DOWN SYNDROME
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stase Komunitas
DISUSUN OLEH :
(1490120094)
A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas merupakan bagian
dari anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan
pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Upaya perlindungan bagi anak dengan
disabilitas sama halnya dengan anak lainnya, yaitu upaya pemenuhan
kebutuhan dasar anak agar mereka dapat hidup, tumbuh,dan berkembang
secara optimal, serta berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi asah, asih dan asuh yang dapat
diperoleh melalui upaya di bidang kesehatan maupun pendidikan dan sosial
(Kemenkes RI, 2015).
Pengasuhan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan masalah yang
dialami anak, sangat membutuhkan peran dari orang tua, keluarga, guru
sekolah dan perawat. Pengasuhan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan
perkembangan pada anak berkebutuhan khusus. Masalah pada anak
berkebutuhan khusus yang sering terjadi antara lain tunarungu, tunagrahita
(Retardasi mental), tunanetra, tunadaksa, autisme (Praptono, 2017).
Down syndrome merupakan salah satu bentuk penyakit retardasi mental,
salah satu penyebab down syndrome adalah adanya kelainan genetik yang
dapat terjadi pada pria dan wanita, kelainan ini tidak selalu diturunkan kepada
keturunan berikutnya. Kelainan genetik yang merupakan hasil dari kelainan
kromosom yang sering ditemukan adalah kelebihan kromosom 21 atau
trisomy 21, adanya abnormalitas kromosom menyebabkan retardasi mental
atau keterbelakangan mental yang terjadi pada penderita down syndrome
(Yusuf & Hanik, 2015).
Berdasarkan estimasi WHO (2016), kejadian anak lahir dengan down
syndrome terdapat 1 kejadian down syndrome per 1.000 kelahiran hingga 1
kejadian per 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Setiap tahunnya, sekitar 3.000
hingga 5.000 anak lahir dengan kondisi ini, WHO memperkirakan sekitar 8
juta anak lahir dengan menderita down syndrome. Selain itu di Indonesia,
insiden 1 dalam 600 sampai 1 dalam 700 kelahiran, lebih dari separuh bayi
yang terkena mengalami abortus spontan selama kehamilan dini, dan
ditemukan 1 dalam 600 kelahiran hidup.
Menurut data yang diperoleh berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) didapatkan bahwa tahun 2013, jumlah penderita down syndrome
mengalami peningkatan sejumlah 0,01% dibandingkan pada tahun 2010. Pada
tahun 2010, penderita down syndrome ini menempati posisi ketiga dengan
penderita terbanyak setelah tuna daksa dan tuna wicara yaitu sebesar 0,12%
dan pada tahun 2013 menduduki posisi keempat sebagai penderita terbanyak
yaitu sebesar 0,13%.. Pada tahun 2018 jumlah penderita down syndrome
mengalami peningkatan sejumlah 0,08% sehingga menjadi 0,21% (Riskesdas,
2018).
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat tahun 2015
menunjukan bahwa prevalensi down syndrome terbanyak terjadi di kota
Bandung (52,94%), dengan jenis kelamin laki-laki (55,89%) dan pada rentang
umur 0 – 5 tahun (25,87%). Distribusi proporsi tertinggi kejadian down
syndrome berdasarkan umur > 35 tahun (32%) dan berdasarkan umur ayah
adalah umur > 35 tahun (40%).
Anak down syndrome memiliki tiga karakteristik yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya, yaitu memiliki taraf Intelligence Quotient (IQ)
rendah, keterbelakangan fisik, dan keterbelakangan mental. Berdasarkan
penampilan fisik penderita down syndrome secara umum sangat mudah
dikenali dengan wajah yang khas dengan mata sipit yang menyudut ke atas,
jarak antara kedua mata atau fundus mata berjauhan dengan tampak sela
hidung yang rata, kepala agak kecil, lalu mulut kecil dengan lidah yang
menjulur keluar, dan gambaran telapak tangan yang tidak normal terdapat satu
garis besar melintang (Soetjiningsih, 2016).
Komplikasi jika anak dengan down syndrome tidak tertangani dengan baik
akan menimbulkan antara lain : sakit jantung berlubang (mis: Defek septum
atrium atau ventrikel dan tetralogi fallot), mudah mendapat selesema, radang
tenggorok, radang paru-paru, kurang pendengaran, lambat/bermasalah dalam
berbicara, penglihatan kurang jelas, penyakit azheimer’s (penyakit
kemunduran susunan syaraf pusat) dan Leukemia (penyakit dimana sel darah
putih melipat ganda tanpa terkendalikan) (Nurarif, 2015).
Pada kasus dengan down syndrome dimasyarakat harus mendapatkan
penanganan dari tenaga kesehatan guna dalam meningkatkan derajat
kehidupan anak maupun keluarga. Perencanaan dan penatalaksanaan asuhan
keperawatan komunitas yang dapat dilakukan diantaranya meningkatan
kesehatan komunitas mengubah dan mengelola perilaku kesehatan cenderung
beresiko efektifan pemeliharaan kesehatan , efektifan manajemen kesehatan
diri dan menambah pengetahuan tentang penyakit down syndrome tersebut.
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat
masalah tersebut dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada anak dengan down syndrome ”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu berwawasan luas memahami konsep medis dan
melaksanakan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down
syndrome.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi down syndrome.
b. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala down syndrome.
c. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab down syndrome.
d. Mahasiswa mampu mengetahui carrier down syndrome.
e. Mahasiswa mampu mengetahui factor pendukung kejadian down
syndrome.
f. Mahasiswa mampu mengetahui eradikasi down syndrome.
g. Mahasiswa mampu mengetahui patogenesis down syndrome.
h. Mahasiswa mampu mengetahui prevalensi down syndrome.
i. Mahasiswa mampu mengetahui tatakelola down syndrome.
j. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak
dengan down syndrome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Medis
A. Definisi
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan
mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang
gagal memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014).
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Down syndrome adalah
abnormalitas kromosom yang ditandai dengan berbagai derajat retardasi
mental dan efek fisik yang berhubungan;dikenal juga sebagai trisomy 21
(Bernstein & Shelov, 2017).
C. Penyebab
Sindrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom 21, sindrom ini juga disebut Trisomi 21, karena terdapat
3 kromosom 21.
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
Kelebihan kromosom 21 pada sindrom Down ”trisomi murni’ diduga
terjadi akibat non-disjunction yaitu proses dua buah kromosom pada
pembelahan sel gamet (meiosis), yang secara normal mengalami segresi
menuju kutub yang berlawanan (mengalami pembelahan yanag sekual),
tetapi menjadi abnormal pergi bersamaan menuju kutub yang sama.
Gangguan pembelahan pada sel gamet (meiosis) yang menyebabkan non-
disjunction ini berhubungan dengan usia ibu saat pembuahan (konsepsi)
dan akan menghasilkan pembentukan gamet-garnet dengan jumlah
kromosom aneuploid jumlah tidak normal. Kromosom anak berasal dari
bapak dan ibu yaitu masing-masing separuh. (23 kromosom) dari jumlah
kromosom normal. Karena ada gangguan pembelahan set telur ibu,
penderita sindrom Down yang mempunyai jumlah kromosom 47 diduga
mendapat jumlah kromosom 23 dari ayah dan 24 dari ibu. Resiko memiliki
anak dengan sindrom Down meningkat seiring dengan meningkatnya usia
ibu hamil.
Factor – factor pendukung yang menyebabkan terjadinya down syndrome
pada anak terjadi karena kelainan kromosom. Kelainan kromosom
kemungkinan disebabkan oleh :
a. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down
syndrome dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak
dengan down syndrome.
b. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak
dengan down syndrome semakin besar karena berhubungan dengan
perubahan endokrin terutama hormone seks antara lain peningkatan
sekresi androgen, peningkatan kadar LH (Luteinizing Hormone) dan
peningkatan kadar FSH (Follicular Stimulating Hormone).
c. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama
diarea sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan
down syndrome.
d. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome
berbeda dengan ibu yang melahirkan anak normal.
e. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari
ayahnya.
2. Translokasi kromosom
Penyebab kelebihan kromosom 21 karena pewarisan adalah bila ibu atau
ayah mempunyai dua buah kromosom 21 tetapi terletak tidak pada tempat
yang sebenarnya, misalnya salah satu kromosom 21 tersebut menempel
pada kromosom lain (translokasi) sehingga pada waktu pembelahan sel
benih kromosom 21 tersebut tidak selalu berada pada masing-masing sel
belahan. Pada kasus-kasus translokasi robertsonian pada grup-D
(kromosom 13,14, dan 15), kira-kira 40% diturunkan dari salah satu orang-
tua (ayah atau ibu) yang memiliki kariotipe translokasi seimbang 45,-D,-
21,+ translokasi Robertsonian (D;21). Individu dengan translokasi
robertsonian grup-G (kromosom 21 dan 22), hanya kira-kira 7% yang
mempunyai pasangan orang tua sebagai pewaris, dan biasanya ibu adalah
sebagai pembawa.
3. Kejadian Mosaik
Sisa kasus trisomi 21 adalah karena kejadian mosaik. Orang- orang ini
memiliki campuran garis sel, beberapa diantaranya memiliki sejumlah
kromosom normal dan lainnya memiliki trisomi 21. Dalam mosaik sel,
campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaik
jaringan, satu set sel , seperti semua sel darah mungkin memiliki
kromosom normal dan juga tipe yang lain, seperti semua sel-sel kulit,
mungkin memiliki trisomi 21 (Soetjiningsih, 2016).
D. Carrier
Jika seorang pasien telah memiliki riwayat kehamilan dengan trisomi 21
sebelumnya, risiko kekambuhan pada kehamilan berikutnya meningkat
menjadi sekitar 1 persen di atas risiko dasar yang ditentukan oleh umur ibu.
Diagnosis translokasi kromosom 21 pada janin atau bayi baru lahir
merupakan indikasi untuk analisis kariotipe kedua orang tua. Jika kedua orang
tua memiliki kariotipe normal, risiko terulangnya adalah 2 sampai 3 persen.
Jika salah satu orangtua merupakan karier translokasi seimbang, risiko
terulangnya tergantung pada jenis kelamin orang tua pembawa dan kromosom
tertentu yang melebur.
Pentingnya riwayat keluarga sindroma Down tergantung pada kariotipe
dari orang yang terkena (probond). Jika proband memiliki trisomy 21,
kemungkinan kehamilan dengan trisomi 21 setidaknya meningkat untuk
anggota keluarga lain selain orang tua. Jika proband memiliki kromosom 21
translokasi atau jika kariotipe tidak diketahui, anggota keluarga harus
diberikan konseling genetik dan analisis kariotip. Resiko untuk memiliki anak
sindrom Down pada orang tua karier translokasi dan partial trisomi : tidak ada
hubungannya dengan usia ibu dan ayah.
1. Resiko berulang (reccurence risk) : 1%
2. Ibu kurang dari 30 tahun : 1.4 %
3. Ibu lebih dari 30 tahun
4. Ibu yang karier translokasi memiliki resiko berulang memiliki anak sindrom
Down lebih besar daripada ayah karier
5. Resiko berulang : 1.5% pada amniocentesis 1% kelahiran
6. Bila usia ibu >35 tahun, maka harus diperhitungkan pula resiko untuk
memiliki anak sindrom down yang meningkat
7. Tidak ada laporan mengenai pria sindrom Down yang menjadi ayah, tetapi
wanita sindrom down bisa memiliki keturunan dengan kemungkinan 50%
anaknya akan menderita sindrom Down pula (Bernstein & Shelov, 2017).
G. Patogenesis
Kromosom adalah suatu struktur seperti benang yang terdiri dari DNA dan
protein lain. Mereka hadir di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik
yang diperlukan untuk sel itu berkembang. Gen merupakan unit informasi,
yang "dikodekan" dengan DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom
yang dapat diatur dalam 23 pasang. Dari 23 jumlah tersebut, 22 adalah sama
pada laki-laki dan perempuan; ini disebut "autosom." Pasangan ke 23 adalah
kromosom seks ('X' dan 'Y'). Setiap anggota dari sepasang kromosom
membawa informasi yang sama, dalam gen yang sama berada di tempat yang
sama pada kromosom. Namun, variasi dari gen ("allele") dapat terjadi.
(Contoh:"Alel" informasi genetik untuk warna mata adalah "gen" variasi
untuk biru, hijau, dll).
Sel manusia mengalami pembelahan dalam dua cara yaitu pertama adalah
pembelahan mitosis, dimana tubuh tumbuh dalam metode ini, satu sel
menjadi dua sel yang mempunyai jumlah dan jenis kromosom yang sama
dengan sel induk. Metode kedua pembelahan sel terjadi pada ovarium dan
testis "meiosis" dan terdiri dari satu sel membelah menjadi dua, dengan sel-
sel yang dihasilkan memiliki setengah jumlah kromosom sel induk. Jadi, telur
normal dan sel-sel sperma hanya memiliki 23 kromosom, bukan 46. Ini
merupakan gambaran satu set kromosom atau kariotip normal. Terdapat 22
pasang kromosom ditambah kromosom seks. XX berarti bahwa orang ini
adalah perempuan. Banyak kesalahan dapat terjadi selama pembelahan sel.
Pada meiosis, pasangan kromosom yang seharusnya berpisah dan pergi ke
kutub berlawanan saat pembelahan (disjunction) ,kadang-kadang satu pasang
tidak membagi, dan pergi ke satu kutub yang sama. Ini berarti bahwa dalam
sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain
akan memiliki 22 kromosom. Kejadian ini disebut "nondisjunction”. Jika
sperma atau telur dengan jumlah abnormal kromosom menyatu dengan
pasangan yang normal, dihasilkan telur yang dibuahi akan memiliki jumlah
kromosom abnormal. Pada sindrom down, 95% dari semua kasus disebabkan
oleh: satu sel memiliki dua sel kromosom 21, bukan satu, sehingga telur
dibuahi yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. karena itu nama ilmiah,
trisomy. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam kasus ini, sekitar 90%
dari sel-sel abnormal adalah telur. Penyebab kesalahan nondisjunction tidak
diketahui, tetapi pasti ada hubungannya dengan usia ibu. Penelitian saat ini
bertujuan mencoba untuk menentukan penyebab dan waktu dari peristiwa
nondisjunction.
Tiga sampai empat persen dari semua kasus trisomi 21 adalah karena
Translokasi Robersonian. Dalam kasus ini, dua pembelahan terjadi di
kromosom yang terpisah, biasanya pada kromosom 14 dan 21. Ada penataan
ulang materi genetik sehingga beberapa dari kromosom 14 digantikan oleh
kromosom 21 tambahan (ekstra). Jadi pada saat jumlah kromosom normal,
terjadi triplikasi dari kromosom 21. Beberapa anak mungkin hanya terjadi
triplikasi pada kromosom 21 bukan pada keseluruhan kromosom, yang biasa
disebut dengan trisomi 21 parsial. Translokasi yang hasilkan dari trisomi 21
mungkin dapat diwariskan, jadi penting untuk memriksa kromosom orang tua
dalam kasus ini untuk melihat apakah anak mungkin memiliki sifat pembawa
(carrier). Sisa kasus trisomi 21 adalah karena kejadian mosaik. Orang- orang
ini memiliki campuran garis sel, beberapa diantaranya memiliki sejumlah
kromosom normal dan lainnya memiliki trisomi 21. Dalam mosaik sel,
campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaik jaringan,
satu set sel , seperti semua sel darah mungkin memiliki kromosom normal
dan juga tipe yang lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi
21 (Bernstein & Shelov, 2017).
H. Prevalensi
Menurut data yang diperoleh berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) didapatkan bahwa tahun 2013, jumlah penderita down syndrome
mengalami peningkatan sejumlah 0,01% dibandingkan pada tahun 2010. Pada
tahun 2010, penderita down syndrome ini menempati posisi ketiga dengan
penderita terbanyak setelah tuna daksa dan tuna wicara yaitu sebesar 0,12%
dan pada tahun 2013 menduduki posisi keempat sebagai penderita terbanyak
yaitu sebesar 0,13%.. Pada tahun 2018 jumlah penderita down syndrome
mengalami peningkatan sejumlah 0,08% sehingga menjadi 0,21% (Riskesdas,
2018).
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat tahun 2015
menunjukan bahwa prevalensi down syndrome terbanyak terjadi di kota
Bandung (52,94%), dengan jenis kelamin laki-laki (55,89%) dan pada rentang
umur 0 – 5 tahun (25,87%). Distribusi proporsi tertinggi kejadian down
syndrome berdasarkan umur > 35 tahun (32%) dan berdasarkan umur ayah
adalah umur > 35 tahun (40%).
I. Tatakelola
1. Penatalaksanaan Keperawatan Mandiri
a. Memberikan terapi bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan
yang sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya.
Namun, karena perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua
kurang menyadari kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut.
Dengan demikian, perawat mengarahkan orang tua untuk memilih
permainan dan aktivitas olahraga yang sesuai. Jenis permainan
didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun kebutuhan
terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai
beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap kesempatan
untuk memperkenalkan anak kepada banyak suara, pandangan, dan
sensasi yang berbeda.
Permainan yang sesuai meliputi suara musik yang bergerak,
mainan yang diisi, bermain air, menghanyutkan mainan, kursi atau
kuda yang dapat bergoyang, bermain ayunan, bermain lonceng, dan
bermain mobil-mobilan. Anak harus dibawa bermain keluar, misalnya
jalan-jalan ke toko makanan atau pusat pembelanjaan; orang lain harus
diberi semangat untuk berkunjung kerumah; dan anak seharusnya
berhubungan langsung, misalnya mendekap, memeluk, mengayun,
berbicara kepada anak dalam posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah),
dan menaikkan anak diatas bahu orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya.
Sebagai contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan
merupakan mainan air yang baik;yang mendorong permainan interaktif
dan dapat digunakan untuk mempelajari keterampilan motoric,
misalnya keseimbangan, mengayun, menendan, dan melempar.
Boneka dengan pakaian yang dapat diganti dan jenis kancing yang
berbeda dapat membantu anak mempelajari keterampilan berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan
frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat
belajar memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang
mengalami gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt
digunakan untuk memungkinkan anak mengoperasikan mainan
tersebut. Aktivitas yang sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada
ukuran tubuh, koordinasi, kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi,
dan Kesehatan anak
b. Edukasi pada orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena
kita memandang bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena
kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa itu sementara waktu,
hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan.
Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima keadaan
anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah bahwa
anak dengan syndrome down itu juga memiliki hak yang sama dengan
anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan dan edukasi
terkait dengan hygiene pada masalah gigi.
c. Intervensi dini
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang
dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan
lingkungan bagi anak dengan sindrom Down. Akan mendapatkan
manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus
dan kasar dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian
diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar
makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk
perkembangan fisik dan mental (Bernstein & Shelov, 2017).
2. Penatalaksanaan Kolaborasi
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi
adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih
cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
b. Pemeriksaan Dini
1) Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal
kelahiran, sehingga dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal
kehidupannya.
2) Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
3) Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom Down akan
mengalami gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada
masa bayi dan prasekolah ataupun kegemukan pada masa sekolah
dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama dengan ahli gizi.
4) Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan
tulang yang dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa
(spina servikalis)
c. Pemberian obat
Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:
1) Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril],
haloperidol [Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
2) Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda deficit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3) Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4) Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
(Bernstein & Shelov, 2017).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Jenis data komunitas
a. Data inti komunitas
Data inti komunitas yang dikaji terdiri dari :
1) Sejarah/riwayat (riwayat daerah ini, perubahan daerah ini)
2) Demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan
distribusi etnis)
3) Tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok)
4) Status perkawinan (kawin, janda/duda, single)
5) Statistic vital (kelahiran, kematian kelompok usia dan penyebab
kematian)
6) Nilai-nilai dan keyakinan dan agama
b. Data subsistem komunitas
Data subsistem yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian komunitas
meliputi :
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik : kualitas air, pembuangan limbah, kualitas udara,
flora, ruang terbuka, perumahan,, daerah hijau, musim, binatang,
kualitas makanan dan akses
2) Pelayanan Kesehatan dan Social
Pelayanan kesehatan dan social perlu dikaji di komunitas :
Puskesmas, Klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen
pelayanan kesehatan di rumah, pusat emergens, rumah perawatan,
fasilitas pelayanan social, pelayanan kesehatan mental, apakah ada
yang mengalami sakit kronis atau akut.
3) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi meliputi
karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja,
kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi
industry, pasar dan pusat bisnis.
4) Transportasi dan Keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan
keamanan meliputi alat transportasi penduduk datang dan keluar
wilayah, transportasi umum (bus, taksi, angkot, dll) dan
transportasi privat (sumber transportasi, transportasi untung
penyandang cacat). Layanan perlindungan kebakarab, polisi,
sanitasi dan kualitas udara.
5) Politik dan Pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi : Pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dsb); kelompok pelayanan masyarakat
(posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti, dll);
politik (kegiatan politik yang ada di wilayah tersebut dan peran
peserta partai politi dalam pelayanan kesehatan).
6) Komunikasi
Data yang dikumpulka terkait dengan komunikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
(a) Komunikasi formal meliputi surat kabar, radio dan televise,
telepon, internet dan hotline
(b) Komunikasi informal meliputi : papan pengumuman, poster,
brosur, pengeras suara dari masjid, dll.
7) Pendidikan
Data terkait dengan pendidikan meliputi sekolah yang ada di
komunitas, tipe pendidika, perpustakaan, pendidikan khusus,
pelayanan kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah,
akses pendidikan yang lebih tinggi.
8) Rekreasi
Data terkait dengan rekreasi yang perlu dikumpulkan meliputi:
taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan privat,
fasilitas khusus.
c. Data persepsi
Data persepsi yang dikaji meliputi
1) Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat yang dikaji terkait tempat tinggal yaitu
bagaiman perasaan masyarakat tentang kehidupan bermasyarakat
yang dirasakan di lingkungan tempat tinggal mereka, apa yang
menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan pada
masyarakat dalam kelompok yang berbeda (misalnya, lansia,
mereja, pekerja, professional, ibu rumah tangga, dll).
2) Persepsi Perawat
Persepsi perawat berupa pernyataan umum tentang kondisi
kesehatan dari masyarakat apa yang menjadi kekuatan, apa
masalahnya atau potensial masalah yang dapat diidentifikasi.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
1) Pemeriksaan fisik meliputi Keadaan umum
2) GCS
3) Tanda-tanda vital: nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan
pernafasan.
4) Pemeriksaan head to toe antara lain :
a) Kepala :
- Sutura sagitalis yang terpisah
- Fontanela palsu
b) Mata :
- Fisura palpebralis yang miring
- Terdapat bercak brushfield
- Terdapat lekukan epikantus
- Jarak pupil yang lebar
c) Telinga :
- Ukuran telinga yang abnormal (kecil)
- Letak telinga yang abnormal.
d) Mulut :
- Mulut terbuka.
- Lidah terjulur
- Bentuk palatum yang abnormal
e) Leher :
- Peningkatan jaringan sekitar leher.
f) Ekstremitas :
- Jarak yang lebar antara jari kaki ke 1 dan jari ke 2.
- Plantar clase jari kaki ke 1 dan ke 2.
- Hiperfleksibilitas.
- Kelemahan otot.
- Hipotonia.
- Tangan yang pendek dan lebar.
- Kaki yang pendek dan lebar.
g) Pengkajian fisik lainnya sesuai dengan usia pada anak yang
tidak menderita down sindrom
- Lakukan pengkajian perkembangan
- Dapatkan riwayat keluarga : Usia ibu atau anak lain dalam
keluarga dengan keadaan serupa
- Observasi manifestasi klinik: Tanda fisik, intelegensia,
anomali kongenital, masalah sensori, masalah pertumbuhan
dan perkembangan seksual
- Tes diagnostik: analisis kromosom
Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Dinas Kesehatan JABAR. Profil Kesehatan Tahun 2015. Dinas Kesehat Provinsi
Jawa Barat. 2016; (Dinas Kesehatan JABAR):205.
Wiyani, Novan Adri. 2014. Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yusuf, Rizky Fitriyasari., & Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Lampiran 1
SIMULASI KASUS
Mahasiswa STIK Immanuel Bandung sedang melakukan pengolahan asuhan
keperawatan komunitas di Desa Margahayu RW 10 terdiri dari 2 RT dengan
jumlah Kepala keluarga 90 KK. Memiliki 1 orang Ketua RW, 2 orang ketua RT,
dan 2 Kader yang aktif. Kemudian Mahasiswa melakukan SMD (Survei Mawas
Diri) atau Pendataan di RW 10 dengan menggunakan Format pengkajian yang
sudah disediakan oleh koordinator mata kuliah (tanggal 8 Juni 2021 s/d 10 Juni
2021), setelah itu melakukan Tabulasi data (11 juni s/d 13 Juni 2020), setelah
melakukan tabulasi data dari hasil pengkajian di Margahayu RW 10 dilakukan
editing pada data dengan memilih tiap – tiap sub pokok dan masalah, data
dikhususkan pada masalah masyarakat mengenai penyakit retardasi mental (down
syndrome). Mahasiswa menentukan masalah dan Pembuatan POA (15 juni 2020),
setelah itu mahasiwa menetapkan waktu pelaksanaan MMD (Musyawarah
Masyarakat desa) dilakukan pada hari ke IV, setelah melakukan MMD,
mahasiswa melakukan Implementasi dan Evaluasi disetiap masalah keperawatan
yang sudah didapatkan.
Interpretasi Data :
Distribusi kelompok berdasarkan umur menunjukkan 44% dewasa
dengan umur 22-55 tahun, 15,2% anak remaja dengan umur 13-21
tahun, 11,6% anak dengan umur 6-12 tahun, 12% lansia dengan umur
> 60 tahun, 8% anak dengan umur 0 bulan-5 tahun, 9,2% Pralansia
dengan umur 55-60 tahun.
3) Jenis Kelamin
Tabel 4. 3 Distribusi Jenis Kelamin
N Jenis kelamin RT 01 % RT 02 % Total %
o
1 Laki-laki 65 50,4% 71 58,7% 136 54,4%
2 Perempuan 64 49,6% 50 41,3% 114 45,6%
3 Jumlah 129 100% 121 100% 250 100%
Interpretasi Data :
Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin menunjukkan 54,4%
berjenis kelamin laki-laki dan 45,6% berjenis kelamin perempuan.
Interpretasi Data :
Sebagian besar warga RW 10 keluar rumah pada pukul 06.00 dengan
presentase 40%, kemudian pukul 05.00WIB dan 07.00 WIB dengan
presentase 27%, dan 7% keluar pada pukul 08.00 WIB.
5) Anggota Keluarga Sering Keluar Rumah
Tabel 4. 12 Distribusi Anggota Keluarga Sering Keluar Rumah
Anggota
keluarga yang
NO RT 01 % RT 02 % Total %
sering keluar
dari rumah
1 Ayah 44 96% 41 93% 85 94%
2 Ibu 2 4% 1 2% 3 3%
3 Anak 0 0% 2 5% 2 2%
4 Menantu 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Anggota keluarga yang sering keluar rumah di RW 10, sebanyak 94%
adalah ayah, 3% ibu, dan 2% Anak.
2. LINGKUNGAN FISIK DAN PERUMAHAN
a. Status kepemilikan
Tabel 4. 13 Distribusi Status Kepemilikan
No Status RT 01 % RT 02 % Total %
kepemilikan
1 Sewa 0 0% 0 0% 0 0%
2 Numpang 7 15% 5 11% 12 13%
3 Milik sendiri 39 85% 39 89% 78 87%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi status kepemilikan rumah, 87% milik sendiri, dan 13%
menumpang.
b. Tipe Rumah
Tabel 4. 14 Distribusi Tipe Rumah
No Tipe Rumah RT 01 % RT 02 % Total %
1 Permanen 11 24% 20 45% 31 34%
2 Semi 27 59% 17 39% 44 49%
permanen
3 Tidak 8 17% 7 16% 15 17%
Permanen
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi tipe rumah semi permanen memiliki presentase 49%,
permanen 34% dan tidak permanen 17%.
c. Lantai Rumah
Tabel 4. 15 Distribusi lantai rumah
NO Lantai Rumah RT 01 % RT 02 % Total %
1 Tanah 0 0% 0 0% 0 0%
2 Papan 17 37% 17 39% 34 38%
3 Tegel 19 41% 21 48% 40 44%
4 Semen 10 22% 6 14% 16 18%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi lantai rumah di RW 10 sebagian besar dengan presentase 44%
adalah Tegel, 38% papan, dan 18% semen.
d. Ada Jendela Di Setiap Kamar
Tabel 4. 16 Ada Tidaknya Jendela di setiap kamar
Ada jendela
NO RT 01 % RT 02 % Total %
disetiap kamar
1 Ya 41 89% 37 84% 78 87%
2 Tidak 5 11% 7 16% 12 13%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 13% tidak memiliki jendela di setiap kamar.
e. Ada Jendela Di Setiap Rumah
Tabel 4. 17 Distribusi Jendela di setiap Rumah
Ada jendela RT RT
No % % Total %
disetiap rumah 01 02
1 Ya 43 93% 37 84% 80 89%
2 Tidak 3 7% 7 16% 10 11%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi jendela disetiap rumah, yang memiliki jendela di setiap rumah
89% dan yang tidak memiliki jendela di setiap rumah 11%.
f. Jendela dibuka
Tabel 4. 18 Distribusi Jendela Dibuka
NO Jendela RT 01 % RT 02 % Total %
dibuka
1 Ya 34 74% 37 100% 71 79%
2 Tidak 12 26% 7 0% 19 21%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi jendela yang dibuka, sebagian besar (79%) membuka jendela
setiap hari, dan sebagian kecil (21%) tidak membuka jendela setiap hari.
g. Pencahayaan Rumah di Siang Hari
Tabel 4. 19 Distribusi Pencahayaan Rumah di Siang Hari
N Pencahayaan RT 01 % RT 02 % Tota %
O dalam rumah di l
siang hari
1 Terang 37 80% 33 75% 70 78%
2 Remang-remang 9 20% 11 25% 20 22%
3 Gelap 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi Pencahayaan rumah di siang hari sebagian besar (78%) terang,
dan sebagian kecil (22%) remang-remang.
h. Ventilasi
Tabel 4. 20 Distribusi ventilasi
Kondisi ventilasi
NO RT 01 % RT 02 % Total %
dirumah
1 Baik 31 67% 29 66% 60 67%
2 Cukup 8 17% 12 27% 20 22%
3 Kurang 7 15% 3 7% 10 11%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi ventilasi di rumah warga RW 10 sebagian besar (67%)
memiliki kondisi ventilasi yang baik (>20% luas lantai), (22%) memiliki
kondisi Cukup (15-20% luas lantai), dan sebagian kecil (11%) memiliki
kondisi ventilasi yang kurang (<15% luas tanah).
i. Kondisi Pencahayaan Rumah
Tabel 4. 21 Distribusi Kondisi Pencahayaan Rumah
Kondisi pencahayaan RT RT
NO % % Total %
rumah 01 02
1 Baik 39 85% 34 77% 73 81%
2 Kurang 7 15% 10 23% 17 19%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi kondisi pencahayaan rumah RW 10, sebagian besar (81%)
memiliki kondosi pencahayaan rumah yang baik baik, dan sebagian kecil
(19%) memiliki kondisi pencahayaan rumah yang kurang.
j. Kebersihan Rumah
Tabel 4. 22 Distribusi Kebersihan Rumah
Kondisi kebersihan RT RT
NO % % Total %
rumah 01 02
1 Bersih 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak Bersih 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi kebersihan rumah RW 10 menunjukkan bahwa keseluruhan
warga (100%) memiliki kondisi rumah yang bersih.
k. Jarak Rumah Dengan Tetangga
Tabel 4. 23 Distribusi Jarak Rumah Dengan Tetangga
NO Jarak rumah dengan RT 01 % RT 02 % Total %
tetangga
1 Bersatu 0 0% 0 0% 0 0%
2 Dekat 46 100% 43 98% 89 99%
3 Terpisah 0 0% 1 2% 1 1%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi jarak rumah dengan tetangga RW 10 sebagian besar (99%)
dekat, dan sebagian kecil (1%) terpisah.
l. Halaman Rumah
Tabel 4. 24 Distribusi Halaman Rumah
Halaman di sekitar
NO RT 01 % RT 02 % Total %
rumah
1 Ada 26 57% 25 57% 51 57%
2 Tidak ada 20 43% 19 43% 39 43%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :Distribusi halaman disekitar rumah menunjukkan
sebagian warga (57%) memiliki halaman disekitar rumah, dan sabagian
lagi (43%) tidak memiliki halaman disekitar rumah.
m. Lokasi Halaman
Tabel 4. 25 Distribusi Lokasi Halaman
Tota
NO Lokasi Halaman RT 01 % RT 02 % %
l
1 Depan 26 100% 23 92% 49 96%
2 Samping 0 0% 1 4% 1 2%
3 Belakang 0 0% 1 4% 1 2%
TOTAL 26 100% 25 100% 51 100%
Interpretasi Data :
Distribusi lokasi halaman rumah menunjukkan bahwa sebagian besar
(96%) lokasi halaman rumah berada di depan rumah, dan sebagian kecil
(2%) berada di samping dan di depan.
n. Pemanfaatan Halaman Rumah
Tabel 4. 26 Distribusi Pemanfaatan Halaman Rumah
Pemanfaatan
NO RT 01 % RT 02 % Total %
Pekarangan
1 Kebun 3 75% 0 0% 3 43%
2 Kolam 0 0% 2 67% 2 29%
3 Kandang 1 25% 1 33% 2 29%
TOTAL 4 100% 3 100% 7 100%
Interpretasi Data :
Distribusi pemanfaatan halaman rumah menunjukkan bahwa pemanfaatan
halaman rumah sebagian besar (43%) dijadikan kebun, dan sebagian kecil
(29%) dijadikan kolam dan kandang.
3. SUMBER AIR
a. Sumber air untuk masak dan minum
Tabel 4. 27 Sumber Air Untuk Masak Dan Minum
Sumber air untuk
NO RT 01 % RT 02 % Total %
masak dan minum
1 PAM 0 0% 0 0% 0 0%
2 Sumur 1 2% 1 2% 2 2%
3 Air mineral 3 7% 0 0% 3 3%
4 Air gunung 42 91% 43 98% 85 94%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 94% warga RW 10 menggunakan air gunung untuk masak dan
minum, sedangkan sebagian kecil (3%) menggunakan air mineral dan 2%
menggunakan sumur untuk masak dan minum.
b. Pengolahan Air
Tabel 4. 28 Distribusi Pengolahan Air
NO Pengolahan Air RT 01 % RT 02 % Total %
1 Dimasak 43 100% 44 100% 87 100%
2 Tidak dimasak 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 43 100% 44 100% 87 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% masyarakat mengolah air minum dengan cara dimasak.
c. Sumber air mandi dan mencuci
Tabel 4. 29 Distribusi Sumber Air Mandi dan Mencuci
Sumber air
NO mandi dan RT 01 % RT 02 % Total %
mencuci
1 PAM 0 0% 0 0% 0 0%
2 Sumur 1 2% 1 2% 2 2%
3 Air Gunung 45 98% 43 98% 88 98%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi sumber air untuk mandi dan mencuci, di RW 10, sebagian besar
(98%) menggunakan air gunung untuk mandi dan mencuci, dan sebagian
kecil (2%) menggunakan sumur untuk mandi dan mencuci.
Interpretasi Data :
Distribusi kondisi tempat penampungan air sebagian besar (71%) terbuka
dan sebagian kecil (29%) tertutup.
g. Kondisi Air dalam Penampungan
Tabel 4. 33 Distribusi Kondisi Air Dalam Penampungan
Kondisi air dalam RT RT Tota
NO % % %
penampungan 01 02 l
1 Berwarna 0 0% 0 0% 0 0%
2 Berbau 0 0% 0 0% 0 0%
3 Berasa 0 0% 0 0% 0 0%
Tidak berasa/
4 46 100% 44 100% 90 100%
berwarna
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi kondisi air dalam penampungan semuanya (100%) tidak berasa
dan tidak berwarna.
h. Terdapat jentik dalam penampungan
Tabel 4. 34 Terdapat Jentik Dalam Penampungan
NO Terdapat jentik RT 01 % RT 02 % Total %
dalam
penampungan
1 Ya 4 9% 0 0% 4 4%
2 Tidak 42 91% 44 100% 86 96%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi terdapat jentik nyamuk di dalam penampunagan air sebagian
besar (96%) tidak terdapat jentik nyamuk, dan sebagian kecil (4%)
terdapat jentik nyamuk.
4. PEMBUANGAN SAMPAH
a. Tempat pembuangan sampah
Tabel 4. 35 Distribusi Tempat Pembuangan Sampah
NO Tempat RT % RT % Total %
pembuangan 01 02
sampah
1 Sungai 0 0% 0 0% 0 0%
2 Ditimbun 0 0% 0 0% 0 0%
3 Sembarang tempat 0 0% 0 0% 0 0%
4 Dibakar 46 100% 44 100% 90 100%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi tempat pembuangan sampah, semua keluarga di RW 10 (100%)
mengolah sampah dengan cara dibakar.
b. Penampungan Sampah sementara
Tabel 4. 36 Distribusi Penampungan Sampah Sementara
Penampungan
N RT Tota
sampah RT 01 % % %
O 02 l
sementara
1 Ada 44 96% 44 100% 88 98%
2 Tidak ada 2 4% 0 0% 2 2%
100
TOTAL 46 44 100% 90 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi keluarga mempunyai tempat penampungan sampah sementara,
sebagian besar (98%) keluarga mempunyai tempat penampungan sampah
sementara, sedangkan sebagian kecil (2%) tidak memiliki tempat
penampungan sampah sementara.
c. Keadaannya Penampungan Sampah Sementara
Tabel 4. 37 Keadaannya Penampungan Sampah Sementara
Bila ada RT RT
NO % % Total %
keadaannya 01 02
1 Terbuka 39 89% 44 100% 83 94%
2 Tertutup 5 11% 0 0% 5 6%
100 100
TOTAL 44 44 88 100%
% %
Interpretasi Data :
Distribusi kondisi tempat penampungan sementara, sebagian besar keluarga
(94%) kondisi penampungan sampahnya terbuka.
5. PEMBUANGAN LIMBAH
a. Kebiasaan keluarga BAB & BAK
Tabel 3. 38 Kebiasaan Keluarga BAK dan BAB
N Kebiasaan keluarga RT RT Tota
% % %
O BAB & BAK 01 02 l
1 Jamban/WC 46 100% 44 100% 90 100%
2 Sungai 0 0% 0 0% 0 0%
3 Sembarangan 0 0% 0 0% 0 0%
100
TOTAL 46 44 100% 90 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi kebiasaan keluarga BAB dan BAK, semua keluarga (100%)
memiliki kebiasaan BAB dan BAK menggunakan jamban/WC.
b. Jenis jamban yang digunakan
Tabel 4. 39 Jenis Jamban Yang Digunakan
N Jenis jamban yang RT RT
% % Total %
O digunakan 01 02
1 Cemplung 0 26% 1 2% 1 1%%
2 Plengsengan 0 0% 0 0% 0 0%
3 Leher angsa 46 74% 43 98% 89 99%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi penggunaan jamban, sebagian besar keluarga (86%)
menggunakan jamban leher angsa, dan sabagian kecil keluarga (14%)
menggunakan jamban cemplung.
c. Pembuangan air limbah
6. KANDANG TERNAK
a. Kepemilikan kandang ternak
Tabel 4. 42 Distribusi Kepemilikan Kandang Ternak
Kepemilikan RT RT
NO % % Total %
kandang ternak 01 02
1 Tidak ada 36 78% 37 84% 73 81%
2 Ada 10 22% 7 16% 17 19%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data:
Distribusi kepemilikan kandang ternak, sebagian besar keluarga (81%) tidak
memiliki kandang ternak, sedangkan sebagian kecil keluarga (19%)
memiliki kandang ternak.
b. Letak Kandang
Tabel 4. 43 Distribusi Letak Kandang
N Bila ada letak RT RT
% % Total %
O kandang 01 02
1 Dalam rumah 0 0% 0 0% 0 0%
2 Diluar rumah 10 100% 7 100% 17 100%
TOTAL 10 100% 7 100% 17 100%
Interpretasi Data :
Distribusi letak kandang ternak semuanya (100%) berada di luar rumah.
c. Kondisi Kandang
Tabel 4. 44 Distribusi Kondisi Kandang
Kondisi RT RT
NO % % Total %
Kandang 01 02
1 Terawat 7 70% 7 100% 14 82%
2 Tidak terawat 3 30% 0 0% 3 18%
100
TOTAL 10 7 100% 17 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi kondisi kandang ternak keluarga sebagian besar (82%) terawat,
dan sebagian kecil (18%) tidak terawat.
d. Jarak Kandang Ternak
Tabel 4. 45 Jarak Kandang Ternak
Jarak
RT
NO kandang % RT 02 % Total %
01
ternak
1 < 10 m 4 40% 7 100% 11 65%
2 > 10 m 6 60% 0 0% 6 35%
TOTAL 10 100% 7 100% 17 100%
Interpretasi Data :
Distribusi jarak kandang ternak dari rumah sebagian besar (65%) <10
meter dan sebagian kecil (35%) dan > 10 meter.
e. Penanganan Limbah Ternak
Tabel 4. 46 Penanganan Limbah Ternak
N Penanganan RT RT Tota
% % %
O limbah ternak 01 02 l
1 Dijadikan kompos 8 80% 6 86% 14 82%
2 Dibiarkan saja 2 20% 1 14% 3 18%
100
TOTAL 10 7 100% 17 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi penanganan limbah ternak, sebagian besar keluarga (82%)
memanfaatkan limbah sebagai kompos, sedangkan sebagian kecil keluarga
(18%) hanya dibiarkan saja.
7. PENDIDIKAN
a. Sarana Pendidikan
Tabel 4. 47 Distribusi Sarana Pendidikan
NO Sarana pendidikan RT 01 % RT 02 % Total %
tingkat desa
1 Ada 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak ada 0 0% 0 0% 0 0%
Interpretasi Data :
Distribusi sarana pendidikan, semua (100%) keluarga mengatakan tidak
ada sarana pendidikan di RW 10.
b. Tingkat Pendidikan
Tabel 4. 48 Distribusi Tingkat Pendidikan
Tingkat
No. RT 01 % RT 02 % Total %
Pendidikan
1 PAUD 0 0% 0 0% 0 0%
2 TK 0 0% 0 0% 0 0%
3 SD 0 0% 0 0% 0 0%
4 Setingkat SMP 0 0% 0 0% 0 0%
5 Setingkat SMA 0 0% 0 0% 0 0%
Perguruan
6 0 0% 0 0% 0 0%
Tinggi
Total 0 0% 0 0% 0 0%
Interpretasi Data :
Distribusi tingkat pendidikan menunjukan bahwa tidak ada (0%) sarana
tingkat pendidikam di RW 10.
Interpretasi Data :
Distribusi protap penanganan kecelakaan , semua (100%) keluarga
mengatakan tidak terdapat protap penanganan kecelakaan Di RW 10
c. Pertolongan Bencana
Tabel 4. 51 Distribusi Pertolongan Bencana
NO Pertolongan RT 01 % RT 02 % Total %
bencana
1 Ada 0 0% 0 0% 0 0%
2 Tidak ada 46 100% 44 100% 90 100%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi pertolongan bencana semua keluarga (100%) mengatakan tidak
terdapat pertolongan bencana Di RW 10
d. Kelompok Kerja Bencana
Tabel 4. 52 Distribusi Kelompok Kerja Bencana
N Kelompok Kerja
RT 01 % RT 02 % Total %
o Bencana
1 Ada 0 0 0 0 0 0%
2 Tidak ada 46 100% 44 100% 90 100%
Total 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi kelompok kerja bencana, semua (100%) warga mengatakan
tidak ada kelompok kerja bencana di RW 10
e. Program Penanganan Bencana
Tabel 4. 53 Distribusi Program Penanganan Bencana
Program
No penanganan RT 01 % RT 02 % Total %
bencana
1 Ada 0 0 0 0 0 0%
2 Tidak ada 46 100% 44 100% 90 100%
100 100 100
Jumlah 46 44 90
% % %
Interpretasi Data :
Distribusi program penanganan bencana, semua (100%) keluarga
mengatakan tidak adanya program penanganan bencana di RW 10.
IntIInterpretasi Data :
Sebanyak 100% menyatakan bahwa tidak ada kelompok kerja kesehatan.
c. Desa/RW siaga
Tabel 4. 56 Distribusi Desa/RW Siaga
RT RT Tota
NO Desa/RW siaga % % %
01 02 l
1 Ada 0 0% 0 0% 0 0%
2 Tidak ada 46 100% 44 100% 90 100%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% menyatakan bahwa tidak ada desa atau RW siaga.
d. Posyandu
Tabel 4. 57 Distribusi Posyandu
No Posyandu RT 01 % RT 02 % Total %
1 Ada 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak ada 0 0 0 0 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi posyandu, semua (100%) keluarga mengatakan ada posyandu
di RW 10 yang bertempat di RT 01.
e. Support Bagi Kader Kesehatan
Tabel 4. 58 Support Bagi Kader Keseharan
Support bagi
RT
NO kader % RT 02 % Total %
01
kesehatan
1 Ada 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak ada 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi Support bagi kader kesehatan di RW 10 menunjukan kategori
tidak ada dengan presentasi 100%.
f. Kebutuhan Akan Petugas Kesehatan
Tabel 4. 59 Kebutuhan Akan Petugas Kesehatan
NO Kebutuhan RT % RT 02 % Total %
akan petugas 01
kesehatan
1 Ada 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak ada 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100 90 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi kebutuhan akan petugas kesehatan, semua (100%) keluarga
mengatakan membutuhkan tenaga kesehatan di RW 10.
g. Fasilitas kesehatan
Tabel 4. 60 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas RT RT Tota
NO % % %
kesehatan 01 02 l
1 Ada 46 0% 44 100% 90 100%
2 Tidak ada 0 100% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% menyatakan ada fasilitas kesehatan di RW 10.
Interpretasi Data :
Kebiasaan keluarga sebelum ke pelayanan kesehatan, sebagian besar
(97%) keluarga membeli obat secara bebas, sedangkan sebagian kecil
(3%) keluarga menggunakan jamu atau obat herbal.
d. Sumber Pendanaan Kesehatan
Tabel 4. 67 Distribusi Sumber Pendanaan Kesehatan
Sumber
N RT
pendanaan RT 01 % % Total %
O 02
kesehatan
1 BPJS/ ASKES 30 65% 36 82% 66 73%
2 Tabungan 0% 0 0% 0 0%
3 Asuransi Swasta 2 4% 0 0% 2 2%
4 Tidak ada 14 30% 8 18% 22 24%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 24% menyatakan bahwa tidak mempunyai sumber pendanaan
kesehatan.
e. Sarana Transportasi ke Pelayanan Kesehatan
Tabel 4. 68 Distribusi Sarana Transportasi Ke Pelayanan Kesehatan
Sarana
transportasi ke RT RT Tota
NO % % %
pelayanan 01 02 l
kesehatan
1 Jalan kaki 19 41% 28 64% 47 52%
2 Becak 0 0% 0 0% 0 0%
3 Angkot 10 22% 0 0% 10 11%
kendaraan
4 17 37% 16 36% 33 37%
pribadi
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 52% jalan kaki, 37% menggunakan kendaraan pribadi, dan
11%keluarga menggunakan angkot ke pelayanan kesehatan.
f. Jarak rumah dengan sarana kesehatan
b. Akseptor KB
Interpretasi Data :
Distribusi tidak menggunakan kontrasepsi dengan alasan tidak tau
presentase 100%.
Interpretasi Data :
Ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan sebesar 64,7%
dan yang melakukan pemeriksaan kehamilahn sebesar 35,3%.
g. Bila Ya, Berapa Kali Periksa Kehamilan
Tabel 4. 83 Distribusi Bila Ya, Berapa Kali Periksa Kehamilan
NO Jumlah RT % RT % Total %
pemeriksaan 01 02
1 1-2 kali 1 100% 1 100% 2 100%
2 3 kali 2 0% 2 0% 4 0%
3 4 kali 0% 0 0% 0 0%
Interpretasi Data :
Distribusi ibu memeriksakan kehamilan dalam sebulan 1-2 kali dengan
persentase 100%.
h. Komposisi Makanan Ibu Hamil
Tabel 4. 84 Distribusi Komposisi Makanan Bumil
Komposisi
N makanan ibu RT
RT 01 % % Total %
O hamil sehari- 02
hari
1 Nasi sayur 0 0% 0 0% 0 0%
2 Nasi lauk 5 50% 3 42,9% 8 47,1%
3 Nasi sayur lauk 2 20% 2 28,6% 4 23,5%
Nasi lauk sayur
4 3 30% 2 28,6% 5 29,4%
buah
100
TOTAL 10 7 100% 17 100%
%
Interpretasi Data :
Sebagian besar (47,1%) ibu hamil mengkonsumsi nasi lauk, (23,5%) ibu
hamil mengkosumsi nasi sayur lauk dan buah dan sebagian (29,4%) ibu
hamil mengonsumsi nasi, lauk, sayur, dan buah.
i. Mendapatkan TT
Tabel 4. 85 Distribusi Mendapatkan suntik TT
Mendapatkan RT RT
NO % % Total %
TT 01 02
Ya 42,9
1 6 60% 3 9 52,9%
%
Tidak/Belum 57,1
2 4 40% 4 8 47,1%
%
TOTAL 100
10 7 100% 17 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi ibu hamil mendapat suntikan TT menunjukan 52,9% ibu hamil
sudah mendapatkan suntikan TT, dan 47,1% Ibu hamil belum
mendapatkan suntikan TT.
j. Bila Ya
Tabel 4. 86 Distribusi Bila Ya
N Berapa kali RT RT
% % Total %
O suntikan TT 01 02
33,6 33,6
1 Lengkap (2 kali) 2 1 3 33,6%
% %
Tidak lengkap (1 66,4 66,4
2 4 2 6 66,4%
Kali) % %
TOTAL 6 100% 3 0% 9 100%
Interpretasi Data :
Distribusi ibu mendapat TT Lengkap (2 Kali) dengan persentase 33,6%
dan ibu yang tidak lengkap dengan presentase 66,4%.
k. Penyakit/Keluhan Bumil
Tabel 4. 87 Distribusi Penyakit/Keluhan Bumil
Adakah penyakit
N atau keluhan RT RT Tota
% % %
O yang dirasakan 01 02 l
bumil saat ini
1 Lemah letih lesu 0 0% 0 0% 0 0%
2 Pusing 5 50% 4 57,1% 9 52,3%
3 Mual, muntah 3 30% 2 28,6% 5 29,4%
Bengkak kaki atau
4 2 20% 1 14,3% 3 17,6%
tempat lain
TOTAL 10 100% 7 100% 3 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 52,3% ibu hamil mengeluh pusing, 29,4% ibu hamil mengeluh
mual dan muntah dan 17,6% ibu hamil mengeluh bengkak pada kaki.
l. Berat Badan Bumil
Tabel 4. 88 Distribusi Berat Badan Bumil
Berat badan saat
N RT RT
hamil selama % % Total %
O 01 02
hamil
Normal kenaikan
1 3 30% 4 57,1% 7 41,2%
bulan
Tidak normal
2 7 70% 3 42,9% 10 58,8%
kenaikan bulan
TOTAL 10 100% 7 100% 17 100%
Interpretasi Data:
Distribusi berat badan ibu hamil normal kenaikan perbulan/triwulan
dengan persentase 41,2% dan ibu hamil tidak normal dengan peresentase
58,8%%.
15. BALITA
a. Balita Dalam Keluarga
Tabel 4. 93 Distribusi keluarga yang memiliki Balita
N Keluarga dengan RT RT
% % Total %
O balita 01 02
1 Tidak 32 70% 36 82% 68 76%
2 Ya 14 30% 8 18% 22 24%
100 100
TOTAL 46 44 90 100%
% %
Interpretasi Data :
Distribusi balita dalam keluarga, yang tidak memiliki balita presentase
76% dan yang memiliki Balita sebanyak 25%.
b. Balita dibawa ke Posyandu setiap bulan
Tabel 4. 94 Balita Dibawa Ke Posyandu setiap Bulan
NO Setiap bulan ke RT 01 % RT 02 % Total %
posyandu
1 Tidak 0 0% 0 0% 0 0%
2 Ya 14 100% 8 100% 22 100%
Interpretasi Data :
Distribusi balita dibawa ke Posyandu setiap bulan Di RW 04 kategori ya
sebesar 100%.
c. Sudah Imunisani
Tabel 4. 95 Distribusi Balita yang sudah imunisasi
N Sudah imunisasi RT % RT % Total %
O 01 02
1 Ya 14 100% 8 100% 22 100%
2 Tidak 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 14 100% 8 100% 22 100%
Interpretasi Data :
Semua (100%) Balita di RW 12 sudah mendapat imunisasi sesuai dengan
umur Balita.
d. Imunisasi Yang Sudah Didapat
Tabel 4. 96 Imunisasi yang Sudah Didapat
N Jenis imunisasi RT % RT % Tota %
O 01 02 l
1 Polio 14 100% 8 100% 22 100%
2 TBC 14 100% 8 100% 22 100%
3 DPT 14 100% 8 100% 22 100%
4 Hepatitis 14 100% 8 100% 22 100%
5 Campak 14 100% 8 100% 22 100%
TOTAL 14 100% 8 100% 22 100%
Interpretasi Data :
Distribusi imunisasi yang sudah didapat di RW 10 menunjukan bahwa
semua (100%) sudah mendapat immunisasi sesuai dengan usianya
masing-masing.
e. Berat Badan Anak Hasil Penimbangan KMS
Tabel 4. 97 Berat Badan Anak Hasil Penimbangan KMS
N Hasil KMS RT % RT % Total %
O 01 02
1 Garis hijau 14 100% 8 100% 22 100%
2 Garis hijau sampai 0 0% 0 0% 0 0%
kuning
3 Garis titik-titik 0 0% 0 0% 0 0%
4 Garis merah 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 14 100% 8 100 22 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi berat badan anak hasil penimbangan KMS menunjukan semua
(100%) di daerah hijau.
Interpretasi Data :
Distribusi ketersediaan posyandu, semua (100%) lansia mengatakan di
RW 10 tidak ada posyandu lansia.
m. Jika Tidak, Alasannya
Tabel 4. 125 Distribusi Jika Tidak, Alasannya
N
Jika tidak, alasannya RT 01 % RT 02 % Total %
O
1 Tidak tahu 0 0% 0 0% 0 0%
2 Tidak mau 0 0% 0 0% 0 0%
3 Tidak mampu 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 0
0 0% 0 0 0%
%
Interpretasi Data :
Distribusi tidak mengikuti posyandu lansi di RW 12 menunjukan bahwa
lansia tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu karena tidak ada posyandu
lansia di RW 12.
Interpretasi Data :
Distribusi alat komunikasi dan informasi menggunakan TV dengan
persentase 72%, Radio dengan persentase 28%.
c. Tempat Penyampaian Informasi
Tabel 4. 128 Tempat Penyampaiaan Informasi
Tempat
N RT RT Tota
menyampaikan % % %
O 01 02 l
informasi
1 Balai desa 0 0% 0 0% 0 0%
2 Mesjid 46 100% 44 100% 90 100%
3 Sekolah 0 0% 0 0% 0 0%
4 Pos keamanan 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi tempat menyampaikan informasi melalui masjid dengan
persentase 100%.
d. Informasi Yang Sering Disampaikan
Tabel 4. 129 Informasi Yang Sering Disampaikan
N Informasi yang
o sering RT 01 % RT 02 % Total %
Disampaikan
Kebijakan
1 6 13% 2 5% 8 9%
Pemerintah
22
3 Kesehatan 10 22% 10 23% 20
%
69
4 Agama 30 65% 32 72% 62
%
100 100 100
TOTAL 46 44 90
% % %
Interpretasi Data :
Distribusi informasi yang disampaikan kebijakan pemerintah dengan
persentase 9%, kesehatan dengan persentase 22%, kegiatan agama
dengan persetase 69%.
20. SARAN TRANSPORTASI YANG DIMILIKI KELUARGA
Tabel 4. 130 Sarana Transportasi yang Dimiliki Keluarga
N Sarana transportasi RT RT Tota
% % %
O yang dimiliki keluarga 01 02 l
1 Kendaraan roda 2 36 100% 15 100% 51 100%
2 Kendaraan roda 4 0 0% 0 0% 0 0%
3 Sepeda 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 36 100% 15 100% 51 100%
Interpretasi Data :
Distribusi sarana tranportasi keluarga yang memiliki sarana transportasi,
semuanya (100%) adalah kendaraan roda dua.
22. EKONOMI
a. Sumber Penghasilan
Tabel 4. 132 Sumber Penghasilan
N Sumber RT RT
% % Total %
O penghasilan 01 02
Berdagang 2 4% 0 0% 2 2%
Buruh 42 91% 42 95% 84 93%
PNS 0 0% 0 0% 0 0%
Wiraswasta 2 4% 2 5% 4 4%
Pengangguran 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data:
Distribusi sumber penghasilan keluarga, sebagian besar (93%) buruh,
sebagian kecil (4%) adalah wiraswasta, dan (2%) adalah berdagang.
b. Penghasilan Rata-Rata Perbulan
Tabel 4. 133 Penghasilan Rata-rata Perbulan
N Penghasilan RT
RT 01 % % Total %
O perbulan 02
< Rp.
1 26 57% 33 75% 59 66%
1.250.000,-
Rp. 1.250.
2 000 - 20 43% 11 25% 31 34%
2.500.000,-
>Rp.
3 0 0% 0 0% 0 0%
2.500.000,-
100
TOTAL 46 44 100% 90 100%
%
Interpretasi Data :
Distribusi penghasilan rata-rata warga per-bulan lebih dari sebagian
(66%) berpenghasilan < Rp. 1.250.000, dan kurang dari sebagian (34%)
berpenghasilan Rp 1.250.000 – 2.500.000.
c. Pemenuhan Kebutuhan sehari-hari
Tabel 4. 134 Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
Memenuhi
N RT RT
kebutuhan % % Total %
O 01 02
sehari-hari
1 Terpenuhi 34 74% 26 59% 60 67%
2 Tidak terpenuhi 12 26% 18 41% 30 33%
100
TOTAL 46 44 100% 90 100%
%
Interpretasi Data :
Sebanyak 33% mengatakan kebutuhan harian tidak terpenuhi.
d. Keluarga Menabung
Tabel 4. 135 Keluarga Menabung
Apakah
N RT RT
keluarga % % Total %
O 01 02
menabung
1 Ya 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak 0 0% 0 0% 0 0%
100
TOTAL 46 100% 44 90 100%
%
Interpretasi Data:
Sebanyak 100% keluarga memiliki tabungan.
e. Alokasi Dana Kesehatan
Tabel 4. 136 Alokasi Dana Kesehatan
N Alokasi dana RT RT Tota
% % %
O kesehatan 01 02 l
1 Ya 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan memiliki alokasi dana untuk kesehatan.
f. Alokasi Dana Pendidikan
Tabel 4. 137 Distribusi Alokasi Dana Pendidikan
N Alokasi dana RT RT
% % Total %
O Pendidikan 01 02
1 Ya 44 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak 0 0% 0 0% 0 0%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan memiliki alokasi dana untuk pendidikan.
23. REKREASI
a. Sarana Rekreasi yang Dimiliki Keluarga
Tabel 4. 139 Distribusi Sarana Rekreasi Yang Dimiliki Keluarga
Sarana rekreasi
NO yang dimiliki RT 01 % RT 02 % Total %
keluarga
1 TV 33 72% 32 73% 65 72%
2 Radio 11 24% 12 27% 23 26%
3 Alat musik 2 4% 0 0% 2 2%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Distribusi sarana rekreasi yang dimiliki keluarga yakni TV dengan
persentase 72%, Radio dengan presentase 26%. Dan alat musik 2%.
b. Sarana Rekreasi
Tabel 4. 140 Sarana Rekreasi
N Sarana RT % RT % Total %
rekreasi
O masyarakat 01 02
setempat
1 Studio Film 0 0% 0 0% 0 0%
2 Alam 46 100% 44 100% 90 100%
3 Buatan 0 0% 0 0% 0 0%
100
TOTAL 46 100% 44 90 100%
%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan alam sebagai sarana rekreasi keluarga.
c. Kemudahan Mengakses Rekreasi Luar Rumah
Tabel 4. 141 Kemudahan Mengakses Rekreasi Luar Rumah
Kemudahan
N mengakses RT RT
% % Total %
O rekreasi 01 02
diluar rumah
1 Mudah 46 100% 44 100% 90 100%
2 Tidak mudah 0 0% 0 0% 0 0%
100
TOTAL 46 100% 44 90 100%
%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan mudah mengakses tempat rekreasi.
d. Jarak Tempat Akses Rekreasi
Tabel 4. 142 Jarak Tempat Akses Rekreasi
N Jarak tempat RT
RT 01 % % Total %
O akses rekreasi 02
1 <5 km 46 100% 44 100% 90 100%
2 > 5 km 0 0% 0 0% 0 0%
100
TOTAL 46 100% 44 90 100%
%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan jarak rumah < 5 kilometer jarak rekreasi.
e. Presepsi Masyarakat Tentang Rekreasi
Tabel 4. 143 Persepsi Masyarakat Tentang Rekreasi
Presepsi
N masyarakat RT RT
% % Total %
O tentang 01 02
rekreasi
1 Bermanfaat 46 100% 44 100% 90 100%
Tidak
2 0 0% 0 0% 0 0%
bermanfaat
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 100% mengatakan tempat rekreasi itu bermanfaat.
f. Manfaat Rekreasi
Tabel 4. 144 Distribusi Manfaat Rekreasi
NO Manfaar rekreasi RT 01 % RT 02 % Total %
1 Mengurangi stress 46 100% 37 84% 83 92%
Menghabiskan
2 0 0% 0 0% 0 0%
waktu
3 Kebersamaan 0 0% 7 16% 7 8%
TOTAL 46 100% 44 100% 90 100%
Interpretasi Data :
Sebanyak 92% rekreasi untuk mengurangi stress dan kebersamaan 8%.
C. Kajian Masalah
Kajian masalah kesehatan komunitas yang ditemukan mahasiswa di RW 10
Desa Margahayu antara lain:
1. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
3. Ketidakefektifan koping komunitas
4. Defisiensi kesehatan komunitas
5. Ketidakefektifan manajemen kesehatan
D. Analisa Data
No Data
1 DS :
Hasil wawancara dengan kader mengatakan bahwa banyak
anak di RW 10 Desa Margahayu yang mengalami penyakit
retardasi mental down syndrome.
DO :
• 51,2% anak mengalami penyakit retardasi mental down
syndrome.
• 97% keluarga tidak terlibat dalam penanganan masalah
kesehatan
2 DS :
Hasil wawancara dengan Para orang tua.mengatakan bahwa:
Para ibu jarang memeriksakan diri saat hamil di fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas
Para ibu maupun ayah memiliki factor genetic down
syndrome
Sering bermain gadget saat hamil dan meletakan gadget di
kantung celana
DO :
• 44% pada usia dewasa (22 – 55 tahun)
• 34,8 % umur laki-laki > 35 tahun
• 29,2 umur perempuan > 35 tahun
• 41,2% usia ibu hamil >35 tahun
• 64,7% ibu hamil tidak memeriksakan diri ke puskesmas
DS :
3
Hasil wawancara dengan kader dan tenaga pelayanan kesehatan
puskesmas mengatakan ibu jarang memeriksakan diri ke fasilitas
pelayanan kesehatan
DO :
• 41,2% usia ibu hamil >35 tahun
• 64,7% ibu hamil tidak memeriksakan diri ke puskesmas
DS:
4
• Berdasarkan hasil wawancara di dapatkan bahwa:
Masyarakat mengatakan belum mengetahui informasi mengenai
program memberikan penyuluhan tentang penyakit retardasi
mental down syndrome
Masyarakat mengatakan ingin mengetahui informasi mengenai
masalah down syndrome
DO:
Para orang tua kurang paham cara merawat dan mengasuh anak
dengan masalah penyakit retardasi mental down syndrome
DS:
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat didapatkan
Masyarakat mau melaksanan cara pencegahan down syndrome
Ibu yang dalam masa kehamilan mereka akan lebih sering
memeriksakan dirinya rutin ke puskesmas
DO:
Ibu hamil antusias dalam melakukan pemeriksaan rutin ke
pelayanan kesehatan
Masyarakat mendukung program penyuluhan penyakit retardasi
mental down syndrome
Prioritas masalah dengan penentuan skoring melalui MMD didapatkan diagnosa keperawatan komunitas dengan prioritas, yaitu:
1. Defisiensi kesehatan komunitas
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko
3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
4. Peningkatan pengetahuan
5. Peningkatan manajemen kesehatan
5 Peningkatan Tupan : 1. Libatkan para 1. Promosi proses Mahasi 21-22 Kantor Desa Swadaya Masyarakat Setelah dilakukan
Setelah kader serta efektif kelurga swa Juli Margahayu mahasiswa Desa penyuluhan
manajemen dilakukan tim ( keluarga PPN 25 2021 Margahayu diharapkan 80%
implementasi pelayanan memiliki peran masyarakat Desa
kesehatan Margahayu dapat
hingga kesehatan besar dalam
kesiapan meningkatkan
minggu ke-4 2. Melaksanaka kesehatan diri ibu
bulan juni n promosi kesehatan seluruh
hamil, anak serta
2020 efektif anggota keluarga)
lingkungan sekitar
masyarakat keluarga 2. Promosi keutuhan
mampu keluarga utuh
meningkataka 3. Dukungan
n kesehatan keluarga
diri ibu hamil, untukmerencanak
anak serta an perawatan
lingkungan
sekitar.
Tupen :
Setelah
dilakukan
implementasi
selama 1 jam
masyarakat
mampu
menerapkan
program
perawatan
dengan
melakukan
kujungan di
fasilitas
pelayanan
kesehatan
3. Hasil
Adanya peningkatan pengetahuan
warga tentang meningkatkan
kesehatan diri ibu hamil, anak serta
lingkungan sekitar
Lampiran 2
LAPORAN PENDAHULUAN
DAN SATUAN ACARA PENYULUHAN
DOWN SYNDROME
Disusun Oleh:
Valencia Diana Pattipeilohy
(1490120094)
A. Latar Belakang
Down syndrome merupakan salah satu bentuk retardasi mental, salah satu
penyebab down syndrome adalah adanya kelainan genetik yang dapat terjadi
pada pria dan wanita, kelainan ini tidak selalu diturunkan kepada keturunan
berikutnya. Kelainan genetik yang merupakan hasil dari kelainan kromosom
yang sering ditemukan adalah kelebihan kromosom 21 atau trisomy 21,
adanya abnormalitas kromosom menyebabkan retardasi mental atau
keterbelakangan mental yang terjadi pada penderita down syndrome (Yusuf
& Hanik, 2015).
Anak down syndrome memiliki tiga karakteristik yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya, yaitu memiliki taraf Intelligence Quotient (IQ)
rendah, keterbelakangan fisik, dan keterbelakangan mental). Berdasarkan
penampilan fisik penderita down syndrome secara umum sangat mudah
dikenali dengan wajah yang khas dengan mata sipit yang menyudut ke atas,
jarak antara kedua mata atau fundus mata berjauhan dengan tampak sela
hidung yang rata, kepala agak kecil, lalu mulut kecil dengan lidah yang
menjulur keluar, dan gambaran telapak tangan yang tidak normal terdapat satu
garis besar melintang (Soetjiningsih, 2016).
Komplikasi jika anak dengan down syndrome tidak tertangani dengan baik
akan menimbulkan antara lain : sakit jantung berlubang (mis: Defek septum
atrium atau ventrikel dan tetralogi fallot), mudah mendapat selesema, radang
tenggorok, radang paru-paru, kurang pendengaran, lambat/bermasalah dalam
berbicara, penglihatan kurang jelas, penyakit azheimer’s (penyakit
kemunduran susunan syaraf pusat) dan Leukemia (penyakit dimana sel darah
putih melipat ganda tanpa terkendalikan) (Nurarif, 2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan wawasan dan kemampuan keluarga dalam melakukan
deteksi dini terhadap penyakit down syndrome di keluarga.
2. Tujuan khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan dapat:
a. Menyebutkan pengertian down syndrome
b. Menyebutkan faktor pencetus down syndrome
c. Menyebutkan tanda dan gejala down syndrome
d. Menyebutkan pencegahan down syndrome
e. Menyebutkan Pengobatan down syndrome
C. Sasaran
Seluruh masyarakat Desa Margahayu (Caringin).
E. Bentuk Kegiatan
Penyuluhan dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yaitu
melaksanakan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak
antara peserta satu dengan yang lain) selama 30 menit
I. Strategi
1. Membuat media yang mudah dibaca dan dimengerti
2. Menjelaskan mengenai:
a) Pengertian down syndrome
b) Faktor pencetus down syndrome
c) Tanda dan gejala down syndrome
d) Cara pencegahan dan pengobatan down syndrome
J. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Alat dan media penyuluhan tersedia.
b. Permintaan izin tempat 1 minggu sebelum pelaksanaan.
2. Evaluasi proses
a. Persiapan dilakukan 30 menit sebelum pertemuan dimulai
b. Anggota masyarakat kooperatif dan berperan serta aktif selama
penyuluhan berlangsung
c. Penyuluhan berjalan lancar dan diskusi tanya jawab dapat berjalan
dengan baik
d. Mendapat masukan dari mahasiswa Program Profesi Ners XXV
3. Evaluasi Hasil
a. 80 % anggota keluarga berperan serta aktif selama penyuluhan
b. 85 % anggota masyarkat mengatakan sangat bermanfaat mengikuti
penyuluhan ini karena selama ini anggota keluarga merasa kurang
pengetahuan mengenai penyakit down syndrome
SATUAN ACARA PENYULUHAN DOWN SYNDROME
A. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan seluruh
warga dapat memahami tentang down syndrome.
2. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, seluruh warga dapat
menjelaskan :
1. Menyebutkan pengertian down syndrome
2. Menyebutkan faktor pencetus down syndrome
3. Menyebutkan tanda dan gejala down syndrome
4. Menyebutkan pencegahan down syndrome
5. Menyebutkan pengobatan down syndrome
B. Materi Penyuluhan
1. Pengertian down syndrome
2. Faktor pencetus down syndrome
3. Tanda dan gejala down syndrome
4. Pencegahan down syndrome
5. Pengobatan down syndrome
C. Kegiatan Pembelajaran
Rencan kegiatan pembelajaran Waktu
No
Komunikator Komunikan
1 Apersepsi
Memberi salam dan Menjawab salam 5 menit
memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan Mendengarkan
penyuluhan dan tema
penyuluhan
Pre test
2 Isi
Menjelaskan materi Mendengarkan 15
penyuluhan mengenai menit
pengertian Pengertian
down syndrome, factor
pencetus down
syndrome, tanda dan
gejala down syndrome,
pencegahan down
syndrome, dan
pengobatan down
syndrome.
Memberikan Mengajukan 5 menit
kesempatan kepada pertanyaan
komunikan untuk
bertanya tentang materi
yang disampaikan
3 Penutup
Memberikan Menjawab
pertanyaan akhir
sebagai evaluasi
Menyimpulkan Mendengarkan 5 menit
bersama-sama hasil
kegiatan penyuluhan
Menutup penyuluhan Menjawab salam
dan mengucapkan
salam
Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Wiyani, Novan Adri. 2014. Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yusuf, Rizky Fitriyasari., & Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Lampiran 3
Soal ukom berbasir MCQ sesuai kasus
2. Dalam suatu desa didapatkan data pengkajian 51% anak dengan retardasi mental
down syndrome, 30% tergolong derajat gangguan mental ringan (IQ = 50-70) dan
21% tergolong derajat gangguan mental sedang (IQ = 35-50). Kader posyandu
anak dan balita mengatakan bahwa hanya 5% dari orang tua anak-anak tersebut
yang mau rutin untuk memerikasakn kesehatan di Posyandu setempat.
Bagaimana strategi intervensi pemecahan masalah untuk membentuk perilaku
sehat dan mandiri pada masyarakat tersebut ?
a. Pemberdayaan
b. Proses kelompok
c. Bina suasana
d. Kemitraan
e. Partisipasi
Jawaban B
3 Rasional : Dalam suatu desa didapatkan data pengkajian 33% anak dengan retardasi
mental down syndrome, 20% tergolong derajat gangguan mental ringan (IQ = 50-70) dan
13% tergolong derajat gangguan mental sedang (IQ = 35-50). Kader posyandu anak dan
balita mengatakan bahwa hanya 5% dari orang tua anak-anak tersebut yang mau rutin
untuk memeriksakan kesehatan di Posyandu setempat.
Proses kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap timbulnya
masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi.
Referensi : effendi & Makfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik Dalam Keperawata. Jakarta: Salemba Medika
3. Seorang perawat melakukan kegiatan pengkajian keperawatan di sebuah RW
dengan cara berkeliling wilayah binaan dan melakukan wawancara dengan tokoh
masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran tentang kondisi dan situasi suatu wilayah.
Apakah metode pengkajian yang dilakukan oleh perawat diatas ?
a. Analisa data sekunder
b. Observasi terstruktur
c. Windshield survey
d. Interview
e. Angket
Jawaban C
Rasional : Metode pengkajian keperawatan komunitas antara lain : Windshield survey,
observasi terstruktur, FGD, interview dan angket
Windshield Survey adalah metode pengkajian keperawatan komunitas dengan cara
berkeliling melakukan pemeriksaan masyarakat dengan berkeliling melakukan
pemeriksaan masyarakat dengan berkeliling wilayah binaan dan melakukan wawancara
dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran tentang kondisi dan situasi suatu wilayah.
Referensi : Achyar, Komang Ayu, H. (2014). Asuhan Keperawatan Komunitas. Hal 21.
Jakarta. EGC
4. Hasil pengkajian di suatu desa didapatkan data 51 % anak dengan retardasi mental
down syndrome. Masyarakat khususnya para orang tua anak-anak tersebut
kesulitan dalam merawat dan 32% para orang tua belum mengetahui penyakit
retardasi mental down syndrome. Apakah diagnosa keperawatan yang paling
tepat pada komunitas tersebut ?
a. Defisit pengetahuan
b. Perilaku cenderung beresiko
c. Defisiensi kesehatan komunitas
d. Managemen kesehatan tidak efektif
e. Pemeliharan kesehatan tidak efektif
Jawaban A
Rasional : defisit pengetahuan adalah Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu
Penyebab
1. Keteratasan kognitif
2. Gangguan fungsi kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar
5. Seorang perawat melakukan kunjungan di suatu desa pada sebuah rumah yang
6. Kurang mampu mengingat
merawat anak denganmenemukan
7. Ketidaktahuan down syndrome.
sumberBerdasarkan
informasi hasil pengkajian orang tua
anak tersebut mengalami psikologis dan ekonomi karena beban harus merawat anak
Referensi : SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dengan down syndrome padaJakarta:
waktu Dewan
yang lama. Perawat berencana mendatangkan
dan Indikator Diagnostik. Pengurus PPNI
psikolog dan tenaga sosial untuk bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut.
Apa peran perawat yang dilakukan ?
a. Educator
b. Role Model
c. Mediator
d. Conselor
e. Kolabolator
Jawaban E
Rasional : 33 % anak dengan retardasi mental yaitu down syndrome. Masyarakat
khususnya orang tua anak tersebut kesulitan dalam merawat dan belum pernah diberikan
pendidikan ataupun informasi tentang kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Peran Sebagai Kolaborator Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya