FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dalam tubuh dengan etiologi
yang berbagai macam, dimana hal ini dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang tidak
dapat kembali seperti semula dan progresif dimana tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan kadar urea yang
tinggi dalam tubuh, dan menjadi racun tersendiri dalam tubuh (Black & Hawk dalam Nurudin
& Sulistyaningsih, 2018). Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir yang
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan tingginya kadar ureum darah yang
Penyakit gagal ginjal kronik telah menjadi penyebab kematian 850.000 orang setiap
tahunnya. angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit gagal Ginjal Kronik (GGK)
Menurut data RISKESDAS didapatkan bahwa angka kejadian gagal Ginjak Kronik (GGK) di
Indonesia yaitu sebesar 0,38% , yaitu dari 252.124.458 jiwa penduduk di Indonesia, terdapat
713,783 jiwa yang menderita penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia (RISKESDAS, 2018).
Pasien yang mengalami gagal ginjal kronik akan menunjukkan gejala seperti terjadinya
penurunan lemak tubuh, retensi urin air dalam jaringan, perubahan warna kulit tubuh, mual
muntah,kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, dan juga adanya penumpukan zat yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Gagal ginjal kronik dikenal juga sebagai silent disease karena
seringkali tidak menunjukkan tanda – tanda peringatan dan jika tidak terdeteksi, penyakit ini
akan memperburuk kondisi dari waktu ke waktu (Hadrianti, Yarlitasari, & Ruslinawati, 2018).
Penderita gagal ginjal kronik mengalami kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan
3
produk sisa dari darah dan sel tubuh dan mengekresikannya kedalam urine sehingga
diperlukan terapi pengganti ginjal atau dialisis (Salamah, Hasanah, & Dewi, 2022).
Pasien dengan gagal ginjal kronik memerlukan renal replacmenent therapy untuk
memperpanjang hidup (Teuku Yasir, Firly, & Wahyu, 2020). Terapi penggantian ginjal dapat
berupa hemodialisis, peritoneal dialysis (perawatan yang dapat dilakukan dirumah) dan
transplantasi ginjal. Hemodialisis adalah proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi jangka
panjang atau permanen. Sementara itu bagi penderita penyakit gagal ginjal kronik,
hemodialisis bukan untuk memulihkan penyakit ginjal, hemodialisis merupakan terapi cuci
darah diluar tubuh yang merupakan metode yang lebih cepat, efisien dan peritoneal untuk
membuang urea serta toksin lain (Puspitaningrum, Kebidanan, Mitra, & Kematian, 2018).
Hemodialisa bukan digunakan untuk menyembuhkan pasien gagal ginjal kronik, melainkan
hanya untuk memperpanjang harapan hidup dengan tujuan untuk mengganti fungsi ginjal yang
Hemodialisis diberikan kepada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir atau pasien
gagal ginjal kronis yang memerlukan dialisis jangka pendek. Hemodialisis dapat dilakukan
dengan tujuan untuk mencegah kematian, namun tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal,
selain itu hemodialisis juga tidak dapat mengkompensasi hilangnya metabolisme ginjal atau
aktivitas endokrin. Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal
buatan (dialyzer) yang terdiri dari dua kompartemen darah yang terdiri dari membrane
diisi dengan kompartemen bebas pirogen, yang mengandung larutan dengan komponen
4
elektrolit yang mirip dengan serum normal, dan tidak mengandung residu metabolism
nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah lalu akan mengalami perubahan konsentrasi
karena zat terlarut berpindah dari yang konsentrasinya tinggi ke rendah, darah yang terpisah
lalu akan mengalami perubahan konsentrasi sehingga konsentrasi zat terlarut didua
keram otot. Komplikasi ini memberikan stressor fisiologis kepada penderita gagal ginjal
kronik, selain mendapatkan stressor fisiologis, penderita gagal ginjal kronik juga mengalami
stressor psikologis. Stressor psikologis yang dialami yang dialami diantaranya adalah
penurunan kehidupan sosial, pembatasan waktu dan masalah faktor ekonomi (Mait,
Pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodilisa akan mengalami
kecemasan yang disebabkan oleh berbagai stressor, seperti pengalaman nyeri pada daerah
penusukan saat akan memulai hemodialisa, juga ketakutan terhadap kematian. Pasien yang
menjalani hemodialisa biasanya memiliki respon yang berbeda – beda terhadap hemodialisa
yang dialaminya, contohnya cemas disebkan karena oleh krisis situasional, ancaman kematian
dan tidak mengetahui hasil akhir dari terapi yang dilakukan. Pasien juga dihadapkan pada
Pasien gagal ginjal menjalani hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam untuk
dialisa setiap minggunya, dengan setidaknya paling sedikit 3-4 jam tiap kali terapi. Pasien
mengalami perubahan dari berbagai aspek kehidupan yang memicu stressor dalam
stressor yang menjadi ancaman timbulnya sebuah kecemasan. Kecemasan akan seseorang
5
yang tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dialaminya. Kecemasan yang tidak
ditangani secara tepat akan menimbulkan dampak di berbagai aspek kehidupan mulai dari
fisiologis, kebiasaan, kognitif dan afektif seseorang (Purnami, Rahayu, Dira, & Daryaswanti,
2022).
Stressor yang menyebabkan cemas pada pasien yang menjalani hemodialisa cenderung
menetap. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Karena stressor yang dialami cenderung
menetap jadi diperlukan strategi yang efektif untuk mengurangi kecemasan pada pasien yang
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengatasi stress dan kecemasan
termasuk pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Terapi yang diberikan yaitu dapa
berupa terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Kecemasan yang dialami pasien akan
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien termasuk kualitas tidur klien. Klien dengan
penyakit gagal ginjal kronik sering dihadapkan dengan berbagai macam komplikasi seiring
dengan penyakit yang diderita dimana komplikasi tersebut bisa berdampak pada menurunnya
kualitas hidup pasien (Natashia, Irawati, & Hidayat, 2020). Hemodialisis meskipun lebih
banyak kesempatan hidup kepada pasien, tetapi mengetahui jika hidupnya bergantung pada
mesin dan juga penyesuaian kondisi ketika sakit memberikan ketegangan pada pasien
(Damanik, 2020).
Pasien yang membutuhkan kemodialisis jangka panjang sering khawatir tentang gejala
dan juga penyakitnya yang tidak dapat diprediksi. Dari penelitian yang dilakukan pada pasien
gagal ginjal kronik menunjukkan 183 pasien (100%) mengalami kecemasan (Kamil, Agustina,
& Wahid, 2018). Kecemasan yang dialami oleh seseorang disebabkan karena adanya ancaman
terhadap integritas fisik berkaitan dengan penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari - hari dan integritas sistem tubuh yang melibatkan kerusakan pada identitas seseorang,
6
harga diri da fungsi sosial terintegrasi. Kecemasan yang tidak ditangani dengan baik akan
ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas sehari – hari dan juga adanya perasaan takut
pasien dengan tingkat kecemasan berat sampai panik, sedangkan terapi relaksasi bisa
diberikan kepada pasien dengan tingkat kecemasan ringan sapmpai sedang. Salah satu cara
untuk mengatasi kecemasan adalah dengan memberikan terapi teknik relaksasi napas dalam.
Latihan teknik relaksasi napas dalam adalah tindakan yang dilakukan dengan cara ekspansi
maksimal secara kontinu Latihan napas dalam memiliki banyak manfaat diantaranya mudah
dilakukan secara mandiri, tidak memerlukan biaya dan juga praktis (Sukandar & Mustikasari,
2021).
Manfaat lain yang diperoleh dari latihan relaksasi tarik napas dalam adalah
menghilangkan pola akfivita otot pernapasan yang tidak efektif dan tidak terkoordinasi,
menjadi lebih lambat, santai dan ritmis, hal ini membantu dalam mengendalikan kecemasan
yang terjadi. Teknik relaksasi nafas dalam mampu menekan saraf simpatis (Rokawie, Sulastri,
& Anita, 2017). Teknik relaksasi napas dalam yang menekan saraf parasimpatis untuk
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2020) didapatkan bahwa teknik
relaksasi napas dalam adalah metode non farmakologis yang efektif untuk mengurangi
kecemasan. Selain itu, latihan teknik relaksasi napas dalam ini memiliki efek positif pada
pasien dan juga fungsi psikologis. Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan dengan teratur
7
dan benar akan menghilangkan ketegangan saat mengalami kecemasan. Selain itu tubuh juga
menjadi lebih rileks. Teknik relaksasi napas dalam juga memiliki manfaat lain yaitu
menyebabkan perubahan hemodinamik dilihat dari adanya penurunan tekanan darah dan
frekuensi nadi. Metode ini juga hemat biaya dan tidak memiliki efek samping (Anisah &
Maliya, 2021).
Oleh karena itu, berdasarkan pembahasan diatas peneliti tertarik untuk menulis laporan
ilmiah akhir tentang asuhan keperawatan pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa dengan penerapan terapi teknik nafas dalam untuk menurunkan kecemasan di
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis hasil pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas dalam dalam
b. Menganalisis diagnosa keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas dalam dalam
c. Menganalisis rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas dalam
dalam menurunkan kecemasan di ruang Interne Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang
8
kronik yang menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas
dalam dalam menurunkan kecemasan di ruang Interne Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang
e. Menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas dalam dalam
Hasil dari karya ilmiah akhir ini diharapkan menjadi referensi dalam upaya
kronik yang menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas
dalam dalam menurunkan kecemasan di ruang Interne Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Hasil dari karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam
pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas dalam
dalam menurunkan kecemasan di ruang Interne Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang
Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan
dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa dengan penerapan terapi teknik relaksasi nafas
9
dalam dalam menurunkan kecemasan di ruang Interne Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang
10
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Definisi
Gagal ginjal adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal
secara mendadak. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu lagi mengangkut
sampah metabolik tubuh atau tidak lagi mampu melakukan fungsi seperti biasanya.
Suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urine menjadi menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskreasi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan elektrolit dan juga asam basa (Harmilah, 2020). Gagal ginjal
kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang berbagai macam, yang
yang terus meningkat, selain itu pengobatan yang dijalani oleh orang yang menderita
gagal ginjal kronik merupakan pengobatan yang mahal dan harus dijalani seumur
hidup. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada pendeirta gagal ginjal terminal.
Tindakan ini juga disebut sebagai terapi pengganti ginjal karena tindakan ini berfungsi
hemodialisis dan peritoneal dyalsisis (metode cuci darah yang dilakukan lewat perut)
dan hemodialisis (terapi cuci darah diluar tubuh), diantara kedua jenis tersebut yang
menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum bagi penderita gagal ginjal
Fungsi Ginjal
urine yang encer dalam jumlah yang besar. Kekurangan air (kelebihan
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terjadi pemasukan dan pengeluaran
yang tidak normaldari ion – ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau
sekrei ion – ion yang penting seperti natrium, kalium, klorida dan fosfat.
d) Ekskresi sisa – sisa metabolism makanan (ureum, asam urat dan kreatinin)
Bahan – bahan yang diekskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,
(peptisida)
Klasifikasi
2) asimtomatik
2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif, dengan
dan anem.Gagal ginjal kronis disebabkan oleh beberapa hal yaitu riwayat penyakit
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal
kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus, pertambahan usia, ada riwayat penyakit
gagal ginjal kronik, obesitas, penyakit kardiovaskular, berat lahir rendah, penyakit
autoimun, keracunan obat, infeksi sistemik, infeksi saluran kemih dan penyakit ginjal
1. Glomerulonefritis
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
2. Diabetes Melitus
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan gagal ginjal kronis dapat terjadi karena Nefropati diabetic (ND). Nefropatik
Diabetik (ND) merupakan komplikasi penyakit diabetes melitus yang termasuk dalam
komplikasi mikrovaskular, yaitu komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah halus
(kecil). Tingginya kadar gula dalam darah akan membuat struktur ginjal berubah
14
Adi, 2019).
3. Hipertensi
seseorang dengan hipertensi mempunyai kemungkinan untuk sakit gagal ginjal kronis
15-20% lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak hipertensi. Penyakit ginjal
vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut maupun kronis
4. Ginjal Plikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
ksita-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh
karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Jadi ginjal polikistik merupakan kelinan genetik yang paling sering didapatkan. Nama
lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult
polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia
diatas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil,
Tanda dan gejala penyakit gagal ginjal kronik bisa dilihat dari berbagai sistem
hypokalsemia, hyperphospatemia.
jumlah leukosit.
mual, muntah, cegukan, penurunan penghasilan saliva, haus, rasa kecap logam
pada mulut, kehilangan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonis,
rambut, kuku rapuh, warna kulit abu-abu hipermigmentasi, kulit kering, bersisik
kulit tipis dan rapuh, kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang kaki, dan
pada orang lain, kelemahan, keletihan, kejang, rasa panas pada tungkai, perubahan
tingkat kesadaran.
16
kemandulan.
nocturia.
10. Gangguan tidur Pasien gagal ginjal tahap akhir sering mengalami uremia akibat
dan menyebabkan restless leg syndrome. Restless leg syndrome merupakan salah
satu bentuk gangguan tidur dan penyebab imsonia pada pasien. Pesien penyakit
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sering mengalami gangguan tidur berupa
kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini
2.4 Patofisiologi
yang beragam dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif (Anak et al.,
2022). Ketika ginjal kehilangan fungsinya oleh sebab apapun, nefron yang masih utuh
akan mencoba untuk mempertahankan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal.
Keadaan ini akan berdampak pada nefron yang tersisa harus bekerja melebihi
fungsi ginjal. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh badan kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsobsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun filtrasi glomerulus untuk seluruh masa nefron yang terdapat pada ginjal
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga pada tingkat dimana fungsi ginjal
17
yang sangat rendah. jika sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan
filtrasi dan beban setiap nefron tinggi sehingga keseimbangan tubulas glomerulus tidak
Pada tahap – tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik yang terjadi
dahulu adalah penrurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40-75%), pada tahap ini
hal yang terjadi pada tubuh penderita adalah sekitar 40-75%nefron tidak berfungsi, laju
filtrasi glomerulus 40-50% normal, BUN dan kreatinin serum masih normal serta
pasien asimtomatik.Selanjutnya gagal ginjal dengan faal ginjal kurang dari 10%,
beberapa hal yang terjadi diantaranya laju filtrasi glomerulus 10-20% normal. BUN
Tahap selanjutnya jika sudah lebih dari 85% nefron tidak berfungsi, laju filtrasi
glomerulus kurang dari 10% normal,BUN dan kreatinin tinggi, anemia, azotemia dan
asidosis metabolic, berat jenis urine tetap 1,010, oliguria dan gejala gagal ginjal. Pada
stadium akhir dimana kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. NIlai GFR 10%
dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10ml/menit, bahkan kurang dari
jumlah tersebut. Selain itu terjadi peningkatan kreatinin serum dan BUN secara
mencolok.Pada stadium akhir penyakit gagal ginjal, penderita tidak akan sanggup
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Pada tahap ini
kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal inilah penderita sudah harus
2.5 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis Gagal Ginjal Kronik menurut Kowalak, dkk (2017) adalah :
18
6) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium asetat,
alumunium hidroksida.
9) Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet
Cell/PRC.
13) Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
5) Melaksanakan program diet yang sesuai untuk menjamin masukan nutrisi yang
perawatan diri.
8) Memberikan dukungan emosi yang besar untuk pasien dan keluarga yang
9) Memberikan penjelasan dan juga informasu kepada pasien dan juga keluarga
1. Pengertian
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan dan
fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non
epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung, penurunan tekanan darah,
untuk memberikan rasa nyaman dan rileks pada pasien, dapat mengurangi intensitas
nyeri, serta dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah
(Utami, 2016).
Menurut Nurjanah & Yuniartika, 2020 teknik relaksasi napas dalam yang baik
dan benar akan memberikan efek yang penting bagi tubuh, efek tersebut antara lain:
20
b. Duduklah di kursi dengan sandaran punggung yang baik dengan kaki tetap
berada di lantai atau posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan
d. Hirup dan hembuskan napas dengan perlahan dan lembut sehingga perut naik
dan turun.
g. Hembuskan napas perlahan dan stabil, sambil mengendurkan semua otot, dan
h. Ulangi urutan sebanyak yang Anda inginkan, selalu lakukan dengan perlahan,
tanpa tegang.
seluruh bagian tubuh, rasakan setiap tarikan napas, rasakan perubahan-perubahan yang
21
masalah yang ada harus dilupakan sejenak. Tidak sulit untuk mendapatkan manfaat
istimewa dari latihan pernapasan. Cukup dengan melakukan pernapasan dalam secara
bebas. Penuhi paru-paru dengan udara hingga dada terasa mengembang, kemudian
hembuskan napas secara perlahan. Hal ini bisa dilakukan sebagai kegiatan rutin pada
a. Identitas
Mengkaji data inti yang meliputi : nama pasien, usia, jenis kelamin, alamat, jam
dan tanggal masuk rumah sakit,tanggal pengkajian nomor rekam medis, diagnosa
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan saat masuk rumah sakit adalah alasan yang membuat pasien datang ke
rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal, keparahan kondisi bergantung pada seberapa
parahnya kerusakan ginjal, kondisi yang mendasari dan usia pasien. Pada pasien
gagal ginjal kronis biasanya mengeluhkan mual dan muntah, gatal – gatal pada
kulit, pucat, volume urine yang sedikit, merasakan lemah, nafas berbau, bengkak
Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya mengeluhkan mual, muntah, gatal
apakah pasien pernah mengalami trauma pada ginjal, infeksi saluran kemih. Pada
pasien gagal ginjal kronik biasanya memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus
dan hipertensi, kaji berapa lama pasien menderita Diabetes Melitus dan hipertensi,
sebelumnya.
5) Riwayat Psikososial
Pasien menyadari akan penyakitnya, akan mencari tahu tentang penyakit yang
melakukan penanganan yang tepat. Selain itu kaji riwayat alergi dan jenis obat
Pada pasien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami peningkatan berat
badan yang cepat dikarenakan adanya cairan yang tertahan dalam tubuh. Namun
jika pasien mengalami penurunan berat badan maka perlu dikaji adanya mual,
muntah, anoreksia, intake cairan yang tidak adekuat, nyeri ulu hati, adanya rasa
3) Pola Eliminasi
23
pada pola eliminasi bisa dilihat adanya penurunan frekuensi urine, oliguria
(produksi urin yang sedikit), anuria (gagal tahap lanjut), abdomen yang kembung,
diare, konstipasi, perubahan pada warna urine seperti kuning pekat dan merah.
Timbulnya rasa kelemahan yang ekstrim, malaise dan keterbatasan gerak sendi.
Menilai pola istirahat dan tidur pasien dengan cara melihat apakah pasien
Adanya perasaan panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan
yang memburuk pada malam hari, mudah terdistraksi, gelisah, penglihatan kabur.
Melihat apakah pasien memiliki perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan,
berdaya, taka da harapan, masalah finansial dan hubungan yang taka ada kekuatan
Mengkaji agama dan kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarganya,
yang harus dipatuhi oleh pasien sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya.
d. Pemeriksaan Fisik
lengan atas.
4) Tanda – tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu tubuh meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi yang sama, sehingga
5) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah, mata berair, penglihatan kabur, edema
d) Mulut : sariawan atau ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,
7) Ekstremitas
Capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
8) Kulit
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8
gr
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
f) Kalsium menurun
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologic
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
masa
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar
kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal.
b) Perubahan dalam keluarga b.d perubahan tanggung jawab peran akibat terapi
(L.01004) (I.01012)
Kriteria Hasil Tindakan :
a.Ventilasi semenit dapat a.Observasi
meningkat Monitor pola napas
b.Kapasitas vital dapat (frekuensi,
meningkat kedalaman, usaha
c.Diameter thoraks napas0
anterior – posterior dapat Monitor bunyi napas
meningkat tambahan
d. Tekanan ekspirasi dapat (mis.gurgling, mengi,
meningkat wheezing, ronkhi
e. Tekanan inspirasi dapat kering)
menngkat monitor sputum
f. Dispnea dapat menurun (jumlah, warna,
g. Penggunaan otot bantu aroma)
nafas dapat menurun b.Terapeutik
h. Pemanjangan fase pertahankan
ekspirasi dapat menurun kepatenan jalan napas
i. Ortopnea dapat dengan head-tilt dan
menurun chin-lift (jaw – thrust
j. Pernapasan pursed – lip jika curiga trauma
dapat menurun servikal0
k. Pernapasan cuping posisikan semi fowler
hidung dapat menurun atau fowler
l. Frekuensi napas dapat berikan minuman
membaik hangat
m. Kedalaman napas
lakukan fisioterapi
dapat membaik
dada, jika perlu
n. Ekskursi dada dapat
lakukan pengisapan
membaik
lendir kurang dari 15
detik
berikan oksigen,jika
perlu
c.Edukasi
anjurkan asupan
cairan 200ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
ajarkan teknik batuk
efektif
d. Kolaborasi
kolaborasi pemberian
bronkodilator,
30
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Hipervolemia (D.0022) Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
(L.05020) (I.03114)
Kriteria Hasil : a.Observasi
a.Asupan cairan dapat Periksa tanda gejala
meningkat hipervolemia
b.Keluaran urine dapat (mis.ortopnea,
meningkat dyspnea, edema,
c.Kelembapan membrane JVP/CVP meningkat,
mukosa dapat meningkat suara napas
d.Asupan makanan dapat tambahan)
meningkat Identifikasi penyebab
e.Edema dapat menurun hypervolemia
f.Dehidrasi dapat Monitor status
menurun hemodinamik (mis.
g. Asites dapat menurun frekuensi jantung,
h. Konfusi dapat menurun tekanan darah)
i. Tekanan darah dapat Monitor intake dan
membaik output cairan
j. Denyut nadi radial dapat Monitor tanda
membaik hemokonsentrasi
k. Tekanan arteri rata-rata (mis. kadar natrium,
dapat membaik BUN,
l. Membran mukosa dapat hematocrit,berat jenis
membaik urine)
m. Mata cekung dapat Monitor tanda
membaik peningkatan tekanan
n. Turgor kulit dapat onkolitik plasma
membaik (mis. kadar protein
o. Berat badan dapat dan albumin
membaik meningkat)
Monitor kecepatan
infus secara ketat
Monitor efek
samping diuretic (mis.
hipotensi
ortortostatik,
hipovolemia,
hypokalemia,
hiponatremia)
b.Terapeutik
Timbang berat badan
31
lingkungan (mis:
pencahayaan,
kebisingan, suhu,
matras dan tempat
tidur)
Batasi waktu tidur
siang, jika perlu
Fasilitasi
menghilangkan stress
sebelum tidur
Tetapkan jadwal tidur
rutin
Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
(mis:pijat, pengaturan
posisi)
Sesuaikan jadwal
pemberian obat
dan/atau tindakan
untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
c.Edukasi
Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu
tidur
Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi
lainnya
33
2.8 Pengantar
kesehatan yang berkualitas tinggi dan telah diakui secara internasional sebagai
pendekatan problem solving yang ideal serta menekankan pada penerapan penelitian
perawatan kesehatan yang lebih baik. EBN merupakan landasan praktik praktik
menekankan bahwa layanan kesehatan dan sosial harus didasarkan pada bukti
Pelaksanaan EBN teknik relaksasi nafas dalam pada pasien gagal ginjal kronik
a. Identifikasi Masalah
Dari fenomena yang didapat pada pasien dengan gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa maka pernyataan klinis yang muncul adalah “apakah penerapan
teknik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi kecemasan pasien gagal ginjal kronik”
1) Population (P) adalah pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa
34
intervensi
4) Outcome (O), dengan pemberian terapi teknik relaksasi nafas dalam dapat
nafas dalam,gagal ginjal kronis, hemodialisa. Dari hasil kata kunci yang didapat,
dilakukan pencarian jurnal di search engine google scholar. Dari hasil pencarian jurnal
didapatlah jurnal “Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Kecemasan Pada Pasien
nafas dalam terhadap penurunan kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa. Salah
waktu selama 15-30 menit untuk melakukan teknik relaksasi dafas dalam. Penelitian
dilakukan pretest menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) untuk melihat
relaksasi otot progresif, namun latihan teknik relaksasi otot progresif hanya dilakukan
satu kali saja. DIdapatkan hasil bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan
dilakukan oleh Puspitasari, 2021 yang melakukan penelitian pada 35 orang pasien yang
dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, didapatkan hasil penurunan kecemasan
pasien, namun pada jurnal tidak dijelaskan berapa lama waktu yang digunakan untuk
teknik relaksasi nafas dalam, penelitian dilakukan pada 15 orang kelompok kontrol,
setelah dilakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam selama 10-20 menit selama
tiga hari.
c.Telaah Jurnal
equivalent control group pre test and post test design Pada penelitian ini melibatkan 30
dengan kesadaran compos mentis, pasien dengan diagnosa utama gagal ginjal kronik,
responden dengan tingkat kecemasan ringan sampai sedang dan pasien dengan usia
lebih 18 tahun. Pada pasien kelompok intervensi diberikan teknik relaksasi nafas dalam
selama 10-20 menit, dan pada kelompok control diberikan leaflet mengenai relaksasi
nafas dalam. Pasien diberikan latihan teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan
selama tiga hari dengan frekuensi dua kali dalam satu hari, selanjutnya dilakukan
meliputi wawancara, observasi, catatan individu, catatan rekam medis, dan perawatan.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk melihat masalah keperawatan yang
dialami pasien dan juga meninjau keefektifan intervensi yang telah dilakukan untuk
kelompok yang diberikan terapi teknik relaksasi nafas dalam selama 10-20 menit
2.10 Prosedur
c. Anjurkan klien untuk relaksasi semua otot secara dalam, mulai dari kaki
dilakukan pada waktu kita kesulitan untuk memulai tidur. Memang sulit
produk eritopoitin turun Gagal Ginjal Kronik GFR menurun, ureum naik
anemia
mual, muntah
Dialisat tidak mampu menarik cairan tubuh
bengkak seluruh tubuh, edema paru, efusi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
kelebihan volume cairan
perikarditis
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Ny. E seorang pasien berusia 45 tahun datang ke RSUD Dr. M. Djamil Padang
pemasangan selang CDL, saat datang kerumah sakit pada tanggal 27 Maret 2022
pasien mengalami demam dengan suhu 390C. Pasien memiliki riwayat Diabetes
Melitus Tipe II sejak Desember 2021. Pengkajian pada pasien dilakukan pada
2. Data Dasar
Kesadaran: Composmentis
Nyeri: Ada
Diagnosis Medis: CKD (gagal ginjal kronik) stage V yang menjalani hemodialisa,
HAP, Anemia
1. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama :
Pasien masuk rumah sakit sejak 27 Maret 2022 dengan keluhan demam sejak
Pada saat pengkajian tanggal 29 Maret 2022 pasien mengeluh sesak napas,
merasa nyeri di ulu hati. dibagian leher yang terpasang CDL sampai kebelakang
39
punggung dengan skala nyeri 3. pasien mengeluh mual dan batuk tidak berdahak.
Pasien menderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, pasien mengeluh
tidak bisa tidur dan sering terbangun pada malam hari. Pasien juga menderita
Pasien menderita gagal ginjal kronik dan rutin menjalani hemodialisa sejak
awal tahun 2022, pasien sudah menderita penyakit DM sejak bulan Desember 2021
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama seperti pasien. Keluarga juga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
Genogram
X X
X X
Ket:
: Perempuan : serumah
: Laki-laki : Pasien
X : Meninggal
40
Pasien mengatakan tidak menyangka akan menderita penyakit Diabetes Melitus dan
ginjal yang mengharuskannya unruk melakukan hemodialisa secara rutin, karena tidak
memiliki keturunan yang menderita penyakit ini. sebelumnya Pasien mengatakan merasa
cemas setiap akan menjalani hemodialisa, namun pasien percaya dengan rutin melakukan
hemodialisa kesehatannya tidak akan bertambah buruk. Keluarga pasien dan pasien
mengetahui jika pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis memiliki ginjal yang tidak
berfungsi dengan normal lagi dan harus rutin melaksanakan hemodialisa seumur
hidupnya, pasien rutin menggunakan insulin untuk penyakit Diabetes Melitusnya. tidak
memiliki riwayat merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat - obatan, pasien tidak
memiliki alergi. Pasien agak kesulitan membatasi minum sesuai instruksi dokter, karena
pasien sudah terbiasa mengkonsumsi banyak air putih sebelumnya karena sering merasa
haus.
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
Sebelum dirawat di rumah sakit, pasien sudah mengatur makananya, dengan tidak
makan secara berlebihan dan pasien terkadang menjadi kurang nafsu makan karena
dalam wakru satu bulan, IMT pasien saat ini 24,5 (normal). nafsu makan pasien agak
kepadanya dan asupan nutrisi diberikan melalui oral, pasien tidak memiliki kesulitan
dalam menelan, pasien tidak memiliki alergi makanan. Adapun gambaran pola konsumsi
Pasien mengatakan bahwa sebelum sakit biasanya pasien BAB rutin satu kali sehari,
biasanya di pagi hari, konsistensi biasa, pasien jarang mengalami konstipasi, tidak ada
riwayat hemoroid, pasien mengatakan BAK nya menjadi seidikit sejak tiga bulan terakhir.
Sebelum sakit biasanya pasien BAK 5-6 kali dalam sehari, warna kuning jernih.
input cairan :
minum : 700 cc
Output cairan :
urine = 200 cc
dan tanpa ada mengalami keseulitan dan tidak ada keluhan selama beraktivitas, dan
pasien jarang berolahraga. Selama dirawat aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 = Bantuan dari orang
lain , 3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/Minum V
Mandi V
Berpakaian/berdandan V
Toileting V
Mobilisasi di Tempat Tidur V
Berpindah V
Berjalan V
Menaiki Tangga V
Berbelanja V
Memasak V
Pemeliharaan rumah V
Pasien mengatakan sebelum sakit ia tidur 6 – 7 jam sehari, tidak merasakan ada
masalah dengan pola tidurnya dan merasa segar saat bangun pagi harinya. Pasien mulai
tidur pukul 10 malam dan bangun jam 5 pagi.Pasien tidak biasa tidur siang, jadi pasien
bisa tidur malam dengan nyenyak, pasien tidak kesulitan untuk memulai tidur dan
jarang terbangun saat tidur. Pada saat sakit pasien hanya tidur selama 3 – 4 jam pada
malam hari dan sering terbangun tetapi tidak merasa mengantuk lagi, pasien tidur siang
sedang. Pasien mengatakan cemas karena akan dilakukan cuci darah, dan pasien juga
cemas dengan keadaan yang dirasakan saat ini tubuh terasa berat dan napas kadang
sesak , namun pasien mengatakan tindakan cuci darah itu akan membantu untuk
mengurangi mual dan sakit ginjal yang dialami sekarang. Pasien berorientasi baik
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, tidak ada masalah mengenai
perawatan pasien, pasien tidak terlihat menarik diri dari lingkungan sekitar. Saat
dirumah sakit pasien biasanya ditemani oleh anak-anaknya yang menjaganya secara
h. Pola Seksualitas/Reproduksi:
Pasien sudah berusia 45 tahun dan sudah mempunyai 3 orang anak. Pasien
dikaji.
