Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) menjadi masalah kesehatan yang serius

sehingga perlu mendapatkan perhatian. Prevalensinya semakin mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun (Hill et all, 2016). Global Burden of

Disease Study 2015 menyatakan bahwa kematian yang disebabkan oleh PGK

meningkat sebesar 31,7% selama 10 tahun terakhir dan menjadi penyebab

utama kematian nomor 3 di dunia (Wang et al., 2016). National Chronic

Kidney Disease 2017 menyatakan bahwa di Amerika terjadi peningkatan

kejadian PGK pada orang dewasa yaitu mencapai 30 juta orang atau sekitar

15% (Bru ck et al., 2016).

PGK mempengaruhi sebanyak 10-15% populasi diseluruh dunia dengan

berbagai penyebabnya (Levin et al., 2017). Populasi tersebut hampir 64,9%

menerima terapi Hemodialisis (HD) (Li, Jiang, & Lin, 2014) . Di Indonesia

berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2018 sebanyak 3.8 %, hampir 85%

prevalensi PGK mendapatkan terapi HD (Indonesian Renal Registry, 2016;

Riskesdas, 2018). Sementara angka kejadian PGK di provinsi Maluku

berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2018 sebanyak 0.47 % dan sebanyak 6.21

% yang menjalani HD (Riskesdas, 2018 Hemodialisis merupakan suatu terapi

yang dilakukan 2-3 kali seminggu dengan lama waktu 4-5 jam, yang

bertujuan untuk mengekuarkan zat sisa-sisa metabolisme protein dan

1
2

mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Proses terapi

hemodialisis yang membutuhkan waktu selama 5 jam, umumnya akan

menimbulkan stres fisik pada pasien setelah hemodialisis. Pasien akan

merasakan kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan

darah yang menurun, sehubungan dengan efek hemodialysis ( Black &

Hawks, 2014).

Pasien PGK yang menjalani hemodialisis mengalami peningkatan kadar

ureum terjadi akibat dari terjadinya penimbunan produk limbah dari

pemecahan asam amino dan diekskresikan oleh ginjal secara berlebihan dan

terjadi terus menerus sehingga membebani ginjal dan dapat menurunkan

fungsi ginjal. Dengan demikian fungsi ginjal yang berkurang sebagai respons

terhadap dehidrasi dan pemecahan protein (Suryawan et al., 2016), pasien

yang menjalani HD mengalami hiperuremik dengan rata-rata kadar ureum

serum responden laki –laki 134,8 mg/dl dan pada responden wanita 130.4

mg/dl . Kadar ureum dalam darah mencerminkan keseimbangan antara

produksi dan eksresi urea. Kadar ureum dalam darah mempunyai nilai

rujukan normal yaitu 15-43 mg/dl.(Suryawan et al., 2016). Kadar kreatinin

pada pasien yang menjalani HD mengalami peningkatan sebesar 48 %

(Kurniawan et al., 2019). Dengan rata-rata peningkatan sebesar 8 mg/dl

(Tufan et al., 2015). Dimana nilai normal kreatinin serum adalah 0,5-

1,5 mg/dl. (Rocco et al., 2015).


3

Fatigue adalah salah satu gejala paling umum yang dialami pasien

dengan PGK dan bersifat subjektif (Picarielloet al 2017) dengan prevalensi

60-97% pasien PGK yang belum menjalani HD dan 84 % pada pasien PGK

yang telah melakukan HD (Hsua & Powe, 2017). Fatigue jika tidak segera

di atasi maka akan berdampak terhadap kualitas hidup pasien yang dapat

menghambat fungsi sosialisasi, fungsi seksual, kualitas tidur yang buruk,

depresi, kehilangan waktu bersama keluarga, rendahnya perawatan diri dan

ketidakmampuan dalam beraktivitas (Kraus et al., 2016). Pasien dengan

PGK yang menerima HD mengalami tingkat kelelahan yang tinggi serta

ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Deepa, & Nirmala,

2018).

Progressive muscle relaxation (PMR) adalah salah satu teknik yang

khusus didesain untuk membantu meredakan ketegangan otot yang terjadi

ketika sadar, pertama pasien harus mengetahui derajat ketegangan otot dan

mengurangi derajat ketegangan otot dengan teknik pelepasan ketegangan

(Bulecheck, G., Butcher, H. & Dochterman., 2008). PMR yang merupakan

salah satu bagian dari Nursing Intervention Classsification (NIC) yang

berada pada level 1 domain basic : physiological dengan kelas physical

comfort promotion) memiliki peran dalam menurunkan fatigue pada pasien

Penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dikaitkan dengan faktor

psikologis yaitu depresi dan cemas yang pemicunya adalah stress. Pasien

yang menjalani dialisa menjadi stress akibat selama hidupnya harus

tergantung terhadap terapi ini, penatalaksanaan regimen yang sangat ketat


4

mulai dari makanan, pembatasan cairan dan pengobatan, bahkan dapat

terancam hidupnya sewaktu-waktu terhadap penyakit yang dialaminya.

Progressive muscle relaxation untuk mengatasi fatigue pada pasien Penyakit

ginjal kronis dikaitkan dengan faktor psikologis yaitu depresi dan cemas

yang pemicunya adalah stres. Respon stress masuk kedalam sistem saraf

pusat, lalu dihipotalamus dilepaskan corticotrophin releasing factor yang

akan menstimulasi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin

yang merupakan vasokonstriktor dan berakibat pada kontraksi otot polos

(Guyton & Hall, 2007).

Pemberian latihan PMR untuk menurunkan gejala fatigue adalah dengan

cara PMR menghambat jalur diatas dengan mengaktivasi kerja sistem saraf

parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran

untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap

hipotalamus berkurang. Selain itu pemberian PMR memberikan efek

relaksasi otot sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang

memberikan efek tenang dan nyaman. Pemberian PMR pada klien yang

mengalami gangguan pola tidur dapat menurunkan ketegangan fisiologis,

meningkatkan relaksasi otot, menurunkan kecemasan sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah. Aliran darah sistemik menjadi lancar, denyut

nadi menjadi normal, frekwensi pernapasan menjadi normal dan mengurangi

evaporasi sehingga klien menjadi nyaman dan pikiran menjadi tenang,

sebagai akibat dari penurunan aktivasi reticular activating system (RAS) dan

peningkatan aktivitas batang otak, sehingga hal ini dapat mengurangi gejala
5

fatigue. Manfaat dari PMR adalah untuk mengatasi berbagai macam

permasalahan dalam mengatasi stres, pembatasan cairan dan pengobatan,

bahkan dapat terancam hidupnya sewaktu-waktu terhadap penyakit yang

dialaminya. Progressive muscle relaxation untuk mengatasi fatigue pada

pasien gagal ginjal kronis dikaitkan dengan faktor psikologis yaitu depresi

dan cemas yang pemicunya adalah stres. Respon stress masuk kedalam

sistem saraf pusat, lalu dihipotalamus dilepaskan corticotrophin releasing

factor yang akan menstimulasi sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan

norepinefrin yang merupakan vasokonstriktor dan berakibat pada kontraksi

otot polos(Guyton, A. & Hall, 2007).

Pemberian latihan PMR untuk menurunkan gejala fatigue adalah dengan

cara PMR menghambat jalur diatas dengan mengaktivasi kerja sistem saraf

parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran

untuk memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap

hipotalamus berkurang. Selain itu pemberian PMR memberikan efek

relaksasi otot sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang

memberikan efek tenang dan nyaman. Pemberian PMR pada klien yang

mengalami gangguan pola tidur dapat menurunkan ketegangan fisiologis,

meningkatkan relaksasi otot, menurunkan kecemasan sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah. Aliran darah sistemik menjadi lancar, denyut

nadi menjadi normal, frekwensi pernapasan menjadi normal dan mengurangi

evaporasi sehingga klien menjadi nyaman dan pikiran menjadi tenang,

sebagai akibat dari penurunan aktivasi reticular activating system (ras) dan
6

peningkatan aktivitas batang otak, sehingga hal ini dapat mengurangi gejala

fatigue (Guyton, A. & Hall, 2007). Sejalan dengan hasil penelitian Fari et

al., (2019) Rata – rata tingkat fatigue pada kelompok intervensi sebelum

dilakukan intervensi adalah 6,03 dan setelah intervensi 2,51. Sedangkan

pada kelompok kontrol rata – rata tingkat fatigue sebelum dilakukan

intervensi adalah 6,13 dan setelahnya 6,16. (Fari et al., 2019), dalam

penelitian Herlina et al., (2015) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yang dengan

pemberian intervensi PMR selama 5 kali latihan dengan durasi ± 25 menit

memperlihatkan adanya perbedaan rata-rata tingkat fatigue dari sebelum dan

sesudah diberikan intervensi, yaitu mengalami penurunan tingkat fatigue

dari rata-rata nilai fatigue sebelum intervensi yaitu 6,03 yang merupakan

kategori fatigue sedang menjadi 2,51 setelah intervensi yang merupakan

kategori fatigue ringan (Herlina et al., 2015)

Peran perawat dalam mengatasi fatigue dengan diawali pada pengkajian

yang cermat tentang tingkat fatigue sehingga dapat diberikan intervensi yang

tepat untuk menurunkan fatigue. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan

adalah memberikan latihan PMR untuk menurunkan fatigue pada pasien

penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sehingga PMR dapat

distandarisasi sebagai intervensi fatigue pada pasien khususnya pasien

hemodialisa (Fari et al., 2019).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di

Rumah Sakit dr. M . Haulussy Ambon jumlah pasien yang menjalani


7

hemodialisis sebanyak 67 pasien pada tahun 2017 sebanyak 81 pasien pada

tahun 2018, dan mengalami peningkatan pada bulan juli tahun 2020

sebanyak 84 yaitu sebanyak 84 pasien. Rumah Sakit Dr. M. Haulussy

Ambon sebagai rumah sakit pusat rujukan untuk pasein hemodialisis di

provinsi di Maluku dan memiliki unit hemodialisis. Sampai saat ini

penelitian mengenai kualitas hidup pasien hemodialisis terutama melalui

tindakan PMR masih jarang dilakukan. Perawat lebih berfokus pada proses

HD, sedangkan evaluasi adanya peningkatan keluhan atau penurunan

keluhan jarang dilakukan. Oleh karena itu penting untuk dilakukan

penelitian unutk melihat adanya “pengaruh pemberian latihan PMR terhadap

penurunan fatigue di ruang hemodialisa di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.”.

Namun sejauh ini belum ada study tentang pengaruh pemberian latihan

PMR terhadap penurunan fatigue yang dilakukan langsung oleh perawat

terutama dilakukan pada pasien HD yang mengalami fatigue dan dampaknya

terhadap fungsi ginjal terutama ureum kreatinin, Oleh sebab itu penelitian

ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh pemberian latihan PMR

terhadap penurunan fatigue di ruang hemodialisa di RSUD dr. M. Haulussy

Ambon.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat di simpulkan pertanyaan

sebagai berikut: Apakah ada pengaruh Latihan Progressive muscle relaxation

(PMR) terhadap penurunan Fatique pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik di

Unit Hemodialisa RSUD dr. M. Haulussy Ambon?


8

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah unutk mengetahui pengaruh

Latihan Progressive muscle relaxation (PMR) terhadap penurunan

Fatique pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD

dr. M. Haulussy Ambon.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat fatigue sebelum latihan PMR pada pasien

PGK di unit HD RSUD dr. M. Haulussy Ambon

b. Untuk mengetahui pengaruh tingkat fatigue sesudah latihan PMR

pada pasien PGK di Unit HD RSUD dr. M. Haulussy Ambon

c. Untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah latihan PMR

terhadap penurunan fatigue pada pasien PGK di Unit HD RSUD dr.

M. Haulussy Ambon.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapa bermanfaat

yaitu:

a. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu tentang pengaruh

pengaruh pengaruh Latihan Progressive muscle relaxation (PMR)

terhadap penurunan Fatique pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

yang menjalani Hemodialisa.


9

b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya

yang berhubungan dengan peningkatan intervensi keperawatan

dalam memantau pengaruh Latihan Progressive muscle relaxation

(PMR) serta mengatasi fatigue pada pasien PGK yang menjalani

Hemodialisa.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan

peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan

pengaruh latihan PMR dengan fatigue pada pasien PGK diunit HD

Rumah Sakit Umum dr. M. Haulussy Ambon.

b. Bagi Perawat

Dapat menjadi data dasar dan bekal bagi perawat untuk

mengaplikasikan tugas dan tanggung jawab perawat terhadap

pentingnya melaukan latihan PMR untuk keluhan fatigue yang

dialami oleh pasien PGK yang menjalani HD.

c. Bagi Pasien

Diharapkan pasien mendapatkan pelayanan yang berkualitas serta

terhindar dari bahaya dan perawat dapat memberikan pelayanan

yang memuaskan bagi pasien beserta keluarga, sehingga dapat

menciptakan suasana yang tenang untuk membantu proses

pemulihan dan penyembuhan bagi pasien.


10

d. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar terkait

dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan PGK yang

sementara menjalani HD.

e. Bagi Instansi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan untuk

merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya dalam

meningkatkan peran perawat dalam melakukan proses

keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai