Anda di halaman 1dari 52

STIKes KHARISMA

PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN
HANDOVER DENGAN METODE SBAR DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH BAYU ASIH PURWAKARTA

TITA HENDRIANI
NIM : 433131420118180

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA I


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya yang dilakukan untuk tercapainya pelayanan keperawatan yang

komprehensif dan berkesinambungan menurut Depkes RI adalah apabila perawat

dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar

perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung

jawab, komuniksi dan kerjasama (Depkes RI, 2009). Komunikasi terhadap

informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit

merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Reisenberg A L,

2010 dalam Wulandari 2018).

Berdasarkan hasil kajian data terhadap adanya kesalahan medis seperti adverse

event, near miss dan sentinel event di rumah sakit, yang menjadi penyebab utama

adalah komunikasi (Angood, 2007). Komunikasi efektif dalam tingkat pelayanan

keperawatan yang sering dilakukan adalah timbang terima atau handover. JCAHO

(Joint Commission For Acreditation of Health Care Organitation)

mengidentifikasikan bahwa komunikasi sebagai faktor utama yang berkontribusi

dalam medical error, dengan Handover yang mempunyai “peran” sebanyak 80%

dari masalah penyebab medical error yang masih dapat dicegah (Joint Comission,

2010 dalam Wulandari 2018).

2
WHO Collaborating Center For Patient Safety pada tanggal 2 mei 2007 resmi

menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solution”. Panduan ini mulai disusun

sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara dengan

mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Dengan

diterbitkannya Nine Life Saving Patient Safety oleh WHO maka komite

keselamatan pasien Rumah Sakit (KKP- RS) mendorong rumah sakit di indonesia

untuk menerapkan sembilan solusi “ Life- Saving” keselamatan pasien rumah sakit,

langsung atau bertahap sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing- masing.

Salah satu dari sembilan solusi tersebut, adalah komunikasi secara benar saat serah

terima (Handover) dengan metode SBAR. (Rezkiki, 2017).

Berdasarkan penelitian di sebuah rumah sakit di Australia, praktik Handover saat

ini dikritik sebagai sebuah variabel yang beresiko tinggi, tidak terstruktur dan

penyebab terjadinya kesalahan medis. Beberapa rekomendasi telah dibuat untuk

meningkatkan Handover di Rumah Sakit tersebut dengan memastikan setting

waktu dan tempat yang nyaman untuk berdiskusi, sesi pelatihan, supervisi atasan,

dan menggunakan peralatan atau media elektronik serta format prosedur handover

yang telah terstandarisasi (JE Thompson, 2011 dalam Wulandari 2018).

Bukti yang paling sering dilaporkan di ruang maternitas di rumah sakit Australia

bahwa perawat tidak melibatkan pasien saat Handover sebanyak 57% (17 orang)

dan keberadaan dokumentasi saat Handover 36% (11 orang). Hanya sepertiga dari

3
peserta yang menyebutkan bahwa Handover menimbulkan kepuasan dan dilakukan

dengan baik. Klinisi yang melakukan Handover dengan baik sebanyak 13% (4

orang) (Debbie P, 2011 dalam Wulandari 2018).

Pelaksanaan Handover di beberapa rumah sakit di Indonesia masih belum

dilaksanakan secara optimal. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Yudianto pada tahun

2005 yang menunjukkan bahwa 44,5% pelaksanaan Handover di RS Hasan Sadikin

Bandung masih berjalan kurang baik (Yudianto, 2005). Rata – rata skor

pelaksanaan Handover di RSUD Jambi juga menunjukkan sebesar 65% yang

artinya masih belum masuk dalam kategori yang baik (Dewi M, 2012).

Handover yang tidak dilakukan dengan baik, akan membawa dampak yang buruk

bagi pelayanan keperawatan termasuk akan berpengaruh terhadap keselamatan

pasien. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh

rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah

sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun yang menjadi urutan nomor

tiga adalah komunikasi secara benar saat timbang terima pasien (KKPRS, 2012).

Sesuai dengan hasil penelitian Dewi Mursidah tahun 2012 yang menunjukkan

bahwa ada pengaruh pelatihan timbang terima pasien terhadap pelaksanaan

timbang terima dan penerapan keselamatan pasien (Dewi M, 2012).

4
Kepentingan pelaksanaan Handover juga tercantum dalam standar akreditasi

Rumah Sakit tahun 2011 yang menjelaskan bahwa setiap rumah sakit harus ada

kebijakan yang mengatur proses transfer tanggungjawab pasien dari satu orang ke

orang lain baik pada hari kerja maupun hari libur. Informasi tentang asuhan

pasien juga harus disampaikan antara praktisi medis, keperawatan dan praktisi

kesehatan lainnya pada saat penyusunan regu kerja/shift maupun saat pergantian

shift. Proses penyampaian informasi tersebut terdiri dari kesehatan pasien,

ringkasan asuhan yang diberikan dan perkembangan pasien (Kemenkes RI, 2012).

Hal ini menunjukkan bahwa Handover memang penting untuk dilaksanakan secara

tepat di layanan keperawatan.

Komunikasi efektif menggunakan metode SBAR adalah kerangka yang mudah

diingat, mekanisme nyata yang digunakan untuk menyampaikan kondisi pasien

yang kritis atau perlu perhatian dan tindakan segera. S (situation) mengandung

komponen tentang identitas pasien, masalah saat ini, dan hasil diagnosa medis. B

(baground) menggambarkan riwayat penyakit atau situasi yang mendukung

masalah/situasi saat ini. A (assesment) merupakan kesimpulan masalah yang sedang

terjadi pada pasien sebagai hasil analisa terhadap situasion dan Background. R

(recommendation) adalah rencana ataupun usulan yang akan dilakukan untuk

permasalahan yang ada (Sukesih & Istanti, 2015).

5
Motivasi perawat berhubungan dengan pelaksanaan handover dengan metode SBAR

pada saat overan dinas, dimana perawat dengan motivasi kerja yang tinggi

cenderung akan bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah

ditetapkan demi meningkatkan profesionalitas dan kualitas kerjanya dan begitu

pula sebaliknya, termasuk dalam pelaksanaan pelaksanaan Handover metode

SBAR. Motivasi kerja yang tinggi cenderung akan memberikan dorongan pada

perawat untuk melakukan pelaksanaan Handover dengan metode SBAR pada saat

overan dinas karena pada saat overan merupakan proses yang penting untuk

menyampaikan atau mengoverkan tanggungjawabnya atas keselamatan pasien

kepada tenaga pemberi asuhan keperawatan berikutnya, sehingga dengan motivasi

kerja yang tinggi seorang perawat cenderung akan sangat teliti dalam melakukan

pekerjaannya sebagai seorang tenaga keperawatan. (Rezkiki, 2017).

Penelitian Rezkiki,2017, mengatakan masih kurangnya motivasi dari dalam diri

perawat yang menghambat perawat secara sadar melakukan Handover dengan

metode SBAR. Motivasi dalam diri perawat dipandang sebagai perubahan dari

dalam diri perawat yang ditandai dengan munculnya feeling, dan adanya dorongan

untuk menggerakkan perawat atau keinginan mencurahkan segala tenaga karena

adanya suatu tujuan untuk bersama-sama menciptakan keamanan dan kenyamanan

pasien. Sikap mental perawat yang negatif seperti kurang termotivasi karena masih

terlalu banyak kegiatan menulis, mau melaksanakan Handover dengan metode

SBAR jika diingatkan saja, hal ini melemahkan motivasi kerja perawat untuk

6
mencapai hasil kerja yang maksimal. Jika Perawat melakukan Handover bukan

didasarkan pada niat dan kemauan sendiri, maka pelaksanaan Handover dengan

metode SBAR ini hanya akan berjalan sementara waktu saja dengan kata lain tidak

akan berlangsung lama kegiatan tersebut dilaksanakan.

Oleh karena itu, untuk mencapai terlaksananya Handover dengan metode SBAR

sesuai dengan SOP dan rutin setiap waktunya dibutuhkan motivasi pada perawat

yang berasal dari luar diri perawat. Pemberian motivasi kepada seseorang

merupakan mata rantai yang dimulai dari kebutuhan, menimbulkan keinginan,

menimbulkan tindakan, dan menghasilkan keputusan. Pada penelitian ini

didapatkan gambaran bahwasanya motivasi dari luar diri perawat sudah mulai

dirasa berkurang, seperti tidak adanya motivasi untuk konsisten melaksanakan

Handover dengan metode SBAR saat apel pagi, bahkan kepala ruangan juga tidak

mengingatkan lagi untuk rutinitas Handover dengan metode SBAR. Pemberian

motivasi haruslah diarahkan secara berkelanjutan untuk pencapaian tujuan, hanya

dengan kejelasan tujuan yang dilakukan setiap waktu, baik itu dilaksanakan saat

apel pagi, pre da post converence, atau bahkan saat dilakukan supervisi, maka

semua perawat dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan Handover

dengan metode SBAR. (Rezkiki,2017).

Berdasarkan hasil penelitian Rezkiki, (2017) menyimpulkan bahwa motivasi

perawat berhubungan dengan pelaksanaan Handover metode SBAR dengan

7
standar operasional prosedur pelaksanaannya, pada dasarnya perawat mengetahui

dengan baik tentang metode SBAR, baik pengertian, tujuan, manfaat, konsep dasar

serta prosedur pelaksanaan Handover dengan baik, namun motivasi perawat bukan

hanya sekedar mengetahui dan memahami saja kalau belum mencapai tahap

aplikasi atau pelaksanaan pelaksanaan Handover dengan metode SBAR sesuai

dengan standar SOP

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di RSUD Bayu Asih

Purwakarta di semua ruang rawat Inap dengan jumlah perawat 200 orang, Dengan

rincian sebagai berikut: Ruang Anggrek 13 Perawat, Ruang Kemuning 19 Perawat,

Ruang Melati 17 Perawat, Ruang Bougenvile 18, Ruang Teratai 14 Perawat, Ruang

Kenanga 13 Perawat, Ruang Mawar 13 Perawat, Ruang Anyelir 21 Perawat, Ruang

Strooke unit 12, Ruang Soka 14, Ruang Perinatologi 17, Ruang Pici Nicu 17

Perawat, Ruang ICU 12. Peneliti melakukan wawancara kepada 20 perawat dari

ruangan yang berbeda-beda, terdapat perawat yang mengetahui tentang Handover

dengan metode SBAR tetapi dalam pelaksanaan Handover dalam penyampaiannya

tidak mencakup isi dari metode SBAR, melainkan fokus pada masalah medis dan

diagnosa, sehingga mrngakibatkn kelalaian tindakan dan keterlambatan pelayanan

kepada pasien. memperkenalkan diri serta memberi salam sering dianggap tidak

terlalu penting, akibatnya pelaksanaan Handover dengan metode SBAR tidak sesuai

dengan SOP. dalam hal ini dari hasil penelitian di beberapa ruangan ditemukan

ketidak sesuaian Handover, dikarenakan isi Handover tersebut hanya menyebutkan

8
inisial nama, diagnosa medis, dan terapy, dan tidak adanya ketentuan Metode

SBAR.

Perawat kurang termotivasi untuk melaksanaan Handover dengan metode SBAR

dikarenakan jumlah pasien yang banyak, waktu yang kurang, reward dari rumah

sakit tidak ada dan ada yang beranggapan tidak terlalu penting, dampaknya dari

pelaksanaan Handover dengan metode SBAR tersebut maka hand over tidak

tersampaikan dengan jelas, sehingga ada beberapa tindakan yang seharusnya

dilakukan sesegera mungkin jadi tertunda dan terhambat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian “Hubungan motivasi perawat terhadap pelaksanaan Handover dengan

metode SBAR di ruang rawat inap RSUD Bayu Asih Purwakarta 2019?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan motivasi perawat terhadap pelaksanaan Handover

dengan metode SBAR di ruang rawat inap RSUD Bayu Asih Purwakarta 2019.

9
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi frekwensi motivasi perawat dalam pelaksanaan

Handover dengan metode SBAR di ruang rawat inap RSUD Bayu Asih

Purwakarta 2019.

b. Mengidentifikasi distribusi frekwensi pelaksanaan Handover dengan metode

SBAR di ruang rawat inap RSUD Bayu Asih Purwakarta 2019.

c. Mengidentifikasi hubungan Motivasi perawat terhadap pelaksanaan

Handover dengan metode SBAR di ruang rawat inap RSUD Bayu Asih

Purwakarta 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran dan informasi yang sangat penting

diaflikasikan bagi Kepala Ruangan dan Staf Perawat di RSUD Bayu Asih

Purwakarta tentang pelaksanaan Handover dengan metode SBAR .

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan dan informasi

bagi mahasiswa dan Sekolah Tinggi Kesehatan Kharisma Karawang dengan

tinjauan ilmu keperawatan berupa pelaksanaan Handover dengan metode SBAR

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

10
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam

melakukan penelitian lebih lanjut penerapan Handover dengan metode SBAR

dalam pelaksanaan praktek keperawatan.

11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau

menggerakkan. Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi

sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, yang berlangsung

secara sadar (Nawawi, 2011).

Motivasi merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung

perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang

optimal. Manajer perlu memahami proses psikologis ini apabila mereka ingin

berhasil membina pekerja menuju pada penyelesaian sasaran organisasi

(Winardi, 2015).

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada

tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor- faktor yang

menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam

arah tekad tertentu (Nursalam, 2011).

Jadi dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa motivasi adalah dorongan untuk

bertindak guna untuk mencapai tujuan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku.

12
2. Teori Motivasi

a. Teori hierarki kebutuhan Maslow

Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hierarki

Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang

berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan.

1) Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual,

dan kebutuhan fisik lain.

2) Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik

dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.

3) Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya,

diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.

4) Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti penghargaan diri,

otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status,

pengakuan, dan perhatian.

5) Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang,

dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu

capai.

Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami

ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada

pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu (Nursalam, 2011).

13
b. Teori X dan Y McGregor

Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok

asumsi mengenai sifat manusia: Teori X dan Teori Y. Teori X pada dasarnya

menyajikan pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi bahwa para

pekerja mempunyai sedikit ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan,

ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat

efektif bekerja. Teori Y menawarkan pandangan positif. Teori Y berasumsi

bahwa para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara

nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai kegiatan

alami. McGregor yakin bahwa asumsi Teori Y lebih menekankan sifat

pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman bagi praktik manajemen

(Nursalam, 2011).

c. Teori Motivasi Higienis Herzberg

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan seseorang

dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-faktor

penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara motivasi. Menurut

Herzberg, karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi

faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan berbeda jika dibandingkan dengan

faktor-faktor ketidakpuasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan rasa ketidak-

puasan kerja tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan adalah

tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja adalah

14
tidak ada ketidak-puasan kerja (Nursalam, 2011). Faktor-faktor yang

merupakan penggerak motivasi (faktor- faktor intrinsik) ialah:

1) Pengakuan (cognition), artinya karyawan memperoleh pengakuan dari

pihak perusahaan bahwa ia adalah orang, berprestasi, baik, diberi

penghargaan, pujian, dimanusiakan, dan sebagainya.

2) Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi tanggung

jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak hanya semata-mata

melaksanakan pekerjaan.

3) Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk

mencapai hasil yang baik atau berprestasi.

4) Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development), artinya dalam

setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan

berkembang.

5) Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan yang

dilakukan itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik) menurut

Nursalam, 2011 adalah :

1) Gaji yang diterima karyawan

2) Kedudukan (status) karyawan

3) Hubungan antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau bawahan

4) Penyediaan (supervisi) terhadap karyawan

5) Kondisi tempat kerja (working condition)

15
6) Keselamatan kerja (job safety)

7) Kebijakan dan administrasi perusahaan, khususnya dalam bidang

personalia

Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi baik

keadaannya (menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor-faktor

pemeliharaan tidak baik keadaannya, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja

bagi karyawan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan motivasi dengan cara

perbaikan faktor-faktor pemeliharaan, baru kemudian faktor-faktor

pendorong motivasi (Nursalam, 2011).

d. Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan

kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu:

1) Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk

berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha

keras untuk berhasil.

2) Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan untuk membuat

orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan

berperilaku sebaliknya.

3) Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk hubungan antar

pribadi yang ramah dan akrab.

Jadi dapat disimpulkan menurut teori ini yang mengaitkan imbalan dengan

prestasi seseorang individu . Menurut model ini, motivasi seorang individu

16
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun

eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :

1) Persepsi seseorang mengenai diri sendiri

2) Harga diri

3) Harapan pribadi

4) Kebutuhaan

5) Keinginan

6) Kepuasan kerja

7) Prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain

ialah :

1) Jenis dan sifat pekerjaan

2) Kelompok kerja dimana seseorang bergabung

3) Organisasi tempat bekerja

4) Situasi lingkungan pada umumnya

5) Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

3. Faktor-faktor Motivasi

Faktor-faktor motivasi ada tujuh menurut Sunyoto (2018) yaitu:

a. Promosi

Promosi adalah kemajuan seorang karyawan pada suatu tugas yang lebih

baik, baik dipandang dari sudut tanggung jawab yang lebih berat, martabat

17
atau status yang lebih tinggi, kecakapan yang lebih baik, dan terutama

tambahan pembayaran upah atau gaji.

b. Prestasi Kerja

Pangkal tolak pengembangan karier seseorang adalah prestasi kerjanya

melakukan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa

prestasi kerja yang memuaskan, sulit bagi seorang karyawan untuk diusulkan

oleh atasannya agar dipertimbangkan untuk dipromosikan ke jabatan atau

pekerjaan yang lebih tinggi di masa depan.

c. Pekerjaan itu sendiri

Tanggung jawab dalam mengembangkan karier terletak pada masing-masing

pekerja. Semua pihak seperti pimpinan, atasan langsung, kenalan dan para

spesialis di bagian kepegawaian, hanya berperan memberikan bantuan, semua

terserah pada karyawan yang bersangkutan, apakah akan memanfaatkan

berbagai kesempatan mengembankan diri atau tidak.

d. Penghargaan

Pemberian motivasi dengan melalui kebutuhan penghargaan, seperti

penghargaan atas prestasinya, pengakuan atas keahlian dan sebagainya. Hal

yang sangat diperlukan untuk memacu gairah kerja bagi pada karyawan.

Penghargaan di sini dapat merupakan tuntutan faktor manusiawi atas

kebutuhan dan keinginan untuk menyelesaikan suatu tantangan yang harus

dihadapi.

18
e. Tanggung Jawab

Pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan perusahaan kepada para

karyawan merupakan timbal balik atas kompensasi yang diterimanya. Pihak

perusahaan memberikan apa yang diharapkan oleh para karyawan, namun di

sisi lain para karyawan pun harus memberikan kontribusi penyelesaian

pekerjaan dengan baik pula dan penuh dengan tanggung jawab sesuai dengan

bidangnya masing-masing.

f. Pengakuan

Pengakuan atas kemampuan dan keahlian bagi karyawan dalam suatu

pekerjaan merupakan suatu kewajiban oleh perusahaan. Karena pengakuan

tersebut merupakan salah satu kompensasi yang harus diberikan oleh

perusahaan kepada karyawan yang memang mempunyai suatu keahlian

tertentu dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik pula. Hal ini akan

dapat mendorong para karyawan yang mempunyai kelebihan di bidangnya

untuk berprestasi lebih baik lagi.

g. Keberhasilan dalam Bekerja

Keberhasilan dalam bekerja dapat memotivasi para karyawan untuk lebih

bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh

perusahaan. Dengan keberhasilan tersebut setidaknya dapat memberikan rasa

bangga dalam perasaan karyawan bahwa mereka telah mampu

mempertanggungjawabkan apa yang menjadi tugas mereka.

19
4. Pengukuran Motivasi

Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur. Pada

umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi biologis.

Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan tes proyektif,

kuesioner, dan perilaku.(Notoadmodjo, 2018).

Hasil penilaian Kuisioner Motivasi dalam melakukan handover dengan metode

SBAR yaitu dengan menggunakan Skala Guttman dikategorikan menjadi :

a. = Motivasi rendah, jika nilai < median

b. = Motivasi tinggi, jika nilai > median

B. Konsep Operan Jaga (Handover)

1. Konsep Handover Perawat

Handover adalah suatu cara dalam menyampaikan sesuatu (laporan) yang

berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah waktu dimana perpindahan

atau transfer tanggung jawab tentang pasien dari perawat yang satu dengan

perawat yang lain. Tujuan dari Handover adalah menyediakan waktu ,informasi

yang akurat tentang rencana perawat pasien, terapi, kondisi terbaru, dan

perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya (Nursalam, 2011).

Handover adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab dan

tanggung gugat) selama perpindahan perawat yang berkelanjutan yang

20
mencakup tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien

(Friesen, 2012).

Jadi dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa Handover adalah suatu teknik atau

cara untuk menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan

pasien.

2. Tujuan dan Fungsi Handover

Tujuan dari Handover menurut Nursalam (2011), antara lain :

a. Tujuan Umum

Melakukan komunikasi mengenai keadaan pasien dan menyampaikan

informasi penting.

b. Tujuan Khusus

1) Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien.

2) Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam hal asuhan

keperawatan kepada pasien.

3) Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat.

4) Menyusun rencana kerja.

Handover bertujuan memperbaiki kembali tugas yang diberikan saat

perpindahan informasi dalam keselamatan pasien dan keefektifan bekerja.

3. Manfaat Handover

21
Manfaat dari Handover menurut Nursalam (2011), antara lain :

a. Bagi Perawat

1) Meningkatkan kemampuan komunikasi perawat.

2) Menjalin hubungan kerjasama dan tanggung jawab antar perawat.

3) Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan.

4) Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna.

b. Bagi Pasien

Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum

terungkap.

c. Bagi Rumah Sakit

Meningkatkan pelayanan keperawatan klien secara komperhenshif.

4. Hal –Hal yang Perlu di Perhatikan saat Handover

Menurut Nursalam (2011) hal-hal yang perlu diperhatikan saat operan jaga

antara lain:

a. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.

b. Dipimpin oleh kepala ruang atau penanggung jawab pasien (PP).

c. Diikuti oleh perawat yang telah melakukan dinas dan yang akan melakukan

dinas.

d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan

menggambarkan kondisi pasien pada saat ini serta menjaga kerahasiaan

pasien.

22
e. Operan jaga harus berorientasi pada permasalahan pasien.

f. Pada saat operan yang dilakukan dikamar pasien menggunakan volume yang

cukup sehingga pasien yang berada disebelahnya tidak mendengar sesuatu

yang rahasia bagi klien. Sesuatu yang dianggap rahasia menurut pasien tidak

dianjurkan dibicarakan secara langsung didekat pasien.

g. Hal yang akan disampaikan apabila dampaknya akan membuat pasien

terkejut sebaiknya tidak dibicarakan didepan pasien namun dibicarakan di

nurse station.

5. Komunikasi Saat Handover

Handover merupakan suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan dan

menerima suatu laporan yang berhubungan dengan kondisi pasien Handover

sebaiknya dilakukan secara efektif, dengan cara menjelaskan secara singkat,

jelas dan lengkap mengenai tindakan mandiri yang sudah dilakukan perawat.

Tidak hanya tindakan yang sudah dilakukan namun juga tindakan yang belum

dilakukan dan juga disertakan perkembangan dari kondisi pasien. Informasi

yang diberikan harus disampaikan dengan akurat sesuai dengan asuhan

keperawatan agar dapat berjalan dengan baik.

Handover dilakukan oleh perawat primer (perawat penanggung jawab) dan

disertakan perawat assosiet (perawat pelaksanana) pada dinas sore atau dinas

malam secara tertulis dan lisan. Informasi yang disampaikan saat pertukaran

23
dinas yang dilakukan dua atau tiga kali sesuai dengan shift yang digunakan

dirumah sakit pada setiap ruang (Nursalam,2011).

Laporan tersebut merupakan komunikasi yang bertujuan untuk memindahkan

informasi untuk menunjang keselamatan pasien sesuai dengan pelaksanaan

asuhan keperawatan, laopran tersebut berisi biodata pasien, jenis penyakit,

TTV/tanda-tanda vital, keadaan umum, rencana tindakam, tindakan yang telakh

dan akan dilakukan (Nursalam, 2011).

Handover dapat dilakukan dengan penyampaian yang jelas, tepat, bertatap muka

antar perawat saat melakukan komunikasi merupakan salah satu cara dalam

melakukan handover. Namun, masalah yang biasanya terjadi berasal dari

penyedia jasa perawatan yang terdidik maupun tidak terdidik, kurangnya peran

yang baik, dan sistem perawatan kesehatan (Nursalam, 2011).

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hand Over

a. Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan perawat akan komunikasi yang efektif penting diperhatikan.

Pengetahuan perawat terkait komunikasi efektif yang kurang akan mempengaruhi

proses komunikasi, pengetahuan (Knowledge) merupakan hasil dari tahu melalui

penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sangat penting terhadap

terbentuknya tingkat kesadaran seseorang dalam melakukan komunikasi efektit

SBAR

24
b. Motivasi (Wahyuni, 2012)

Motivasi merupakan dorongan atau keinginan sendiri untuk melakukan suatu

komunikasi yang efektif guna mencapai suatu tujuan tertentu dalam bentuk prilaku

c. Sikap (Wahyuni, 2012)

Sikap diartikan sebagai suatu syarat untuk menculnya suatu tindakan, dimana

tindakan ini adalah tindakan untuk melaksanakan hand over. sikap adalah

suatu yang melekat pada keyakinan-keyakinan dan perasaan terhadap suatu

objek dan predisposisi untuk berbuat terhadap objek dengan cara tertentu.

C. Konsep SBAR

1. Pengertia SBAR

Komunikasi SBAR merupakan komunikasi untuk membakukan percakapan

tentang perawatan pasien antara penyedia pelayanan, SBAR singkatan dari

Situation/Situasi, Background/Latar belakang, Assessment/Pengkajian,

Recomendation/Rekomendasi, komunikasi teknik ini memungkinkan dokter dan

perawat atau antara perawat shif satu dengan shif lainnya mendapatkan informasi

yang lebih jelas, efisien, (Leonardo & Audrey, 2014)

2. Langkah-langkah metode SBAR

Pelaksanaan metode SBAR menurut Nursalam (2013) adalah sebagai berikut

a. Situation/Situasi

1) Menentukan nama pasien dan kondisi atau situasi saat ini.

25
2) Menjelaskan apa yang terjadi pada pasien untuk mengawali percakapan ini

dan menjelaskan bahwa pasien telah mengalami perubahan kondisi.

b. Background/Latar Belakang

1) Menyatakan tanggal tanggal penerimaan pasien, diagnosisnya, dan sejarah

medis pasien.

2) Berikan sinopsis atau ringkasan singkat dari apa yang telah dilakukan

selama ini.

c. Assessment/Pengkajian

a) Ringkasan kondisi atau situasi pasien.

b) Jelaskan apa yang menjadi permasalahannya: “Saya tidak yakin apa

masalah dari pasien, namun kondisi pasien memburuk, dan tidak stabil,

sehingga perlu dilakukakn suatu tindakan”.

c) Memperluas pernyataan perawat dengan tanda-tanda dan gejalanya.

d. Recomendation/Rekomendasi

1) Jelaskan apa yang diinginkan dokter setelah melihat hasil tindakan

(misalnya: tes laboratorium, perawatan).

2) Perawat meromendasikan dokter untuk melakukan kunjungan kepada

pasien dan keluarga pasien.

3) Apakah ada tes lain yang diperlukan seperti: EKG

4) Perawat menyampaikan kepada dokter setiap terdapat pengobatan baru

atau apabila ada perubahan dalam perintah segera diinformasikan oleh

doter kepada perawat.

26
5) Jika terdapat perbaikan ataupun tidak adanya perbaikan kondisi pada

pasien, perawat akan menghubungi dokter kembali, menanyakan ke

dokter tindakan yang harus dilakukan perawat sampai ditempat

3. Proses Handover menggunakan metode SBAR

Operan perawat secara modern dengan teknik SBAR menurut JCI (2010):

a. Pertama dengan mempersiapkan format pendokumentasian menggunakan

teknik SBAR pada masing-masing pasien setiap shift, buku catatan

operan, dan rekam medik pasien.

b. Kedua menyampaikan keadaan pasien dan evaluasi tindakan yang sudah

dilakukan dan kemajuan keadaan pasien setelah tindakan dilakukan di

nurse station sesuai dengan metode SBAR.

c. Ketiga setelah operan nurse station dilanjutkan dengan melihat keadaan

pasien secara langsung dan menanyakan kepada pasien tentang kemajuan

keadaan pasien dan keluhan yang masih dirasakan, dan pemberian

pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga. Dengan dilakukannya

handover menggunakan metode SBAR memungkinkan terjalin

komunikasi yang efektif baik antara pasien dan perawat dan sesama

perawat antar shift.

27
D. Kerangka Teori

Bagan 2.1
Kerangka teori hubungan motivasi terhadap pelaksanaan handover dengan
metode SBAR
Dilaksanakan
Faktor yang Hand Over
mempengaruhi Tidak
pelaksanaan Hand over
SBAR :
- Motivasi
- Situation/Situasi
- Pengetahuan - Background/Latar Belakang
- Sikap - Assessment/Pengkajian
- Recomendation/Rekomendasi

Sumber: (Sunyoto, 2018), (Notoatmodjo, 2010), (Nursalam, 2011), (Wahyuni, 2012).

28
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-

hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak

dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk

atau lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2018).

Bagan 3.1
Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pelaksanaan Handover
Motivasi dengan metode SBAR

B. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Definisi lain mengatakan bahwa variable penelitian adalah sesuatu yang digunakan

sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2018).

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain,

suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan

29
suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam, 2008). Variabel indenpenden

dalam penelitian ini adalah motivasi.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Variabel respon akan muncul sebagai dari manipulasi variabel lain. Variabel

terikat adalah faktor yang mengamati dan diukur untuk menentukan ada

tidaknya hubungan atau pengaruh dari variable bebas (Nursalam, 2008).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Handover dengan

tehnik SBAR.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil

sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2018).

Menurut Arikunto (2010) Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian

1. Hipotesis kerja, atau disebut dengan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis kerja

menyatakan adanya hubungan antara variable X dan Y, atau adanya perbedaan

antara dua kelompok.

2. Hipotesis nol (Ho). Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena

biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan

perhitungan statistic.

30
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan hubungan motivasi terhadap pelaksanaan Handover dengan

metode SBAR di ruang rawat inap Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta 2019.

D. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Mengingat luasnya

permasalahan ini maka penulis membatasinya dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2
Definisi Operasional
N
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
o
Independen
1 Motivasi Dorongan internal Kusioner 1 = motivasi Ordinal
dan eksternal dalam tentang Motivasi rendah , jika
diri seseorang yang pada nilai <
diindikasikan dengan pelaksanaan median
hasrat dan minat Handover 2 = motivasi
untuk bertindak guna dengan metode tinggi, jika
mencapai suatu SBAR nilai >
tujuan tertentu yang median
diwujudkan dalam
prilaku, yaitu
melakukan Hand
Over dengan
menggunakan SBAR
Devependen
2 Pelaksanaan Serah terima pasien Melihat atau 1 = Ordinal
Handover antar shif meliputi mengoservasi Diterapkan
dengan metode Situation, secara langsung jika nilai >
SBAR Background terhadap Objek median
Assessment, penelitian yaitu 2 = Tidak
Recomendation yang perawat saat Diterapkan
dilaksanakan oleh PJ melakukan jika nilai <
shif ke PPJA Hand Over median

31
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan Cross

Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-

faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan

data sekaligus pada suatu saat (Point time approach). Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status

karakter atau variabel subjek pada saat penelitian (Notoatmodjo, 2018).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta

2. Waktu

Waktu penelitian ini selama 3 bulan dimulai dari bulan September sampai

dengan Desember 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

32
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2017).

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas diruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih sebanyak 42 perawat.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah bagian penelitian atau sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2017).

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Perawat RSU Bayu Asih Purwakarta

yang bertugas di ruang rawat inap dengan kriteria sampel nya adalah :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Perawat PPJA

2) Perawat Pj shif

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Perawat Cuti

2) Perawat yang sedang libur

3) Perawat yang sedang Izin Belajar

Besar sample di RSUD Bayu Asih Purwakarta yang akan dilakukan penelitian

yang masuk dalam kriteria sampel penelitian yaitu sebanyak 42 orang.

3. Sampling

33
Menurut Notoatmodjo (2018) sampel merupakan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Pada garis besarnya hanya ada dua jenis

sampel yaitu sampel probabilitas (probability samples) atau sering disebut

random sampel (sampel acak), dan sampel nonprobabilitas (non probabliti).

1) Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik pengambilan sampel yang

menggunakan metode Non probability sampling dengan Teknik Total Quota

Sampling, dari jumlah total populasi, yaitu teknik sampling yang mengambil

jumlah sampel sebanyak jumlah yang telah ditentukan oleh peneliti

menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi untuk menentukan perawat yang di

jadikan sampel penelitian yang berjumlah 42 sampel perawat yang bertugas di

Ruang rawat inap RSUD Bayu Asih Purwakarta, Adapun ruang rawat inap yang

di pakai dalam penelitian ini sebanyak 13 Ruang rawat inap yang ada di RSUD

Bayu asih purwakarta, diantaranya Ruangan yang di pilih yaitu Ruang Anggrek

3 Perawat, Ruang Kemuning 4 Perawat, Ruang Melati 3 Perawat, Ruang

Bougenvile 4 Perawat, Ruang Teratai 3 Perawat, Ruang Kenanga 3 Perawat,

Ruang Mawar 3 Perawat, Ruang Anyelir 4 Perawat, Ruang Strooke unit 3

Perawat, Ruang Soka 3 Perawat, Ruang Perinatologi 3 perawat, Ruang ICU 3

perawat. Dan Ruang picu nicu 3 perawat. Penentuan sampel perawat yang akan

di pilih untuk dilakukan penelitian yaitu perawat ruang rawat inap yang

memenuhi kriteria inklusi penelitian seperti Perawat PPJA, dan Perawat Pj shif.

Sedangkan perawat yang tidak dipilih untuk dilakukan penelitian adalah perawat

34
yang termasuk dalam kriteria eksklusi seperti Perawat yang sedang cuti, Perawat

yang sedang libur, dan Perawat yang sedang Izin Kuliah.

Cara melakukan penelitian yaitu dengan cara melihat langsung apakah saat

Handover dengan teknik SBAR diterapkan atau tidak sesuai SOP atau langkah-

langkah SBAR dalam daftar tilik Handover, sedangkan untuk mengetahui

motivasi perawat dalam melakukan handover dengan teknik SBAR yaitu dengan

cara mengisi kuisioner terhadap perawat-perawat yang diteliti.

D. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Notoatmojo, 2018).

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar pesetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari informed consent adalah agar

subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya.jika

responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembarpersetujuan.

Jika responden tidak bersedia, maka peniliti harus menghormatinya.

35
2. Anomality (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Inf ormasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

E. Instrument Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul hubungan

motivasi perawat terhadap pelaksanaan Handover dengan metode SBAR di ruang

rawat inap Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta 2019 berbentuk kuesioner memuat

pernyataan seputar hubungan antara variabel indevenden dan variabel dependen

dalam penelitian ini.

Adapun instrument yang digunakan pada Variabel Independen (Motivasi)

berbentuk kuesioner dengan 1 (satu) kali ukur. Adapun kuesioner dalam variabel

dependen menggunakan: kuesioner tentang motivasi terhadap pelaksanaan

Handover dengan metode SBAR terdiri dari 25 pernyataan, hasil ukur pernyataan

36
menggunakan skala Likert dengan nilai : SS (Sangat setuju) : 5 S (Setuju) : 4 KS

(Kurang setuju) : 3 TS (Tidak setuju) : 2 STS (Sangat tidak setuju) : 1

Instrument yang digunakan pada Variabel Dependen berbentuk Obsevasi atau

melihat langsung saat Perawat melakukan Handover dengan Teknik SBAR dengan

hasil Ukur 1 = Diterapkan jika nilai > median, 2 = Tidak Diterapkan jika nilai < median.

Adapun langkah – langkah pelaksanaan metode Handover dengan teknik SBAR

menurut Nursalam (2013) adalah sebagai berikut

1. Situation/Situasi

a) Menentukan nama pasien dan kondisi atau situasi saat ini.

b) Menjelaskan apa yang terjadi pada pasien untuk mengawali percakapan ini

dan menjelaskan bahwa pasien telah mengalami perubahan kondisi.

2. Background/Latar Belakang

a) Menyatakan tanggal tanggal penerimaan pasien, diagnosisnya, dan sejarah

medis pasien.

b) Berikan sinopsis atau ringkasan singkat dari apa yang telah dilakukan

selama ini.

3. Assessment/Pengkajian

a) Ringkasan kondisi atau situasi pasien.

b) Jelaskan apa yang menjadi permasalahannya: “Saya tidak yakin apa

masalah dari pasien, namun kondisi pasien memburuk, dan tidak stabil,

sehingga perlu dilakukakn suatu tindakan”.

37
c) Memperluas pernyataan perawat dengan tanda-tanda dan gejalanya.

4. Recomendation/Rekomendasi

a) Jelaskan apa yang diinginkan dokter setelah melihat hasil tindakan

(misalnya: tes laboratorium, perawatan).

b) Perawat meromendasikan dokter untuk melakukan kunjungan kepada

pasien dan keluarga pasien.

c) Apakah ada tes lain yang diperlukan seperti: EKG

d) Perawat menyampaikan kepada dokter setiap terdapat pengobatan baru

atau apabila ada perubahan dalam perintah segera diinformasikan oleh

doter kepada perawat.

e) Jika terdapat perbaikan ataupun tidak adanya perbaikan kondisi pada

pasien, perawat akan menghubungi dokter kembali, menanyakan ke

dokter tindakan yang harus dilakukan perawat sampai ditempat

F. Teknik Pengolahan Data

Menurut Nursalam. (2011) Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan kemudian dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan

kegiatan untuk pengecekan isian formulir atau kuesioner tersebut:

a. Lengkap : Semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.

38
b. Jelas : Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas

terbaca.

c. Relevan : Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan.

d. Konsisten : Apakah pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya

konsisten.

Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan perlu

dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding,

yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau

bilangan. Misal jenis kelamin: 1 = Melakukan Tindakan, 2 = Tidak melakukan

tindakan.

3. Entry atau Processing

Jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode di masukan ke

dalam program komputer.

4. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan untuk mendeteksi

apabila ada kesalahan dalam memasukkan data.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas adalah suatu indek yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2018). Uji validitas berguna untuk

39
mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus

dibuang atau diganti karena dianggap tidak relevan. Instrumen dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur serta dapat mengungkap

data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Uji validitas dilakukan bertujuan untuk menguji sejauh mana item kuesioner

yang valid dan mana yang tidak. Kemudian dilakukan dengan mencari atau

menghitung kolerasi setiap item pertanyaan dengan skor total pertanyaan, untuk

hasil jawaban responden yang menggunakan skala pengukuran ordinal,

perhitungan korelasi antara pertanyaan ke 1 dengan total skor. Keputusan

pengujian validitas item instrumen, adalah sebagai berikut:

 Item pertanyaan yang diteliti dikatakan valid jika r hitung> r table

 Item pertanyaan yang diteliti dikatakan tidak valid jika r hitung < r table

N(Σ 𝑋𝑌 ) − (Σ 𝑋 Σ Y )
𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑟 =
√[NΣ 𝑥 2 − (Σ 𝑋 )2 ][N Σ𝑌 2 − (Σ 𝑌 )2 ]

Keterangan:

r : Koefisien korelasi

Σ 𝑋𝑌 : Jumlah perkalian X dan Y

Σ 𝑋 : Jumlah nilai X

Σ𝑋 2 : Jumlah dari kuadrat X

Σ 𝑌 : Jumlah nilai Y

ΣY 2 : Jumlah dari kuadrat Y

N : Banyak data

40
2. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau atau diandalkan (Notoatmodjo, 2018). Pengujian reliabilitas

instrumen dilakukan dengan menggunakan metode belah dua (split half). Uji

reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan hasil ketepatan alat pengumpulan data

(instrumen) yang digunakan. Jika suatu instrumen dapat dipercaya maka data

yang dihasilkan oleh instrumen tersebut dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas

kuesioner penelitian dilakukan dengan rumus spearman brown.

2𝑟𝑏
𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑟𝑖 =
1 + 𝑟𝑏

Keterangan:

𝑟𝑖 : Relibilitas internal seluruh instrumen

𝑟𝑏 : Korelasi product moment antara belah pertama dan kedua

(Sugiyono, 2017).

Dalam penelitian ini instrument kuesioner motivasi dengan Pelaksanaan

handover dengan metode SBAR perlu di uji validitas dan reabilitasnya karena

dibuat oleh peneliti sendiri.

Pelaksaan uji validitas akan di lakukan pada pasien :

a. Tempat : di RSUD Subang

b. Responden : 30

c. r - tabel : r – table = (20-2) = 18 (0,444)

(Hartono, P, 2001).

Kentetuan hasil Uji

a. Validitas

41
Masing-masing item kuesioner dikatakan valid apabila hasil r hitung ≥ dari

r table 0,444. Sedangkan item kuesioner tidak valid apabila r hitung ≤ dari r

table 0,444. Dan item tidak valid bias diperbaiki atau tidak bias dipakai.

b. Reliabilitas

Keseluruhan kuesioner dikatakan realibel apabila nilai Crown Bach Alpha≥

dari 0,444.

H. Analisa Data

Analisa pada variabel-variabel didalam penelitian yang dilakukan secara:

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan hasil

penelitian dari masing-masing variabel yang diteliti. Variabel yang menjelaskan

dalam penelitian ini adalah karakteristik reponden, variabel dependen Tingkat

depresi pada pasien hemodialisa dan variabel independen dukungan keluarga

dan lamanya hemodialisa.

𝑋
𝐹= 𝑥 100%
𝑁

Keterangan:

F : Presentase

X : Kategori yang di observasi

N : Total

2. Analisa Bivariat

42
Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahuai apakah ada hubungan antara 2

variabel yang diduga terdapat hubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018).

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa yang sudah dirumuskan,

apakah ada Hubungan pengetahuan terhadap penerapan komunikasi SBAR di

ruang rawat inap Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta 2019. Variabel

indevenden motivasi dengan skala ukur ordinal, variabel dependen pelaksanaan

handover dengan metode SBAR dengan skala ukur ordinal. Sedangkan

rancangan penelitian menggunakan Cross Sectional, maka uji statistik yang

digunakan adalah uji Chi Square dan OR (Odds Rasio).

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dimaksudkan untuk melihat apakah sekelompok data

berdistribusi normal atau tidak dan digunakan pula untuk menentukan titik

potong pengelompokkan (cut of point) pada variabel-variabel penelitian. Uji

normalitas data yang dipakai dalam rencana analisis penelitian ini dilakukan

dengan cara membagi nilai indeks skewness dengan standar errornya, dengan

kesimpulan sebagai berikut:

1) Bila hasil pembagian indeks skewness dengan standar errornya berada

diantara nilai -2 sampai dengan 2 berarti data berdistribusi normal, maka

titik potong pengelompokkan menggunakan nilai mean (rata-rata).

43
2) Bila hasil pembagian indkes skewness dengan standar errornya -2 < atau >

2 berarti data berdistribusi tidak normal, maka titik potong

pengelompokkan menggunakan nilai median (nilai tengah).

b. Uji Hipotesis Dengan Statistik Chi Square

Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidak adanya

perbedaan porposi antar kelompok. Penyajian data dengan tabel silang 2 x

2 = 4 sel (A, B,C, dan D), setiap sel ada nilai O (Observasi) dan lanjut

dihitung nilai E (Ekpekstasi) nya. Nilai E adalah (nilai total baris x nilai

total kolom): grand total

(0−𝐸)2
Rumus Chi-Square : 𝑥 2 = Σ 𝐸

Keterangan :

x2 = Nilai Chi-Square

∑ = Penjumlahan

0 = Nilai pengamatan

E = Nilai Ekspektasi

Seluruh analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkan lunak

SPSS Versi 23, dengan cara membaca nilai out put pada uji Chi square

sebagai berikut:

1) Bila P value ≤ α, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya

perbedaan yang bermakna (signifikan).

44
2) Bila P value ≥ α, Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak

mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

Pilihan Rumus x² sesuai aturan SPSS :

1) Bila tabelnya 2x3 atau lebih 2x2, gunakan Pearson Chi Square.

2) Bila tabelnya 2x2 tidak terdapat sel dengan nilai E<5, gunakan

Continuity Correction.

3) Bila tabelnya 2x2 ada sel yang nilai E < 5, gunakan Fisher Exact Test.

c. Analisis Asosiasi Risiko Dengan Odds Ratio (OR)

Uji Odds Ratio (OR) untuk mengetahui besaran risiko variabel independen

terhadap variabel dependen dengan estimasi Confidence Interval (CI) OR

ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.

Rumus

OR : AD/BC

Keterangan:

Penyajian data pada tabel silang 2 x 2

A: nilai O pada sel A

B: nilai O pada Sel B

C: nilai O pada sel C

D: nilai O pada sel D

Interpretasi odds ratio (OR) adalah sebagai berikut:

45
1) Bila OR=1 berarti tidak ada hubungan faktor resiko dengan kejadian

2) Bila OR < 1 berarti hubungan faktor resiko dengan hasil jadi adalah

efek perlindungan (efek proteksi)

3) Bila OR > 1 berarti hubungan faktor resiko dengan hasil jadi adalah

efek penyebab.

46
Lampiran : 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


( INFORMED CONSENT)

Dengan hormat,
Dengan menandatangi lembar ini saya :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang akan di lakukan
oleh Tita Hendriani, Mahasiswa program studi S1 Keperawatan STIKes Kharisma
Karawang yang berjudul “Hubungan motivasi perawat terhadap pelaksanaan handover
dengan metode SBAR di ruang rawat inap Rumah Sakit umum daerah Bayu Asih
Purwakarta 2019?”
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Karawang, Desember 2019

47
Lampiran : 2

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN


HANDOVER DENGAN METODE SBAR DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH BAYU ASIH PURWAKARTA

1. Nomor Responden :
2. Nama :
3. Usia :
4. Ruang rawat :

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah pernyataan berikut sesuai dengan pengalaman anda dengan memberi tanda
checklist (√ ) pada kolom yang anda pilih.
2. Jika anda ingin mengganti jawaban yang telah dipilih, maka anda dapat
menggunakan tanda silang (X) dan beri tanda checklist (√ ) pada kolom lainnya
yang tepat.
3. Nomor responden diisi oleh peneliti
4. Ketetrangan :
SS = Sangat setuju
S = Setuju
KS = Kurang setuju
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju

48
No. Pernyataan SS S KS TS STS

1. Saya melaksanakan imlplementasi SBAR


sesuai SOP yang ada

2. Saya selalu melaksanakan implementasi


berdasarkan SOP yang ada dengan penuh
tanggung jawab.

3. Saya akan melaksanakan tugas sesuai dengan


jadwal yang diberikan

4. Dalam melaksanakan implementasi SBAR saya


diberikan kewenangan.

5. Kelengkapan SBAR merupakan tanggung


jawab perawat.

6. Saya selalu memperhatikan hasil kerja saya.

7. Saya selalu diberikan penghargaan terhadap


hasil kerja saya yang baik.

8. Adanya tugas pokok dan fungsi perawat yang


jelas dalam menjalankan tugas.

9. Adanya pengawasan dari atasan pada perawat


dalam melaksanakan pekerjaan.

10. Saya mendapat dukungan baik dalam


melaksanakan implementasi SBAR dari atasan
dan teman sejawat.

11. Atasan saya selalu memberikan penjelasan


tentang perkembangan implementasi SBAR

12. Atasan saya selalu mendengarkan dengan baik


usulan/keluhan dalam pelaksanaan SBAR

13. Atasan saya selalu memperhatikan dan


memberikan bimbingan serta arahan dalam
melakukan proses keperawatan.

14. Perhatian atasan saya akan memotivasi saya


untuk melaksanakan implementasi SBAR lebih

49
baik.

15. Atasan saya selalu memberikan umpan balik


dalam pelaksanaan implementasi SBAR dan
memberikan keputusan yang jelas.

16. Saya merasa puas atas insentif yang diberikan.

17. Pemberian insentif sesuai dengan ketentuan


atasan.

18. Menurut saya diperlukan pemberian insentif


secara adil sesuai dengan prestasi kerja
perawat.

19. Pemberian insentif dapat memotivasi saya


dalam melaksanakan proses keperawatan
dengan lebih baik.

20. Saya menerima insentif sewaktu melaksanakan


tugas atas perintah atasan.

21. Kondisi lingkungan tempat kerja perawat baik


dan nyaman.

22. Terjalin hubungan yang harmonis antara


perawat dengan atasan.

23. Adanyahubungan yang harmonis antara sesama


perawat dengan saling memberikan dukungan.

24. Peraturan, fasilitas dan tenaga perawat yang


ada di rumah sakit ini medukung dalam
pelayanan pada pasien.

25. Harus adanya prosedur kerja yang jelas dalam


melaksanakan setiap pekerjaan oleh perawat.

50
Lampiran : 3
LEMBAR OBSERVASI PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN
HANDOVER DENGAN METODE SBAR DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH BAYU ASIH PURWAKARTA

No Tahap Langkah- langkah SOP Dilakukan Tidak


Handover dengan metode dilakukan
SBAR
1 Situation/ 1. Menentukan nama pasien
Situasi dan kondisi atau situasi saat
ini.
2. Menjelaskan apa yang
terjadi pada pasien untuk
mengawali percakapan ini
dan menjelaskan bahwa
pasien telah mengalami
perubahan kondisi.
2 Background/ 1. Menyatakan tanggal tanggal
Latar Belakang penerimaan pasien,
diagnosisnya, dan sejarah
medis pasien.
2 Berikan sinopsis atau
ringkasan singkat dari apa
yang telah dilakukan selama
ini.
3 Assessment/ 1. Ringkasan kondisi atau
Pengkajian situasi pasien.
2. Jelaskan apa yang menjadi
permasalahannya: “Saya
tidak yakin apa masalah dari
pasien, namun kondisi
pasien memburuk, dan tidak
stabil, sehingga perlu
dilakukakn suatu tindakan”.
3. Memperluas pernyataan
perawat dengan tanda-tanda
dan gejalanya
4 Recomendation/ 1. Jelaskan apa yang
Rekomendasi diinginkan dokter setelah
melihat hasil tindakan
(misalnya: tes laboratorium,
perawatan)

51
2. Perawat merekomendasikan
dokter untuk melakukan
kunjungan kepada pasien
dan keluarga pasien
3. Apakah ada tes lain yang
diperlukan seperti: EKG
4. Perawat menyampaikan
kepada dokter setiap
terdapat pengobatan baru
atau apabila ada perubahan
dalam perintah segera
diinformasikan oleh dokter
kepada perawat
5. Jika terdapat perbaikan
ataupun tidak adanya
perbaikan kondisi pada
pasien, perawat akan
menghubungi dokter
kembali, menanyakan ke
dokter tindakan yang harus
dilakukan perawat sampai
ditempat

52

Anda mungkin juga menyukai