Anda di halaman 1dari 96

PENGELOLAAN RUANG RAWAT INAP BERIA

RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG


Untuk Memenuhi Tugas Stase Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan

Disusun oleh:
Brigitha C Kalalo 1490121068
Davita S Batoek 1490121067
Feren Senge 1490121071
Lingkan S Rambitan 1490121070
Mega Arianti 1490121073
Ririn F kalaki 1490121072
Susanti Manuhutta 1490121066
Vensilia K A Lekahena 1490121069

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL


PROGRAM STUDI PROFESI NERS (PPN) XXVII
BANDUNG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunianya, kelompok dapat menyelesaikan “Laporan Pengelolaan Ruang Rawat Inap Beria
Rumah Sakit Immanuel Bandung” dalam praktek klinik stase kepemimpinan dan manajemen
keperawatan dengan baik meskipun baik, meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.
Selama penyusunan makalah ini, kelompok tidak terlepas dari kesulitan baik secara materi
maupun pengumpulan data. Kelompok banyak memperoleh dukungan dan bantuan dari semua
pihak. Kami mengucapkan Terima Kasih kepada
1. Bapak Herwinda Sinaga, S.Kep,. Ners,.M.Kep dan Ibu Lidya Maryani, S.Kep., M.M.,
M.Kep. Selaku koordinator mata kuliah Keperawatan Manajemen serta pembimbing
2. Ibu Liester Doinna Limbong, S.Kep., Ners. Selaku Kepala Ruangan Beria
3. Ibu Magdalena Maria Silalahi, S.Kep., Ners, Ibu Binaria Sijabat, S.Kep., Ners dan Ibu
Ratih Purwati, S.Kep., Ners. Selaku CI lahan ruangan Beria Rumah Sakit Immanuel
Bandung
Kelompok sangat berharap laporan pengelolaan ruang Rawat ini dapat berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan. Kelompok juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
laporan ini terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kelompok berharap adanya kritik dan saran
demi perbaikan proposal yang telah dibuat dimasa yang akan datang.

Bandung, April 2022

Kelompok Beria

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan ..................................................................................................... 5
2.2 Konsep Manajemen Keperawatan ......................................................................... 13
2.3 Manajemen Pelayanan Rawat Inap ....................................................................... 21
2.4 Analisis SWOT ..................................................................................................... 26
2.5 Fishbone . .............................................................................................................. 27
2.6 Plan Of Action . ..................................................................................................... 30
BAB III KAJIAN SITUASI

3.1 Profil Rumah Sakit Immanuel Bandung ............................................................... 30


3.2 Profil Ruangan Rawat Inap Beria .......................................................................... 33
3.3 Kajian Situasi ........................................................................................................ 34
3.4 Kebutuhan Tenaga ................................................................................................. 37
3.5 Skoring dan Prioritas Masalah ............................................................................. 61
3.6 Analisis Fishbone .................................................................................................. 63

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

3.7 Implementasi ......................................................................................................... 67


3.8 Evaluasi ................................................................................................................. 69

BAB V PENUTUP

3.9 Kesimpulan ............................................................................................................ 73

iii
3.10 Saran ...................................................................................................................... 74

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan organisasi yang memiliki peran penting dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Salah satu yang memiliki peran penting dalam
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yaitu pelayanan keperawatan. Pelayanan
keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang harus didasari dengan ilmu dan kemampuan (Permenkes,
2019). Organisasi pelayanan kesehatan semakin bergantung pada profesi keperawatan untuk
memberikan kepemimpinan yang efektif dalam berbagai pengaturan pelayanankesehatan
yang dinamis dan kompleks (Cummings et al., 2018).

Kepemimpinan merupakan proses dua arah, dua pihak yaitu satu pihak harus
mengetahui cara memimpin dan pihak lain mengikuti. Dari proses dua arah ini
pemimpin menunjukkan suatu perilaku yang mengarahkan dan mengkoordinasikan
aktifitas dari yang dipimpin untuk mencapai suatu tujuan. Pemimpin merupakan agen
perubahan, bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi
dirinya (Gibson et al., 2009; Sfantou et al., 2017). Pemimpin dapat meningkatkan
kinerja suatu organisasi dengan mempengaruhi faktor-faktor kinerja. Salah satu
bentuk pengaruhnya yaitu penggunaan perilaku kepemimpinan tertentu dalam interaksi
dengan bawahan, rekan kerja, dan pihak luar. Tipe kepemimpinan yang berbeda dapat
mempengaruhi keefektifan ataupun kinerja organisasi (Nanjundeswaraswamy & Swamy,
2012).
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2013).
Dalam manajemen keperawatan, ada beberapa tingkatan manajemen antara lain sebagai : top
manager, middle manager, dan nursing low manager. Kepala ruang keperawatan merupakan
bagian dari nursing low manager yang mempunyai peranan penting dalam pelayanan di suatu
bangsal atau ruangan. Kepala ruang keperawatan yang merupakan bagian dari manajemen
keperawatan berpihak kepada fungsi manajemen keperawatan yaitu POAC (Planning,

1
Organizing, Actuating, Controlling) dalam rangka untuk memajukan staf keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara professional (Nursalam, 2013).

Rumah Sakit Immanuel merupakan Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh
Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan tahun dengan visi memberikan
pelayanan dan pendidikan kesehatan yang prima dan inovatif berfokus pada pasien sebagai
perwujudan Cinta Kasih Allah dan misi menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
mengembangkan budaya ilmiah di bidang kesehatan. Ruang beria merupakan ruang inap
yang pelayanan khusus bedah kelas III untuk wanita. Ruang ini dikelola oleh seorang kepala
ruangan dengan lulusan S.Kep,Ners yang sudah memiliki kerja kurang lebih 13 tahun dan
sudah mengikuti pelatihan manajemen unit bangsal yang dilaksanakan oleh Rumah sakit
Immanuel. Ruang Beria memiliki jumlah tenaga kerja secara keseluruhan yaitu 14 orang
perawat. Berdasarkan tingkat pendidikan yaitu 6 orang lulusan S1 Ners (termasuk kepala
ruangan), dan 8 orang lulusan D3.

Untuk itu agar tujuan pelayanan keperawatan dapat terwujud maka mutu
pelayanan, harus didukung oleh kompetensi kepemimpinan. Kepala Ruangan memiliki
keterampilan untuk mempengaruhi staf perawat lain dibawah pengawasan,dalam pembagian
tugas dan tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di Ruang
Beria

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
“Bagaimana Tata Kelola dan Kajian Situasi Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat
Inap Beria Rumah Sakit Immanuel Bandung”.

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan kajian situasi di Ruang Rawat Inap Beria
dengan kemampuan manajemen keperawatan dalam menyelesaikan masalah manajemen
yang ditemukan di Ruang Rawat Inap Beria.

2
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menguraikan gaya dan kompetensi pemimpin yang tepat
digunakan terkait kasus tersebut.
2. Mahasiswa mampu menguraikan fungsi – fungsi manajemen keperawatan terkait
kasus tersebut
3. Mahasiswa mampu menguraikan Model Praktek Keperawatan Professional (MPKP)
yang tepat digunakan terkait kasus tersebut.
4. Mahasiswa mampu menguraikan gaya pengelolaan konflik yang tepat digunakan
terkait kasus tersebut.
5. Mahasiswa mampu menguraikan perhitungan kebutuhan Sumber Dayat Alam
(SDM) keperawatan.
6. Mahasiswa mampu menguraikan data-data pada kasus diatas ke dalam Analisa
SWOT terkait kasus.
7. Mahasiswa mampu menguraikan perumusan masalah terkait kasus tersebut.
8. Mahasiswa mampu menguraikan solusi pemecahan masalah terkait kasus tersebut.
9. Mahasiswa mampu menguraikan fishbone analysis terkait temuan masalah.
10. Mahasiswa mampu menguraikan planning of action (POA) terkait kasus.

1.4 Manfaat
c. Dapat membantu mahasiswa agar dapat memahami materi kepemimpinan dan
manajemen keperawatan selama masa perkuliahan, serta dapat mengaplikasikan
kedalam praktik kepemimpinan dan manajemen keperawatan.
d. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi penulis lain untuk kepentingan kajian situasi.

1.5 Sistematika Penulisan


e. BAB I Pendahuluan
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat, dan Sistematika
Penulisan.
f. BAB II Tinjauan Pustaka
Konsep Kepemimpinan, Konsep Manajemen, Analisa SWOT, Analisa Fishbone,
Konsep Model Asuhan Keperawatan, Perhitungan BOR dan LOS.

3
g. BAB III Kajian Situasi Gaya dan Kompetensi pemimpin, Fungsi – fungsi manajemen,
Model Praktek Keperawatan, Gaya Pengelolaan Konflik, Perhitungan Kebutuhan SDM,
Analisa SWOT, Perumusan Masalah, Solusi Pemecahan Masalah, Analisa Fishbone, dan
Planning Of Action (POA).
h. BAB IV Impelementasi dan Evaluasi Implementasi
Rencana Tindak Lanjut dan Evaluasi.
i. BAB V Kesimpulan dan Saran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
1. Defenisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju
pencapaian sasaran, Kepemimpinan adalah suatu proses memberi arti pada kerjasama dan
dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Sandy, 2013),
Kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh dalam perangkat atau situasi organisasi,
yang menghasilkan sesuatu yang bermakna dan berdampak langsung pada tujuan-tujuan
yang menantang. (Zahari, Yamali, & Irfani, 2020) .Kepemimpinan adalah kemampuan
untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu
usaha kooperatif mencapai tujuan yng sudah direncanakan (Besse, 2019)
Syarat Pemimpin
a. Rendah hati dan sederhana.
b. Bersifat suka menolong.
c. Sabar dan memiliki kestabilan emosi.
d. Percaya kepada diri sendiri.
e. Jujur, adil, dan dapat dipercaya.
f. Keahlian dalam jabatan.
g. Keterampilan dalam memimpin
h. Kapasitas meliputi: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara dan kemampuan
menilai.
i. Ilmu pengetahuan yang luas
j. Tanggungjawab, mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya
hasrat untuk unggul.
k. Partisipasif aktif, memiliki sosialbilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif, atau suka
bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor

2. Asas-Asas Kepemimpinan
Sebagai kata lain asas-asas kepemimpinan adalah landasan dalam kepemimpinan yang
menjadi acuan dalam menjalankan sebuah kepemimpinan:

5
a. Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Member suri tauladan
c. Ikut bergiat menggugah semangat bawahan
d. Mempengaruhi dan member semangat
e. Waspada
f. Tingkah laku sederhana dan tidak boros
g. Loyal
h. Sabar, efektif dan efisien
i. Keberanian
j. Rela menerima

3. Fungsi Kepemimpinan
a. Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan
bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
b. Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu
mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini
memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat
berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang
merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi
baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-
hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar
c. Fungsi pengembangan Loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga untuk para
pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan
ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-
kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya
pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala
sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

6
d. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti
kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan –
hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan
kembali berlangsung menurut rel yang elah ditetapkan dalam rencana.
e. Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah
dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan
pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil
keputusan.
f. Fungsi memberi motivasi
Seorang pemimpin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya.
Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak
buahnya agar rajin bekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi
yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau
ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa
hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
4. Teori Kepemimpinan
a. Kepemimpinan situasional
Kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watakkepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan
kepemimpinan. Studi-studi tentang kepemimpinan situasional mencoba
mengidentifikasi karakteristiik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama
yang membuat seorang pemipin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara
efektif dan efesien.
b. Pemimpin yang efektif
Kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku para
pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikategorikan menjadi
dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan dan konsiderasi.

7
c. Kepemimpinan Kontigensi
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara
karakteristik watak pribadi pemimpin tingkah lakunya dan variabel-variabel
situasional. Terdapat 4 tingkah laku pada model kepemimpinan ini:
1) Supporive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan
menciptakan iklim kerja yang bersahabat.
2) Directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan,
prosedur dan petunjuk yang ada.
3) Participative leadership (konsultasi terhadap bawahan dalam pengambilan keputusan
4) Achivement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan
menekankan perlunya kinerja memuaskan.

d. Kepemimpinan transformasional
Pada hakekatnya model ini menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para
bawahannya untuk melakukan tanggung jawab merekan lebih dari yang diharapkan

5. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan atau style of leadership merupakan cara seorang pemimpin
melaksanakan fungsi kepemimpinannya atau menjalankan fungsi managemennya dalam
memimpin bawahanannya. Adapun gaya-gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis; Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu
kemampuan dalam mempengaruh orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama
dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan
yang dapat dilakukan dimana ditentukan bersama antara bawahan dan pimpinan.
Gaya tersebut terkadan disebut sebagai gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak
buah, kepemimpinan dengan adanya kesederajatan, kepemimpinan partisipatif atau
konsultatif. Pemimpin yang berkonsultasi kepada anak buahnya dalam merumuskan
suatu tindakan putusan bersama
Adapun ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki
wewenang pemimpin yang tidak mutlah, pimpinan bersedia dalam melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan keputusan itu dibuat bersama

8
antara bawahan dan pimpinan, komunikasi dapat berlangsung dua arah dimana
pimpinan ke bawahan dan begitupun sebaliknya, pengawasan terhadap (sikap,
perbuatan, tingkah laku atau kegiatan) kepada bawahan dilakukan dengan wajar,
prakarsa bisa datang dari bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak
kesempatan dalam menyampaikan saran atau pendapat dan tugas-tugas yang
diberikan kepada bawahan bersifat permintaan dengan mengenyampingkan sifat
instruksi, dan pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap untuk
memunculkan saling percaya dan saling menghormati.
b. Gaya Kepemimpinan Delegatif;
Gaya kepemimpinan delegatif memiliki ciri-ciri yaitu pemimpin akan jarang dalam
memberikan arahan, pembuat keputusan diserahkan kepada bawahan, dan anggota
organisasi tersebut diharapkan bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri.
Gaya kepemimpinan delegatif ini memiliki ciri khas dari perilaku pemimpin didalam
melakukan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan demikian, maka gaya kepemimpinan
seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi adanya karakter pribadinya.
Kepemimpinan delegatif merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan
oleh pimpinan untuk bawahannya yang mempunyai kemampuan, agar bisa
menjalankan aktivitasnnya yang untuk sementara waktu tak bisa dilakukan oleh
pimpinan dengan berbagai macam sebab. Gaya kepemimpinan delegatif ini sangat
cocok dilakukan kalau staff yang dimiliki ternyata mempunyai motivasi dan
kemampuan yang tinggi. Dengan demikian pimpinan tak terlalu banyak dalam
memberikan perintah kepada bawahannya, bahkan pemimpin akan lebih banyak
dalam memberikan dukungan untuk bawahannya.
c. Gaya Kepemimpinan Birokratis;
Gaya kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan "Memimpin
berdasarkan adanya peraturan". Perilaku memimpin yang ditandai dengan adanya
keketatan pelaksanaan suatu prosedur yang telah berlaku untuk pemimpin dan anak
buahnya. Pemimpin yang birokratis, secara umum akan membuat segala keputusan
itu berdasarkan dari aturan yang telah berlaku dan tidak ada lagi fleksibilitas. Segala
kegiatan mesti terpusat pada pemimpin dan sedikit saja diberikan kebebasan kepada
orang lain dalam berkreasi dan bertindak, itupun tak boleh melepaskan diri dari

9
ketentuan yang sudah berlaku. Adapun beberapa ciri gaya kepemimpinan birokratis
ialah Pimpinan akan menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan seluruh
pekerjaan dan akan memerintahkan semua bawahan untuk bisa melaksanakannya;
Pemimpin akan menentukan semua standar tentang bagaimana bawahan akan
melakukan tugas; Adanya sanksi yang sangat jelas kalau seorang bawahan tidak bisa
menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang sudah ditentukan.
d. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire;
Gaya ini akan mendorong kemampuan anggota dalam mengambil inisiatif. Kurang
interaksi dan kontrol yang telah dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya tersebut
hanya dapat berjalan jika bawahan mampu memperlihatkan tingkat kompetensi dan
keyakinan dalam mengejar tujuan dan sasaran yangcukup tinggi. Dalam gaya
kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali dalam menggunakan kekuasaannya atau
sama sekali telah membiarkan anak buahnya untuk berbuat dalam sesuka hatinya.
e. Gaya Kepemimpinan Otoriter/ Authoritarian;
Adalah gaya pemimpin yang telah memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
ingin diambil dari dirinya sendiri dengan secara penuh. Segala pembagian tugas dan
tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya otoriter tersebut,
sedangkan para bawahan hanya sekedar melaksanakan tugas yang sudah diberikan.
Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah kepada tugas. Artinya dengan
adanya tugas yang telah diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka
kebijaksanaan dari lembaganya ini mesti diproyeksikandalam bagaimana ia dalam
memerintah kepada bawahannya agar mendapatkan kebijaksanaan tersebut dapat
tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah menjadi suatu mesin yang hanya
sekedar digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari
bawahan sama sekali tidak pernah sekalipun diperhatikan.
e. Gaya Kepemimpinan Kharismatik;
Kelebihan dari gaya kepemimpinan karismatis ini ialah mampu menarik orang.
Mereka akan terpesona dengan cara berbicaranya yang akan membangkitkan
semangat. Biasanya pemimpin dengan memiliki gaya kepribadian ini akan visionaris.
Mereka sangat menyenangi akan perubahan dan adanya tantangan. Mungkin,
kelemahan terbesar dari tipe kepemimpinan model ini dapat di analogikan dengan

10
peribahasa Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya. Mereka hanya mampu menarik
orang untuk bisa datang kepada mereka. Setelah beberapa lama kemudian, orang-
orang yang datang tersebut akan kecewa karena adanya ketidak-konsistenan. Apa
yang telah diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta dalam
pertanggungjawabannya, si pemimpin akan senantiasa memberikan alasan,
permintaan maaf, dan janji.
f. Gaya Kepemimpinan Diplomatis;
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini terdapat di penempatan perspektifnya.
Banyak orang seringkali selalu melihat dari satu sisi, yaitu pada sisi keuntungan
dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan pada lawannya. Hanya pemimpin
dengan menggunakan kepribadian putih ini yang hanya bisa melihat kedua sisi
dengan jelas, Apa yang dapat menguntungkan dirinya dan juga dapat menguntungkan
lawannya. Kesabaran dan kepasifan merupakan kelemahan pemimpin dengan
menggunakan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat begitu sabar dan
sanggup dalam menerima tekanan. Mereka dapat menerima perlakuan yang tak
menyenangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak menerimanya. Dan
seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya akan meninggalkan si
pemimpin.
g. Gaya Kepemiminan Moralis; Kelebihan dari gaya kepemimpinan moralis seperti ini
ialah pada umumnya Mereka hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka
mempunayi empati yang tinggi terhadap segala permasalahan dari para bawahannya,
juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan-kebajikan ada dalam diri pemimpin
tersebut. Orang — orang akan datang karena kehangatannya terlepas dari semua
kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan seperti ini ialah emosinya. Rata-rata
orang seperti ini sangatlah tidak stabil, terkadang dapat tampak sedih dan sangat
mengerikan, kadang pula bisa saja sangat begitu menyenangkan dan bersahabat.
h. Gaya Kepemimpinan Administratif; Gaya kepemimpinan tipe ini akan terkesan
kurang inovatif dan telalu kaku dalam memandang aturan. Sikapnya sangat
konservatif serta kelihatan sekali takut di dalam mengambil resiko dan mereka
cenderung akan mencari aman.

11
i. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical); Dalam gaya kepemimpinan tipe ini,
biasanya untuk pembuatan keputusan didasarkan pada suatu proses analisis, terutama
analisis logika dari setiap informasi yang didapatkan. Gayaini akan berorientasi pada
hasil dan akan lebih menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka
panjang. Kepemimpinan model ini sangatlah mengutamakan logika dengan
menggunakan beberap pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
j. Gaya kepemimpinan entrepreneur;
Gaya kepemimpinan ini sangatlah menaruh perhatian pada kekuasaan dan hasil akhir
serta kurang mengutamakan untuk kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan
model ini biasanya akan selalu mencari pesaing dan akan menargetkan standar yang
tinggi.
k. Gaya Kepemimpinan Visioner;
Kepemimpinan visioner merupakan pola kepemimpinan yang ditujukan untuk bisa
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dijalankan secara bersama-sama oleh
para anggota perusahaan dengan cara memberikan arahan dan makna pada suatu kerja
dan usaha yang dilakukan berdasarkandengan visi yang jelas.
l. Gaya Kepemimpinan Situasional;
Inti dari teori kepemimpinan situational ialah bahwa suatu gaya kepemimpinan
seorang pemimpin akan dapat berbeda-beda, tergantung dari seperti apa tingkat
kesiapan para pengikutnya. Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan
situasional ialah mengenai tidak adanya gaya kepemimpinan yang paling terbaik.
Teori kepemimpinan situasional akan bertumpu pada dua konsep yang fundamental
yaitu tingkat kesiapan/ kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan
gaya kepemimpinan.
m. Kepemimpinan Militeristik;
Tipe pemimpin seperti ini sangatlah mirip dengan tipe pemimpin yang otoriter yang
merupakan tipe pemimpin yang senantiasa bertindak sebagai diktator terhadap para
anggota kelompoknya (Besse, 2019)

12
2.2 Konsep Manajemen Keperawatan
1. Defenisi Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur atau mengelola
atau mengurus. Beberapa ahli manajemen mengemukan pengertian manajemen dari sudut
pandang yang berbeda, antara lain Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti
bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai
tujuan organisasi (setiadi, 2020)
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan upaya anggota dan penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan (James A.F. Stonner), Manajemen adalah proses dan kegiatan
memimpin dan memberikan arah penyelenggaraan tugas suatu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Ordway Tead), Manajemen adalah pemanfaatan ilmu dan seni
dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan pelaksanaan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (George R. Terry) (Tri, 2020)

2. Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di
pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah.
Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis,
prinsipprinsip umum manajemen ini terdiri dari: 1. Pembagian kerja (division of work)
a. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)
b. Disiplin (discipline)
c. Kesatuan perintah (unity of command)
d. Kesatuan pengarahan (unity of direction)
e. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri (Sub ordination of
individual to generate interest)
f. Penggajian pegawai (Renumeration of personal)
g. Pemusatan (Centralization)
h. Jenjang karir Hirarki (Scalar of hierarchy)
i. Ketertiban (Order)

13
j. Keadilan dan kejujuran (equity & Honesty)
k. Stabilitas kondisi karyawan (Stability of tenure of personal)
l. Prakarsa (Inisiative)
m. Semangat kesatuan, semangat korps (Esprit de Corps) (setiadi, 2020)

3. Fungsi Manajemen
Fungsi perencanaan meliputi penentuan sasaran organisasi, penetapan strategi
keseluruhan, pengembangan hirarki rencana menyeluruh dan memadukan dan
mengkoordinasikan kegiatankegiatan. Fungsi pengorganisasian meliputi perancangan
struktur organisasi yang dilengkapi dengan penetapan tugas, siapa melakukan apa
bagaimana tugas dikelompokan siapa melapor kepada siapa dan dimana keputusan harus
diambil. Fungsi pengarahan meliputi proses pengarahan dan koordinasi, penyelesaian
konflik dengan saluran komunikasi efektif. Fungsi pengendalian adalah pemantauan,
perbandingan, pengoreksian untuk menjamin organisasi berjalan sesuai rencana.
a. Fungsi Perencanaan (planning)
Perencanaan merupakan usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah
diperhitungkan secara matang-matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa
depan oleh organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Suatu
rencana dapat dikatakan baik apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
Rencana harus disertai oleh suatu rincian yang cermat, artinya suatu rencana tidak
hanya mengandung jawaban terhadap pertanyaan apa, dimana, bilamana, bagaimana,
siapa, dan mengapa, tetapi juga penjabarannya dalam bentuk program kerja yang
mendetail yang menyangkut semua segi kehidupan organisasional antara lain:
1) Tata Ruang,
2) Metode Kerja,
3) Sumber Dana Dan Alokasinya,
4) Target Waktu,
5) Target Hasil,
6) Standar Mutu Yang Harus Terpenuhi,
7) Kriteria Pengukuran Hasil Dan Prestasi Kerja

14
Kesederhanaan artinya berbagai hal seperti teknik penyusunan, bahasa yang
digunakan, sistematik, format, penekanan berbagai prioritas, dan sebagainya harus
jelas. Bahkan idealnya suatu rencana sudah harus demikian jelasnya sehingga dapat
dipahami oleh orang lain, terutama para pelaksana dan memperoleh pengertian yang
sama dengan yang dimaksudkan oleh para perencana. Hanya saja penting
diperhatikan bahwa kesederhanaan tidak mengurangi pentingnya kelengkapan
rencana tersebut.
Fleksibilitas, artinya suatu rencana merupakan keputusan yang akan dilaksanakan di
masa depan, tidak mustahil terjadi perubahan-perubahan tertentu di dalam dan di luar
organisasi yang mengharuskan peninjauan terhadap bagian-bagian tertentu dari
rencana itu. Peninjauan kembali harus mungkin untuk dilakukan tanpa harus
mengubah pola dasarnya. Misalnya, sejumlah kegiatan tertentu direncanakan akan
dilaksanakan, akan tetapi jika ternyata jumlah dana diperhitungkan tidak tersedia,
maka sangat mungkin berakibat pada berkurangnya jumlah kegiatan yang akan
diselenggarakan. Fleksibilitas juga mungkin dituntut karena berbagai faktor lainnya,
seperti tidak tersedianya tenaga kerja yang diperlukan, menurunnya kegiatan
ekonomi, dan bergantinya kebijaksanaan pimpinan organisasi dalam hal pemanfaatan
teknologi. Jelasnya, fleksibilitas berarti memperhitungkan apa yang mungkin
dilaksanakan, tergantung pada keadaan nyata yang dihadapi.
Rencana yang pragmatic, artinya bentuk dan sifat rencana merupakan pencerminan
dari filsafat manajemen yang dianut oleh pimpinan organisasi. untuk kepentingan
perencanaan, intinya terletak pada penggabungan pandangan yang idealistik dengan
yang pragmatik. Memang benar bahwa suatu organisasi yang ingin maju dan
berkembang adalah organisasi yang memiliki idealisme. Dengan menetapkan tujuan,
terutama jangka panjang yang bersifat ideal, organisasi ditantang untuk berbuat yang
terbaik dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada. Akan tetapi, idealisme
perlu dibarengi oleh sikap yang realistik dengan memperhitungkan bukan hanya
keterbatasan kemampuan organisasi, akan tetapi juga dengan secara teliti
memperhitungkan faktor-faktor eksogenus yang pasti mempunyai dampak terhadap
jalannya roda organisasi yang bersangkutan.

15
Rencana sebagai instrumen peramalan masa depan, artinya bahwa merencanakan
tidak berarti menggunakan bola kristal yang bentuk, jenis, dan sifat masa depannya
akan terlihat. Akan tetapi, rencana harus merupakan suatu keputusan yang di
dalamnya telah tergambar situasi dan kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di
masa depan dan memberikan petunjuk tentang cara-cara yang dipandang tepat untuk
menghadapinya.

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


Suatu rencana yang telah dirumuskan akan ditetapkan sebagai hasil penyelenggaraan
fungsi organik perencanaan, dan dilaksanakan oleh sekelompok orang yang tergabung
dalam satuan satuan kerja tertentu. Diperlukan berbagai pengaturan yang menetapkan
bukan saja wadah tempat berbagai kegiatan akan diselenggarakan, tetapi juga tata
karma yang harus di taati oleh setiap orang dalam organisasi dengan orang-orang lain,
baik dalam satu satuan kerja tertentu maupun antar kelompok yang ada.
Pengorganisasin adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua
sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkanya secara
efisien untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengintegrasikan semua sumber
daya (potensi) yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Istilah organisasi mempunyai
dua pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau
kelompok fungsional, misalnya sebuah rumah sakit, puskesmas, sebuah perkumpulan,
badan-badan pemerintahan dan lain sebagainya. Kedua, merujuk pada proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para
anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan
organisasi itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerjasama secara jelas diatur siapa
menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi dan
memfokuskan sumber daya pada tujuan.

c. Pengarahan (actuating)
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada staff agar mereka mampu
bekerja secara optimal dalam melaksnaakan tugas-tugasnya sesuai dengan

16
ketrampilan yang mereka miliki. Pengarahan ini termasuk didalamnya adalah
kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi yang efektif. Pelaksanaan pengarahan
(actuating) merupakan fungsi yang paling fundamental dalam manajemen, karena
merupakan pengupayaan berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota
kelompok mulai dari tingkat teratas sampai terbawah, berusaha mencapai sasaran
organisasi sesuai rencana yang telah ditetapkan semula, dengan cara terbaik dan
benar. Hakikat dari pengarahan adalah sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan
metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja
dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif
dan produktif. Para anggota organisasi akan bersedia mengerahkan segala
kemampuan, tenaga, keahlian, keterampilan, dan waktunya bagi kepentingan
pencapaian tujuan organisasi apabila kepada mereka diberikan penjelasan yang
lengkap tentang hakikat, bentuk, dan sifat tujuan yang hendak dicapai.

Pengarahan diruang perawatan dapat dilakukan dilakukan dalam beberapa kegiatan


yaitu operan pasien, program motivasi, manajemen konflik, dan melakukan supervisi
dan lainnya.
a) Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir positif bagi setiap
SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian (reinforcement) pada setiap
orang yang bekerja bersamasama. Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi
merupakan pendorong kuat untuk fokus pada potensi masing-masing anggota.
b) Manajemen konflik, perubahan kemungkinan menimbulkan konflik yang
disebabkan oleh persepsi, pandangan dan pendapat yang berbeda. Untuk itu
dilakukan pelatihan tentang sistem pelayanan dan asuhan keperawatan bagi
semua SDM yang ada. Komunikasi yang terbuka diarahkan kepada penyelesaian
konflik dengan win-win solution.
c) Supervisi / pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan untuk
memastikan pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu
yang ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari
kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang
mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada pencapaian atau

17
keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang belum terpenuhi.
Dengan demikian pengawasan mengandung makna pembinaan. Pengawasan
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung
dilakukan saat tindakan atau kegiatan sedang berlangsung, misalnya perawat
pelaksanan sedang melakukan ganti balutan, maka katim mengobservasi tentang
pelaksanaan dengan memperhatikan apakah standar kerja dijalankan.
Pengawasan terkait pula dengan kinerja dan kompetisi perawat, yang akan
berguna dalam program jenjang karir perawat bersangkutan. Pengawasan tidak
langsung dilakukan melalui pelaporan atau dokumen yang menguraikan tindakan
dan kegiatan yang telah dilakukan

d. Pengendalian (controlling)
Pengendalian (controlling) adalah proses untuk mengamati secara terus-menerus
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap
penyimpangan yang terjadi. Pengawasan (controlling) dapat dianggap sebagai
aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting
dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Adalah wajar jika
terjadi kekeliruan-kekeliruan tertentu, kegagalan-kegagalan dan petunjuk-petunjuk
yang tidak efektif hingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada
tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan dalam arti manajemen yang diformalkan tidak
akan eksis tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan
sebelumnya.
1) Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang dipergunakan dalam
system Pelayanan kesehatan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas.
2) Sulit, tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tujuan
pokok, yaitu: (1) untuk memotivasi, dan (2) untuk dijadikan patokan guna
membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif akan dapat
memotivasi seluruh anggota untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena
tantangan biasanya menimbulkan berbagai reaksi, maka daya upaya untuk
mencapai standar yang sulit mungkin dapat membangkitkan semangat yang lebih

18
besar untuk mencapainya daripada kalau yang harus dipenuhi itu hanya standar
yang mudah. Namun demikian, jika terget terlampau tinggi atau terlalu sulit
kemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh karena itu tidak
menetapkan standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan prestasi
belajar/pendidikan, malah menurunkan prestasi
3) Pengawasan hendaknya desesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Di
sini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan,
kewenangan dan tugastugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (job
discription).
4) Banyaknya pengawasan harus dibatasi, artinya jika pengawasan terhadap
karyawan terlampau sering, ada kecenderungan mereka kehilangan otonominya
dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan.
5) Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan
otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya sistem pengawasan
menunjukkan kapan, dan dimana tindakan korektif harus diambil.
6) Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya tidak hanya
mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan alternatif perbaikan,
menentukan tindakan perbaikan.
7) Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu:
menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan
penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mengecek
timbulnya masalah yang serupa.
Agar kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan, perhatian serius
perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang sifatnya fundamental, beberapa
di antaranya dibahas berikut ini.
1) Orientasi kerja dalam setiap organisasi adalah efisiensi. Bekerja secara efisien
berarti menggunakan sumber-sumber yang tersedia seminimal mungkin untuk
membuahkan hasil tertentu yang telah ditetapkan dalam rencana. Sudah umum
diterima sebagai kebenaran ilmiah dan kenyataan dalam praktik menunjukkan
pula bahwa sumber-sumber yang tersedia atau mungkin disediakan oleh
organisasi apa pun untuk mencapai tujuannya selalu terbatas, yaitu berupa dana,

19
tenaga, sarana, prasarana, dan waktu. Keterbatasan demikian menuntut
penggunaan yang sehemat-hematnya dari semua dana dan daya yang dimiliki
dengan tetap menghasilkan hal-hal yang ditargetkan untuk dihasilkan.
2) Adanya efektifitas kerja dalam organisasi Jika seseorang berbicara tentang
efektivitas sebagai orientasi kerja, artinya yang menjadi sorotan perhatiannya
adalah tercapainya berbagai sasaranyang telah ditentukan tepat pada waktunya
denganmenggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk
melakukan berbagai kegiatan. Artinya, jumlah dan jenis sumber-sumber yang
akan digunakan sudah ditentukan sebelumnya dan dengan pemanfaatan sumber-
sumber itulah, hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam batas waktu yang telah
ditetapkan pula. Efektivitas menyoroti tercapainya sasaran tepat pada waktunya
untuk disediakan sumber dan sarana kerja tertentu yang dianggap memadai
3) Produktivitas merupakan orientasi kerja Ide yang menonjol dalam membicarakan
dan mengusahakan produktivitas maksimal simalisasi hasil yang harus dicapai
berdasarkan dan dengan memanfaatkan sumber dana dan daya yang telah
dialokasikan sebelumnya. Dalam praktik, ketiga orientasi kerja tersebut
diterapkan sekaligus dalam menjalankan roda organisasi.
4) Pengawasan dilakukan pada waktu berbagai kegiatan sedang berlangsung
Kegiatan ini untuk mencegah jangan sampai terjadi penyimpangan,
penyelewengan, dan pemborosan. Dengan perkataan lain pengawasan akan
bersifat preventif untuk mencegah berbagai hal negatif. manajer sebagai
pelaksana fungsi pengawasan harus mampu mendeteksi berbagai petunjuk
kemungkinan timbulnya berbagai hal negatif dalam menjalankan roda organisasi.
Demikian pula halnya dengan setiap manajer yang harus selalu mengamati segala
sesuatu yang terjadi dalam organisasi sehingga apa yang terjadi tidak lagi
dipandang sebagai pendadakan.
5) Tidak ada manajer yang dapat mengelak dari tanggung jawabnya melakukan
pengawasan. Para pelaksana adalah manusia yang tidak sempurna. Dengan sifat
dasar ketidaksempurnaan ini para pelaksana kegiatan tidak akan luput dari
kemungkinan berbuat khilaf bahkan juga berbuat kesalahan, sehingga setiap saat
perlu pengawasan dan bimbingan. Penyimpangan dan pemborosan belum tentu

20
terjadi karena kesengajaan, terjadi ada faktor lainnya yang menjadi penyebabnya
antara lain kekurangan ketrampilan, kurang pengetahuandan faktor lain yang
sejenis, sehingga perlu bimbingan serta pengawasan setiap saat.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian/pengontrolan
meliputi:
a. Menetapkan standart dan menetapkan metode mengukur prestasi kerja
b. Melakukan pengukuran prestasi kerja
c. Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standart
d. Mengambil tindakan korektif
Peralatan atau instrument dipilih untuk mengumpulkan bukti dan untuk
menunjukkan standart yang telah ditetapkan atau tersedia. Audit merupakan
penilaian pekerjaan yang telah dilakukan. Terdapat tiga katagori audit
keperawatan, yaitu :
a. Audit struktur Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan perawatan,
termasuk fasilitas fisik, peralatan, organisasi, kebijakan, prosedur, standart,
SOP dan rekam medic, pelanggan (internal maupun external). Standart dan
indikator diukur dengan mengunakan cek list.
b. Audit proses Merupakan pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan
apakah standar keperawatan tercapai. Pemeriksaan dapat bersifat retrospektif,
concurrent, atau peer review. Retrospektif adalah audit dengan menelaah
dokumen pelaksanaan asuhan keperawatan melalui pemeriksaan dokumentasi.
Concurent adalah mengobservasi saat kegiatan keperawatan sedang
berlangsung. Peer review adalah umpan balik sesame anggota tim terhadap
pelaksanaan kegiatan.
c. Audit hasil Audit hasil adalah produk kerja yang dapat berupa kondisi pasien,
kondisi SDM, atau indikator mutu. Kondisi pasien dapat berupa keberhasilan
pasien dan kepuasan. Kondisi SDM dapat berupa efektifitas dan efisiensi serta
kepuasan. Untuk indikator mutu berupa BOR, aLOS, TOI, angka infeksi
nosokomial dan angka dekubitus. (setiadi, 2020)

21
2.3 Manajemen Pelayanan Rawat Inap
1. Pengertian
Menurut Nursalam (2007), pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit pelayanan di
rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk membantu
meyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien, dimana unit rawat inap merupakan salah
satu revenue center rumah sakit sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa
dipakai sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.

2. Tujuan Pelayanan Rawat Inap


Tujuan pelayanan rawat inap menurut Dolores dan Doris (1969) yang dikutip dari
Anggraini (2008) adalah :
 Membantu penderita pasien memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan
dengan penyembuhan penyakitnya
 Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif baik antara unit maupun
profesi
 Menyediakan tempat latihan/praktek bagi mahasiswa perawat
 Memberikan kesempatan kepada tenaga perawat untuk meningkatkan
keterampilannya dalam hal keperawatan
 Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya gagasan
yang kreatif
 Mengandalkan evaluasi yang terus menerus mengenai metode keperawatan yang
digunanakan untuk usaha peningkatan
 Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau perbaikan
praktek keperawatan dipergunakan

3. Standar Minimal Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit


 Pemberi pelayanan dirawat inap adalah dokter spesialis dan perawat (minimal
pendidikan D3)
 DPJP rawat inap 100 %
 Ketersediaan pelayanan rawat inap adalah anak, penyakit dalam, kebidanan, bedah
 Jam visit dokter spesialis ( 08.00 – 14.00) setiap hari kerja

22
 Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5 %
 Kejadian infeksi nosokomial ≤ 1,5%
 Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan 100%
 Kematian pasien >48 jam ≤ 0,24%
 Kejadian pulang paksa ≤5%
 Kepuasan pelanggan ≥ 90%
 Terlaksana kegiatan pencacatan dan pelaporan TB di RS

4. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap


 Penerimaan pasien
 Pelayanan medik
 Pelayanan penunjang medik
 Pelayanan perawatan
 Pelayan obat
 Pelayanan makanan
 Pelayanan admistrasi keungan
Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayann rawat inap akan
mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :
 Tahap admission, yaitu pasien yang penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal
di rumah sakit
 Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkana dignosanya
 Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosa pasien dimasukkan dalam program
perawatan dan terapi
 Tahap inspection, yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta
respon pasien atas pegobatan.
 Tahap control, yaitu setelah dianalisi kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan
diteruskan atau diubah.

23
5. Sistem Pelayanan Rawat Inap
Alur proses pelayanan unit rawat inap akan mengikuti alur sebagai berikut:
a. Bagian penerima pasien
b. Ruang perawatan
c. Bagian administrasi dan keuangan

6. Klasifikasi rawat inap


a. Klasifikasi perawatan RS telah ditetapkan berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan
yang disediakan oleh RS, yaitu seperti berikut:
- Kelas utama ( termasuk VIP)
- Kelas I
- Kelas II dan kelas III
b. Klasifikasi pasien berdasarkan kedatangannya
- Pasien baru
- Pasien lama
c. Klasifikasi pasien berdasarkan pengirimnya
- Dikirim oleh dokter RS
- Dikirim oler dokter luar
- Rujukan dari puskesmas atau RS lain
- Datang atas kemauan sendiri

7. Kualitas Pelayanan Rawat Inap


Menurut Jacobalis ( 1990) kualitas pelayanan kesehatan diruang rawat inap rumah sakit
dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan
tenaga profesi lainnya
b. Efisiensi dan efektifitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya dirumah sakit agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna

24
c. Keselamatan pasien
Aspek ini meyangkut keselamatan dan keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut fisik, mental, dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya
yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Adji muslihuddin (1993), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan
baik apabila :
a. Memberi rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit
b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelolaan
rumah sakit. Pelayanan ini bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai
pulangnya pasien
Menurut Suryanti (2002) dalam penelitiannya, proses pendaftaran pasien rawat
inap dipengaruhi oleh:
 Pendaftaran rawat inap
 Pendaftaran awal pasien
 Pembayaran pasien
 Kesiapan staf, perawat, ruang rawat dan pasien dalam pengantaran dan penerimaan
pasien ke ruangan
 Surat pengantar rawat
 Kegiatan layanan admission
 Fasilitas admission
 Staf admision
 SOP admission

25
2.4 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah penilaian terhadap hasil identifikasi situasi, untuk
menentukan apakah suatu kondisi dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan, peluang atau
ancaman. Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang
ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan
penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang mempengaruhi proses
pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan karakteristik dari
kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan kelemahan
tambahan berdasarkan analisa lingkungan internal dan eksternal yang dilakukan (Alma, dan
Priansa, 2009: hal. 115-125).
a. Strengths (kekuatan) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang berjalan dengan baik atau
sumber daya yang dapat dikendalikan.
b. Weaknesses (kelemahan) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak berjalan
dengan baik atau sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliki oleh
organisasi.
c. Opportunities (peluang / kesempatan) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang positif.
d. Threats (ancaman) adalah faktor- faktor lingkungan luar yang negatif.

SWOT (Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman)
Merupakan alat yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe
strategi yaitu SO (strengths-opportunities),WO (weakness-opportunities), ST (strengths-
threats), dan WT (weaknesess-threats) (Amalia, 2012).
1. Strategi SO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran organisasi yaitu
dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya. Inilah yang merupakan strategi agresif positif yaitu menyerang penuh
inisiatif dan terencana. Strategi yang memanfaatkan kekuatan agar peluang yang ada bisa
dimanfaatkan. Data program atau kegiatan yang akan dilaksanakan, kapan waktunya dan
dimana dilaksanakan, sehingga tujuan organisasi akan tercapai secara terencana dan
terukur.
2. Strategi WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan dalam organisasi. Dalam hal ini perlu dirancang

26
strategi turn around yaitu strategi merubah haluan. Peluang eksternal yang besar penting
untuk diraih, namun permasalahan internal atau kelemahan yang ada pada internal
organisasi lebih utama untuk dicarikan solusi, sehingga capaian peluang yang besar tadi
perlu diturunkan skalanya sedikit.
3. Strategi ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki
organisasi untuk mengatasi ancaman yang terdeteksi. Strategi ini dikenal dengan istilah
strategi diversifikasi atau strategi perbedaan. Maksudnya, seberapa besar pun ancaman
yang ada, kepanikan dan ketergesa-gesaan hanya memperburuk suasana, untuk itu bahwa
organisasi yg memiliki kekuatan yang besar yang bersifat independen dan dapat
digunakan sebagai senjata untuk mengatasi ancaman tersebut.
4. Strategi WT adalah strategi yang diterapkan kedalam bentuk kegiatan yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Karena dalam kondisi ini, organisasi yang sedang dalam bahaya, kelemahan menimpa
kondisi internal dangan ancaman dari luar juga akan menyerang. Bila tidak mengambil
strategi yang tepat, maka kondisi ini bisa berdampak buruk bagi citra dan eksistensi
organisasi kedepan, Yang perlu di lakukan adalah bersama seluruh elemen organisasi
merencanakan suatu kegiatan untuk mengurangi kelemahan organisasi, dan menghindar
dari ancaman eksternal (Freed, 2010).

2.5 FishBone
1. Defenisi FishBone
Menurut Murnawan (2014), Fishbone merupakan salah satu cara meningkatkan
kualitas yang ditemukan oleh ilmuwan Jepang pada tahun 1960-an. Dr. Kaoru Ishikawa
adalah seorang ilmuwan yang lahir di Tokyo, Jepang pada tahun 1915 dan juga
merupakan alumnus Teknik Kimia di Universitas Tokyo. Fishbone merupakan alat
kendali mutu yang digunakan untuk mendeteksi masalah yang terjadi di perusahaan.
Fishbone digunakan dalam penerapannya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
menjadi masalah. Oleh karena itu, keberadaan fishbone dapat memicu eksplorasi secara
terus menerus sehingga dapat ditemukan akar permasalahan di perusahaan tersebut.
Menurut A. Vandy Pramujaya (2019), fishbone diagram merupakan suatu metode
analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kualitas dan check point yang

27
meliputi empat jenis bahan atau peralatan, tenaga kerja dan metode. Alasan yang terkait
dengan setiap kategori terkadang terikat pada branch bone yang berbeda di sepanjang
proses curah pendapat.
Oleh karena itu, menurut pemahaman para ahli tentang Fishbone, dapat
disimpulkan bahwa fishbone adalah bagan yang berbentuk seperti fishbone, digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai penyebab atau faktor utama yang mempengaruhi
pengendalian kualitas masalah yang persisten. Penyebab atau faktor utama tersebut dapat
diuraikan menjadi Banyak kategori terkait, termasuk orang, material, dan mesin, Prosedur
dan kebijakan.

2. Manfaat fishbone
Menurut Murnawan (2014) beberapa manfaat fishbone adalah sebagai berikut:
a. Membantu menentukan akar penyebab masalahnya.
b. Membantu menghasilkan ide untuk memecahkan masalah.
c. Membantu penyelidikan lebih lanjut atau penemuan fakta.
d. Menentukan tindakan yang menentukan cara membuat hasil yang diinginkan.
e. Mendiskusikan subjek dengan lengkap dan rapi.
f. Menciptakan ide-ide baru.

3. Kelebihan dan Kekurangan Fishbone


Menurut Murnawan (2014) fishbone juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Inilah
kelebihan dan kekurangan fishbone. Keunggulan fishbone adalah dapat memperluas
setiap masalah yang terjadi, dan setiap orang yang terlibat dapat memberikan saran atau
saran yang dapat menimbulkan masalah.
Kelemahan Fishbone adalah bahwa perspektif berbasis alat dan desain akan membatasi
kemampuan tim untuk mendeskripsikan masalah menggunakan metode "level why" yang
dalam, kecuali kertas yang digunakan benar-benar cukup untuk memenuhi kebutuhan ini.
Voting biasanya digunakan untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang
tercantum pada grafik.

28
4. Langkah-langkah pembuatan Fishbone diagram
Saat membuat diagram fishbone ini, dibutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Berikut
langkah-langkah pembuatan diagram fishbone yang termasuk dalam Murnawan (2014),
diantaranya:
a. Setuju dengan pernyataan masalah.
b. Menentukan kategorinya (kategori alasan utama).
c. Menemukan penyebab yang mendasari melalui curah pendapat.
d. Mengevaluasi dan menyepakati penyebab yang paling mungkin.

Diagram fishbone analisis

Man Metode Enviroment

Masalah

Material Machine Money

Keterangan :

a. Man : Manusia (Pengetahuannya, Sikapnya, Keterampilannya)


b. Methode : Cara/strategi yang digunakan untuk mengcreat suatu problem atau
masalah, tidak efektif sehingga masalah muncul. Metode yang sering digunakan
dalam lingkup keperawatan berupa; sosialisasi, desiminasi, pelatihan, seminar,
workshop, coaching, redemonstrasi, simulasi, rapat, lounching program, bedah buku,
dll yang sesuai.

29
c. Enviroment : Tidak kondusif: rame, berisik, tidak beraturan, udara panas, tidak
nyaman. Tidak mendukung : kurang bersih, tidak rapih, sarana prasarana tidak
lengkap
d. Material : Alat/bahan yang diperlukan tidak sesuai atau tidak mendukung, sehingga
timbul masalah: formulir, alat kesehatan, obat-obatan dll.
e. Machine : Mesin-mesin apabila ada dan diperlukan: alat-alat diagnostik, mesin HD,
ventilator, yang diperlukan dalam keperawatan dan kesehatan.

2.6 Plan of Action


Plan of Action (PoA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah
proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki
beberapa bentuk, antara lain:
1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternative pemecahan masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang
spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi masalah
kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah
suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan
masalah, mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru
setelah itu melakukan penyuunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK).

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum
menyusun Plan of Action (PoA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan sumber daya
organisasi atau komponen masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme,
Teknologi atau Cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

30
BAB III
KAJIAN SITUASI

3.1 Profil Rumah Sakit Immanuel Bandung


Rumah Sakit Immanuel merupakan Rumah Sakit Swasta yang diselenggarakan oleh
Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan. Rumah Sakit Immanuel (RSI) juga
mempunyai tugas upaya kesehatan salah satunya adalah menjadi Rumah Sakit Pendidikan
utama yang merupakan wahana Pendidikan, pelayanan, penelitian dan pengembangan untuk
tenaga profesi dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Selain berperan sebagai
Rumah Sakit Pendidikan Rumah Sakit Immanuel (RSI) juga selalu mengupayakan pelayanan
kesehatan yang prima sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna dengan tetap
mengedepankan penyembuhan dan pemulihan serta melaksanakan upaya rujukan yang
dilakukan secara terpadu dan konsisten.
Rumah Sakit Immanuel Bandung (RSI) sudah setara dengan tipe B setelah
Terakreditasi secara Nasional dan berkesinambungan dengan pelayanan Rumah Sakit yang
memiliki sertifikat ISO 9001-2015 dari SGS yang memastikan unit/bagian/bidang pelayanan
di Rumah Sakit memiliki standar Nasional dan Internasional.
Rumah Sakit Immanuel Bandung (RSI) mempunyai pelayanan yang terdiri dari
pelayanan Medis (Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Senior Klinik, Kamar
Bedah) dan Pelayanan Pendukung. Pelayanan (Laboratorium, instalasi Nutrisi, Hemodialisa,
Radiologi, Rehabilitasi Medis, Instalasi Farmasi, ESWL,Cath Lab, Home Care, Medical
CheckUp, Senior Klinik).
1. Logo Rumah Sakit Immanuel Bandung (RSI)

” Heman Geten Ka Papancen” Artinya yang tersirat dalam logo Yayasan Badan Rumah
Sakit Gereja Kristen Pasundan : Heman : Penuh Kasih Sayang, Geten : Penuh Perhatian
dan Teladan, Ka = Kepada, Papancen = Tugas dan Kewajiban. Arti warna pada lambang

31
Rumah Sakit Immanuel menunjukkan : Warna Merah : Darah Yesus Kristus yang
Menyelamatkan. Warna Biru : Kedamaian, Kejujuran, Ketulusan. Warna kuning :
Keagungan Karya Penyaliban Yesus Kristus Juruselamat Dunia.

2. Visi dan Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung


a) Visi Rumah Sakit Immanuel Bandung
Memberikan pelayanan dan Pendidikan kesehatan yang prima dan inovasif
berfokus kepada pasien sebagai perwujudan cinta kasih Allah”.
b) Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung
- Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima dan berbasis
keselamatan pasien.
- Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dana mengembangkan budaya ilmiah di
bidang kesehatan
- Mengembangkan layanan primer, unggul dan berkembang
- Membangun budaya kerja dan karakter sumber daya manusia yang berlandaskan
nilai-nilai kristiani agar memberikan pelayanan terbaik, handal dan beretika dalam
menjalankan kompetensinya.
- Menjalani kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya memperkuat peran
rumah sakit dalam pelayanan dan pendidikan kesehatan.

3. Tujuan Rumah Sakit Immanuel Bandung


a) Terwujudnya layanan dan pendidikan kesehatan yang memberikan kepuasan dan
kepercayaan pelanggan.
b) Adanya penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan dan pendidikan
kesehatan yang menghasilkan produk inovatif
c) Terwujudnya sinergitas kerja sama dengan semua pihak alam rangka memperkuat
peran rumah Sakit dalam pelayanan pendidikan kesehatan.

32
4. Falsafah keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
Falsafah keperawatan Rumah Sakit Immanuel yakni EMPATI artinya melakukan
tindakan nyata untuk mengatasi penderitaan atau kesulitan orang lain yang dijabarkan
sebagai berikut :
a) Energik : bersemangat untuk melaksanakan tugas
b) Mutu : memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan dengan
kualitas terbaik yang memeuhi kebuthan dan harapan pelanggan.
c) Profesional: memberikan pelayaa keperawatan dan pelayanan kebidanan
berdasarkan standar profesi da kode etik profesi.
d) Aman: memberika pelayana keperawatan dan pelayanan kebidanan yang bebas
dari bahaya atau risiko bagi pasien, diri sendiri, staf lain dan Rumah Sakit.
e) Tekun: senantiasa memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan
dengan sungguh-sungguh.
f) Integritas: bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai kebijakan, pedoman,
panduan dan standar yang berlaku di Rumah Sakit Immanuel.

3.2 Profil Ruangan Rawat Inap Beria


Ruangan Beria Rumah Sakit Immanuel adalah ruangan kelas 3B khusus wanita. Ruangan ini
dikelola oleh seorang kepala ruangan lulusan Program Profesi Ners, lama bekerja kurang
lebih 12 tahun. Ruangan Beria terdiri dari 20 bed, diantaranya 1 bed ruangan tenang, 2 bed
ruang isolasi TB, 1 bed ruang isolasi GE dan 16 bed ruang interna. Ruang Beria memiliki 1
pintu utama sebagai akses masuk maupun keluar ke dalam ruangan dan 1 pintu yang berada
di bagian belakang sebagai akses masuk keluar perawat dan bagian instalasi sentral steril
(ISS). Ruang Beria memiliki total 20 bed, yang dibagi menjadi 16 bed untuk penyakit tidak
menular, 1 bed khusus untuk ruang tenang, 1 bed ruang isolasi GE yang dilengkapi dengan 1
toilet, 2 bed ruang isolasi TB yang dilengkapi dengan 1 toilet. Jumlah toilet untuk pasien ada
4. Ruang nurse station dilengkapi dengan ruang obat, lemari kertas documentasi medis
maupun keperawatan, dan 1 wastafel untuk mencuci tangan. Ruang Beria memiliki 1 buah
ruangan untuk kepala ruangan yang bersebelahan dengan ruang alat kesehatan,1 ruang ganti
perawat yang bersebalahn dengan 1 ruang pendidikan. Tersedia juga ruang linen, ruang
spoelhock, dan 1 toilet untuk perawat.

33
3.3 Kajian Situasi
1. Man (sumber daya manusia)
a. Struktur organisasi
Bagan 1
Struktur Organisasi Ruang Rawat Inap Beria

MANAGER

KEPALA RUANGAN
Lister Doinna Limbong, Skep.,Ners

TIM I TIM II
1. Maslin Lumban Toruan, AMK 1. Ratih Purwatih, S.Kep.,Ners TIM III

2. Rina Rahnawaty, Amd Kep 2. Yayu Puji Utami, Amd,Kep 1. Melya Rismayanti, AMK

3. Binaria Sijabat, S.Kep.,Ners 3. Gina Nurlina, AMK 2. Novi Mardiana, S.Kep.,Ners

4. Eti Yutiasih, AMK 4. Indri Ryanti, S.Kep.,Ners 3. Sondang L Tobing, S. AMK

5. Magdalena Maria Silalahi, S.Kep.,Ners 4. Ane Ayunitami, Amd Kep

INVENTARIS
Duma siboro
34
b. Kualifikasi Pendidikan dan lama bekerja tenaga perawat di ruang Beria
Tabel 3.1 Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan Terakhir,
Lama Kerja di Ruang Beria
NO Nama Jabatan Pendidikan Lama
Terakhir Bekerja
1 Lister Doinna Kepala Ruangan S1 13,1 Tahun
Limbong, S.Kep.,
Ners
2 Maslin Lumban PJ Shift D3 17 Tahun
Toruan, AMK
3 Rina Rahmwaty, Amd. PJ Shift D3 9,8 Tahun
Kep
4 Binaria Sijabat, PJ Shift S1 7,3 Tahun
S.Kep., Ners
5 Eti Yutiasih, AMK Perawat D3 35,4 Tahun
Pelaksana
6 Magdalena Maria Perawat S1 7 Tahun
Silalahi, S.Kep., Ners Pelaksana
7 Ratih Purwati, S.Kep., PJ Shift S1 12 Tahun
Ners
8 Yayu Purwati, S.Kep., PJ Shift S1 9,2 Tahun
Ners
9 Gina Nurlina, AMK Perawat D3 9,8 Tahun
Pelaksana
10 Indri Ryanti, S.Kep., Perawat S1 1,5 Tahun
Ners Pelakana
11 Melya Rismayanti, PJ Shift D3 14,8 Tahun
AMK
12 Novi Mardiana PJ Shift S1 5,6 Tahun
S.Kep., Ners

35
13 Sondang L. Tobing, Perawat D3 32 Tahun
S.AMK Pelaksana
14 Ane Ayunitami, Perawat D3 3,9 Tahun
Amd.Kep Pelaksana
Sumber : Dokumen Jadwal Dinas Ruang Beria Bulan Maret 2022

Tabel diatas menunjukkan jumlah tenaga perawat yang ada di Ruang


Beria berjumlah 14 orang, terdiri dari : 1 Kepala Ruangan, 7 Orang PJ Shift
dan 6 orang perawat pelaksana. Perawat yang bekerja dengan masa kerja
paling lama yaitu 32 tahun dan masa kerja yang baru adalah 3,9 tahun

c. Distribusi Tenaga Penunjang


Tabel 3.2 Distribusi Tenaga Penunjang Pelayanan Keperawatan
No Nama Jabatan Pendidikan Lama
terakhir bekerja
1 Dumo siboro Inventaris SLTA 3 Bulan
Sumber : Data Kepegawaian Ruang Beria, 2022

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa tenaga invetaris Ruang


Beria berjumlah 1 orang dengan lama kerja. Tugas dari inventaris tersebut
adalah pengadaan alat-alat yang dibutuhkan dan mengecek jumlah
pemakaian alat. Untuk kebersihan ada cleaning service namun untuk
struktur CS berada di luar pengaturan kepala ruangan
d. Kualifikasi Pendidikan
Tabel 3.3 Kualifikasi Pendidikan Tenaga Perawat Di Ruang Beria
NO Pendidikan Jumlah Presentase %
1 Sarjana Keperawatan +Ners 6 orang 42,85%
2 Diploma Keperawatan 8 orang 57,14%
Total 14 orang 100 %
Sumber : Dokumen Ruangan Beria Tahun 2022

Tabel diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan perawat di ruang Beria


adalah S1 Profesi ners berjumlah 6 orang (42,8%), dan tingkat pendidikan D3
Keperawatan berjumlah 8 orang ( 57,14%) dari keseluruhan tenaga kerja perawat
di ruang Beria.

36
e. Tingkat Ketergantungan Pasien
1) Bor 3 Bulan Terakhir pada Ruang Beria
Tabel 3.5
BOR Ruang Beria Rumah Sakit Immanuel
Bulan BOR
Desember 2022 69.90 %
Januari 2022 70,8 %
Februari 2022 40,1 %
Rata-Rata 60,2 %
Sumber : Dokumen Rekap Pasien per Bulan di Ruang Beria

Perhitungan BOR menggunakan rumus DEPKES RI, 2005 adalah :

2) Rata-rata Jumlah Pasien


Perhitungan rata-rata jumlah pasien di Ruang Beria menggunakan
rumus :

Rata-Rata jumlah pasien 3 bulan terakhir


Rata-rata jumlah pasien = 60,2 % x 20 TT = 12,04 = 12 Pasien
Jadi jumlah rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir adalah 12 pasien

Sedangkan jika menurut hasil kajian situasi per hari :


Tanggal 28 Maret 2022 Berjumlah 14 Pasien.

Jadi BOR diruangan Beria tanggal 28 Maret 2022, yaitu: 90 %

37
Tanggal 29 Maret 2022 Berjumlah 15 Pasien.

Jadi BOR diruangan Beria tanggal 29 Maret 2022, yaitu: 75 %

Tanggal 30 Maret 2022 Berjumlah 13 Pasien.

Jadi kesimpulannya BOR rata – rata di ruang Beria tertanggal 28/3/22 –


30/3/22 berjumlah 76,6 % dengan Sensur Harian : BOR = 76,6 % x 20
= 15,32 = 15 pasien

f. Kebutuhan SDM atau Tenaga Keperawatan


Kebutuhan Tenaga
Berdasarkan hasil wawancara dengan Perawat, tanggal 28/3/2022.
Kebutuhan tenaga keperawatan pada Ruang Beria menggunakan
metode ratio dan douggles. Berdasarkan data pasien pada shift pagi
tanggal 28/3/2022 Ruang Beria dengan jumlah pasien 14 orang,
dimana 5 orang ketergantungan total dan 9 orang ketergantungan
partial. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan menggunakan metode
Dougles sebagai berikut :

38
Tabel 3.6
Kebutuhan Tenaga Keperawatan Ruang Beria Rumah Sakit Immanuel
Partial Total Jumlah
Pagi 0,27 x 9 = 2,43 0,36 x 5 = 1,8 4,23 (4) orang
Siang 0,15 x 9 = 1,35 0,30 x 5 = 1,5 2,85 (3) orang
Malam 0,10 x 9 = 0,9 0,20 x 5 = 1 1,9 (2) orang
Jumlah Secara Keseluruhan Perawat Perhari 8,98 (9) orang
Sumber : Dokumen Rekap Pasien per Hari di Ruang Beria

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 28/3/2022, jumlah


perawat yang bertugas pada shift tersebut berjumlah 9 perawat, maka
kebutuhan tenaga keperawatan Ruang Beria sudah terpenuhi

Perhitungan SDM :
Waktu perawatan langsung
Partial Care: 3 jam x 9 = 27 jam
Total Care: 5 jam x 5 = 25 jam
Total = 52 jam

Waktu perawatan tidak langsung


52 x 14 pasien =

Waktu penyuluhan kesehatan


12 x 14 pasien =

Rata-rata perawatan =

Tenaga Perawat ( TP ) =

= 5 x 14 x 5 = 350 = 14,5 = 15 perawat


24 x 1 24

39
g. Diagnosis Penyakit Terbanyak
Penyakit terbanyak di ruang Beria selama 3 bulan (Desember, Januari, Februari)
terakhir :
Tabel 3.7
Diagnosis Penyakit Terbanyak Ruang Beria Rumah Sakit Immanuel
Nama Penyakit
Kasus penyakit tebanyak Presentasi
Oktober-Desember 2021
Stroke 27 45,76%
DHF 17 28,81%
Dispepsia 15 25,42%
Jumlah 59 99,99%
Sumber : Dokumen Rekap Pasien Per Bulan di ruang BERIA

2. M 2 – Material
1) Penataan Gedung/lokasi dan denah ruangan

40
2) Fasilitas
Tabel 3.8 Inventaris Ruang Beria
Nama Ruang Inventaris Jumlah
Ruang Tenang Regulator O2 1
Cermin 1
Bed side Cabinet 1
Dispenser Tissue 1
Tiang Infus 1
Tempat Sampah 4L 1
Stoples Kaca 1
Tempat Tidur 1

Ruang GE Tiang infus 2


Regulator O2 2
Tempat Tidur 2
Bed Side Cabinet 2
Tempat Sampah Injak 14L 1
Gayung 1
Tempat Sampah 42L 1
Tempat Sampah 10L 1

Bangsal Sayap Kanan Tempat tidur 10


Regulator O2 10
Tiang Infus 10
Kursi Lipat Hitam 10
Bedsite Cabinet 10

Kamar Mandi Sayap Kiri Cermin 1


Tempat Sampah Injak 42 2
L 1
Tempat Sampah Injak 14L 2
Box Container Besar 2
Tempat Samapah 10L 2
Gayung

Sayap Kiri Dari Pintu Masuk Tempat Tidur 7


Bangsal Regulator 02 5
Suction Pump 1
Tiang Infus 7

Kamar Mandi Sayap Kiri Steleci 1


Cermin 1
Tiang Infus 1
Pispot 8
Lemari Tempat Pispot 1

41
Baskom Plastik Kotak 1
Irigator Selang 1
Pispot Stainless 1
Tempat Sampah 10L 2
Gayung 2
Tempat Sampah Injak 42L 1

Area Meja Depan Counter Stetoskop 2


Tensimeter 2
Dispenser Air Minum 1
Timbangan Badan 1
Trolley Emergency 1
Tempat Sampah Kecil 2
Gunting Perban 1
Kursi Roda 1

Ruang Alat Lemari kayu Cream 1


Lemari Gantung 1
Lemari Panjang Cokelat 1
Lampu Emergency 1
Alat EKG dan trolley 1
Kursi Lipat Chitose Hitam 3
Kursi Bulat Kaki Besi 1

Ruang Ganti Perawat Lemari Kaca Besar 1


Lemari Pakaian 1
Lemari Penyimpanan 1
Sepatu 1
Kursi Kaki Besi 1
Kursi Kayu 2
Kursi Tunggu Pasien 1
Cermin 1
Meja Kayu Cokelat

Ruang Pendidikan Lemari Es Sedang 1


Cermin 1
Dispenser Air Minum 1
Whiteboard 1
Kursi Lipat Hitam 2 2
Kursi Kayu 1
Meja Biru 1
Trolley 2 Tahap 1
Kursi Kaki Besi 1

Ruang Linen Lemari Gantung 1


Lemari Panjang Cokelat 1

42
Kursi Tunggu Pasien 1
Kursi Plastik 1
Trolley 2 Tahap 1

Ruang Spolhoeck Lemari Gantung 1


Pispot 1
Tempat Sampah Injak 42L 1
Trolley Roda Air Mandi 1
Ember Besar 1
Gayung 3 1
Ember Kecil 2
Botol Kaca 1
Baskom Stainles 20
Baskom Plastik 1

Kamar Mandi Perawat Tempat Sampah Injak 10L 1


Gayung 1

Koridor Tempat Sampah Injak 42L 1


Tempat Sampah Injak 14L 1

Ruang Obat Lemari Kaca Obat


Jolly Box Besar 20
Jolly Box Kecil 2
Kotak Kecil Klari 5
Kotak Kecil Putih 23
Botol Humidifier 1
Lemari Kaca Kecil 1
AC 1
Kursi Lipat Hitam 1
Temperature Suhu 1
Ruangan 1
Trolley Shopping Basket 1
Trolley Rak Instrument 2
Baki Plastik Sedang 1
Timbangan Bayi 1
Show Case Farmasi 1
Temperature Suhu Kulkas 1
Trolley Tindakan 1
Gerusan Obat 1
Rak Kayu Cokelat 1
Tempat Sampah Injak 42L

Area Counter Lemari Arsip 2


Kursi Lipat Hitam 9
Kursi Plastik 2

43
Cermin 1
Tempat Tissue 1
Tempat Sampah Injak 42L 2
Tabung APAR 2 Kg 2
Meja Counter 2
Kursi Bulat Kaki Besi 1
Lampu Emergency 1
Stetoskop 2
Nierbeken Stainless 2
Baki Kayu 1
Rak Susun Plastik 4
Thromboll 2
Kom 1
Baki Stainless 1
Senter 2
Reflex Hammer 3
Gunting Perban 2
Jolly Box Besar 3
Jolly Box Kecil 1
Evaporator/Pembolong 1
Kertas 1
Kipas Angin Gantung 1
Kalkulator 1
Dispenser Selotip 1
Hekter Besar 1
Salib 2
Oxymetri 1
Nebulizer Kompresor 2
Monitor Komputer 2
Keyboard 2
Mouse 2
CPU 1
Pesawat Telp 1
Whiteboard 1
Rak Telepon 1
Bell System 1
Lemari Sudut Cream 1
Kotak Arsip 1
Pigura Visi Misi 1
Jam Dinding 2
Stetoskop 1
Keranjang Plastik 1
Senter 1
Termometer 1
Baskom Stainless 2
Pot Sputum 1

44
Bak Spuit tanpa tutup 1
Bak Spuit Panjang tambah 5
tutup 1
Botol Kaca 2
Gliserin Spet 1
Metal Cateter
Gunting Klem
SPO
Berdasarkan dokumen ruangan Ruang BERIA, jumlah SPO 178 dengan
tahun terbit 2018-2021.

SAK
Berdasarkan hasil kajian situasi didapatkan SAK di Ruang BERIA 48.
Berdasarkan hasil pengkajian standar asuhan keperawatan yang digunakan
sudah diperbaharui.

3. M 3 – Methods
1) Penerapan MAKP
Model asuhan keperawatan yang diterapkan di ruang BERIA adalah
model modular. Metode modular merupakan gabungan antara primer dan
tim. Hasil wawancara dengan PJ Sfiht 28/3/22 didapatkan model modular
diterapkan berdasarkan struktur organisasi ruangan yaitu adanya kepala
ruangan, penanggung jawab shift dan perawat pelaksana dengan
pembagian tugas masing-masing.
2) Timbang Terima
Operan dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pergantian shift malam
ke pagi dengan jam kerja mulai pukul 21:00 WIB–07:00 WIB, pagi ke
sore dengan jam kerja 07:00 WIB - 14:00 WIB dan sore ke malam
dengan jam kerja pada pukul 14:00 WIB-21:00 WIB. Berdasarkan hasil
observasi pada 28/3/2022 s.d 30/3/2022 hand over sudah sesuai dengan
SPO.

45
3) Pengelolaan Logistik dan Obat
Penanggung jawab pengelolaan obat dilakukan langsung oleh perawat
yang berdinas di ruangan BERIA dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Di ruangan BERIA memiliki ruangan khusus penyimpanan
obat yang terletak di belakang nurse station dan terdapat pemisahan
kepemilikan obat antar pasien. Hasil wawancara dengan perawat
penanggung jawab shift bahwa penyatuan kepemilikan obat pasien antara
obat rujukan dari rumah sakit lain dan kepemilikan obat pasien yang sama
dari rumah sakit Immanuel dipisahkan.
4) Supervisi
Hasil wawancara dengan PJ Shift ruangan BERIA dilakukan dua supervisi
yaitu supervisi pasien dan supervisi ruangan oleh supervisor.
5) Penerimaan Pasien Baru
Ruang BERIA telah memiliki assessment awal keperawatan pasien rawat
inap. Berdasarkan hasil observasi penerimaan pasien baru di ruangan
BERIA telah dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas di ruangan
BERIA dan telah sesuai dengan standar operasional prosedur yang
terdapat di komputer ruangan.
6) Discharge Planning
Ruang BERIA telah memiliki assessment SPO pemulangan pasien.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terkait dengan proses
pemulangan pasien di ruangan BERIA telah dilaksanakan oleh seluruh
perawat yang bertugas di ruangan sesuai dengan standar operasional
prosedur.
7) Dokumentasi Keperawatan
Berdasarkan hasil observasi, model keperawatan yang diterapkan di
ruangan BERIA adalah problem oriented record atau dokumentasi yang
mengintegrasikan semua data terkait masalah pasien yang dikumpulkan
oleh dokter, perawat dan tenaga Kesehatan lain yang terlibat dalam
pemberian pelayanan pada pasien. Pada Ruang BERIA sudah terdapat

46
sistem pendokumentasian keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi).

4. M 4 – Money
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan tanggal 28/3/22 di
dapatkan bahwa anggaran ruang BERIA di dapatkan berdasarkan susunan
Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang akan diajukan ke bagian Rumah Sakit
dan di ajukan 1 tahun sebelumnya.
Berdasarkan dokumen rekap perbulan, pasien pada Ruang BERIA dibagi
menjadi 4 jenis pembayaran yaitu, BPJS mandiri/ketenagakerjaan, Umum,
Asuransi dan PBI

5. M 5 – Mutu
1) Keselamatan Pasien
a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi
Berdasarkan sensus harian indikator mutu pelayanan rawat inap Ruang
BERIA telah memiliki SPO yang ketepatan identifikasi, diantaranya:
Tabel 3.9
SPO Identifikasi Ruang BERIA Rumah Sakit Immanuel
Kode Dokumen Judul Dokumen Tanggal Terbit
SPO.NCS.A.107 Pelepasan Gelang 12/4/2019
Identifikasi Pasien
SPO.NCS.A.070 Pemasangan 12/4/2019
Gelang Identifikasi
Pasien
PDN.NCS.A.01 Panduan 3/13/2021
Identifikasi Pasien
SPO.CPS.C.007 Identifikasi dan 12/2/2019
Expertise
NCS.W.05.002 Mengganti Cairan 23/4/2021
Intravena (Flabot
Infus)
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 28/3/2022 didapatkan, belum
optimalnya penggunaan etiket pada saat penggantian cairan intravena

47
(flabot infus) sebanyak 4 flabot infus dari 14 flabot infus. Hari kedua
29/03/2022 sebanyak 9 flabot infus dari 12 flabot infus dengan
presentase 75% . Hari ketiga 30/03/2022 sebanyak 5 flabot infus dari
11 flabot infus dengan presentase 45%

b) Sasaran II: Peningkatan Komunikasi Efektif (SOAP)


Berdasarkan sensus harian indikator mutu pelayanan rawat inap Ruang
BERIA. Didapatkan ketepatan pelaksanaan komunikasi yang efektif
berdasarkan kelengkapan paraf pada stempel TULBAK dengan adanya
paraf pemberi dan penerima informasi.

c) Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai


Berdasarkan sensus harian indikator mutu pelayanan rawat inap Ruang
BERIA. Tidak dijumpai

d) Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


- APD
Berdasarkan hasil wawancara pada 28/3/2022 dengan CI, didapatkan
hasil Ruangan BERIA menggunakan APD level 2, dimana APD level
2 meliputi : headcup, googles, masker N95, handscoen, gown/apron,
alas kaki.
Untuk APD level 1 meliputi : headcup, masker surgical, handscoen
baju kerja, alas kaki.
Tabel 3.10
SPO Penggunaan Masker Ruang BERIA Rumah Sakit
Immanuel
Kode Dokumen Judul Dokumen Tanggal Terbit
SPO.NCS.E. 026 Penggunaan Masker 11/29/2019
Dari hasil Observasi pada tanggal 28/3/22 – 30/3/22 dapat
dilihat penggunaan masker untuk perawat sudah maksimal, tetapi
pada pasien dan penunggu pasien sendiri masih belum optimal.

48
Dilihat dari hasil observasi ditemukan hari pertama sebanyak 12
pasien tidak menggunakan masker dari 14 pasien dengan
presentase 85% dan keluarga sebanyak 7 tidak menggunakan
masker dari 14 dengan presentase 50% . Pada hari kedua sebanyak
10 pasien tidak menggunakan masker dari 15 pasien dengan
presentase 66,6% dan keluarga sebanyak 5 dari 15 tidak
menggunakan masker dengan presentase 33,3%. Dan hari ketiga
didapat sebanyak 8 pasien tidak menggunakan masker dari 13
pasien dengan presentase 72,7% dan sebanyak 4 keluarga dari 13
tidak menggunakan masker dengan presentase 36,3%.

- Penyuntikan yang aman


Berdasarkan hasil observasi pada 28/3/22 - 30/3/22 , perawat pada
Ruang BERIA telah memenuhi standar kewaspadaan penyuntikan
yang aman.
- Kesehatan Karyawan
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pada 28/3/2022-
30/03/2022. Didapatkan hasil tatalaksana pajanan bahan infeksius
ditempat kerja telah dilakukan dengan penanggung jawab PJ shift
di setiap shift dan dilanjutkan dengan pelaporan ke komite PPI atau
K3.
- Penempatan Pasien
Berdasarkan hasil observasi pada 17/1/2022 s.d 19/1/2022, Ruang
BERIA telah memenuhi standar kewaspadaan dalam penempatan
pasien. Pasien isolasi TB ditempatkan di ruang isolasi TB dan
pasien isolasi GE ditempatkan di ruang isolasi GE
e. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Jatuh
Ruang BERIA telah memiliki SPO yang mendukung pengurangan
berkelanjutan dari risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit,
diantaranya:

49
Tabel 3.10
SPO Pengurangan Risiko Jatuh Ruang BERIA Rumah Sakit
Immanuel
Kode Dokumen Judul Dokumen Tanggal Terbit
SPO.NCS.W.12.00 Pencegahan Pasien Jatuh 4/23/2021
8
SPO.NCS.W.02.00 Assesment Resiko Jatuh 4/23/2021
7
SPO.NCS.W.02.00 Skrining Risiko Jatuh 4/23/2021
6
SPO.NCS.A.106 Pemasangan Gelang 12/4/2019
Pasien Resiko Jatuh
Berdasarkan hasil observasi pada 28/3/2022 s.d 30/3/2022
presentasi untuk resiko jatuh adalah 0%

6. E 1 – Environment
Berdasarkan hasil observasi pada 28/3/2022 s.d 29/3/2022 didapatkan:
Kondisi lingkungan Ruang BERIA RS.Immanuel Bandung tampak tenang dan
bersih. Selain itu, perawat yang bertugas di ruangan ini tampak rapi dan
bersih. Di Ruang BERIA dilakukan pembatasan jumlah orang hanya
diruangan. Kualitas air di Ruang BERIA tampak bersih sesuai dengan syarat
air bersih. Fasilitas yang disediakan seperti terdapat tempat duduk pengunjung
pasien, disekitar Ruangan BERIA juga disediakan hand scrub, dan disediakan
sabun cuci tangan hanya untuk para perawat saat selesai melakukan tindakan
pada pasien, namun terdapat kekurangan yaitu tidak disediakannya sabun cuci
tangan bagi pasien hanya sebagian yang disediakan hand scrub disekitar
kamar pasien bagi pasien, keluarga maupun pengunjung. Di ruangan BERIA
terdapat beberapa ventilasi sehingga kualitas udara sangat baik. Di ruangan
BERIA tersedia pemisahan limbah seperti limbah khusus jarum dan limbah
khusus ampul, dan juga tersedia tempat sampah medis infeksius, sampah non
medis domestik, dan khusus limbah plastik. Di ruang BERIA juga terdapat
pemisahan antara linen kotor dengan linen yang terkontaminasi.

50
3.4 Hasil Kajian Analisis SWOT di Ruang BERIA
1. Kekuatan (Strength)
- Lulus Akreditasi ISO dan KARS
- Ruang BERIA memiliki jumlah tenaga keperawatan yang
mencukupi 14 perawat.
- Kualifikasi Ners sebanyak 6 orang dan D3 sebanyak 8 orang.
- BOR rata-rata pertiga bulan 60,2 %.
- Rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir 12 pasien.
- Memiliki sarana dan prasaran yang baik bagi pasien maupun
perawat.
- Sudah ada sistem pendokumentasian (pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi)
- Penerapan MAKP modular dengan pembagian tugas masing-
masing.
- Adanya supervise dalam rangka meningkatkan kualitas mutu
pelayanan perawatan.
- SOP (Standart Operational Procedure) dimiliki di ruangan.
- Keadaan lingkungan Ruang BERIA baik.

2. Kelemahan (Weakness)
- Ketidakpatuhan dalam menggunakan etiket pada flabot
- Ketidakpatuhan pasien dan keluarga pasien dalam menggunakan
masker

3. Peluang (Opportunities)
- Adanya staf keperawatan yang dapat mengikuti pelatihan/studi
lanjut.
- Adanya organisasi PPNI yang menaungi profesi keperawatan yang
menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas dan dapat di
pertanggung jawabkan, sehingga semakin meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada pelayanan keperawatan.

51
- Adanya tuntutan akreditasi Rumah Sakit yang membuat mutu
pelayanan keperawatan semakin meningkat.
- RS Immanuel merupakan Rumah Sakit Pendidikan Utama yang
merupakan wahana pendidikan, pelayanan, penelitian dan
pengembangan untuk tenaga profesi dokter, perawat, bidan dan
tanga kesehatan lainnya.
- Letaknya strategis dan adanya jalur transportasi yang mudah
dijangkau oleh masyarakat untuk ke Rumah Sakit.
- Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan

4. Ancaman (Threats)
- Kemudahannya mengakses informasi kesehatan sehingga memiliki
tuntutan yang tinggi untuk pelayanan keperawatan yang lebih
professional.
- Banyaknya pembangunan Rumah Sakit di wilayah kota Bandung
yang memiliki mutu dan fasilitas yang lebih lengkap.
- Adanya Rumah Sakit lain di daerah Kopo yaitu RS. Santosa Kopo,
RS KIA

52
1. Matriks SWOT
Internal Strengths (S) : Weakness (W) :.
1. Lulus Akreditasi ISO dan KARS 1. Tersedia SPO mengganti cairan
2. Ruang BERIA memiliki jumlah tenaga intravena flabot infus dengan
keperawatan yang mencukupi 14
kode NCS.W.05.002 akan tetapi
perawat.
3. Kualifikasi Ners sebanyak 6 orang dan dalam pelaksanaanya belum
D3 sebanyak 8 orang. berjalan sesuai SPO karena
4. BOR rata-rata pertiga bulan 60,3 %.
ketidakpatuhan dalam
5. Rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir
12 pasien. menggunakan etiket pada flabot
6. Memiliki sarana dan prasaran yang 2. Ketidakpatuhan pasien dan
baik bagi pasien maupun perawat.
keluarga pasien dalam
7. Sudah ada sistem pendokumentasian
(pengkajian, diagnosa, intervensi, menggunakan masker
implementasi dan evaluasi)
8. Penerapan MAKP modular dengan
pembagian tugas masing-masing.
9. Adanya supervise dalam rangka
meningkatkan kualitas mutu pelayanan
perawatan.
10. SOP (Standart Operational Procedure)
dimiliki di ruangan.
11. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait

53
Pelayanan Kesehatan pada Ruang
BERIA pada Ruang sudah baik.
12. Keadaan lingkungan Ruang BERIA
Eksternal baik.
Opportunities (O) : SO Strategi : WO Strategi :
1. Adanya staf keperawatan yang 1. Pemanfaatan ruang rawat inap secara 1. Penegasan pengorganisasian
dapat mengikuti efisien dengan memberikan perawatan ruangan oleh pengatur ruangan.
pelatihan/studi lanjut. yang profesional. 2. Penegasan mengenai pembacaan
2. Adanya organisasi PPNI yang 2. Dilakukannya evaluasi kinerja perawat SPO guna mengingat kembali
menaungi profesi keperawatan untuk meningkatkan mutu pelayanan SPO yang ada
yang menjamin pelayanan 3. Pendidikan dan pelatihan rutin untuk 3. Memperbaharui informasi-
keperawatan yang berkualitas tenaga perawat informasi terkini terkait dengan
dan dapat di pertanggung 4. Meningkatkan pengelolaan SDM dan standar asuhan keperawatan dan
jawabkan, sehingga semakin layanan di Ruang BERIA. mengaplikasikannya dalam
meningkatkan kepercayaan 5. Pertukaran informasi yang berkaitan pelayanan keperawatan.
masyarakat kepada pelayanan dengan ilmu keperawatan yang terbaru
keperawatan.
3. Adanya tuntutan akreditasi
Rumah Sakit yang membuat
mutu pelayanan keperawatan
semakin meningkat.
4. RS Immanuel merupakan
Rumah Sakit Pendidikan
Utama yang merupakan

54
wahana pendidikan, pelayanan,
penelitian dan pengembangan
untuk tenaga profesi dokter,
perawat, bidan dan tanga
kesehatan lainnya.
5. Adanya Undang Undang No 8
tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen,
sehingga menjadi peluang
untuk meningkatkan mutu
pelayanan untuk kepuasan
konsumen dan meningkatkan
kepercayaan konsumen.
6. Letaknya strategis dan adanya
jalur transportasi yang mudah
dijangkau oleh masyarakat
untuk ke Rumah Sakit.
7. Semakin tingginya kesadaran
masyarakat akan pentingnya
kesehatan
Threats (T) : (ST) Strategis (WT) Strategis
1. Kemudahannya mengakses 1. Meningkatkan kompetensi perawat 1. Memberikan peluang pada
informasi kesehatan sehingga melalui pelatihan-pelatihan dan perawat untuk kelanjutan
memiliki tuntutan yang tinggi seminar pendidikan/pelatihan.

55
untuk pelayanan keperawatan 2. Meningkatkan fasilitas sarana 2. Meningkatkan mutu pelayanan
yang lebih professional. prasarana Ruang BERIA yang sudah keperawatan sesuai dengan
2. Banyaknya pembangunan baik. standar asuhan keperawatan yang
Rumah Sakit di wilayah kota 3. Menyebarkan informasi promosi RS. berlaku.
Bandung yang memiliki mutu Immanuel dengan kelebihan-kelebihan 3. Mengsosialisasikan mengenai
dan fasilitas yang lebih yang dimiliki. pembacaan SPO guna mengingat
lengkap. kembali SPO yang ada
3. Adanya Rumah Sakit lain di
daerah Kopo yaitu RS.
Santosa Kopo, RS KIA

56
3. Matriks IFE dan EFE
a. Matriks IFE
Tabel 3.11
Matriks IFE Ruang BERIA

No Faktor Bobot Rating Skor


1. Strength
Lulus Akreditasi ISO dan KARS 0,11 4 0,44
Ruang BERIA memiliki jumlah tenaga 0,08 3 0,24
keperawatan yang mencukupi 14
perawat.
Kualifikasi Ners sebanyak 6orang dan 0,08 3 0,24
D3 sebanyak 8 orang.
BOR rata-rata pertiga bulan 60,2 %. 0,08 3 0,24
Rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir 0,08 3 0,24
12 pasien.
Memiliki sarana dan prasaran yang 0,08 3 0,24
baik bagi pasien maupun perawat.
Sudah ada sistem pendokumentasian 0,08 3 0,24
(pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi)
Penerapan MAKP modular dengan 0,08 3 0,24
pembagian tugas masing-masing.
Adanya supervisi dalam rangka 0,11 4 0,44
meningkatkan kualitas mutu pelayanan
perawatan.
SOP (Standart Operational Procedure) 0,08 3 0,24
dimiliki di ruangan.
Keadaan lingkungan Ruang Beria baik. 0,08 3 0,24
Jumlah 1,0 35 3,04

57
2. Kelemahan / weakness
Ketidakpatuhan dalam menggunakan 0,5 1 0,5
etiket pada flabot infus
Ketidakpatuhan pasien dan keluarga 0,5 1 0,5
pasien dalam menggunakan masker
Jumlah 1,0 2 1

Rating (nilai) antara 1 - 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai:


1 = Sangat lemah
2 = Tidak begitu lemah
3 = Cukup kuat
4 = Sangat kuat

Jadi, rating mengacu pada kondisi rumah sakit, sedangkan bobot mengacu
pada industri dimana perusahaan berada.
a. Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk
menentukan nilai skornya.
b. Jumlah semua skor untuk mendapatkan skor total bagi Rumah Sakit
yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5
menandakan bahwa secara internal Rumah Sakit adalah lemah.
Sedangkan nilai yang berada diatas 2,5 menunjukkan posisi internal
yang kuat. Seperti pada matriks EFE, Matriks IFE terdiri dari cukup
banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah
bobot karena ia selalu berjumlah 1,0.

58
b. Matriks EFE
Tabel 3.12
Matriks EFE Ruang BERIA

No Faktor Bobot Rating Skor


1. Peluang / Opportunity
Adanya staf keperawatan yang dapat 0,08 3 0,24
mengikuti pelatihan/studi lanjut.
Adanya organisasi PPNI yang 0,2 4 0,8
menaungi profesi keperawatan yang
menjamin pelayanan keperawatan yang
berkualitas dan dapat di pertanggung
jawabkan, sehingga semakin
meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada pelayanan keperawatan
Adanya tuntutan akreditasi Rumah 0,1 4 0,4
Sakit yang membuat mutu pelayanan
keperawatan semakin meningkat
RS Immanuel merupakan Rumah Sakit 0,1 3 0,3
Pendidikan Utama yang merupakan
wahana pendidikan, pelayanan,
penelitian dan pengembangan untuk
tenaga profesi dokter, perawat, bidan
dan tanga kesehatan lainnya.
Letaknya strategis dan adanya jalur 0,1 2 0,2
transportasi yang mudah dijangkau
oleh masyarakat untuk ke Rumah
Sakit.
Semakin tingginya kesadaran 0,06 2 0,12
masyarakat akan pentingnya kesehatan
Jumlah 1,0 18 2,14

59
2. Ancaman / Threats
Kemudahannya mengakses informasi 0,08 1 0,08
kesehatan sehingga memiliki tuntutan
yang tinggi untuk pelayanan
keperawatan yang lebih professional
Banyaknya pembangunan Rumah Sakit 0,1 3 0,3
di wilayah kota Bandung yang
memiliki mutu dan fasilitas yang
lengkap.
Adanya Rumah Sakit baru di daerah 0,1 3 0,3
Kopo yaitu RS. Santosa Kopo, RS KIA
Jumlah 1,0 7 0,68

Rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing factor yang memiliki


nilai:
1 = Sangat Lemah
2 = Tidak Begitu Lemah
3 = Cukup Kuat
4 = Sangat Kuat
Jadi, rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu
pada industry dimana perusahaan berada.
a. Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing factor untuk
menentukan nilai skornya.
b. Jumlah semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang
dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5
menandakan bahwa secara internal, perusahaan adalah lemah,
sedangkan nilai yang berada diatas 2,5 menunjukkan posisi internal
yang kuat. Seperti halnya pada matriks EFE, matriks IFE terdiri dari
cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada
jumlah bobot karena ia selalu berjumlah 1,0.

60
4. Diagram Kartesius
Opportunity
Y

Strategi pembenahan Strategi agresif


X axix, (4,04)+Yaxix : (2,82)

Weaknesess X Strengths

Strategi bertahan Strategi diversivikasi

Threats

Gambar diagram cartesius di atas dapat disimpulkan bahwa ruang BERIA


memiliki kekuatan yang baik dalam mengatasi masalahnya menyangkut
kelemahan internal dan ancaman eksternal memalalui peluang eksternal
yang ada karena berada pada Agresive Strategy. Oleh karena itu, ruang
BERIA disarankan untuk segera meningkatkan atau mengatasi kelemahan-
kelemahan yang muncul

3.5 Skoring dan Prioritas Masalah


Tabel 3.12
Komposisi Ketenagaan Keperawatan Di Ruang BERIA
No MASALAH Mg Sv Mn Nc Af SKOR KET
1 Ketidakpatuhan
dalam
menggunakan
5 3 4 4 5 21 I
etiket pada flabot
infus

2 Ketidakpatuhan
pasien dan 4 3 2 2 4 15 II
keluarga pasien

61
dalam
menggunakan
masker

Interpretasi berdasarkan matriks prioritas masalah telah didapatkan sesuai


prioritas masalah adalah :
Proses untuk mendapatkan masalah di atas dengan menggunakan metode
pembobotan yang memperhatikan aspek :
1. Magnetude (Mg)
Kecenderungan besar dan masalah sering terjadi.
2. Severity (Sv)
Besarnya kerugian yang ditimbulkan dari masalah ini.
3. Manageability (Mn)
Berfokus kepada keperawatan sehingga dapat diatur untuk perubahannya.
4. Nursing Consent (Nc)
Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat.
5. Affordability (Af)
Ketersediaan sumber daya.
Rentang nilai yang digunakan 1-5 dengan rincian :
5 : sangat penting
4 : penting
3 : cukup penting
2: kurang penting
1: sangat kurang penting
Hasil diatas menunjukan masalah yang didapatkan hasil skoring dari
yang tertinggi sampai terendah yaitu
1. Ketidakpatuhan dalam menggunakan etiket pada flabot infus
2. Ketidakpatuhan pasien dan keluarga pasien dalam menggunakan
masker

62
3.6 Analisis Fishbone

1) Ketidakpatuhan dalam menggunakan etiket pada flabot

MAN
MATERIAL METHODE

Perawat tidak patuh Tersedianya Etiket Ada SPO penggunaan


dalam penggunaan tetapi tidak Etiket tetapi tidak
Etiket pada flabot digunakan digunakan
infus (Pagi 28,5%,
Siang 50%)
Ketidakpatuhan
Dalam
Menggunakan
Etiket Pada Flabot

Lingkungan yang
sibuk

MACHINE MONEY

- ENVIRONMENT

63
2) Ketidakpatuhan pasien dan keluarga pasien dalam penggunaan masker di Ruang BERIA

MAN
MATERIAL
METHODE

Terdapat pasien dan


keluarga pasien yang Tidak terdapat masker Terdapat Aturan
tidak menggunakan cadangan pada penggunaan
masker (pasien 74,7%, keluarga Masker tetapi
keluarga 39,8%) tidak dilakukan
Ketidakpatuha
n pasien dan
penunggu
dalam
penggunaan
Pasien dan masker di
Tidak Dimasukkan
kedalam Anggaran keluarga merasa Ruang Beria
RS tidak nyaman

MACHINE MONEY ENVIRONMENT

64
b. Penyelesaian Masalah
1) Kepatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat mengganti
cairan intravena
2) Kepatuhan pasien dan keluarga pasien dalam penggunaan masker

Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah


Alternatif Pemecahan Score
No. C A R L KET
Masalah
1. Ketidakpatuhan dalam
penggunaan etiket pada
flabot infus saat 20
5 5 5 5 I
mengganti cairan
intravena

2. Ketidakpatuhan pasien
dan keluarga pasien
dalam penggunaan 4 4 3 3 14 II

masker

Seleksi penyelesaian masalah menggunakan pembobotan CARL, yaitu :


C : CAPABILITY: Kemampuan melaksanakan alternatif
A : ACCEEABILITY: Kemudahan menggunakan alternatif
R : READINESS: Kesiapan dalam melaksanakan alternatif
L : LEVERAGE: Daya ungkit alternatif dalam menyelesaikan masalah

Rentang penilaian 1-5 yaitu


5= Sangat mampu
4= Mampu
3= Cukup mampu
2= Kurang mampu

65
c. Planning of Action

No. Masalah Tujuan Strategi Kegiatan Metode Sasaran Waktu PIC


1 Ketidakpatuhan Meningkatkan Komunikasi 1. Mini Seminar Diskusi Perawat Selasa, 05 Kepala
dalam penggunaan Efektif. tentang SPO ruang Beria April 2022 Ruangan, Pj
penggunaan etiket pada Shift &
etiket pada flabot infus Anggta
flabot infus saat sesuai SPO Kelompok.
mengganti
cairan intravena

2. Ketidakpatuhan Meningkatkan Komunikasi 1. Mini Diskusi Pasien, Rabu, 06 Kepala


pasien dan pengetahuan Efektif Seminar Keluarga/ April 2022 Ruangan, Pj
keluarga pasien keluarga dan 2. Edukasi, pengunjung Shift &
dalam pasien dan Pembuatan Anggta
penggunaan mencegah Video Kelompok.
masker terjadinya Penggunaan
penularan Masker bagi
infeksi keluarga dan
terhadap pasien
keluarga dan
pasien

66
BAB IV
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

4.1 Implementasi
Setelah rencana tindakan atau planning of action tersusun dan disepakati maka
implementasi atas kegiatan dilaksanakan dari tanggal 05, 06, 07 April 2022 di Ruang Beria
dan dilakukan evaluasi atas seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan mengacu pada tujuan
dari pelaksanaan kegiatan.
1) Masalah : Ketidakpatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat mengganti
cairan intravena
Implementasi :
Berdasarkan hasil temuan masalah yang telah ditemukan diruangan Beria dan setelah
dilakukan seminar proposal, maka pada hari Senin, 04 April kelompok melakukan
koordinasi dengan pembimbing klinik untuk melakukan implementasi dengan metode
resosialisasi tentang kepatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat
mengganti cairan intravena. Pembimbing Klinik menyetujui untuk melakukan
implementasi dengan metode resosialisasi atau menjelaskan kembali SPO mengganti
cairan intravena (Flabot Infus) untuk meningkatkan kedisiplinan dan kepatuhan dalam
memasang etiket saat mengganti cairan intravena (Flabot Infus). Resosialisasi dilakukan
pada hari Selasa tanggal 5 April 2022 pukul 14.00 WIB di ners station ruang Beria
dengan jumlah perawat yang menghadiri kegiatan sebanyak 10 orang perawat atau
71,4% dari total 14 orang perawat yang ada diruangan Beria. Setelah dilakukan
implementasi dengan resosialisasi, 11 orang perawat yang hadir saat resosialisasi
berkomitmen untuk penerapan SOP dioptimalkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nilam Sari, dkk (2020) tentang “Hubungan
Persepsi Perawat dengan Kepatuhan Pelaksanaan SOP Pencegahan Flebitis di RSUD
Simoboyolali” terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi perawat dengan
kepatuhan pelaksanaan SOP pencegahan flebitis. Kepatuhan dalam mengganti cairan
infus salah satunya apakah stiker sudah terpasang pada cairan infus atau belum.
Penempelan stiker pada cairan infus sangat membantu perawat dalam mengidentifikasi

67
nama, pemberian cairan, jumlah tetesan, kecepatan dan menghindari terjadinya flebitis
pada pasien.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Herlina dkk (2018), kepatuhan
perawat dalam penerapan SPO sebagai salah satu ukuran keberhasilan pelayanan
keperawatan dan merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya
manusia. Penerapan SPO pelayanan keperawatan pada prinsipnya adalah bagian
dari kinerja dan perilaku individu dalam bekerja sesuai tugasnya dalam organisasi,
dan biasanya berkaitan dengan kepatuhan.
.
2) Masalah: Ketidakpatuhan pasien dan keluarga pasien dalam penggunaan masker
Implementasi :
Berdasarkan hasil temuan masalah yang telah ditemukan diruangan Beria dan setelah
dilakukan seminar proposal, maka pada hari Senin 04 April 2022, kelompok melakukan
koordinasi dengan pembimbing klinik untuk melakukan implementasi. Pembimbing
Klinik menyetujui untuk melakukan implementasi dengan metode edukasi pada pasien
dan keluarga dengan menggunakan e-leaflet. Selanjutnya edukasi dilakukan pada hari
Rabu, 06 April di setiap bed pasien di ruang Beria dengan jumlah pasien yang
menghadiri kegiatan sebanyak 8 orang dan 10 orang keluarga. Setelah dilakukan
implementasi dengan edukasi, 8 orang pasien dan 10 orang keluarga yang hadir saat
edukasi berkomitmen untuk meningkatkan kepatuhan dalam menggunakan masker.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, dkk (2021)
ketidakpatuhan adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok berkeinginan
untuk patuh, namun ada beberapa faktor penghambat yang dapat mempengaruhi
terjadinya perilaku patuh. Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan tersebut
dikarenakan keluarga pasien telah memiliki pengetahuan hanya pada tingkat memahami
saja tapi tidak sampai ke aplikasi, sehingga perilaku pencegahan infeksi tersebut belum
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari keluarga pasien.
Penerapan perilaku pencegahan infeksi ini tidak lepas dari peran masing-masing pihak
yang terlibat di dalamnya , seperti pelaksana pelayanan kesehatan dan pengguna jasa
seperti pasien dan pengunjung (Kemenkes, 2009 dalam Hidayat, dkk 2021)

68
4.2 Evaluasi

1) Masalah : Ketidakpatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat mengganti
cairan intravena
28 Maret 2022 29 Maret 2022
Menggunakan Menggunakan
Etiket Etiket
4 3
Tidak Tidak
Menggunakan Menggunakan
10 Etiket 9 Etiket

30 Maret 2022 Perawat Tidak Menggunakan


Etiket (28-30 Maret 2022)
Menggunakan
Etiket

5 Tidak 28,50% Shift Pagi


6
Menggunakan
Etiket 50% Shift Siang

Evaluasi 07 April 2022 Perawat Tidak Menggunakan


Etiket
Menggunakan
4 Etiket

Shift Pagi
Tidak 20%
25% Shift Siang
Menggunakan
13
Etiket

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 28 Maret 2022 didapatkan, belum optimalnya
penggunaan etiket pada saat penggantian cairan intravena (flabot infus) sebanyak 4
flabot infus dari 14 flabot infus dengan presentase 28,57% . Hari kedua 29 Maret 2022
sebanyak 9 flabot infus dari 12 flabot infus dengan presentase 75% . Hari ketiga 30
Maret 2022 sebanyak 5 flabot infus dari 11 flabot infus dengan presentase 45% .

Hasil observasi dari tanggal 28 Maret 2022 s/d 30 Maret 2022 didapatkan 28,50%
perawat pada shift pagi tidak menggunakan etiket pada flabot infus dan 50% perawat
pada shift siang tidak menggunakan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena

69
Setelah Implementasi dengan metode mini seminar dan dilakukan evaluasi yaitu pada
tanggal 7 April 2022 didapatkan data sebanyak 2 flabot infus ( 28,57 %) yang tidak
menggunakan etiket dan 7 flabot yang menggunakan (71,25%) dari 9 pasien yang
memakai infus di ruang Beria. Dan didapatkan 20% perawat shift pagi dan 25% perawat
shift siang yang tidak menggunakan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena

Berdasarkan hasil pengkajian dan Evaluasi dapat diinterprestasikan bahwa terjadi


peningkatakan kepatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus di tandai dengan
terjadi pengurangan jumlah flabot infus yang tidak menggunakan etiket dari saat
sebelum implementasi dan setelah dilakukan implementasi penyelesaian masalah dengan
metode mini seminar

70
2) Masalah : Ketidakpatuhan pasien dan keluarga pasien dalam penggunaan masker

Kajian 28 s.d 30 Maret 2022

Menggunakan Masker
(Pasien)
26 Tidak Menggunakan
30
Masker (Pasien)
Menggunakan Masker
(Keluarga)
16 12
Tidak Menggunakan
Masker (Keluarga)

Evaluasi 07 April 2022

Menggunakan Masker
(Pasien)
6
Tidak Menggunakan
12
Masker (Pasien)
Menggunakan Masker
11 (Keluarga)
5
Tidak Menggunakan
Masker (Keluarga)

Dilihat dari hasil observasi ditemukan hari pertama sebanyak 12 pasien tidak
menggunakan masker dari 14 pasien dengan presentase 85% dan keluarga sebanyak 7
tidak menggunakan masker dari 14 dengan presentase 50% . Pada hari kedua sebanyak
10 pasien tidak menggunakan masker dari 15 pasien dengan presentase 66,6% dan
keluarga sebanyak 5 dari 15 tidak menggunakan masker dengan presentase 33,3%. Dan
hari ketiga didapat sebanyak 8 pasien tidak menggunakan masker dari 13 pasien dengan
presentase 72,7% dan sebanyak 4 keluarga dari 13 tidak menggunakan masker dengan
presentase 36,3%.
Dari hasil pengkajian dilakukan dari tanggal 28 Maret s.d 30 Februari 2022, didapatkan
hasil sebanyak 30 pasien (71,42%) tidak menggunakan masker , 16 keluarga (38,09%)
dan 12 Pasien (28,57%) , 26 keluarga (61,90%) yang sudah menggunakan masker
dengan benar dari 42 pasien di ruang Beria

71
Setelah Implementasi dengan metode edukasi dan dilakukan evaluasi yaitu pada tanggal
7 April 2022 didapatkan data sebanyak 5 pasien (29,4%) tidak menggunakan masker, 6
keluarga (35,2%) tidak menggunakan masker dan 12 Pasien (70,6%) , 11 keluarga
(64,7%) yang sudah menggunakan masker dengan benar dari 17 pasien di ruang Beria
Berdasarkan hasil pengkajian dan Evaluasi dapat diinterprestasikan bahwa terjadi
peningkatakan kepatuhan dalam penggunaan masker di tandai dengan terjadi
peningkatan jumlah orang yang menggunakan masker dari saat sebelum implementasi
dan setelah dilakukan implementasi penyelesaian masalah dengan metode resosialisasi di
ruang beria

4.3 Rencana Tindak Lanjut


Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari implementasi yang dilaksanakan, dibuatlah
rencana tindak lanjut. Rencana tindak lanjut dibuat untuk pelaksanaan ketepatan melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien. Penanggung Jawab dalam rencana tindak lanjut ini
adalah kepala ruangan serta katim/ PJ Shift. Sasaran yang diberikan rencana tindak lanjut ini
adalah seluruh perawat ruang Beria. Metode yang diberikan sebagai berikut:
1. Ketidakpatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena
a. Melakukan suvervisi secara rutin
b. Meningkatkan edukasi dan sosialisasi secara rutin mengenai kontrol pelaksanaan SPO
c. Melakukan ppenggantian cairan intravena sesuai SPO.

2. Ketidakpatuhan pasien dan keluarga dalam penggunaan masker


a. Melakukan supervisi secara rutin
b. Kepala ruangan atau PJ shif memberikan arahan dan pendampingan kepada keluarga
dan pasien dalam penggunaan masker
c. Kepala ruangan, PJ shift dan semua perawat di ruangan saling berkoordinasi dalam
meningkatkan pengawasan penggunaan masker terhadap pasien dan keluarga di
ruangan
d. Memasang stiker di bed pasien sebagai media informasi bagi keluarga pasien terkait
pentingnya penggunaan masker untuk mencegah infeksi nosokomial.

72
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian dan implementasi serta evaluasi di ruang Gideon, didapatkan masalah sebagai
berikut:
1) Ketidakpatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 28 Maret 2022 didapatkan, belum optimalnya
penggunaan etiket pada saat penggantian cairan intravena (flabot infus) sebanyak 4
flabot infus dari 14 flabot infus dengan presentase 28,57% . Hari kedua 29 Maret 2022
sebanyak 9 flabot infus dari 12 flabot infus dengan presentase 75% . Hari ketiga 30
Maret 2022 sebanyak 5 flabot infus dari 11 flabot infus dengan presentase 45% .
Hasil observasi dari tanggal 28 Maret 2022 s/d 30 Maret 2022 didapatkan 28,50%
perawat pada shift pagi tidak menggunakan etiket pada flabot infus dan 50% perawat
pada shift siang tidak menggunakan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena
Setelah Implementasi dengan metode mini seminar dan dilakukan evaluasi yaitu pada
tanggal 7 April 2022 didapatkan data sebanyak 2 flabot infus ( 28,57 %) yang tidak
menggunakan etiket dan 7 flabot yang menggunakan (71,25%) dari 9 pasien yang
memakai infus di ruang Beria. Dan didapatkan 20% perawat shift pagi dan 25% perawat
shift siang yang tidak menggunakan etiket pada flabot infus saat mengganti cairan
intravena
Berdasarkan hasil pengkajian dan Evaluasi dapat diinterprestasikan bahwa terjadi
peningkatakan kepatuhan dalam penggunaan etiket pada flabot infus di tandai dengan
terjadi pengurangan jumlah flabot infus yang tidak menggunakan etiket dari saat
sebelum implementasi dan setelah dilakukan implementasi penyelesaian masalah dengan
metode mini seminar

2) Ketidakpatuhan pasien dan keluarga dalam penggunaan masker


Dilihat dari hasil observasi ditemukan hari pertama sebanyak 12 pasien tidak
menggunakan masker dari 14 pasien dengan presentase 85% dan keluarga sebanyak 7
tidak menggunakan masker dari 14 dengan presentase 50% . Pada hari kedua sebanyak
10 pasien tidak menggunakan masker dari 15 pasien dengan presentase 66,6% dan
keluarga sebanyak 5 dari 15 tidak menggunakan masker dengan presentase 33,3%. Dan
hari ketiga didapat sebanyak 8 pasien tidak menggunakan masker dari 13 pasien dengan

73
presentase 72,7% dan sebanyak 4 keluarga dari 13 tidak menggunakan masker dengan
presentase 36,3%.
Dari hasil pengkajian dilakukan dari tanggal 28 Maret s.d 30 Februari 2022, didapatkan
hasil sebanyak 30 pasien (71,42%) tidak menggunakan masker , 16 keluarga (38,09%)
dan 12 Pasien (28,57%) , 26 keluarga (61,90%) yang sudah menggunakan masker
dengan benar dari 42 pasien di ruang Beria
Setelah Implementasi dengan metode edukasi dan dilakukan evaluasi yaitu pada tanggal
7 April 2022 didapatkan data sebanyak 5 pasien (29,4%) tidak menggunakan masker, 6
keluarga (35,2%) tidak menggunakan masker dan 12 Pasien (70,6%) , 11 keluarga
(64,7%) yang sudah menggunakan masker dengan benar dari 17 pasien di ruang Beria
Berdasarkan hasil pengkajian dan Evaluasi dapat diinterprestasikan bahwa terjadi
peningkatakan kepatuhan dalam penggunaan masker di tandai dengan terjadi
peningkatan jumlah orang yang menggunakan masker dari saat sebelum implementasi
dan setelah dilakukan implementasi penyelesaian masalah dengan metode edukasi di
ruang beria

5.2 Saran
1. Pimpinan atau Kepala
Penyediaan sarana dan parasarana yang memadai, memberikan dukungan dan
kesempatan bagi profesi keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai
SOP yang ada diruangan, serta meningkatkan supervisi terkait pelaksanaan kegiatan
pelayanan di ruangan.
2. Sub Departemen Keperawatan
a. Melakukan supervisi secara teratur keruangan agar kemampuan yang sudah dibentuk
menjadi budaya kerja yang terus dipertahankan dan ditingkatkan, memberikan
penegasan bagi kepala ruangan terutama pada pengawasan dalam ruangan.
b. Penyediaan sarana dan parasarana yang memadai, memberikan dukungan dan
kesempatan bagi profesi keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai
SPO yang ada diruangan.
3. Kepala Ruangan dan Ketua Tim

74
Kepala ruangan dan ketua tim hendaknya selalu melakukan bimbingan dan arahan kepada
perawat pelaksana untuk melakukan tindakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional dan
memonitor kebutuhan sarana prasarana di ruangan terkait pelayanan yang optimal serta
pengawasan terhadap kejadian-kejadian yang berhubungan dengan patient safety.
4. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah ilmu dan pengalaman bagi mahasiswa melaui proses pengelolaan
ruang rawat inap, seminar proposal dan seminar besar seperti pelatihan pada akhir masa praktek
dan memberikan rentang waktu yang cukup bagi mahasiswa dalam mengolah suatu ruangan.

75
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dian. 2008. Perbandingan kepuasan pasien gakin dan pasien umum di Unit Rawat
Inap RSUD Budhi Asih. Skripsi. Program studi fakultas kesehatan masyarakat Indonesia. Depok

Alma, Buchari dan Priansa, Donni Juni. 2009. Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta: Bandung.
hal. 115-125)

Amalia. Alif, Wahyu Hidayat, Agung Budiatmo. 2012. Analisis Strategi Pengembangan Usaha.
Jurnal Admistrasi Bisnis vol. 1 No. 1

A. Vandy Pramujaya, (2019). Analisis penyebab Kegagalan Packer Machine Paada Bag Transfer
System Dengan Menggunakan Metode Fault Tree Analysis (FMEA), dan Fishbone Analysis,
125-132,2019

Besse, Mattayang. (2019). Tipe Dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis. Fakultas
Ekonomi Universitas Andi Djemma. P ISSN : 2615-1871, e-ISSN : 2615-5850 Volume 2 nomor
2, September 2019 Jurnal of Economic, Management And Accounting.

Cummings, G. G., Tate, K., Lee, S., Wong, C. A., Paananen, T., Micaroni, S. P.
M., & Chatterjee, G. E. (2018). Leadership styles and outcome patterns for the nursing
workforce and work environment: A systematic review. International Journal of Nursing
Studies, 85, 19–60

Dewi Sandy Trang. (2013). Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi pada Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara). Jurnal EMBA
Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 208-216

Dian Ariningrum, J. S. (2018). Buku Pedoman Keterampilan Klinis. (J. S. Selfi Handayani, Ed.)
Surakarta, Indonesia: 2018.

Herlina dkk. (2018). Hubungan Kepatuhan SPO Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis di
RSUD A. Wahab Samarinda Tahun 2015. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 6 No. 1 Juni 2018

76
Jacobalis, Samsi. 1990. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Persi.
Murnawan Heri, Mustofa (2014). Perencana Produktivitas Kerja Dari Hasil Evaluasi
Produktifitas Dengan Metode Fishbone Di Perusahaan Percetakan Kemasan. 5(2), 111-116.

MS, M. Z., Yamali, F. R., & Irfani, A. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan
dan Penempatan Pegawai terhadap Motivasi Kerja serta Dampaknya pada Kinerja Pegawai di
Biro Umum Setda Provinsi Jambi. J-MAS (Jurnal Manajemen Dan Sains), 5(2), 276.

Nanjundeswaraswamy, T. S., & Swamy, D. D. R. (2012). Quality of Work Life and


Leadership Styles: An Overview. 6.

Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Permenkes. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun


2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Sfantou, D., Laliotis, A., Patelarou, A., Sifaki-Pistolla, D., Matalliotakis, M., & Patelarou, E.
(2017). Importance of Leadership Style towards Quality of Care Measures in
Healthcare Settings: A Systematic Review. Healthcare, 5(4), 73

Suryanti, N. ( 2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan lamanya waktu proses pendaftaran
pasien rawat inap di RS pondok Indak. Tesis FKM UI. Jakarta

Supriyanto, Stefanus dan Damayanti, Nyoman Anita. 2007. Perencanaan dan Evaluasi.

World Health Organization (WHO). 2003. Materi Pelatihan Plan of Action. Pelatihan
Ketrampilan Manajerial SPMK.

77
Lampiran

78
LEMBAR OBSERVASI IDENTIFIKASI PASIEN DAN KELUARGA DALAM PENGGUNAAN
MASKER
Hari / Tanggal : Senin,28 Maret 2022

No Bed Identifikasi Penggunaan Masker


Pada Pasien Dan Keluarga
Pasien Keluarga
Ya Tidak Ya Tidak
1 √ √
2 √ √
3 √ √
4 √ √
5 √ √
6 √ √
7 √ √
8 √ √
9 √ √
10 √ √
11 √ √
12 √ √
13 - - - -
14 - - - -
15 - - - -
16 - - - -
17 √ √ -
18 - - - -
19 - - - -
20 √ √
Jumlah pasien : 14 2 12 7 7

79
LEMBAR OBSERVASI IDENTIFIKASI PASIEN DAN KELUARGA DALAM PENGGUNAAN
MASKER
Hari / Tanggal : Selasa,29Maret 2022

No Bed Identifikasi Penggunaan Masker


Pada Pasien Dan Keluarga
Pasien Keluarga
Ya Tidak Ya Tidak
1 √
2 - -
3 √ √
4 √
5 √
6 √ √
7 √
8 - - - -
9 √
10 √ √
11 √
12 - - - -
13 √
14 √
15 - - - -
16 √
17 - - - -
18 √
19 √
20 √ √
Jumlah pasien : 15 5 10 10 5

80
LEMBAR OBSERVASI IDENTIFIKASI PASIEN DAN KELUARGA DALAM PENGGUNAAN
MASKER
Hari / Tanggal : Rabu,30 Maret 2022

No Bed Identifikasi Penggunaan Masker


Pada Pasien Dan Keluarga
Pasien Keluarga
Ya Tidak Ya Tidak
1 √ √
2 √ √
3 √ √
4 √ √
5 √ √
6 - - - -
7 √ √
8 - - - -
9 √ √
10 √ √
11 - - -
12 √ √
13 √ √
14 - - - -
15 - - - -
16 √ √
17 - - - -
18 - - - -
19 √ √
20 √ √
Jumlah pasien : 13 3 8 7 4

81
LEMBAR OBSERVASI PENGGUNAAN FLABOT INFUS
NO HARI/TANGGAL JUMLAH / SHIEF JUMLAH JUMLAH
PERAWAT PLABOT
TIDAK YANG
MENGGUNAKAN TIDAK
ETIKET PADA TERPASANG
FLABOT INFUS STIKER

1 Senin, 28 Maret  Shift pagi : 4 1 2


2022 perawat

 Shift sore = 2 2
4 perawat

2 Selasa, 29  Shift pagi = 2 1


Maret 2022 4
perawat

 Shift sore = 2
4 perawat 4

3 Rabu, 30 Maret  Shift pagi :4 1 3


2022 perawat

 Shift sore = 3 2
4 perawat

JUMLAH 11 14

82
HARI / TANGGAL JUMLAH JUMLAH FLABOT YANG PRESENTASE
FLABOT TIDAK MENGGUNAKAN
ETIKET
Senin, 28 maret 2022 14 4 28,5 %

Selasa 29 Maret 2022 12 9 75%

Rabu, 30 Maret 2022 11 5 45%

83
LEMBAR KUESIONER TINDAKAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN SOP MENGGANTI
CAIRAN INTRAVENA (FLABOT INFUS) DI RUANGAN BERIA

Nama Perawat :

Tanggal Pengkajian :

Sop Menganti Cairan Intravena (Flabot Infus)


No Prosedur Dilakukan Tidak Dilakukan
`1 Pastikan waktu untuk mengganti cairan
intravena ( jam pasang, jam ganti)
2 Siapkan flabot infuse pengganti sewaktu
sisa cairan tinggal 50 cc
3 Cuci tangan
4 Siapkan alat :
a. Flabot infuse/ cairan intravena
sesuai order dokter
b. Alat tulis
c. Stiker
d. Jam tangan dengan detik
e. Kalkulator (bila perlu)
5 Tuliskan identitas pasien, jenis cairan
waktu pasang, waktu habis, jumlah
tetes/menit atau jumlah cc/jam pada
sticker dan tempat plabot
6 Bawa plabot infuse/cairan intravena dekat
pasien
7 Sapa pasien/keluarga dan
memperkenalkan diri
8 Identifikasi pasien dengan membaca
gelang identitas dan memanggil nama
pasien
9 Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan
dilakukan kepada pasien dan atau
keluarga
10 Cek atau yakinkan penampung cairan
terisi ½
11 Observasi daerah insersi dan pastikan
tidak ada flebitis
12 Klem infuse set
13 Lepaskan flabot cairan lama dan standar
infuse

84
14 Dengan cepat, lepaskan penusuk dan
flabot infuse yang lama dengan posisi
tegak lurus tanpa menyentuh ujungnya/
area yang steril kemudian ditusuk ke
dalam flabot infuse yang baru
15 Gantung flabot infuse yang baru (posisi
harus lebih tinggi dari badan klem)
16 Yakinkan infuse set bebas dari udara dan
penampung cairan terisi cairan intravena
½
17 Buka klem pengatur dan atur kecepatan
aliran sesuai order dokter
18 Beritahu pasien dan atau keluarga bahwa
tindakan sudah selesai
19 Rapikan pasien dan atur posisi yang
nyaman, dekatkan bel jika ada dan
tinggikan pagar pengaman tempat
20 Dokumentasikan jenis cairan, jumlah
cairan, tetes menit atau cc/jam, flabot
cairan keberapa pada implementasi
keperawatan
21 Evaluasi kembali respon pasien
Jumlah
Keterangan :

0 : Tidak dilakukan

1 : Dilakukan

85
Implementasi Hari Pertama Pada Tanggal 05 April 2022 SPO Mengganti Cairan Infus

86
Implementasi Hari Kedua Pada Tanggal 06 April 2022 Video Edukasi Mengenai Penggunaan
Masker Yang Benar Pada Keluarga Dan Pasie

87
Media Edukasi Yang Di Buat
( pengunaan masker yang tepat)

88
Daftar Hadir Peserta ( Perawat )

Daftar Hadir Peserta ( Keluarga Dan Pasien )

89
Jurnal

90
91
92

Anda mungkin juga menyukai