Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia atau yang sering disebut lansia merupakan kelompok usia yang

rentan mengalami masalah kesehatan. Masalah tersebut semakin bertambah ketika

seseorang bertambah dalam usianya. Pertambahan usia yang dialami lansia

mengakibatkan semua sistem dan fungsi mengalami penurunan. Salah satu fungsi

yang mengalami penurunan adalah fungsi fisiologis. Penurunan fungsi tersebut

memunculkan penyakit tidak menular dan menular.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes (2019) Indonesia mulai

memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan

hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia. Di Indonesia mengalami

peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010,

menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan dapat diperkirakan akan terus

meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%). Peningkatan jumlah

penduduk lansia di masa depan dapat membawa dampak positif maupun negatif.

Akan berdampak positif apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif,

dan produktif. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk lansia akan menjadi beban

apabila lansia memiiliki masalah penurunan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,

2017).

Berdasarkan rekomendasi Join National Committee dalam The Eighth Report

of Join National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of


High Blood Pressure menyatakan bahwa tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan

suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90

mmHg (Jumriani dkk, 2019)

Hipertensi menjadi Silent Killer karena pada sebagian besar kasus tidak

menunjukkan gejala apa pun hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan

serangan jantung yang menjadikan penderita meninggal. Bahkan sakit kepala yang

sering menjadi indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap

keluhan ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (Nurahmani, Ulfa ; hal 4 , 2017)

Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan

bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia menempati urutan pertama jenis penyakit

kronis tidak menular yang dialami pada kelompok usia dewasa, yaitu sebesar 26,5%.

Prevalensi hipertensi di Indonesia cenderung meningkat seiring bertambahnya usia,

yaitu prevalensi hipertensi pada kelompok usia 55-64 tahun sebesar 45,9%; usia 65-

74 tahun sebesar 57,6%; dan kelompok usia >75 tahun sebesar 63,8% (Kemenkes RI,

2013).

Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Riau. Laporan Riskesdas tahun 2013

menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia dewasa di Provinsi Riau sebesar

20,9% dan prevalensi hipertensi tersebut cenderung mengalami peningkatan seiring

bertambahnya usia. Di Provinsi Riau, prevalensi hipertensi pada kelompok usia 55-

64 tahun sebesar 45,6%; kelompok usia 65-74 tahun sebesar 61,8%; dan kelompok

usia 75 tahun ke atas sebesar 72,5% (Kemenkes RI, 2013 dalam Reni Zulfitri, 2019).

Organisasi Kesehatan dunia ( World Health Organization / WHO )

mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total
penduduk dunia. Dari jumlah penderita tersebut, hanya kurang dari seperlima yang

melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2019)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018, penyakit

kardiovaskular merupakan pembunuh terbesar di dunia yang menyebabkan kematian

hingga 15,2 juta jiwa pada tahun 2016. Hasil Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa

penderita hipertensi mengalami peningkatan dari tahun 2013 yaitu 25,8% menjadi

34,1% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Provinsi Riau merupakan 20 besar

provinsi penderita hipertensi terbanyak di Indonesia dimana persentasenya mencapai

8,4%. (Novia Ervadanti dkk, 2019)

Pada prinsipnya ada dua macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati

penyakit hipertensi, yaitu terapi farmakologis dengan menggunakan obat dan terapi

nonfarmakologis. Besarnya efek samping yang diakibatkan oleh pengobatan secara

farmakologi membuat banyak orang beralih menggunakan pengobatan non

farmakologi. Pengobatan non farmakologi dapat dilakukan dengan latihan pernapasan

sederhana dan teknik relaksasi otot yang mana kedua terapi tersebut dapat

menghasilkan manfaat terapi seperti detak jantung yang tenang , menurunkan tekanan

darah dan menurunkan tingkat hormon stress (Jain, 2011 dalam Annisa, 2016).

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi komplementer yang

memiliki banyak manfaat salah satunya adalah mampu menurunkan tekanan darah.

Relaksasi otot progresif tidak memerlukan imaginasi maupun sugesti, dengan kata

lain relaksasi ini dilakukan dengan cara memusatkan fikiran pada aktivitas otot-otot
saat ekstensi maupun relaksasi dengan tujuan untuk menghasilkan perasaan yang

relaks (Purwanto, 2013 dalam Ulya Inayatul, 2017).

Berdasarkan penelitian (Nursyahidah, 2016) menyatakan bahwa adanya

pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah dimana

sebelum pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi reratanya adalah

148,50 mmHg dan tekanan darah diastolik rerata sebesar 94,41 mmHg dan setelah

pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi reratanya adalah 142,75 mmHg

dan tekanan darah diastolik didapatkan rerata sebesar 91,25 mmHg.

Berdasarkan hasil penelitian Damanik & Ziraluo (2018) desain yang digunakan

dalam jurnal ini adalah Quasi Experiement dan instrument yang digunakan yaitu one

group pretest-posttest. Berdasarkan hasil pada 19 responden didapatkan bahwa nilai

rata-rata tekanan darah sistolik sebelum 160,61 / 96,22 mmHg. Setelah diberikan

terapi relaksasi otot progresif rata-rata tekanan darah sistolik menurun menjadi

94,17 / 94,17 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan p value pada tekanan darah

sistolikik adalah p=0,000 <p value dan p value pada tekanan darah diastolik adalah

p=0,000 <p value, artinya ada pengaruh penurunan darah pada sistolik dan diastole

sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot progresifpada penderita hipertensi di RSU

IMELDA.

Berdasarkan penelitian (Ulya Inayatul & Faidah, 2017) menyatakan bahwa

adanya pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah

dimana sebelum pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi pada kelompok

eksperimen rata-ratanya adalah 163,06 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata

sebesar 101,46 mmHg, sedangkan kelompok kontrol rata-ratanya adalah sebesar


167,40 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 96,86 mmHg. dan

setelah pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi kelompok eksperimen

rata-ratanya adalah 161,00 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 99,33

mmHg, sedangkan kelompok kontrol rata-ratanya adalah sebesar 168,60 mmHg dan

tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 97,73 mmHg.

Berdasarkan uraian data di atas penulis tertarik untuk mengajukan gagasan

tentang “Studi Literatur : Efektivitas Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Penderita

Hipertensi dalam Penurunan Tekanan Darah”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia penderita

hipertensi dalam penurunan tekanan darah?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia

penderita hipertensi dalam penurunan tekanan darah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum

diberikan terapi relaksasi otot progresif.

b. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sesudah

diberikan terapi relaksasi otot progresif.


c. Mengetahui efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia

penderita hipertensi dalam penurunan tekanan darah

D. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi

Masyarakat sehingga dapat digunakan dan diterapkan di Rumah sebagai terapi

non farmakologi dalam mengontrol tekanan darah pada hipertensi lanjut usia.

2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebaga sumber

penelitian pendahuluan penelitian lebih lanjut dalam menerapkan terapi

relaksasi otot progresif untuk mengontrol tekanan darah pada penderita

hipertensi lanjut usia.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber

informasi tentang terapi relaksasi otot progresif untuk mengontrol tekanan

darah pada penderita hipertensi lanjut usia.

3. Penulis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman bagi

penulis dalam menerapkan terapi relaksasi otot progresif untuk mengurangi

komplikasi dan mengontol tekanan darah pada penderita hipertensi lanjut usia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama

dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai

menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

2. Batasan Lansia

Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan

usia adalah sebagai berikut :

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan

yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun


b. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan

menjadi usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi

(lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

B. Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes,RI. 2014)

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya

140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mHg. Hipertensi tidak hanya

beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit

lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi

tekanan darah , makin besar resikonya (Sylvia A. Price dalam Nurarif, 2015)

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Hipertensi Primer (esensial)

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.

Factor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan, hiperaktivitas

saraf simpatis, system renin, angiotensin dan peningkatan Na+ Ca


intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok,

alcohol dan polisitemia

b. Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom

chusing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun. Kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

3. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain pengetahuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala

terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan

medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epistaksis

8) Kesadaran menurun

4. Klasifikasi

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (2016) :

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Kemenkes 2016

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


1 Normal 120-129 80-89
2 Normal tinggi 130-139 89
3 Hipertensi derajat 1 140-150 90-99
4 Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

5 Hipertensi derajat 3 < 180 < 110


5. Pathway

Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress,


kurang olahraga, genetic, alcohol, konsentrasi garam, Tekanan sistemik
darah meningkat Aliran darah makin
obesitas cepat keseluruh tubub
sedangkan nutrisi
dalam sel sudah
Kerusakan vaskuler Tekanan sistemik mencukupi kebutuhan
pembuluh darah Hipertensi darah meningkat

Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping tidak


efektif

Penyumbatan pembuluh Defisiensi pengetahuan


Informasi yang minim
darah Ketidakefektifan
Ansietas
koping
Resistensi pembuluh Nyeri kepala
Vasokontriksi
darah otak meningkat

Resiko
Suplai O2 ke otak
Gangguan sirkulasi Otak Ketidakstabilan
menurun
perfusi jaringan otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pembuluh Spasme arteriol


darah ginjal Sistemik Koroner

Risiko Cedera
Blood flow darah Vasokontriksi Iskemi miokard
menurun

Penurunan curah jantung Afterload meningkat Nyeri


Respon RAA

Fatigue
Kelebihan volume
Merangsang aldosteron cairan

Intoleransi aktivitas

Retensi Na Edema

Bagan 2.1 Pathway Hipertensi


6. Komplikasi

Menurut Aspiani (2015), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien

hipertensi yaitu:

a. Stroke, dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di

otak, atau akibat dari embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak

yang terpajan darah tinggi.

b. Ifark miokard, dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh

darah.

c. Gagal ginjal, dapat terjadi akibat kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus,

aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi

hipoksik dan kematian.

d. Ensefalopati (kerusakan otak), dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang sangat meningkat cepat dan berbahaya).

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh

susunan saraf pusat. Neuron yang berada di sekitarnya kolaps dan terjadi

koma serta kematian.

e. Kejang, dapat terjadi pada wanita preeclampsia. Bayi yang lahir

mungkin memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak
adekuat, kemudian dapat mengalami kejang selama atau sebelum proses

persalinan.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan faktor risiko dapat dilakukan dengan cara pengobatan

non-farmakologis, antara lain (Aspiani, 2015) :

a. Pengaturan diet

b. Penurunan berat badan

c. Olahraga

d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

C. Konsep Teknik Relaksasi Otot Progresif

1. Definisi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Purwanto (2013), Teknik relaksasi otot progresif adalah

memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan

otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan

teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks.

Teknik relaksasi otot progresif dilakukan dengan cara mengendorkan

atau mengistirahatkan otot-otot, pikiran dan mental dan bertujuan untuk

mengurangi kecemasan (Ulya & Faidah, 2017).

2. Tujuan Relaksasi Otot Progresif

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah, frekuensi jantung, laju metabolik.


b. Mengurangi distritmia jantung, dan kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan

tidak memfokuskan perhatian relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress.

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, dan

fobia ringan.

g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

3. Manfaat Relaksasi Otot Progresif

Latihan terapi relaksasi progresif merupakan salah satu teknik relaksasi otot

yang telah terbukti dalam program untuk mengatasi keluhan insomnia, ansietas,

kelelahan, kram otot, nyeri pinggang dan leher, tekanan darah meningkat, fobia

ringan, dan gagap (Eyet, Zaitun, & Ati 2017).

4. Prosedur Relaksasi Otot Progresif

Prosedur pemberian terapi relaksasi otot progresif sebagai berikut:

a. Bina hubungan saling percaya

b. Jelaskan prosedur

 Tujuan

 Posisi berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang.

 Waktu 2 x 15 menit per jam

Empat kelompok utama yang digunakan dalam teknik relaksasi, Antara

lain sebagai berikut:

1) Tangan, lengan bawah, dan otot bisep.


2) Kepala, muka, tenggorokan, dan bahu termasuk pemusatan pada

dahi, pipi, hidung, mata, rahang, bibir, lidah, dan leher. Sedapat

mungkin perhatian diarahkan pada kepala karena secara

emosional, otot yang paling penting ada di sekitar area ini.

3) Dada, lambung, dan punggung bagaian bawah.

4) Paha, bokong, dan kaki.

c. Anjurkan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan ciptakan

lingkungan yang nyaman.

d. Bimbingan klien untuk melakukan teknik relaksasi (prosedur di ulang

paling tidak satu kali). Jika area tetap, dapat diulang lima kali dengan

melihat respon klien.

1) Anjurkan pasien untuk posisi berbaring atau duduk bersandar.

2) Kerutkan dahi dan alis hingga mengerut lalu lemaskan kembali

secara perlahan selama 10 detik.

3) Pejamkan mata sekuat-kuatnya hingga ketegangan otot-otot

daerah mata terasa menegang.

4) Katupkan mulut sambil merapatkan gigi sekuat-kuatnya.

5) Buat huruf O pada bibir, lalu ditarik sekuat-kuatnya kedepan

6) Tekan kepala kearah punggung hingga terasa tegang pada otot

leher.

7) Tekukkan dan turunkan dagu hingga menyentuh dada.

8) Menggenggam tangan sambil membuat sebuah kepalan.


9) Menekuk kedua pergelangan tangan ke belakang secara

perlahan-lahan

10) Menggenggam kedua tangan dan membawa.kepalan tersebut

ke Pundak.

11) Mengangkat kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya.

12) Mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu busungkan dada.

13) Menarik perut sekuat-kuatnya hingga merasa tegang.

14) Menarik perut sekuat-kuatnya

15) Meluruskan kedua telapak kaki

e. Selama melakukan teknik relaksasi, catat respons nonverbal klien. Jika

klien menjadi tidak nyaman, hentikan latihan, dan jika klien terlihat

kesulitan, relaksasi hanya pada bagian tubuh. Lambatkan kecepatan latihan

latihan dan berkonsentrasi pada bagian tubuh yang tegang.

f. Dokumentasikan dalam catatan perawat, respon klien terhadap teknik

relaksasi, dan perubahan tingkat nyeri pada pasien.

D. Konsep Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan dinding pembuluh

darah. Pemompaan ventrikel menimbulkan tekanan darah yang diukur

dalam satuan mmHg (mm air raksa). Dari pengukuran tekanan darah

sistemik didapatkan dua angka yaitu sistolik dan diastolik., misalnya 110/70

mmHg.
Tekanan sistolik selalu lebih tinggi dan menggambarkan tekanan darah

ketika ventrikel kiri sedang berkontraksi. Angka yang lebih rendah disebut

tekanan diastolik, terjadi ketika ventrikel kiri relaksasi dan tidak

menghasilkan kekuatan.

2. Mengukur Tekanan Darah

Tekanan darah pada umumnya diukur dengan alat yang disebut

sphygmomanometer atau biasa dikenal dengan Tensimeter.

Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sebuah pengukur tekanan,

dan sebuah manset dari karet. Alat ini mengukur tekanan darah dalam unit

yang disebut milimeter air raksa (mmHg). Manset ditaruh mengelilingi

lengan atas dan dipompa dengan sebuah pompa udara sampai dengan

tekanan yang menghalangi aliran darah di pembuluh darah utama (brachial

artery) yang berjalan melalui lengan. Lengan kemudian diletakkan di

samping badan pada posisi lebih tinggi dari jantung dan tekanan dari manset

pada lengan dilepaskan secara berangsur-angsur. Ketika tekanan darah di

dalam manset berkurang, seorang perawat mendengar dengan stetoskop

melalui pembuluh darah pada bagian depan dari sikut. Tekanan pada bagian

dimana perawat pertama kali mendengar denyutan dari pembuluh darah

disebut tekanan sistolik (angka yang di atas). Ketika tekanan manset

berkurang lebih jauh, tekanan pada denyutan akhirnya berhenti disebut

tekanan darah diastolik (angka yang di bawah).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain/Rancangan

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif studi literatur tentang efektivitas

teknik relaksasi otot progresif pada penderita hipertensi lanjut usia terhadap

penurunan tekanan darah dengan menggunakan metode mengumpulkan data dari

studi pencarian database melalui Google Scholar berbentuk jurnal penelitian dan

artikel review dalam 5 tahun terakhir.

B. Subyek Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a. Jurnal terbitan 2016-2021 (5 tahun terakhir)

b. Jurnal penelitian yang full text

c. Jurnal Nasional atau Internasional

2. Kriteria Enklusi

a. Jurnal terbitan kurang dari 5 tahun terakhir

b. Jurnal penelitian yang tidak full text

c. Jurnal penelitian yang hanya terdiri dari abstrak


C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan studi literatur pada bulan Juni 2021 –

Juli 2021.

D. Fokus Studi dan Definisi Operasional

1. Fokus Studi

Fokus karya tulis ilmiah adalah literature riview penerapan teknik relaksasi otot

progresif pada penderita hipertensi berdasarkan literature riview.

2. Definisi Operasional

a. Studi literatur adalah literatur yang digunakan dalam penelitian dengan

kemutakhiran maksimal 10 tahun, terindeks oleh database Google Scholar,

Portal Garuda, atau diterbitkan oleh jurnal yang telah terakreditasi dan

membahas mengenai relaksasi otot progresif pada penurunan tekanan darah

penderita hipertensi.

b. Hipertensi adalah penyakit yang dibahas dalam studi literatur ini dan

berhubungan dengan relaksasi otot progresif dengan tekanan darah.

c. Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh darah Ketika

jantung memompakan darah ke seluruh tubuh dan berhubungan dengan

penyakit hipertensi.

d. Relaksasi otot progresif adalah salah satu faktor penatalaksanaan dari

penyakit hipertensi yang akan dibahas.


E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online

nasional dan internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan

pencarian jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan Google

Schoolar dengan kata kunci: relaksasi otot progresif, tekanan darah, dan hipertensi.

F. Analisis Data dan Penyajian Data

Bagan 3.1 Analisa Pencarian Data

Pencarian literature dari database Google


Schoolar

Jurnal disaring atas dasar judul, abstrak dan kata


kunci yang sama dengan penelitian

Jurnal disaring kembali dengan melihat keseluruhan


teks

Penyaringan jurnal yang direview merupakan jurnal 5


tahun terakhir

Memilih jurnal yang relevan dengan penelitian


Tabel 3.1 Hasil Penyajian Data Studi Literatur Dua Jurnal

NO Penulis Tahu Judul Desain Sampe Hasil


n l
1 2021 Pengaruh Quasi 36 Berdasarkan hasil
Waryantini, Reza Relaksasi Experiment penelitian ini
Amelia Otot Design didapatkan bahwa
Progresif tekanan darah sebelum
terhadap dilakukan relaksasi
Tekanan otot progresif pada
Darah pada kelompok treatment
Lansia rata-rata tekanan darah
dengan sistolik dan diastolik
Hipertensi yaitu 152.17 mmHg
dan 92.22 mmHg,
sedangkan pada
kelompok control rata-
rata tekanan darah
sistolik dan diastolik
yaitu 156.00 mmHg
dan 96.61 mmHg
Tekanan darah
sesudah dilakukan
relaksasi otot progresif
pada kelompok
treatment rata-rata
tekanan darah sistolik
dan diastolik yaitu
150.06 mmHg dan
89.83 mmHg,
sedangkan pada
kelompok control
yang tidak dilakukan
intervensi rata-rata
tekanan sistolik dan
diastolik yaitu 156.17
mmHg dan 96.89
mmHg.
Terdapat pengaruh
relaksasi otot progresif
terhadap tekanan darah
pada lansia dengan
hipertensi dengan hasil
p-value 0,0001 lebih
kecil dari taraf
signifikan 0,05 ( =
0,0001 < α = 0,05)
maka Ho ditolak Ha
diterima
2 Sri Mulyati Rahayu, 2020 Pengaruh Pra 22 Berdasarkan hasil
Nur Intan Hayati, Teknik Eksperimenta penelitian ini,
Sandra Lantika Asih Relaksasi l Design didapatkan bahwa nilai
Otot sebelum dilakukan
Progresif relaksasi otot progresif
terhadap sebagian besar (63,6
Tekanan %) atau 14 lansia
Darah memiliki tekanan
Lansia darah di rentang nilai
dengan 140/90-159/99 mmHg,
Hipertensi dengan nilai rata-rata
149/89 mmHg. Hasil
penelitian sesudah
dilakukan relaksasi
otot progresif hampir
setengahnya (40,9%)
atau sebanyak 12
lansia memiliki
tekanan darah di
rentang nilai140/90-
159/99 mmHg, dengan
nilai rata-rata 137/79
mmHg. Dalam hasil
penelitian
menunjukkan terjadi
penurunan nilai rata-
rata yang sebelumnya
149/89 mmHg
menjadi 137/79
mmHg atau terjadi
penurunan sebanyak
21,8 mmHg, selain itu
setelah dilakukan
relaksasi otot progresif
tidak ada lansia yang
berada dalam rentang
nilai tekanan darah
≥160/100 mmHg yang
termasuk kedalam
hipertensi stadium 2.
Hasil uji dengan test
Wilcoxon, nilai rata-
rata tekanan darah
sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi
otot progresif
menunjukkan nilai p-
value 0,000 < α (0,05)
maka dapat
disumpulkan bahwa
berarti Ho ditolak dan
Ha diterima yang
artinya ada pengaruh
teknik relaksasi otot
progresif terhadap
nilai tekanan darah
pada lansia penderita
hipertensi.

G. Etika Penelitian

Etika penelitian yaitu pertimbangan rasional mengenai kewajiban-kewajiban

moral seorang peneliti atas apa yang dikerjakannya dalam penelitian, publikasi, dan

pengabdiannya kepada masyarakat (Tim Komisi Etika Penelitan Unika Atma Jaya,

2017).

Menurut Wager & Wiffen (2011) terdapat beberapa standar etik ketika

melakukan kajian literatur, yaitu:

1. Hindari duplikat publikasi dengan cara menyeleksi artikel yang sama pada

setiap database yang digunakan agar tidak terjadi double counting.

2. Hindari plagiat dengan cara mengutip hasil penelitian orang lain dan

mencantumkan referensi dengan menggunakan ketentuan APA style untuk

mencegah plagiarism.
3. Memastikan data yang dipublikasikan telah diekstraksi secara akurat dan tidak

adanya indikasi untuk mencoba mencondongkan data kearah tertentu.

4. Transparansi dengan cara memaparkan segala sesuatu yang terjadi selama

penelitian dengan jelas dan terbuka.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Terapi relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai terapi non farmakologi

untuk menurunkan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Dimana parameter

yang digunakan adalah sphygmomanometer yang bisa menentukan berapa tekanan

darah yang dialami oleh pasien yang dapat langsung segera di amati hasilnya baik

sebelum maupun setelah diberikan tindakan. Pengaruh dari terapi relaksasi otot

progresif terhadap penurunan tekanan darah dianalisis dari 2 jurnal. Relaksasi otot

progresif merupakan salah satu terapi komplementer yang memiliki banyak manfaat

salah satunya adalah mampu menurunkan tekanan darah. Relaksasi otot progresif

tidak memerlukan imaginasi maupun sugesti, dengan kata lain relaksasi ini dilakukan

dengan cara memusatkan fikiran pada aktivitas otot-otot saat ekstensi maupun

relaksasi dengan tujuan untuk menghasilkan perasaan yang relaks . Berikut ringkasan

artikel yang sudah dianalisis :

Pada artikel ilmiah pertama, penelitian yang dilakukan oleh Waryantini pada

tahun 2021, peneliti melaksanakan penelitian di Puskesmas Pameumpek Kabupaten

Bandung. Peneliti melaksanakan penelitian pada pasien yang berusia 60 Tahun yang

sedang atau mengalami hipertensi. Sample yang diambil sebanyak 36 responden

terdiri dari laki-laki sebanyak 13 responden dan perempuan sebanyak 23 responden.

Selanjutnya julmah populasi di bagi menjadi dua kelompok, masing-masing


kelompok terdiri dari 18 orang kelompok perlakuan dan 18 orang kelompok control.

Peneliti melakukan upaya penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi

mulai dari bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Agustus 2020. Peneliti

mendapatkan data melalui instumen yang digunakan untuk mengukur tekanan darah

pada lansia menggunakan sphygmomanometer/tensimeter pegas dan lembar

observasi. Peneliti melaksanakan terapi relaksasi otot progresif yang bertujuan

untuk memunculkan respon relaksasi yang dapat merangsang aktivitas saraf simpatis

dan parasimpatis sehingga terjadi penurunan tekanan darah pada lanjut usia.

Setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan oleh

Waryantini pada tahun 2021, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 4.1 Hasil analisis deskriptif kelompok Treatment

Skore Pre Test Skore Post Test


Data Statistik
Deskriptif
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik

Nilai Maksimum 161 96 160 94


Nilai Minimum 146 87 144 84

Mean 152.17 92.22 150.06 89.83


Standar Deviasi 4.78 2.80 4.51 2.38
Pada kelompok treatment pre test sistolik didapatkan nilai minimum sebesar

146 nilai maximum 161 nilai rata-rata 152.17 dan standar deviation sebesar 4.780.

pada pre test diastolik didapatkan nilai minimum sebesar 87 nilai maximum 96 nilai

rata-rata 92.22 dan standar deviation sebesar 2.798. pada post test sistolik didapatkan

nilai minimum sebesar 144 nilai maximum 160 nilai rata-rata 150.06 dan standar

deviation sebesar 4.505. pada post test diastolik didapatkan nilai minimum sebesar 84

nilai maximum 94 nilai rata-rata 89.83 dan standar deviation sebesar 2.383

Tabel 4.2 Hasil analisis deskriptif kelompok Kontrol

Data Statistik Skore Pre Test Skore Post Test


Deskriptif Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
Nilai Maksimum 150 93 150 93
Nilai Minimum 162 101 162 101
Mean 156 96.61 156.17 96-89
Standar Deviasi 3.97 2.36 4.08 2.22

Pada kelompok control pre test sistolik didapatkan nilai minimum sebesar 150

nilai maximum 162 nilai rata-rata 156.00 dan standar deviation sebesar 3.970. pada

pre test diastolik didapatkan nilai minimum sebesar 93 nilai maximum 101 nilai rata-

rata 96.61 dan standar deviation sebesar 2.355. pada post test sistolik didapatkan nilai

minimum sebesar 150 nilai maximum 162 nilai rata-rata 156.17 dan standar deviation

sebesar 4.076. pada post test diastolik didapatkan nilai minimum sebesar 93 nilai

maximum 101 nilai rata-rata 96.89 dan standar deviation sebesar 2.220
Tabel 4.3 Distibusi Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah

Kelompok Intensitas Mean Std. T Df p-


Perubahan Deviatio Value
n
Treatment Pretest 2.111 1.023 8.759 17 .000
Sistolik –
Posttest
Sistolik
Pretest 2.389 1.420 7.138 17 .000
Sistolik –
Posttest
Sistolik
Control Pretest -. 167 .514 -1.374 17 .187
Sistolik –
Posttest
Sistolik
Pretest -. 278 .669 -1.761 17 .096
Sistolik –
Posttest
Sistolik

Pada kelompok treatment rata-rata tekanan darah pre test dan post test sistolik

2.111 dengan standar deviation 1.023 nilai t hitung 8.759 dan t tabel 17. Pada

diastolik pre test dan post test 2.389. dengan standar deviation 1.420 nilai t hitung

7.138 dan t tabel 17. P value (ɑ = 0,05) = 0,000. Nilai signifikan (p-value) yaitu 0,000

< dari nilai alfa (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima artinya ada

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia dengan

hipertensi. Sedangkan pada kelompok control menunjukan nilai rata-rata tekanan

darah pre test dan post test sistolik -167 dengan standar deviation 514 nilai t hitung

-1.374 dan t tabel 17. pada tekanan darah diastolik pre test dan post test -278 dengan
standar deviation 669 nilai t hitung -1.761 dan t tabel 17. P value (ɑ = 0,05) = 0,187.

Nilai signifikan (p-value) yaitu 0,187 > dari nilai alfa (0,05) p value (ɑ = 0,05) =

0,096. Nilai signifikan (p-value) yaitu 0,096 > dari nilai alfa (0,05). Sehingga Ho

diterima artinya tidak ada pengaruh.

Pada artikel ilmiah kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyati Rahayu

pada tahun 2020, peneliti melaksanakan penelitian di Puskesmas Bojong Soang.

Peneliti melaksanakan penelitian pada lansia yang tidak mengalami kelemahan otot,

hemiplegi, kontraktur, bisa berkomunikasi dengan baik dengan sampel sebanyak 22

orang.

Peneliti melaksanakan upaya penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi

selama 2 minggu berturut-turut. Peneliti mendapatkan data melalui pengukran nilai

pre-test responden diukur tekanan darah 5 menit sebelum dilakukan relaksasi otot

progresif dan pengukuran tekanan darah post-test 5 menit setelah selesai dilakukan

relaksasi otot progresif.

Setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan oleh

Waryantini pada tahun 2021, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :
Tabel 4. 4 Frekuensi Tekanan darah sistolik dan diastolik pada Lansia Penderita Hipertensi
Sebelum Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tekanan Darah Nilai Tekanan Darah Frekuensi Persentase Rata-Rata


Sitolik dan <120/80 mmHg - 149/89,5
Diastolik mmHg
120/80-139/89 mmHg 3 13,6%

140/90-159/99 mmHg 14 63,6%

≥160/100 mmHg 5 22,7%

Total 22 100%
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan relaksasi otot

progresif sebagian besar (63,6 %) atau 14 lansia memiliki tekanan darah dengan

rentang nilai 140/90-159/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 149/89,5 mmHg.

Tabel Frekuensi Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Lansia Penderita Hipertensi
Sesudah Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tekanan Darah Nilai Tekanan Darah Frekuensi Persentase Rata-Rata


Sitolik dan <120/80 mmHg 1 4,5% 137/79
Diastolik mmHg

120/80-139/89 mmHg 9 40,9%

140/90-159/99 mmHg 12 54,5%

≥160/100 mmHg - -

Total 22 100%
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa sesudah dilakukan relaksasi otot

progresif sebagian besar (54,5 %) atau sebanyak 12 lansia memiliki tekanan darah

dengan rentang nilai 140/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg.
Tabel 4.5 Pengaruh Teknik Relaksasi Ototprogresif Terhadap Nilai Tekanan Darah Sebelum

Dan Sesudah Relaksasi Otot Progresif Pada Lansia Penderita Hipertensi

Tekanan Frekuensi Mean P-Value Z


Darah Sebelum Sesudah
<120/80 - 1 21,8 mmHg 0,000 -3,7
mmHg

120/80- 3 9
139/89
mmHg

140/90- 14 12
159/99
mmHg

≥160/100 5 -
mmHg

Berdasarkan : Uji Wilcoxon

Berdasarkan hasil uji statistik diatas dengan uji Wilcoxon pada nilai tekanan

darah diperoleh hasil perhitungan Z -3,7, dengan nilai p-value 0,000 < α (0,05), maka

dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi

teknik relaksasi otot progresif teradap nilai tekanan darah sistolik pada lansia penderita

hipertensi.

B. Pembahasan

Perubahan-perubahan Fisik yang terjadi pada lansia meliputi perubahan dari

tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh diantaranya sistem pernafasan,

pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh,

sistem respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan

integument.
Hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah ketika usianya

semakin bertambah jadi semakin tua usianya kemungkinan seseorang menderita

hipertensi juga semakin besar, tekanan sistolik terus meningkat Sampai usia 80 tahun

dan tekanan diastolik terus naik Sampai usia 55. Mulai usia 60 tahun kemudian secara

perlahan atau bahkan drastis menurun (Wayantini,2021)

Menurut Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-

64 tahun adalah hipertensi dengan prevalensi 55,2%. Tingginya kejadian hipertensi

mengindikasikan bahwa hipertensi harus segera ditangani. Penanganan yang telah

dilakukan puskesmas pada pasien hipertensi meliputi terapi farmakologi seperti

pemberian obat anti hipertensi, penyuluhan tentang diet rendah garam dan kontrol

teratur yang dilaksanakan dengan kegiatan prolanis. Upaya lain yang dapat dilakukan

selain mengkonsumsi obat adalah dengan melakukan latihan yang dapat menurunkan

tekanan darah seperti teknik relaksasi otot progresif. (Sri,2020)

Lanjut usia mulai mengalami penurunan fungsi salah satunya pada sistem

peredaran darah. Penurunan elastisitas dinding pembuluh darah dapat meyebabkan

peningkatan tekanan darah. Salah satu upaya penanganan untuk menurunkan tekanan

darah adalah terapi relaksasi otot progresif, terapi ini bertujuan untuk memunculkan

respon relaksasi yang dapat merangsang aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis

sehingga terjadi penurunan tekanan darah pada lanjut usia.

Berdasarkan hasil literature review yang sudah dilakukan oleh peneliti

menjelaskan, bahwa relaksasi otot progresif berhasil menurunkan tekanan darah pada
pasien. Hal ini karena dari kedua literature review menunjukkan bahwa setelah

diberikan intervensi relaksasi otot progresif dan pengukuran untuk mengukur tekanan

darah pasien, didapatkan hasil bahwa adanya penurunan tekanan darah yang dialami

oleh lansia penderita hipertensi setelah diberikan penerapan Relaksasi Otot Progresif.

1) Efektivitas Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi

Penelitian yang dilakukan oleh Waryanti, dkk (2021) melaporkan bahwa

relaksasi otot progresif bertujuan untuk mendapatkan sensasi rileks dengan

menegangkan suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan. Selain itu , relaksasi

otot progresif juga dapat meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf

simpatis dan meningkatkan aktifitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi

diameter arteriol. Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmitter asetilkolin

untuk menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot

jantung, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian menurunkan tekanan darah. Hasil

pada kelompok treatment pretest dan posttest sistolik didapatkan nilai rata-rata 2.111

dengan standar deviation 1.023 t hitung 8.759 dan t tabel 17 sedangkan pretest dan

posttest diastolik didapatkan nilai rata-rata 2.389 dengan standar deviation 1.420 t

hitung 7.138 t tabel 17 dan nilai p-value 0,0001 < 0,05 ( = 0,0001 < α = 0,05) maka

pada kelompok treatment Ho ditolak dan Ha diterima sehingga terdapat pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah lansia pada kelompok treatment.

Penelitian yang juga dilakukan oleh Sri Mulyati Rahayu, dkk (2020)

menyebutkan bahwa setelah melakukan relaksasi otot progresif para lansia merasakan
perasaan bahagia dan merasa tubuhnya kembali bugar, perasaan bahagia yang didapat

tentunya juga akan merangsang zat-zat seperti serotonin (sebagai vasodilator

pembuluh darah) dan hormon endorphin yang bisa memperbaiki tekanan darah lebih

lancar dan berkontribusi pada penurunan tekanan darah. Hasil uji dengan test

Wilcoxon, nilai rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot

progresif menunjukkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat disumpulkan bahwa

berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada pengaruh teknik relaksasi otot

progresif terhadap nilai tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.

C. Keterbatasan

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah dengan pendekatan studi literatur ini,

peneliti mengalami keterbatasan untuk mendapatkan responden karena tidak

melakukan penelitian langsung ke pasien tetapi hanya dengan membandingkan dua

artikel ilmiah yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Peneliti juga tidak dapat

mengimplementasikan tindakan teknik relaksasi otot progresif secara langsung

sehingga tidak dapat melihat secara langsung hasil yang didapatkan setelah

dilakukannya Teknik relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tinjauan literature review diatas maka dapat disimpulkan

bahwa relaksasi otot progresif efektif dalam menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi karena dapat membuat otot menjadi rileks sehingga dapat

menurunkan tekanan darah dan dapat mengurangi terjadinya komplikasi

hipertensi.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi

penatalaksanaan keperawatan terhadap hipertensi dan dapat dikembangkan

sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh mahasiswa.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan teknik relaksasi

otot progresif sehingga dapat melaksanakan pengelolaan pada penderita

hipertensi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian dengan

meneliti terapi lain sehingga dapat memperkaya hasil penelitian pada jenis

terapi untuk penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi

Anda mungkin juga menyukai