Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULAH

A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).

Penyakit Tyfoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam,
sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai
gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid)
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika
penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebihringan dibanding dengan yang disebabkan
oleh S typhi.

Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. (http://sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com/2019/09/thypoid-fever.html)

Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan
hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat
mengurangi penyebaran penyakit ini.

Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering
merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-

-1-
anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang
atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada
tabel di bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %, 30 – 39 tahun 10 – 20 %, > 40
tahun 5 – 10 %.

Penyakit tyfoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tyfoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Penyakit
Tyfoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau
Entericfever.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dengan tersusunnya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi masukan dan pelajaran
baru buat para tenaga kesehatan, khususnya untuk penulis sendiri.

2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui defenisi dari typoid abdomenalis
b) Untuk mengetahui tanda dan gejala dari typoid abdomenalis khusus nya pada anak
c) Untuk mengetahui proses patofisiologi dari typoid
d) Menentukan tindakan perawat dan diagnosa perawat berhubungan dengan keluhan
dari pasien dengan typoid abdomenalis

-2-
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan teoritis
Penyaki thyfoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam thyfoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam
Tyfoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhoid fever atau
Entericfever. Demam thyfoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai
karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3
mingguyang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam
thyfoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi
A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebihringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.

B. Pengertian
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Rampengan, 2008).

Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistematik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi (Sumarmo, 2008).

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran (Nursalam, 2005).

C. Penyebab
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya diperoleh dari
makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang terinfeksi (Valman, 2006).

-3-
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2008) disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram negative, motil dan
tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia
maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik.
Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga
macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella typhosa juga memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)

Penyakit typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki
tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia
yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau
sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5%
penderita demam thyfoid kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan
menjadi karier yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal
(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada
karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.

D. Patofisologi

-4-
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal dari feses dan urine,
sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer),
dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ lainnya ( Suriadi, 2006).

Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endotelial
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus
dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi Hiperplasia plaks player. Ini terjadi
pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga
terjadi Ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat
menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus.
Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelaianan pada usus
halus (Suriadi, 2006).

Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh Rohim (2002) adalah: pada fase
awal demam typhoid biasa ditemukan adanya gejala saluran napas atas. Ada kemungkinan
sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan limfoid di faring.
Terbukti dalam suatu penelitian bahwa Salmonella typhi berhasil diisolasi dari jaringan tonsil
penderita demam typhoid, walaupun pada Salmonella typhi percobaan lain seseorang yang
berkumur dengan air yang mengandung hidup ternyata tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap
awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan karena kekeringan
mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput berwarna putih sampai kecoklatan yang
merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak
hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi dari nasofaring melalui saluran tuba eustachi ke
telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.

-5-
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul selama demam typhoid dapat
dibagi menjadi empat tahap, yaitu: hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan.
Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami gejala
intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Diare dengan gambaran pea soup
merupakan karakteristik yang khas, dijumpai dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu
kedua. Karena respon imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan pada umumnya tidak
terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi aktivasi adenil siklase. Hal ini
menerangkan mengapa pada serotipe invasif tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi
diare seringkali hal ini mendahului fase demam enterik. Penulis lain mengatakan bahwa diare
dapat terjadi oleh karena toksin yang berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E.
coli yang peka terhadap panas.

Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di kanan bawah
daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang dihasilkan pada proses
inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena peregangan kapsul yang
membungkus hati dan limpa karena organ tersebut membesar.

Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan
submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi
tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya menyembuh sendiri
tanpa meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa sehingga
terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi abdomen. Distensi abdomen
ditandai dengan meteorismus atau timpani yang disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja
atau kurangnya tonus pada lapisan otot intestinal atau lambung.

E. Pohon masalah

-6-
F. Patologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp
dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi

-7-
pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan
lambung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam usus penderita dengan lebih senang.
Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan
mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak
Salmonella spp.

Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah.
Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang
terdapat dalam dinding kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler
hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui
empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat dari
pada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan
limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas.

Demam thyfoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan
toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe
abdomen, limpadan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadang-
kadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada
seluruh bagian kolon dan lambung. Pada awal minggu kedua dari penyakit demam thyfoid
terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama
disebabkan oleh pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid
(disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu
ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur
dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus.

Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus
dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa.Pada waktu
kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat
terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan

-8-
perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita
demam thyfoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam thyfoid tidak selalu sesuai
dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam thyfoid yang berat
sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi
yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi
yang berat. Pada serangan demam thyfoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun
perforasi.

Pada stadium akhir dari demam thyfoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman
Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier
penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan
melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
Tromboflebitis, periostitisdan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-
kadang dapat terjadi pada demam thyfoid.

G. Penyebaran Kuman
Penyakit tyfoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus,
lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S typhi masuk ke tubuh manusia
bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan,
urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat).
Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat
kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan
sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ”
menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah
bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-
lain).

Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman S typhi
yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan ataupun minuman yang dicemari.
Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala
sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-

-9-
tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia. Oleh kerana itu, demam thyfoid sering
ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya kurang mengamalkan membasuh tangan
manakala airnya mungkin tercemar dengan sisa kumbahan.Sekali bakteria S. thypi dimakan
atau diminum, ia akan membahagi dan merebak kedalam saluran darah dan badan akan
bertindak balas dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam. Pembuangan najis di
merata-rata tempat dan hinggapan lalat (lipasdan tikus) yang akan menyebabkan demam tifoid.

H. Tanda dan gejala


Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
shock, stupor dan koma.
3. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
4. Nyeri kepala
5. Nyeri perut
6. Kembung
7. Mual, muntah
8. Diare
9. Konstipasi
10. Pusing
11. Nyeri otot
12. Batuk
13. Epistaksis
14. Bradikardi
15. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
16. Hepatomegaly
17. Splenomegaly
18. Meteroismus
19. Gangguan mental berupa somnolen
20. Delirium atau spikosis

- 10 -
21. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru, 2009)

Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada
besar inokulum yang tertelan:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut
berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama
jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat,
batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu
minggu.

Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan
gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai
mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak
seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan
perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam thyfoid dengan
demam enterik, terjadi ruam macula atau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada
hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi
60% menghasilkan organisme Salmonella.

2. Bayi dan balita


Pada balita dengan demam thyfoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan
diagnosis gastroenteritis akut.

3. Neonatus
Demam thyfoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya
berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5ºc. Dapat
terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.

- 11 -
I. Gambaran klasik demam tyfoid (Gejala Khas)
Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang
termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut.
- Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan
penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,
dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah
pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering
dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam
dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.
Ruamkulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah
satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian
hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih
yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada
kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada
infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan
abdomen mengalami distensi.

- Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat Bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu
tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,

- 12 -
merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare
menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran.
Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

- Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
inikomplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak
dariulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak
terus,inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis local
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik
merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam thyfoid pada
minggu ketiga.

- Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat di jumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

- Relaps
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu
yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari
demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

- 13 -
- Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi mengesan
kehadiran bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah
padahari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai
posotif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya
penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer
agglutinin (diatas 1:200) menunjukan diagnosis positif dari infeksi aktif demam thyfoid.
Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga
dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat


lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh
dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis
polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.
Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada
akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena
gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan
gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi,
hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi
karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung
menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan
daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit
yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh
manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga
sembuh sendiri.

J. Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik

- 14 -
2. Komplikasi Ekstra –Intestinal~ Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer
(renjatanseptik), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis
- Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik
- Komplikasi paru : Pneumonia, empiema, dan pleuritis
- Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis~ Komplikasi ginjal
: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
- Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitisdan Artritis
- Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia

K. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan leukopenia
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat terjadi walaupun
tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat
meningkat.SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi hasil negative
tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.

3. Uji Widal.

- 15 -
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi. Pada
uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhi dengan
antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan. Semakin
tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

L. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam thyfoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam thyfoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah – ubah pada waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan

- 16 -
buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.

2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.

3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin adalah
antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces
venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah
anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg
BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86). Thiamfenikol
(Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan
sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg
SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan
sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis
dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-
fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria,
fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan
risiko kematian tinggi terutama pada anak – anak. kotrimoksazol tidak boleh

- 17 -
diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-
sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua
dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk
menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay &
Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli,
H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan
dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan
lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang
baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada
anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis
amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan
badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

M. Penatalaksanaan Non Medis


Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien
Dengan pengukuran suhu secara berkala setiap 4 – 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur
gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik
keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi
berupa rusaknya intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

- 18 -
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar
cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu
tubuh di permukaan tubuh anak.

- 19 -
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TYPOID

A. Pengkajian
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang

bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat febris

remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-

angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada

minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya

berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di samping gejala-gejala tersebut mungkin

terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu

bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada

minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada

anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue), sementara ujung dan

tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa terjadi

konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

- 20 -
3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan

aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada

minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti terhadap

antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif

(Nursalam, 2005).

C. Masalah keperawatan
1. Hipertemia (00007)

Ds: Ibu klien mengatakan anaknya panas

Do:

a) Suhu Tubuh klien lebih dari 36,50C


b) Kulit terasa hangat
c) Kulit terlihat kemerahan
d) Nadi klien lebih normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah
(>140x/menit), dibawah 3tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}
e) Nafas klien lebih normal { anak-anak (>30x/menit), prasekolah (>34x/menit),
dibawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
f) Adanya kejang

2. Kekurangan volume cairan (00027)

- 21 -
Ds:
a) Ibu klien mengatakan anaknya susah minum
b) Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus

Do:

a) Bibir klien terlihat pecah-pecah


b) Mukosa klien kering dan pucat
c) Penurunan tugor kulit
d) Kulit klien terlihat lembab
e) Peningkatan konsentrasi urin
f) Klien terlihat lemas

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh (00002)


Ds:
a) Ibu klien mengatakan anaknya susah makan
b) Klien mengatakan anaknya mengalami muntah
Do:
a) Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina
b) Berat badan klien mengalami penurunan
c) Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
d) Membran mukosa klien pucat
e) Adanya sariawan
f) Klien tanpak menghindari makanan

D. Rencana keperawatan dan Intervensi

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
keperawatan

- 22 -
1. Hipertermia NOC: NIC:
(00007) 1. Hidration Temperature regulation
2. Adherence behavior (pengaturan suhu)
3. Immune status 1. Monitor suhu minimal tiap dua
4. Risk control jam
5. Risk detection 2. Rencanakan monitoring suhu
Kriteria hasil: secara kontinyu
1. Keseimbangan antara 3. Monitor tekanan darah, nadi
produksi panas, panas yang dan respiratory rate
diterima, dan kehilangan 4. Monitor warna dan suhu kulit
panas 5. Monitor tanda-tanda
2. Seimbang antara produksi hipertermi dan hipotermi
panas, panas yang diterima, 6. Tingkatkan intake cairan dan
dan kehilangan panas selama nutrisi
28 hari pertama kehidupan 7. Selimuti pasien untuk
3. Keseimbangan asam basa mencegah hilangnya
bayi baru lahir kehangatan tubuh
4. Temperature stabil : 36,5 – 8. Ajarkan pada orang tua pasien
37,5°C cara mencegah keletihan akibat
5. Tidak ada kejang panas
6. Tidak ada perubahan warna 9. Diskusikan tentang pentingnya
kulit pengaturan suhu dan
7. Pengendalian risiko: kemungkinan efek negative
hipertermia dari kedinginan
8. Pengendalian risiko: 10. Beritahu tentang indikasi
hipotermia terjadinya keletihan dan
9. Pengendalian risiko: proses penanganann emergency yang
menular diperlukan
10. Pengendalian risiko: 11. Ajarkan indikasi dari
paparan sinar matahari hipotermia dan penanganan

- 23 -
yang diperlukan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
diperlukan
2. Kekurangan NOC NIC
volume cairan 1. Fluid balance Fluid management
(00027) 2. Hydration 1. Timbang popok jika perlu
3. Nutritional status: food and 2. Pertahankan catatan intake dan
fluid intake output yang akurat
Kriteria hasil: 3. Monitor status hidrasi
1. Mempertahankan urine (kelembaban membrane
output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat, tekanan
dan berat badan, berat jenis darah ortostatik) jika
urine normal , HT normal diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal 5. Monitor masukan makanan
3. Tidak ada tanda-tanda atau cairan dan hitung intake
dehidrasi, elastisitas turgor kalori harian
kulit baik, membran mukosa 6. Kolaborasikan pemberian
lembab, tidak ada rasa haus cairan IV
yang berlebihan. 7. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
8. Dorong masukan oral
9. Berikan nasogastrik sesuai
output
10. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
11. Tawarkan makanan ringan
(jus buah, buah segar) untuk
anak usia bermain sampai
remaja/dewasa

- 24 -
12. Kolaborasi dengan dokter
apabila diperlukan transfusi
Hypovolemia management
1. Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien atau orang tua
pasien untuk menambah intake
oral
8. Pemberian cairan IV monitor
untuk mengindikasi adanya
tanda dan gejala kelebihan
volume cairan yang diberikan
9. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
3. Ketidakseimban NOC: NIC
gan nutrisi 1. Nutritional status Weight Management (1260)
kurang dari 2. Nutritional status: Food and 1. Bina hubungan dengan
kebutuhan fluid intake keluarga klien
tubuh (00002) 3. Nutritional status: nutrient 2. Jelaskan keluarga klien
intake mengenai pentingnya
4. Weight control pemberian makanan,
penambahan berat badan dan
Kriteria Hasil: kehilagan berat badan
1. Adanya peningkatan berat 3. Jelaskan kelurga klien tentang
badan sesuai dengan tujuan kondisi berat badan klien

- 25 -
2. Berat badan ideal sesuai 4. Jelaskan resiko dari
dengan tinggi badan kekurangan berat badan
3. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan motivasi keluarga
kebutuhan nutrisi klien untuk meningkatkan
4. Tidak ada tanda malnutrisi berat badan klien
5. Menunjukan peningkatan 6. Pantau porsi makan klien
fungsi pengecapan dari 7. Anjurkan klien makan teratur
menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

- 26 -
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut,esofagus,
lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S typhi masuk ke tubuhmanusia
bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella
spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi
pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan
lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalam usus penderita dengan lebih senang.
Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikellimfe yang terdapat di dalam lapisan
mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengancepat untuk menghasilkan lebih banyak
Salmonella spp.

B. Saran
- Demam tyhyfoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik.
- Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman mengenai bagian-
bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat mengetahui cara pencegahan yang
benar.

- 27 -
DAFTAR PUSTAKA

M,Nurs, Nursalam. 2003. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3.Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

- 28 -

Anda mungkin juga menyukai