Anda di halaman 1dari 19

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

KEBUTUHAN KHUSUS: SINDROM DOWN/RETARDASI MENTAL

KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh:

1. Yuspita Aprilianti (2010035003)


2. Andi Riki Arianto (2010035012)
3. Kristia Sepriana Theofila (2010035028)
4. Risky Hidayat (2010035033)

Prodi D3 Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2022/20233
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayahnya dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus: Sindrom Down/Retardasi Mental“
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Kebutuhan Khusus: Sindrom Down/Retardasi Mental”. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan ating, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.

Samarinda, 20 Februari 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak orang tua yang ingin memiliki anak dengan
kecerdasan diatas rata-rata dan fisik yang sempurna oleh karena satu dan lain
hal ada terdapat kelainan yang dialami oleh anak-anak salah satunya adalah
down syndrome.  Down syndrome  adalah kelainan genetic yang terjadi pada
masa pertumbuhan janin (pada kromosom 21//trisomi 21) dengan gejala yang
sangat bervariasi dan gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa
keterbelakangan mental dengan tingkat IQ kurang dari 70 serta bentuk muka
(Mongoloid) dan garis telapak tangan yang khas (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian dari Riskesdes 2013, mengatakan bahwa


presentase anak penderita down syndrome di Indonesia pada anak umur 24-59
bulan perlahan mengalami peningkatan dari data tahun 2010 sebesar 0,12%
dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 0,13%.
Sindrom down adalah kelainan kromosom autosomal yg paling banyak terjadi
di manusia. poin peristiwa di tahun 1994 mencapai 1.0-1.dua per 1000 kelahiran di
tahun serta di 20 tahunyang kemudian dilaporkan 1.6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan
anak dengan sindrom down dilahirkan oleh perempuan yg berusia 35 tahun. Sidrom
down bisa terjadi pada seluruh ras. Dikatakan angka peristiwa pada orang kulit putih
lebih tinggi dari orang kulit hitam (Soetjiningsih). Sumber lain mengatakan bahwa
angka peristiwa 1.5 per 1000 kelahiran, ditemukan di seluruh suku serta ras, ada di
penderita retardasi mental lebih kurang 10%, secara statistic lebih banyak dilahirkan
oleh ibu yg berusia lebih dari 30 tahun, premature serta pada ibu yang usianya terlalu
belia (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi Down Syndrome?
b. Apa etiologi Down Syndrome?
c. Bagaimana tanda dan gejala Down Syndrome?
d. Bagaimana patofisiologi Down Syndrome?
e. Bagaimana pemeriksaan penunjang Down Syndrome?
f. Bagaimana penatalaksanaan Down Syndrome?
g. Bagaimana komplikasi Down Syndrome?
h. Bagaimana pencegahan Down Syndrome?
i. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Down Syndrome?

C. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui Definisi Down Syndrome.
b. Mahasiswa mengetahui Etiologi Down Syndrome.
c. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala Down Syndrome.
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi Down Syndrome.
e. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang Down Syndrome.
f. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan Down Syndrome.
g. Mahasiswa mengetahui komplikasi Down Syndrome.
h. Mahasiswa mengetahui pencegahan Down Syndrome.
i. Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan Down Syndrome.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Down Sindrome
Down Syndrome  adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di
jumpai kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian
nondisjunction terjadi pada meosis ibu fase I. Hasil dari nondisjunction 
adalah tiga kopi kromosom 21 (trimosom 21) berdasarkan nomenklatur
standar sitogenik trisomi 21 dituliskan sebagai 47, XX, +21 (Marcdante &
Kliegman, 2014).
Down Syndrome  merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan
mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom
yang gagal memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014).
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 antara 800-900 bayi.
Mongolisma (Down syndrome) ditandai 0leh kelainan jiwa atau cacat mental
mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang
menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri
( Nurarif, 2015).
Down syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia.di perkirakan 20% anak dengan down sindrom di
lahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan
cacat bawaan yang di sebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x.
Syndrom ini juga disebut trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom
menggantikan yang normal. 95% kasus syndrom down di sebabkan oleh
kelebihan kromosom (Nurarif, 2015).

B. Etiologi Down Syndrome


Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome  pada anak terjadi karena
kelainan kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
1. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down
syndrome dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak
dengan down syndrome.
2. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak
dengan down syndrome  semakin besar karena berhubungan dengan
perubahan endokrin terutama hormone seks antara lain peningkatan
sekresi androgen, peningkatan kadar LH ( Luteinizing Hormone) dan
peningkatan kadar FSH ( Follicular Stimulating Hormone).
3. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama
diarea sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down
syndrome.
4. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome berbeda
dengan ibu yang melahirkan anak normal.
5. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari ayahnya.

C. Tanda dan Gejala Down Syndrome


Menurut Soetjiningsih (2013), anak dengan  Down syndrome seringkali
memeiliki berbagai kelainan mental dan malformasi karena ada bahan
ekstragenetik dari kromosom 21. Fenotipnya bervariasi, tetapi umumnya
didapat gambaran konstitusional yang cukup bagi klinis untuk menduga down
syndrome  seperti : derajat gangguan mental bervariasi antara ringan (IQ=50-
70), sedang (IQ=35-50), berat (IQ=20-35). Terjadi pula peningkatan risiko
kelainan jantung kongential sebesar 50% dan <1% akan kehilangan
pendengaran.
Adapun ciri fisik pada anak dengan down syndrome anatara lain
brakisefali, celah antara jari kaki pertama dan kedua, kulit berlebih di
pangkal leher, hiperfleksibilitas, telinga yang abnormal (letak rendah, terlipat,
stenosis meatus), protursi lidah akibat palatum kecil dan sempit, batang
hidung datar, jari kelima pendek dan bengkok kedalam, tangan pendek dan
lebar, gemuk dan garis transversal tunggal pada telapak tangan.
Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan syndrom down :
1. Sutura sagitalis yang terpisah
2. Fisura parpebralis yang miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela palsu
5. “plantar crease” jari kaki I dan II
6. Hyperfleksibikit
7. Peningkatan jaringan sekitar leher
8. Bentuk palatum yang abnormal
9. Hidung hipoplastik
10. Kelemahan otot dan hipotonia
11. Bercak brushfield pada mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut
mata sebelah dalam.
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar.
16. Oksiput yang datar.
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar.
18. Bentuk/struktur telinga abnormal
19. Kelainan mata, tangan, kaki, sindaktili
20. Mata sipit (Nuratif, 2015).

D. Patofisiologi Down Syndrome


Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh
kelainan pada perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus
yang terdapat pada setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan
genetic yang menentukan sifat seseorang. Pada bayi normal terdapat 46
kromosom (23 pasang) di mana kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah
(sepasang). Bayi dengan down syndrome  memiliki 47 kromosom karena
kromosom 21 berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom muncul fenotip
dengan kode (21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah khas,
kelainan pada tangan dan retardasi mental. Anak dengan down
syndrome  lahir semua perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak
yang lebih sedikit maka anak dengan down syndrome  lebih lambat
dalam perkembangan kognitifnya.

E. Pemeriksaan Penunjang Down Syndrome.


Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
syndrome down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu
menegakkan diagnosa ini, antara lain :
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom kariotip manusia biasa hadir sebagai 46
autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukan 46 kromosom dengan
aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan,
tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan
bentuk trisomi atau trnslokasi kromosom 14 dan 22. Kemungkinan terulang
pada kasus (trisomi adalah sekitar 1% sedangkan translokasi kromosom 5-
15%).
3. Ultrasonography (didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela
terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung
bawaan mungkin terdapat ASD atau VSD
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah
satunya adalah dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita
semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memperlukan
monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion
pada kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35
tahun keatas (Nurarif, 2015).

F. Penatalaksanaan Down Syndrome


Menurut Soetjiningsih (2013), perawatan anak down syndrome,
kompleks karena banyaknya masalah medis dan psikososial, baik yang timbul
segera atau jangka panjang. Manajemen kesehatan, lingkungan rumah,
pendidikan, dan pelatihan vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi
anak dan remaja down syndrome dan membantu proses transisi ke masa
dewasa.
Penanganan lebih lanjut selama masa anak-anak, dan perlu di bahas
secara periodic sesuai tahap perkembangan adalah :
1. Dukungan personal bagi keluarga
2. Dukungan finansialdan medisbagi anak dan keluarga
3. Antisipasi terhadap trauma pada setiap fase perkembangan
4. Pengaturan diet dan olahraga untuk mencegah obesitas
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan
medis yang sama dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan
dimana anak dengan  syndrome down memerlukan perhatian khusus yaitu
dalam hal :
1. Pendengaran : sekitar 70-80% anak down syndrome  dilaporkan
terdapat gangguan pendengaran sejak dini dan secara berkala oleh ahli
THT
2. Penyakit jantung bawaan : 30-40% down syndrome  disertai
dengan penyakit jantung bawaan yang memerlukan penanganan
jangka panjang oleh ahli jantung
3. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami
gangguan penglihatan atau katarak
4. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa
bayi/prasekolah maupun obesitas pada masa remaja atau setelah
dewasa sehingga butuh kerja sama dengan ahli gizi
5. Kelainan tulang : dapat terjadi dislokasi patella, subluksasio
pangkal paha/ ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini
sampai menimbulkan medulla spinalis atau bila anak memegang
kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka perlu pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi
neurolugis
6. Lain-lain : aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan
para ahli, meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau
kekacauan biokimiawi
G. Komplikasi Down Syndrome
Menurut Bernstein & Shelov (2016), kelaianan yang akan di alami oleh
anak penderita down syndrome antara lain kelainan saluran cerna (Atresia
duodenum, pancreas anular, anus imperforate), defek neurologic (Hipotonia,
kejang), kelainan tulang dan kelainan hematologic.
Menurut Nurarif (2015), komlikasi Down Syndrom antara lain :
1. Sakit jantung berlubang (mis: Defek septum atrium atau ventrikel,
tetralogi fallot)
2. Mudah mendapat selesema, radang tenggorok, radang paru-paru
3. Kurang pendengaran
4. Lambat/bermasalah dalam berbicara
5. Penglihatan kurang jelas
6. Retardasi mental
7. Penyakit azheimer’s ( penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
8. Leukemia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).

H. Pencegahan Down Syndrome


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit  syndrome
down antara lain :
1. Melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu
hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan).
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan  down
syndrome  atau mereka yang hamil diatas usia 35 tahun harus dengan hati-
hati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
resiko melahirkan anak dengan down syndrome  lebih tinggi,  Down
syndrome tidak bisa dicegah, karena down syndrome merupakan kelainan
yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosom 21
yang harusnya hanya 2 menjadi 3.
2. Konseling genetic juga menjadi alternative yang sangat baik, karena
dapat menurunkan angka kejadian down syndrome. Dengan Genetargeting
atau Homologous recombination gene dapat dinonaktifkan. Sehingga suatu
saat gen 21 yang berlangsung jawab terhadap munculnya fenotip down
syndrome dapat di non aktifkan.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


KONSEP
ASUHAN KEPERAWAYAN ANAK
DOWN SYNDROME
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk
interpretasi tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai
dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien
yang melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yang
terlambat tidak sesuai dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis,
morbili, polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral
maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah
diderita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi
penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal, kemana serta
kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vacuum,
ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan gamelli), presentasi kepala,
dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir
dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih) bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit, masalah-masalah
yang berhubungan dengan gangguan system, masalah
nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit, pola eliminasi, dan
respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,
trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar
dada terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai
motorik kasar, motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan
kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih.
Ekonomi dan adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan
lingkungan internal eksternal yang dapat memengaruhi
perkembangan intelektual dan pengetahuan serta keterampilan
anak. Di samping itu juga berhubungan dengan persediaan dan
bahan pangan, sandang, dan papan.
7. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon
Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon meliputi :
a. Pola persepsi kesehatan dan pola managemen kesehatan
b. Pola nutrisi
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI
pada umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis,
takaran, dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan
yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi atau
masalah makanan yang lainnya.
c. Pola eliminasi
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak
perlu di kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi,
jumlah, serta bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak
pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
e. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat
tidur.
f. Pola persepsi dan kognitif
g. Pola konsep diri dan persepsi diri
h. Pola peran dan hubungan
i. Pola seksualitas
j. Pola koping dan stres
k. Pola nilai dan keyakinan
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-
tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system
sirkulasi, dan perfusi jaringan).
b. Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak
usia 2 tahun dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis
terbesar. Ubun- ubun normal : besar rata atau sedikit cekung
sampai anak usia 18 bulan.
c. Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva
adakah anemis, penurunan penglihatan (visus).
d. Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e. Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi
(kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan
fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan
anak.
f. Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g. Thorak, bentuk simetris, gerakan
h. Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi,
wheezing).
i. Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
j. Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi
labia minor pada perempuan.
k. Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI),
diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan Down Syndrome
adalah:
1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik dibuktikan dengan tidak mampu melakukan
perawatan diri sesuai usia (D. 0106).
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan/maturasi dibuktikan dengan perilaku tidak sesuai
usia (D. 0118).
3. Risiko intoleransi aktivitas dibuktikan dengan ketidakbugaran status
fisik (D. 0060).
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder (imunosupresi) (D. 0142).
5. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan keseimbangan (D. 0143).

C. Intervensi
Intervensi yang ditetapkan pada anak dengan down syndrome adalah:
1. Gangguan Tumbuh Kembang
Perawatan Perkembangan (I. 10339)
Definisi:
Mengidentifikasi dan merawat untuk memfasilitasi perkembangan
yang optimal pada aspek motorik halus, motorik kasar, bahasa,
kognitif, sosial, emosional di setiap tahapan usia anak.
Tindakan:
Observasi:
• Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
Terapeutik:
• Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan
optimal
• Pertahankan kenyamanan anak
• Fasilitasi anak melatih keterampilan pemenuh kebutuhan
secara mandiri (mis. Makan, sikat gigi, cuci tangan, memakai
baju)
• Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai
Edukasi:
• Jelaskan orang tua dan/atau pengasuh tentang milestone
perkembangan anak dan perilaku anak
• Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
• Ajarkan anak teknik asertif
Kolaborasi:
• Rujuk untuk konseling, jika perlu
Kriteria hasil:
• Keterampilan/perilaku sesuai usia (meningkat)
• Kemampuan mmelakukan perawatan diri (meningkat)
• Respon sossial (meningkat)
• Kemarahan (menurun)
• Pola tidur (membaik)

2. Gangguan Interaksi Sosial


Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial (I. 13484)
Definisi:
Mengubah pengembangan atau peningkatan keterampilan sosial
interpersonal.
Tindakan:
Observasi:
• Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial
• Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
Terpeutik:
• Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
• Beri umpan balik positif (mis. pujian atau penghargaan)
terhadap kemampuan sosialisasi
• Libatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial
Edukasi:
• Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial
• Jelaskan respon dan konsekuensi keterampilan sosial
• Anjurkan mengungkapkan perasaan akibatb masalah yang
dialami
• Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi
• Edukasi keluarga untuk mendukung keterampilan sosial
• Latih keterampilan sosial secara bertahap.
Kriteria hasil:
• Perasaan nyaman dengan situasi sosial (meningkat)
• Perasaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan
(meningkat)
• Responsif pada orang lain (meningkat)
• Perasaan tertarik pada orang lain (meningkat)
• Minat melakukan kontak emosi (meningkat)
• Minat melakukan kontak fisik (meningkat)
• PengVerbalisasi kasih sayang (meningkat)
• Kontak mata (meningkat
• Ekpresi wajah responsif (meningkat)
• Kooperatif dalam bermain dengan sebaya (meningkat)
• Kooperatif dengan sebaya (meningkat)
• Perilaku sesuai usia (meningkat)
• Gejala cemas (menurun)

3. Risiko Intoleransi Aktivitas


Manajemen Energi (I. 05178)
Definisi:
Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses
pemulihan.
Tindakan:
Observasi:
• Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
• Monitor kelemahan fisik dan emosional
• Monitor pola dan jam tidur
• Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik:
• Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
• Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi:
• Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
• Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
• Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
• Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Kriteria Hasil:
• Frekuensi nadi (meningkat)
• Saturasi oksigen (meningkat)
• Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(meningkat)
• Kecepatan berjalan (meningkat)
• Jarak berjalan (meningkat)
• Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah (meningkat)

4. Risiko Infeksi
Manajemen Imunisasi/Vaksinasi (I. 14508)
Definisi:
Mengidentifikasi dan mengelola pemberian kekebalan tubuh secara
aktif dan pasif
Tindakan:
Observasi:

5. Risiko Jatuh

Anda mungkin juga menyukai