah mencukupi ke jaringan). Jika
dalam otak berkonstriksi atau tekanan perfusi serebral
berdilatasi untuk mempertahankan meningkat diatas 150 mmHg, hal
aliran darah yang stabil terhadap ini dapat menyebabkan edema
tekanan perfusi serebral dalam serebral (akumulasi cairan
rentang normal antara 50-140
interstitial abnormal).

F. Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok


kontrol dan perlakuan.

Tabel 4.10 Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok
kontrol
TIK Tidak ada TIK Ada TIK Total Pvalue
Pre klp kontrol 1 20 21 0,058
Post klp kontrol 1 20 21
165 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Tabel 4.11 Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok
perlakuan

TIK Tidak ada TIK Ada TIK Total Pvalue


Pre klp intervensi 1 20 21 0,032
Post klp intervensi 14 7 21

ditunjukkan dari tidak


Dari hasil analisa data dapat
ditemukannya TIK pada sebagian
dilihat bahwa tidak ada pengaruh
pasien. Walaupun elevasi kepala
yang signifikan PTIK pada
30° menunjukkan perbaikan pada
kelompok kontrol sebelum dan
sebagian pasien, namun posisi ini
sesudah perlakuan dengan p value
0,058 sedangkan PTIK sesudah hanya bermanfaat pada pasien
yang mengalami TIK. Namun
perlakuan pada kelompok
perlu kewaspadaan bagi petugas
intervensi ada pengaruh yang
kesehatan bila menemui pasien
signifikan dengan p value 0,032
yang menunjukkan TIK normal
Hasil penelitian ini mengindikasi-
pada awal gejala stroke,
kan bahwa elevasi posisi kepala
mengingat perdarahan dapat
30° dapat menghambat aliran
terjadi 3 – 5 hari setelah awal
darah serebral ke otak pada pasien
serangan.
dengan stroke hemoragik. Hal ini

G. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini masih memiliki kepala pada posisi yang normal


keterbatasan diantaranya, pertama tidak dilakukan saat pengambilan
tidak adanya pengklasifikasian sampel penelitian. Ketiga,
kasus stroke hemoragik yang penilaian adanya peningkatan TIK
berat, ringan dan sedang waktu dengan gejala Trias PTIK masih
pengambilan sampel penelitian. belum standar, peneliti
Kedua, saat melakukan pengaturan menentukan adanya peningkatan
posisi kepala dengan elevasi 15 – TIK bila ada satu gejala yang
30 derajat dari tempat tidur, fiksasi muncul dari Trias PTIK.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 166

SIMPULAN DAN SARAN kelompok intervensi di Rumah Sakit


Margono Soekarjo Purwokerto.
Simpulan
Sedangkan pada kelompok control
Dari hasil penelitian ini diperoleh
tidak ditemukan perubahan tekanan
gambaran tentang tekanan rata-rata
rata-rata arteri, tekanan darah sistolik
arterial (MAP), tekanan darah, dan
dan diastolic, dan TIK pada kelompok
yang memiliki gejala tekanan
control dengan p value adalah 0,206,
intracranial pada klien stroke
0,761 dan 0,092, 0,058 secara
hemoragik cukup tinggi baik pada
berurutan.
kelompok control dan perlakuan.
Selanjutnya terungkap juga tekanan Saran-saran
rata-rata arterial (MAP), tekanan Berdasarkan kesimpulan tersebut
darah, dan yang menunjukkan gejala dapat direkomendasikan hal-hasil
tekanan intrakranial pada klien stroke sebagai berikut: pertama, perlunya
hemoragik sesudah perlakuan pengaturan posisi elevasi kepala 30°
menunjukan penurunan pada untuk menyokong perbaikan aliran
kelompok intervensi, sedangkan darah arteri pada pasien dengan stroke
kelompok kontrol menunjukan tidak hemoragik. Kedua, perlunya SOP
ada perubahan nilai MAP, Tekanan tentang positioning pengaturan posisi
darah dan gejala peningkatan kepala pada klien stroke hemoragik.
tekananan intrakranial.
Dan ketiga, perlu penelitian lebih
Pada akhirnya disimpulkan bahwa ada lanjut untuk mengkonfirmasi hasil
pengaruh elevasi posisi kepala pada temuan ini dan evaluasi secara
klien stroke hemoragik terhadap komprehensif terhadap standar
tekanan rata-rata arterial, tekanan perawatan pasien yang menyokong
darah dan tekanan intra kranial pengaturan posisi pasien untuk pasien
sesudah intervensi (p value 0,00) pada stroke hemoragik.
167 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

DAFTAR PUSTAKA Perhimpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
Dunn, LT (2002) Raised intracranial Lim, L dan Wong, HB (2004). Effect
pressure. Journal of of head posture on cerebral
Neurology, Neurosurgery, hemodynamics: its influences on
and Psychiatry. 73 intracranial pressure, cerebral
Supplemen 1, 123-127. perfusion pressure, and cerebral
Gorelick, P.B. (2000). Neurology Up oxygenation. Neurosurgery. 54.
Date:Stroke. From AAN 593-597.
Sylabus: 97 –113. MERCK. (2007). Hemorrhagic Stroke.
Hickey (2002). Intracranial Diperoleh dari:
hypertension: theory and http://www.merck.com/mmhe/se
management of increased c06/ch086/ch086d.html
intracranial pressure. The [Tanggal: 23 Maret 2011].
Clinical Practice of Neurological Mesiano, T.(2007). Perdarahan
th
and Neursosurgical Nursing. 5 Subarakhnoid Traumatik. FK
ed. Lippincott William & UI/RSCM. Diunduh
Wilkins, Philadelphia. 253-285 dari:http://images.omynenny.mu
Joseph V, dkk.(2006). Intracranial ltiply.multiplycontent.com/attac
pressure/ head elevation. hment/0/R@u
Diunduh Tanggal: 17 Februari uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%
2011. 20traumatik%20Neurona%20by
http://pedscm.wustl.edu/all_net/ %20Taufik
English/Neuropage/Protect/icp- %20M.doc?nmid=88307927
Tx-3.htm [Tanggal: 13 Februari 2011]
Nasissi, Denise.(2010). Hemorrhagic
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan
Stroke Emedicine.
Dokter Spesialis Saraf
Medscape.[diunduh dari:
Indonesia.(2007). Guideline
http://emedicine.medscape.com/
Stroke . Edisi Revisi.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 168

article/793821-overview] Samino.(2006).Perjalanan Penyakit


[Tanggal: 24 M aret 2011] Peredaran Darah Otak. FK
Price, Sylvia A.(2006). Patofisiologi UI/RSCM. Diunduh dari:
Konsep Klinis Proses-proses http://www.kalbe.co.id/files/cdk/
Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. files/13PerjalananPenyakitPered
Ropper AH, Brown RH.(2005). aranDarahOtak021.pdf/13Perjala
Adams and Victor’s Principles nanPenyakitPeredaranDarahOta
of Neurology. Edisi 8. BAB 4. k021.html [Tanggal: 12
Major Categories of Maret 2011]
Neurological Disease: Tortora GJ, and Grabowski SR.
Cerebrovascular Disease. (2002). Principles of anatomy
McGraw Hill: New York. and Physiology. 10th ed. John
Rizaldy, P. (2007).Stroke di Indonesia. Wiley & Sons. New York.
Diunduh dari:
Wibowo S, 1999. Upaya Pencegahan
http://artikelindonesia.com/strok
Stroke: Berbagai Faktor Yang
e-di-indonesia.html [Tanggal: 21
Dapat mempengaruhi ketaatan
April 2011]
Berobat Pasien. Manajemen
Sjahrir.( 2003). Stroke Iskemik. Stroke Mutakhir. Berita
YandhiraAgung: Medan Kedokteran Masyarakat. Vol.
Sotirios,A,T.(2000). Clinician’s
V. No. 2: 85-91
Pocket Guide: Differential
Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery. George Thieme
Verlag: New York.
Sotirios AT.(2000) Differential
Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart.
Silbernagl, S.(2007). Florian Lang.
Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai