Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR INTRA ABDOMEN


DIRUANG EDELWEIS RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Febrianti Ningsih, S. Kep


NIM: 1911438064

Preceptor Akademik: Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS


Preceptor Klinik: Ns. Agus Salim, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR INTRA ABDOMEN

A. PENGERTIAN
Tumor merupakan kumpulan sel abdormal yang terbentuk oleh sel-sel yang
tumbuh terus mennerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan
disekitarnya serta tidak berguna bagi tubuh (Kusuma, 2001). Tumor adalah
benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan sel dengan pertumbuhan yang terbatas
dan lonjong (Oswari, 2000). Tumor adalah massa padat besar, meninggi dan
berukuran lebih dari 2 cm (Carwin, Elizabeth.J. 2000).
Tumor abdomen merupakan massa yang padat dengan ketebalan yang berbeda-
beda, yang disebabkan oleh sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh
secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut
berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Secara patologi kelainan ini
mudah terkelupas dan dapat meluas ke retroperitonium, dapat terjadi obstruksi
ureter atau vena kava inferior. Massa jaringan fibrosis mengelilingi dan menentukan
struktur yang di bungkusnya tetapi tidak menginvasinya.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal.
Pembedaan sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan
fungsi autonomnya dalam pertumbuhan, kemampuanya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.
Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain:
a. Karsinogen
b. Hormone
c. Gaya hidup, kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan makanan
yang kurang berserat.
d. Parasit : parasit schistososma hematobin yang mengakibatkan karsinoma
planoseluler.
e. Genetic
f. Infeksi, trauma, hipersensitivitas terhadap obet-obatan.
(Smelstzer, Suzanne C.2001)
Insiden tumor adalah penyakit kedua setelah penyakit kardiovaskuler yang
menyebabkan kematian utama di Amerika Serikat. Lebih dari 496.000 orang
Amerika meninggal akibat proses maligna, setiap tahunnya. Memperlihatkan
frekuensinya, penyebab kematian akibat tumor di Amerika Serikat meliputi kanker
paru, prostate, dan area kolorektal pada pria dan pada tumor paru, payudara, dan area
kolorektal pada wanita.(Smelstzer, Suzanne C.2001)

C. MANIFESTASI KLINIS
Kanker dini sering kali tidak memberikan keluhan spesifik atau menunjukan
tanda selama beberapa tahun. Umumnya penderita merasa sehat, tidak nyeri dan
tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pemeriksaan darah atau
pemeriksaan penunjang umumnya juga tidak menunjukkan kelainan. Oleh karena
itu, American Cancer Society telah mengeluarkan peringatan tentang tanda dan
gejala yang mungkin disebabkan kanker. Tanda ini disebut “7-danfer warning
signals CAUTION”. Yayasan Kanker Indonesia menggunakan akronim WASPADA
sebagai tanda bahaya keganasan yang perlu dicurigai.
C = Change in bowel or bladder habit
A = a sore that does not heal
U = unusual bleding or discharge
T = thickening in breast or elsewhere
I = indigestion or difficult
O = obvious change in wart or mole
N = nagging cough or hoarseness
Tumor abdomen merupakan salah satu tumor yang sangat sulit untuk
dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya yang mudah diraba ketika mulai
mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena sifat rongga tumor
abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen bila telah terdeteksi
harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan pemantauan
disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan dapat
dilakukan sedini mungkin.
Biasanya adanya tumor dalam abdomen dapat diketahui setelah perut tampak
membuncit dan mengeras. Jika positif, harus dilakukan pemeriksaan fisik dengan
hatihati dan lembut untuk menghindari trauma berlebihan yang dapat mempermudah
terjadinya tumor pecah ataupun metastasis. Dengan demikian mudah ditentukan
pula apakah letak tumornya intraperitoneal atau retroperitoneal. Tumor yang terlalu
besar sulit menentukan letak tumor secara pasti. Demikian pula bila tumor yang
berasal dari rongga pelvis yang telah mendesak ke rongga abdomen. Berbagai
pemeriksaan penunjang perlu pula dilakukan, seperti pemeriksaan darah tepi, laju
endap darah untuk menentukan tumor ganas atau tidak. Kemudian mengecek apakah
tumor telah mengganggu sistem hematopoiesis, seperti pendarahan intra tumor atau
metastasis ke sumsum tulang dan melakukan pemeriksaan USG atau pemeriksaan
lainnya.
Tanda dan Gejala
a. Hiperplasia
b. Konsistensi tumor umumnya padat atau keras
c. Tumor epital biasanya mengandung sedikit jaringan ikat dan apabila berasal dari
masenkim yang banyak mengandung jaringan ikat maka akan elastic kenyal atau
lunak.
d. Kadang tampak hipervaskulari disekitar tumor.
e. Biasa terjadi pengerutan dam mengalami retraksi.
f. Edema disekitar tumor disebabkan infiltrasi kepembuluh limfe.
g. Nyeri
h. Anoreksia, mual, muntah.
i. Penurunan berat badan. (Smeltzer, Suzanne C.2001).

D. PATOFISIOLOGI
Tumor adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal di ubah oleh
mutasi genetic dari DNA seluler, sel abnormal ini membentuk kolon dan
berpopliferasi secar abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam
lingkungan sekitar sel tersebut. Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari
anaerob karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang, meskipun mempunyai
enzim yang lengkap untuk oksidasi. Susunan enzim sel uniform sehingga lebih
mengutamakan berkembang biak yang membutuhkan energi unruk anabolisme
daripada untuk berfungsi yang menghasilkan energi dengan jalan katabolisme.
Jaringan yang tumbuh memerlukan bahan-bahan untuk membentuk protioplasma dan
energi, antara lain asam amino. Sel-sel neoplasma dapat mengalahkan sel-sel normal
dalm mendapatkan bahan-bahan tersebut.(Kusuma, 2001).
Ketika dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasi, dan terjadi
perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar
dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh
darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk
metastase (penyebaran tumor) pada bagian tubuh yang lain. Meskipun penyakit ini
dapat diuraikan secara umum seperti yang telah digunakan, namun tumor bukan
suatu penyakit tunggal dengan penyebab tunggal : tetapi lebih kepada suatu
kelompok penyakit yang jelas dengan penyebab, metastase, pengobatan dan
prognosa yang berbeda. (Smelstzer, Suzanne C.2001).
PATHWAY

Karsinogen, hormone, gaya hidup, parasit, genetik, infeksi, trauma, hipersensitivitas


tehadap obat-obatan

Abnormal dari oleh DNA seluler diubah mutasi genetik

Oksidasi berkurang

Neoplasma mendapat energi dari metabolisme anaerob

Neoplasma menginvasi sel dan mengubah jaringan sekitar

Masuk ke limfa dan pembuluh darah

Metastase/ penyebaran tumor

ke organ abdomen : hati, limfa, ginjal, pankreas, dll.

Metastase dan pembesaran sel, jaringan organ (hepar)

Peregangan kapsula
hati Gangguan suplay darah
Hipertermi
normal pada sel-sel hepar
Hepatomegali
Kerusakan sel parenkim,
Perubahan kenyamanan sel hati dan duktus
Perasaan ketidaknyaman di intrahepatik
kuadran kanan atas

Glukoneogenesis Gangguan metabolisme


menurun karbohidrat, lemak dan
protein
Nyeri Anoreksia Glikogenolisis
menurun Glikogenesis
menurun
Perubahan nutrisi kurang
Glikogen dalam hepar berkurang
dari kebutuhan tubuh Glukosa dalam
darah berkurang
Cepat lelah
Keletihan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Prosedur diagnostik yang biasa dilakukan dalam mengevaluasi malignansi
meliputi
a. Marker tumor
Substansi yang ditemukan dalam darah atau cairan tubuh lain yang tumor atau
oleh tubuh dalam berespon terhadap tumor.
b. Pencitraan resonansi magnetic (MRI)
Penggunaan medan magnet dan sinyal frekuensi_radio untuk menghasilkan
gambaran berbagai struktur tubuh.
c. CT Scan
Menggunakan pancaran sinar sempit sinar-X untuk memindai susunan lapisan
jaringan untuk memberikan pandangan potongan melintang.
d. Flouroskopi
Menggunakan sinar-X yang memperlihatkan perbedaan ketebalan antar jaringan;
dap[at ,mencakup penggunaan bahan kontras.
e. Ultrasound
Echo dari gelombang bunyi berfrekuensi tinggi direkam pada layer penerima,
digunkan untuk mengkaji jaringan yang dalam di dalam tubuh.
f. Endoskopi
Memvisualkan langsung rongga tubuh atau saluran dengan memasukan suatu ke
dalam rongga tubuh atau ostium tubuh; memungkinkan dilakukannya biopsy
jaringan, aspirasi dan eksisi tumor yang kecil.
g. Pencitraan kedokteran nuklir
Menggunakan suntikan intravena atau menelan bahan radiosisotope yang diikuti
dengan pencitraan yang menjadi tempat berkumpulnya radioisotope.(Smeltzer,
Suzanne C.2001).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pembedahan
Pembedahan adalah modalitas penanganan utama, biasanya gasterektoni
subtotal atau total, dan digunakan untuk baik pengobatan maupun paliasi.
Pasien dengan tumor lambung tanpa biopsy dan tidak ada bukti matastatis jauh
harus menjalani laparotomi eksplorasi atau seliatomi untuk menentukan apakah
pasien harus menjalani prosedur kuratif atau paliatif. Komplikasi yang
berkaitan dengan tindakan adalah injeksi, perdarahan, ileus, dan kebocoran
anastomoisis. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)
b. Radioterapi
Penggunaaan partikel energy tinggi untuk menghancurkan sel-sel dalam
pengobatan tumor dapat menyebabkan perubahan pada DNA dan RNA sel
tumor. Bentuk energy yang digunakan pada radioterapi adalah ionisasi radiasi
yaitu energy tertinggi dalam spektrum elektromagnetik. (Smeltzer, Suzanne C.
2001)
c. Kemoterapi
Kemoterapi sekarang telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk reseksi
tumor, untuk tumor lambung tingkat tinggi lanjutan dan pada kombinasi dengan
terapi radiasi dengan melawan sel dalam proses pembelahan, tumor dengan
fraksi pembelahan yang tinggi ditangani lebih efektif dengan kemoterapi.
(Smeltzer, Suzanne C. 2001)
d. Bioterapi
Terapi biologis atau bioterapi sebagai modalitas pengobatan keempat untuk
kanker dengan menstimulasi system imun(biologic response modifiers/BRM)
berupa antibody monoclonal, vaksin, factor stimulasi koloni, interferon,
interleukin. (Danielle Gale. 2000).

G. PENGKAJIAN
a. Aktivitas istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri, dada pada pengarahan kerja.
Kebiasaan : perubahan pada TD
c. Integritas ego
Gejala : alopesia, lesi cacat pembedahan
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada feces, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urunarius misalnya nyeri atau ras terbakar pada
saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk ( rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan
pengawet). Anoreksisa, mual/muntah.
Intoleransi makanan, perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat,
berkuranganya massa otot.
f. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
h. Pernafasan
Gejala : merokok(tembakau, mariyuana, hidup dengan sesoramh yang merokok.,
pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan perubahan pada
tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun
Multigravida, pasangan seks miltifel, aktivitas seksual dini.
k. Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sotem pendikung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah dukungan, atau
bantuan).
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan sel tumor
b. Nyeri akut berhungan dengan proses penyakit
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d. Keletihan berhubungan dengan penurunan kadar glukosa dalam darah

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan  Pain Level, Pain Management
proses penyakit  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik  Observasi reaksi nonverbal
nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi  Gunakan teknik komunikasi
nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa  Kaji kultur yang
nyeri berkurang mempengaruhi respon nyeri
dengan menggunakan  Evaluasi pengalaman nyeri
manajemen nyeri masa lampau
 Mampu mengenali  Evaluasi bersama pasien dan
nyeri (skala, tim kesehatan lain tentang
intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri
dan tanda nyeri) masa lampau
 Menyatakan rasa
 Bantu pasien dan keluarga
nyaman setelah nyeri untuk mencari dan
berkurang menemukan dukungan
 Tanda vital dalam
 Kontrol lingkungan yang
rentang normal
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
Hipertermi NOC NIC
berhubungan dengan Thermoregulation Fever treatment
peroses peradangan Kriteria Hasil:  Monitor suhu sesering
 Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal  Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam  Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi
 Tidak ada perubahan dan RR
warna kulit dan tidak  Monitor penurunan tingkat
ada pusing kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kolaborasi pemberian cairan
intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
 Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2
jam
 Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dan kedinginan
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan Vital sign

Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan Kriteria Hasil :  \Kolaborasi dengan ahli gizi
intake yang tidak  Adanya peningkatan untuk menentukan jumlah
adekuat berat badan sesuai kalori dan nutrisi yang
dengan tujuan dibutuhkan pasien.
 Berat badan ideal  Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
badan  Anjurkan pasien untuk
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
 Mampu meningkatkan protein dan
mengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi  Berikan substansi gula
 Tidak ada tanda tanda  Yakinkan diet yang dimakan
malnutrisi mengandung tinggi serat
 Tidak terjadi untuk mencegah konstipasi
penurunan berat  Berikan makanan yang
badan yang berarti terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya penurunan
berat badan
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Keletihan berhubungan NOC NIC
dengan berkurangnya  Endurance Energy management
kadar glukosa dalam  Contrentation  Observasi adanya
darah  Energy contervation pembatasan klien dalam
 Nutrional sttus : melakukan aktivitas
energi  Dorong anak untuk
Kriteria hasil : mengungkapkan perasaan
 Memverbalisasikan terhadap
peningkata energi dan  Keterbatasan
merasa lebih baik  Kaji adanya faktor yang
 Menjelaskan menyebabkan kelelahan
penggunaan energi  Monitor nutrisi dan sumber
untuk mengatasi energi yang adekuat
kelelahan  Monitor pasien akan adanya
 Kecemasan menurun kelelahan fisik dan emosi
 Glukosa darah secara berlebihan
adekuat
 Monitor respon
 Kwalitas hidup kardiovaskuler terhadap
meningkat aktivitas
 Istrahat cukup
 Monitor pola tidur dan
 Mempertahankan
lamanya tidur/istirahat pasien
kemampuan untuk
 Dukung pasien dan keluarga
berkonsentrasi
untuk mengungkapkan
perasaan,berhubungan
dengan perubahan hidup
yang sebabkan keletihan
 Bantu aktivitas sehari hari
sesuai dengan kebutuhan
 Tingkatkan tirah baring dan
pembatasan
aktivitas(tingkatkan periode
istirahat )
 Konsultasi dengan ahli gizi
untuk meningkatkan asupan
makanan yang berenergi
tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


Kusuma. B. (2001). Ilmu Patologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis, NANDA, dan N0C-NIC Jilid 1. Yogyakarta: MediAction.

Oswari. (2000). Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika


Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart
edisi 8 volume 1,2,3. Jakarta: EGC.
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/326390385

Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus Pada


Pasien Pasca Operasi Abdomen di Ruang Icu BPRSUD Labuang Baji Makassar

Article · November 2012

CITATIONS READS

0 8,083

1 author:

Stefanus Mendes Kiik

STIKES MARANATHA KUPANG

9 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Beasiswa Tesis LPDP View project

Community Nursing Center View project

All content following this page was uploaded by Stefanus Mendes Kiik on 14 July 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP WAKTU PEMULIHAN
PERISTALTIK USUS PADA PASIEN PASCA OPERASI ABDOMEN DI
RUANG ICU BPRSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
Stefanus Mendes Kiik*

ABSTRACT

Early postoperative mobilization for the patient of abdominal surgery should be doing soon at the first of
24 hours postoperative to speed up time of intestine peristaltic recovery. This research was aimed to identify the
influence of early mobilization towards time of intestine peristaltic recovery. Design used in this research was pre
experimental i.e. one group pretest-posttest designed. Sample in this research amount 18 persons. The sample
was taken with non probability technique i.e. purposive sampling. The independent variable was early
mobilization. The dependent variable was time of intestine peristaltic recovery. The instrument of this research
used observation sheet, lytman stethoscope and watch. According to result of wilcoxon signed rank test with
errors level α=0,05 so p value = 0,005 (p<α) for the second of 4 hours postoperative and p value = 0,002 (p<α) for
the third of 4 hours postoperative. Meaning Ha was accepted. It can be concluded that early mobilization has
influence towards time of intestine peristaltic recovery. Further research involve larger respondents and better
measurement tool to ab- tain more accurate results of research.

Key word : Intestine peristaltic recovery

Latar Belakang yaitu sekitar 60-70 % dari seluruh kasus akut


Pembedahan akan mencederai jaringan abdomen. Telah diperkirakan bahwa obstruksi
yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis usus bertanggung jawab bagi sekitar sepertiga dari
tubuh dan akan mempengaruhi organ tubuh semua perumahsakitan abdomen akut pada
lainnya. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja pelayanan bedah di seluruh Amerika Serikat.
terjadi yang akan membahayakan pasien. Hal ini Fungsi usus akan lebih cepat bekerja
terkait dengan berbagai prosedur asing yang harus seperti biasa dalam waktu dua sampai tiga hari
pasien jalani dan juga ancaman terhadap pasca operasi (Oswardi, 1993). Pendapat lain
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur disampaikan oleh Bulling dan Stokes (1982),
pembedahan dan tindakan pembiusan. bahwa eliminasi usus kadang tidak terjadi hingga
Kemungkinan manipulasi usus selama hari ketiga sampai hari keempat setelah
pembedahan, immobilitas dan masukan oral yang pembedahan. Hal ini disebabkan karena
dikurangi, semuanya dapat mempengaruhi fungsi pembatasan intake minum serta pengaruh anestesi
usus. Gerakan peristaltik normal daripada usus dan immobilisasi yang lama.
akan hilang dalam beberapa hari, tergantung pada Sjamsulhidajat dan Jong (1997),
jenis dan lamanya pembedahan. mengungkapkan bahwa, setelah laparatomi terjadi
Pengaruh agens anestesi dapat menghambat ileus adinamik atau ileus paralitik yaitu suatu
impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja keadaan di mana usus gagal atau tidak mampu
anestesi tersebut memperlambat atau melakukan konstraksi peristaltik untuk
menghentikan gelombang peristaltik yang dapat mengeluarkan isinya. Biasanya timbul satu sampai
berakibat terjadinya ileus paralitik. Pasien yang empat hari setelah laparatomi. Bila keadaan ini
belum pulih peristaltik ususnya setelah menetap sampai lebih dari empat hari maka perlu
pembiusan dapat menderita ileus obstruktif atau dicari penyebabnya.1 Bahkan pergerakan usus
obstruksi intestinal bila dalam waktu tersebut secara spontan pertama kali akan muncul empat
diberikan asupan makanan. sampai lima hari setelah pembedahan. Hal
tersebut baru menunjukkan bahwa fungsi
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan
gastrointestinal sudah kembali normal (Shafeer,
dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
dkk, 1985). Kembalinya fungsi peristaltik
usus akan memungkinkan pemberian program
Jurnal Kesehatan (Health 7 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari
Journal) 2013
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang untuk turun dari tempat tidur secepatnya. Nyeri
diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi berkurang bila mobilisasi dini diperbolehkan.
serta mempercepat proses penyembuhan. Nettina Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal lebih
(2002), mengatakan program diet pasca bedah cepat bila pasien berupaya untuk mencapai aktivitas
diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik normal pasca operasi secepat mungkin. Berdasarkan
usus yang menandakan saluran gastrointestinal penelitian yang dilakukan oleh Boyer (1998),
telah normal. mobilisasi pasca operasi dapat mempercepat
Menurut Simanjuntak, dkk (2000), bahwa fungsi peristaltik usus. Hal ini didasarkan pada
kasus laparatomi yang terjadi di Inggris yaitu di struktur anatomi kolon di mana gelembung udara
Liverpool Hospital, setiap tahunnya rata-rata bergerak dari bagian kanan bawah ke atas menuju
sebanyak 823 pasien. fleksus hepatik, mengarah ke fleksus spleen kiri dan
turun kebagian kiri bawah menuju rektum.
Laporan Pusat Komunikasi Publik, Menurut Doenges, Marhouse dan Geissler (2000),
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI bahwa mobilisasi dini yang berupa latihan di tempat
bahwa pelayanan khusus untuk pasien miskin di tidur, berpindah ke tempat tidur lainnya dapat
Indonesia pada kasus laparatomi, meningkat dari merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.
162 kasus pada tahun 2005, menjadi 983 kasus
pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun Penelitian yang dilakukan oleh Syam
2007.10 Pembedahan yang menyangkut luka (2005) di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
insisi di abdomen menurut data dari ruang operasi dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan
gedung bedah pusat terpadu (GBPT) RSU Dr. tungkai terhadap 30 pasien pasca operasi
Soetomo Surabaya dari bulan Januari sampai laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan
September 2004 terdapat 468 kasus dengan rata- waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat
rata tiap bulan sekitar 52 kasus.11 Sedangkan empat jam dibandingkan dengan kelompok
menurut catatan medical record RS Wahidin kontrol.
Sudirohusodo Makassar, terdapat 579 pasien Demikian pula dengan pasien pasca
laparatomi pada tahun 2006. operasi diharapkan dapat melakukan mobilisasi
Berdasarkan data dari bagian Litbang sesegera mungkin, seperti melakukan gerakan
BPRSUD Labuang Baji Makassar selama kurun kaki, bergeser di tempat tidur, melakukan nafas
waktu 3 tahun terakhir bahwa pada tahun 2006 dalam dan batuk efektif dengan membebat luka
sebanyak 593 pasien operasi abdomen di kamar dengan jalinan kedua tangan di atas luka operasi,
bedah. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 548 dan teknik bangkit dari tempat tidur. Dengan
pasien operasi abdomen di kamar bedah. Pada melakukan mobilisasi sesegera mungkin, hari
bulan januari-September 2008 sebanyak 420 perawatan pasien akan lebih singkat dan
pasien operasi abdomen. Dengan rata-rata setiap komplikasi pasca operasi tidak terjadi. Akhirnya
bulan terdapat 46 pasien. lama rawat di rumah sakit akan memendek dan
lebih murah, yang merupakan keuntungan bagi
Banyak pasien yang tidak berani rumah sakit dan pasien.
menggerakkan tubuh pasca operasi karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya Tujuan penelitian adalah diketahuinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu
karena justru jika setelah operasi dan pasien pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca
segera bergerak maka akan lebih cepat operasi abdomen.
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut atau flatus. Bahan dan Cara
Keuntungan lain adalah menghindarkan Penelitian ini menggunakan rancangan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan penelitian Pre-eksperimental (One group pretest-
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya posttest design). Penelitian ini melibatkan satu
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi
sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan sebelum dilakukan intervensi, kemudian
menunjang fungsi pernafasan optimal. diobservasi lagi setelah intervensi. Populasi dalam
Mobilisasi meningkatkan tonus saluran penelitian ini adalah pasien pasca operasi
gastrointestinal, dinding abdomen dan abdomen di BPRSUD Labuang Baji Makassar
menstimulasi peristaltik usus. Pemulihan pada selama 30 Maret-13 April 2009. Jumlah populasi
luka abdomen lebih cepat terjadi bila mobilisasi dalam penelitian ini adalah 24 orang. Sampel
dilakukan lebih dini. Kejadian eviserasi pasca dalam penelitian ini adalah pasien pasca operasi
operasi jarang terjadi bila pasien diperbolehkan abdomen yang menjalani pembedahan di
Jurnal Kesehatan (Health 8 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari
Journal) 2013
BPRSUD Labuang Baji tanggal 30 Maret - 13 Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa
April 2009. Jumlah sampel dalam penelitian ini frekuensi kelompok responden terbanyak yang
adalah 18 orang. Pengambilan sampel pada telah menjalani operasi abdomen adalah
penelitian ini menggunakan metode kelompok umur 33-41 tahun yaitu berjumlah 7
Nonprobability Sampling dengan teknik orang (38,9%), diikuti kelompok umur 42-50
Purposive Sampling yaitu memilih sampel tahun dan 51-60 tahun yang masing-masingnya
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki berjumlah 4 orang (22,2%), kelompuk umur 24-32
peneliti. Analisis data dengan menggunakan uji tahun berjumlah 2 orang (11,1%) sedangkan
statistik melalui uji Wilcoxon signed ranks test kelompok umur yang paling sedikit adalah 15-23
dengan tingkat signifikansi 0,05. Uji ini tahun yang berjumlah 1 orang (5,6 %).
dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Pasca
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca Operasi Abdomen berdasarkan jenis penyakit di
operasi abdomen. Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar
Frekuensi
Jenis Penyakit
Hasil n %
Tumor intra abdomen 6 33,3

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca Peritonitis akibat perforasi 4 22,2


Operasi Abdomen berdasarkan Jenis kelamin di
Ileus obstruktif 3 16,7
Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar
Cholesistitis 2 11,1
Frekuensi
Hypertrophi prostat 2 11,1
Jenis Kelamin Tumor uterus 1 5,6
n %
Jumlah 18 100
Laki-laki 11 61,1 Sumber : Data Primer
Perempuan 7 38,9
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa frekuensi
Jumlah 18 100 kelompok responden terbanyak yang telah
Sumber : Data Primer
menjalani operasi abdomen berdasarkan jenis
penyakit adalah yang terbanyak tumor intra
abdomen berjumlah 6 orang (33,3%), peritonitis
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi akibat perforasi berjumlah 4 orang (22,2%), ileus
kelompok responden terbanyak yang telah obstruktif berjumlah 3 orang (16,7%),
menjalani operasi abdomen adalah kelompok cholesistitis dan hypertropi prostat masing-masing
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 2 orang (11,1%) dan yang paling
sebanyak 11 orang (61,1 %) sedangkan sedikit adalah tumor uterus berjumlah 1 orang
perempuan sebanyak 7 orang (38,9%). (5,7%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca Operasi


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca Abdomen 4 jam pertama berdasarkan pemulihan
Operasi Abdomen berdasarkan Umur di Ruang peristaltik usus sebelum dan
ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar setelah perlakuan Mobilisasi dini di Ruang ICU
BPRSUD Labuang Baji Makassar
Frekuensi
Umur Perlakuan mobilisasi dini
n % Pemulihan Sebelum Sesudah
15-23 tahun 1 5,6 Peristaltik usus
n % n %
24-32 tahun 2 11,1
33-41 tahun 7 38,9 Pulih 0 0 0 0
42-50 tahun 4 22,2 Belum pulih 18 100 18 100
51-60 tahun 4 22,2
Jumlah 18 100 18 100
Jumlah 18 100
Sumber : Data Primer
Sumber : Data Primer

Jurnal Kesehatan (Health 9 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari


Journal) 2013
Dari tabel 4.4 ditemukan bahwa frekuensi Pembahasan
pemulihan peristaltik usus pasien pada 4 jam
pertama pasca operasi abdomen sebelum dan Jenis Kelamin
setelah perlakuan mobilisasi dini ternyata tidak Berdasarkan data hasil analisis univariat
ditemukan adanya pemulihan peristaltik usus pada menunjukkan bahwa frekuensi kelompok
semua responden. responden terbanyak yang telah menjalani operasi
abdomen adalah berjenis kelamin Laki-laki yaitu
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pasien Pasca sebanyak 11 orang (61,1 %) sedangkan
Operasi Abdomen pada 4 jam kedua perempuan sebanyak 7 orang (38,9%). Kasus
berdasarkan pemulihan peristaltik usus tumor intra abdomen seperti karsinoma gaster,
sebelum dan setelah perlakuan Mobilisasi dini karsinoma kolorektal lebih banyak pada laki-laki
di Ruang ICU BPRSUD (Grace dan Borley, 2006). Selain itu peneliti
Labuang Baji Makassar mendapatkan bahwa banyak pasien berjenis
Perlakuan mobilisasi dini kelamin perempuan yang menjalani operasi
Pemulihan abdomen seperti sectio caesarea menggunakan
Peristaltik Sebelum Sesudah anestesi spinal sehingga tidak memenuhi kriteria
usus n % n % inklusi penelitian.

Pulih 0 0 8 44,4 Umur

Belum pulih 18 100 10 65,6 Berdasarkan hasil analisis univariat


ditemukan bahwa frekuensi kelompok responden
Jumlah 18 100 18 100 terbanyak yang telah menjalani operasi abdomen
adalah kelompok umur 33-41 tahun yaitu
Sumber : Data Primer berjumlah 7 orang (38,9%), diikuti kelompok
umur 42-50 tahun dan 51-60 tahun yang masing-
Dari tabel 5 ditemukan bahwa frekuensi masingnya berjumlah 4 orang (22,2%), kelompuk
kelompok responden pada 4 jam kedua sebelum umur 24-32 tahun berjumlah 2 orang (11,1%)
perlakuan mobilisasi dini tidak terdapat perubahan sedangkan kelompok umur yang paling sedikit
peristaltik usus pada semua responden sedangkan adalah 15-23 tahun yang berjumlah 1 orang (5,6
4 jam setelah perlakuan ternyata terdapat 8 orang %).
(44,4%) yang pulih peristaltik ususnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Grace dan
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca Borley (2006) bahwa penyakit divertikular lebih
Operasi Abdomen pada 4 jam ketiga banyak terjadi pada usia 40 tahun, kasus
berdasarkan pemulihan peristaltik usus sebelum apendisitis lebih banyak terjadi pada dekade
dan setelah perlakuan Mobilisasi dini di Ruang kedua dan ketiga, jarang terjadi di bawah usia 2
ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar tahun. Karsinoma kolorektal pada usia 50-an
tahun sedangkan kasus hypertropi prostat terjadi
Perlakuan mobilisasi dini pada umur lebih dari 50 tahun (Arkanda, 1989).
Pemulihan Sedangkan menurut Grace dan Borley (2006)
Peristaltik Sebelum Sesudah bahwa hypertropi prostat terjadi pada 50 % pria
usus yang berusia 60-90 tahun.
n % n %
Pulih 8 44,4 18 100 Jenis penyakit
Belum pulih 10 65,6 0 0 Berdasarkan hasil analisis univariat
ditemukan bahwa frekuensi kelompok responden
Jumlah 18 100 18 100 terbanyak yang telah menjalani operasi abdomen
Sumber : Data Primer berdasarkan jenis penyakit adalah yang terbanyak
Tumor intra abdomen berjumlah 6 orang (33,3%),
Dari tabel 4.6 ditemukan bahwa frekuensi peritonitis akibat perforasi berjumlah 4 orang
kelompok responden pada 4 jam ketiga sebelum (22,2%), ileus obstruktif berjumlah 3 orang
perlakuan mobilisasi dini terdapat 8 responden (16,7%), cholesistitis dan hypertropi prostat
(44,4%) yang telah pulih peristaltik ususnya. masing-masing berjumlah 2 orang (11,1%) dan
Sedangkan 4 jam setelah perlakuan ternyata yang paling sedikit adalah tumor uterus berjumlah
semua responden yaitu berjumlah 18 orang 1 orang (5,7%).
(100%) telah pulih peristaltik ususnya.
Hal ini sesuai pendapat Grace dan Borley

Jurnal Kesehatan (Health 10 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari


Journal) 2013
bahwa tumor intra abdomen (kolorektal, gaster) sebelum perlakuan mobilisasi dini terdapat 8
mengalami peningkatan karena saat ini responden (44,4%) yang telah pulih peristaltik
pembedahan merupakan satu-satunya terapi ususnya. Sedangkan 4 jam setelah perlakuan
kuratif untuk kasus tersebut. Sedangkan menurut ternyata semua responden yaitu berjumlah 18
Manaf (2008) bahwa obstruksi intestinal orang (100%) telah pulih peristaltik ususnya.
bertanggung jawab terhadap 60-70% kasus gawat
abdomen di rumah sakit. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank
test dengan tingkat kemaknaan α=0,05 ternyata
nilai p=0,002. Karena nilai p(0,002)<α(0,05)
Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan maka Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
peristaltik usus pada 4 jam pertama pasca ada pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan
operasi peristaltik usus pada 4 jam ketiga pasca operasi
abdomen.
Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa
frekuensi kelompok responden pada 4 jam Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
pertama sebelum perlakuan mobilisasi dini dan dikatakan bahwa mobilisasi dini dapat
setelah perlakuan ternyata tidak ditemukan adanya mempengaruhi waktu pemulihan peristaltik usus.
pemulihan peristaltik usus pada semua responden. Yang artinya bahwa proses pemulihan organ
tubuh bagian dalam lebih cepat. Hal ini didukung
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank oleh pendapat Morison (2004) bahwa mobilisasi
test dengan tingkat kemaknaan α=0,05 ternyata dini mempercepat stadium proliferasi dengan
nilai p=1,000. Karena nilai p(1,000)>α(0,05) merangsang makrofag untuk menghasilkan
maka Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa angiogenesis sehingga fibroplasia meletakkan
tidak ada pengaruh mobilisasi dini terhadap substansi dasar dan serabut kolagen serta
pemulihan peristaltik usus pada 4 jam pertama pembuluh darah mulai menginfiltrasi luka.
pasca operasi abdomen. Hal ini terjadi karena
jumlah mobilisasi yang diberikan masih kurang Dengan mobilisasi dini secara teratur
sehingga tidak mampu untuk merangsang otot- maka sirkulasi di daerah insisi menjadi lancar
otot sepanjang saluran pencernaan untuk sehingga jaringan insisi yang mengalami cedera
menghasilkan gerakan peristaltik. akan mendapatkan zat-zat esensial untuk
penyembuhan seperti oksigen, asam amino,
vitamin dan mineral.
Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan Pemberian mobilisasi dini secara teratur
peristaltik usus pada 4 jam kedua pasca pada pasien pasca bedah laparatomi di samping
operasi meningkatkan sirkulasi juga dapat
Berdasarkan hasil uji bivariat bahwa merangsangkontraksi otot-otot abdomen pada
frekuensi kelompok responden pada 4 jam kedua dinding abdomen serta otot polos pada usus
sebelum perlakuan mobilisasi dini tidak terdapat (Syam, 2005). Hal tersebut didukung juga
perubahan peristaltik usus pada semua responden oleh Barre (2002) bahwa mobilisasi dini
sedangkan 4 jam setelah perlakuan ternyata memperlancar sirkulasi darah, mencegah
terdapat 8 orang (44,4%) yang pulih peristaltik terjadinya kontraktur serta merangsang kontraksi
ususnya. otot-otot dinding abdomen sehingga
memungkinkan pasien kembali secara penuh ke
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank fungsi fisiologisnya.
test dengan tingkat kemaknaan α=0,05 ternyata
nilai p=0,005. Karena nilai p(0,005)<α(0,05) Hasil penelitian yang dilakukan oleh
maka Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa Julian (2001), bahwa kontraksi dinding otot pada
ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu abdomen terbukti dapat menstimulasi gerakan
pemulihan peristaltik usus pada 4 jam kedua pasca peristaltik usus. Penelitian lain yang dilakukan
operasi abdomen. oleh Stokes (1982) mengatakan mobilisasi dini
menurunkan komplikasi merangsang tonus otot
serta memperbaiki eliminasi usus.
Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan Mobilisasi meningkatkan tonus saluran
peristaltik usus pada 4 jam ketiga pasca gastrointestinal, dinding abdomen dan
operasi menstimulasi peristaltik usus. Pemulihan pada
Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa luka abdomen lebih cepat terjadi bila mobilisasi
frekuensi kelompok responden pada 4 jam ketiga dilakukan lebih dini. Kejadian eviserasi pasca

Jurnal Kesehatan (Health 11 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari


Journal) 2013
operasi jarang terjadi bila pasien diperbolehkan abdomen di BP RSUD Labuang Baji Makassar.
untuk turun dari tempat tidur secepatnya. Nyeri
berkurang bila mobilisasi dini diperbolehkan. Ada pengaruh perlakuan mobilisasi dini
Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4 jam
lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai kedua pasca operasi pada pasien pasca operasi
aktivitas normal pasca operasi secepat mungkin. abdomen di mana terdapat 8 orang (44,4%) yang
pulih peristaltik ususnya. Hal ini didukung pula
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh uji wilcoxon sign rank test di mana nilai p
oleh Boyer (1998), mobilisasi pasca operasi dapat (0,005)<α(0,05)
mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini
didasarkan pada struktur anatomi kolon di mana Sedangkan pada 4 jam ketiga diperoleh
gelembung udara bergerak dari bagian kanan pengaruh yang yang lebih signifikan di mana
bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah terdapat 10 orang (66,6%) dan nilai p(0,002)<α
ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri (0,05) . Karena nilai p pada 4 jam ketiga pasca
bawah menuju rektum. Menurut Doenges, operasi jauh lebih kecil dari nilai p pada 4 jam
Marhouse dan Geissler (2000), bahwa mobilisasi kedua maka dapat dikatakan bahwa pada 4 jam
dini yang berupa latihan di tempat tidur, ketiga pengaruh mobilisasi dini lebih signifikan
berpindah ke tempat tidur lainnya dapat daripada 4 jam kedua.
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.
Potter dan Perry (2006) mengatakan bahwa Kesimpulan dan Saran
aktivitas meningkatkan peristaltik sementara
immobilisasi menekan peristaltik, melemahkan Kesimpulan
otot-otot dasar panggul dan abdomen serta Berdasarkan hasil dan pembahasan maka
merusak kemampuan individu untuk dapat disimpulkan bahwa, tidak ada pengaruh
meningkatkan tekanan intra abdomen. mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik
Penelitian yang dilakukan oleh Syam usus pada 4 jam pertama pasca operasi pada
(2005) di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar pasien pasca operasi abdomen di BP RSUD
dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan Labuang Baji Makassar. Ada pengaruh mobilisasi
tungkai terhadap 30 pasien pasca operasi dini terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4
laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan jam kedua pasca
waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat operasi pada pasien pasca operasi abdomen
empat jam dibandingkan dengan kelompok di BP RSUD Labuang Baji Makassar. Sedangkan
kontrol. pada 4 jam ketiga pasca operasi terdapat pengaruh
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan yang signifikan dari perlakuan mobilisasi dini
memungkinkan pemberian program diet, terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta pasca operasi abdomen di BP RSUD Labuang
mempercepat proses penyembuhan. Nettina Baji Makassar. Dengan demikian maka dapat
(2002), mengatakan program diet pasca bedah dikatakan bahwa semakin sering dilakukan
diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik mobilisasi dini maka akan semakin cepat waktu
usus yang menandakan saluran gastrointestinal pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca
telah normal. operasi abdomen.

Perbandingan pengaruh mobilisasi terhadap Saran


pemulihan peristaltik usus pada 4 jam Bagi institusi BPRSUD Labuang Baji
pertama, kedua dan ketiga pasca operasi Makassar
Berdasarkan analisis bivariat ternyata pada
Agar dapat memberikan penyuluhan pre
4 jam pertama tidak ada pasien yang pulih
operasi secara lebih mendalam tentang mobilisasi
peristaltik ususnya. Hal ini didukung oleh hasil
dini kepada para pasien sehingga pasien telah
uji Wilcoxon sign rank test dengan tingkat
memiliki pengetahuan lebih awal sehingga pada
kemaknaan α=0,05 ternyata nilai p=1,000. Karena
saat pemberian mobilisasi para pasien tidak
nilai p(1,000)>α(0,05) maka Ha ditolak yang
kebingungan.
berarti tidak ada pengaruh mobilisasi dini
terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4 jam Bagi Institusi STIK GIA Makassar
pertama pasca operasi pada pasien pasca operasi Dengan makin berkembangnya ilmu

Jurnal Kesehatan (Health 12 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari


Journal) 2013
keperawatan khususnya keperawatan pasca Simanjuntak, A, dkk (2000). Jurnal Kedokteran
operasi diharapkan agar institusi STIK GIA Fatmawati Vol. 2 no. 5 Bagian I;
dapat membantu meningkatkan keterampilan Penatalaksanaan Kedaruratan Trauma. Sub
mahasiswa sehingga mahasiswa mampu
Bagian Bedah Digestif, Bagian Ilmu Bedah
melakukan tindakan non farmakologik pasca
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
operasi.
Jakarta. 41.
Bagi peneliti selanjutnya
Besar harapan peneliti agar peneliti Pusat Komunikasi Publik Sekjen Depkes RI. (2008).
selanjutnya dapat meneliti variable-variabel Pelayanan Khusus Pasien Miskin. (online).
lain seperti jenis insisi, lama operasi dan jenis www.depkes.go.id, diakses 7 Februari 2009.
penyakit yang lebih spesifik. Wildan. (2005). Pengaruh Penyuluhan Pre Operasi
terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Post Operasi
Daftar Pustaka pada Pasien Bedah Abdomen di Instalasi
Rawat Inap Bedah RSU Dr. Sutomo Surabaya.
Sjamsulhidajat dan Jong. (1997). Buku Ajar
Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas
Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 387-
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
392,1001.
Rondhianto. (2008). Keperawatan Perioperatif Kaba, J. (2007). Faktor-faktor yang Berhubungan
Bagian Keperawatan Medikal Bedah dan dengan Stress pada Klien Pre Operasi di Ruang
Keperawatan Kritis Universitas Jember. Bedah RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.
(online). Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas
www.atherobiansyah.blogspot.com, Kedokteran Universitas Hasanuddin.
diakses 18 Desember 2008. Makassar.
Smeltzer, S. dan Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Bagian penelitian dan pengembangan BPRSUD
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Labuang Baji Makassar. 2009.
Suddarth Vol. 1 Edisi 8. EGC. Jakarta. 426 Awie, A. H. (2008). Konsep Dasar Operasi. (online).
-442, 471-475. www.lensaprofesi.blogspot.com, diakses 10
januari 2009.
Anonim. (2008). Pengaruh Ambulasi Dini
terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Tjokronegoro, A. dkk. (2001). Buku Ajar Ilmu
pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Penyakit Dalam. Gaya Baru. Jakarta. 237.
Femur dengan Anestesi Umum. (online). Guyton, A. C. dan Hall. (2008). Fisiologi Kedokteran,
www.kumpulanskripsi.com, diakses 11 edisi revisi. EGC. Jakarta. 993- 994, 1007-1011
Desember 2008. Priharjo, R. (2007). Pengkajian Fisik
Potter, P. A. dan Perry. (2006). Buku Ajar Keperawatan. Edisi 2. EGC. Jakarta. 127-
Fundamental Keperawatan. Konsep,
128.
Proses dan Praktik. Edisi 4, vol. 2. EGC.
Jakarta. 1742-1745. Rakhmawan, A. (2008). Pengkajian Fisik.
(online). www.agungrachmawan.weblog.com,
Manaf, N. (2008). Obstruksi Ileus. (online). diakses 10 Januari 2009.
www.portalkalbe.com, diakses 12 Admin. (2008). Laparatomi. (online).
Desember 2008. www.catatanperawat.byethost15.com, diakses
tanggal 7 januari 2009.
Adi. (2006). Obstruksi Usus. (online).
www.healthy.com, diakses 12 Desember Mansjoer, Arief. dkk. (2007). Kedokteran
2008. Perioperatif Evaluasi dan Tata Laksana di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Syam , B. (2005). Pengaruh Latihan Tungkai Penerbitan IPD FKUI. Jakarta. 31,39,51.
terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik
Usus Pasien Pasca Bedah Laparatomi di Erlina. (2008). Penanganan Pasien Post Laparatomy
RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. atas Indikasi Ileus Obstruksi di ICU. (online).
Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas www.kuliahbidan.wordpress.com, diakses
Kedokteran Universitas Hasanuddin. tanggal 23 Januari 2009.
Makassar.
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. (2006). At Chandra, Budiman. (2008). Metodologi Penelitian
a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Kesehatan. EGC. Jakarta. 32.
Erlangga.
Dahlan, M. S. (2006). Besar Sampel dalam
Laparatomy atas Indikasi Ileus Obstruksi di Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Seri
ICU. (online). 2. PT Arkans. Jakarta. 47-48.
www.kuliahbidan.wordpress.com, Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel
diakses tanggal 23 Januari 2009. untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. (2006). At a University Press. Yogyakarta. 2006. 111-
Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Erlangga.
Jakarta. 117. 112.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar KDM: Riduan. (2008). Skala Pengukuran Variabel- variabel
Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Penelitian. Alfabeta. Bandung. 16
Vol.2. Salemba -17.
Medika.Jakarta. 173,201.
Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data
Saryono, dan Kamaluddin, Ridlwan. (2008). dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta. 311-
Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik 319.
pada Pasien di Ruang Bedah dengan
Pendekatan Nanda, NOC dan NIC. Jakarta, Sugiyono. (2008). Statistik Penelitian
Rekatama. 7-12. Nonparametris. Alfabeta. Bandung. 44-45.

Garrison, Susan J. (2001). Dasar-dasar Terapi dan Tim STIK GIA. (2004). Panduan Skripsi
Rehabilitasi Fisik. Hipokrates. Jakarta. 142. Mahasiswa STIK GIA. Makassar.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian


Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data.
Salemba Medika.Jakarta. 60, 78-79.

Jurnal Kesehatan (Health Journal) 14 Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai