Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan

manusia di dunia yang dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia

merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan, dimana pada masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi

sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Penuaan

merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,

jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada

manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,

tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.

Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap

berbagai penyakit (Kholifah, 2016).

Adapun perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia yaitu

terjadinya penurunan elastisitas dinding pembuluh darah arteri dan kekakuan

pada pembuluh darah sistemik yang nantinya berhubungan dengan kelainan

pada sistem kardiovaskuler sehingga rentan mengalami gangguan pada

tekanan darah, seperti hipertensi (Harsismanto, Andri, Payana, Andrianto &

Sartika, 2020).

Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi ketika tekanan darah

terlalu tinggi. Tekanan darah meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik.

1
2

Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak

sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung dalam

keadaan istirahat. Tekanan darah normalnya adalah 140/90 mmHg (Andri,

Permata, Padila, Sartika & Andrianto, 2021).

Menurut World Health Organization (WHO), hampir 1 milyar orang di

seluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah salah satu

penyebab kematian utama kematian dini di seluruh dunia. Di tahun 2020

sekitar 1,56 milyar orang dewasa akan hidup dengan hipertensi. Hipertensi

membunuh hampir 8 milyar orang setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta

orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari

orang dewasa di Asia Timur- Selatan menderita hipertensi (Efrina, Syari &

Arsyati, 2021).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevelensi

hipertensi di Indonesia menurut umur 55-64 tahun 55,2%, 65-74 tahun

63,2%, 75 tahun ke atas 69,5%. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil

Dinas Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2017, hipertensi di Aceh tertinggi

terdapat di Kabupaten Bireun mencapai 26,373 jiwa (Kemenkes RI, 2018).

Selanjutnya, dari 350.851 orang lansia di Provinsi Aceh yang mendapatkan

pelayanan kesehatan diantaranya hipertensi hanya 264.602 orang (75%)

(Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2018).

Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung

kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan


3

darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang

menjadi target antara lain otak (menyebabkan stroke), mata (kabur), jantung

(penyakit jantung), ginjal (gagal ginjal), dan dapat juga berakibat kepada

pembuluh darah arteri perifer. Menurut Harahap, et al 2017) dalam Rahman

(2019) aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Orang yang

tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi dan meningkatkan resiko kelebihan berat badan

yang menyebabkan resiko tekanan darah tinggi meningkat (Habibi, 2020).

Komplikasi hipertensi menyebabkan sekitar 9,4% kematian di seluruh dunia

setiap tahunnya. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena

penyakit jantung, 51% kematian karena penyakit stroke (kemenkes, 2014).

Untuk mencegah akibat atau dampak buruk dari hipertensi maka perlu

dilakukan pencegahan dengan pengobatan tepat dan teratur agar dapat

mengendalikan tekanan darah (Kemenkes, 2019). Pengobatan hipertensi

dapat dilakukan secara farmakologis, yaitu dengan menggunakan obat-

obatan kimia yang tentunya dapat mengakibatkan efek samping yang lebih

serius sehingga terapi non farmakologis bisa menjadi pilihan karena lebih

rendah resiko (Suwanti, Purwaningsih & Setyoningrum, 2019).

Pengobatan terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan cara

penurunan kelebihan berat badan atau mengatasi obesitas, mengurangi

asupan garam dalam tubuh dan mengatur pola hidup sehat dengan
4

melakukan olahraga teratur, salah satu olahraga yang dapat dilakukan

adalah senam ergonomik (Wahyuni, Syamsudin & Nurhayati, 2020).

Senam ergonomik merupakan senam untuk mengembalikan posisi,

mengaktifkan sistem saraf dan aliran darah, sistem kesegaran tubuh

(Wahyuni, Syamsudin & Nurhayati, 2020). Senam ergonomik merupakan

salah satu metode yang praktis dan efektif dalam memelihara kesehatan

tubuh dengan melakukan latihan senam secara rutin (Upriani & Priyantari,

2018).

Suwanti dalam (Wratsongko, 2016), (Triwibowo, 2015) dan (Thei et al.,

2008) menyatakan senam ini bermanfaat untuk mencegah dan

menyembuhkan berbagai macam penyakit. Untuk mendapatkan hasil yang

maksimal akan lebih baik senam dilakukan secara berkelanjutan, sekurang-

kurangnya 2-3 kali seminggu dengan tiap sesi 20 menit apabila setiap

gerakan dilakukan secara sempurna. Gerakan senam ergonomik terdiri dari

enam gerakan seperti, gerakan berdiri sempurna, lapang dada, tunduk

syukur, duduk perkasa, duduk pembakaran dan berbaring pasrah. Dalam

gerakan-gerakan tersebut yang dapat menurunkan tekanan darah adalah

gerakan duduk perkasa karena gerakan ini dapat membuat otot dada dan

sela iga menjadi kuat sehingga rongga dada lebih besar dan paru-paru

berkembang dengan baik dan dapat menghisap oksigen lebih banyak dan

menambah aliran darah ke tubuh bagian atas (Jumari & Putri, 2021).
5

Hasil penelitian Suwanti, Purwaningsih & Setyoningrum (2019)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah responden sebelum

dan sesudah senam ergonomik dengan rata-rata systole reponden sebelum

senam ergonomik sebesar 151,33 mmHg dan sesudah senam ergonomik

sebesar 142,00 mmHg. Selanjutnya, nilai rata-rata diastole sebelum senam

ergonomik didapatkan sebesar 90,66 mmHg dan sesudah senam ergonomik

turun menjadi 86,33 mmHg. Hasil uji Wilcoxon diperoleh p-value <0,05 yang

berarti terdapat pengaruh senam ergonomik untuk mengatasi hipertensi pada

lansia.

Pada penelitian yang dilakukan Sudarso, Kusbaryanto, Khoiriyati &

Huriah (2019), yaitu menguji nonparametrik Wilcoxon perbedaan penurunan

tekanan darah pada pasien hipertensi antara kelompok intervensi dan

kelompok terkontrol. Hasilnya, didapatkan bahwa systole yang dialami

kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan intervensi bernilai 0,003.

Tekanan darah diastole yang dialami kelompok intervensi sebelum dan

sesudah diberikan intervensi bernilai 0,007. Tekanan darah systole yang

dialami kelompok terkontrol sebelum dan sesudah diberikan intervensi

bernilai 1,000. Tekanan darah diastole yang dialami pada kelompok terkontrol

sebelum dan sesudah diberikan intervensi bernilai 0,285. Dari hasil uji

tersebut menunjukkan bahwa perbedaan antara senam ergonomik pada

kelompok sesudah dan sebelum dilakukan intervensi lebih efektif


6

dibandingkan kelompok terkontrol sebelum dan sesudah di lakukan intervensi

pada pasien hipertensi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam hal ini penulis tertarik

menganalis tentang “Penerapan Terapi Senam Ergonomik dengan

Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana analisis penerapan terapi senam ergonomik dengan

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi berdasarkan studi

empiris dalam sepuluh tahun terakhir?

C. Tujuan Penulisan

Menggambarkan analisis penerapan terapi senam ergonomik dengan

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi berdasarkan studi

empiris dalam sepuluh tahun terakhir.

D. Manfaat Penulisan

1. Lansia

Menambah informasi tentang penerapan terapi senam ergonomik

untuk mengatasi hipertensi pada lansia.

2. Studi Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan


7

Menambah keluasan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan terkait

terapi senam ergonomik untuk mengatasi hipertensi pada lansia.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan ke dunia nyata

terkait terapi senam ergonomik untuk mengatasi hipertensi pada

lansia.

4. Institusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Dapat di jadikan sebagai bahan referensi tambahan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi

mahasiswa/i dalam memberikan asuhan keperawatan terapi senam

ergonomik untuk mengatasi hipertensi pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai