Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam

jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan

sroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang

memadai (Kemenkes RI, 2018). Hipertensi adalah suatu penyakit dengan

kondisi medis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah secara

kronis lebih dari normal, dimana penderita mempunyai tekanan darah bagian

atas (sistolik)≥140 mmHg dan bagian bawah (diastolik)≥85 mmHg (WHO,

2013).

Data World Health Organsization (WHO) tahun 2018 sekitar 1,13 milyar

diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat Hipertensi dan

komplikasinya. Hal ini juga berakibat meningkatkan risiko penyakit jantung

koroner, yaitu sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%

(WHO South-East Asia, 2018). Prevalensi Hipertensi pada kawasan Asia

Tenggara sebesar 37%, Thailand sebesar 34,2%, Brunay Darusalam 34,4%,

Singapura 34,6%, Malaysia 38%, Indonesia 34,1% (Estiningsih, 2017).


Di Indonesia angka prevalensi Hipertensi sebesar 25,8% pada penduduk

umur≥18 tahun (RISKESDAS 2013). Dan berdasarkan data Riskesdas 2018,

prevalensi Hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan dengan prevalensi

Hipertensi pada tahun 2013 sebesar 34,1% pada usia≥18 tahun. Data Dinas

Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2017, didapatkan angka prevalensi

Hipertensi sebanyak 9,4%. Dan mengalami peningkatan pada tahun 2018

sebanyak 28,9% pada umur≥18 tahun.

Hipertensi terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional

pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan

tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh

darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

perifer (Smeltzer & Bare, 2017). Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi

aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormone steroid yang

memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan

ekstraseluler, eldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah

(Anggraini, 2017).
Pengobatan untuk Hipertensi atau darah tinggi terbagi menjadi dua jenis

pengobatan yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi

farmakologis dan non farmakologis bertujuan untuk mengontrol tekanan darah

dan untuk mencegah timbulnya komplikasi dari Hipertensi itu sendiri. Terapi

farmakologis pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1

yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani

pola hidup sehat dan pada pasien dengan Hipertensi derajat > 2. Beberapa

jenis obat hipertensi antara lain diuretic, antagonis kalsium, beta blocker, ACE

inhibitor, angiotensin-2 receptor blocker (ARB), dan penghambat renin

(Lisiswanti, 2017).

Terapi non farmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan obat-

obatan sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti dengan menjalankan

pola diet DASH (dietary approaches to stop hypertension), yaitu pola makan

dengan lebih banyak mengonsumsi buah, sayur-sayuran, susu rendah lemak,

gandum, dan kacang-kacangan, dibandingkan dengan daging merah dan

makanan yang mengandung lemak jenuh serta kolestrol tinggi, menurunkan

kegemukan, rajin olahraga, tidak mengonsumsi alcohol, tidak merokok, dan

hindari stress. Selain upaya tersebut, penting untuk mempertimbangkan terapi

komplementer atau terapi pelengkap sebagai terapi non farmakologis (Sudoyo,

dkk 2016). Terapi komplementer bersifat pengobatan alami untuk menangani

penyebab penyakit dan memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan

penyakitnya (Sudoyo, dkk 2016).


Salah satu solusi dan upaya penanganan terapi non farmakologis dalam

mencegah penderita tekanan darah tinggi yang dapat dilakukan yaitu dengan

cara teknik relaksasi Progressive Muscule Relaxtion, tarik nafas dalam, terapi

music, dan pemberian massase. Teknik relaksasi Progressive Muscule

Relaxtion dilakukan untuk memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot,

dengan mengidentifikasikan otot-otot yang tegang kemudian menurunkan

ketegangan pada otot, lalu memberi rangsangan rileks. Progressive Muscule

Relaxtion merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua

proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh dan menjadi rileks

sehingga dapat menjadi terapi komplementer dalam menurunkan tekanan

darah (Rosdiana & Chayati, 2019).

Progressive Muscule Relaxtion (PMR) dilakukan dengan cara

memfokuskan perhatian seseorang untuk melakukan aktivitas otot sehingga

dapat membuat otot-otot yang tegang mejadi rileks, sehingga memiliki

manfaat dalam menurunkan esistensi perifer dan menaikkan elastisitas

pembuluh darah dalam jurnal (Eyasintri, 2017).

Progressive Muscule Relaxtion (PMR) adalah teknik sistematis yang

digunakan untuk mencapai kedalaman keadaan relaksasi dan telah terbukti

meningkatkan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan di berbagai

penyakit medis dan psikiatri. Tujuan dari Progressive Muscule Relaxtion

(PMR) adalah untuk secara sadar mengalami perbedaan antara tensing dan

relaksasi seperti halnya penerapan bantuan tekanan dan tekanan. Semua otot

tubuh-dari ujung kepala sampai ujung kaki, secara sadar tegang dan kemudian
santai lagi. Manfaat dari latihan teknik relaksasi Progressive Muscule

Relaxtion adalah untuk mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan

tekanan darah, memberi rasa nyaman, dan mengatur pola tidur (Isnaini, 2016).

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sabar & Lestari (2020)

yang dilakukan pada 18 responden yang terdiri dari pasien Hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Bangkala Makassar kemudian diberikan terapi

Progressive Muscule Relaxtion (PMR) selama 5 hari berturut-turut dan

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan

diastolik antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi Progressive Muscule

Relaxtion.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Ulya & Faidah, 2017)

menunjukkan bahwa perbedaan tekanan darah (sistolik dan diastolik) sebelum

dan sesudah dilakukan terapi Progressive Muscule Relaxtion (PMR) pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sistolik pretest (p > 0,555)

dan diastolik pretest (p > 0,238) sedangkan sistolik posttest (p < 0,335) dan

diastolik posttest (p < 0,647) sehingga setelah dilakukan uji statistic

mendapatkan hasil bahwa kelompok eksperimen mendapatkan hasil bahwa

ada pengaruh antara terapi relaksasi dengan penurunan tekanan darah,

sedangkan untuk kelompok control mendapatkan hasil tidak ada pengaruh

antara terapi Progressive Muscule Relaxtion terhadap penurunan tekanan

darah pada penderita Hipertensi di Desa Koripandoyo.

Puskesmas Belakang Soya merupakan salah satu Puskesmas yang

terletak di Kecamatan Sirimau, Kabupaten Kota Ambon, Provinsi Maluku.


Alasan peneliti memilih lokasi Puskesmas Belakang Soya karena pada lokasi

tersebut terdapat masalah atau fenomena yang terjadi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Belakang Soya pada

tahun 2020 diperoleh pasien dengan jumlah peserta prolanis yang menderita

Hipertensi sebanyak 120 orang, pada tahun 2021 sebanyak 90 orang, pada

bulan Januari - November 2022 jumlah peserta prolanis yang menderita

Hipertensi sebanyak 70 orang. Hal ini menunjukan bahwa ada penurunan

jumlah peserta prolanis yang menderita Hipertensi dari tahun ke tahun di

Puskesmas Belakang Soya. Walaupun kejadian pasien dengan jumlah peserta

prolanis yang menderita Hipertensi setiap tahun menurun namun berdampak

tidak baik bagi pasien dengan jumlah peserta prolanis yang menderita

Hipertensi.

Di Indonesia bukti pengaruh teknik Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

terhadap penurunan tekanan darah sudah dilakukan oleh Rudi Harmono

(2015) pengaruh latihan Progressive Muscule Relaxtion terhadap penurunan

tekanan darah pada peserta prolanis yang menderita Hipertensi mendapatkan

hasil bahwa tindakan Progressive Muscule Relaxtion (PMR) memiliki

hubungan yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada peserta

prolanis yang menderita Hipertensi.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “ Pengaruh Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang menderita

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya ”.


B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: “ Apakah ada pengaruh

Progressive Muscule Relaxtion (PMR) terhadap penurunan tekanan darah

pada peserta prolanis yang menderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Belakang Soya? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang menderita

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tekanan darah sebelum diberikan Progressive

Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan tekanan darah pada

peserta prolanis yang menderita Hipertensi.

b. Untuk mengetahui tekanan darah setelah diberikan Progressive Muscle

Relaxation (PMR) terhadap penurunan tekanan darah pada peserta

prolanis yang menderita Hipertensi.

c. Untuk mengetahui pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR)

terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang

menderita Hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak, meliputi:


1. Manfaat teoritis

Bagi dunia keperawatan hasil ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan atau wawasan tentang pentingnya penelitian pengaruh

Progressive Muscule Relaxtion (PMR) terhadap penurunan tekanan darah

pada peserta prolanis yang menderita Hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa tentang

pengaruh Progressive Muscule Relaxtion (PMR) terhadap

penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang menderita

Hipertensi.

b. Responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

pengetahuan kepada responden/perawat agar lebih mengetahui

dampak baik dan buruknya peserta prolanis yang menderita

Hipertensi.

c. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan

perbandingan bagi para pembaca untuk menambah wawasan

pembaca.

d. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan

penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh Progressive Muscule


Relaxtion (PMR), terhadap penurunan tekanan darah pada peserta

prolanis yang menderita Hipertensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

1. Defenisi Hipertensi

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.

Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk

menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik

dan diastolik. Berdasarkan kriteria Joint National Committee/JNCVIII,

Seseorang dikatakan mengalami Hipertensi jika tekanan sistolik ≥ 120

mmHg sedangkan tekanan diastolik ≥ 80 mmHg. Penyakit Hipertensi

dapat dijumpai baik usia lanjut karena faktor degeneratif maupun usia

muda (Kementrian Kesehatan RI/ Kemenkes, 2017).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut

darah dari jantung dan memompa ke seluruh jaringan dan organ–organ

tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2018). Hal

ini terjadi bila konstriksi arterior membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah

beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan

kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2017).

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi

berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu Hipertensi


dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,

jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,

kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang

mengandung natrium dan lemak jenuh (Smeltzer dan Bare, 2019).

Hipertensi atau disebut juga dengan silent killer merupakan penyakit

yang tidak menular dan sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan

secara global. Definisi lain menyebutkan hipertensi ialah suatu gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang

dibawa darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya

(Ratna, 2017 dalam Dalyoko, 2018).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu

keadaan kronis ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada

pembuluh darah arteri sehingga mengakibatkan jantung memompa dan

bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat mengganggu, merusak pembuluh darah bahkan dapat menyebabkan

kematian (Sari, 2017).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat di klasifikasikan menjadi

hipertensi primer (hipertensi esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir

lebih dari 90-95% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer,

Hipertensi primer adalah hipertensi dengan penyebab yang tidak di

ketahui, belum ada teori yang jelas menyatakan pathogenesis hipertensi


primer tersebut. Namun, faktor genetik memegang peranan penting pada

pathogenesis hipertensi primer (Guyton dan Hall, 2017).

Menurut Guyton dan Hall (2017), dikatakan hipertensi sekunder jika

terjadinya hipertensi disebabkan oleh penyakit lain. Hanya 5-10% kasus

hipertensi merupakan sekunder dari penyakit kormobid atau obat-obat

tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Banyak penyebab

hipertensi sekunder baik endogen maupun eksogen. Pada kebanyakan

kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit

renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering Obat-obat

tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan

hipertensi atau, memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah.

Klasifikasi hipertensi menurut JNC VIII di tunjukkan pada tabel.

Tabel 2.1 Tabel klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VIII

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pra Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 90-99

Hipertensi Stadium II > 160 > 100


3. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan

menurut (Corwin, Irianto, Padila, Price dan Wilson, Syamsudin, Udjianti,

2019).

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Merupakan 90% dari seluruh kasus Hipertensi adalah

Hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa

faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial

seperti berikut ini:

1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki

riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi (Corwin,

2019).

2) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan

wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini

tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih

tinggi dari pada perempuan (Irianto, 2019).

3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya Hipertensi, Faktor ini

bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi


konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam

dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa

orang, khususnya dengan pendeita Hipertensi, diabetes, serta

orang dengan usia yang tua karena jika garam yang

dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah

garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang

seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan

menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau

dengan kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak

cairan, beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah

yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni

adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh

darah, kelenjar adrenal memproduksi suatu hormon yang

dinamakan Ouobain, kelenjar ini akan lebih banyak

memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi

terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk

menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan

kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam

meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan

kalsium dan garam dalam pembuluh darah (Padila, 2019).

Kalsium dikirim ke pembuluh darah untuk

menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak

inilah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan


tekanan darah tinggi. Konsumsi garam berlebih membuat

pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran

darah, Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin

agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang

besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan

darah seperti biasanya, tekanan darah yang besar dan kuat ini

menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Konsumsi garam

per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500–2000 mg atau

setara dengan satu sendok the Perlu di ingat bahwa sebagian

orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam

sedikit saja dapat menaikan tekanan darah membatasi konsumsi

garam sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang

bisa terjadi (Padila, 2019).

4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa

menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal.

Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan

berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi

(Price dan Wilson, 2019).

5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan oleh pasien hidup

dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu

hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan

dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan

dapat menghabiskan berapa puntung rokok dan lama merokok


berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol

yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat

meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki

tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol

agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya

hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa

terjadi (Syamsudin, 2019).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus

hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai

peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada

sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi

endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat

mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi

sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal

hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan

tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal,

yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua

organ ginjal, bila pasokan darah menurun maka ginjal akan

memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta

gangguan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas

jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan

meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan


hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara

lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik

(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,

peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stress karena

stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan

aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah (Udjianti,

2019).

4. Patofisiologi

a. Perubahan Pada Pembuluh Darah

Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah berupa adanya

aterosklerosis yaitu penumpukan plak-plak pada pembuluh darah yang

menyebabkan penebalan pada dinding pembuluh darah dan mengurangi

elastisitas pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan lumen pada

pembuluh darah menyempit sehingga terjadi kelainan aliran darah dan

terjadinya tekanan darah meningkat (Sari, 2017).

b. Sistem Renin-Angiotensin Proses

Terjadinya hipertensi atau tekan darah tinggi ialah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-

converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting

dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen

yang diproduksi hati. Kemudian oleh hormone, renin (diproduksi oleh

ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang terdapat

dalam paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.


Angiotensin II itulah yang mempunyai peranan penting dalam

menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Sari, 2017).

Aksi yang pertama ini ialah meningkatkan sekresi hormon

antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus

(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas

dan volume urin, dengan meningkatnya ADH jadi sangat sedikit urin

yang diekskresikan keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat

dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler, dan akibatnya volume darah meningkat yang akhirnya

akan meningkatkan tekanan darah (Sari, 2017).

Aksi kedua ialah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

adrenal. Aldosteron adalah hormon steroid yang memiliki peranan

penting pada ginjal kita. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,

aldosterone akan mengurangi ekskresi NaCI (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCI akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada akhirnya akan meningkatkan volume dan

tekanan darah (Sari, 2017).

5. Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi

Menurut Elsanti (2016) faktor resiko yang mempengaruhi Hipertensi

yang dapat atau tidak dapat dikontrol, anatara lain:


a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol

1. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya Hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi

oleh hormone estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi

merupakan factor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai

penjelasan adanya imunitas wanita pada usia pre menopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya

mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian

didapatkan hasil lebih dari setengah penderita Hipertensi berjenis

kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini dkk, 2015).

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia

dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55

tahun, sekitar 60% penderita Hipertensi adalah wanita. Hal ini sering

dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani,

2016).
2. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan

darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan

darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada

usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia

tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang

diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus,

Hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi

sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause (Agus. A. dkk 2015).

Hanns Peter (2016) mengemukakan bahwa kondisi yang

berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan

arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari

berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan

menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya

penyesuaian diri.

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena Hipertensi lebih

besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu

sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun.

Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus

hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam


puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko

Hipertensi (S. G. Sheldon 2016).

3. Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita Hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium individu dengan

orang tua dengan Hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita Hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat Hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus Hipertensi esensial dengan riwayat Hipertensi dalam keluarga

(Anggraini dkk, 2015).

Sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan Hipertensi jika orang tuanya adalah penderita Hipertensi

(Marliani, 2016). Menurut Rohaendi (2017), mengatakan bahwa

Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika

salah satu dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah tinggi,

maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya

selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah

tinggi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini akan meningkat

menjadi 60%.
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:

1). Obesitas

Ada usia pertengahan (+ 50 tahun) dan dewasa lanjut asupan

kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena

kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas

dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat

memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan

pembuluh darah, Hiprtensi (Rohendi, 2017).

Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak,

dapat dilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan,

yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

Berat Badan (kg)

IMT = Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

IMT berkolerasi langsung dengan tekanan darah, terutama

tekanan darah sistolik. Risiko relative untuk menderita Hipertensi pada

orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang

berat badannya normal. Pada penderita Hipertensi ditemukan sekitar

20-30% memiliki berat badan lebih (Marliani dkk, 2017).

Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung

dan pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Massa

Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang

Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran tentang resiko


kesehatan yang berhubungan dengan berat badan. Marliani juga

mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar mempunyai

berat badan berlebihan, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang

berat badannya normal (tidak obesitas) dapat menderita Hipertensi.

Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang

obesitas lebih tinggi di bandingkan dengan berat badannya normal

(Marliani, 2016).

Rumus BMI : Berat Badan

(Tinggi badan) dalam meter

Secara umum, populasi kita cenderung semakin kelebihan berat

badan. Hal ini merupakan hal yang tidak sehat karena berbagai macam

alasan. Berkaitan dengan tekanan darah, secara umum semakin tinggi

berat badan, semakin tinggi pula tekanan darah (Palmer dkk, 2017).

2). Kurang Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak

menular, karena olahraga isotonik yang teratur dapat menurunkan

tahanan perifer yang akan menurunkaan tekanan darah (untuk

hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila

jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya

kondisi tertentu (Roehandi, 2017).

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi

karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang

tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot
jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula

kekakuan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki

selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga

jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi,

jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak

menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health science

kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan

kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5%

kolestro lLDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting penyebab

pergeseran arteri (Rohaendi, 2017).

3) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat

dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden Hipertensi maligna

dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami

ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh Dr. Thomas S

Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts

terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat Hipertensi,

51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%

subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam

median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu


kejadian Hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan

kebiasaan merokok lebih darri 15 batang perhari (Rahyani, 2015).

Rokok mengandung ribuan zat kimia berbahaya bagi kesehatan

tubuh, di antaranya yaitu nikotin, dan karbon monoksida. Zat kimia

tersebut yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan

endotel pembuluh darah erteri dan mengakibatkan proses

aterosklerosis dan Hipertensi (Nurkhalida, 2014).

Seseorang merokok dua batang maka tekanan sistolik maupun

diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada

ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok.

Sedangkan untuk perokok berat tekanan darah akan berada pada level

tinggi sepanjang hari (Sheldon G, 2015).

Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang

membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada

jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi maka

merokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat

merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan

menjadi tebal dan kasar, nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap

rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam

pembuluh darah), mempermudah pengumpulan darah sehingga dapat

merusak pembuluh darah perifer. Keadaan paru-paru dan jantung

mereka yang tidak merokok dapat bekerja secara efisien (Elsanti,

2009).
4). Asupan Garam Berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi

risiko terjadinya Hipertensi. Kadar yodium yang di rekomendasikan

adalah tidak lebih dari 100 mml (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram

garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan

konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya Hipertensi (Wolff, 2015).

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam pathogenesis

Hipertensi. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi

melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah.

Yang dimaksud garam adalah garam natrium seperti yang terdapat

dalam garam dapur (NaCL), soda kue (NaHCO3), baking powder,

natrium benzoate, dan vetsin (mono sodium glutamate). Dalam

keadaan normal, jumlah natrium yang dikeluarkan tubuh melalui urin

harus sama dengan jumlah yang dikonsumsi, sehingga terdapat

keseimbangan (Almatsier S, 2015).

WHO menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6

gram sehari (2400 mg natrium). Asupan natrium yang berlebihan

terutama dalam bentuk natrium klorida dapat menyebabkan gangguan


keseimbangan cairan tubuh, sehingga menyebabkan Hipertensi

(Kemenkes, 2010).

5). Minum Alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak

jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan

minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko

Hipertensi (Marliani, 2016).

Orang yang gemar mengkonsumsi alkohol dengan kadar tinggi

akan memiliki tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung

meningkat tinggi. Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama

dengan karbon monoksida yaitu dapat meningkatkan keasaman darah.

Meminum alkohol secara berlebihan, yaitu tiga kali atau lebih dalam

sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus Hipertensi.

Mengkonsumsi alkohol sedikitnya dua kali per hari, tekanan darah

sistolik meningkat 1,0 mmHg (0,13 kPa) dan TDD 0,5 mmHg (0,07

kPa) per satu kali minum (Anna Palmer, 2017).

6). Minum Kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75-200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut

berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg, pengaruh kopi

terhadap terjadinya Hipertensi saat ini masih kontroversial. Kopi

mempengaruhi tekanan darah karena mengandung polifenol, kalium,

dan kafein. Kafein memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap


reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuro modulator yang

mempengaruhi sejumlah funggsi pada susunan saraf pusat. Hal ini

berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi

perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah. Kandungan kafein

pada secangkir kopi sekitar 80-125 mg (Uiterwaal, 2017).

Orang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki tekanan darah

yang lebih rendah dibandingkan orang yang mengkonsumsi 1-3

cangkir per hari. Dan pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per

hari memiliki tekanan darah lebih tinggi di banding pria yang

mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari (Uiterwaal, 2017).

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75-200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut

berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg. Konsumsi kopi

menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistol

yang lebih besar dari tekanan distol. Hal ini terlihat pada orang yang

bukan peminum kopi yang menghentikannya paling sedikit 12 jam

sebelumnya (Winarta, 2011).

7). Stres

Stres merupakan suatu keadaan non spesifik yang dialami

penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang melebihi

daya dan kemampuan untuk mengatasi dengan efektif. Stres diduga

melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat

beraktivitas). Peningkatan aktivitas syaraf simpatis mengakibatkan


tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Gangguan

kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang yang

menghadapi keadaan yang menimbulkan stress. Apabila stress

berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah

yang menetap (Sutanto, 2016).

Hubungan antara stres dengan Hipertensi diduga melalui

aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan

darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan

dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal

ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat

perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan. Hal ini dapat

dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok

masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2017).

Menurut Anggraini dkk, (2016) mengatakan stres akan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini

dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan

karakteristik personal.

Anggraini (2017) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi

pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga menstimulasi

aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan

pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.


8). Keseimbangan Hormonal

Keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mempengaruhi

tekanan darah. Wanita memiliki hormon estrogen yang berfungsi

mencegah terjadinya pengentalan darah dan menjaga dinding

pembuluh darah. Apabila terjadi ketidak seimbangan maka dapat

menyebabkan gangguan pada pembuluh darah. Gangguan tersebut

berdampak pada peningkatan tekanan darah. Gangguan

keseimbangan hormonal dapat terjadi pada penggunaan alat

kontrasepsi hormonal seperti pil KB (Sari, 2017).

6. Komplikasi Hipertensi

Menurut JNC VIII komplikasi hipertensi apabila tidak diobati dan

ditanggulangi, maka dapat terjadi komplikasi dan menimbulkan

kerusakan serius pada organ-organ sebagai berikut, yaitu:

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal

jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi,

beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan

menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin

lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,

yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi

memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak cairan

tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat


menyebabkan sesak nafas atau oedema, kondisi ini disebut gagal

jantung (Corwin, 2018).

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan risiko

stroke, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke,

yaitu stroke iskemik dan stoke hemoragik. Jenis stroke yang paling

sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke iskemik, Stroke ini terjadi

karena aliran darah di arteri otak terganggu, otak menjadi

kekurangan oksigen dan nutrisi stroke hemoragik (sekitar 20%

kasus) timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak

pecah, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang

persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara

sel-sel otak, walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke

iskemik, namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius (Irianto,

2017).

c. Ginjal

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebaban

kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal, akibatnya ginjal

tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh

yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam

tubuh (Panjaitan, 2015).


d. Mata

Hipertensi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di

mata, sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada

mata yang sensitif terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit

vascular retina. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan

merupakan indikator awal penyakit jantung (Irwan, 2016).

e. Stroke

Hipertensi menyebabkan stroke, hipertensi yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada

kerusakan otak dan saraf. Stroke umumnya disebabkan oleh

kebocoran yang mensuplai darah ke otak. Dan pencegahan yang

paling baik untuk komlikasi-komplikasi hipertensi adalah

mengontol tekanan darah (Trianto, 2017).

7. Manifestasi Klinik

Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak

dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat

ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat

terdapat edema pupil (edema pada diskus optikus) (Smeltzer dan Bare,

2015).

Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan

simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai

berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler


terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian

dada, bengkak pada kedua kaki atau perut (Setiati, Alwi, Sudoyo,

Simadibrata, Syam, 2015). Gejala yang muncul sakit kepala pendarahan

pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi

saat orang menderita hipertensi (Irianto, 2016).

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan

penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme

primer, mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil

pada sindrom cushing, polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat

muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat

dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) (Setiati, Alwi, Sudoyo,

Simadibrata, dan Syam, 2017). Saat hipertensi terjadi sudah lama pada

penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang berat dan tidak

diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,

sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto, 2016).

Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena

terjadi pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan

keadaan ensefalopati hipertensi (Irianto, 2016).


8. Penatalaksanaan

a. Terapi farmakologi

Terapi farmakologi berdasarkan JNC VIII. Tujuan pengobatan

hipertensi adalah untuk menurunkan angka mortalitas dan

morbiditas hipertensi. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi

yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan

meminimalisasi efek samping, yaitu: (Glenys Yulanda, Rika

Lisiswanti, 2017).

1) Diuretic

Obat ini bekerja membuang kelebihan garam dan cairan tubuh

melalui urine. Contoh obat golongan thiazid diuretic adalah

hidroclorotiazid (Glenys, 2017).

2) Angiotensin Receptor Blocker

Fungsi obat ini hamper sama dengan ACEI yaitu membuat

dinding pembukuh darah menjadi rileks, sehingga kedua obat

tersebut tidak boleh diberikan bersamaan. Contoh golongan

ARB adalah losartan dan valsartan (Yulanda, 2017).

3) Calcium canal blocker (CCB)

Golongan obat CCB memiliki efek vasodilatasi, memperlambat

laju jantung dan menurunkan kontraktilitis miokard sehingga

menurunkan tekanan darah. Contoh golongan CCB adalah

nifedipine, amlodipine dan diltiazem (Rika, 2017).


4) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)

Obat golongan ACEI bekerja menghambat perubahan

angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga bekerja dengan

menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan

pelepasan noradrenalin, menghambat pelepasan endotelin,

meningkatkan produksi substansi vasodilatasi seperti NO,

bradikinin, prostaglandin dan menurunkan retensi sodium

dengan menghambat produksi aldosteron. Contoh golongan

ACEI adalah captopril, enlapril, dan lisinopril (Lisiswanti,

2017).

5) Beta blocker

Golongan obat beta blocker bekerja dengan mengurangi isi

sekuncup jantung, selain itu juga menurunkan aliran darah

simpatik dari SSP dan menghambat pelepasan rennin dari

ginjal sehingga mengurangi sekresi aldosteron. Contoh

golongan beta blocker adalah atenolol dan metoprolol (Glenys,

2017).

b. Terapi non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat

menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat

menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan

kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,

tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup


sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani

setidaknya selama 4–6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,

tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau

didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (Perhimpunan

Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Menurut JNC VIII ada beberapa pola hidup sehat yang yaitu :

1) Menurunkan kegemukan

2) Mengurangi asupan garam

3) Rajin olahraga

4) Tidak mengkonsumsi alcohol

5) Tidak merokok

6) Hindari stress

7) Menjalankan pola diet DASH (dietary approaches to stop

hypertension), yaitu pola makan dengan lebih banyak

mengonsumsi buah, sayur-sayuran, susu rendah lemak,

gandum, dan kacang-kacangan, dibandingkan dengan daging

merah dan makanan yang mengandung lemak jenuh serta

kolesterol tinggi.
B. Tinjauan Umum Tentang Teknik Relaksasi Otot Progressive Muscule

Relaxtion (PMR)

1. Pengertian Teknik Relaksasi Otot Progressive Muscule Relaxtion

(PMR)

Teknik relaksasi otot Progressive Muscule Relaxtion (PMR) adalah teknik

relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti

(Setyoadi & Kushariyadi, 2019). Terapi relaksasi otot Progressive Muscule

Relaxtion yaitu terapi dengan cara peregangan otot kemudian dilakukan

relaksasi otot (Gemilang, 2017).

2. Tujuan Teknik Relaksasi Otot Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

Setyoadi dan Kushariyadi, (2019) bahwa tujuan dari teknik ini antara lain:

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan nyeri leher, sakit kepala,

sakit punggung, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan laju

metabolic, menurunkan denyut nadi, menurungkan tekanan darah

sistolik dan diastolik serta mengurangi stress pada penderita

hipertensi, menurunkan kecemasan dan depresi dengan

meningkatkan control diri.

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokuskan perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress.


f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,

fobia ringan, gagap ringan.

g. Membangun emosi positif dan emosi negatif.

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2019) bahwa indikasi dari

terapi relaksasi otot Progressive Muscule Relaxtion, yaitu :

a. Klien yang mengalami insomnia.

b. Klien sering stress.

c. Klien yang mengalami kecemasan.

d. Klien yang mengalami depresi.

4. Teknik Relaksasi Otot Progressive Muscule Relaxtion (PMR)

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2019) persiapan untuk

melakukan teknik ini antara lain :

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan :

Kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan sunyi.

1). Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

2). Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan

mata tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan

lutut atau duduk dikursi dengan kepala ditopang,

hindari posisi berdiri.

3). Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata,

jam, dan sepatu.


4). Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain

sifatnya mengikat.

b. Prosedur

Gerakan 1 : ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a). Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b). buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

c). Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama

10 detik.

d). Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan

keadaan relaks yang dialami.

e). Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.2 Mengepalkan tangan

Gerakan 2 : ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang.

a). Tekuk kedua tangan ke belakang pada pergelangan

tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan


lengan bawah menegang.

b). jari-jari menghadap ke langit-langit

(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.3 untuk tangan bagian belakang

Gerakan 3 : ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

pada bagian atas pangkal lengan)

a). Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b). kemudian membawa kedua kepalan kepundak sehingga

otot biseps akan menjadi tegang.

(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.4 gerakan otot-otot biseps

Gerakan 4: Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

a). Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan

hingga menyentuh kedua telinga.


b). Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan

yang terjadi di bahu punggung atas, dan leher.

(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.5 untuk melatih otot bahu

Gerakan 5 dan 6 : ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah

seperti (dahi, mata, rahang, dan mulut).

a). Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa dan kulitnya keriput.

b). Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan

ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata.

(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.6 gerakan-gerakan untuk otot wajah

Gerakan 7: Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang


a). Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi

sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

Dapat dilihat pada gambar 2.6 diatas.

Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar

mulut.

a). Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut. Dapat dilihat pada

gambar 2.6 diatas.

Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian

depan maupun belakang.

a). Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

b). Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c). Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian

rupa sehingga dapat merasakan ketegangan dibagian

belakang leher dan punggung atas.

(Sumber : Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.7 untuk melatih otot-otot belakang.

Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.


a). Gerakan membawa kepala ke muka.

b). Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka. Gerakan dapat

dilihat pada gambar 2.7 diatas.

Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung.

a). Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b). punggung dilengkungkan.

c). Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

d). Saat relaks, letakan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lemas. Gerakan dapat dilihat

pada gambar 2.7 diatas.

Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a). Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan

udara sebanyak-banyaknya.

b). Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan dibagian dada sampai turun ke perut,

kemudian dilepas.

c). Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan

lega.

d). Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan

antara kondisi tegang dan relaks.


(Sumber: Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.8, untuk melatih otot dada

Gambar 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

a). Tarik dengan kuat perut kedalam.

b). Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10

detik, lalu dilepaskan bebas.

c). Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

(Sumber : Setyoadi, 2019)

Gambar : 2.9, untuk melatih otot perut

Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

a). Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang.

b). Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindah ke otot betis.

c). Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.


d). Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali. Gerakan

dapat dilihat pada gambar 2.9 diatas.

C. Kerangka Konsep

Sistolik

Progressive
Muscule
Relaxtion
Diastolik

Keterangan :

Variabel: Independen (Bebas)

Variabel: Dependen (Terikat)

Hubungan
D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber (2018) dalam

Nursalam, (2018). Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena

hipotesis akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan data,

analisa, dan intervensi data. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha: Ada pengaruh penggunaan teknik relaksasi Progressive Muscle

Relaxation terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang

menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya.

HO: Tidak ada pengaruh penggunaan teknik relaksasi Progressive Muscule

Relaxtion terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis yang

menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah keseluruhan rencana untuk mendapatkan

jawaban atas pertanyaan yang sedang dipelajari dan untuk menangani berbagai

tantangan terhadap bukti penelitian yang layak. Dalam merancang penelitian

ini, peneliti memutuskan mana yang spesifik yang akan diadopsi dan apa yang

akan mereka lakukan untuk meminimalkan dan meningkatkan interpretabilitas

hasil (Cresswell,2017).

Berdasarkan permasalahan yang diteliti maka penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian Quasi eksperiment dengan pendekatan

Pre-Post Test With Control Grup dengan intervensi Progressive Muscle

Relaxation (PMR). Rangcangan ini menggunakan kelompok control

(pembanding) yang memungkinkan peneliti melihat perubahan-perubahan

tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan terapi PMR. Penelitian ini

menggunakan dua kelompok yaitu kelompok intervensi I (kelompok yang

diberikan perlakuan terapi PMR), kelompok intervensi II (kelompok yang

tidak diberikan perlakuan terapi PMR).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Waktu penelitian

Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember

2022.

2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Belakang Soya

Kecamatan Sirimau.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan kumpulan kasus dimana seorang peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tersebut (Polit, 2017). Populasi dalam

penelitian ini sebanyak 90 peserta prolanis yang menderita hipertensi yang

sudah terdaftar dalam komunitas dimana diharapkan mendapatkan sampel

yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik sesuai

kriteria inklusi di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Soya.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari elemen populasi. Pengambilan sampel adalah

proses pemilihan sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability

sampling dengan metode consecutive sampling dimana semua subyek

yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian

sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Polit, 2017).

a. kriteria inklusi :

1. Berumur > 18 tahun

2. Responden penderita Hipertensi

3. Bersedia menjadi responden

4. Responden yang mampu berkomunikasi verbal dengan baik

5. Responden yang bisa membaca dan menulis


b. kriteria eksklusi :

1. Responden dengan tekanan darah normal

2. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

3. Responden yang tidak dapat membaca dan menulis

4. Responden yang tidak dapat berkomunikasi verbal dengan baik

Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini di hitung dengan

menggunakan rumus Solvin dengan toleransi eror 5%.

N
n=
1+ N ( e ) 2

Keterangan :

N : Jumlah populasi

n : Ukuran sampel

e : Toleransi eror

N
n= 2
1+ N (e)

90
n=
1+ 90(0,05)2

90
n=
1+ 90(0,05)

90
n=
1+ 94
90
n=
1+ 1,94

90
n=
2,94

n = 30

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Solvin

dengan jumlah peserta prolanis yang menderita Hipertensi adalah 90

orang maka sampel yang didapatkan yaitu 30 sampel.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel Independen adalah factor yang mungkin menyebabkan,

mempengaruhi, atau mempengaruhi hasil (Cresswell,2017). Adapun

variabel independen pada penelitian ini adalah Progressive Muscle

Relaxation.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel terikat dalam penelitian

(Cresswell,2017). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tekanan

darah yang menjadi variabel terikat dan indikasi dilakukannya

Progressive Muscle Relaxation.


E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional berasal dari seperangkat prosedur atau tindakan

progresif yang dilakukan peneliti untuk menerima kesan sensorik yang

menunjukkan adanya atau tingkat esistensi suatu variabel (Grove,2018).

NO Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Operasional

Variabel Independen (Bebas )

1 Progressive Progressive Muscle SOP teknik 1. jika mengikuti Nominal

Muscle Relaxation progressive kegiatan PMR

Relaxation merupakan muscule secara tuntas

relaksasi sederhana relaxation 2. jika tidak

yang melalui dua mengikuti

proses yaitu kegiatan PMR

menegangkan dan secara tuntas

mereleksasikan otot

tubuh dan menjadi

rileks

Variabel Dependen (Terikat)

Tekanan Darah

1 1. Sistolik Tekanan darah Sphygmoman 1. Normal Nominal

sistolik adalah ometer, jika: < 120

tekanan pada saat stetoskop, 2. Pra


ventrikel lembar Hipertensi

berkontraksi observasi jika: 120-

(jantung 139

menguncup) 3. Hipertensi

stadium 1

jika: 140-

159

4. Hipertensi

stadium 2

jika: > 160

2. Diastolik Tekanan darah Sphygmoman 1. Normal Nominal

diastolic adalah ometer, jika: < 80

tekanan pada saat stetoskop, 2. Pra

terjadi relaksasi lembar Hipertensi

ventrikel (jantung observasi jika: 80-89

mengembang) 3. Hipertensi

stadium 1

jika: 90-99

4. Hipertensi

stadium 2

jika: > 100


F. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah

mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan dapat dilakukan

dengan observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan gabungan

keempatnya (Grove, 2018). Instrumen yang dipergunakan oleh peneliti pada

variabel Independen adalah SOP tentang Progressive Muscle Relaxation yang

sudah baku, diadopsi dari terapi modalitas (Setyoadi, 2019). Pada variabel

dependen, peneliti menggunakan alat pengukuran Tekanan Darah

sphygmomanometer, stetoskop, dan lembar observasi.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengambilan Data

Jenis pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis data primer. Data primer adalah data yang di peroleh langsung oleh

peneliti terhadap sasarannya (Polit, 2017). Data primer didapat langsung

dari peserta prolanis yang menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Belakang Soya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian (Polit, 2017), karena tujuan utama dalam penelitian

adalah mendapatkan data pada proses pengumpulan data peneliti


menggunakan teknik observasi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan

dalam pengumpulan data sebagai berikut:

1. Pre Intervensi

a. Mendapatkan izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan.

b. Koordinasi dengan pihak puskesmas.

c. Mensosialisasikan penelitian kepada bagian PTM yaitu petugas

koordinator dan staf.

d. Persamaan persepsi dengan asisten peneliti dengan

memberikan penjelasan terkait dengan penelitian dan prosedur

penelitian.

2. Intervensi

a. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2022

dengan perlakuan pemberian teknik Progressive Muscle

Relaxation kepada peserta prolanis yang menderita Hipertensi

selama 1 minggu berturut-turut. Progressive Muscule Relaxtion

di lakukan selama ± 15 menit, terbagi dari 15 gerakan.

b. Peneliti mengumpulkan data tentang peserta prolanis yang

menderita Hipertensi dari catatan yang ada di Puskesmas.

c. Melakukan penapisan terhadap calon sampel untuk memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

d. Peneliti menemui calon responden, kemudian memperkenalkan

diri, menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian.


e. Peserta yang bersedia menjadi responden menandatangani

lembar informed consent sebagai bukti kesediaannya.

f. Peneliti menjelaskan tentang langkah-langkah teknik relaksasi

otot Progressive Muscle Relaxation kepada responden.

g. Pengkajian tekanan darah sebelum pelaksanaan penelitian pada

responden dengan mengukur tekanan darah pre test.

h. Mengukur hasil tekanan darah, dan memilih responden dengan

tingkat hasil tekanan darah tinggi yang sama sesuai dengan

jumlah perhitungan sampel yang telah ditentukan.

i. Setelah selesai dilakukan post test yaitu mengukur tekanan

darah maka responden diberi perlakuan teknik relaksasi

Progressive Muscle Relaxation yang dilakukan + 15 menit,

setelah itu dilanjutkan dengan diskusi, memberi kesempatan

responden untuk bertanya dan menceritakan perasaannya

setelah melakukan latihan.

j. Peneliti memberikan jadwal untuk pertemuan selanjutnya.

3. Post Intervensi

a. Memberi waktu istirahat selama 5 menit.

b. Kemudian dilakukan kembali pemeriksaan tekanan darah dan

mencatat hasil di lembar observasi setelah dilakukan intervensi

Progressive Muscle Relaxation.


c. Memeriksa kembali hasil dari lembar observasi, dan identitas

responden seperti: nama, umur, jenis kelamin, riwayat

hipertensi.

d. Mengevaluasi responden setelah dilakukan Progressive Muscle

Relaxation.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah penentuan seberapa baik instrumen tersebut

mencerminkan konsep abstrak yang sedang diteliti dikatakan valid

(Polit, 2017). Dalam SOP tekanan darah merupakan suatu standart

prosedur tentang latihan Progressive Muscle Relaxation untuk

mempertahankan ketegangan otot dan kemudian merenggangkan otot

sehingga menjadi rileks.

Lembar observasi merupakan dasar semua ilmu pengetahuan

yang berencana, yang antara lain meliputi: melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti Uji Validitas pada

observasi dan SOP tidak dilakukan karena sebelumnya sudah di uji dan

sudah dibakukan.

H. Pengolahan Dan Analisis Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data dengan cara

perhitungan statistik untuk menentukan besarnya pengaruh Progressive

Muscle Relaxation terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis


yang menderita Hipertensi. Adapun proses pengolahan data dilakukan melalui

tahap tahap sebagai berikut (Notoatmodjo, 2019).

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pengecekkan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner (Notoatmodjo, 2019). Pada penelitian ini

dilakukan pengecekkan pengisian data responden serta kejelasan

jawaban kuesioner responden dan mengklarifikasi data yang kurang

jelas pengisiannya.

b. Coding

Coding yaitu mengubah data dalam bentuk kalimat ataupun huruf

menjadi data angka atau bilangan yang berguna untuk dalam

memasukkan data atau data entry (Notoatmodjo, 2019). Penggunaan

kode pada penelitian ini yaitu, 1 = Di berikan 0 = Tidak di berikan.

c. Processing atau Data Entry

Data merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing responden

dalam bentuk kode (angka atau huruf) kemudian di masukkan ke

dalam program komputer (Notoatmodjo, 2019).

d. Cleaning

Pembersihan data atau cleaning adalah pengecekkan data kembali dari

setiap sumber data atau responden yang telah dimasukkan untuk

melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan dan

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2019).

Pada penelitian ini dilakukan pengecekkan kode yang salah ataupun


adanya ketidak lengkapan data sehingga akan dilakukan pembetulan

atau koreksi.

I. Analisis Data

1. Analisis Univariate (Analisis Deskriptif).

Analisis univariate atau analisis deskriptif merupakan analisis

yang bertujuan untuk menjelaskan ataupun mendeskripsikan

karakteristik tiap variabel dalam penelitian (Notoatmodjo, 2019). Pada

penelitian ini analisis univariate digunakan untuk mengidentifikasi

tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan teknik Progressive

Muscle Relaxtion terhadap penurunan tekanan darah pada peseta

prolanis yang menderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Belakang Soya. Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu:

nama, umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi.

2. Analisis Bivariate

Analisa Bivariate adalah jenis analisa yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,

2019). Pada penelitian ini analisa bivariate merupakan analisa yang

dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh Progressive Muscle

Relaxtion terhadap penurunan tekanan darah pada peserta prolanis

yang menderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang

Soya. Analisa data dengan uji Paired T-test syarat data berdistribusi

normal dengan tingkat signifikan p < 0,05 yang artinya ada pengaruh

bermakna antar variabel independen terhadap variabel dependen. Jika


hasil yang didapat tidak berdistribusi normal sesuai dengan yang

diharapkan, maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji

Wilcoxon, digunakan untuk data bertipe interval atau ratio dan tidak

menggunakan kelompok (Notoatmodjo, 2019).

J. Etika Penelitian

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat

penelitian. Bila responden menolak, maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Akhriansyah, (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap


PenurunanTekanan Darah Pada Lansia Hipertensi Di Panti Sosial
Tresna Werdha Palembang Provinsi Sumatera SelatanTahun 2018.
Diakses Tanggal 13 April 2020. Pukul 11.57 Wib.

Almatsier S, 2015. Penuntun Diet, Edisi Baru. Jakarta; Kompas Gramedia.

Anggaini F. H. D, 2015. Faktor-faktor yang berhubugan dengan Tekanan Darah.


Prodi S1 Kesehatan masyarakat, Stikes MH. Thamrin.

Anna Palmer, 2017. Simpel Guide Tekanan Darah Tinggi, Erlangga, Jakarta.

Creswell, 2017. Research Design Qualitative, Quantitative And Mixed.

Damanik, H., & Ziraluo, A. A. W. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot


Progresif Terhadap Peurunan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi di RSU Imelda. Jurnal Keperawatan Priority, 1 (2), 96-
104.

Dalimartha, Purnama, Sutarina, et al. (2017). Care Your Self, Hipertensi. Jakarta:
Penebar Plus+Factors, V. et al., (2011). Kejadian Hipertensi Pada
Lansia (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr . Kariadi Semarang).

Eyasintri, (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Tekanan


Darah Pada Penderita Hipertensi. Yogyakarta.di akses pada 11 juni
2019.

Fadli, F. (2018). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tekanan


Darah Pada Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis,
12(3).
Grove, 2018. Understanding Nursing Research Building An Evidence Based
Practice, 6th Edition. China: Elsevier.

Guyton & Hall, 2017. Textbook of Medical Physiology. Singapore : Elsevier


Kementerian Kesehatan RI. 2017. Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI 2017.

Infodatin Kementerian Kesehatan RI., 2014. Infodatin Hipertensi. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Isnaini, (2016). Effect of Progressive Muscule Relaxtion exercise to decrease blood


pressure for patient with primary hypertension. Jurnal. (online),
diakses 2 januari 2016.

Kushariyadi, 2019. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan


Darah pada Penderita Hipertensi.

Marliani, L dan Tantan S., 2016. 100 Question & Answer Hipertensi . PT Elex
Media Komputindo, Jakarta.

M. Ilham, Armina, & Kadri, H. (2019). Efektivitas Terapi Relaksasi Otot Progresif
dalam menurunkan Hipertensi pada Lansia. Jurnal Akademika
Baiturrahim, 8 (1), 58-65.

Notoadmodjo, 2019. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka.

Nursalam, 2018. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Padila, 2019. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Palmer, A dan Bryan Williams., 2015. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi.
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Polit, 2017. Nursing Research Appraising Evidence For Nursing Practice, Seventh
Edition. New York: Lippincott.
Potter, P., & Perry, A. (2016). Fundamentals of Nursing. EGC.

Price & Wilson, 2019. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Profil Kesehatan Indonesia. (2017). Waspadai hipertensi kendalikan tekanan


darah, http://pppl. depkes.go.id. Diperoleh tanggal 1 Januari 2019.

RA. Tuty Kuswardhani, Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jurnal


Penyakit Dalam FK Unud, 7(Jnc Vi), pp.135–140.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas


Pengumpulan Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013.

Rosdiana & Cahyati, 2019. Effect of Progressive Muscule Relaxtion (PMR) on


Blood Pressure Among Patients With Hypertension. International
Journal of Advancement in Life Sciences Research, 2(1) 28-35.

Ruhyanudin, F., 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Ganguan System
Kardiovaskuler. UMM Press, Malang.

Sheps, Sheldon G. 2017. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah


Tinggi.Jakarta PT Intisari Mediatama.

Sigalingging, Vina Yolanda Sari, 2017. Pengaruh Progressive Muscule Relaxtion


terhadap tingkat kecemasan pada pasien penderita Kanker Serviks
yang sedang menjalani kemoterapi Di RSUD Moewordi Surakarta.
Jurnal (online), diakses 27 Agustus 2018.

Smeltzer, C. Suzanne, Bare G, Brenda., 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Alih Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC.

Setyoadi & Kushariyadi. (2019). Terapi Morbilitas Keperawatan Pada Klien


Psikogenetik. Jakarta : Salemba Medika.

Suherly, M. (2017). Perbedaan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Sebelum


Dan Sesudah Pemberian Terapi Teknik Relaksasi Otot Progresif Di
RSUD Tugurejo. Semarang: Stikes Telogorejo.
Sabar, S., & Lestari, A. (2020). Efektifitas Latihan Progressive Muscle Relaxation
Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Di
Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 09 (1), 1-9.

Thantawy, (2017). Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk


Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal
Promotif. 6 (1) 1-8.

Tyani E.S., Utomo, W., & Hosnelin, Y. (2019). Efektifitas Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Esensial.
Jurnal Keperawatan, 2 (2). 1068-1075.

Ulya, Z. I., & Faidah , N. (2017). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di
Desa Koripandriyo Kecamatan Gabus. Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 6(2), 1-9.

Vitahealth.2017. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

WHO, 2018. A Global Brief on Hypertension.

Wolf, P., 2015. Cara mendeteksi dan mencegah Tekanan Darah Tinggi sejak dini.
Jakarta: Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer.
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN RESPONDEN

Kepada Yth,

Bapak/Ibu Responden

Di –

Tempat.

Dengan hormat,

Saya atas nama :

Nama : Desy Rista Solly

Npm : 12114201180184

Alamat : Jl. Rijali (Belakang Tokoh Angin Timur)

Kel. Rijali Kec. Sirimau Kab. Kota Ambon.

Saya adalah Mahasiswi Program Pendidikan S1 Keperawatan Universitas


Kristen Indonesia Maluku yang akan mengadakan penelitian tentang “Pengaruh
Progressive Muscule Relaxtion (PMR) Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Pada Peserta Prolanis Yang Menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Belakang Soya”.

Saya sangat mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini demi


kelancaran pelaksanaan penelitian, dan saya akan menjamin kerahasiaan dan
segala bentuk informasi yang Bapak/Ibu berikan, dan apabila ada hal-hal yang
masih ingin ditanyakan, saya memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
untuk meminta penjelasan dari peneliti.
Demikian penyampaian dari saya, atas perhatian dan kerja samanya saya
mengucapkan terima kasih.

Ambon, November 2022

Peneliti,

(Desy Rista Solly)


Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

(INFORMED CONDENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan untuk berpartisipasi

sebagai responden pada penelitian yang dilaksanakan oleh Mahasiswi

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU atas nama :

Nama : Desy Rista Solly

Npm : 12114201180184

Alamat : Jl. Rijali (Belakang Tokoh Angin Timur)

Kel. Rijali Kec. Sirimau Kab. Kota Ambon.

Mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Progressive Muscule

Relaxtion (PMR) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Peserta

Prolanis Yang Menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Belakang

Soya”. Saya menyadari bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini dan akan

memberikan informasi yang sebenar-benarnya yang dibutuhkan oleh peneliti, dan

saya mengerti bahwa penelitian ini tidak merugikan saya dan telah diberikan

kesempatan oleh peneliti untuk meminta penjelasan sehubungan dengan penelitian

ini.

Saya mengerti bahwa hasil penelitian ini akan menjadi bahan masukan

bagi pihak Puskesmas Belakang Soya untuk mengetahui jumlah peserta prolanis

yang menderita hipertensi dan bisa melakukan pencegahan terhadap peserta


prolanis yang menderita hipertensi lewat teknik terapi Progressive Muscule

Relaxtion (PMR).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka saya menyatakan bersedia

menandatangani lembar persetujuan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Ambon,.... November 2022

Responden,

(………….........................…….)
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI
TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI

Jenis Riwayat Hari (I) Hari (II) Hari (III) Hari (IV) Hari (V) Hari (VI)
No Nama Umur Pekerjaan Pendidikan
Kelamin Hipertensi
Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

TEKNIK RELAKSASI PROGRESSIVE MUSCULE RELAXTION

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Riwayat hipertensi :

A. Kongnitif

Evaluasi
No Item
Benar Salah
Menyebutkan pengertian teknik relaksasi
1.
progressive muscule relaxtion
Menyebutkan tujuan teknik relaksasi
2.
progressive muscule relaxtion
Menyebutkan manfaat teknik relaksasi
3.
progressive muscule relaxtion

69
B. Psikomotor

Evaluasi
No Item
Mampu Tidak mampu
Prosedur
1. Gerakan 1 : mengepalkan tangan
Gerakan 2 : tangan lurus, tekuk
2. pergelangan tangan, jari menghadap
keatas
3. Gerakan 3 : kepalkan kedua tangan dan
angkat kepalan kebahu
4. Gerakan 4 : angkat kedua bahu sampai
menyentuh telinga
5. Gerakan 5 : kerutkan dahi dan alis
6. Gerakan 6 : pejamkan mata kuat-kuat
7. Gerakan 7 : katubkan rahang sambil
menggigit gigi
8. Gerakan 8 : moncongkan bibir
9. Gerakan 9 : tengadahkan kepala
10. Gerakan 10 : tundukan kepala dan
benamkan dagu kedada
11. Gerakan 11 : lengkungkan punggung,
busungkan dada kemudian rileks
12. Gerakan 12 : tarik nafas panjang, tahan,
rasakan ketegangan didada kemudian
turun keperut
13. Gerakan 13 : kencangkan perut
14. Gerakan 14 : meluruskan kedua telapak
kaki
15. Gerakan 15 : mengunci lutut

70
Lampiran 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TEKANAN DARAH

A. Pengertian

Pemeriksaan tekanan darah diperoleh dari hasil pengukuran pada sirkulasi


arteri. Aliran darah akibat dari pemompaan jantung memunculkan gelombang
yakni gelombang tinggi yang dinamakan systole dan gelombang pada titik
terendah yang dinamakan tekanan diastole. Satuan tekanan darah dinyatakan
dalam millimeter air raksa (mmHg).

B. Persiapan Alat

a. Stetoskop
b. Sphygmomanometer
c. Alat tulis
d. Lembar observasi

C. Tujuan

Mengukur tekanan darah klien

D. Persiapan Pasien, Perawat dan Lingkungan

a. Perkenalkan diri pada klien, termasuk nama, jabatan atau peran, dan
jelaskan apa yang akan dilakukan
b. Pastikan identitas klien
c. Jelaskan prosedur dan alasannya dilakukan tindakan tersebut, jelaskan
dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh klien
d. Siapkan peralatan
e. Cuci tangan sebelum kontak dengan klien
f. Pastikan bahwa klien merasa aman dan nyaman

71
g. Berikan privasi untuk klien, atau posisikan dan tutup klien sesuai
kebutuhan
h. Istirahatkan pasien selama 5 menit sebelum pengukuran dan pastikan
pasien merasa santai dan nyaman

E. Prosedur

a. Letakkan lengan yang hendak diukur pada posisi terlentang


b. Mintalah pasien untuk membuka bagian lengan atas yang akan diperiksa,
sehingga tidak ada penekanan pada arteri brachialis
c. Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk atau duduk yang nyaman
dengan lengan bagian volar diatas
d. Pasanglah manset melingkar pada bagian lengan tempat pemeriksaan
setinggi jantung, dengan bagian bawah manset 2-3 cm diatas fossa kubiti
( jangan terlalu ketat maupun terlalu longgar ) dan bagian balon karet yang
menekan tepat diatas arteri brachialis
e. Pastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit manset
f. Raba denyut arteri brachialis pada fossa kubiti dan arteri radialis dengan
jari telunjuk dan jari tengah (untuk memastikan tidak ada penekanan)
g. Pastikan mata pemeriksa harus sejajar dengan permukaan air raksa (agar
pembacaan hasil pengukuran tepat)
h. Tutup katub pengontrol pada pompa manset
i. Pastikan stetoskop masuk tepat kedalam telinga pemeriksa, palpasi denyut
arteri radialis
j. Pompa manset sampai denyut arteri radialis tak teraba lagi
k. Kemudian pompa lagi sampai 20-30 mmHg (jangan lebih tinggi, sebab
akan menimbulkan rasa sakit pada pasien, rasa sakit akan meningkatkan
tensi)
l. Letakan kepala stetoskop diatas arteri brachialis
m. Kempeskan balon udara manset secara perlahan-lahan dengan cara
memutar scrup pada pompa udara berlawanan arah jarum

72
n. Pastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan pertama arteri brachialis
adalah tekanan sistolik
o. Pastikan tinggi air raksa pada saat terjadi perubahan suara yang tiba-tiba
melemah denyutan terakhir disebut tekanan diastolic
p. Lepaskan stetoskop dari telinga pemeriksa dan manset dari lengan pasien
q. Bersihkan earpiece dan diafragma stetoskop dengan desinfektan
r. Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik

F. Setelah Prosedur

a. Ucapkan terima kasih kepada klien


b. Catat hasilnya pada lembar observasi
c. Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan
d. Cuci tangan

73
Lampiran 6

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROGRESSIVE


MUSCULE RELAXTION (PMR)

1. Defenisi
Progressive Muscule Relaxtion (PMR) merupakan relaksasi dengan teknik
mengencangkan dan melemaskan otot-otot bagian tubuh tertentu sehingga
timbul perasaan rileks secara fisik. Teknik mengencangkan dan melemaskan
otot dilakukan secara berturut-turut, diawali dari tubuh bagian atas sampai
tubuh bagian bawah (Setyoadi & Kushariyadi, 2019).
2. Tujuan
Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan
darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic
3. Indikasi
1. Responden yang mengalami gangguan tidur (insomnia)
2. Responden yang mengalami tekanan darah tinggi
3. Responden yang mengalami kecemasan
4. Responden yang mengalami depresi
4. Kontra Indikasi
1. Berumur > 18 tahun

2. Responden penderita hipertensi

3. Bersedia menjadi responden

4. Responden yang mampu berkomunikasi verbal dengan baik

5. Responden yang bisa membaca dan menulis

5. Persiapan Alat dan Lingkungan


1. Alat Sphygmomanometer, stetoskop, lembar observasi
2. Kursi, bantal
3. Video latihan Progressive Muscule Relaxtion yang sudah baku
4. Lingkungan yang nyaman dan tenang

74
6. Persiapan klien
1. Berikan salam, perkenalkan diri dan identifikasi klien dengan
memeriksa identitas klien dengan cermat dan teliti
2. Klien diberikan penjelasan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
4. Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum tindakan
3. Atur posisi klien senyaman mungkin
7. Pengkajian
1. Lihat keadaan inklusi dan eksklusi responden
2. Observasi tekanan darah responden
3. Perhatikan indikasi dan kontra indikasi dalam pemberian
Tindakan Progressive Muscule Relaxtion
8. Prosedur
1. Gerakan 1 : Ditujukan untuk melatih otot tangan
a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi
c. Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan
relaks selama 10 detik
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan
relaks yang dialami
e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan

2. Gerakan 2 : Ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang

75
a. Tekuk kedua tangan ke belakang pada pergelangan tangan
sehingga otot ditangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang
b. Jari-jari menghadap ke langit-langit

3. Gerakan 3 : Ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada


bagian atas pangkal lengan)
a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan
b. Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps akan
menjadi tegang

4. Gerakan 4 : Ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur


a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga
menyentuh kedua telinga
b. Fokuskan perhatian gerakan pada kontras ketegangan yang
terjadi dibahu punggung atas, dan leher

5. Gerakan 5 dan 6 : Ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah

76
Seperti (dahi, mata, rahang, dan mulut)
a. Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot
terasa dan kulitnya keriput
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar
mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata

6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot rahang
a. Katubkan rahang diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi
ketegangan disekitar otot rahang

7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot disekitar


mulut
a. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan disekitar mulut

8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan


maupun Belakang

77
a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot
leher bagian depan
b. Letakan kepala sehingga dapat beristirahat
c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
dapat merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas

9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan


a. Gerakan membawa kepala ke muka
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan didaerah leher bagian muka

10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung


a. Angkat tubuh dari sandaran kursi
b. Punggung dilengkungkan
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks
d. Saat relaks, letakan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot
menjadi lemas

78
11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada
a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan dibagian
dada sampai turun keperut, kemudian dilepas
c. Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
tegang dan relaks

12. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut


a. Tarik dengan kuat perut kedalam
b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu
dilepaskan bebas
c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut

13. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti


paha dan betis)
a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali

79
Evaluasi
1. Menanyakan perasaan klien
2. Mengukur kembali tekanan darah
3. Mencatat kembali hasil tekanan darah di lembar observasi

Lampiran 7

INSTRUMEN PENELITIAN

80
PENGARUH PROGRESSIVE MUSCULE RELAXTION (PMR) TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PESERTA PROLANIS YANG
MENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BELAKANG SOYA TAHUN 2022

A. Petunjuk Pengisian

1. Isilah terlebih dahulu identitas responden pada tempat yang telah disediakan

2. Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling benar dengan memberi tanda

( √ ) pada kolom yang telah disediakan.

B. Karakteristik Responden

Nomor Responden :

Tanggal Penelitian :

Nama (Inisial) :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Riwayat Penyakit : Diabetes Melitus Stroke

A Artritis Reumatoid Parkinson

Kolesterolemia Jantung

Lain-lain ………………………

C. Tekanan Darah Saat Penelitian : ………/………mmHg

81
82

Anda mungkin juga menyukai