Anda di halaman 1dari 107

PROPOSAL

PENGELOLAAN RUANG RAWAT INAP


LCA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan
Keperawatan

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

Ade Winta Arianty 1490119018


Ellisya Sopacua 1490119001
Jeni Veraningsi Selly 1490119036
Nadya Herliani Rolos 1490119045
Syane Cintia Lumalessil 1490119014
Zulkarnain Mustika 1490119050
Yunita Yuliana Maahury 1490119038
Yoyo Claudya Liptiay 1490119057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan anugerahnya maka Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam pembuatan tugas ini.
Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan agar dapat diperbaiki di
kemudian hari. Kiranya tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Akhir kata tiada gading yang tak retak demikian juga pula dengan tugas ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Terima Kasih.

Bandung, 11 Maret 2020

         
                                  Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................5
A. Latar Belakang..................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 11
C. Tujuan ............................................................................................................ 11
D. Sistematika Penulisan..................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 13

A. Konsep Kepemimpinan......................................................................... 13

B. Konsep Manajemen.............................................................................. 16

C. Model Praktik Keperawatan Profesional.............................................. 21

D. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan............................................. 23

E. Konsep Analisis SWOT........................................................................ 32

F.Konsep Fishbone............................................................................................ 35
G. Ketenagakerjaan.................................................................................... 37

H. Pengertian POA ................................................................................... 40

I. Konsep Handover........................................................................................... 42

3
J. Konsep Hand Hygiene.................................................................................... 44
K. Konsep Geriatri dan Care Giver .......................................................... 60

BAB III KAJIAN SITUASI..................................................................................... 62

A. Profil RS Immanuel.............................................................................. 62

B. Profil Ruang LCA................................................................................. 66

C. Kajian Situasi........................................................................................ 66

D. Analisis Swot........................................................................................ 81

E. Fishbone................................................................................................ 91

F.Perumusan Masalah Dan POA....................................................................... 96


BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 97

A. Kesimpulan........................................................................................... 97

B. Saran.....................................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 98

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang memberikan
pelayanan kesehatan yang komperhensif. Adanya tuntutan terhadap kualitas
pelayanan keperawatan di rasakan sebagai suatu fenomena yang harus di respon
oleh perawat. Pelayan keperawatan secara profesional perlu mendapatkan
perhatian dalam pengembangan dunia keperawatan (Abu Rasyid, 2017).Kualitas
pelayanan keperawatan sangat di pengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena setiap rumah sakit di tuntut untuk

5
memiliki manajemen mutu pelayanan yang baik dalam meningkatkan sistem
pelayanan.
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional dan
bagian integral dari layanan kesehatan yang berbasis ilmu dan kiat keperawatan,
yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spritual komprehensif, ditujukan bagi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang
mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia (Asmadi, 2008). Salah satu
mutu pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan secara berkesinambungan
adalah mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit (Depkes, 2012).
Populasi perawat di rumah sakit mempunyai proporsi yang lebih besar
dibandingkan tenaga kesehatan lain. Hampir 60-70% dari total sumber daya
manusia yang ada, ditempati oleh perawat. Bahkan, 90% dari pelayanan
kesehatan yang diberikan merupakan bentuk dari pelayanan keperawatan
(Linggardini, 2010). Pelayanan keperawatan profesional dapat tercapai dengan
baik salah satunya dilakukan manajemen keperawatan yang efektif dan efisien.
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena
manajemen adalah penggunaan waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat
manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode
yang berkaitan pada institusi yang besar dan organisasi keperawatan di
dalamnya, termasuk unit. (Asmuji, 2013).
Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan
kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan
kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan
penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah
satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan yaitu apakah pelayanan
keperawatan yang diberikan memuaskan pasien atau tidak (Nursalam, 2011).
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai satu metode perlakuan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga

6
diharapkan keduanya dapat saling menopang, sebagaimana proses keperawatan,
dalam manajemen keperawatan terdiri dari pengumpulan data, identifikasih
masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Karena manajemen
keperawatan mempunyai kekususan terhadap mayoritas tenaga dari pada seorang
pegawai,maka setiap tahapan di dalam proses manajemen lebih rumit di
bandingkan proses keperawatan (Nursalam, 2011).
Mencuci tangan di pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya
preventif yang dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial atau yang sekarang
disebut sebagai HAIs. Infeksi nosokomial atau Healthcare Associated Infections
(HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia dan menjadi isu yang
menarik untuk diteliti terutama tentang upaya pencegahan infeksi tersebut.
Sumber penularan dan cara penularan terutama melaluitangan dan dari petugas
kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter urin, kasa
pembalut atau perban dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi
nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai
seluruh personil yang ada di pelayanan kesehatan. Pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko
terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke
petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas
ke pasien (Rikayanti, 2014).
Mencuci tangan sangatlah penting dilakukan terutama bagi setiap orang
yang berada di pelayanan kesehatan. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan
sabun atau handruboleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata
rantai kuman. Mencuci tangan dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang
lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (Kemenkes,
2014). Mencuci tangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan air

7
dan sabun, dapat pula dilakukan menggunakan cairan berbasis alkohol (WHO,
2014).
Hasil penelitian Suratmi (2018) tentang Pendidikan Kesehatan Dalam
Upaya Praktek Hand Hygiene Pada Penunggu Pasien Di Puskesmas
Karangbinagun Kabupaten Lamongan. Didapatkan hasil bahwa hampir seluruh
penunggu pasien rawat inap di Puskesman Karangbinangun Lamongan tidak
melakukan hand hygiene dengan baik dan benar sebelum dilakukan pendidikan
kesehatan. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan terdapat pengaruh pendidikan
kesehatan hand hygiene pada penunggu pasien rawat inap di Puskesmas
Karnginangun Lamongan.
Dewasa ini patient safety menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013).Patient safety
merupakan komponen vital dan penting dalam asuhan serta langkah untuk
memperbaiki mutu layanan yang berkualitas (Findyartini, 2015).
Penilaian mutu rumah sakit didapatkan melalui sistem akreditasi, salah
satunya adalah sasaran keselamatan pasien karena telah menjadi prioritas untuk
layanan kesehatan di seluruh dunia (Join Commission International, 2015).
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu rumah
sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya
mengukur resiko, indentifikasi, dan pengolahan resiko terhadap pasien, analisa
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan
solusi untuk mengurangi resiko. “safety is a fundamental principle of patient care
and a critical component of hospital quality management” (World Alliance for
Patient Safety, Forward). Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah
tercapainya pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi
adalah invasi tubuh oleh patogen dan mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Orang-orang yang berada di rumah sakit, seperti pasien,

8
petugas kesehatan, penunggu/ pengunjung sangat beresiko terkena infeksi
(Depkes, 2011).
Dewasa ini patient safety menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013). Langkah
sederhana untuk mempertahankan patient safety namun efektif dalam melindungi
pasien dari kejadian infeksi adalah cuci tangan (Williams dalam Aditya, 2019).
Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam
pelayanan kesehatan. Dalam Mustikati (2011) menyatakan bahwa Patient safety
merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang
berkualitas. Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan
pasien antar profesi kesehatan di Rumah sakit merupakan komponen yang
fundamental dalam perawatan pasien (Riesen, 2010).
Transfer informasi pada saat pergantiin shif disebut dengan Handover
adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk
memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu
pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat,
asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi,
(The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 2010). Bedside
handover sangat penting dilakukan untuk mengawasi status kesehatan pasien
yang dapat berubah-ubah kapan saja. Hal ini dapat menjadi tanggung jawab
perawat yang bertugas setiap shift. Selama proses bedside handover berlangsung,
perawat yang akan keluar akan memperkenalkan tim yang bertugas kepada shift
selanjutnya kepada pasien dan secara bersama-sama dengan pasien
membicarakan layanan keperawatan yang akan diterima maupun yang sudah
dilakukan (Chaboyer, Mc Murray, dan Walis, 2010).
Stase kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam tahap profesi
ners menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori

9
manajemen berdasarkan disiplin ilmu keperawatan. Dalam konteks pembelajaran
ini, mahasiswa diberikan wahana berupa ruang rawat inap untuk dikelola dengan
pendekatan proses manjemen keperawatan, salah satunya adalah Ruang Rawat
Inap LCA Rumah Sakit Immanuel.
Ruang Rawat Inap LCA RS Immanuel memiliki 2 ruangan yang di
khususkan untuk pasien Geriatri. Geriatric berasal dari kata geron (usia lanjut)
saat ini ilmu geriatric menjadi sangat penting dan wajib dipahami tenaga
kesehatan karena secara global jumlah populasi penduduk usia lanjut semakin
meningkat (Setiati, 2013).
Lansia merupakan kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih
(WHO, 2015). Menurut UU No. 13/Tahun 1998 disebutkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.Pertumbuhan populasi
lansia di Indonesia pada tahun 2012 termasuk negara Asia ketiga dengan jumlah
populasi tertinggi di atas 60 tahun ke atas yakni setelah Cina 200 juta, India 100
juta dan Indonesia 25 juta Rahmayani, dkk. (2016).
Indonesia termasuk dalam lima besar Negara dengan jumlah lansia
terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah
lansia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun
2014, jumlah lansia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan di perkirakan pada
tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kemenkes RI, 2015).
Menurut data pemerintah, hingga kini jumlah lansia mencapai 18 juta
jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta
lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Nantinya di tahun 2050, satu dari empat
penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan
penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita. Sayangnya, perhatian terhadap
penduduk lansia ini dianggap masih sangat kurang (Haryanto, 2015).
Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Jawa Barat (2014), menunjukkan
jumlah lansia dari tahun 2008-2014. Pada tahun 2008 jumlah lansia ± 2,53 juta
jiwa (5,48%). Pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi ± 2,15 juta jiwa

10
(4,66%), jumlah ini stabil sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 kembali
mengalami peningkatan menjadi 2,19 juta jiwa (4,73%). Dan pada tahun 2014
mengalami penurunan sebesar 0,13 dengan jumlah ± 2,1 juta jiwa
(4,6%).Penduduk lansia di kota Bandung pada tahun 2014 sebesar 4,59%
(113.430 jiwa), dengan jumlah lansia laki-laki 51.206 jiwa dan jumlah lansia
perempuan sebesar 62.224 jiwa (BPS kota Bandung, 2014).
RS Immanuel merupakan Rumah Paripurna yang berada di Kota
Bandung, Jawa Barat. RS Immanuel mempunyai visi “memberikan pelayanan
dan pendidikan kesehatan yang prima dan inovatif berfokus kepada pasien
sebagai perwujudan cinta kasih Allah”. Salah satu Ruangan yang ada di Rs
Immanuel adalah Ruang Rawat Inap LCA yang memiliki kapasitas 23 tempat
tidur dan terdapat ruangan (Geriatri) ruangan kusus lansia, dari data diatas
didapatkan jumlah lansia dari Tahun ke tahun makin meningkat. Proses belajar
ini diharapkan mampu menjadi suatu kesempatan bagi mahasiswa untuk
mengaplikasikan teori-teori manajemen yang dipadukan secara komperhensif
dengan kemampuan intelektual, teknis keperawatan dan kemampuan
interpersonal dalam lingkup tatanan pelayanan kesehatan yang nyata di ruang
rawat inap di bawah arahan dan bimbingan intensif dari pembimbing akademik
dan pembimbing klinik.

Dari hasil kajian situasi yang dilakukan kelompok pada tanggal 9 Maret 2020
didapatkan 3 temuan masalah yang dimana mahasiswa harus dapat mengelola
masalah temuan tersebut sehingga dapat di intervensikan dan dievaluasi dengan
melihat perbandingan dari perubahan tersebut sehingga akan dilakukan rencana
tindak lanjut untuk perbaikan yang lebih baik. Sehingga kelompok harus
melakukan manajemen tata kelola ruang LCA

B. RUMUSAN MASALAH

11
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan adalah
“Bagaimana Pengelolaan Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel ?”

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan konsep, teori dan prinsip manajemen
keperawatan dalam tatanan pelayanan keperawatan dan pengelolaan unit
pelayanan keperawatan di Ruang Inap LCA.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam
pengelolaan unit pelayanan keperawatan
b. Mahasiswa mampu menerapkan model-model atau tipe-tipe
kepemimpinan dalam unit pelayanan keperawatan
c. Mahasiswa mampu bekerja sama dalam tim keperawatan dan tim
kesehatan lainnya
d. Mahasiswa mampu melaksanakan analisis internal dan eksternal (SWOT)
di ruang LCA
e. Mahasiswa mampu membuat prioritas masalah
f. Mahasiswa mampu melakukan analisis Fish Bone
g. Mahasiswa mampu mengaplikasikan rencana kegiatan yang telah di susun
berdasarkan prioritas kegiatan dan rencana kegiatan (POA)
h. Mahasiswa mampu membuat implementasi, evaluasi dan RTL

D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, rumusan masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, sistematika penulisan
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

12
Terdiri dari konsep manajemen dan konsep yang berkaitan dengan
permasalahan yang ditemui diruangan
3. BAB III KAJIAN SITUASI
Terdiri dari profil rumah sakit, profil ruangan, kajian situasi ruangan, analisis
SWOT, matriks IFE EFE IF, fishbone, perumusan masalah dan planning of
action.
4. BAB IV PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada
suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi arah tercapainya
suatu tujuan (Kirsmansa, 2011). Pemimpinnya dikenal dengan istilah team

13
leader (pemimpin kelompok) yang memahami apa yang menjadi tanggung
jawab kepemimpinannya, menyelami kondisi bawahannya, kesediaannya
untuk meleburkan diri dengan tuntutan dan konsekuensi dari tanggung jawab
yang dipikulnya, serta memiliki komitmen untuk membawa setiap
bawahannya mengeksplorasi kapasitas dirinya hingga menghasilkan prestasi
tertinggi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang
supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Seorang
pemimpin yang baik harus pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan
beredukasi pada tindakan atau action Terry dan Leslie (2010). Pemimpin yang
baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan berorentasi
pada tindakan/action (Tappen, 2014).

2. Tipe Gaya Kepemimpinan


Menurut Sutikno gaya kepemimpinan berkembang menjadi beberapa tipe
kepemimpinan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Tipe Otokrastis
Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak
pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang
lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin
yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya
dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik
adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan
sikap yang menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan
bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran
dan pandangan bawahannya.

14
b. Tipe Militeristik
Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin organisasi
militer. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam
menggerakan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem perintah,
senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan senang kepada
formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku
dari bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.
c. Tipe Paternalistis
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan
kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu
berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan
sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan
perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin
yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya
merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan
organisasi.

d. Tipe Karismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus yaitu
daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh
pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi. Hingga
sekarang, para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa
seorang pemimpinmemiliki kharisma. Yang diketahui ialah bahwa
pemimpin yang demikian mempunyai daya penarik yang amat besar.
e. Tipe Demokratis

15
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern.
Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai
berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima
saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan;
ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya
untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak
lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih
sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin.

B. Konsep Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Menurut Terry (2010) menejemen merupakan suatu proses khas yang
terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Menurut Gillies (Nursalam, 2011), manajemen adalah suatu proses
dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain dan manajemen
keperawatan adalah suatu proses kerja melalui anggota staf keperawatan

16
untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Manajer
keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan
mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan seekfektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga
dan masyarakat.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen
a. Planning (perencanaan)
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi
sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang akan daoat ditetapkan tugas-
tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai
pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan
sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas-
tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)
Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data
yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
Proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja
secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan
keterampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya
yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
Proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan
yang terjadi.
e. Staffing

17
Kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian meliputi: rekruitmen,
wawancara, mengorientasikan staf, menjadwalkan dan
mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf (Nursalam,
2011). Unsur yang dikelola sebagai sumber manajemen adalah man,
money, material, method, machine, dan Environtment.

3. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan


Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan:
a. Manajemen keperawatan adalah perencanaan.
Perencanaan merupakan yang utama untuk seluruh aktivitas atau dari
fungsi-fungsi manajemen. Perencanaan akan menolong pekerja-pekerja
mencapai kepuasan bekerja. Nursalam (2011) menspesifikasikan 6 tahap
dalam proses perencanaan:
a) tahap merancang; b) tahap delegasi; c) tahap mendidik; d) tahap
perkembangan; e) tahap implementasi; f) tahap tindak lanjut.
b. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif.
Keberhasilan rencana perawat klinis dipengaruhi oleh penggunaan waktu
yang efektif.
c. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.Manajemen
keperawatan membutuhakan keputusan yang dibuat oleh perawat manajer
pada setiap tingkatan bagian di bangsal atau unit.
d. Manajemen keperawatan adalah suatu formulasi dan pencapaian tujuan
sosial. Perubahan sosial penting dalam hubungannya dengan kebutuhan
kesehatan orang miskin, orang yang tinggal di kota besar dan orang yang
berpaparan dengan polusi lingkungan.
e. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian. Pengorganisasian
adalah pengidentifikasian kebutuhan organisasi dari pernyataan misi
kerja yang dilakukan dan menyesuaikan desain organisasi dan struktur
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Ada empat bentuk stuktur

18
organisasi: 1) unit; 2) departemen; 3) puncak: divisi atau tingkat
eksekutif dari manajemen organisasi; 4) tingkat operasional, meliputi
semua fase pekerjaan dalam struktur organisasi.
f. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat
sosial, disiplin dan bidang studi. Divisi keperawatan mempunyai fungsi
manajemen tentang pemenuhan tujuan dan sasaran, tugas-tugas
manajemen dan kerja manajemen. Aktivitas-aktivitas ini dilakukanoleh
perawat manajer dengan jabatan yang menunjukkan peningkatan
tanggung jawab.
g. Manajemen keperawatan adalah bagian aktif divisi keperawatan. Divisi
keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan
penampilan kerja yang baik.
h. Manajemen keperawatan mengarahkan dan memimpin.Pengarahan
adalah elemen tindakan dari manajemen keperawatan, proses
interpersonal yang dengannya petugas keperawatan menyelesaikan
sasaran keperawatan.
i. Manajemen keperawatan merupakan komunkasi efektif. Komunikasi
yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan
persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai.
j. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi
penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian
instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar,
membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki
kekurangan. Fungsi pengendalian dari manajemen keperawatan sering
disebut pengevaluasian (Swansburg, 2000).

4. Lingkup Manajemen Keperawatan

19
Upaya mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri
besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan (Nursalam, 2011).
Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi
semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan
membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada (Nursalam,
2011). Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh
gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat didalamnya (Nursalam,
2011).
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer
keperawatan yang efektif sudah semestinya memahami hal ini dan
memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana
meliputi:
a. Menetapkan penggunaan proses keperawatan.
b. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan.Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang
dilaksanakan oleh perawat.
c. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan.
d. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan (Nursalam, 2011).
5. Proses Manajemen Keperawatan
Menurut Nursalam (2011) proses manajemen keperawatan terdiri atas:
a. Pengkajian (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi
tentang keadaan klien, melainkan juga mengenai institusi (rumah
sakit/puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi, dan bagian
keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan
secara keseluruhan.Pada tahap ini, perawat harus mampu
mempertahankan level yang tinggi bagi efisiensi salah satu bagian
dengan cara menggunakan ukuran pengawasan untuk
mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan setelah terbentuk

20
kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut perlu diubah atau ada hal-
hal yang perlu dikoreksi.
b. Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang
strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam
asuhan keperawatan kepada semua klien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran  dan tipe tenaga
keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang
dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan
dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan misi yang telah
ditetapkan.
c. Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang
lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen terdiri dari
bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah
direncanakan.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini manajemen akan
memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan.

C. Model Praktek Keperawatan Profesional


1. Pengertian
MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai
profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian

21
asuhan tersebut. Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah
suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi
perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus dan Panjaitan, 2011).
Unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan MPKP,
yaitu:
a. Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien
sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat tidak sesuai
dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan , maka tidak ada waktu bagi
perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan. Akibatnya perawat
hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat melakukan
tindakan terapi keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan
kesehatan.
b. Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu kepala
ruang, perawat primer dan perawat asosiate, sehingga peran dan fungsi
masing masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat
tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.
c. Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra, maka
PP hanya me lakukan validasi terhadap ketepatan penentuan diagnosis
berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak
tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan (Sitorus
dan Panjaitan, 2011).

2. Peran dan Tanggung Jawab Dalam MPKP


a. Peran Kepala Ruangan (Karu)

22
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, karu melakukan
ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat, meliputi :
menanyakan keadaan pasien dan kebutuhannya serta
mengobservasi keadaan infuse, tetesan infus dan bila ada obat
yang belum diminum oleh pasien segera diberikan dengan
memberikan motivasi kepada pasien tentang kegunaan obat.
2) Memimpin sharing pagi
3) Memimpin operan pagi
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh
Kepala Tim dalam pemberian asuhan keperawatan pada hari itu.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi : pengisian askep, visite dokter (advise), pemeriksaan
penunjang (hasil lab), dll
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di
area tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
b. Ketua Tim (KATIM)
1) Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok
pasien oleh Tim keperawatan dibawah koordinasinya.
2) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien yang
dikoordinirnya pada saat Pre Confrence
3) Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat
untuk setiap pasiennya.
4) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
rencana yang telah dibuat PP
5) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
dibawah koordinasinya pada saat Post Confrence.

23
c. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
a) Tugas Utama: Menggantikan fungsi pengatur pada saat shift
sore/malam dan hari libur.
b) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam.
c) Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung
jawabnya
d) Memastikan seluruh PA melaksanakan Askep sesuai rencana
yang telah dibuat PP
e) Mengatasi permasalahan yang terjadi diruang perawatan
f) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
d. Perawat Pelaksana (PP) & Perawat Asosiet (PA)
1) Tugas Utama :Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan
pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan
evaluasi (follow up) perkembangan pasien.
2) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
oleh PA
3) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana (Sitorus dan Panjaitan, 2011).

D. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan


Berikut adalah beberapa jenis model metode asuhan keperawatan menurut
Marquis & Huston (2010) di antaranya yaitu:
a. Metode Fungsional
Merupakan pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan
kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Setiap
perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat luka dan
injeksi) untuk semua klien yang ada pada unit perawatan tersebut. Kepala

24
ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima
laporan tentang semua klien dan menjawab semua pertanyaan tentang klien.
1) Kelebihan :
a) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu,
b) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai
tugas,
c) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang
kurang berpengalaman untuk suatu tugas yang sederhana,
d) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta
didik yang praktek untuk keterampilan tertentu.
e) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas, dan pengawasan yang baik.

2) Kekurangan:

a) Pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau tidak total sehingga


proses keperawatan sulit dilakukan.
b) Apabila pekerjaaan selesai cederung perawat meninggalkan
klien dan melakukan tugas non keperawatan.
c) Tidak memberikan kepuasan pada klien maupun perawat.
d) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja.
e) Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit
diidentifikasikan kontribusinya terhadap pelayanan klien.

25
Bagan 2.1
Pembagian Tugas Metode Fungsional

Kepala Ruangan

Perawat: Perawat: Perawat: Perawat:


Pengobatan Perawatan Pengobatan Perawatan
luka luka

Pasien

Sumber: Nursalam 2011

b. Metode TIM
Menurut Marquis & Huston (2010), metode ini menggunakan tim yang
terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok klien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3
tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
tim kecil yang saling membantu. Pembagian tugas dalam kelompok atau grup
dilakukan oleh ketua kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung jawab
dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan
kemajuan pelayanan perawatan pasien, serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan, selanjutnya ketua tim
yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau
asuhan keperawatan terhadap klien.
1) Keuntungan
a) Menungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c) Memungkinkan antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.

26
2) Kelemahan
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
3) Konsep Metode Tim
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan.
b) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
terjamin.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruangan penting dalam metode ini.
4) Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Membuat perencanaan.
b) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.
c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien.
5) Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dibawah tanggung
jawabnya.
b) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c) Memberikan laporan.
d) Mengembangkan kemampuan anggota.
e) Menyelenggarakan konferensi.
6) Tanggung Jawab kepala ruangan
a) Perencanaan
 Menunjuk ketua tim yang akan bertugas diruangan masing-
masing.
 Mengikuti serah terima pasien pada waktu penggantian shift.

27
 Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan bersama
ketua tim.
 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
 Mengikuti visite dokter.
 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan.
 Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.
 Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.
 Membantu mengembangkan niat pendidikan dan pelatihan diri.
 Membantu membimbing peserta didik keperawatan.
 Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah
sakit.
b) Pengorganisasian
 Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
 Merumuskan tujuan metode penugasan.
 Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
 Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek.
 Mendelegasikan tugas kepada ketua tim saat kepala ruangan
tidak berada di tempat.
 Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien. Mengidentifikasi masalah dan cara
penyelesaiannya.
c) Pengarahan
 Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
 Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik.

28
 Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap.
 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.
 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
 Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya.
 Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d) Pengawasan
 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
 Melalui supervisi: pengawasan langsung melalui inspeksi dan
pengawasan tidak langsung dengan mengecek daftar hadir ketua
tim.
e) Evaluasi
 Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.

Bagan 2.2
Pembagian Tugas Metode Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim Anggota Tim

Pasien Pasien Pasien

29
Sumber : Nursalam (2011)

c. Metode Primer
Menurut Marquis & Huston (2010), pengorganisasian pelayanan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh satu orang ”Registered Nurse” sebagai
perawat primer yang bertanggung jawab dalam asuhan keperwatan selama 24
jam terhadap klien yang menjadi tanggung jawab mulai dari masuk sampai
pulang dari rumah sakit. Apabila perawat primer libur atau cuti, tanggung
jawab dalam asuhan keperawatan klien diserahkan kepada teman kerjanya
yang satu level, satu tingkat pengalaman dan keterampilan (associated
nurse). Metode ini ditandai oleh adanya keterkaitan kuat, terus menerus
antara klien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,
dan mengkoordinasikan asuhan keperawatan selama klien dirawat. Metode
ini mendorong kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana
asuhan dan pelaksana.

Bagan 2.3
Pembagian Tugas Metode Primer

Tim medis Karu Sarana RS

Perawat Primer

Pasien/Klien

Perawat Perawat
Pelaksana Perawat Pelaksana
Evening Pelaksana Jika Diperlukan
Night Days

30
Sumber : Nursalam (2011

d. Metode Kasus
Menurut Nursalam (2011) setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh
kebutuhan klien saat ia dinas. Klien akan dirawat oleh perawat yang berbeda
pada setiap shif dan tidak ada jaminan bahwa klien akan dirawat oleh orang
yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya
diterapkan satu klien satu perawat, dalam hal ini umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau perawat khusus seperti isolasi, dan intensive care.
1) Keuntungan

a) Perawat lebih memahami kasus perkasus.

b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

2) Kerugian

a) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.

b) Selanjutnya perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai


kemampuan dasar yang sama.

Bagan 2.4
Pembagian Tugas Manejemen Kasus

Kepala
Ruangan

Staf Perawat Staf perawat


Staf perawat

Pasien Pasien
Pasien

31
Sumber: Nursalam (2011)
e. Model Modifikasi Tim – Primer (Moduler)
Nursalam (2011) pada model ini digunakan secara kombinasi dari kedua
sistem yang didasarkan pada beberapa alasan:

1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena sebagai


perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 atau
setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni karena tanggung jawab
asuhan keperawatan terfragmentasi pada berbagai tim.
3) Melakukan kombinasi diharapkan kontinuitas asuhan keperawatan dan
akontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, sedangkan
perawat primer sebagai ketua tim akan memberikan bimbingan kepada
anggota tim tentang asuhan keperawatan. Dengan menggunakan model
modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang perwat primer
dengan kualifikasi S1 keperawatan dan kepala ruangan S1 keperawatan
serta perawat associate dengan kualifikasi pendidikan D3 keperawatan
Tabel 2.1

Peran dari Pembagian Tugas Modifikasi Tim Primer (Moduler)

Kepala Perawat Perawat primer Perawat Associate

1. Menerima klien. 1. Membuat perencanaan asuhan 1. Memberik


2. Memimpin rapat. keperawatan. an asuhan
3. Evaluasi kinerja 2. Mengadakan tindakan keperawatan.
perawat. kolaborasi. 2. Mengikuti
4. Membuat daftar dinas.3. Memimpin timbang terima. timbang terima.
5. Menyediakan material.4. Mendelegasikan tugas. 3. Melaksana
6. Perencanaan, 5. Memimpin ronde keperawatan. kan tugas yang

32
pengawasan, dan 6. Evaluasi pemberian asuhan didelegasikan.
pengarahan. keperawatan. 4. Mendoku
7. Bertanggung jawab terhadap mentasikan tindakan.
klien 5. Melaporka
8. Memberi petunjuk jika klien n asuhan keperawatan
akan pulang. yang dilaksanakan.
9. Mengisi resume keperawatan
Sumber: Nursalam (2011

Bagan 2.5
Pembagian Tugas Modifikasi Tim Primer

Kepala Ruangan

Perawat Perawat Perawat


Primer Primer Primer

3 Perawat 3 Perawat 3 Perawat


Associate Associate Associate

7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien


Sumber: Nursalam (2011)

E. Konsep Analisis SWOT


1. Pengertian Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisisi ini didasarkan pada logika

33
yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (oppurtunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan
ancaman (threats). SWOT merupakan singkatan dari strength (kekuatan),
weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan threats (ancaman).
Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal
organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal organisasi.
Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan
internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal
organisasi.
a. Kekuatan (strength) adalah suatu kondisi di mana perusahaan mampu
melakukan semua tugasnya secara sangat baik (diatas rata-rata industri).
b. Kelemahan (weakness) adalah kondisi di mana perusahaan kurang mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik di karenakan sarana dan
prasarananya kurang mencukupi.
c. Peluang (opportunity) adalah suatu potensi bisnis menguntungkan yang
dapat diraih oleh perusahaan yang masih belum di kuasai oleh pihak
pesaing dan masih belum tersentuh oleh pihak manapun.
d. Ancaman (threats) adalah suatu keadaan di mana perusahaan mengalami
kesulitan yang disebabkan oleh kinerja pihak pesaing, yang jika dibiarkan
maka perusahaan akan mengalami kesulitan dikemudiaan hari.
2. Tujuan Analisis SWOT
Analisis SWOT dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan.
Sebagaimana Sukristono (1995) menjelaskan bahwa analisis SWOT dapat
digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
a. Apabila analisis tersebut dimaksudkan untuk menilai data dan informasi
guna keperluan penyusunan rencana strategi untuk keseluruhan
perusahaan (corporate level strategic planning) maka data dan informasi
yang dinilai adalah data dan informasi yang mencakup keseluruhan
perusahaan. Demikian pula halnya dengan asumsi-asumsi yang disusun.

34
Hasil analisis SWOT untuk tujuan ini adalah memberikan gambaran
posisi suatu perusahaan yang menggambarkan strengths dan weaknesess
perusahaan secara keseluruhan atau SWOT overall (analisis SWOT
dengan tujuan inilah yang dapat digunakan sebagai tools di dalam
melakukan audit pemasaran).
b. Sedangkan apabila analisis SWOT dimaksudkan untuk tujuan menilai
data dan informasi suatu Strategi Business Unit (SBU) (strengths dan
weaknesess SBU) maka analisis SWOT dimaksudkan sebagai analisis
dalam rangka penyusunan rencana strategis suatu SBU.
c. Analisis SWOT dapat juga ditujukan untuk penyusunan rencana
operasional atau program kerja fungsional. Karenanya, analisis untuk
tujuan ini disebut pula dengan analisis SWOT fungsional. Dalam analisis
SWOT fungsional, data dan informasi intern yang dianalisis adalah data
dan informasi yang berasal dari suatu bidang kegiatan tertentu atau
bidang unit kerja tertentu. Sedangkan data eksteren adalah data yang
relevan dengan bidang kerja yang bersangkutan. Bidang-bidang tersebut
dapat berupa bidang pemasaran, keuangan, logistik, dan lain sebagainya.
Tentunya hasil analisis SWOT ini dapat pula menghasilkan rencana
tujuan-tujuan, sasaran-sasaran serta strategi bidang kerja yang
bersangkutan.
3. Matriks SWOT
Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan
eksternal dan internal dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO,
Strategi SO, Strategi WO, Srtategi ST, dan Strategi WT dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
perusahaan.

35
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang
bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan
dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancama eksternal.
d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan
dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghidari ancaman.

F. Konsep Fishbhone
1. Pengertian FISHBHONE
Diagram FISHBHONE merupakan suatu alat visual untuk
mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara
detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan.
Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah
permasalahan mendasar diletakan pada bagian kanan dari diagram atau pada
bagaian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan
digambarkan pada sirip dan durinya. FISHBHONE analisis meliputi :
a. Metode sederhana yang dapat dipergunakan untuk menelusuri penyebab
sutau permasalahan terjadi
b. Melibatkan partisipasi semua orang
c. Dasarnya adalah prinsip bahwa pemikiran yang bersumber dari orag
banyak lebih baik dari satu orang
d. Dinamakan diagram tulang ikan karena bentuk dari diagram ini seperti
tulang ikan, dengan permasalahan sebagai kepalanya, dan penyebab-
penyebab yang ada sebagai durinya

2. Manfaat Diagram FISHBHONE (Tulang Ikan)


Fungsi dasar diagram Fishbone (tulang ikan)/Cause and effect (sebab dan
akibat)/ ishikawa adalah : untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi

36
penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu effect spesifik dan
kemudian memisahkan akar penyebabnya sering dijumpai orang menyatakan
“ penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus harus menguji
apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apa atau

Man Money Methode

Masalah

Materials Machinies Enviroment

Dari analisa fishbone diperoleh kesimpulan yang memberikan gambaran spesifik


tentang penyebab dari satu efek atau problem. Temuan penyebab yang spesik tersebut
menjadi dasar untuk mendesain atau merancang program solutif untuk mengatasi efek
permasalahan. (Hendra poerwanto G ).

Tabel 2.2
Matriks SWOT
Internal Streghts-S Weakness –W
Catatalah kekuatan- Catatlah kelemahan-kelemahan
kekuatan internal internal perusahaan
Eksternal perusahaan
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
Catatlah peluang- Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
peluang eksternal meraih keuntungan kelemahan dengan
yang ada dari peluang yang ada memanfaatkan keuntungan dari

37
peluang yang ada
Threats-T Straregi ST Strategi WT
Catatlah Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
ancaman- menghindari ancaman kelemahan dan menghindari
ancaman ekternal ancaman.
yang ada

(Nursalam, 2011)

G. Ketenagakerjaan
1. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan adalah proses membuat perencanaan
untuk menentukan berapa banyak dan dengan kriteria tenaga yang seperti apa
pada suatu ruangan tiap shiftnya. Berbagai cara perhitungan kebutuhan tenaga
perawat diruang rawat inap yang dapat menjadi acuan, seperti:
a. Jumlah BOR

BOR = Jumlah hari perawatan x 100


Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam setahun

b. Formula gillies

AxBx 365
TenagaPerawat(TP )=
(365−C )xjam ker ja/hari

Keterangan:
A : jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan
klien)
B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)

38
C : Jumlah hari libur 78 hari (libur hari minggu = 52 hari, cuti
tahunan = 12 hari, libur Nasional = 14 hari)
365 hari : Jumlah hari kerja setahun
6 jam : Jam kerja perhari

c. Depkes RI 2005

Loss Day=

jmlh hari minggu dalam 1tahun +cuti+ haribesar


x jmlh perawat
jmlh hari kerja efektif

d. Douglas

Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas dihitung


berdasarkan tingkat ketergantungan untuk setiap shift pasien dan hasil
keseluruhan ditambah sepertiga (1/3). Klasifikasi derajat ketergantungan
pasien terhadap keperawatan menurut Douglas berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
Perawatan minimal memerlukan waktu selama 1 – 2 jam/24 jam, dengan
kriteria:

1) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.


2) Makan dan minum dilakukan sendiri
3) Ambulasi dengan pengawasan.
4) Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift.
5) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
6) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

39
Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam dengan
kriteria:

1) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.


2) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
3) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
4) Folley catheter/intake output dicatat.
5) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan memerlukan
prosedur.

Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam


dengan kriteria :

1) Segalanya diberikan/dibantu.
2) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena.
4) Pemakaian suction.
5) Gelisah/disorientasi (Nursalam, 2011)

Tabel 2.2 Kebutuhan Perawat Berdasarkan Klasifikasi Pasien

Klasifikasi Pasien
Jumlah
Perawatan Minimal Perawatan Parsial Perawatan Total
Pasien
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam

1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20

2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40

3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60

Dst

40
(Nursalam, 2011)

H. Konsep Plan of Action (PoA)


1. Pengertian Plan of Action (PoA)
POA adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan
perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi,
menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab
masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu
melakukan penyuunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK). Plan of Action
(PoA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah
proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan
dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain:
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif
pemecahan masalah
c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber
daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya. Menurut
Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan
sebelum menyusun Plan of Action (PoA), yaitu dengan memperhatikan
kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan (input),
seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau Cara, dan
Sumber Daya Manusia (SDM).

41
2. Tujuan Plan of Action (PoA)
Tujuan dari Plan of Action (PoA), antara lain:
a. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
b. Menguji dan membuktikan bahwa:
1) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah
dijadwalkan
2) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
3) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
4) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat
diperoleh
5) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan.
c. Berperan sebagai media komunikasi
1) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam
organisasi memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
2) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian
sasaran.

3. Kriteria Plan of Action (PoA) yang Baik Dalam penerapannya


Plan of Acton (PoA) harus baik dan efektif agar kegiatan program yang
direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa
kriteria Plan of Acton (PoA) dikatakan baik, antara lain:
a. Spesific (spesifik) : Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan
dengan keadaan yang ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu
penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan
mengkomunikasikannya.
b. Measurable (terukur) : Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan
apa yang sesungguhnya telah dicapai.

42
c. Attainable/achievable (dapat dicapai) : Rencana kegiatan harus dapat
dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti bahwa rencana
tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan
anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan
juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
d. Relevant (sesuai) : Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan
di suatu organisasi atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi.
Harus sesuai dengan pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut

I. Konsep Handover
1. Pengertian Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama
untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah
satu pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang
rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi
berlisensi, (The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety,
2010). Menurut Australian Medical Association dalam kamil 2011),
mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab profesional dan
akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan untuk pasien, atau
kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional secara
sementara atau permanen.

2. Prinsip-prinsip
Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Friesen,
White, dan Byers dalam Kamil 2011) memperkenalkan enam standar prinsip
serah terima pasien, yaitu:
a. Kepemimpinan dalam dalam serah terima pasien
Semakin luas proses serah terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan
serah terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola

43
serah terima pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang
komprehensif dari proses serah terima pasien dan perannya sebagai
pemimpin. Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi
pasien yang memburuk.
b. Pemahaman tentang serah terima pasien
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa serah
terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari
pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien.
c. Peserta yang mengikuti serah terima pasien harus mengidentifikasi dan
mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala
tentang proses serah terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus hadir,
jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan dimasukkan
sebagai peserta dalam kegiatan serah terima pasien. Dalam tim
multidisiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan
anggota multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan.
d. Waktu serah terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk serah terima
pasien. Hal ini sangat direkomendasikan, di mana strategi ini
memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Serah terima
pasien tidak hanya pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi
perubahan tanggung jawab, misalnya; ketika pasien diantar dari bangsal
ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan. Ketepatan waktu serah terima
sangat penting untuk memastikan proses perawatan yang berkelanjutan,
aman dan efektif.
e. Tempat serah terima pasien
Sebaiknya, serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi tempat
tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap
muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah
terima pasien berlangsung efektif dan aman.

44
Untuk komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat serah terima
pasien bebas dari gangguan, misal; kebisingan di bangsal secara umum
atau bunyi alat telekomunikasi.
Bedside handover sangat penting dilakukan untuk mengawasi status kesehatan
pasien yang dapat berubah-ubah kapan saja. Hal ini dapat menjadi tanggung
jawab perawat yang bertugas setiap shift. Selama proses bedside handover
berlangsung, perawat yang akan keluar akan memperkenalkan tim yang
bertugas kepada shift selanjutnya kepada pasien dan secara bersama-sama
dengan pasien membicarakan layanan keperawatan yang akan diterima
maupun yang sudah dilakukan (Chaboyer, Mc Murray, dan Walis, 2010).

J. Konsep Hand Hygiene dan Five Moment


1. Definisi Hand Hygiene
Kesadaran cuci tangan (hand hygiene) pada petugas kesehatan
merupakan perilaku yang mendasar dalam upaya mencegah infeksi silang.
Cuci tangan mempunyai pengaruh besar terhadap pencegahan terjadinya
infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat mempunyai andil besar karena
berinteraksi dengan pasien selama 24 jam (Neila Fauza, dkk 2014)
Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu mendampingi
pasien, maka di asumsikan ikut mengambil faktor yang mempunyai pengaruh
besar terhadap peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di terhadap pencegahan
infeksi nosokomial di rumah sakit.
Kebersihan tangan merupakan hal paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan semua
kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikoorganisme pada

45
kulit, di mana mikroorganisme ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan
lingkungan(Kemenkes RI, 2011).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan,
di antaranya:
a. Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan terhindar
kontaminasi patogen dari dan ke permukaan.
b. Bila tangan jelas terlihatkotor, mengandung bahan berprotein, cairan
tubuh, lakukan cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air
mengalir.
c. Bila tangan tidak jelas terlihatkotor, dekontaminasi dengan alkohol
handrub.
d. Melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan
pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.
e. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun telah menggunakan sarung
tangan atau alat pelindung lain. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga
dapat mengurangi penyebaran infeksi danlingkungan tetap terjaga
(Rafitah Ferdinah, 2017).
Menurut WHO(2009), terdapat lima indikasi kebersihan tangan yang
kemudian di kembangkan oleh Komite PPIRS Rumah Sakit Y (2015)
menjadi sebagai berikut:
a. Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila terlihat kotor
atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya, atau setelah
menggunakan toilet.
b. Apabila terbukti atau dicurigai kuat memiliki kontak dengan patogen
yang kemungkinan membentuk spora.
c. Penggunaan handrub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptik tangan
rutin pada semua situasi dan bila tangan tidak terlihat kotor.

46
d. Dilakukan kebersihan tangan pada kondisi berikut: sebelum dan sesudah
menyentuh pasien; sebelum melakukan tindakan invasif untuk perawatan
pasien, tidak peduli apakah menggunakan sarung tangan atau tidak;
setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak intak, atau merawat luka; apabila berpindah dari area tubuh
yang terkontaminasi ke area tubuh lain selama perawatan pada pasien
yang sama; setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek
termasuk peralatan medis; setelah melepas sarung tangan steril.
e. Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan.

Keefektifan kegiatan cuci tangan ini juga harus didukung dengan sarana
cuci tangan yang memadai. Sarana tersebut yaitu: (Kemenkes RI, 2011)
a. Air mengalir
Air mengalir merupakan sarana utama untuk cuci tangan disertai dengan
saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Air mengalir
dapat melepaskan mikroorganisme dari tangan karena gesekan mekanis
atau kimiawi saat cuci tangan. Air mengalir tersebut dapat berupa kran
atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur
dengan gayung tidak dianjurkan karena memiliki risiko kontaminasi yang
cukup besar, baik melalui gagang gayung maupun dari percikan air bekas
cucian yang dapat kembali ke bak penampungan air bersih.
b. Sabun
Sabun yang digunakan dalam proses mencuci tangan tidak dapat
membunuh mikroorganisme tetapi hanya menghambat dan mengurangi
jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan
sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air.Namun,meskipun jumlah mikroorganisme dapat
berkurang, cuci tangan dalam frekuensi yang sering dapat membuat

47
lapisan lemak kulit menghilangdan membuat kulit menjadi kering dan
pecah-pecah.
c. Larutan antiseptik
Larutan antiseptik atau antimikroba topikal digunakan untuk menghambat
aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Tingkat efektivitas,
aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah pemakaian antiseptik
tergantung oleh keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit
masing-masing individu.Pemilihan antiseptik yang digunakan perlu
mempertimbangkan beberapa kriteria, di antaranya:
1) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillusdan
tuberculosis, fungi, endospora).
2) Efektivitas, kecepatan aktivitas awal, dan efek residu, aksi yang lama
setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan.
3) Tidak mengakibatkan iritasi kulit dan alergi.
4) Dapat diterima secara visual maupun estetik.
5) Lap tangan yang bersih dan kering
Ada sebelas langkahyang diadaptasi dari WHO guidelines on hand hygiene in
health care : first global patient safety challenge tahun 2009 dalam prosedur
standar membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir yang harus
dilakukankira-kira dalamwaktu satu menit, yaitu sebagai berikut:
a. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
b. Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan tangan
c. Ratakan dengan kedua telapak tangan;
d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
e. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

48
g. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
h. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
i. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
j. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-
benar kering
k. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran
Jika tidak terdapat fasilitas air mengalir untuk mencuci tangan, maka
dapat dipertimbangkan untuk menggunakan larutan berbasis alkohol tanpa air
(handrub antiseptic).Penggunaan handrubini akan lebih efektif dalam
penurunan jumlah flora tangan awal pada tangan yang bersih, dapat
melindungi dan melembutkan kulit karena berisi emolien seperti gliserin,
glisol propelin, atau sorbitol.Teknik untuk menggosok tangan dengan handrub
antisepticadalah sebagai berikut:(WHO, 2009)
a. Tuangan handrubberbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh
permukaan tangan dan jari-jari (kira-kira 3-5 cc atau satu sendok teh)
b. Gosokkan kedua telapak tangan
c. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
d. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
g. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
h. Diamkan tangan hingga kering.Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kebersihan tangan dengan menggunakan handrub antiseptic adalah kurang
lebih 20-30 detik (WHO, 2009). Perlu di perhatikan bahwa penggunaan

49
handrub antiseptic ini tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,
sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh maka harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
terlebih dahulu. Selain itu, jika telah menggunakan handrub antiseptic 5-
10 kali maka tetap diperlukan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir untuk mengurangi penumpukan emolien pada tangan.

2. Defenisi Five Moment


Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari kewaspadaan
standard merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah
penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (WHO,
2008). Mencuci tangan dengan sabun dan air telah digunakan untuk
meningkatkan kebersihan pribadi selama berabadabad. Namun, hubungan
antara cuci tangan dan penyebaran penyakit baru didirikan pada pertengahan
abad kesembilan belas. Seorang petugas medis Austria, Ignaz Semmelweis,
dianggap menjadi orang pertama yang mengakui bahwa infeksi didapat di
rumah sakit langsung ditularkan melalui tangan petugas kesehatan.
Kebersihan tangan tetap menjadi dasar pencegahan infeksi. Dan menurut
penelitian kepatuhan petugas layanan kesehatan dalam cuci tangan masih di
bawah 40% (Koutokidis, Kate & Jodie, 2013:370). Oleh karena itu, praktik
kebersihan tangan yang buruk pada petugas layanan kesehatan sangat terkait
dengan transmisi infeksi kesehatan dan merupakan faktor utama dalam
penyebaran patogen resisten antibiotik di dalam fasilitas kesehatan. (Galuh
Nilawati,2016).
Salah satu pencegahan infeksi rumah sakit adalah dengan menjaga
kebersihan tangan (Khoiriyati, 2013). Kepatuhan petugas kesehatan dalam
melakukan hand hygiene dengan teknik enam langkah dan waktu lima momen
(five moments) di rawat inap merupakan salah satu indikator mutu area
sasaran patient safety yang ada pada Standar Pelayanan Minimal (SPM).

50
Mencuci tangan merupakan hal yang penting pada setiap lingkungan tempat
klien dirawat, termasuk rumah sakit. Tujuan mencuci tangan adalah untuk
menghilangkan mikroorganisme sementara yang mungkin ditularkan ke
perawat, klien, pengunjung, atau tenaga kesehatan lain (Berman, Shirlee,
Barbara, & Glenora, 2009:2)
WHO menetapkan lima waktu untuk pelaksanaan hand hygiene (World
Health Organization, 2009b) yaitu five moments hand hygiene :

a. Sebelum menyentuh pasien, bersihkan tangan sebelum menyentuh pasien


untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan
petugas.
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik, bersihkan tangan segera sebelum
melakukan tindakan aseptik untuk melindungi pasien dari bakteri patogen,
termasuk yang berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri yang bisa
memasuki bagian tubuh.
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, bersihkan tangan setelah
kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas
sarung tangan untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya
bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
d. Setelah kontak dengan pasien, bersihkan tangan setelah menyentuh pasien,
sesaat setelah meninggalkan pasien untuk melindungi petugas kesehatan
dan area seklilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien
e. Setelah menyentuh benda-benda dilingkungan sekitar pasien, bersihkan
tangan setelah menyentuh objek atau furniture yang ada di sekitar pasien
saat meninggalkan pasien, walaupun tidak menyentuh pasien untuk
melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri
patogen yang berasal dari pasien.

Jika petugas kesehatan berada dalam lima kondisi tersebut, petugas harus
melaksanakan hand hygiene agar tangan petugas tidak terkontaminasi.

51
Handhygiene yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, agar
kuman yang terdapat pada tangan bila dihilangkan.

K. Konsep Geriatri
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. World Health Organization(WHO),
lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun atas (Azizah 2011).
Lansia merupakan tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi
dan perubahan peran, yang dapat menyebabkan stress psikososialPotter &
Perry (2010).
2. Klasifikasi
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia menurut Maryam,
dkk (2008).
a. Pra Usia Lanjut (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Usia Lanjut Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Usia Lanjut Potensi
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
e. Usia Lanjut Tidak Potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.

52
3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Nugroho (2015) perubahan fisik dan fungsi akibat proses menua sebagai
berikut:
a. Perubahan fisik
1) Sel
Perubahan yang terjadi pada sel, akibat proses penuaan pada lansia
adalah antara lain:
a) Jumlah sel menurun/lebih sedikit
b) Ukuran sel lebih besar
c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang
d) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun
e) Jumlah sel otak menurun
f) Mekanisme perbaikan sel terganggu
g) Otak menjadi artofi, beratnya berkurang 5-10%
h) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
2) Sistem saraf
Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan akibat proses penuaan
pada lansia adalah antara lain:
a) Menurun hubungan persarafan
b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang
setiap harinya)
c) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stres.
d) Saraf panca indra mengecil.
e) Penglihatan berkurang, pendnegaran menghilang, saraf penciuman
dan perasa mengecil, lebaih sensitifterhadap perubahan suhu, dan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
f) Kurang sensitif terhadap sentuhan
g) Defisit memori

53
3) Sistem pendengaran.
Perubahan yang terjadi pada sistem pendengaran akibat proses penuaan
pada lansia adalah antara lain:

a) Gangguan pendnegaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga


dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%terjadi pada usia di atas
umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat menegeras karena meningkatnya
keratin.
d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan / stres.
e) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus-menerus atau intermiten).
f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau
berputar).

4) Sistem penglihatan
Perubahan yang terjadi pada sistem penglihatan akibat proses penuaan
pada lansia adalah antara lain:

a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang


b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat.

54
e) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia,
seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya
elastisitas lensa.
f) Lapang pandang menurun: luas pandnagan berkuarang.
g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau
pada skala.

5) Sistem kardiovaskular
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat proses penuaan
pada lansia adalah antara lain:

a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.


b) Elastisitas dinding aorta menurun.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume
menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200-umur)
d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun).
e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan.
g) Tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat. Sistole normal ±170 mmHg, diastole ±95 mmHg.

6) Sistem pengaturan suhu tubuh


Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu.Kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:

55
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35̊C ini
akibat metabolisme yang menurun.
b) Pada kondisis ini, lanjut usia akan meras kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat, dan gelisah.
c) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

7) Sistem pernafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan akibat proses penuaan
pada lansia adalah sebagai berikut:
a) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku.
b) Aktivitas silia menurun.
c) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan
kedalaman bernafas menurun.
d) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progesif) dan jumlah
berkurang.
e) Berkurangnya elastisitas bronkus.
f) Oksigen pada erteri menurun menjadi 75 mmHg.
g) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
h) Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
i) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
j) Sering terjadi emfisema senilis.
k) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan
menurun seiring pertambahan usia.

8) Sistem pencernaan
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan akibat proses penuaan
pada lansia adalah sebagai berikut:

56
a) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi
dan gizi buruk.
b) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendiri yang kronis,
atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap asiaan, asam, dan pahit.
c) Esofagus melebar.
d) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung
menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu, terutama
karbohidrat)
g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran
darah berkurang.

9) Sistem reproduksi
a) Perubahan pada Wanita
Vagina megalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus
mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva,selaput lendiri vagina
menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya
menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
b) Perubahan pada Pria
Tesis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada
penurunan secara berangsur-angsur dan dorongan seksual menetap
sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik.

10) Sistem genitourinaria

57
Keseimbangan eletrolit dan asam lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan
glomerular filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara
linier sejak usia 30 tahun menurut Cox Jr.dkk dalam (Nugroho, 2008).
Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.

11) Sistem endokrin


Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon.Hormon pertumbuhan berperan sangat penting
dalam pertumbuhan, pematangan, pemiliharaan, dan metabolisme organ
tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah :

a) Estrogen, progesteron, dan testosteron yang memilihara alat reproduksi


dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
b) Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting
dalam pengaturan gula darah).
c) Kelenjar adrenal yang memproduksi adrenalin kelenjar berkaitan
dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh
yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik,
dengan jalan mengatur vasokonstriksi pembuluh darah. Kegiatan
kelenjar anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia.
d) Produksi hampir semua hormon menurun
e) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
f) Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di
dalam pembuluh darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH,
dan LH.
g) Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat
menurun.
h) Produksi aldosteron menurun

58
i) Sekresi hormon kelamin

12) Sistem integument


Perubahan yang terjadi pada sistem integumen akibat proses penuaan
pada lansia adalah sebagai berikut:
a) Kulit mengerut
b) Permukaaan kulit cendrung kusam, kasar, dan bersisik (karena
kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel
epidermis).
c) Timbul bercak pigmentasi akibat proses penuaan melanogenesis yang
tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik atau noda
cokelat.
d) Terjadi perubahan pada daerah sekiat mata, tumbuhnya kerut-kerut
halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis.
e) Kulit kepala dan rambut menipis dan bewarna kelabu.

13) Sistem musculoskeletal


Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal akibat proses
penuaan pada lansia adalah sebagai berikut:
a) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
b) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra,
pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat
pada area tulang tersebut.
c) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
d) Gangguan gaya berjalan.
e) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

b. Perubahan mental

59
Dibidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa sikap
yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila
memiliki sesuatu. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang
ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur
panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat (Nugroho, 2015).

c. Perubahan psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya.Perubahan psikososial pada lansia
meliputi :
1) Kehilangan
Nugroho (2015), nilai seseorang sering di ukur melalui
produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan. Bila mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan
mengalami kehilangan antara lain:
a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan semua fasilitas)
c) Kehilangan teman
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan dan merasakan atau sadar terhadap
kematian.
2) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup
(memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit)
3) Kemampuan ekonomiakibat pengasingan dari lingkungan sosial
4) Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian.
5) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
6) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman &
famili.

60
7) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan ter-hadap
gambaran diri, perubahan konsep diri).

d. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam, dkk 2008).
Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidak inginan lansia untuk
berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat
berinteraksi (Hurlock, 1995).

e. Perkembangan Spiritual
1) Agama / kepercayaan semakin terintgrasi dalam kehidupan (Maslow,
1970).
2) Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini
terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner,
1970).
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan
keadilan.

4. Konsep Care Giver


a. Pengertian Caregiver
Defenisi caregiver dalam Merriam-Webster Dictionary (2012) adalah orang
yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang
menderita penyakit kronis. Elsivier (2009) menyatakan caregiver sebagai
seseorang yang memberikan bantuan medis, social, ekonomi, atau sumber
daya lingkungan kepada seseorang individu yang mengalami

61
ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit yang
dihadapi individu tersebut. Defenisi caregiver dari literature Bahasa
Indonesia, dikemukakan oleh Subroto (2012) sebagai “seseorang yang
bertugas untuk membantu orang-orang yang ada hambatan untuk
melakukan kegiatan fisi sehari-hari baik yang bersifat kegiatan harian
personal (Personal activity daily living) seperti makan, minum, berjalan,
atau kegiatan harian yang bersifat efektif instrumental (Instrumental daily
living) seperti memakai pakaian, mandi, menelpon atau belanja.

b. Tugas Caregiver
Tugas – tugas yang dilaksana oleh caregiver salah satunya adalah
membantu penderita dalam aktivitas sehari-hari (ADL), yaitu mandi,
makan, mobilisasi, dan membantu manajemen pengobatan serta perawatan
penyakitnya (Spillman et al, 2014). Kegiatan ADL dilakukan lansia
mengalami keterbatasan atau sudah tidak mampu lagi melakukan secara
mandiri.

c. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver


Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu
kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan
dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara pasien dan
caregiver. Caregiver mungkin membutuhkan bantuan dalam mempelajari
perawatan fisik dan teknik penggunaan alat bantu perawatan. Menentukaan
sumber home care, menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah
untuk mengakomodasi kesembuhan pasien (Lewis, et al 20110. Pasien dan
caregiver mungkin memiliki kebutuhan akan pengajaran yang berbeda.
Pemberian rencana pengajaran yang sukse disarankan untuk melihat dari

62
kebutuhan pasien dan kebutuhan caregiver yang merawat pasien (Leweis et
al, 2011).

BAB III
KAJIAN SITUASI MANAJEMEN RUANG RAWAT LION CLUB A (LCA)

A. PROFIL RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Arti yang tersirat dalam logo Yayasan Badan RS Gereja Kristen Pasundan
Heman : Penuh kasih sayang
Geten : Penuh perhatian dan telaten
Ka : Kepada

63
Papancen : Tugas dan Kewajiban
Arti warna pada lambing Rumah Sakit Immanuel menunjukan
Warna merah : Darah Yesus yang menyelamatkan
Warna Biru : Kedamaian, kejujuran, ketulusan
Warna Kuning : Keagungan karya penyalihan Yesus Kristus Juru
Selamat Dunia
Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan rumah sakit tipe B yang
memiliki kebijakan mutu dalam berupaya memenuhi kepuasan dan keselamatan
pasien dengan senantiasa memperbaiki sistem manajemen mutu, manajemen
risiko, pendidikan dan penelitian kesehatan berbasis bukti secar konsisten dan
berkesinambungan (Iskandar,2014). Rumah sakit Immanuel merupakan Rumah
Sakit Swasta yang diselenggarakan oleh Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja
Kristen Pasundan. Rumah Sakit Immanuel mempunyai tugas upaya kesehatan,
pendidikan serta penelitian dibidang kedokteran, keperawatan, kesehatan serta
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan
serta berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan serta melaksanakan upaya rujukan, yang
dilaksanakan secara serasi danterpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan dengan tidak menyampingkan kualitas mutu pelayanan dengan
melihat terpenuhinya pelanggan dengan senantiasa menyempurnakan serta
kesinambungan system manajemen mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit
Immanuel secara Konsisten.
Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan Rumah Sakit Swasta setara
Tipe B telah terakreditasi 16 jenis pelayanan dan telah mengikuti ISO 9001:2008.
Serta telah lulus akreditasi Rumah Sakit dengan kelulusan Paripurna. Rumah
Sakit Immanuel Bandung mempunyai 3 area rawat inap yaitu rawat inap Prima 1,
rawat inap Prima 2, IPI (Instalasi Perawatan Intensif). Area rawat inap Prima 1
tediri dari kelas 3B sampai 1C, rawat inap Prima 2 terdiri dari kelas 1, VIP dan

64
VVIP. Sedangkan ruang IPI terdiri dari ruang HCU, ICU, NICU-PICU, Cath Lab
atau bisa disebut juga ruang Cateterisasi Jantung.

1. Visi Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung


a. Visi Rumah Sakit Immanuel Bandung
“Memberikan Pelayanan Dan Pendidikan Kesehatan Yang Prima Dan
Inovatif Berfokus Kepada Pasien Sebagai Perwujudan Cinta Kasih Allah”
b. Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima dan
berbasis keselamatan pasien
2) Menyelenggara pendidikan, penelitian dan mengembangkan budaya
ilmiah di bidang kesehatan
3) Mengembangan layanan tersier, unggul dan berkembang
4) Membangun budaya kerja dan karakter sumber daya manusia
berlandaskan nilai-nilai kritiani agar memberikan pelayanan terbaik,
handal dan beretika dalam menjalankan kompotensinya
5) Menjalani kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya memperkuat
peran rumah sakit dalam pelayanan dan pendidikan kesehatan

2. Tujuan Rumah Sakit Immanuel Bandung


a. Terwujudnya layanan dan pendidikan kesehatan yang memberikan
kepuasan dan kepercayaan pelayanan
b. Adanya penelitian dan pengembangan dibidang pelayanan dan
pendidikan kesehatan yang menghasilkan produk inovatif
c. Terwujudnya sinergitas kerja sama dengan semua pihak dala rangka
memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan pendidikan kesehatan
3. Falsafah Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung

65
Falsafah keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung yakni EMPATI
artinya melakukan tindakan nyata untuk mengatasi penderitaan dan
kesulitan orang lain yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Energik
Bersemangat untuk melaksanakan tugas
b. Mutu
Memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan dengan
kualitas terbaik yang memenuhi kebutuhan harapan pelangganan
c. Professional
Memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan
berdasarkan standar profesi dan kode etik profesi
d. Aman
Memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang
bebas berbahaya atau resiko bagi pasien, diri sendiri, staf lain dan rumah
sakit
e. Tekun
Senantiasa memberikan pelayanan keperawatan dan pelayan kebidanan
dengan sungguh-sungguh
f. Integritas
Bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai kebijakan, pedoman,
panduan dan standar yang berlaku di Rumah Sakit Immanuel Bandung
4. Visi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
“Menjadi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung Sebagai Pilihan
Layanan Keperawatan Professional Atas Dasar Kasih Kristus”
5. Misi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
a. Meningkatkan komitmen perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan professional
b. Menerapkan sistem pemberian pelayanan keperawatan professional

66
c. Meningkatkan budaya pembelajaran ilmu keperawatan serta
berkesinambungan
6. Tujuan Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
a. Terselenggaranya pelayanan keperawatan yang holistic, bermutu, dan
terintergrasi
b. Terwujud iklim kerja akademis dan professional di keperawatan
c. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggarakan
pelayanan keperawatan
7. Kebijakan Mutu Rumah Sakit Immanuel Bandung
“Rumah Sakit Immanuel Senantiasa Berupaya Memenuhi Kepuasan
Pelanggan Dengan Perbaikan-Perbaikan Dan Penyempurnaan Yang
Berkesimambungan Serta Konsisten Dalam System Manajemen Mutu
Pelayanan, Pendidikan Dan Penelitian Kesehatan Yang Berbasis Bukti”.
Rumah Sakit Immanuel dilengkapi beberapa sarana pelayanan yang
dapat menunjang pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan rawat inap
mencakup rawat inap untuk anak, dewasa, ruangan ODC (One Day Care),
ruang intensif (terdiri dari kelas I, II, III, VIP, VVIP). Sarana pelayanan
rawat jalan mencakup poli klinik anak, umum, gizi, penyakit dalam,
penyakit jantung, saraf, THT, mata, kandungan dan KB, poli klinik paru,
KIA, kulit dan kelamin, konsultasi gizi dan jiwa, serta terdapat fasilitas
kesehatan lain seperti CT-Scan, USG, EEG, EKG, Medikal Check-Up,
Radiologi, laboratorium, Kamar bedah, Wound care, rehabilitas medic dan
fisioterapi dan mempunyai ruang tindakan angiografi (Cath Lab).

B. PROFIL RUANGAN LION CLUB A (LCA)


Rumah Sakit Immanuel Bandung memiliki ruang rawat inap salah
satunya adalah ruang Lion Club A (LCA) sebagai ruang rawat multi. Ruang LCA
memilikI tenaga medis, perawat, dan non medis tenaga perawat di ruang LCA
ada 15 orang dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan + Ners dan DIII

67
Keperawatan dengan masa kerja 7 bulan sampai 13,1 tahun . Selain tenaga medis
dan perawat pembagian jadwal dinas terbgi menjadi 3 shift yaitu dinas pagi,
dinas sore, dan dinas malam yang telah disusun dan diatur oleh kepala ruangan.
Ruang LCA memiliki 20 bed dengan rata-rata BOR 3 bulan terakhir 63,8%,
terdiri dari ruang kelas I, II, VIP, Geriatri. Memiliki fasilitas kamar mandi
disetiap kamar.

C. KAJIAN SITUASI RUANG LCA


Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa program studi profesi ners angkatan
XXII pada tanggal 9 maret – 12 maret 2020, meliputi (Sumber Daya Manusia,
Struktur organisasi, Sarana dan Prasarana, Metode pemberian Asuhan
keperawatan di ruang LCA).

1. Sumber Daya Manusia (Man)


a. Struktur Organisasi
Ruangan LCA RSI dipimpin oleh kepala ruangan dengan lulusan S1 Ners,
kepala ruangan memiliki pengalaman kerja 11 tahun 7 bulan dan 14
perawat yang terbagi atas 5 PJ shift dan 9 perawat pelaksana, inventaris.
Adapun struktur organisasinya adalah :

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Ruang LCA

KEPALA RUANGAN
Firdaus Murdianso, S.Kep., Ners

PENANGGUNG JAWAB SHIFT PERAWAT PELAKSANA


Sarina M. Nadeak, S.Kep., Ners 68 Yudhi Febri Kurnia, S.Kep., Ners

Dhytha Pramastuti, S.Kep., Ners


Jeriska J Seimahuira, S.Kep., Ners

Ardiana, S.Kep., Ners

Kristiyan Bagus Utomo, AMK

Gilang Ramadhan, Amd, Kep


Rina Karlina, AMK
Saputra A Prasetya, S.Kep., Ners

Rani Osla Aritonang, S.Kep., Ners

Suhatman, Amd.Kep

Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Dan Lama Bekerja Perawat Ruang LCA
Rumah Sakit Immanuel
No Nama Kategori
Jabatan Pendidikan Lama Bekerja
1 Firdaus Murdianso, S.Kep., Ners Kepala Ruangan S1 Ners 11.7 tahun
2 Dhytha Pramastuti, S.Kep., Ners PJ Shift S1 Ners 6.3 tahun
3 Sarina M. Nadeak, S.Kep., Ners PJ Shift S1 Ners 9.2 tahun
4 Yudhi Febri Kurnia, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 4.1 tahun
5 Melya Risnayanti, AMK PJ Shift D3 12.3 tahun

69
6 Rina Karlina, AMK PJ Shift D3 5.7 tahun
7 Jeriska Junike Seimahuira, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 1.4 tahun
8 Dhita Christian Nugraha, Amd. Kep PJ Shift D3 4.8 tahun
9 Saputra Agung Prasetya, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 4.5 tahun
10 Ardiana, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 4.0 tahun
11 Kristiyan Bagus Utomo, AMK Perawat Pelaksana D3 13.1 tahun
12 Gilang Ramadhan, Amd, Kep Perawat Pelaksana D3 4.5 tahun
13 Rani Osla Aritonang, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 1.7 tahun
14 Suhatman, Amd.Kep Perawat Pelaksana D3 4.5 tahun
15 Evan Haris Sang Putra, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners 7 bulan
Sumber : Dokumen Jadwal Dinas Ruang LCA Bulan Maret 2020

Interpretasi data :
Tabel diatas menunjukkan jumlah tenaga perawat yang ada di ruang LCA
berjumlah 15 orang, terdiri dari : 1 orang kepala ruangan, 5 orang PJ Shift
dan 9 orang perawat pelaksana. Perawat yang bekerja dengan masa kerja
paling lama yakni 13.1 tahun dan masa kerja perawat baru adalah 7 bulan.

Tabel 3.2 Kualifikasi Pendidikan Perawat Ruang LCA Rumah Sakit


Immanuel
No Jenis Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 S1 Ners 9 orang 60%
2 DIII Keperawatan 6 orang 40%
Total 15 orang 100 %
Sumber : Dokumen Ruangan LCA Bulan Maret 2020

Interpretasi diatas :
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perawat di ruang
LCA adalah S1 Profesi Ners berjumlah 9 orang (60%), dan tingkat
pendidikan D3 Keperawatan terjumlah 6 orang (40%) dari keseluruhan

70
tenaga kerja perawat di LCA. Selain tenaga medis dan keperawatan,
ruang LCA juga memiliki inventaris.

Tabel 3.3 Distriusi Tenaga Non Keperawatan Ruang LCA Rumah


Sakit Immanuel
No Nama Petugas Pendidikan Tugas
1. Nengsih SMP Inventaris

b. Tingkat Ketergantungan Pasien dan Kebutuhan Perawat LCA


Tabel 3.4 Kapasitas Tempat Tidur Ruang LCA Rumah Sakit
Immanuel
Ruang Kelas Jumlah Tempat Tidur
LCA I 8 Tempat tidur
II 3 Tempat tidur
VIP 5 Tempa tidur
GERIATRI 4 Tempat tidur
Total 20 Tempat tidur
Sumber : Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel
Berdasarkan dengan tabel di atas dapat diketahui jumlah tempat tidur di
ruang LCA berjumlah 20 tempat tidur

c. Perhitungan BOR
Perhitungan BOR menggunakan rumus DEPKES R1, 2005 adalah :
Lama hari perawatan
BOR= x 100 %
Jumlah bed x periode

Tabel 3.5 Distribusi BOR 3 Bulan Di Ruang LCA Rumah Sakit


Immanuel
Bulan BOR
Desember 2019 74,6%

71
Januari 2020 64,5%
Februari 2020 52,4%
Rata-rata 63,8 %
Sumber : Dokumen Rekap Pasien Per Bulan

d. Rata-rata Jumlah Pasien


Perhitungan rata-rata jumlah pasien di ruang LCA menggunakan rumus :

BOR x Jumlah Bed

Rata-rata jumlah pasien 3 bulan terakhir


Rata-rata jumlah pasien = 63,8 % x 20 TT = 12,76 = 12 Pasien
Jadi jumlah rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir adalah 12 pasien

Sedangkan jika menurut hasil kajian situasi dari 09 maret 2020


14 pasien diruang LCA, total care 4 orang dan parsial care 10 orang

Jumlah Klien
BOR: ×100 %
Jumlah Tempat Tidur
14
BOR ¿ × 100 %
20
BOR=0,7 ×100 %
¿ 70 %
Jadi BOR diruangan LCA dari 09 maret 2020, yaitu: 70%
Sensur Harian : BOR = 70% x 20 = 14 pasien

Jumlah Tempat tidur : 20 bed


Jumlah pasien total care 4, partial care 10
Perhitungan SDM:
1) Waktu perawatan langsung
Partial Care:
3 jam x 10 = 30 jam

72
Total Care:
5 jam x 4 = 20 jam
Total = 50 jam
2) Waktu perawatan tidak langsung
38 x 14 pasien = 532
60 menit
= 8,86 = 9 jam
3) Waktu penyuluhan kesehatan
15 x 14 pasien = _210_
60 menit
= 3,5 jam
4) Rata-rata perawatan =a + b + c
jumlah pasien
= 50 + 9 + 3,5 = 62,5
Sensus Harian
BOR x TT = 70% x 20 = 14

e. Perhitungan Jumlah Perawat Ruangan


1) Metode Gillies
A x B x 365
Tenaga Perawat
(365−c ) x jam kerja /hari
Keterangan :
A = Jam perawatan / 24 jam
B = Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
C = Jumlah hari : cuti 12 hari + hari minggu 52 + hari besar 14 = 78
hari

Jumlah tenaga perawat menurut Gillies :

73
62,5 x (70 % x 20)x 365 319,38
TP = = =15,8=16 orang
( 365−78 ) X 7 2009

Jadi tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 16 orang perawat


Rata-rata waktu perawat langsung adalah 50 jam, waktu perawat tidak
langsung adalah 9 jam. Waktu penyuluhan kesehatan 3,5 jam. Tenaga
perawat yang dibutuhkan dalam satu hari adalah 16 orang.

2) Rumus PPNI
A x 52 ( Mg ) x 7 hr (TT x BOR)
Tenaga Perawat : X 125 %
41 ( Mg ) x 40 Jam

Keterangan :
TP : Tenaga Perawat
A : Jumlah perawatan/24 jam
BOR : Bed Accupancy Rate
62,5 x 52 ( Mg ) x 7 hr ( 20 x 70 % )
TP : X 125 %
41 ( Mg ) x 40 Jam
318.500
TP : X 125 %
1640
TP : 24,2 = 24 Orang

f. Distribusi Penyakit Di Ruang LCA


Penyakit terbanyak di ruang LCA selama 3 bulan terakhir :

Tabel 3.6 Daftar Penyakit Terbanyak Bulan Desember 2019, Januari,


Februari 2020 Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1 Observasi Febris 10 35%
2 GEA 10 34%

74
3 TB Paru 9 31%

g. Edukasi Hand Hygiene Pasien Baru


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap 13 keluarga pasien
pada tanggal 09 maret 2020 didapatkan bahwa belum optimalnya
pelaksaaan edukasi hand hygiene pasien baru.
Tabel 3.7 Daftar Edukasi Hand Hygiene Di Ruang LCA Rumah
Sakit Immanuel
No Edukasi Hand Hygiene Jumlah Presentasi
1 Menerima edukasi 3 orang 23%
2 Tidak menerima edukasi 10 orang 77%

h. Pelaksanaan Five Moment

17%

Dilakukan
Belum
83% Dilakukan

Berdasarkan diagram di atas maka dapat disimpulkan bahwa 10 dari 12


perawat atau 83% perawat Ruang LCA belum optimal dalam melakukan
penerapan five moment. Hal ini di dapat dari kajian situasi dan observasi
yang dilakukan mulai tanggal 09-11 Maret 2020 sampel yang di gunakan
selama kajian situasi adalah sebanyak 12 perawat di ruang LCA.

i. Handover

75
Hasil observasi selama 3 hari dari tanggal 09 -11 maret 2020 didapatkan
bahwa belum optimalnya pelaksanaan handover hal dikarenakan tidak
efektifnya waktu atau ketepatan waktu saat melakukan handover.

j. Care Giver
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 09-11 maret 2020 dan
wawancara terhadap 2 orang care giver didapatkan bahwa hanya 1 care
giver yang mengikuti pelatihan (pelatihan dasar) sebelum turun
kelapangan sedangkan care giver yang lainnya belum mengikuti
pelatihan, dan rata-rata care giver belum bisa memenuhi kebutuhan dasar
lansia (geriatri).
Lama
No Care Giver Umur Pendidikan Pelatihan
Pekerjaan
1 Nn. F 25 tahun SMA 1 tahun Mengikuti
pelatihan dasar
2 Ny. D 59 tahun SD 1 minggu Belum mengikuti
pelatihan

2. Matherial
a. Sarana dan Prasarana
Tabel 3.8 Daftar Peralatan & Fasilitas Di Ruang LCA Rumah Sakit
Immanuel
No Nama peralatan Satuan
Ruang obat
1. Kulkas obat 1 buah
2. Dispenser 1 buah
3. Trolley shopping 1 buah
4. Lampu tindakan 1 buah
5. Trolly 2 tahap 1 buah
5. Bedside kabiet 1 buah
6. Lemari gantung 1 buah
7. Jam dinding 1 buah

76
8. Tempat sampah 4 buah
9. Lemari obat 1 buah
10. Tempat tissu 1 buah
11. Kursi kaki besih 1 buah
12. Cermin 1 buah
13. Baki kayu besar 4 buah
14. Baki kayu kecil 5 buah
15. Baki stenles 2 buah
16. Box plastik 104 buah
17. Jelly box sedang 5 buah
18. Jelly box kecil 16 buah
Spoll hock
1. Steleci
2. Lemari kayu besar 1 buah
3. Trolley baskom mandi 3 buah
4. Ember besar 6 buah
5. Tempat sampah 2 buah
6. Tiang infus
7. Baskom mandi 21 buah
8. Tempat botol cebok 4 buah
9. Urinal 8 buah
10. Pispot 11 buah
11. Tempat linen kotor 2 buah
Koridor
1. Kursi tamu 19 set
2. Lukisan 4 buah
3. Tempat sampah 5 buah
4. Dispenser besar 3 kran 1 buah
Ruang ganti perawat
1. Felling kabinet 1 buah
2. Lemari besar 1 buah
3. Lukisan 2 buah
4. Kursi bulat kaki besi 4 buah
5. White boartd 1 buah
6. Cermin 1 buah
7. Tempat sampah
8. Vas bunga+Pot 3 buah
9. Meja kayu 1 buah
10. Kursi lipat chitos 2 buah
Counter perawat
1. Salib 1 buah

77
2. Pesawat telepon 2 buah
3. Kipas angin 1 buah
4. White boartd 1 buah
5. Televisi 1 buah
6. Tempat tissu 1 buah
7. Jam dinding 1 buah
8. Lemari kayu
9. Monitor 1 buah
10. Meja konter 2 buah
11. Keyboard 1 buah
12. Mouse 1 buah
13. Barcode 1 buah
14. Bell sistem 7 buah
15. Lemari formulir
16. Figura visi misi 1 buah
17. Meja tulis besar 1 buah
18. Meja komputer 1 buah
19. Printer canon 1 buah
20. CPU 1 buah
21. Kursi bulat kaki besi 9 buah
22. Kursi kayu 4 buah
23. Tempat sampah 2 buah
24. Rak plastik 4 susun
25. Kakulator 3 buah
26. Trolley 2 tahap
27. Emergency trolley
28. Lukisan
29. Hecter
30. Dispenser selotip
Alat medis
1. Matras dekubitus 2 buah
2. Stetoskop 3 buah
3. Tensimeter 2 buah
4. Timbangan 1 buah
5. Alat EKG + trolley 1 buah
6. Oxymetri 1
7. Termometer 2 buah
8. Nebulier 2 buah
9. Suction pump 1 buah
10. Light case 1 buah

78
Kamar pasien
1. Jumlah kamar 12 kamar
2. Bed pasien 20 buah
3. Tiang infus 20 buah
4. Kamar mandi 12 kamar
5. Bedside kabinet 20 buah
6. Sofa 15buah
7. Kursi tamu 20 buah
8. Lemari besar 12 buah
9. Cermin 1 buah/ruangan
10. Ac 13 buah
11. Tempat sampah 24 buah
12. Tv 9 buah
13. Meja makan 20 buah
14. Kursi mandi pasien 2 buah
15. Walker 1 buah
16. Quadripot 1 buah
17. Stick 1 buah
18. Tripod 1 buah
Sumber: Data Fasilitas Ruangan LCA, 2020

3. Method
a. Penerapan Model Praktik Keperawatan Prosesional (MPKP)
Model asuhan keperawatan yang dijalankan di ruang LCA adalah model
modular. Hasil wawancara dengna kepala ruangan dan beberapa perawat
ruang LCA bahwa penerapan model modular seringkali diterapkan apabila
situasi ruangan sibuk.
b. Operan
Operan dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pergantian shift malam
ke pagi dengan jam kerja mulai pukul 07:00 WIB–14:00 WIB, pagi ke
sore dengan jam kerja 14:00 WIB -21:00 WIB dan sore ke malam dengan
jam kerja pada pukul 21:00 WIB-07:00 WIB. Berdasarkan hasil
oberservasi, belum 100% perawat mengikuti pelaksanaan operan belum
baik dan tidak tepat waktu. Perawat masih sibuk dengan hal-hal lain.

79
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh perawat yang dinas pada shift
tersebut.
c. Prosedur SOP
Ruang LCA memilik 95 SOP keperawatan.

4. Money
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diruang LCA diperoleh
data biaya perawatan pasien sebagian besar dengan BPJS. Menurut nursalam
kritikan yang diterima oleh ruangan biasanya terkait dengan kurangnya
sumber daya tenaga kesehatan sehingga pelayanan menjadi kurang optimal.
Pembiayaan di ruangan LCA yakni pembiayaan gaji intensif perawat,
pembiayaan kegiatan pelatihan dan pembiayaan pengadaan sarana dan prasana
di ruang LCA diatur oleh bagian keuangan rumah sakit.

5. Machine
Tabel 3.8 Fasilitas Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel
No Alat Jumlah Keterangan
1 Telpon ruangan 1 Baik
2 EKG 1 Bagus
3 Computer 1 Baik
4 Suction Pump 1 Baik
5 Nebulizer 2 Bagus
6 Alat Sterilisasi - -
7 Infus Pump 4 Bagus
8 Syringe Pump 2 Bagus
9 Monitoring 1 Bagus

80
6. Environment
a. Denah Ruang LCA

Keterangan :
RUANG LCA
KELAS VIP I II GERIATRI JUMLAH
Kamar 5 6 7 8 9 3 11 12 1 10 1 2 12
4
Bed 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 2 2 20
Kamar mandi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12

Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan ruangan LCA dapat


disimpulkan bahwa :
1) Terdapat ruang perawat, ruang tunggu keluarga, ruang rekreasi
2) Ventilasi : segar, udara masuk keluar dengan baik melalui taman dan pintu
masuk ruang LCA, setiap ruangan memiliki jendelanya masing-masing

81
3) Pencahayaan : Terang disemua ruangan, terpapar langsung sinar matahari,
bisa untuk membaca
4) Atap : Rapat, tidak ada yang bocor diruangan LCA
5) Dinding : Kuat, tidak retak dan bersih
6) Lantai : Lantai keramik, cukup bersih dan kering
7) Sarana Air Bersih : Tersedia, pembuangan air limbah lancar
8) Tempat sampah non infeksius dan infeksius terpisah dan adanya sampah
flabot dan benda tajam diruangan.

D. ANALISA SWOT
1. Strength
a. Adanya visi dan misi rumah sakit
b. Salah satu rumah sakit paripurna yang memiliki ruang rawat khusus
geriatrik
c. Kepala ruangan LCA berpendidikan S1 Ners dengan pengelaman kerja
selama 11,7 tahun
d. Tenaga perawat yang berpendidikan S1 Ners sebanyak 9 orang (60%)
dan D3 sebanyak 6 orang (40%)
e. Adanya dokter spesialis geriatrik
f. Perawat yang mengikuti pelatihan khusus geriatrik berjumlah 3 orang
g. Ruang LCA memilik staf non kesehatan yaitu bagian inventaris
h. Ruang LCA memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sebanyak 95
SOP
i. Ruang LCA memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pasien,
perawat, tenaga kesehatan dan keluarga pasien yaitu terdapat 20 tempat
tidur, terdiri dari kelas 1 terdapat 4 ruangan, kelas 2 terdapat 1 ruangan, 5
ruang VIP dan ruang Geriatrik ada 2 ruangan
j. Terdapat taman ditengah-tengah LCA

2. Weakness

82
a. berdasarkan hasil kajian wawancara terhadap 13 keluarga pasien
didapatkan 3 (23%) keluarga pasien yang menerima edukasi hand
hygiene
b. Belum adanya SOP keperawatan geriatrik di RS Immanuel Bandung
c. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan belum terlalu baik
karena tidak adanya disiplin waktu dan ketetapan saat melakukan
handover
d. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan menggunakan metode
face to fece dan itu yang paling efektif karena tidak memakan waktu
banyak.
e. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 care giver terdapat 1 care giver
yang miliki pengelaman kerja sebagai care giver baru 1 minggu,
f. Dari 2 care giver hanya 1 yang mendapat pelatihan sebelum bekerja
g. Pendidikan terakhir care giver SMA dan SD
h. Bertambahnya beban kerja perawat terhadap kamar geriatrik
i. Belum diaktifkan ruangan aktivitas untuk geriatrik

3. Opportunity
a. Telah disahkan UU Keperawatan no 38 Tahun 2014, mengenai
professionalism perawat
b. Adanya seminar untuk meningkatkan pengetahuan perawat
c. Adanya program PKL D3, S1, Profesi Ners mahasiswa Stikes Immanuel
Bandung
d. Ruang LCA memiliki tenaga perawat yang telah mengikuti pelatihan
yang diprogramkan dari rumah sakit. Dengan mengikuti pelatihan
tersebut masyarakat dapat pelayanan kesehatan profesonal dan
berkualitas
e. Satu satunya di RS Immanuel Bandung yaitu ruang LCA yang memiliki
kamar geriatric khusus pasien lansia

4. Threaths
a. Adanya persaingan dalam segi pelayanan dan geografis dengan ruangan
dewasa lainnya di RS Immanuel Bandung
b. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang
professional

83
c. Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya
kesehatan
d. Semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi mengenai
kesehatan melalui media sosial
e. Makin mudahnya penyebaran informasi kesehatan dengan cepat melalui
teknologi dan pers

MARTIKS SWOT
SW Strength Weakness
a. Adanya visi dan misi a. berdasarkan hasil kajian
rumah sakit wawancara terhadap 13
b. Salah satu rumah sakit keluarga pasien
paripurna yang memiliki didapatkan 3 (23%)
ruang rawat khusus keluarga pasien yang
geriatrik menerima edukasi hand
c. Kepala ruangan LCA hygiene
berpendidikan S1 Ners b. Belum adanya SOP
dengan pengelaman keperawatan geriatrik di
kerja selama 11,7 tahun RS Immanuel Bandung
d. Tenaga perawat yang c. Berdasarkan hasil
berpendidikan S1 Ners wawancara handover
sebanyak 9 orang (60%) diruangan belum terlalu
dan D3 sebanyak 6 baik karena tidak adanya
orang (40%) disiplin waktu dan
e. Adanya dokter spesialis ketetapan saat melakukan
geriatrik handover
f. Perawat yang mengikuti d. Berdasarkan hasil
pelatihan khusus wawancara handover
geriatrik berjumlah 3 diruangan menggunakan
orang metode face to fece dan
g. Ruang LCA memilik itu yang paling efektif
staf non kesehatan yaitu karena tidak memakan
bagian inventaris waktu banyak.
h. Ruang LCA memiliki e. Berdasarkan hasil
Standar Operasional wawancara dengan 2 care

84
Prosedur (SOP) giver terdapat 1 care giver
sebanyak 95 SOP yang miliki pengelaman
i. Ruang LCA memiliki kerja sebagai care giver
sarana dan prasarana baru 1 minggu,
yang memadai untuk f. Dari 2 care giver hanya 1
pasien, perawat, tenaga yang mendapat pelatihan
kesehatan dan keluarga sebelum bekerja
pasien yaitu terdapat 20 g. Pendidikan terakhir care
tempat tidur, terdiri dari giver SMP dan SD
OT kelas 1 terdapat 4 h. Bertambahnya beban
ruangan, kelas 2 terdapat kerja perawat terhadap
1 ruangan, 5 ruang VIP kamar geriatrik
dan ruang Geriatrik ada i. Belum diaktifkan ruangan
2 ruangan aktivitas untuk geriatrik
j. Terdapat taman
ditengah-tengah LCA
Opportunity Strategi S-O Strategi W-O
a. Telah disahkan UU a. Peningkatan mutu a. Meningkatkan
Keperawatan no 38 pelayanan dengan cara pengetahuan Care giver
Tahun 2014, mengenai mengadakan pelatihan b. Edukasi hand hygiene
professionalism dan mini seminar keluarga pasien atau
perawat b. Peningkatan kompetensi pengunjung sebelum
b. Adanya seminar untuk mahasiswa keperawatan kontak dengan pasien
meningkatkan melalui praktek di RSI c. Ikut sertakan mahasiswa
pengetahuan perawat serta mewujudkan visi dalam pelayanan
c. Adanya program PKL dan misi sebagai rumah keperawatan untuk
D3, S1, Profesi Ners sakit pendidikan mengurangi beban kerja
mahasiswa Stikes perawat
Immanuel Bandung
d. Ruang LCA memiliki
tenaga perawat yang
telah mengikuti
pelatihan yang
diprogramkan dari
rumah sakit. Dengan
mengikuti pelatihan
tersebut masyarakat

85
dapat pelayanan
kesehatan profesonal
dan berkualitas
e. Satu satunya di RS
Immanuel Bandung
yaitu ruang LCA yang
memiliki kamar
geriatric khusus pasien
lansia
Threaths Strategi S-T Strategi W-T
a. Adanya persaingan a. Memanfaatkan kamar a. Membuat SPO asuhan
dalam segi pelayanan khusus geriatric sebagai keperawatan pada lansia
dan geografis dengan ruang lansia yang b. Mengoptimalkan
ruangan dewasa bermutu di RS menejemen waktu dan
lainnya di RS Immanuel bandung ketertipan saat handover
Immanuel Bandung b. Memfasilitasi hand di nurse station
b. Adanya tuntutan dari senitizer bagi keluarga c. Meningkatkan
masyarakat untuk pasien /pengunjung keselamatan pasien
mendapatkan untuk mencuci tangan dengan kepatuhan
pelayanan yang perawat dalam
professional penggunaan APD sesuai
c. Semakin tingginya standar prosedur
tingkat kesadaran operassional
masyarakat tentang
pentingnya kesehatan
d. Semakin mudahnya
masyarakat mengakses
informasi mengenai
kesehatan melalui
media sosial
e. Makin mudahnya
penyebaran informasi
kesehatan dengan
cepat melalui teknologi
dan pers

86
Matriks IFE dan EFE

N
FAKTOR BOBOT RATING SKOR
O
KEKUATAN (STRENGTHS)
1. Adanya visi dan misi rumah sakit 0,04 3 0,12
2. Salah satu rumah sakit paripurna yang
0,14 4 0,56
memiliki ruang rawat khusus geriatrik
3. Kepala ruangan LCA berpendidikan S1
Ners dengan pengelaman kerja selama 11,7 0,07 3 0,21
tahun
4. Tenaga perawat yang berpendidikan S1
Ners sebanyak 9 orang (60%) dan D3 0,18 4 0,72
sebanyak 6 orang (40%)
5. Adanya dokter spesialis geriatrik 0,12 4 0,48
6 Perawat yang mengikuti pelatihan khusus
0,11 4 0,44
geriatrik berjumlah 3 orang
7 Ruang LCA memilik staf non kesehatan
0,05 3 0,15
yaitu bagian inventaris
8 Ruang LCA memiliki Standar Operasional
0,09 3 0,27
Prosedur (SOP) sebanyak 95 SOP
9 Ruang LCA memiliki sarana dan prasarana
yang memadai untuk pasien, perawat,
tenaga kesehatan dan keluarga pasien yaitu
terdapat 20 tempat tidur, terdiri dari kelas 1 0,17 4 0,68
terdapat 4 ruangan, kelas 2 terdapat 1
ruangan, 5 ruang VIP dan ruang Geriatrik
ada 2 ruangan
10 Terdapat taman ditengah-tengah LCA 0,03 3 0,09
JUMLAH 1,0 3,72
KELEMAHAN (WEAKNES)

87
1. berdasarkan hasil kajian terhadap 13
keluarga pasien didapatkan 3 (23%)
0,19 2 0,38
keluarga pasien yang menerima edukasi
hand hygiene
2. Belum adanya SOP keperawatan geriatrik
0,17 2 0,34
di RS Immanuel Bandung
3. Berdasarkan hasil wawancara handover
diruangan belum terlalu baik karena tidak
0,06 1 0,06
adanya disiplin waktu dan ketetapan saat
melakukan handover
4. Berdasarkan hasil wawancara handover
diruangan menggunakan metode face to
0,03 1 0,03
fece dan itu yang paling efektif karena
tidak memakan waktu banyak.
5. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2
care giver terdapat 1 care giver yang miliki
0,11 2 0,22
pengelaman kerja sebagai care giver baru 1
minggu
6. Dari 2 care giver hanya 1 yang mendapat
0,14 2 0,28
pelatihan sebelum bekerja
7. Pendidikan terakhir care giver SMP dan SD 0,1 2 0,2
8. Bertambahnya beban kerja perawat
0,07 1 0,07
terhadap kamar geriatrik
9. Belum dimanfaatkan ruangan aktivitas
0,13 2 0,26
untuk geriatrik
JUMLAH 1,0 1,84
JUMLAH TOTAL 5,57

Keterangan :
Daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weakness). Menentukan rating setiap critical success factors dengan
skala antara 1 sampai dengan 4, yakni :
1 = kelemahan besar,
2 = kelemahan kecil,
3 = kekuatan kecil
4 = kekuatan besar
Jadi, rating di matriks IFE mengacu pada kondisi internal ruang LCA sedangkan
bobot mengacu pada nilai kepentingan internal ruangan LCA.

88
Berdasarkan hasil dari matriks IFE didapatkan total skor kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weakness) adalah 5,57.

N
FAKTOR BOBOT RATING SKOR
O
PELUANG (OPPORTUNITY)
1. Telah disahkan UU Keperawatan no 38 Tahun
0,27 4 1,08
2014, mengenai professionalism perawat
2. Adanya seminar untuk meningkatkan
0,13 3 0,39
pengetahuan perawat
3. Adanya program PKL D3, S1, Profesi Ners
0,19 4 0,76
mahasiswa Stikes Immanuel Bandung
4. Ruang LCA memiliki tenaga perawat yang
telah mengikuti pelatihan yang diprogramkan
dari rumah sakit. Dengan mengikuti pelatihan 0,17 3 0,51
tersebut masyarakat dapat pelayanan kesehatan
profesonal dan berkualitas
5. Satu satunya di RS Immanuel Bandung yaitu
ruang LCA yang memiliki kamar geriatric 0,24 4 0,96
khusus pasien lansia
JUMLAH 1,0 3,7
ANCAMAN (THREATS)
1. Adanya persaingan dalam segi pelayanan dan
geografis dengan ruangan dewasa lainnya di 0,14 1 0,14
RS Immanuel Bandung
2. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk
0,26 2 0,52
mendapatkan pelayanan yang professional
3. Semakin tingginya tingkat kesadaran
0,16 1 0,16
masyarakat tentang pentingnya kesehatan
4. Semakin mudahnya masyarakat mengakses
0,21 2 0,42
kesehatan melalui media sosial
5. Makin mudahnya penyebaran informasi
kesehatan dengan cepat melalui teknologi dan 0,23 2 0,46
pers
JUMLAH 1,0 1,7
JUMLAH TOTAL 5,4

Keterangan :

89
Daftar critical success factors untuk aspek eksternal peluang (opportunities) dan
ancaman (threats). Menentukan rating setiap critical success factors dengan skala
antara 1 sampai dengan 4, yakni :
1 = Dibawah rata - rata
2 = Rata - rata
3 = Diatas rata - rata
4 = sangat Bagus
Jadi, rating mengacu pada kondisi eksternal ruang LCA sedangkan bobot mengacu
pada nilai kepentingan eksternal ruangan LCA.
Berdasarkan hasil dari matriks EFE didapatkan total skor peluang (opportunities) dan
ancaman (threats) adalah 5,4.

DIAGRAM CARTESIUS

Y= T + O 1,7 + 3,7 = 5,4


X= S + W 3,72 + 1,84 = 5,57

Berdasarkan diagram kartesius diatas, bahwa ruang LCA berada pada kuadran
strategi agresif. Dimana kuadran ini menunjukan situasi yang sangat menguntungkan.
Ruangan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan

90
peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)

91
E. FISHBONE
1. Belum optimal asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap KDM

Man:
˗ Perawat yang mengikuti pelatihan khusus geriatric
hanya berjumlah 3 orang
˗ Dari hasil wawancara didapatkan pendidikan terakhir Method:
care giver rata rata pada tingkat SD (59 tahun) belum Money ˗ Belum ada sop untuk
mengikuti pelatihan & SMA (25 tahun) sudah
mengikuti pelatihan - Geriatric di ruangan
˗
˗ Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2015), Prevalensi
lansia di Indonesia tiap tahun semakin meningkat.
˗ Dari hasil observasi pasien geriatric di ruang ranap di
kategori Total care
˗ Adanya dokter spesialis Geriatric.
PROBLEM:
Belum Optimalnya
asuhan pada lansia
berhubungan dengan
kurangnya
pengetahuan care
giver terhadap KDM

Material:
˗ Walker tidak di gunakan Machine
˗ Stick (tongkat kaki 4) tidak di -
˗
gunakan
Tripod (Tongkat kaki 3)
Environment
˗ Sofa
- Belum optimalnya
˗ Terdapat dua ranap geriatric pemanfanfaatan ruangan
dengan 2 bed pada masing- aktivitas lansia
masing ruangan

92
2. Belum optimal dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene

Man:
˗Kurangnya pengetahuan keluarga tentang hand hygene.
˗Kesibukan perawat di ruang nurse station (dokumentasi
assessment perawat, adminitrasi pasien, meresepkan obat
dsb)
˗Sebagian perawat tidak memberikan edukasi
˗Dari hasil quisioner di dapatkan 10 dari 13 keluarga tidak
Money Method
mendapatkan edukasi terkait hand hygiene
˗Sebanyak 83,3 % Perawat belum optimal dalam penerapan
- ˗
five moment
˗Kurangnya rasa saling mengingatkan sesama perawat

PROBLEM:
belum optimal dalam
melakukan penerapan
five moment hand
hygiene

Material: Environment:
- Belum optimanya penggunaan
Machine ˗ Belum terjadi infeksi silang ataupun
handwash dan handrub - nosokomial

93
3. Belum optimalnya pelaksanaan hand over di ruangan

Man:
˗ Belum optimalnya kedisiplinan waktu datang
dinas
˗ Masih di temukan sebagian perawat yang tidak
tertib pada saat pelaksanaan hand over Method
˗ Belum ada punishment
˗ Tidak ada reward bagi perawat yang datang
tepat waktu
Money untuk kedisiplinan
˗ Hasil wawancara dengan salah satu perawat - waktu
hand over di ruangan masih belum efektif
karena tidak adanya kedisiplinan waktu.
˗

PROBLEM:
Belum
optimalnya
pelaksanaan
waktu hand over
di ruangan

Material:
- Buku status pasien tidak
pada tempatnya. Machine
- Environment:
˗ Manajemen waktu kurang efektif
˗ Suasana hand over tidak kondusif

94
4. PERUMUSAN MASALAH DAN POA
1. Perumusan masalah
1. Belum optimal asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan
care giver terhadap KDM
2. Belum optimal dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene
3. Belum optimalnya pelaksanaan handover diruangan
2. Scoring Prioritas Masalah
Uraikan perumusan masalah dan planning of action terkait dari kasus tersebut
scoring.
1. Prioritas masalah dengan metode CARL Ruang LCA
a. Proses untuk mendapatkan masalah di dengan menggunakan metode
pembobotan yang memperhatikan aspek :
C ( Capability ) = yaitu ketersediaan sumber daya (sarana, peralatan dan
dana)
A ( Accessibility ) = yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi
atau tidak. Kemudian dapat didasarkan pada ketersediaan
R ( Readinessy ) = kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan
sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi
L ( Leverage ) = seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang
lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Rumus : C x A x R x L
b. Rentang Nilai
Rentang nilai yang digunakan adalah 1-5 :
1) Sangat penting :5
2) Penting :4
3) Cukup penting :3
4) Kurang penting :2
5) Sangat kurang penting : 1

95
Tabel
Scoring Prioritas Masalah

No Masalah C A R L Skor Ket


.
1. Belum optimal asuhan pada 5 4 5 5 500 I
lansia berhubungan dengan
kurang pengetahuan care giver
terhadap KDM
2. Belum optimal dalam 5 4 5 4 400 II
melakukan penerapan five
moment hand hygiene
3 Belum optimalnya pelaksanaan 5 4 4 4 320 III
handover diruangan

96
3. Planning of Action

Tabel : Planning of Action


No Masalah Tujuan Strategi Intervensi Sasaran Waktu PJ
1 Belum optimal o Mengedukasi mengenai Koordinasi dengan  DESIMINASI Seluruh - Kelompo
asuhan pada geriatri atau lansia kepala ruangan, tenaga kerja kV
lansia kepada care give CI, dan PJ Shift keperawata
berhubungan tentang belum n di ruangan
o Untuk adanya
dengan kurang optimal asuhan LCA dan
pengetahuan pelaksanaan modul pada lansia care giver
care giver perawatan geriatri berhubungan
terhadap KDM dengan kurang
pengetahuan care
giver
2 Belum optimal o Menginformasikan Koordinasi dengan  REDEMONSTR Seluruh - Seluruh
dalam pentingnya orientasi kepala ruangan, ASI tenaga kerja Anggota
melakukan ruangan pada pasien CI, dan PJ Shift keperawata Kelompo
penerapan five tentang penerapan n di ruangan kV
baru
moment hand five moment hand LCA
hygiene o Mengedukasi pasien hygiene
baru tentang hand
hygienen dan 5 moment
o Mengoptimalkan
perawat dalam
penerapan five moment
hand hygene
3 Belum o Untuk meningkatkan Koordinasi dengan  DESIMINASI Seluruh - Seluruh
optimalnya standar mutu pelayan kepala ruangan,  ROLEPLAY tenaga kerja Anggota
pelaksanaan keperawatan CI, dan PJ Shift keperawata Kelompo
handover untuk menjadi n dan kV
o Untuk mengoptimalkan
diruangan contoh terkait keluarga
handover pelaksanaan pasien di

97
handover di ruagan ruangan
LCA

98
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari kajian status selama 4 hari dapat disimpulkan dari masalah yang berada
diruang LCA, ada tiga masalah yaitu belum optimalnya dalam melakukan
penerapan five moment handhygiene, belum optimalnya pelaksanaan handover
diruangan, dan belum optimalnya asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang
pengetahuan care giver terhadap KDM. Dan dari hasil perhitungan kebutuhan
tenaga perawat yang sudah dilakukan maka diruang LCA tidak kekurangan
tenaga perawat.

B. Saran
Saran dari kelompok 5 adalah diharapakan perawat dapat mengoptimalkan
pelayan dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene dan
meningkatkan pelaksanaan handover yang lebih baik lagi dan belum optimalnya
asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap
KDM dalam memastikan kesalamatan pasien dalam proses pemberian asuhan
keperawatan

99
DAFTAR PUSTAKA

Arrum, D., & dkk. 2015. Pengetahuan Tenaga Kesehatan dalam Sasaran Keselamatan Pasien
di Rumah sakit Sumatera Utara. Idea Nursing Journal, VI, 1-6.
Asmadi. 2008. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC
Asmas, 2016.Pengaruh Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap KInerja
Manajerial dengan Komitmen Organisasi sebagai variabel
intervening (Studi Empiris pada Manulife Financial Indonesia). Jurnal
IImia Universitas Batanghari
Asmuji. 2013. Manajemen Keperawatan Cetakan ke II. Ar-Ruzz Medika. Yogjakarta.
Australian Comission on Safety and Quality in Healthcare (ACSQHC). 2009. Guide
to clinical handover improvement. Australia: Australian comission on
safety and quality in healthcare.
Australian Healthcare & Hospital Association. 2009. Clinical handover:
systemcahnage, leadership, and principle. Sydney: Issue Paper.
Australian Resource Centre for Healthcare Innovation. (2011). Standard Key
Principles for Clinical Handover. NSW Department of Health.
Azizah. M. 2011. Keperawatan lanjut Usia. Yogjakarta: Graha
BPS Kota Bandung (2014). Proyeksi Penduduk Bandung. Bandung: BPS Kota
Bandung
Chaboyer, W, McMurray, A, & Wallis, M. (2007). Bedside Nursing Handover: A
Case Study. Research Centre for Clinical and Community Practice
Innovation, Griffith University Gold Coast Campus, Griffith
University, Queensland 4222, Australia.
http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/handle/10072/35845/66
81 2_1.pdf

100
Chaboyer, W. McMurray, A., Wallis, M. & Chang, H,Y. (2010). Standard operating
protcol for implementing bedside handover in nursing. Journal of
Nursing Management
Depkes RI. 2012. Peraturan Mentri Penelitian Keperawatan Republik Indonesia.
No 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keslamatan Pasien Rumah
Sakit. Jakarta
Haryanto. 2015. Penduduk Lansia dan Bonus Demografi Kedua.
www.kemenkeu.go.id
Join Commission Internasional (JCI), 2015. Standar Akreditas Rumah Sakit : Enam
Sasaran Keslamatan Pasien. Edisi ke-4. Jakarta
Joko Tri Haryanto. 2015. Penduduk Lansia dan Bonus Bemografi Kedua. Jakarta.
Kamil, H. 2011. Handover dalam pelayanan keperawatan. Volume 4 No. 11 (102 -
116).
Kemenkes RI. 2015. Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Usia Lanjut.
www.depkes.go.id
Kepemenkeu RI. 2015. Penduduk Lansia dan Bonus Demografi Kedua.
www.kemenkeu.go.id
Kemenkes. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019
jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Kirmansa. 2018. Analis Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Kepala Ruangan
Di Rumah Sakit.diakses pada tanggal 12-02-2020
https://www.researchgate.net/publication
Linggardini, K. 2010. Hubungan supervise dengan pendokumentasian berbasis
computer yang dipersepsikan perawat pelaksana di instalasi rawat
inap RSUD Bany Humas Jawa Tengah
Marquis, B. L. & Huston, C. J. 2010. Kepemimpinan dan manajemenkeperawatan :
teori dan aplikasi, (Ed. 4). Jakarta : EGC

101
Mustika, Yully. 2011. Analisa Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan Kejadian
Tidak di Harapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah
Jakarta,.Thesis, Indonesia

Neila Fauzia dkk. 2014. Kepatuhan Standar Prosedur Hand Hygiene Pada Perawat
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit.Universitas Brawiaya Malang.
Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Mediak
Nugroho. 2015. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta:EGC
Pedaste, M. 2015. phase of Inquiry-based Learing : Defenition and the Inguiry Cycle,
Educational hand over.
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika
Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Rahfita Ferdinah. 2019. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dan Determinannya pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta 2019.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.
Rikayanti, K, H,. Arta, S. 2014. Community Health: Hubungan Tingkat Pengetahuan
dengan Perilaku Mencuci Tangan Petugas Kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Bandung Tahun 2013. Diakses pada Agustus 2016,
dalam ojs.unud.ac/jch/article/5783
Scarvada, A.J., Tatiana, B.C., Susan, M.G., dan Julie, M.H., dan Arthur, V.H., 2004.
A Review of the Causal Mapping Practice andResearch Literature.
Second World Conference on POM and 15th Annual POM
Conference. Mexico, Cancun, 30 April – 3 Mei 2004.
Setiati S, Seto E, Sumantri S. A. 2013. Pilot study of sarcopenia in eldery outpatient
Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. In press.
Sitorus, Ratna & Panjaitan, R. 2011. Manajemen Keperawatan: Manajemen
Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.

102
Supriyanto dan Nyoman. 2007. Perencanaan dan Evaluasi Surabaya Penerbit:
Airlangga University Press
Suratmi. 2018. Jurnal tentang Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Praktek Hand
Hygiene. STIKES Muhamamadiyah Lamongan
Tappen. 1998. Essential of nursing leadership and management. Philadelphia: FA.
Davis Company.
Terry, George & Leslie W Rue. 2010. Dasar- Dasar Manajemen. Cetakan Kesebelas.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wales, J,. 2010. Serum Darah . http://www.wikipedia.com.
WHO. 2014. Material Mortality: World Health Organization

103
LAMPIRAN
WAWANCARA PROSES HANDOVER

N NAMA PERTANYAAN JAWABAN


O
1. Kepala ruangan 1. Metode MPKP apa 1. Sejauh ini belum ada yang pas untuk di
yang diterapkan di terapkan di ruangan LCA, tetapi kita
ruangan LCA? modular
2. Apakah dilakukan 2. Ya sharing di ruangan dilakukan dan
sharing di disini membahas evaluasi dan
ruangan ? perkembanagan kerja
3. Adakah pelatihan 3. Ada pelatihan dilakukan oleh perawat
untuk tenaga
perawat ?
2. Ns. S 1. Bagaimana 1. Handover diruangan belum tidak
penerapan terlalu baik karena tidak adanya displin
handover? Apakah waktu dan ketetapan saat melakukan
sudah efektif handover
dilskuksn
3. Ns. d 2. Bagaimana 2. Handover di ruangan mengunakan
penerapan handover metode face to face dan itu yang paling
? Apakah sudah efektif karna tidak memakan waktu
efektiif banyak
dilalukannya ? 3. Ronde keperawatan di ruang LCA
hanya di lakukan 2x dalam sehari yaitu
3. Bagaimana di pergantian shift dari malam ke pagi
penerapan Ronde dan dari pagi ke sore sajah malam tidak
keperawatan di dilakuakan karna pasien sedang
ruangan ? istirahat (tidur)

104
WAWANCARA CARE GIVER
N NAMA PERTANYAAN JAWABAN
O
1 Ny F 1. Lama pekerjaan menjadi 1. Pengalaman kerja 1 tahun
care giver?
2. Pernah mengikuti 2. Pernah, sebelum bekerja
pelatihan lansia? diberi pelatihan dulu
3. Sejauh mana pengetahuan 3. Lansia seperti anak-anak
tentang lansia?
4. Apakah tahu cara 4. Ya, dan juga membutuhkan
memindahkan pasien dari bantuan orang lain karena
tempat tidur ke kursi roda ada lansia yang cukup berat
? jika ya, apakah anda
membutuhkan bantuan 5. Ya tahu, tahu juga
orang lain melakukan residu sebelum
5. Apakah anda tahu cara makan
memberi makan melalui
NGT ? 6. Ya tahu
6. Apakah anda tahu
perawatan dekubitus
(mika miki) pada lansia? 7. Tidak tahu, tetapi ingin
7. Apakah anda tahu cara belajar
menyuntik insulin?
8. Apakah anda bisa memijit 8. Bisa, dan baru di ajarkan
lansia? oleh dr.v
9. Apakah anda bisa
9. Ya, bisa
melakukan personal
hygiene pada lansia?
10. Apakah ada kendala /
10. Setiap kerjaan pasti ada suka
kesulitan yang di alami
dukanya tetapi senang-
saat merawat lansia?
senang saja menjaga lansia
11. Apakah anda tahu cara
11. Tidak tahu
menangani lansia yang
tersedak?

105
12. Apakah anda tahu cara
menangani lansia yang 12. Tidah tahu
mengalami penurunan
kesadaran?
13. Apakah anda dapat
membantu lansia dalam 13. Ya,bisa
proses eliminasi?
14. Apakah mempunyai
jadwal harian untuk 14. Tidak ada, hanya nonton,
perawatan lansia? dengar lagu, berjumur di
panas, itu saja
2 Ny D 1. Lama pekerjaan menjadi 1. Sudah bekerja sebagai cara
care giver? giver selama 1 minggu
2. Pernah mengikuti 2. Hanya mengetahui soal
pelatihan lansia? memindahkan lansia lain
3. Sejauh mana pengetahuan dari pada itu tidak bisa
tentang lansia? dilakukan
4. Apakah tahu cara
memindahkan pasien dari
tempat tidur ke kursi roda
? jika ya, apakah anda
membutuhkan bantuan
orang lain
5. Apakah anda tahu cara
memberi makan melalui
NGT ?
6. Apakah anda tahu
perawatan dekubitus
(mika miki) pada lansia?
7. Apakah anda tahu cara
menyuntik insulin?
8. Apakah anda bisa memijit
lansia?
9. Apakah anda bisa
melakukan personal
hygiene pada lansia?
10. Apakah ada kendala /
kesulitan yang di alami
saat merawat lansia?
11. Apakah anda tahu cara

106
menangani lansia yang
tersedak?
12. Apakah anda tahu cara
menangani lansia yang
mengalami penurunan
kesadaran?
13. Apakah anda dapat
membantu lansia dalam
proses eliminasi?
14. Apakah mempunyai
jadwal harian untuk
perawatan lansia?

KUESINOER ( TENTANG EDUKASI HAND HYGIENE PADA PASIEN BARU)

No Intial Keluarga Pasien Menerima Edukasi Tidak Menerma


Edukasi
1 Tn. A 
2 Tn. H 
3 Ny. F 
4 Ny. E 
5 Tn. S 
6 Ny. T
7 Ny. E
8 Tn. T 
9 Ny. F 
10 Ny. D 
11 Ny. W 
12 Ny. D 
13 Ny. I 
Dari pertanyaan yang diberikan kepada 13 keluarga pasien selama 2 hari, didapatkan
bahwa ada 10 keluarga pasien yang tidak menerima edukasi handhygiene pada saat
penerimaan pasien baru oleh perawat dan 3 keluarga menerima edukasi handyiene
oleh perawat.

107

Anda mungkin juga menyukai