Anda di halaman 1dari 101

PENUGASAN KELOMPOK : TUGAS II

KAJIAN SITUASI RUANG RAWAT INAP C5


DALAM KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK V

Doni Frans Sinurat 1490119108

Emaliana 1490119111

Fera A Tabuna 1490119082

Karyaman B D Zendrato 1490119016

Lola Pitaloka 1490119113

Melny T Sahetapy 1480119063

Oktavyani P 1490119113

Rini Yurita Wulandari 1490119110

Silvia Restu Jayanti 1490119074

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa tercurah ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu agenda kegiatan
akademis pada tingkat perkuliahan PPN 23 dalam mata ajar Kepemimpinan Dan
Manajemen Keperawatan dapat terselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


dan penghargaan setinggi – tingginya kepada :

1) Herwinda Sinaga, S.Kep, Ners, M.Kep selaku Dosen dan koordinator


dalam mata ajar Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan
2) Lidya Maryani, S.Kep,. Ners.,M.Kep selaku Dosen dalam mata ajar
Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan
3) Kedua orang tua dan para sahabat yang selalu memberi dukungan dan
motivasikepada kami.

Penyusun berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat baik untuk dunia
keilmuwan maupun untuk kegiatan praktek. Namun demikian, penyusun
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik isi
maupun bahasannya, sehingga saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini sangat penyusun harapkan.

Bandung, Juni 2020

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................3
C. Manfaat Penulisan ...................................................................................3
D. Metode Pengumpulan Data......................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Kepemimpinan Dalam Perawatan............................................................5
B. Manajemen Pelayanan Rawat Inap..........................................................8
C. Model Pelayanan Keperawatan Profesional............................................12
D. Manajemen Resiko dan Keselamatan Pasien..........................................19
E. Manajemen Mutu dan Audit....................................................................22
F. Manajemen SDM Keperawatan..............................................................24
G. Pengembangan Professional Berkelanjutan............................................38
H. Penggunaan Penelitian yang Efektif Sebagai Pengambilan
Keputusan klinis......................................................................................46
I. Manajemen Sistem Informasi Klinis.......................................................48
J. Analisa SWOT dalam Kajian Situasi......................................................50
K. Perumusan Masalah di Unit Rawat Inap.................................................51
L. Analisa Fishbone Terhadap Temuan Masalah........................................53
M. Perumusan Solusi Pemecahan Masalah...................................................56
N. Keterampilan Manajemen Klinis.............................................................60

BAB III PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus dan Menjawab Pertanyaan............................................67


B. Pembahasan.............................................................................................67

ii
BAB IV EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
A. Evaluasi Kegiatan Menelaah Deskripsi Kasus........................................82
B. Rencana Tindak Lanjut Terkait Deskripsi Kasus....................................84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..............................................................................................90
B. Saran........................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan salah satu instalasi kesehatan terbesar, di mana
terdapat jenis pelayanan yang mendukung kesehatan masyarakat seperti
pelayanan medik, penunjang klinik. kefarmasian, penunjang nonklinik,
keperawatan dan kebidanan, dan rawat inap. Pelayanan rumah sakit
merupakan bagian yang tidak terpisah dari sistem pelayanan kesehatan pada
umumnya. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, rumah sakit diharapkan
dapat memberikan pelayanan yang berkualitas tingkat kenyamanan yang
diberikan oleh penyedia jasa sangat memengaruhi baik kepuasan maupun
ketidakpuasan seseorang terhadap proses pelayanan yang diterima olehnya.
Maka dari itu, proses pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit
hendaknya mampu menunjang kesembuhan fisik pasien. Selain itu,
hendaknya juga dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk berusaha
melawan penyakit yang diderita olehnya. Dengan demikian, jasa kesehatan
harus terjangkau oleh masyarakat dan tersedia secara merata (Sunaringtyas,
2014).

Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai perbedaan antara pelayanan yang


diterima secara nyata dengan harapan pelanggan. Di industri perawatan
kesehatan, terdapat jenis-jenis pelayanan yang sama yang disediakan oleh
rumah sakit, namun kualitas pelayanannya belum tentu sama. Pasien adalah
pelanggan sehingga menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan
industri kesehatan (Setyaningsih, 2013).
Penyebab mutu pelayanan yang rendah di antaranya faktor input (peralatan,
dana, kurangnya fasilitas, tenaga dokter ahli, dan sebagainya). Selain itu,
terdapat faktor pendukung lain yang menyebabkan mutu pelayanan rendah di

1
rumah sakit, yakni kuantitas dan kualitas perawat, jumlah dokter spesialis, dan
alokasi pendanaan masih terfokus pada fisik dan peralatan. (Arifin dkk.,
2011).

Mutu Pelayanan Rumah Sakit dapat dilihat dari standar akreditasi KARS atau
standar Joint Commision International (JCI) yang sudah diterapkan. Rumah
Sakit yang baik sudah mendapatkan akreditasi KARS sehingga mutu
pelayanan sudah terjamin baik. Mutu pelayanan Rumah Sakit yang baik akan
memperhatikan berbagai aspek yang ada pada Standar KARS atau standar
Joint Commision International (JCI). Salah satu aspek yang diterapkan untuk
mendapatkan mutu pelayanan Rumah Sakit yang baik adalah dengan
memperhatikan keselamatan pasien Keselamatan pasien merupakan aspek
penting dalam pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit. World Health
Organization (WHO) Collaborating Center for Patient Safety Solutions
bekerjasama dengan Joint Commision International (JCI) pada tahun 2005
telah memasukan masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan enam
program kegiatan keselamatan pasien dan sembilan solusi keselamatan pasien
di rumah sakit pada tahun 20072. Keselamatan pasien dapat terwujud apabila
adanya komunikasi yang efektif sesama tenaga medis kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Usnul Afifah Fauziah (2017) tentang
“Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Dengan Dokumentasi Keperawatan
Metode SOAP” didapatkan bahwa pelaksanaan timbang terima pasien dalam
katagori baik sebesar 86,7%, cukup sebesar 13,3%, sedangkan dokumentasi
keperawatab metode SOAP dalam katagori baik sebesar 73,3%, dan katagori
cukup sebesar 25,7%.

Penelitian lain dilakukan oleh Noormailida Astuti, dkk (2019) tentang


“Penerapan Komunikasi Situation, Background, Assesment, Recommendation
SBAR) Pada Perawat Dalam Melaksanakan Handover di RSUD Banjarmasin”
didapatkan bahwa mengidentifikasi sebanyak enam tema, yaitu Pengalaman

2
penerapan komunikasi SBAR dalam handover; Manfaat penerapan
komunikasi SBAR dalam handover; Hambatan penerapan komunikasi SBAR
dalam handover; Tantangan penerapan komunikasi SBAR dalam handover;
Cara beradaptasi penerapan komunikasi SBAR dalam handover; Harapan
penerapan komunikasi SBAR dalam handover.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
a) Salah satu tugas pembuatan Laporan Kajian Situasi Ruang Rawat
Inap C5 pada mata kuliah Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan.
b) Membuat strategi analisa SWOT, matrik IFE dan EFE, diagram
kartesisus/IE, analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan
masalah, serta planning of action dalam kajian situasi ruang rawat
inap berdasarkan menejemen asuhan keperawatan.
c) Menganalisa situasi manajemen ruang rawat inap berdasarkan analisa
SWOT, matrik IFE dan EFE, analisa fish bone, prioritas masalah dan
pemecahan masalah, serta planning of action dalam kajian situasi
ruang rawat inap berdasarkan menejemen asuhan keperawatan.

b. Tujuan Khusus
a) Untuk memahami penggunaan analisa SWOT, matrik IFE dan EFE,
diagram katresius/IE analisa fish bone, prioritas masalah dan
pemecahan masalah, serta planning of action dalam kajian situasi
ruang rawat inap berdasarkan menejemen asuhan keperawatan.
b) Untuk mengetahui perencanaan stategi dalam kajian situasi
manajemen ruang rawat inap mengunakan analisa SWOT, matrik IFE
dan EFE, analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan
masalah, serta planning of action berdasarkan menejemen asuhan
keperawatan.

3
C. Manfaat Penulisan
a. Membantu menganalisa pada kajian situasi ruang rawat inap
menggunakan analisa SWOT, matrik IFE dan EFE, diagram kartesisus/IE,
analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan masalah, serta
planning of action berdasarkan menejemen asuhan keperawatan.
b. Mengoptimalkan penggunaan analisa SWOT, matrik IFE dan EFE,
diagram kartesisus/IE, analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan
masalah, serta planning of action dalam kajian situasi ruang rawat inap
berdasarkan menejemen asuhan keperawatan.
c. Mengimplementasikan penggunaan analisa SWOT, matrik IFE dan EFE,
diagram kartesisus/IE, analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan
masalah, serta planning of action dalam kajian situasi ruang rawat inap.
d. Menghasilkan tata kelolaan manajemen pada manajemen ruang rawat
inap dengan menggunakan analisa SWOT, matrik IFE dan EFE, diagram
kartesisus/IE, analisa fish bone, prioritas masalah dan pemecahan
masalah, serta planning of action.

D. Metode Pengumpulan Data


Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah metode
deskripsi analisa situasi yaitu menjelaskan hasil dari analisa yang sudah
didapatkan di lapangan. Dalam pengumpulan data kami menggunakan metode
pustaka dan literatur melalui jurnal dan media internet lainnya.

4
5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kepemimpinan Dalam Keperawatan


Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut Leadership dan dalam bahasa
arab disebut Zi’amah atau Imamah . dalam terminologi yang dikemukakan
oleh Marifield dan Hamzah. Kepemimpinan adalah menyangkut dalam
menstimulasi, memobilisasi, mengarahkan, mengkoordinasi motif-motif dan
kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam usaha bersama (Stogdill, 2017)
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu
keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya
sesuatu tujuan (Kirsmansa. 2010).

Seorang pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan


yang tepat dan berorientasi pada tindakan/action. Untuk dapat mengambil
keputusan dan bertindak dengan baik maka seorang pemimpin harus memiliki
pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan berkomunikasi dengan baik, energi,
dan tujuan yang jelas. Seorang pemimpin harus menjadi role model yang baik
dalam cara kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
membangun kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya. Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki
kualitas diri dan kualitas perilaku sebagai berikut : integritas, berani
mengambil resiko, inisiatif, energy, optimis, pantang menyerah
(perseverance), seimbang, kemampuan menghadapi stress, dan kesadaran diri
serta memiliki kualitas perilaku seperti: berpikir kritis, menyelesaikan
masalah (solve problem), menghormati/menghargai orang lain, kemampuan
berkomunikasi yang baik, punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan
meningkatkan kemampuan diri dan orang lain (Warta Wargana, 2010).

5
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif
kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang
sudah dilaksanakan. Maka, pemimpin itu harus mahir dalam melakukan
kepemimpinananya, jika dia ingin sukses dalam melakukan tugas-tugasnya
(Kartono, 2015).

Pemimpin adalah seaeorang yang mempergunakan wewenang dan


kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dan mencapai suatu tujuan. Orang mau bekerja adalah
untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari (concius needs)
maupun kebutuhan yang tidak disadari (unconsius needs), berbentuk materi atau
non-materi, kebutuhan fisik maupun rohani (Hasibuan, 2009).

Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kualitas diri dan kualitas
perilaku seperti integritas, berani mengambil resiko, inisiatif, energik, optimis,
pantang menyerah (perseverance), seimbang, kemampuan menghadapi stress, dan
kesadaran diri serta memiliki kualitas perilaku seperti: berpikir kritis,
menyelesaikan masalah (solve problem), menghormati/menghargai orang lain,
kemampuan berkomunikasi yang baik, punya tujuan dan mengkomunikasikan visi
dan meningkatkan kemampuan diri dan orang lain (Wargana, 2010)

1. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan


a. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang ditampilkan
sebagai pimpinan ketikan mencoba perilaku orang lain. Oleh karena
perilaku yang diperlihatkan oleh bawahan pada dasarnya adalah respon
bawahan terhadap gaya kepemimpinan yang dilakukan pada mereka.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda yang
dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, yaitu:

6
b. Aspek Perilaku
(1) Kepemimpinan Positif
Mempunyai pandangan bahwa orang pada hakekatnya bersedia
melakukan pekerjaan dengan baik bila diberikan kesempatan dan
dorongan yang cukup.Oleh karena itu, pimpinan harus memberi
motivasi, memperhatikan dan menyediakan sarana dan serta
memperhatikan beban kerja yang ada.
(2) Kepemimpinan Negatif
Mempunyai pandangan bahwa orang harus dipaksa untuk bekerja,
sehingga pimpinan memotivasi dengan menciptakan rasa takut,
sering memberikan hukuman dan sanksi.
(3) Aspek Kekuasaan dan Wewenang
1) Otoriter (otokratik)
Pemimpin berorientasi pada tugas yang harus segera
diselesaikan, menggunakan posisi dan power dalam
memimpin.Pemimpin menentukan semua tujuan dan
pengambilan keputusan. Pada gaya kepemimpinan ini motivasi
yang dilakukan dengan memberikan reward dan punishment.
2) Demokratis
Pemimpin menghargai sifat dan kemampuan tiap staf.
Menggunakan pribadi dan posisi untuk mendorong
munculnya ide dari staf serta memotivasi kelompok untuk
menentukan tujuan sendiri. Oleh karena itu mereka didorong
untuk membuat rencana, melaksanakan dan melakukan
pengontrolan sesuai dengan yang disepakati.
3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otokratik dengan demokratik,
yaitu pimpinan menyampaikan hasil analisa dari masalah dan
mengusulkan tindakan kepada bawahan.Untuk itu, staf
dimintai saran dan kritik dan selanjutnya keputusan akhir
dilakukan bersama-sama.

7
4) Bebas Tindak (Laisez-Faire)
Pimpinan hanya sebagai official, staf, yang menentukan sendiri
kegiatan yang akan dilaksanakan tanpa pengarahan, super visi
dan koordinasi. Sehingga kendali yang dilakukan pimpinan
yang sangat minimal dan hanya bersifat laporan (Suyanto,
2014).

B. Manajemen Pelayanan Rawat Inap


1. Definisi Manajemen
Manajemen didefinisikan sebagai proses menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu
lingkungan yang berubah. Manajemen juga merupakan proses
pengumpulan dan mengorganisasi sumber–sumber dalam mencapai
tujuan (melalui kerjaan orang lain) yang mencerminkan dinamika
suatu organisasi (Gillies, 2010 dalan Nursalam 2015). Manajemen
keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional (Nursalam, 2015).
2. Fungsi Manajemen
Secara ringkas fungsi manajemen adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai dengan
merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan
menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui
perencanaan yang akan dapat ditetapkan tugas- tugas staf. Dengan
tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk
melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya
yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas- tugasnya
b. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk

8
menghimpun semua sumber data yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating)
Penggerakan adalah proses memberikan bimbingan kepada staf
agar mereka mampu bekerja secara optimal dan melakukan tugas-
tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki sesuai
dengan dukungan sumber daya yang tersedia. Menggerakkan orang
– orang agar mau / suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja bukan
hanya karena perintah, tetapi harus dengan kesadaran sendiri,
termotivasi secara interval.
d. Pengendalian / pengawasan (controling)
Pengendalian adalah proses untuk mengamati secara terus menerus
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan
koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. Merupakan fungsi
pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana,
apakah orang – orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengendalian
juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki.
e. Penilaian (evaluasi)
Merupakan proses pengukuran dan perbandingan hasil – hasil
pekerjaan yang seharusnya dicapai. Hakikat penilaian merupakan
fase tertentu setelah selesai kegiatan, sebelum, sebagai korektif dan
pengobatan ditujukan pada fungsi organik administrasi dan
manajemen (Swanburg, 2005).

3. Proses Manajemen
Proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan sistem
terbuka dimana masing – masing komponen saling berhubungan dan
berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Karena merupakan
suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen yaitu input, proses,
output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
a. Input

9
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi,
personel, peralatan dan fasilitas.
b. Proses
Proses dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer
dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat
pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan. Untuk melaksanakan proses
manajemen diperlukan keterampilan teknik, keterampilan
hubungan antar manusia,dan keterampilan konseptual.
c. Output
Output adalah asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
d. Kontrol
Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan
termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan
kerja perawat, prosedur yang standar dan akreditasi.
e. Mekanisme timbal balik
Berupa laporan finansial, audit keperawatan, survey kendali mutu
dan penampilan kerja perawat. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas
maka para manajer dan administrator seyogyanya bekerja bersama-
sama dalam perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi
manajemen lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya (Swanburg, 2005).

4. Hubungan Antara Manajemen Keperawatan Dengan Proses Keperawatan


Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai suatu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional
yang dapat saling menopang. Sebagaimana proses keperawatan dalam
manajemen keperawatan terdiri dari : pengumpulan data, identifikasi
masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian – pengumpulan data

10
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya megumpulkan informasi
tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah
sakit/puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi dan bagian
keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan
secara keseluruhan.
Pada tahap ini harus mampu mempertahankan level yang tinggi bagi
efisiensi salah satu bagian dengan cara menggunakan ukuran
pengawasan untuk mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan
setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut
perlu diubah atau prestasi yang perlu dikoreksi.
b. Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang
strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam
asuhan keperawatan kepada semua pasien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran  dan tipe
tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur
organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta
menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk mencapai
visidan misi yang telah ditetapkan.
c. Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui
orang lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen
terdiri dari dan bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan
tindakan yang telah direncanakan.

d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan.pada tahap ini manajemen akan
memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya
dan mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat dan mendukung
dalam pelaksanaan (Nursalam, 2007)

11
C. Model Pelayanan Keperawatan Profesional
1. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Berikut adalah beberapa jenis model metode asuhan keperawatan
menurut Marquis & Huston (2015) di antaranya yaitu:
a. Metode Fungsional
Merupakan pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang
didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang
dilakukan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi
(misalnya merawat luka dan injeksi) untuk semua klien yang ada
pada unit perawatan tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab
dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang
semua klien dan menjawab semua pertanyaan tentang klien.
Kelebihan :
1) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu,
2) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai
3) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk suatu tugas yang sederhana,
4) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta
didik yang praktek untuk keterampilan tertentu.
5) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas, dan pengawasan yang baik.

Kekurangan:
1) Pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau tidak total sehingga
proses keperawatan sulit dilakukan.
2) Apabila pekerjaaan selesai cederung perawat meninggalkan klien
dan melakukan tugas non keperawatan.
3) Tidak memberikan kepuasan pada klien maupun perawat.
4) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja.

12
5) Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit diidentifikasikan
kontribusinya terhadap pelayanan klien.

b. Metode TIM
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
klien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu tim kecil yang saling
membantu. Pembagian tugas dalam kelompok atau group dilakukan
oleh ketua kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung jawab dalam
mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan
kemajuan pelayanan perawatan pasien, serta membantu anggota tim
dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan, selanjutnya
ketua tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan
pelayanan atau asuhan keperawatan terhadap klien.
Keuntungan :
1) Menungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3) Memungkinkan antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan :
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit
untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
1) Konsep Metode Tim
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.
b) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
terjamin.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruangan penting dalam metode ini.

13
2) Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Membuat perencanaan.
b) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.
c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien.
3) Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dibawah
tanggung jawabnya.
b) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c) Memberikan laporan.
d) Mengembangkan kemampuan anggota.
e) Menyelenggarakan konferensi.
4) Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Perencanaan
a) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas diruangan masing-
masing.
b) Mengikuti serah terima pasien pada waktu penggantian shift.
c) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan bersama
ketua tim.
d) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
e) Mengikuti visite dokter.
f) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan.
g) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.
h) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.
i) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan pelatihan
diri.
j) Membantu membimbing peserta didik keperawatan.
k) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah
sakit.
Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan.

14
b) Merumuskan tujuan metode penugasan.
c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara
jelas.
d) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
e) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek.
f) Mendelegasikan tugas kepada ketua tim saat kepala ruangan
tidak berada di tempat.
g) Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien.
h) Mengidentifikasi masalah dan cara penyelesaiannya.

Pengarahan
a) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua
tim.
b) Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan
tugas dengan baik.
c) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.
e) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
f) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya.
g) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
Pengawasan
a) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
b) Melalui supervisi: pengawasan langsung melalui inspeksi
dan pengawasan tidak langsung dengan mengecek daftar
hadir ketua tim.

15
Evaluasi
a) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama
ketua tim
Bagan 2.2
Pembagian Tugas Metode Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim Anggota Tim

Pasien Pasien Pasien

Sumber : Nursalam (2013)

c. Metode Primer
Pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
satu orang ”Registered Nurse” sebagai perawat primer yang
bertanggung jawab dalam asuhan keperwatan selama 24 jam terhadap
klien yang menjadi tanggung jawab mulai dari masuk sampai pulang
dari rumah sakit. Apabila perawat primer libur atau cuti, tanggung
jawab dalam asuhan keperawatan klien diserahkan kepada teman
kerjanya yang satu level, satu tingkat pengalaman dan keterampilan
(associated nurse). Metode ini ditandai oleh adanya keterkaitan kuat,
terus menerus antara klien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan mengkoordinasikan asuhan
keperawatan selama klien dirawat. Metode ini mendorong

16
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksanaan

Bagan 2.3
Pembagian Tugas Metode Primer

Tim medis Karu Sarana RS

Perawat Primer

Pasien/Klien

Perawat Perawat Pelaksana


Pelaksana Jika Diperlukan
Perawat
Evening Days
Pelaksana
Night

Sumber : Nursalam (2013)


d. Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan klien saat ia dinas.
Klien akan dirawat oleh perawat yang berbeda pada setiap shif dan tidak ada
jaminan bahwa klien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu klien satu perawat, dalam hal
ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau perawat khusus seperti
isolasi, dan intensive care.
Keuntungan:
1) Perawat lebih memahami kasus perkasus.
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kerugian:
1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.

17
2) Selanjutnya perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.

Bagan 2.4
Pembagian Tugas Manejemen Kasus
Kepala
Ruangan

Staf Perawat Staf perawat


Staf perawat

Pasien Pasien
Pasien

Sumber: Nursalam (2013)

Bagan 2.5
Pembagian Tugas Modifikasi Tim Primer

Kepala Ruangan

Perawat Primer Perawat Primer Perawat Primer

3 Perawat 3 Perawat Associate 3 Perawat


Associate Associate

7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien

Sumber: Nursalam (2011)

18
D. Manajemen Resiko dan Keselamatan Pasien
a. Manajemen Resiko
a) Definisi
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/
metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan
dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk :
penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan
mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/ pengelolaan
sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah
memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko,
mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau
semua konsekuensi risiko tertentu. Risiko adalah peluang
terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan. Jenis-jenis
risiko dalam pelayanan rumah sakit adalah :
 Corporate risk : kejadian yang akan memberikan dampak
negative terhadap tujuan organisasi
 Non-clinical (physical) risk : bahaya potensial akibat
lingkungan
 Clinical risk : bahaya potensial akibat pelayanan klinis
 Financial risk : risiko yang secara negatif akan berdampak
pada kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.
b) Manfaat Manajemen Risiko
1. Pengendalian terhadap timbulnya adverse event o
2. Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan
sebelum suatu masalah terjadi
3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas
4. Efisiensi
5. Mempererat hubungan stakeholders

19
6. Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk
pengambilan keputusan
7. Memperbaiki citra
8. Proteksi terhdap tuntutan
9. Akuntabilitas, jaminan, dan governance

b. Keselamatan pasien
a) Definisi
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang harus
dilaksanakan oleh rumah sakit. Hal ini sangat erat kaitannya baik
dengan citra rumah sakit maupun keamanan pasien. Tujuan dari
pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit adalah untuk
melindungi pasien dari kejadian yang tidak diharapkan. Risiko
kejadian ini berasal dari proses pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan
oleh rumah sakit (Depkes RI, 2008).
Keselamatan pasien telah menjadi perhatian beberapa negara di
dunia dikarenakan masih tetap ada kejadian yang tidak diharapkan
(KTD). KTD yang terjadi di rumah sakit Utah dan Colorado yaitu
sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di
New York, KTD sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %.
Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap yang
berjumlah 33,6 juta per tahun di seluruh Amerika berkisar 44.000-
98.000 per tahun. World Health Organitation (WHO) pada tahun
2004 mengumpulkan data tentang KTD di rumah sakit dari
berbagai negara (Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia) yang
memiliki rentang KTD sebesar 3,2-16,6 %. Data tersebut menjadi
pemicu di berbagai negara untuk melakukan penelitian dan
pengembangan sistem keselamatan pasien (Depkes RI, 2008).
Terdapat dua jenis insiden keselamatan pasien yang luas:

20
 Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses
administrasi, investigasi, perawatan, komunikasi dan
pembayaran. Ini adalah jenis kejadian umum yang dilaporkan
(berkisar antara 70% -90% tergantung pada penelitian).
 Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi,
termasuk diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda,
perlakuan salah dan kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal
secara luas berikut definisinya yaitu:
 Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident
adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat,
kematian dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”)
atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien.
 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak
menyebabkan cedera pada pasien.
 Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat
terjadi karena “keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau
“peringanan” (suatu obat dengan reaksi alergi diberikan ,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
 Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance”
adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan
cedera, tetapi belum terjadi insiden.

21
 Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang diharapkan atau
tidak dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang
salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan
cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah,
dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku.

E. Manajemen Mutu dan Audit


a. Mutu Pelayanan Keperawatan
a) Definisi Mutu Pelayanan Keperawatan
Mutu pelayanan keperawatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
yang menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi
yang telah ditetapkan dengan menyesuaikan pontensi sumber daya yang
tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman,
dan memuaskan sesuai dengan norma, etikam hukum, dan sosio budaya
dengan memperlihatkan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen (Morgan, 2007)
b) Pengukuran mutu pelayanan
Menurut Donalbedlan dalam Nursalam (2016) pelayanan dapat diukur
dengan menggunakan tiga variabel yaitu :
1) Input adalah segala sumberdaya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralata,
teknologi, organisasi, dan informasi.
2) Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan
dengan konsumen (pasien dan masyarkat). Setiap tindakan medis/
keperawtan harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada
diri pasien. Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan

22
resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya.
Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan. Keilmuan
selalu diperbaharui untuk menjamin bahwa tindakan
medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah
yang muktakhir. Interaksi profesional selalu memperhatikan asas
etika terhadap pasien, yaitu :
 Berbuat hal-hal baik (beneficence) terhadap manusia terkhusus
pasien
 Tidak menimbulkan kerugian (non malificence) terhadap
manusia
 Menghormati manusia (respect for persons), menghormati hak
otonomi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka dan
empati.
 Berlaku adil (justice) dalam memberikan pelayanan
3) Output/ outcome adalah hasil dari pelayanan kesehatan atau
pelayanan keperawatan yaitu perubahan yang terjadi pada
konsumen termasuk kepuasan kepada konsumen.

b. Audit Internal Pelayanan Keperawatan


Pengertian audit menurut Alvin A. Arens dan Loebbecke dalam buku
Audit Sektor Pablik (2015) adalah proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai suatu identitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria kriteria yang telah
ditetapkan. Audit seharusnya dilakukan oleh seseorang yang
independen dan kompeten.
Audit internal adalah suatu kegiatan penjagaan mutu (menilai
kesesuaian antara fakta dengan kriterianya) dan konsultasi oleh tim
independen serta objektif yang dirancang untuk memberikan nilai

23
tambah sekaligus memajukan kegiatan organisasi dalam mencapai
tujuannya (Nursalam, 2016). Auditor internal membantu manajemen
dalam hal ;
 Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen,
ketua tim audit setiap tahun mengajukan jadwal audit ke
manajemen eksekutif. Contoh audit asuhan keperawatan, audit
infeksi nosocomial.
 Mengidentifikasi dan minimalkan resiko
 Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan
tinjauan terhadap laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan
waktu dan maknanya. Sehingga keputusan manajemen yang
didasarkan pada laporan tersebut lebih valid.
 Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan senang berjalan
 Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program
pada saat masih dalam rancangan, pada saat diimplementasikan,
dan hasil actual yang dicapai oleh kebijakan atau program
tersebut
 Membantu manajer karena masalah dapat timbul jika manajer
tidak mengendalikan akitivitasnya.

F. Manajemen SDM Keperawatan


a. Pengertian SDM
Menurut Hasibuan (2003, h 244) Sumber Daya Manusia adalah
kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu.
Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya,
sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi
kepuasannya. Sumber Daya Manusia atau man power di singkat SDM
merupakan yang dimiliki setiap manusia . SDM terdiri dari daya fikir dan
daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan
oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur utama
dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih

24
tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apaapa. Daya pikir adalah kecerdasan
yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha
(belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient
(IQ) dan Emotion Quality (EQ).
Menurut Gouzali Syadam (2000, h. 5) Sumber Daya Manusia (SDM)
semula merupakan terjemahan dari human recources. Namun ada pula para
ahli yang menyamakan SDM dengan manpower atau tenaga kerja, bahkan
sebagian orang menyetarakan pengertian SDM dengan personnel
(personalia, kepegawaian dan sebagainya).
Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006, h 8) Sumber Daya Manusia
merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan
manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan
dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu, tenaga dan kemampuanya
benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan
organisasi, maupun bagi
b. kepentingan individu.
Sebagai faktor pertama dan utama dalam proses pembangunan, SDM selalu
menjadi subjek dan objek pembangunan. Proses administrasi pun sangat
dipengaruhi oleh manajemen sumber daya manusia, dan ada empat macam
klasifikasi sumber daya manusia sebagaimana dikemukakan oleh Ermaya
(1996 : 2) : Manusia atau orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk
menempatkan, mengendalikan dan mengarahkan pencapaian tujuan yang
disebut administrator.
Manusia atau orang-orang yang mengendalikan dan memimpin usaha agar
proses pencapaian tujuan yang dilaksanakan bisa tercapai sesuai rencana
disebut manajer. Manusia atau orang-orang yang menpengaruhi syarat
tertentu, dingkat langsung melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing atau jabatan yang dipegangnya.
Menurut Veithzal Rivai (2003, h 6), Sumber Daya Manusia adalah seorang
yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan usaha pencapaian tujuan
organisasi. Selain itu sumber daya manusia merupakan salah satu unsur

25
masukan (input) yang bersama unsur lainnya seperti modal, bahan, mesin
dan metode/ teknologi diubah menjadi proses manajemen menjadi keluaran
(output) berupa barang atau jasa dalam usaha mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Sonny Sumarsono (2003, h 4), Sumber Daya Manusia atau human
recources mengandung dua pengertian. Pertama, SDM mengandung
pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses
produksi. Dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang
diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang
dan jasa. Pengertian kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu
bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja
berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis,
yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan atau masyarakat.
Pengertian pengembangan sumber daya manusia mirip dengan
pengembangan manusia (human development). Dengan demikian,
pengembangan sumber daya manusia adalah upaya pengembangan manusia
yang menyangkut pengembangan aktivitas dalam bidang pendidikan dan
latihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas, peningkatan kemampuan
penelitian, dan pengembangan teknologi.

c. Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mathis dan Jackson
(2006, h.3) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi
untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Fisher et.al (1993,h.5)
mendefinisikan : Human Resources Management (HRM) involves all
management decisions and practices that directly affect or influence the
people, or human resources who work for the organization. (MSDM
melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang berdampak

26
langsung atau berpengaruh ke semua orang, atau sumber daya manusia
yang bekerja bagi organisasi).
Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Gary Dessler (1997,h.2)
adalah kebijakan dari praktik yang dibutuhkan seseorang untuk
menjalankan aspek “orang” atau SDM dari posisi seorang manajemen,
meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan dan penilaian.
Sedangkan Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Hasibuan (2003, h.
10), adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan
manajemen manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM adalah
manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan
Dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan, permasalahan yang dihadapi
manajemen bukan hanya terdapat pada bahan mentah, alat-alat meja,
mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan saja, tetapi juga menyangkut
karyawan (sumber daya manusia) yang mengelola faktor-faktor produksi
lainnya tersebut. Namun, perlu diingat bahwa sumber daya manusia sendiri
sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan
masukan (output). Karyawan baru yang belum mempunyai keterampilan
dan keahlian, sehingga menjadi karyawan yang terampil dan ahli. Apabila
dilatih lebih lanjut serta diberikan pengalaman dan motivasi, dia akan
menjadi karyawan yang matang. Pengolahan manusia inilah yang disebut
MSDM.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan gabungan dari Manajemen
dan Sumber Daya Manusia, untuk memberikan penjelasan pengertian dari
Manajemen Sumber Daya Manusia dapat dijabarkan sebagai berikut,
menurut Gomes (2000), manajemen berasal dari kata kerja to manage, yang
artinya mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan
pendapat lain mengatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota

27
organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai manajemen dan sumber daya
manusia tersebut, maka dapat ditarik gambaran secara sederhana mengenai
pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu segala
bentuk kegiatan mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber
daya yang tersedia dalam suatu organisasi, sumber daya manusia
merupakan aspek yang paling penting dikarenakan sumber daya manusia
merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan,
keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan
karya.
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bersamasama untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan oleh organisasi tersebut.
Organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang memiliki kesamaan sifat,
watak, karakter, latar belakang, budaya, kaulifikasi, motivasi dan berbagai
hal lainnya. Keanekaragaman tersebut memerlukan pengelolaan yang
cermat dan berkesinambungan, sehingga terdapat kesamaan gerak dan
langkah serta kesamaan persepsi dalam organisasi.
Pentingnya pegawai dilihat dari keutuhannya dalam organisasi, dimana
keunggulan kompetitif yang ada pada diri sumberdaya manusia, pada
periode tertentu akan mengalami fase perubahan sejalan dengan perubahan
kemajuan zaman. Terkait dengan ini, maka upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia dalam organisasi perlu dan harus ditingkatkan agar
dapat menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan perubahan kemajuan
tersebut.
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari
manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang
produksi, pemasaran, keuangan maupun kepegawaian. Karena sumber daya
manusia dianggap semakin penting peranannya dalam pencapaian tujuan,

28
Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut beberapa ahli,
diantaranya:
1. Menurut Hall T. Douglas dan Goodale G. James baha Manajemen sumber
daya manusia adalah: “Human Resource Management is the prosses
through hican optimal fit is achieved among the employee, job,
organization, and environment so that employees reach their desired level
of satisfaction and performance and the organization meets it’s goals”.
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses melalui mana
kesesuaian optimal diperoleh di antara pegawai, pekerjaan organisasi dan
lingkungan sehingga para pegawai mencapai tingkat kepuasan dan
performansi yang mereka inginkan dan organisasi memenuhi tujuannya.
2. Menurut Edin Flippo Personal management is the planning, organizing,
directing, and controlling of the procurement, development, compensation,
integration, maintenance, and separation of human resources to the end
that individual, organizational and societal objectives are accomplished
Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja,
pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan
hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran
perorangan, organisasi, dan masyarakat.
3. Sedangkan menurut Malayu Hasibuan Manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja, agar
efektif dan efisien membantu terujudnya tujuan.
4. Menurut Bashir Barthos Manajemen sumber daya manusia timbul sebagai
suatu masalah baru pada dasaarsa 1960-an. Manajemen SDM mencakup
masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan, dan
perlindungan sumber-sumber daya manusia baik yang berada dalam
hubungan kerja maupun yang berusaha sendiri.
5. Menurut Amin idjaja Tunggal Manajemen sumber daya manusia adalah
fungsi manajemen yang berhubungan dengan rekrutmen, penempatan,
pelatihan, dan pengembangan anggota organisasi.

29
6. Menurut T. Hani Handoko Manajemen sumber daya manusia adalah
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun
organisasi.

d. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia


Tujuan manajemen Sumber Daya Manusia adalah :
1. Tujuan Organisasional Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan
manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam memberikan
kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi. Walaupun secara
formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk dapat
membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap
bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan. Departemen sumber
daya manusia membantu para manajer dalam menangani hal-hal yang
berhubungan dengan sumber daya manusia.
2. Tujuan Fungsional Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi
departemen pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Sumber daya manusia menjadi tidak berharga jika manajemen sumber
daya manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat
kebutuhan organisasi
3. Tujuan Sosial Ditujukan untuk secara etis dan sosial merespon
terhadap kebutuhankebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat
melalui tindakan meminimasi dampak negatif terhadap organisasi.
Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi
keuntungan masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.
4. Tujuan Personal Ditujukan untuk membantu karyawan dalam
pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat
mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi. Tujuan
personal karyawan harus dipertimbangkan jika parakaryawan harus
dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi. Jika tujuan personal

30
tidak dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat menurun
dan karyawan dapat meninggalkan organisasi.

e. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah: perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian.
1. Perencanaan
Perencanaan sumber daya manusia dalam organisasi merupakan
seperangkat kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan dan
kebutuhan pegawai atau sumber daya manusia dari suatu organisasi di
masa mendatang. Melalui estimasi jumlah dan jenis pegarwai yang
diperlukan oleh seluruh bagian-bagian kepegawaian dapat menusun
rencana secara lebih baik dalam hal-hal yang maenjadi lingkup
pekerjaaannya, misalnya penarikan pegawai, seksi pegawai, dan lain
sebagainya. Definisi perencanaan sumber daya manusia
Seperti yang di kutip oleh Dale Yoder memberi tekanan dalam
menpower planning dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Kwantitas dan kwalitas tenaga kearja
b. Tenaga kerja yang cukup dan tepat
c. Penyediaan suplai tenaga kerja yang cakap
d. Memastikan penggunaan tenaga kerja yang efektif

Dale Yoder mengutip pula pendapat Edwin B Geister yang telah membandingkan
aneka warna definisi manpower planning di mana disimpulkan bahwa dalam
perencanaan tenaga kerja harus secara jelas diakui pentingnya hal-hal sebagai
berikut:

a. Penggunaan yang efektif


b. Perkiraan kebutuhan
c. Pengembangan kebijakan dan program untuk memenuhi kebutuhan
d. Mereview dan mengawasi proses keseluruhan

31
Manfaat perencanaan sumber daya manusia Dengan mengistimasi jumlah dan
jenis karyawan yang dibutuhkan, organisasi akan merencanakan dengan lebih baik
kegiatan lainnya. Perencanaan sumber daya manusia memungkinkan setiap bagian
organisasi untuk menempatkan orang yang tepat. Selain itu, perencanaan sumber
daya manusia tidak hanya berguna untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
disetujui, tetapi juga menolong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan
jangka panjang dan jangka pendek.

Dalam penyusunan perencanaan tenaga kerja, ada dua aktivitas yang harus
dilakukan. Kedua hal tersebut adalah menetapkan kebutuhan tenaga kerja dan
menentukan suplai tenaga kerja.

a. Kebutuhan tenaga kerja


Untuk dapat menentukan kebutuhan tenaga kerja pada masa depan, maka
pertama-tama harus dapat ditentukan rencana strategis perusahaan dan
perkiraan tingkat kegiatan masa dating.
Ada empat cara memperkirakan kebutuhan tenaga kerja, yaitu:
1) penilaian manajerial,
2) analisis rasio kecendrungan
3) work study
4) Analisis keahlian dan keterampilan.
b. Suplai tenaga kerja Suplai tenaga kerja dapat ditentukan melalui perkiraan
suplai internal dan perkiraan suplai eksternal. Perkiraan suplai tenaga kerja
yang mungkin dapat tersedia di dalam perusahaan akan suplai internal dapat
diperkirakan berdasar pada:
1) analisa sumber daya yang ada
2) analisa pemborosan
3) penilain perubahan dalam kondisi kerja dan absensi
4) perkiraan hasil program pelatihan

a. Unsur-Unsur Manajemen

32
Sumber Daya Manusia Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk
mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men,
money, materials, machines, method, dan markets.
1. Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan.
Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses
untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja.
2. Money (uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang
merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan.
Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini
akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk
membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli
serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
3. Materials (bahan)
Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia
yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-
materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat
dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
4. Machines (mesin)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin
akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih
besar serta menciptakan efesiensi kerja.
5. Methods (metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara
kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode

33
daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas
dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan
kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang
yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman
maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama
dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
6. Market (pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang
yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti.
Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan
pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor
menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas
dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli
(kemampuan) konsumen.

b. Pengembangan SDM
Manusia merupakan sumber daya yang penting bagi suatu organisasi dalam
usaha mencapai tujuannya. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan
keuangan, tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, maka
tujuan organisasi akan sulit untuk dicapai. Atas dasar itulah maka faktor
sumber daya manusia dalam suatu organisasi harus senantiasa dibina dan
dikembangkan.
Dalam era globalisasi persaingan merupakan hal yang semakin nyata terjadi
dan kita saksikan, terlebih ditambah dengan berkembangnya teknologi
informasi yang begitu cepat dan semakin canggih. Terdorong oleh kondisi
tersebut, setiap organisasi baik yang bergerak dalam lingkup industri maupun
jasa, baik yang berorientasi pada profit ataupun non-profit dituntut untuk
mampu menggerakkan serta memberdayakan sumber daya yang dimilikinya
seoptimal mungkin guna memperoleh hasil yang terbaik.

34
Strategi pengembangan SDM merupakan perencanan mengenai cara
bagaimana kualitas dari sumber daya manusia yang dimiliki mampu
berkembang ke arah yang lebih baik, meningkat kemampuan kerja, skill dan
memiliki loyalitas yang baik terhadap organisasi. Pengembangan sumber daya
manusia dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah organisasi agar mampu
berkembang secara lebih dinamis. Manusia adalah unsur terpenting dalam
sebuah organisasi, manusia adalah penggerak dan pengelola dari sumber daya
organisasi yang ada, sehingga tidak berlebihan menjadikan sumber daya
manusia sebagai unsur yang layak mendapat prioritas lebih dari sumber daya
organisasi yang lainnya sehingga sumber daya manusia yang ada memiliki
kualitas yang terbaik, karena dengan memiliki sumber daya manusia yang
terbaik maka daya saing atas organisasi tersebut akan semakin tinggi.

2) Peranan SDM
Besarnya peranan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi
dikategorikan sebagai salah satu aset terpenting bagi perusahaan dalam upaya
memperoleh keuntungan demi kelangsungan berdirinya sebuah organisasi,
disamping sumber daya perusahaan lainnya. Mengingat pentingnya peran dan
fungsi sumber daya manusia dalam pembentukan nilai tambah atas sumber
daya organisasi, maka diperlukan pendayagunaan atas sumber daya secara
efektif dan efisien.
Lembaga pemerintah sebagai salah satu bentuk organisasi yang berorientasi
pada pelayanan masyarakat tentunya juga membutuhkan tenaga-tenaga
aparatur negara yang berkualitas baik dalam melayani ataupun mengawasi
sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara. Terciptanya aparatur sebagai
sumber daya manusia dalam organisasi pemerintahan tentunya juga tidak
terlepas dari bagaimana peran organisasi pemerintahan tersebut dalam
mengembangkan keahlian dan keterampilan dari para aparaturnya baik secara
hard skill maupun soft skill. Dengan semakin besarnya sorotan masyarakat
terhadap kinerja para aparatur negara, maka sudah waktunya bagi pemerintah

35
untuk segera mulai membentuk sebuah sistem yang mampu mendayagunakan
serta menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Lembaga pemerintah diantaranya adalah lembaga yang ada di bidang
kesehatan yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan khususnya bidang
kesehatan. Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya pemberian
asuhan keperawatan, dokumentasi prosess keperawatan merupakan sarana
komunikasi antara perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
asuhan keperawatan. Dokumentasi proses asuhan keperawatan sebagai
informasi keperawatan secara tertulis yang merupakan dasar komunikasi yang
akurat dan lengkap dalam tangggung jawab perawat, sehingga dokumentasi
proses asuhan keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk menunjang pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada pasien yang merupakan tanggung jawab dan tanggung gugat dari
berbagai kemungkinan masalah yang dialami pasien baik masalah kepuasan
maupun ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan (Aziz, 2002).
Kepuasan atau tidak kepuasan tersebut tidak terlepas dari kinerja yang
diberikan oleh perawat tersebut.
Kinerja (performance) perawat menjadi isu yang cukup menarik dan tidak
pernah lepas dari pembahasan. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan
yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja
diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat, diharapkan dapat
menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan
secara umum pada organisasi atau rumah sakit tempatnya bekerja, dan dampak
akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan
keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan
keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap (Hariyati, Rs.
R.S., 2009)

36
3) Tantangan SDM
Globalisasi memberikan implikasi terbukanya peluang bagi para manajemen
dalam berbagai bidang untuk memberikan solusi alternative kepada pengguna
untuk memperoleh kualitas layanan unggul. Hal ini memberikan tantangan
bagi suatu organisasi perusahaan untuk menghasilkan kualitas layanan prima.
Organisasi dengan subsistem manusianya merupakan kesatuan system yang
bertujuan mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan organisasi.
Pendekatan untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas
personel dalam era kompetisi yang semakin meningkat telah menjadi salah
satu upaya kunci keberhasilan organisasi. Kenyataan telah menunjukkan
semakin banyak organisasi yang bergantung pada para karyawan yang
inovatif,kreatif, dan terampil.
Sementara lingkungan bisnis yang telah berubah menuntut adanya pandangan
jauh ke depan searah jalannya organisasi agar tetap stabil dan sigap mengatasi
perubahan-perubahan. Dengan demikian, organisasi perlu memiliki pemimpin
yang visioner yang mampu melihat ke depan, memprediksi perubahan yang
akan terjadi, melakukan penyesuaian dalam organisasi, dan menjembatani
tuntutan bisnis sekaligus menjadi ktalisator pengembangan SDM. Pusat
pengembangan potensi SDM mengambil peran untuk memetakan profil
kompetensi SDM yang dimiliki organisasi saat ini berdasarkan criteria-
criteria yang dibutuhkan untuk masa datang.
Organisasi harus mencari jalan untuk mengurangi hambatan-hambatan.
Pertama, organisasi harus belajar keanekaragaman dari budayadan nilai-nilai
anggotanya.Keedua, organisasi harus mengembangkan budaya organiasasi
sendiri melalui komunikasi yang baik dengan anggotanya. Untuk mendukung
usaha mengembangkan budaya organisasi, harus ada perubahan pada
kebijakan SDM.
1. Faktor Eksternal
Organisasi Faktor lingkungan atau keadaan yang bersumber dari luar
organisasi yang dapat menghambat usaha peningkatan fungsi SDMyang
mendukung tercapainya tujuan organisasi. Faktor tersebut adalah angkatan

37
kerja, peraturan/hukum perundang-undangan, persaingan, konsumen, serta
perubahan teknologi, ekonomi, dan masyarakat.
a) Angkatan Kerja
Angkatan Kerja merupakan kelompok individu dari luar yang menjadi
pekerja dalam organisasi. Kemampuan dari tenaga kerja organisasi
menentukan seberapa besar dapat meraih misinya. Sejak tenaga kerja
baru dipekerjakan dari luar organisasi, angkatan kerja dipertimbangkan
sebagai factor lingkungan eksternal. Angkatan kerja selalu berubah dan
pergantian ini menimbulkan perubahan angkatan kerja dalam
organisasi. Perubahan ini meliputi ras, jenis kelamin/gender, usia,
nilai, dan norma budaya.
b) Legal Consideration
Masalah signifikan lain yang mempengaruhi SDM berhubungan
dengan undang-undang local dan Negara bagian adalah tentang
peluang kerja yang sama (equalemployment opportunity). Untuk
menghindari masalah ras, warna kulit, agama, jenis kelamin atau
negeri asal maka dibentuk suatu badan/komisi untuk menangani
masalah tersebut. Equal Employment Opportunity)
Untuk menghindari masalah ras, warna kulit, agama, jenis kelamin
atau negeri asal maka dibentuk suatu badan/komisi untuk menangani
masalah tersebut. Equal Employment Opportunity Comission
merupakan komisi yang diberi kuasa unuk menyelidiki keluhan-
keluhan diskriminasi pekerjaan dan menggugat atas nama pihak yang
mengeluh. Masalah hukum, keputusan pengadilan dan tindakan
afirmatif berakibat pada aktivitas SDM
c) Persaingan
Untuk menaikkan pangsa pasar, sebuah organisasi harus
mengandalkan pada satu dari dua peluang yang terbuka, yaitu :
1) Organisasi itu harus mendapatkan lebih banyak pelanggan, baik dengan
mengumpulkan pangsa pasar yang lebih besar maupun dengan
menemukan cara peningkatan ukuran pasar itu sendiri.

38
2) Organisasi itu harus mengalahkan pesaing dalam memasuki dan
memenangkan pasar yang sedang berkembang.
3) Cara manapun yang digunakan organiasi harus menganalisis pesaing
dalam menetapkan strategi pemasaran yang terarah dalam rangka
member kepuasan yang lebih besar kepada pelanggan.

G. Pengembangan Professional Berkelanjutan


PKB merupakan proses pengembangan sistematis yang meliputi berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang perawat praktis untuk
mempertahankan dan meningkatkan profesionalismenya sesuai standar
kompetensi yang di tetapkan (PPNI,2016). PKB menjadi kewajiban yang
harus diikuti oleh perawat sebagai petugas kesehatan dan dilaksanakan oleh
rumah sakit dan pengembangan staf.
a. Pengembangan Profesional dalam Standar Kompetensi Perawat
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati sedangkan
kompetensi dapat di artikan sebagai kemampuan seseorang terobservasi
mencangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang di tetapkan. Standar
kompetensi perawat merefleksikan kompetensi yang diharapkan dimiliki
oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan atau pada saat
memberikan asuhan keperawatan (Lawton&Wimpenny,2003).
1. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
b. Pengertian
MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai
profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat
menopang pemberian asuhan tersebut. Model praktik keperawatan
profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-
nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur

39
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan
tersebut diberikan.
Unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan
MPKP, yaitu :
a) Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah
klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan
jumlah tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah
perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan ,
maka tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan. Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan
kolaboratif dan tidak sempat melakukan tindakan terapi
keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan kesehatan.
b) Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu
Kepala Ruang, Perawat Primer dan perawat Asosiate, sehingga
peran dan fungsi masing masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam
sistem pemberian asuhan keperawatan.
c) Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra,
maka PP hanya melakukan validasi terhadap ketepatan penentuan
diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan,
sehingga waktu tidak tersita untuk membuat penulisan renpra
yang tidak diperlukan.
c. Peran dan Tanggung Jawab dalam MPKP
1. Peran Kepala Ruangan (Karu)
a. Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, KARU melakukan
ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat, meliputi :
menanyakan keadaan pasien dan kebutuhannya serta mengobservasi
keadaan infuse, tetesan infus dan bila ada obat yang belum diminum
oleh pasien segera diberikan dengan memberikan motivasi kepada
pasien tentang kegunaan obat.

40
b. Memimpin sharing pagi
c. Memimpin operan pagi
d. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh Kepala
Tim dalam pemberian asuhan keperawatan pada hari itu.
e. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi : pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (hasil Lab), dan lain-lain.
f. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
g. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di
area tanggung jawabnya.
h. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
2. Ketua Tim (KATIM)
Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien
oleh Tim keperawatan dibawah koordinasinya.
a. Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien yang
dikoordinirnya pada saat Pre Confrence.
b. Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat untuk
setiap pasiennya.
c. Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
rencana yang telah dibuat PP
d. Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
dibawah koordinasinya pada saat Post Confrence.

3. Penanggung Jawab Shift ( PJ Shift )


a. Tugas Utama: Menggantikan fungsi pengatur pada saat shift
sore/malam dan hari libur.
b. Memimpin kegiatan operan shift sore-malam.
c. Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung
jawabnya

41
d. Memastikan seluruh PA melaksanakan Askep sesuai rencana
yang telah dibuat PP
e. Mengatasi permasalahan yang terjadi diruang perawatan
f. Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
4. Perawat Pelaksana (PP) & Perawat Asosiet (PA) :
a) Tugas Utama :Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan
pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan
asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan
dan melakukan evaluasi (follow up) perkembangan pasien.
b) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
oleh PA
c) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana.
d. Metode MPKP
Macam-macam Metode MPKP (Marquis & Huston, 2010).
a) Metode Fungsional
Bentuk pengelolaan semacam ini karena diasumsikan saat
perang berakhir, rumah sakit tidak lagi membutuhkan petugas
tambahan. Sebagian besar mempertimbangkan keperawatan
fungsional sebagai cara hemat biaya dalam memberikan
asuhan. Hal ini berlaku jika kualitas asuhan dan perawatan
holistik tidak dianggap sebaagai hal yang esensial. Salah satu
keuntungan utama keperawaan fungsional adalah efisiensinya,
tugas diselesaikan dengan cepat, dengan kebingunan tanggung
jawab yang kecil. Keperawatan fungsional cenderung
mengarah ke asuhan yangterpecah dan kemungkinan
mengabaikan kebutuhan prioritas pasien. Keperawatan
fungsional juga dapat menimbulkan kepeuasan kerja yang
rendah karena sebagian petugas merasa kurang tertantang dan
kurang dirangsang daklam melakukan peran mereka.
1) Keuntungan

42
Keuntungan metode fungsional diantaranya perawat
terampil untuk tugas /pekerjaan tertentu, mudah
memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai
tugas, kekurangan tenaga yang ahli dapat diganti dengan
tenaga yang kurang berpengalaman untuk satu tugas yang
sederhana dan memudahkan kepala ruangan untuk
mengawasi staf atau peserta didik yang praktek untuk
keterampilan tertentu.
2) Kerugian
Kerugiannya pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau
total sehingga proses keperawatan sulit dilakukan, apabila
pekerjaan selesai cenderung meninggalkan klien dan
melakukan tugas non keperawatan, kepuasan kerja
keseluruhan sulit dicapai dan sulit diidentifikasi
kontribusinya terhadap pelayanan dan Perawat hanya
melihat asuhan keperawatan sebagai keterampilan saja.
b) Metode Tim (Marquis & Huston, 2010)
Keperawatan tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam
upaya untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan
pengaturan fungsional asuhan pasien. Dalam keperawatan tim,
petugas bantuan bekerja sama dengan memberikan asuhan
kepeda sekelompok pasien di bawah arahan perawat
profesional. Sebagai pemimpin tim, tersebut perawat
bertanggung jawab mengetahui keadaan dan kebutuhan semua
pasien yang termasuk dalam tim dan merencanakan asuhan
individual.
Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional
(registered nurses), perawat praktis yang mendapat ijin, dan
sering pembantu perawat. Indonesia suatu tim keperawatan
dapat disusun dan terdiri dari perawat sarjana atau perawat
diploma sebagai ketua tim, perawat lulusan SPK sebagai

43
anggota dan dibantu pekerja kesehatan atau pembantu perawat.
Tim bertanggung jawab dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada sejumlah pasien selama 8 atau 12 jam.
Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para
perawat anggota dimotivasi untuk belajar. Hal pokok yang
harus ada pada metode tim keperawatan adalah konferensi tim
yang dipimpin ketua tim, rencana keperawatan dan
keterampilan kepemimpinan.
Kerugian keperawatan tim terutama dihubungkan dengan
penerapannya yang kurang tepat, bukan filosofi keperawatan
tim itu sendiri. Seringkali tidak tersedia waktu yang adekuat
untuk merencanakan asuhan dan melakukan komunikasi tim.
c) Metode Kasus (Marquis & Huston, 2010)
Metode kasus adalah rancangan kerja terakhir yang diusulkan
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Dapat didefinisikan
sebagai proses kolaborasi yang mengkaji, merencanakan,
mengimplementasikan, mengoordinasikan, memantau dan
mengevaluasi pilihan layanan dan layanan untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan seorang individu melalui komunikasi dan
sumber daya yang tersedia guna meningkat hasil yang
berkualitas dan efektif biaya.

Sistem asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis dan


Huston, 1998:136)

44
d) Metode Perawat Primer (Marquis & Huston, 2010)
Keperawatan primer dikembangkan pada awal tahun 1970-
an, menggunakan sebagian konsep asuhan keperawatan total
dan membawa kembali perawat terdaftar kepelayanan untuk
memberikan perawatan klinis.
Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat
prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan dan
mengevaluasi keefektivitasan perawatan. Sementara perawat
yang lain menjalankan tindakan keperawatan, perawat primer
mengkoordinasi perawatan dan menginformasikan tentang
kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan
lainnya. Keperawatan primer melibatkan semua aspek peran
profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi,
pembuatan keputusan, dan kesinambungan perawatan. Perawat
primer merupakan manager garis terdepan bagi perawatan
pasien dengan segala akuntabilitas dan tanggung jawab yang
menyertainya.
e) Model Modular
Model modular adalah pengorganisasian pelayanan atau
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional
dan non profesional (terampil) untuk sekelompok klien dari
mulai masuk rumah sakit sampai pulang disebut tanggung
jawab total atau keseluruhan. Metode ini diperlukan perawat
yang berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan
kepemimpinan. Idealnya 2-3 perawat untuk 8-12 klien.
Keunggulan dan kekurangan metode ini sampai dengan

45
gabungan antara metode tim dan metode perawatan primer
(Arwani, 2006).
Metode keperawatan moduler adalah suatu variasi dari metode
keperawatan primer. Metode ini merupakan gabungan antara
metode tim dengan metode primer. Metode ini sama dengan
metode tim karena baik perawat profesional maupun non-
profesional bekerja bersama dalam memberikan asuhan
keperawatan dibawah kepemimpinan seorang perawat
profesional. Di samping itu, dikatakan memiliki kesamaan
dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang
perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak
masuk dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan
waktu follow up care (Arwani, 2006).
Perawat profesional juga memiliki kewajiban untuk
membimbing dan melatih non-profesional. Apabila perawat
profesional sebagai ketua tim dalam keperawatan modular ini
tidak masuk, tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh
perawat profesional lainnya yang berperan sebagai ketua tim.
Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat
jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan untuk
bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing
serta memotivator (Arwani, 2006):

Kepala Ruangan

PJ Shift PJ Shift
PJ Shift

PP PP PP PP PP PP PP PP PP
46
TIM I TIM II TIM III

Sumber : Nursalam, 2011

H. Penggunaan Penelitian yang Efektif Sebagai Pengambilan Keputusan


klinis
1. Pengertian Evidence Based Practice

Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan


membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu
memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat
keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan
perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan menurut
(Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku
yang positif sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari
kedua pengertian EBP tersebut dapat dipahami bahwa evidance based
practice merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau
pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan
relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan
skill dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan
pasien.Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama
dalam institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah
membuat keputusan berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan
EBP kedalam kurikulum merupakan hal yang sangat penting.

2. Tujuan Evidence based practice (EBP)


Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam
praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan.
Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat

47
kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa lebih
pendek serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et al., 2012).
3. Komponen Kunci EBP
Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya.
Evidence atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal evidence dan
internal evidence. Bukti eksternal didapatkan dari penelitian yang sangat
ketat dan dengan proses atau metode penelitian ilmiah. Pertanyaan yang
sangat penting dalam mengimplementasikan bukti eksternal yang
didapatkan dari penelitian adalah apakah temuan atau hasil yang
didapatkan didalam penelitian tersebut dapat diimplementasikan kedalam
dunia nyata atau dunia praktek dan apakah seorang dokter atau klinisi
akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dihasilkan dalam
penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti eksternal bukti internal
merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan proyek
perbaikan kualitas (Melnyk & Fineout, 2011).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi EBP

Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor


yang akan mendukung penerapan evidence based practice oleh
mahasiswa kepearawatan, diantaranya adalah intention (niat),
pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa keperawatan. Dari ketiga
faktor tersebut sikap mahasiswa dalam menerapkan EBP merupakan
faktor yang sangat menunjang penerapan EBP. Untuk mewujudkan hal
tersebut pendidikan tentang EBP merupakan upaya yang harus dilakukan
dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa ataupun sikap mahasiswa
yang akan menjadi penunjang dalam penerapannya pada praktik klinis.

I. Manajemen Sistem Informasi Klinis


a. Sistem informasi
a) Definisi

48
Sumber informasi adalah data. Data merupakan bentuk jamak dari
bentuk tunggal datum. Data sering disebut sebagai bahan mentah
informasi. Tapi menurut Kumorotomo dan Margono (2010), data adalah
fakta yang tidak sedang digunakan pada proses keputusan, biasanya
dicatat dan diarsipkan tanpa maksud untuk segera diambil kembali
untuk pengambilan keputusan. Menurut Al-Bahra (2005) data adalah
kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata berupa
suatu objek nyata seperti tempat, benda dan orang yang benar-benar ada
dan terjadi. Sedangkan menurut Kadir (2003), data adalah suatu bahan
mentah yang dapat diolah lebih lanjut untuk menjadi sesuatu yang lebih
bermakna. Data inilah yang nantinya akan disimpan di dalam database.
Sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling
berhubungan, mengumpulkan, dan mendistribusikan informasi untuk
menunjang pengambilan keputusan dan pengawasan dalam organisasi
(Loudon , 2007). Suatu sistem yang baik harus mempunyai tujuan dan
sasaran yang tepat karena hal ini akan sangat menentukan dalam
mendefinisikan masukan yang dibutuhkan sistem dan juga keluaran
yang dihasilkan.
Menurut Sabarguna (2007), sistem informasi adalah suatu cara yang
sudah ditentukan untuk mengolah data dan informasi yang dibutuhkan
agar dapat mencapai suatu tujuan. Defnisi lain dari sistem informasi
adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang
membentuk satu kesatuan
untuk mengintegrasikan data, memproses dan menyimpan serta
mendistribusikan informasi untuk mendukung pembuatan keputusan
dan pengawasan dalam organisasi.
Sistem Informasi Rumah Sakit merupakan sistem komputer yang besar
dan kompleks yang didesain untuk mengatur informasi yang dibutuhkan
dalam rumah sakit. Sistem ini merupakan alat yang digunakan dalam
internal departemen maupun antar departemen dalam satu rumah sakit
(Linda Rousell, Rusell C. Swansburg dan Richard J. Swansburg, 2005).

49
Secara garis besar ada dua macam sistem informasi rumah sakit,
administratif dan klinis. Kedua macam sistem ini dapat dibedakan dari
tujuan dan tipe data yang ada didalamnya. Sistem informasi
administratif terutama berisi data administratif atau keuangan yang pada
umumnya digunakan untuk menunjang fungsi manajemen dan
operasional umum dari rumah sakit, sebagai contoh sistem informasi
administratif berisi informasi yang berguna untuk melakukan
manajemen sumber daya manusia, keuangan, manajemen barang,
billing pasien atau jadwal kerja. Sedangkan sistem informasi klinis
mengandung informasi yang berhubungan dengan klinis dan kesehatan
yang digunakan oleh penyedia layanan untuk melakukan diagnosa dan
tindakan kepada pasien serta melakukan monitoring untuk kepentingan
pasien. Sistem informasi klinis pada umumnya berbeda tiap
departemen, seperti radiologi, farmasi, laboratorium, rekam medis
elektronik.

b) Secara umum, sistem informasi merupakan kombinasi dari 5 (lima)


komponen. Kelima komponen tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
 Hardware dan software yang berfungsi sebagai mesin.
 People dan prosedur yang merupakan manusia dan tatacara
menggunakan mesin.
 Data merupakan jembatan penghubung antara manusia dan mesin
agar terjadi suatu proses pengolahan data.

J. Analisa SWOT dalam Kajian Situasi


Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi
dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan
faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness,
Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode
evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT

50
hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah
(Wibisono, 2010).
Menurut Wibisono (2010) analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:
1. Strengths (kekuatan)
Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan
faktor yang terdapat dalam  tubuh organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri
2. Weakness (kelemahan)
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep bisnis yang ada.Kelemahan yang dianalisis merupakan
faktor yang terdapat dalam  tubuh organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri.
3. Opportunities (peluang)
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi.
Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek
atau konsep bisnis itu sendiri. misalnya kompetitor, kebijakan
pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.
4. Threats (ancaman)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

K. Perumusan Masalah di Unit Rawat Inap


Perumusan masalah yang telah ditentukan dilakukan identifikasi penyebabnya
dengan menggunakan metode diagram fishbone. Penyebab masalah yang
didapatkan meliputi: belum ada pedoman evaluasi pasca pelatihan (methode),
belum ada indikator penilaian evaluasi pasca pelatihan, belum ada kriteria
evaluator (material), evaluator belum mendapatkan pengetahuan dalam
melakukan evaluasi pasca pelatihan (man), serta belum ada kurikulum
pelatihan (machine).

51
Masalah yang didapatkan ditindaklanjuti dengan mencari alternatif solusi
menggunakan metode capability accesability readiness leverage (CARL).
Penentuan alternatif solusi dilakukan bersama-sama dengan Kepala Bagian
SDM dan Hukum serta Kepala Unit Diklat dan SDM, didapatkan sebagai
berikut: (1) membuat sistem evaluasi pasca pelatihan sesuai standar, (2)
bekerjasama dengan pihak ketiga (konsultan atau organisasi profesi) (Rukmi
HS, 2014).
Kelebihan metode CARL adalah solusi yang relatif benyak, bisa ditentukan
peringkat atas masing-masing masalah sehigga dapat diperoleh prioritas solusi
yang akan dilakukan. Kekurangan metode CARL meliputi: penentuan skor
sangat subyektif sehingga sulit distandarisasikan, penilaian atas masing-
masing kriteria yang diskor perlu kesepakatan agar diperoleh hasil maksimal
dalam penentuan peringkat (Azhari AD, 2015).
1. Prioritas Masalah

C : Ketersediaan sumber daya (dana, sarana, dan prasarana)

A : Kemudahan masalah yamg ada (mudah diatasi atau tidak)

R : Kesiapan dari tenaga pelaksana

L : Seberapa besar pengaruh criteria yang satu dengan yang lain

Keterangan:
Rentang nilai yang digunakan adalah 1- 5 :
1. Sangat penting :5
2. Penting :4
3. Cukup penting :3
4. Kurang penting :2
5. Sangat kurang penting :1

Adapun perumusan masalah menurut Bukley dkk (1976) dalam Achmad


Djunaedi (2000) menjelaskan cara-cara penemuan permasalahn baik
formal maupun informal, sebagai berikut: Formal yaitu Rekomendasi

52
suatu riset, analogi, renovasi, dialektik, ekstrapolasi, morfologi,
dekomposisi, agregasi Lalu yang kedua Informal : Konjektur,
Fenomenologi, Konsensus, Pengalaman. Sering dijumpai usulan penelitian
yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi
tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan.
Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian
“latar belakang” tersebut. (Castetter dan Heisler, 2014) menerangkan
bahwa pernyataan permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang
hal-hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan
pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan
langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu
penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah
bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan
permasalahan yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran)
tentang macam data yang diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan
memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang dihasilkan.
1. Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil bentuk satu
pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan. (Castette dan Heisler, 2014)
menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan
permasalahan, yaitu:
a. bentuk satu pertanyaan (question)
b. bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang
spesifik
c. bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan
(question).
d. bentuk hipotesis, dan
e. bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula, biasanya perletakan
hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian tidak menempati posisi
yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan.

53
2. Karakteristik Rincian Permasalahan
Karakteristik tiap rincian permasalahan atau sub-problema (menurut
Leedy, 2000: 56-57 dalam buku Achmad Djunaedi 2016) sebagai berikut :
a. Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan satuan yang dapat
diteliti (aresearchable unit ).
b. Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
c. Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi satu kesatuan
permasalahan yang lebih besar (sistemik).
d. Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu semua rincian
permasalahan diteliti)
e. Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.

L. Analisa Fishbone Terhadap Temuan Masalah


Fish Bone menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2006), Analisa
tulang ikan dipakai jika ada perlu untuk mengkategorikan berbagai sebab
potensial dari satu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah
dimengerti dan rapi. Juga alat ini membantu kita dalam menganalisis apa yang
sesungguhnya terjadi dalam proses. Yaitu dengan cara memecah proses
menjadi sejumlah kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup manusia,
material, mesin, prosedur, kebijakan dan sebagainya.
a) Langkah-langkah
1. Menyiapkan sesi sebab-akibat
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
b) Manfaat analisa tulang ikan
Memperjelas sebab-sebab suatu masalah atau persoalan
Langkah-langkah penerapan :

54
1. Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan yakni: analisa tulang
ikan kemungkinan akan menghabiskan waktu 50 - 60 menit, peserta
dibagi dalam kelompok maksimum 6 orang per kelompok, dengan
menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau komponen
pelayanan yang akan dianalisa, siapkan kartu dan kertas flipchart untuk
setiap kelompok, buatlah gambar pada flipchart berdasarkan contoh
dibawah ini, tentukan seorang pencatat dengan tugas pencatat adalah
mengisi diagram tulang ikan.
2. Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah yakni :Akibat atau
masalah yang akan ditangani tulislah pada kotak sebelah paling kanan
diagram tulang ikan. Misalnya Laporan Anggaran Akhir bulan terlambat.
3. Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama yakni: Dari
garis horizontal utama, ada empat garis diagonal yang menjadi "cabang".
Setiap cabang mewakili "sebab utama" dari masalah yang ditulis,
kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa
sehingga masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori ini bisa diringkas
seperti : sumber daya alam, sumber daya manusia, mesin, materi,
pengukuran, metode, mesin, material, manusia - (4m), tempat (place),
prosedur (procedure), manusia (people), kebijakan (policy) - (4p),
lingkungan (surrounding), pemasok (supplier), sistem (system),
keterampilan (skill) - (4s). Kategori tersebut hanya sebagai saran; bisa
menggunakan kategori lain yang dapat membantu mengatur gagasan-
gagasan. Sebaiknya tidak ada lebih dari 6 kotak.
4. Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang
saran yakni : Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu
diuraikan dengan menggunakan curah pendapat, saat sebab-sebab
dikemukakan, tentukan bersama-sama dimana sebab tersebut harus
ditempatkan dalam diagram tulang ikan. (yaitu, tentukan di bawah
kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan. misalnya di
kategori mesin.), sebab-sebab ditulis pada garis horizontal sehingga
banyak "tulang" kecil keluar dari garis horizontal utama, suatu sebab bisa

55
ditulis dibawah lebih dari satu kategori sebab utama (misalnya,
menerima data yang terlambat bisa diletakkan dibawah manusia dan
sistem).
5. Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama yakni: Setelah
setiap kategori diisi carilah sebab-sebab yang muncul pada lebih dari satu
kategori. Sebab - sebab inilah yang merupakan petunjuk "sebab yang
tampaknya paling mungkin " lingkarilah sebab yang tampaknya paling
memungkin pada diagram. Catat jawabannya pada kertas flipchart
terpisah.
6. Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling
mungkin yakni : Diantara semua sebab-sebab, harus dicari sebab yang
paling mungkin, kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab
yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan , "mengapa ini
sebabnya ?", pertanyaan "mengapa ?" akan membantu anda sampai
pada sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi, tanyakan "mengapa
?" sampai saat pertanyaan itu tidak bisa dijawab lagi. kalau sudah sampai
kesitu sebab pokok telah terindentifikasi.

M. Perumusan Solusi Pemecahan Masalah


1. Definisi
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan
dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan
merupakan jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat
yang akan datang. Perencanaan merupakan proses intelektual yang
didasarkan pada fakta dan informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas,
1992; Gillies, 1994).
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk
mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan
kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi,
menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab

56
masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu
melakukan plan of action.Planning of Action (PoA) atau disebut juga
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh
untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki
beberapa bentuk, antara lain:
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif
pemecahan masalah
c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan
sumber daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang
dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen
masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi
atau cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
2. Tujuan Planning Of Action
a. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
b. Menguji dan membuktikan bahwa:
1) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
2) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
3) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
4) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat
diperoleh
5) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
c. Berperan sebagai media komunikasi
1) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
2) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian
sasaran.

3. Kriteria POA yang Baik

57
Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar
kegiatan program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan.
Berikut ini beberapa kriteria Plan of Acton (POA) dikatakan baik, antara
lain:
a. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang
ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja mereka,
bagaimana dan kapan mengkomunikasikannya.
b. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya
telah dicapai.
c. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini
berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus
membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang
digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
d. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi
atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan
pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut.
e. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang
atau sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat
diperlukan dalam rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan efektif.
4. Langkah POA
a. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata:
What, Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
1) Masalah apa yang terjadi?
2) Dimana masalah tersebut terjadi?
3) Kapan masalah tersebut terjadi?

58
4) Siapa yang mengalami masalah tersebut?
5) Mengepa masalah tersebut terjadi?
6) Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
b. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
c. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan
Kegiatan (RUK), antara lain:
1) Pembahasan ulang masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab
masalah, dapat dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan
mencoba menggambarkan keadaan tersebut nantinya sesuai dengan
yang diharapkan.
2) Perumusan Tujuan umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi
yang diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum
pembangunan kesehatan, maka dapat dirumuskan tujuan umum
program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.Tujuan umum adalah
suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang menggambarkan
hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
3) Perumusan Tujuan khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat
diukur (kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai
tujuan umum. Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya
positif, merupakan keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator
tujuan khusus program dapat menggunakan kriteria SMARTS
(Smart, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)
4) Penentuan Kriterian Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator
keberhasilan dari suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar
organisasi tahu seberapa jauh program atau kegiatan yang

59
direncanakan tersebut berhasil atau tercapai. Menentukan kriteria
atau indikator keberhasilan disesuaikan dengan tujuan khusus yang
telah ditentukan.
Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur
5W+1H, yaitu:
a) Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan
rencana kegiatan?
b) What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
c) How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang
spesifik?
d) Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena
program?
e) Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program
dilaksanakan?
f) When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

N. Keterampilan Manajemen Klinis


1. Sejarah sistem pengembangan menejemen kinerja klinik (SPMKK)
perawat
SPMKK adalah upaya peningkatan kemampuan menejerial dan kinerja
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan disarana atau institusi
pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang
bermutu(Depkes 2006). Pada bulan oktober 2000-maret 2001 tim
konsultan WHO bekerja sama dengan kelompok kerja perawat tingkat
nasional depkes, mengembangkan satu model sistem pengembangan
manejemen kinerja klinik perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan pada tatanan rumah sakit dan puskesmas penelitian yang
dilakukan pada tahun 2000 oleh WHO dan keperawatan depkes di provinsi
kaltim ,sumut,sulut ,jabar dan DKI menunjukan gambar sebagai berikut

60
a. 70,9% perawat dalam 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti
pelatihan
b. 39,8% perawat masih melakukan tugas-tugas kebersihan
c. 47,4% perawat tidak memiliki urauan tugas secara tertulis
d. Belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja klinis bagi
perawat secara khusus (Depkes 2006)
2. Tujuan upaya pengembangan sistem pengembangan manajemen kinerja
klinik (SMPKK) perawat
a. Jangka pendek
1) Agar upaya tenaga keperawatan dapat membuat standar dan
deskripsi pekerjaan sesuai dengan tupoksinya.
2) Mempunyai kemampuan menejerial dalam mengelola kegiatan
keperawatan
3) Mempunyai hubungan sistem monitoring indikator kinerja
4) Senantiasa mengembangkan proses pembelajaran penyelesaian
kasus secara berkesinambungan melaluai RDK (Resfleksi
diskusi kasus).
b. Jangka panjang
Meningkatkan profesionalisme perawat,karena bagaimana pun
tuntutan akan profesionalisme dalam melaksanakan pekerjaannya
akan menjadi syarat dalam mewujudkan bentuk akuntabilitas
publik.
3. Prinsip pengembangan sistem pengembangan manejemen kinerja klinik
(SPMKK) perawat
a. Komitmen
Komitemn dapat diartikan sebagai janji atau tangung jawab. Hal ini
dapat diartikan bahwa setiap orang/pihak/institusi yang
berkomitmen terhadap SMPKK berjanji untuk melakukan
SMPKK. Adanya komitmen ini sangat diperlukan mulai dari
tingkat pimpinan/pengambilan keputusan dipemerintahan samapi

61
kelevel yang paling bawah. Komitmen merupakan suatu komponen
yang dapat menjamin kesinambungan kegiatan.
b. Kualitas
Pelaksanaan SPMKK diarahkan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) keperawatan meliputi kinerja dan
hasil pelayanan. Peningkatan kinerja perawat akan akan
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang menjadi lebih
baik sehingga akan menigkatkan citra pelayanan keperawatan
disara pelayana kesehatan.
c. Keja Tim
SMPKK baru difokuskan kepada perawat tetapi mendorong adanya
kerjasama kelompok (Team work) antara tenaga kesehatan karena
kerja sama tim merupakan salah satu penentu keberhasialan
pelayanan kesehatan
d. Pembelajaran Berlanjut
Penerapan SPMKK memebrikan kondisi terjadinya pembelajaran
yang memungkinkan setiap individu untuk menigkatkan
pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat mengikuti
perkembangan IPTEK
e. Penerapan Efektifitas dan efisen
Dengan menerapkan SPMKK perawat dapat bekerja secara efektif
dan efisien karena mereka bekerja sesuai dengan standar dan uraian
tugas serta diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang dapat
meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan. Adanya
kejelasan tugas memungkinkan seiap orang bekerja pada area yang
telah ditetapkan.

4. Strategi penerapan sistem pengembangan manejemen kinerja klinik


(SPMKK) perawat
a. Membangun komitmen

62
Membangun komitmen dengan semua pihak yang
terkait/stakholder dengan pengembangan SMPKK untuk itu perlu
adanya sosialisasi dalam koordinasi
b. Melibatkan stakeholder
Dengan komitmen keterlibatan stakehoelder dapat memberikan
dukungan moril dan material dalam penerapan SPMKK.
c. Mengelola sumber daya
Pengelolaan SDM sumber dana, dan fasilitas dapat ditingkatkan
untuk mengoptimalkan keberhasilan SPMKK perawat .
d. Profesinalisme
Pengelolaan SPMKK secara profesional dengan perencanaan yang
matang serta diimplementasikan secara sungguh-sungguh
berdasarkan pada pedoman SPMKK standar profesi SOP
keperawatan serta pedoman pelayaan kesehatan lainnya .
e. Desentralisasi
Dalam Rangka otonomi daerah SPMKK dapat dikembangkan
sesuai kondisi masing-masing daerah dengan tetap berpedoman
pada pedoman yang telah di tetapkan .
5. Komponen dasar sistem pengembangan manejemen kinerja klinik
(SPMKK) perawat
Dalam rangka mewujudkan terciptanya pelayana profesional keperawatan
perlu disediakan pedoman pelaksanaan SPMKK yang mengacu pada lima
komponen SPMKK yaitu: standar,uraian tugas,indikator kinerja,refleksi
diskusi kasus(RDK) monitoring dan evaluasi .
a. Standar
Komponen utama yang menjadi kunci dalam SPMKK adalah
standar,yang meliputi standar profesi ,standar operasional prosedur
(SOP) dan pedoman-pedoman yang digunakan oleh perawat disarana
pelayanan kesehatan. Standar perawat bermanfaat sebagai acuan dan
dasar bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
yangbermutu standar juga dapat meningkatkan efektivitas dan

63
efisiensi pekerjaan dapat meningkatkan motivasi dan pendaya gunaan
staf,dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan serta
melindungi masyarakat atau klien dari pelayanan yang tidak bermutu
standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun dan disepakati
bersama serta dapat diterima pada suatu tingkat prantik untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan (reyers 1983).standar yang
ditetapakan harus memenuhi kriteria yaitu :spesifik (specific) terukur
(measurable) tepat (appropriate) andal (reliable) tepat waktu (timely)
(Donabedian 1982).
1) Ketentuan standar
a) Harus ditulis dan dapat diterima untuk dilaksanakan olh
parah pelaksana
b) Mengandung komponen struktur,proses, hasil.
c) Standar dibuat berorientasi pada pelanggan staf dan sistem
dalam organisasi
d) Standar harus di syahkan atau disetujui oleh pewenang
2) Komponen standard
a) Standar sturuktur atau standar input menjelaskan peraturan
kebijakan tatanan dalam organisasi meliputi filosofi dan
obyektif organisasi dan administrasi kebijakan dan peraturan
staffing dan pembinaan deskripsi pekerjaan,fasilitas dan
peralatan.
b) Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara pe,beri
dan penerima asuhan yang berfokus pada kinerja petugas
secara profesional dalam tatanan klinis meliputi fungsi,
tanggung jawab,dan akotabilitas manejemen kinerja klinis
monitoring dan evaluasi kinerja klinis.
c) Standar hasil adalah asuhan dalam kaitannya dengan status
pasien standar ini berfokus pada asuhan pasien yang prima
meliputi kepuasan pasien,keamanan pasien ,kenyamana
pasien.

64
3) Manfaat standar
a) Menetapkan norma dan memberikan kesepakatan anggota
masyarakat dan perorangan mengetahi bagaimana tingkat
pelayanan yang diharapkan /diinginkan karena standar
tertulis sehingga dapat dipublikasi/diketahui secara luas.
b) Menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku
sebagai tolak ukur untuk memonitor kualitas kinerja.
c) Berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan
pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal.
d) Meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan
sumber daya dengan lebih baik.
e) Meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf.
f) Dapat diginakan untu menilai aspek praktis baik pada
keadaan sadar maupun post basic pelatihan dan pendidikan

b. Uraian tugas
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi tugas dan tanggung jawab
yang dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukkan jenis
dan spesifikasi pekerjaan sehingga dapat menunjukka perbedaan
antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Uraian tugas
merupakan dasar utama untuk memahami dengan tepat tugas dan
tanggung jawab serta akuntabilitas setiap perawat dalam
melaksanakan peran dan fungsinya .
1) Dalam lingkup keperawatan uraian tugas meliputi
a) Posisi stuktural
Ketentuan dari posisi struktural ditetapkan oleh pemerintah di
tentukan oleh adanya jabatan sesuai dengan sitem yang
ditentukan oleh organisasi dibuktikan dengan adanya surat
keputusan (SK). Posisi sturktural ini ditentukan oleh masing-
masing organisasi misal: kepala bangsal,koordinatr

65
puskesmas penanggung jawab puskesms, pembntu , ketua
PPNI dan lain-lain yang dikukuhnkan dengan terbitnya SK
pengangkatan.
b) Posisi klinis
Posisi klinis berhubungan dengan kopetensi tanggung jawab
dan kewenangan yang sangat berhubungan pula dengan
tingkat pendidikan misalnya: jabatan fungsional pada jenjang
perawat pelaksana ,perawat penyedia, SPK,D1,D2,D3,D4,S1
atau tingkat profesi yang memiliki batas kewenangan masing-
masing.
2) Enam langka untuk mengembangkan uraian tugas yaitu:
a) Identifikasi pekerjaan
b) Analisa pekerjaan
c) Analisa kegiatan setiap pekerjaan
d) Efaluasi fungsi melalui analisa kinerja dengan menggunakan
penelitian kinerja.
e) Analisa indikator kinerja untuk setiap kompetensi
f) Metode penelitian kinerja
3) Tujuan kriteria yang harus di pertimbangkan dalam uraian tugas
sebagai berikut :
a) Diskripsi pekerjaan harus terkini dan akurat untu persyaratan
fungsi dan tugas yang diperlukan.
b) Posisi/jabatn klinis harus jelas berdasarkan ketentuan dan
jenjang karir yang ditetapkan oleh organisasi.
c) Diskripsi pekerjaan menunjukan jenis dan spesifikasi
pekerjaan bagaiaman dan untuk apa pekerjaan tersebut
berada satu dengan yang lainnya.
d) Diskripsi pekerjaan harus lengkap dan tidak mendetail
sehingga dapat mengembangkan fungsi dan tugas lebih luas.
e) Adanya rancangan standar yang digunakan pada semua
pekerjaan bagi masing-masing kategori

66
f) Diskripsi pekerjaan harus realitis untuk aspek teknik dan
sumber daya manusia yang memungkinkan
g) Diskripsi pekerjaan harus selalu direvisi sesuai dengan
kondisi terkini.

67
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Ruang C5 memiliki tenaga perawat sebanyak 22 orang. Perawat dengan tingkat
pendidikan S1 Ners berjumlah 3 orang dan DIII Keperawatan berjumlah 19 orang,
dengan masa kerja 1 tahun sampai 18 tahun. Ruang C5 memiliki 33 bed dengan BOR
80%, terdiri dari ruang kelas I, II, III. Fokus bidang pelayanan yang diberikan pada
pasien bedah, pasien non bedah (ruang khusus bronkopneumonia) dan ruang isolasi.
Ruang C5 memiliki fasilitas kamar mandi di setiap kamar dan terdapat ners station.
Derajat ketergantungan pasien terdiri dari minimal care 18 orang, partial care 12 dan
total care 2 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan dan staf
perawat didapatkan bahwa pelaksanaan nursing handover belum dilaksanakan secara
secara terstruktur dan berkesinambungan. Pada saat serah terima pasien yang
dilaporkan adalah diagnosa medik, terapi medik dan pemeriksaan penunjang saja.
Dokumentasi serah terima dicatat pada buku komunikasi dan log book perawat. Saat
serah terima perawat tidak membuka status pasien dan tidak mengisi formulir serah
terima di status pasien. Perawat ada yang terburu-buru saat serah terima, ada yang ijin
pulang lebih dulu dan masih ada perawat yang belum hadir 15 menit sebelum serah
terima dilaksanakan. Belum semua perawat paham tentang tahapan serah terima pasien
dengan menggunakan metode komunikasi SBAR/ SOAP.

B. Kajian Situasi Ruang C5


Kajian situasi dilakukan pada tanggal 23 – 25 Juni 2020, meliputi ( Man, Money,
Material, Methode, Machine dan Envirotment)
1. Man
a. Kualifikasi pendidikan tenaga perawat S1 Ners sebanyak 3 orang, dan D-III
sebanyak 19 orang.
b. Ada perawat yang belum hadir 15 menit sebelum serah terima dilaksanakan
c. Pada saat serah terima pasien yang dilaporkan oleh perawat adalah diagnosa
medik, terapi medik dan pemeriksaan penunjang saja. Dokumentasi serah
terima dicatat pada buku komunikasi dan log book perawat. Saat serah terima

68
perawat tidak membuka status pasien dan tidak mengisi formulir serah terima
di status pasien.
d. Perawat kurang melakukan identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan
asuhan keperawatan
e. Semua perawat paham tentang tahapan serah terima pasien dengan
menggunakan metode komunikasi SBAR/ SOAP.
f. Perawat ada yang terburu-buru saat serah terima, ada yang ijin pulang lebih
dulu
2. Material & Machine
Ruang C5 memiliki 3 kelas yaitu kelas I, II, III. Fokus bidang pelayanan yang
diberikan pada pasien bedah, pasien non bedah (ruang khusus bronkopneumonia)
dan ruang isolasi. Ruang C5 memiliki fasilitas kamar mandi di setiap kamar dan
terdapat ners station. Derajat ketergantungan pasien terdiri dari minimal care 18
orang, partial care 12 dan total care 2 orang.
3. Money
-
4. Methode
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan dan staf perawat ruang C5
didapatkan bahwa pelaksanaan nursing handover belum dilaksanakan secara secara
terstruktur dan berkesinambungan.
5. Envirotment
Ruang C5 memiliki lingkungan yang nyaman dan memiliki perawatan lingkungan
yang baik.

C. Uraikan perhitungan kebutuhan SDM keperawatan


1. Metode Dounglas
Dounglas dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat yang
dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana
masing-masing kategori mempunyai standar per shift, yaitu sebagai berikut:

Jumlah
Klasifikasi Klien
Pasien
Minimal Partial Total
1 Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam

69
2 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
3 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
Dst 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60

Ruang rawat dengan 32 orang klien, dimana derajat ketergantungan pasien terdiri dari
minimal care 18 orang, partial care 12 dan total care 2 orang.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :

Jumlah Pasien Klasifikasi Klien


Minimal Partial Total Jumlah
Minimal Care:
Pagi 0,17 x 18 = 3,06 0,27 x 12 = 3,24 0,36 x 2 = 0,72 7,02 (7 Perawat)
18
Parsial Care:
Sore 0,14 x 18 = 2,52 0,15 x 12 = 1,8 0,30 x 2 = 0,6 4,92 (5 Perawat)
12
Total Care: 0,07 x 18 = 1,26 0,10 x 12 = 1,2 0,20 x 2 = 0,4 2,86 (3 Perawat)
Malam
2
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari 15 Orang Perawat

2. Menurut Warstler
Warstler dalam Swansburg (1999), merekomendasikan untuk pembagian proporsi
dinas dalam satu hari untuk pagi: 47%, sore: 36%, malam: 17%
Sehingga jika jumlah total staf keperawatab / hari = 7 orang
Pagi : 47% x 7 = 3,29 = 3 orang
Sore : 36% x 7 = 2,52 = 3 orang
Malam : 17% x 7 = 1,19 = 1 orang

3. Menurut Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan disuatu unit
perawatan.
A x B x 352
Tenaga Perawat (TP) =
( 365−C ) x Jam Kerja /hari
Keterangan :
A = Jam perawatan / 24jam (waktu yang dibutuhkan pasien)
B = Sensus harian (BOR x Jumlah tempat tidur)

70
C = Jumlah hari libur (libur resmi yang ditentukan pemerintah dan tahunan
personal 0
7 x ( 0,9 x 22 ) x 365
Tenaga Perawat (TP) =
( 365−81 ) x 7
= 26,57
= 27 Perawat

D. Data-data pada kasus diatas ke dalam analisa SWOT dan strategi apa yang harus
dilakukan kepala ruangan berdasarkan hasil diagram kartesius
1. Analisa SWOT
a. Kekuatan (Strenght)
1) Memiliki tenaga keperawatan dengan masa kerja paling lama 18 tahun dan
paling muda 1 tahun bekerja
2) Tersedianya ruang rawat inap kelas I II dan III dengan fasilitas yang
memadai
3) Ruang C5 memiliki fasilitas kamar mandi di setiap kamar dan terdapat ners
station
4) Terdapat ruang isolasi yang didesain khusus untuk pengendalian penyebaran
penyakit atau infeksi
5) Adanya hak dan keawajiban pasien untuk mendapatkan pelayanan iagnose
yang maksimal
b. Kelemahan (weakness)
1) Hasil wawancara dengan kepala ruangan dan staff perawat didapatkan
bahwa pelaksanaan handover belum dilaksanakan secara terstruktur dan
berkesinambungan
2) Saat serah terima didapatkan perawat yang tidak membuka status pasien
dan tidak mengisi formulir serah terima di status pasien
3) Pada saat serah terima pasien yang dilaporkan hanya iagnose medik,
terapi medik dan pemeriksaan penunjang saja.
4) Perawat belum optimalnya dalam melakukan ketepatan identifikasi
identitas pasien.
5) Adanya perawat yang belum hadir 15 menit sebelum serah terima
dilaksanakan

71
6) Perawat belum memahami tentang tahapan serah terima pasien dengan
menggunakan metode komunikasi SBAR/SOAP
7) Perawat terburu-buru saat melakukan serah terima pasien
8) Terdapat 22 Tenaga Kesehatan terdiri yang dari S1 Ners orang dan D3
Keperawatan 19 orang
c. Peluang (opportunities)
1) Adanya organisasi PPNI yang menaungi profesi keperawatan yang
menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas dan dapat di pertanggung
jawabkan, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pelayanan keperawatan.
2) Adanya UU RI No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, Permenkes No.11
tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien dan UU Pasal 32 No.44 tahun 2009
tentang Perlindungan Hak Pasien.
3) Adanya tuntutan Akreditasi Rumah Sakit yang membuat mutu pelayanan
keperawatan semakin meningkat.
4) Rumah Sakit memiliki kerja sama dengan jaminan iagnose (BPJS) dan
Asuransi.
d. Ancaman (Threats)
1) Masyarakat semakin kritis dengan pelayanan iagnose dengan
kemudahannya mengakses informasi iagnose sehingga memiliki tuntutan
yang tinggi untuk pelayanan keperawatan yang lebih professional.
2) Banyaknya pembangunan Rumah Sakit yang memiliki mutu dan fasilitas
yang lebih lengkap.
3) Ruang C5 memiliki 33 bed dengan BOR 96,6%

2. Matrik Strategi
Tabel 3.1

72
Analisa Faktor Internal dan Eksternal (SWOT Analisis)
Internal Strengh (S) Weakness (W)
1. Terdapat 22 Tenaga 1. Hasil wawancara
Kesehatan terdiri yang dari dengan kepala ruangan dan
S1 Ners orang dan D3 staff perawat didapatkan
Keperawatan 19 orang bahwa pelaksanaan handover
2. Memiliki tenaga belum dilaksanakan secara
keperawatan dengan masa terstruktur dan
kerja paling lama 18 tahun berkesinambungan
dan paling muda 1 tahun 2. Saat serah terima
bekerja didapatkan perawat yang
3. Tersedianya ruang rawat tidak membuka status pasien
inap kelas I II dan III dan tidak mengisi formulir
dengan fasilitas yang serah terima di status pasien
memadai 3. Pada saat serah terima
4. Ruang C5 memiliki fasilitas pasien yang dilaporkan hanya
kamar mandi di setiap iagnose medik, terapi medik
kamar dan terdapat ners dan pemeriksaan penunjang
station saja.
5. Terdapat ruang isolasi yang 4. Perawat belum
didesain khusus untuk optimalnya dalam melakukan
pengendalian penyebaran ketepatan identifikasi
penyakit atau infeksi identitas pasien.
6. Adanya hak dan keawajiban 5. Adanya perawat yang
pasien untuk mendapatkan belum hadir 15 menit
pelayanan iagnose yang sebelum serah terima
maksimal dilaksanakan
6. Perawat belum
memahami tentang tahapan
serah terima pasien dengan
menggunakan metode
komunikasi SBAR/SOAP
7. Perawat terburu-buru

73
Eksternal saat melakukan serah terima
pasien
8. Ruang C5 memiliki 33
bed dengan BOR 80%

Opportunities SO Strategi: WO Strategi:


(O): 1) Terdapat ruang isolasi yang
1. Hasil wawancara dengan
1. Adanya organisasi didesain khusus untuk
kepala ruangan dan staff
PPNI yang menaungi pengendalian penyebaran
perawat didapatkan bahwa
profesi keperawatan penyakit atau infeksi
pelaksanaan handover
yang menjamin 2) Adanya UU RI No.38
belum dilaksanakan secara
pelayanan keperawatan tahun 2014 tentang
terstruktur dan
yang berkualitas dan Keperawatan, Permenkes
berkesinambungan
dapat di pertanggung No.11 tahun 2017 tentang
2. Adanya organisasi PPNI
jawabkan, sehingga Keselamatan Pasien dan
yang menaungi profesi
semakin meningkatkan UU Pasal 32 No.44 tahun
keperawatan yang
kepercayaan masyarakat 2009 tentang Perlindungan
menjamin pelayanan
kepada pelayanan Hak Pasien.
keperawatan yang
keperawatan.
berkualitas dan dapat di
2. Adanya UU RI
pertanggung jawabkan,
No.38 tahun 2014
sehingga semakin
tentang Keperawatan,
meningkatkan kepercayaan
Permenkes No.11 tahun
masyarakat kepada
2017 tentang
pelayanan keperawatan.
Keselamatan Pasien dan
UU Pasal 32 No.44
tahun 2009 tentang
Perlindungan Hak
Pasien.
3. Adanya tuntutan
Akreditasi Rumah Sakit
yang membuat mutu
pelayanan keperawatan

74
semakin meningkat.
4. Rumah Sakit
memiliki kerja sama
dengan jaminan diagnose
(BPJS) dan Asuransi.

Threats (T) : ST Strategi : WT Strategi :


1. Masyarakat 1. Perawat belum optimalnya
1. Tersedianya ruang rawat
semakin kritis dengan dalam melakukan ketepatan
inap kelas I II dan III
pelayanan iagnose identifikasi identitas pasien.
dengan fasilitas yang
dengan kemudahannya 2. Masyarakat semakin kritis
memadai
mengakses informasi dengan pelayanan iagnose
2. Masyarakat semakin kritis
iagnose sehingga dengan kemudahannya
dengan pelayanan iagnose
memiliki tuntutan yang mengakses informasi
dengan kemudahannya
tinggi untuk pelayanan iagnose sehingga
mengakses informasi
keperawatan yang lebih memiliki tuntutan yang
iagnose sehingga
professional. tinggi untuk pelayanan
memiliki tuntutan yang
2. Banyaknya keperawatan yang lebih
tinggi untuk pelayanan
pembangunan Rumah professional.
keperawatan yang lebih
Sakit yang memiliki
professional.
mutu dan fasilitas yang
3.
lebih lengkap.
3. Ruang C5
memiliki 33 bed dengan
BOR 96,6%

75
3. Matrik IFE & EFE
a. Matrik IFE
Tabel 3.2
Analisis Matriks IFE (Internal Faktor Evaluation)

No Strength Bobot Ranting Skor Bobot


1. Memiliki tenaga keperawatan dengan 0.08 3 0.24
masa kerja paling lama 18 tahun dan
paling muda 1 tahun bekerja

2. Tersedianya ruang rawat inap kelas I II 0.08 4 0.32


dan III dengan fasilitas yang memadai

3. Ruang C5 memiliki fasilitas kamar mandi 0.07 4 0.28


di setiap kamar dan terdapat ners station

4. Terdapat ruang isolasi yang didesain 0.08 4 0.32


khusus untuk pengendalian penyebaran
penyakit atau infeksi

5. Adanya hak dan keawajiban pasien untuk 0.08 4 0.32


mendapatkan pelayanan iagnose yang
maksimal

No Weakness
1. Hasil wawancara dengan kepala ruangan 0.07 1 0.07
dan staff perawat didapatkan bahwa
pelaksanaan handover belum
dilaksanakan secara terstruktur dan
berkesinambungan

2. Saat serah terima didapatkan perawat 0.08 1 0.08


yang tidak membuka status pasien dan
tidak mengisi formulir serah terima di
status pasien

3. Pada saat serah terima pasien yang 0.08 2 0.16

76
dilaporkan hanya iagnose medik, terapi
medik dan pemeriksaan penunjang saja.

4. Belum optimalnya perawat dalam melakukan 0.08 1 0.08


ketepatan identifikasi identitas pasien
5. Adanya perawat yang belum hadir 15 menit 0.07 2 0.14
sebelum serah terima dilaksanakan
6. Perawat belum memahami tentang 0.08 1 0.08
tahapan serah terima pasien dengan
menggunakan metode komunikasi
SBAR/SOAP

7. Perawat terburu-buru saat melakukan 0.08 1 0.08


serah terima pasien

8. Terdapat 22 Tenaga Kesehatan terdiri 0,07 2 0,14


yang dari S1 Ners 3 orang dan D3
Keperawatan 19 orang

Jumlah 1.0 2.31

b. Matrik EFE
Tebel 3.3
Analisis Matriks EFE (Eksternal Faktor Evalution) Matriks

No Opportunity Bobot Ranting Skor Bobot


1. Adanya organisasi PPNI yang menaungi profesi 0.14 4 0.56
keperawatan yang menjamin pelayanan
keperawatan yang berkualitas dan dapat di
pertanggung jawabkan, sehingga semakin
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pelayanan keperawatan.

77
2. Adanya UU RI No.38 tahun 2014 tentang 0.14 4 0.56
Keperawatan, Permenkes No.11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien dan UU Pasal 32
No.44 tahun 2009 tentang Perlindungan Hak
Pasien

3. Adanya tuntutan Akreditasi Rumah Sakit yang 0.15 3 0.45


membuat mutu pelayanan keperawatan semakin
meningkat.

4. Rumah Sakit memiliki kerja sama dengan jaminan 0.14 3 0.42


diagnose (BPJS) dan Asuransi.

. Treath

1. Masyarakat semakin kritis dengan pelayanan 0.15 2 0.30


kesehatan dengan kemudahannya mengakses
informasi kesehatan sehingga memiliki tuntutan
yang tinggi untuk pelayanan keperawatan yang
lebih professional.

2. Banyaknya pembangunan Rumah Sakit yang 0.14 2 0.28


memiliki mutu dan fasilitas yang lebih lengkap.

3. Ruang C5 memiliki 33 bed dengan BOR 96,6% 0.14 2 0,28

Jumlah 1.0 2.85

78
4. Diagram Cartesius Analisis SWOT
(X) S-W = 2,31
(Y) O–T= 2,85
O

4.5 AGRESIF STRATEGY


4
3.5
3
2,5
2
1,5
1
W S
-6 -5.5-5-4.5-4-3.5-3-2.5-2-1.5-1 -0.5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3,5 4 4,5 5,5 6
-0.5
-1
-1,5
-2
-2.5
-3
-3.5
-4
-4.5

Berdasarkan diagram cartesius diatas, ruang C5 berada pada kuadran I. Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang menguntungkan dan berpeluang. Dalam hal ini,
organisasi memilki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang
ada. Strategi yang harus di terapkan dengan kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif.

79
E. Uraikan fishbone analysis terkait temuan masalah di ruang rawat inap C5

MAN
1. Pada saat perawat melakukan serah terima pasien yang dilaporkan
hanya diagnose medik,terapi medik dan pemeriksaan penunjang
saja
2. Saat perawat melakukan serah terima pasien, perawat tidak
membuka status pasien dan tidak mengisi formulir serah terima di
status pasien MATERIAL
3. Terdapat perawat yang terburu-buru saat serah terima Dokumentasi serah
4. Terdapat perawat yang ijin pulang terlebih dahulu terima pasien dicatat pada
5. Terdapat perawat yang belum hadir 15 menit sebelum serah terima dilaksanakan. buku komunikasi dan
logbook perawat.
MONEY

PROBLEM
Efektifitas operan
shift

METHOD MACHIN ENVIRONMENT


E
1. Belum semua perawat paham
mengenaitahapan serah terima
pasien dengan menggunakan
metode komunikasi SBAR/SOAP.

80
MAN
1. Ruang C5 memiliki tenaga perawat sebanyak 22
orang
2. Perawat dengan tingkat pendidikan S1 Ners MATERIAL
berjumlah 3 orang
3. Perawat dengan tingkat Pendidikan D3 Keperawatan 1. Ruang C5 terdiri dari kelas
berjumlah 19 orang I, II dan III
2. Ruang C5 memiliki 33 bed
MONEY

PROBLEM
Kekurangan Tenaga
Perawat

METHOD MACHINE ENVIRONMENT


1. Ruang C5 memiliki 33 bed dengan BOR
96,6%
2. Derajat ketergantungan pasien terdiri dari
minimal care 18 orang, parsial care 12
orang dan total care 2 orang.

81
F. Uraikan prioritas masalah dan solusi pemecahan masalah (keterampilan
manajemen) terkait kasus tersebut

1. Perumusan Masalah
a. Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima
b. Kekurangan tenaga perawat
2. Pemecahan masalah ini menggunakan rumus CARL, yaitu:
Keterangan:
1. Proses untuk mendapatkan masalah di atas dengan menggunakan metode
pembobotan yang memperhatikan aspek:
a. C= Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan
peralatan)
b. A= Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi
atau tidak. Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan  metode /
cara / teknologi serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan
atau juklak.
c. R= Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun
kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
d. L= Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan
yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
Rumus:C x A x R x L
2. Rentang nilai yang digunakan adalah 1- 5:
Sangat penting :5
Penting :4
Cukup penting :3
Kurang penting :2
Sangat kurang penting :1

82
Dilakukan dengan teknik criteria matriks
No Masalah C A R L Skor Ket
1 Ketidakefektifan
kegiatan handover/serah 5 5 5 4 500 -
terima

2 Kekurangan tenaga
perawat 5 4 4 4 320

Interpretasi: Berdasarkan table diatas didapatkan bahwa pemecahan masalah di ruangan


C5 dengan skor tertinggi yaitu 500 dengan masalah ketidakefektifan kegiatan
handover/serah terima dan skor terendah yaitu 320 dengan masalah kekurangan tenaga
perawat.

3. Prioritas masalah
Berdasarkan penentuan prioritas masalah diatas, maka urutan masalah sesuai
prioritas adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan handover/serah terima
b. Kekurangan tenaga perawat

83
G. Susunlah planning of action terkait kasus tersebut

NO MASALAH TUJUAN STRATEGI KEGIATAN SASARAN WAKTU PENANGGUNG BIAYA


JAWAB
1 Ketidakefektifa Tujuan Jangka Berkoordinasi -Deseminasi Seluruh 23 Juni-29 Doni, Emaliana, -
n operan shift Panjang : dengan kepala kepada Kepala perawat di Juni 2020 Fera, Karyaman,
Setelah dilakukan Ruangan, Ketua Ruangan, Ketua ruang C5 Lola, Melny,
intervensi selama 3 tim dan seluruh tim dan seluruh Oktavyani, Rinni,
bulan perawat di ruang perawat terkait perawat terkait Silvia.
C5 mampu melakukan handover hand over
operan sesuai SOP -
Mensosialisasikan
Tujuan Jangka kepada perawat di
Pendek : ruang C5
Setelah dilakukan mengenai tehnik
intervensi selama 1 operan shift
minggu perawat di -Melakukan
ruang C5 mampu Demonstrasi
melakukan operan tentang Hand over
sesuai SOP

84
NO MASALAH TUJUAN STRATEGI KEGIATAN SASARAN WAKTU PENANGGUNG BIAYA
JAWAB
2 Kekurangan Tujuan Jangka 1. Pembuatan Sharing dengan Ruang - Manajer -
Tenaga Perawat Panjang : proposal menager rawat inap Keperawatan
Kebutuhan SDM penambahan keperawatan C5
perawat di ruangan C5 SDM perawat
dapat sebanding dengan di ruang C5.
jumlah pasien 2. Berkerjasama
berdasarkan dengan dan
tingkat ketergantungan. mengusulkan
kepada
Tujuan Jangka menager
Pendek: keperawatan
Adanya pemenuhan untuk
kebutuhan perawat di menambahkan
ruang C5 SDM perawat
di ruang C5

85
H. Uraikan masing-masing peran perawat sesuai model asuhan keperawatan
professional yang sesuai dengan kasus tersebut (Sebagai kepala ruangan,
Katim, PJ shif, Perawat primer, perawat pelaksana, case manager, dll)
1) Peran kepala ruangan terkait Handover :
a. Membahas terhadap handover sesuai SBAR/SOAP
b. Memberikan solusi dari masalah yang ditetapkan bersama
c. Melakukan RTL untuk perawat yang kurang disiplin dalam melakukan
handover
d. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka
e. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas
dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan atau
penjadwalan
f. Merencanakan strategi pelaksanaan handover
g. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
h. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
i. Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangann
j. Menciptkan komunikasi terbuka

2) Peran ketua tim terkait Handover :


a. Membimbing dan mengawasi pelaksanaan asuhan keperawatan oleh
anggota tim
b. Membantu perawat dalam menjalankan metode keperawatan tim
c. Membantu kepala ruangan dalam membuat perencanaan
d. Membuat penugasaan, supervise dan evaluasi
e. Mengembangkan kemampuan anggota
f. Ikut berpartisipasi dalam timbang terima atau operan dinas
g. Membantu perawat dalam melengkapi dokumentasi asuhan keperawatan

3) Peran perawat pelaksana


a. Melaksanakan tugas sesuai dengan sistem penugasan yang diberikan
oleh ketua tim dalam handover

86
b. Bertanggung jawab atas keputusan yang telah di berikan oleh ketua tim
c. Kontribusi terhadap perawatan pasien
d. Melaksanakan askep sesuai kebutuhan pasien dan tahapan dokumentasi
status pasien
e. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian sesuai pembagian dari
ketua tim
f. Mengutamakan kedisiplinan dalam melaksanakan handover
g. Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
h. Memberikan laporan

I. Uraikan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan di


ruangan terkait kasus tersebut
a. Semua anggota tim harus paham terhadap permasalahan klien, intervensi
dan dampaknya karenanya dibutuhkan case conference secara periodik
dan berkesinambungan
b. Dalam proses asuhan, dibutuhkan kesinambungan antar tim untuk setiap
shift dinas. Dokumentasi akurat, timbang terima berbasis pasien.
c. Dalam model ini, tim dapat terdiri dari pelaksana asuhan dengan level
kemampuan yang berbeda tetapi semua aktifitas tim harus terkoordinasi
secara baik

J. Uraikan fungsi-fungsi manajemen dalam pelayanan keperawatan di


ruangan terkait kasus tersebut
Terkait kasus di atas di dapatkan fungsi-fungsi manajemen dalam pelayanan
keperawatan di ruangan yaitu fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan
pengawasan. Fungsi perencanaan dapat membantu untuk menjamin bahwa
klien akan menerima pelayanan keperawatan yang mereka inginkan.
Perencanaan kegiatan keperawatan diruangan rawat inap akan memberi
petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai
tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien. Fungsi

87
pengorganisasian untuk penjabran secara terinci semua pekerjaan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan pembagian beban kerja sesuai dengan
kemampuan perorangan/kelompok dan mengatur mekanisme kerja antar masi-
masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi. Fungsi ketenagaan
untuk memenuhi kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk
menghindari kekurangan dan kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah
dan akuitas pasien. Fungsi pengarahan akan meningkatkan dukungan perawat
yang efektif untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan
asuhan keperawatan. Dan yang terakhir adalah fungsi
pengendalian/pengawasan adalah pemantauan dan penyesuaian rencana,
proses dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Berkaitan dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan fungsi-fungsi


manajemen dalam pelayanan keperawatan di ruangan yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan
pengendalian/pengawasan sangat dibutuhkan dalam manajemen pelayanan
keperawatan di ruangan. Dengan cara tersebut akan terbentuknya Tim dalam
ruangan yang efektif dan dapat melakukan segala kegiatan keperawatan
didalam ruangan dengan teratur dan disiplin terutama dalam melakukan
handover.

88
BAB IV

EVALUASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT

A. Evaluasi Kegiatan Menelaah Deskripsi Kasus


1. Implementasi
Berdasarkan hasil kajian situasi yang telah dilakukan pada Ruang C5
yang dilakukan pada tanggal 24-29 Juni 2020, terdapat 2 masalah yang
ditemui yaitu Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima pasien
dengan menggunakan komunikasi SBAR/SOAP dan Kekurangan
tenaga perawat di Ruang C5.
a. Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima pasien
dengan menggunakan komunikasi SBAR/SOAP
Pada tanggal 25 Juni 2020, kelompok telah melakukan koordinasi
dengan Kepala Ruangan terkait implementasi yang akan dilakukan
pada hari kamis yaitu, Pelaksanaan nursing handover belum
dilaksanakan secara terstruktur dan berkesinambungan. Kegiatan
ini akan dilakukan pada saat operan dinas pagi ke dinas sore.
Kepala Ruangan dalam C5 adalah Karyaman dan Ketua Tim pada
kegiatan ini yaitu Doni Frans. Dengan adanya kepala ruangan dan
ketua tim bertujuan untuk membantu memaksimalkan struktur
handover yang berkesinambungan antar perawat. Dalam hal ini,
kelompok melakukan Konsultasi masalah dengan kepala ruangan
dan melakukan koordinasi bagimana pelaksanaan handover dalam
metode komunikasi SBAR/SOAP yang terstruktur dan berkesinam
Bungan. Kepala ruangan Bekerjasama dengan pengatur ruangan C5
ketua tim dan, seluruh perawat pelaksana di ruang C5 untuk
dilakukan sharing, sosialisasi, role play, pamflet.

89
b. Kurangnya tenaga perawat di Ruang C5
Implementasi yang dilakukan pada masalah kurangnya tenaga
perawat di Ruang C5 yaitu dengan melakukan desiminasi terkait
jumlah perawat yang dibutuhkan di Ruang C5 dan Kepala ruangan
melaporkan kepada pihak yang berwenang dalam kebutuhan SDM
untuk menambah tenaga kerja di Ruang C5.
2. Evaluasi
a. Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima pasien
dengan menggunakan komunikasi SBAR/SOAP
Berdasarkan hasil evaluasi dari kelompok yang dilaksanakan
setelah melakukan kegiatan pada hari kamis 25 juni 2020,
kelompok mengambil kesimpulan bahwa diperlukannya perawat
yang memperhatikan handover dengan komunikasi SBAR/SOAP
dan adanya Sosialisasi kepala ruangan dan ketua tim kepada
seluruh perawat tentang komunikasi SBAR/SOAP. Dalam
penyelesaian masalah ini kelompok menggunakan media gambaran
Komunikasi SBAR saat handover pasien sesuai SOP yang berlaku
di rumah sakit.
b. Kurangnya tenaga perawat di Ruang C5
Berdasarkan hasil evaluasi dari kelompok yang dilaksanakan
setelah melakukan kegiatan pada hari kamis 25 juni 2020,
kelompok mengambil kesimpulan bahwa diperlukannya perawat
tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan menunjang
kualitas pelayanan Kesehatan yang optimal.

90
B. Rencana Tindak Lanjut Terkait Deskripsi Kasus
Berdasarkan hasil evaluasi dari implementasi kedua masalah yang telah
dilakukan maka kelompok menyusun rencana tindak lanjut yang akan
dilanjutkan oleh kepala ruangan dan ketua tim di Ruang C5. Rencana
Tindak Lanjut meliputi:
1. Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima pasien dengan
menggunakan komunikasi SBAR/SOAP
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu Bekerjasama dengan
Kepala ruangan C5 , Ketua Tim dan seluruh perawat pelaksana di
ruang C5 untuk dilakukan sharing, sosialisasi terkait tahapan serah
terima pasien dengan menggunakan metode komunikasi SBAR/SOAP.
Kepala ruangan menjelaskan tahapan komunikasi SBAR untuk
meningkatkan keselamatan pasien, menurunkan angka malpraktik
akibat komunikasi yang kurang, dan memberikan informasi terkait
kondisi pasien secara lengkap.
2. Kurangnya Tenaga Perawat di Ruang C5
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu, koordinasi dengan
kepala ruangan dan bidang terkait dalam penambahan tenaga perawat
agar dapat menunjang kualitas pelayanan Kesehatan yang optimal.
Tabel Rencana Tindak Lanjut

No Masalah Kegiatan Sasaran Media Waktu PJ


1. Ketidakefektifan Sosialisasi Perawat C5 Gambaran Komunikasi 25-29 Juni 2020 1. Kepala
kegiatan handover/serah dengan seluruh SBAR saat handover ruangan
terima pasien dengan perawat tentang pasien sesuai SOP yang 2. Ketua tim
menggunakan komunikasi berlaku
komunikasi SBAR/SOAP
SBAR/SOAP

2. Kurangnya tenaga Diskusi Perawat C5 - 25 Juni 2020 3. Kepala


perawat di Ruang C5 penambahan ruangan
tenaga kerja 4. Ketua Tim
yang
dibutuhkan
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut Leadership dan dalam bahasa
arab disebut Zi’amah atau Imamah . dalam terminologi yang dikemukakan
oleh Marifield dan Hamzah. Kepemimpinan adalah menyangkut dalam
menstimulasi, memobilisasi, mengarahkan, mengkoordinasi motif-motif dan
kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam usaha bersama (Stogdill, 2017)
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu
keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu
tujuan (Kirsmansa. 2010).
Seorang pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang
tepat dan berorientasi pada tindakan/action. Untuk dapat mengambil
keputusan dan bertindak dengan baik maka seorang pemimpin harus memiliki
pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan berkomunikasi dengan baik, energi,
dan tujuan yang jelas. Seorang pemimpin harus menjadi role model yang baik
dalam cara kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
membangun kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya.
Berdasarkan analisa SWOT, ada 2 masalah yang diperoleh kelompok di
Ruang C5, antara lain :
1. Ketidakefektifan kegiatan handover/serah terima
2. Kekurangan tenaga perawat

Pengelolaan fungsi menejemen dalam melaksanakan startegi dari masing-


masing masalah yang diperoleh sudah dapat dilaksanakan. Dapat dilihat
sebelum dan setelah proses pelaksanaan implementasi dengan menunjukan
adanya perubahan dengan menggunakan Gambaran Komunikasi SBAR saat
handover pasien sesuai SOP yang berlaku
B. SARAN
a. Bagi Perawat
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan non
formal seperti pelatihan pelaksanaan dan pendokumentasian komunikasi
SBAR dengan menggunakan teknik Handover
b. Bagi institusi rumah sakit
1) Pelaksanaan komunikasi SBAR dapat dijadikan prosedur tetap dalam
proses handover pasien, karena komunikasi SBAR dapat meningkatkan
mutu handover dalam asuhan keperawatan.
2) Perbaikan fasilitas pada format dokumentasi SBAR terutama pada
kolom intervensi dan implementasi sehingga mutu asuhan keperawatan
semakin baik dan dapat dipertahankan.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi yang terstruktur dan berjenjang
oleh kepala ruangan dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan
untuk mendukung peningkatan mutu asuhan keperawatan yang terkait
pengisian format komunikasi SBAR dan pelaksanaan handover.

c. Mahasiswa Keperawatan
Untuk bahan pembelajaran lanjut terkait tentang faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan handover dan dokumentasi SBAR terhadap
usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja di rumah sakit.

91
DAFTAR PUSTAKA

Bruckley, J. W. M.H Buckley: dan Hung-Fu Chiang. 1976. Research


Methodology & Bussiness Decisions. National Association of Accountant ,
New York.
Nursalam, 2016. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek
Keperawatan. Ed. 5. Jakarta: Salemba Medika.
Sarinah, Mardalena. 2017. Pengantar Manajemen. Ed.1. Yogyakarta: Deepublish.

USU. Bab II Tinjauan Pustaka Kepemimpinan. PDF. Diakses pada tanggal 05


November 2017. Pukul. 10.16 WIB. https://www.repository.usu.ac.id.

Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek


Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika.

Morgan, R.L. 2007. Melayani Pelanggan Kecewa Tetapi Efektif Dalam Kondisi

Kesal. Jakarta : Penerbit PPN

Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan, aplikasi dalam praktek keperawatan


profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan


profesional edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Marquis, L Bessie and Carol J. Huston. (2009). Leadership Roles and
Management Fungtions in Nursing, Theory and Application. Lippincott:
Philadelphia.
Wibisono.com/2010/analisis-swot-strength-weakness-opportunity-threat/.
Diakses tanggal 24 Juni 2020

SyarifUsman.,2016.,manajemen sumber daya manusia., Jl.Taman Pondok Jati J


3,Taman Sidoarjo., Zifatama Publisher.
file:///C:/Users/asus/Documents/management/sumber/Manajemen_Sumber
_Daya_Manusia.pdf tanggal 26juli2020.jam-19.09

Nalahudin muhlisin 2012 “ sistem pengembagan manejemen


kinerja klinik (SPMKK)”. Dalam http://dosen ngeblog.blogspot
.com/2012/03.sistem-pengembagan-menejeme-kinerja.htm1. diakes
tanggal 1 mei

UMY. Evidence Based Practice.PDF.Diakses pada tanggal 27 juni pukul 13.35


http://repository.umy.ac.id

93

Anda mungkin juga menyukai