Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia atau yang sering disebut lansia merupakan kelompok usia yang

rentan mengalami masalah kesehatan. Masalah tersebut semakin bertambah ketika

seseorang bertambah dalam usianya. Pertambahan usia yang dialami lansia

mengakibatkan semua sistem dan fungsi mengalami penurunan. Salah satu fungsi

yang mengalami penurunan adalah fungsi fisiologis. Penurunan fungsi tersebut

memunculkan penyakit tidak menular dan menular.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes (2019) Indonesia mulai

memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan

hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia. Di Indonesia mengalami

peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010,

menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan dapat diperkirakan akan terus

meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%). Peningkatan jumlah

penduduk lansia di masa depan dapat membawa dampak positif maupun negatif.

Akan berdampak positif apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif,

dan produktif. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk lansia akan menjadi beban

apabila lansia memiiliki masalah penurunan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,

2017).
Berdasarkan rekomendasi Join National Committee dalam The Eighth Report

of Join National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure menyatakan bahwa tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan

suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90

mmHg (Jumriani dkk, 2019)

Hipertensi menjadi Silent Killer karena pada sebagian besar kasus tidak

menunjukkan gejala apa pun hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan

serangan jantung yang menjadikan penderita meninggal. Bahkan sakit kepala yang

sering menjadi indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap

keluhan ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (Nurahmani, Ulfa ; hal 4 , 2017)

Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan

bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia menempati urutan pertama jenis penyakit

kronis tidak menular yang dialami pada kelompok usia dewasa, yaitu sebesar 26,5%.

Prevalensi hipertensi di Indonesia cenderung meningkat seiring bertambahnya usia,

yaitu prevalensi hipertensi pada kelompok usia 55-64 tahun sebesar 45,9%; usia 65-

74 tahun sebesar 57,6%; dan kelompok usia >75 tahun sebesar 63,8% (Kemenkes RI,

2013).

Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Riau. Laporan Riskesdas tahun 2013

menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia dewasa di Provinsi Riau sebesar

20,9% dan prevalensi hipertensi tersebut cenderung mengalami peningkatan seiring

bertambahnya usia. Di Provinsi Riau, prevalensi hipertensi pada kelompok usia 55-

64 tahun sebesar 45,6%; kelompok usia 65-74 tahun sebesar 61,8%; dan kelompok

usia 75 tahun ke atas sebesar 72,5% (Kemenkes RI, 2013 dalam Reni Zulfitri, 2019).
Organisasi Kesehatan dunia ( World Health Organization / WHO )

mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total

penduduk dunia. Dari jumlah penderita tersebut, hanya kurang dari seperlima yang

melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2019)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018, penyakit

kardiovaskular merupakan pembunuh terbesar di dunia yang menyebabkan kematian

hingga 15,2 juta jiwa pada tahun 2016. Hasil Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa

penderita hipertensi mengalami peningkatan dari tahun 2013 yaitu 25,8% menjadi

34,1% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Provinsi Riau merupakan 20 besar

provinsi penderita hipertensi terbanyak di Indonesia dimana persentasenya mencapai

8,4%. (Novia Ervadanti dkk, 2019)

Pada prinsipnya ada dua macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati

penyakit hipertensi, yaitu terapi farmakologis dengan menggunakan obat dan terapi

nonfarmakologis. Besarnya efek samping yang diakibatkan oleh pengobatan secara

farmakologi membuat banyak orang beralih menggunakan pengobatan non

farmakologi. Pengobatan non farmakologi dapat dilakukan dengan latihan pernapasan

sederhana dan teknik relaksasi otot yang mana kedua terapi tersebut dapat

menghasilkan manfaat terapi seperti detak jantung yang tenang , menurunkan tekanan

darah dan menurunkan tingkat hormon stress (Jain, 2011 dalam Annisa, 2016).

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi komplementer yang

memiliki banyak manfaat salah satunya adalah mampu menurunkan tekanan darah.

Relaksasi otot progresif tidak memerlukan imaginasi maupun sugesti, dengan kata
lain relaksasi ini dilakukan dengan cara memusatkan fikiran pada aktivitas otot-otot

saat ekstensi maupun relaksasi dengan tujuan untuk menghasilkan perasaan yang

relaks (Purwanto, 2013 dalam Ulya Inayatul, 2017).

Berdasarkan penelitian (Nursyahidah, 2016) menyatakan bahwa adanya

pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah dimana

sebelum pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi reratanya adalah

148,50 mmHg dan tekanan darah diastolik rerata sebesar 94,41 mmHg dan setelah

pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi reratanya adalah 142,75 mmHg

dan tekanan darah diastolik didapatkan rerata sebesar 91,25 mmHg.

Berdasarkan hasil penelitian Damanik & Ziraluo (2018) desain yang digunakan

dalam jurnal ini adalah Quasi Experiement dan instrument yang digunakan yaitu one

group pretest-posttest. Berdasarkan hasil pada 19 responden didapatkan bahwa nilai

rata-rata tekanan darah sistolik sebelum 160,61 / 96,22 mmHg. Setelah diberikan

terapi relaksasi otot progresif rata-rata tekanan darah sistolik menurun menjadi

94,17 / 94,17 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan p value pada tekanan darah

sistolikik adalah p=0,000 <p value dan p value pada tekanan darah diastolik adalah

p=0,000 <p value, artinya ada pengaruh penurunan darah pada sistolik dan diastole

sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot progresifpada penderita hipertensi di RSU

IMELDA.

Berdasarkan penelitian (Ulya Inayatul & Faidah, 2017) menyatakan bahwa

adanya pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah

dimana sebelum pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi pada kelompok

eksperimen rata-ratanya adalah 163,06 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata
sebesar 101,46 mmHg, sedangkan kelompok kontrol rata-ratanya adalah sebesar

167,40 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 96,86 mmHg. dan

setelah pemberian intervensi didapatkan penderita hipertensi kelompok eksperimen

rata-ratanya adalah 161,00 mmHg dan tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 99,33

mmHg, sedangkan kelompok kontrol rata-ratanya adalah sebesar 168,60 mmHg dan

tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 97,73 mmHg.

Berdasarkan uraian data di atas penulis tertarik untuk mengajukan gagasan

tentang “Studi Literatur : Efektivitas Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Penderita

Hipertensi dalam Penurunan Tekanan Darah”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia penderita

hipertensi dalam penurunan tekanan darah?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia

penderita hipertensi dalam penurunan tekanan darah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum

diberikan terapi relaksasi otot progresif.


b. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sesudah

diberikan terapi relaksasi otot progresif.

c. Mengetahui efektivitas terapi relaksasi otot progresif pada lansia

penderita hipertensi dalam penurunan tekanan darah

D. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi

Masyarakat sehingga dapat digunakan dan diterapkan di Rumah sebagai terapi

non farmakologi dalam mengontrol tekanan darah pada hipertensi lanjut usia.

2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebaga sumber

penelitian pendahuluan penelitian lebih lanjut dalam menerapkan terapi

relaksasi otot progresif untuk mengontrol tekanan darah pada penderita

hipertensi lanjut usia.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber

informasi tentang terapi relaksasi otot progresif untuk mengontrol tekanan

darah pada penderita hipertensi lanjut usia.

3. Penulis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman bagi

penulis dalam menerapkan terapi relaksasi otot progresif untuk mengurangi

komplikasi dan mengontol tekanan darah pada penderita hipertensi lanjut usia.

Anda mungkin juga menyukai