Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronis ( GGK ) adalah sebuah proses patofisiologis dengan
beragam etiologi, dimana fungsi ginjal melambat secara progresif dan tidak dapat
kembali, sehingga kemampuan tubuh dalam menjaga metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan . Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
uremia atau azotemia . Konsekuensi lebih lanjut yang akan dialami klien dengan gagal
ginjal kronis adalah hiperkalemia karena menurunnya ekskresi , hipertensi karena adanya
retensi cairan dan natrium , perikarditis dan penyakit tulang dan kalsifikasi metastasis
yang disebabkan karena retensi fosfat ( Sutinah & Azhari , 2020 ) . Berdasarkan Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) dari National Kidney Foundation (NKF),
gagal ginjal kronik terjadi ketika Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 yang terjadi lebih dari tiga bulan (Lewis et al., 2014).
Berdasarkan data Riskesdas ( 2018 ) , prevalensi penderita gagal ginjal tahun 2013
sebesar 0,2 % atau 2 per 1000 penduduk dan meningkat menjadi 3,8 % pada tahun 2018.
Proporsi pernah atau sedang cuci darah pada penduduk berumur lebih dari 15 tahun yang
pernah didiagnosa penyakit gagal ginjal kronis sebesar 19,3 % . Selain itu, proporsi cuci
darah pada penderita gagal ginjal kronik diperoleh persentase sebesar 38,7% dimana
paling banyak berada pada wilayah DIY, Bali dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2018).
Menurut Depkes (2017), perawatan penyakit gagal ginjal kronik ini paling banyak
menghabiskan biaya berdasarkan Badan Asuransi Sosial Kesehatan dengan dana yang
dikeluarkan paling banyak kedua setelah penyakit jantung.
Pada pasien gagal ginjal kronis terdapat terapi seperti hemodialisis dan
transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan
sebanyak 2-3 kali seminggu dengan lama waktu 4-5 jam . Hemodialisis bertujuan untuk
mengeluarkan sisa - sisa metabolisme protein dan memperbaiki gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta mengurangi beban kerja di ginjal, hingga akhirnya pasien
dengan gagal ginjal kronis dapat memiliki umur yang panjang. Proses terapi hemodialisis
yang membutuhkan waktu berjam - jam umumnya akan menimbulkan stres fisik dan
kelelahan ( fatigue ) pada pasien.
Fatigue merupakan gejala yang umum terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dan
telah dilaporkan sebesar 89% terjadi pada pasien gagal ginjal kronik (Cabrera et al.,
2017). Fatigue merupakan salah satu gejala yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan energi karena berbagai faktor seperti aktivitas berlebihan, kurang
istirahat, kondisi fisik lemah dan tekanan sehari-hari (Aksoro, 2013). Menurut Wilkinson
dan Ahern (2017), fatigue merupakan rasa letih yang luar biasa yang menyebabkan
penurunan aktivitas kerja secara fisik dan mental. Pada pasien stadium lanjut,
fatiguemerupakan gejala yang paling sering dirasakan. Hal yang umum dirasakan adalah
hilangnya energi, kelelahan dan hilangnya motivasi dan konsentrasi serta kegelisahan
(Hinkle & Cheever, 2018).
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan fatigue pada pasien dengan
hemodialisis adalah uremia, anemia, malnutrisi, depresi dan aktivitas fisik yang kurang.
Kondisi uremia ini mampu menyebabkan perubahan pada sistem gastrointestinal seperti
mual dan muntah karena edema dan iritasi akibat uremik halitosis ketika urea dalam
darah diubah menjadi amonia serta anoreksia (Dewit et al., 2017). Pada penelitian
Djamaludin et al., (2021), responden mengalami fatigue pada level yang bervariasi yang
disebabkan oleh kondisi uremia dan anemia dengan rata-rata hemoglobin 9 g/dl serta
intake nutrisi yang kurang karena mual dan muntah akibat uremia. Kondisi fatigue
tersebut menyebabkan penurunan kemampuan pasien dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari. Secara klinis, pasien gagal ginjal kronik mengalami anemia akibat dari
gangguan sintesis hormon eritropoietin sehingga respon tubuh akan mengalami kelelahan
yang ekstrem (fatigue) serta mengakibatkan jantung bekerja keras untuk mensuplai
oksigen yang dibutuhkan tubuh (Lote, 2012). Menurut Hidayat et al., (2016), ketika
terjadi anemia, apabila respon tubuh abnormal maka pasien akan mengalami serangkaian
gejala berupa lemah, letih dan lesu yang merupakan gejala dari fatigue.
Menurut Syahfitri ( 2020 ) , fatigue memiliki prevalensi yang tinggi pada populasi
pasien hemodialisis . Angka keluhan pasien yang mengalami kelelahan sebanyak 60-97 %
dengan kelelahan yang dirasakan meliputi mental dan fisik dalam jangka waktu lama
yang tidak bisa hilang meski beristirahat . Kelelahan yang terjadi pasien mengakibatkan
dampak negatif yaitu gangguan psikologis , fisik dan sosial . Prevalensi kelelahan
berkisar dari 42 % sampai 3 dengan 89 % sesuai dengan pengobatan dan instrumen
pengukuran yang digunakan . Penelitian dari Sitorus ( 2020 ) , menunjukkan sebanyak 3
responden ( 6,3 % ) merasakan kelelahan ringan , 13 responden ( 27,1 % ) merasakan
kelelahan sedang dan 32 responden merasakan kelelahan berat sesudah menjalani
hemodialisa di RS Bhayangkara Tebing Tinggi . Sedangkan penelitian dari Nandikasari
( 2020 ) diperoleh responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
Tidar Kota Magelang sebagian besar mengalami fatigue tingkat kategori mild dan
moderate yaitu masing - masing sebanyak 7 orang ( 43,8 % ) . Hal ini sesuai dengan
penelitian Suparti & Nurjanah ( 2018 ) bahwa sebagian besar responden mengalami
tingkat fatigue sedang ( 67 % ) diikuti fatigue ringan dan berat ( 16,5 % ) .
Banyak intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi fatigue, salah satunya
adalah terapi slow deep breathing. Slow deep breathing merupakan terapi relaksasi
dimana pernapasan diatur secara lambat dan dalam yang disadari. Terapi ini adalah
bagian dari holistic self-care yang mampu mengatasi berbagai keluhan diantaranya yaitu
fatigue. Slow deep breathing akan menstimulasi sistem saraf parasimpatik untuk
meningkatkan produksi hormon endorfin, menurunkan heart rate, meningkatkan ekspansi
paru-paru agar dapat mengembang maksimal serta membuat otot-otot menjadi rileks
(Hinkle & Cheever, 2018). Slow deep breathing adalah pernapasan abdomen yang
dilakukan dengan frekuensi lambat, berirama dan nyaman dilakukan dengan
memejamkan mata. Teknik pernapasan ini dilakukan kurang dari 10 kali per menit
dengan fase ekspirasi yang panjang. Pernapasan menggunakan teknik ini dapat membuat
tubuh mendapatkan oksigen yang adekuat. Oksigen akan mengalir melalui pembuluh
darah serta seluruh jaringan tubuh, meningkatkan metabolisme, membuang sisa-sisa
metabolisme yang tidak digunakan dan memproduksi energi untuk memaksimalkan
jumlah oksigen yang kemudian akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh sehingga tubuh
dapat memproduksi energi dan menurunkan tingkat fatigue (Pertiwi & Prihati, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah dan PH (2021), menunjukkan hasil
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada skor fatigue sebelum dan setelah
dilakukan terapi slow deep breathing (p value 0,000). Penelitian lain oleh Pertiwidan
Prihati (2020), juga menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada tingkat fatigue pasien
gagal ginjal kronik di RS Roemani Muhammadiyah Semarang yang awalnya mengalami
fatigue sedang menjadi fatigue ringan setelah diberikan terapi slow deep breathing.

B. Tujuan

Untuk melakukan telaah jurnal tentang slow deep breathing berpengaruh terhadap
fatigue pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis agar bisa
dijadikan standar operasional asuhan keperawatan.
C. Manfaat

Telaah jurnal ini dapat dijadikan informasi bagi perawat untuk menerapkan slow
deep breathing terhadap fatigue pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penerapan terapi slow deep breathing dapat menurunkan tingkat keletihan
pada pasien hemodialisis yang menderita gagal ginjal kronis. Terapi slow deep
breathing dapat dengan mudah dipelajari oleh perawat dan pasien, dan dapat
dilakukan secara mandiri oleh pasien , tidak harus dalam pengawasan tenaga
medis mengingat napas dalam tidak memiliki efek samping yang berbahaya.
Terapi ini juga berbiaya rendah, sehingga pasien bisa memanfaatkannya. Teknik
slow deep breathing dapat menurunkan stres oksidatif, meningkatkan elastisitas
pembuluh darah dan meningkatkan sirkulasi ke seluruh jaringan tubuh.
Meningkatnya energi sel akan menghasilkan energi bagi tubuh, sehingga akhirnya
dapat menurunkan dan mengatasi kelelahan.

B. Saran
Perawat dapat mengajarkan dan menggunakan terapi slow deep breathing
terhadap fatigue pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis agar bisa dijadikan standar operasional asuhan keperawatan terkini.

Daftar Pustaka

Sutinah, S., & Azhari, R. 2020. The Effects of Relaxation Breathing on Fatigue in Patients
with Chronic Kidney Disease Undergoing Hemodialysis. Malahayati International
Journal of Nursing and Health Science, 3(1), 15–21.
Lewis, S., Dirksen, S., Heitkemper, M., & Bucher, L. 2014. Medical-Surgical Nursing:
Assessment And Management Of Clinical Problems (9th ed.). St. Louis, Missouri:
Elsevier Inc.

Cabrera, V. J., Hansson, J., Kliger, A. S., & Finkelstein, F. O. 2017. Symptom Management
of the Patient with CKD: The Role of Dialysis. Clinical Journal of the American
Society of Nephrology, 12(4), 687–693.

Aksoro. 2013. Bebas Kelelahan. Yogyakarta: Kanisius.

Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. 2018. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing (14th ed.). Wolters Kluwer.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. 2017. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

DeWit, S. C., Stromberg, H. K., & Dallred, C. V. 2017. Medical-Surgical Nursing: Concepts
and Practice (3rd ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier, Inc

Lote, C. J. 2012. Principles of Renal Physiology (5th ed.). New York: Springer.
https://doi.org/10.1097/00024382-200115010-00015

Hidayat, R., Azmi, S., & Pertiwi, D. 2016. Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M
Djamil Padang Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3), 546–550.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.574

Hasanah, U., & PH, L. 2021. Slow Deep Breathing Berpengaruh Terhadap Fatigue Pada
Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Ilmiah
Permas: Jurnal Ilmiah Stikes Kendal, 11(1), 143–148. Retrieved from
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM%0ASLOW

Anda mungkin juga menyukai