kepada keluarga dan jika ada masalah pasien mendiskusikannya bersama keluarga.
j. Pola Keyakinan-Nilai
Pasien beragama islam dan selama dirawat sering berdoa namun aktivitas
ibadah sering terhambat. Pasien rutin berdo’a agar cepat sembuh dan kembali
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kesimpulan : Nilai hemoglobin, hematocrit, eritrosit dan albumin menurun, nilai globulin
meningkat.
46
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN
FISIK
Gambaran
Tanda Vital TD :114/65 mmHg S : 36.60C
N : 85x/m P :22x/m
Kulit Kulit kering (-), gatal/pruritis (-), bersisik (-), oedema
(+)
Kepala Bentuk kepala normal, rambut hitam tidak mudah
rontok, tidak ada pembengkakan.
Lokasi Luka/nyeri/injuri*:
Penatalaksanaan Medis:
Jenis Nama Obat Dosis
IVFD
NaCl 0.9% 500cc,
24jam/kolg
Renxamin 250cc/24 jam
Injeksi
Cefriaxon 2x1 gr
Oral
Asam folat 1x5 mg
Natrium bicarbonat 3x250 mg
48
WOC KASUS
Diabetes Mellitus
Hemodialisa
Penurunan produksi eritro protein Gagal Ginjal Kronik
Kecemasan
bergerak
- RR ; 26x/menit
memanjang
- PO2: 162.1
Ketidakefektifan
- pCO2 : 20.1
pola napas
merasa nyeri
50
infeksi terpasang
- Q: seperti ditusuk –
- R : bahu kanan,
punggung, Peningkatan
- T : hilang timbul
Nyeri akut
Data Objektif :
- Pasien tampak
meringis
cemas
penyakit yang
dengan hemodialisa
seumur hidup)
- pasien sulit
berkonsentrasi
berdaya
Data Objektif:
- Pasien tampak
gelisah
- frekuensi napas
meningkat
- tekanan darah
meningkat
RENCANA KEPERAWATAN
52
memungkinkan
- gunakan pakaian
longgar
- gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.
- gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi ;
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang tersedia
- jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
- anjurkan
mengambil posisi
nyaman
- anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- anjurkan sering
mengulangi dan
56
CATATAN PERKEMBANGAN
57
T: hilang timbul
- pasien terlihat
gelisah
Tekanan Darah =
154/96 mmHg
A= masalah belum
teratasi
P = intervensi
dilanjutkan
3 Ansietas - mengidentifikasi 20.00
kecemasan yang S=
dialami pasien
- pasien
- mendemonstrasikan
teknik relaksasi napas mangatakn
dalam sebagai salah
merasa cemas
satu terapi untuk
dengan
mengurangi kecemasan
- meminta pasien penyakitnya
mengulangi kembali - pasien
cara melakukan teknik
mengatakan
relaksasi nafas dalam
- meminta pasien sering terjaga
mengambil posisi ketika tidur
nyaman jika ingin
karena cemas
melakukan teknik
relaksasi napas dalam - pasien
- menganjurkan pasien kesulitan
menggunakan pakaian
memulai tidur
yang longgar
- menganjurkan rileks karena cemas
dan merasakan sensasi
59
relaksasi. - pasien
mengatakan
mengerti
tentang
bagaimana
cara
melakukan
teknik
relaksasi nafas
dalam
O= pasien tampak
gelisah
A = masalah belum
teratasi
P = intervensi
dilanjutkan
tidur mengatakan
sesaknya sudah
mulai
berkurang
O=
Tekanan Darah : 130/70
mmHg
RR :24x/m
N :87x/m
S : 36,50C
A= masalah tertasi
sebagian
P = intervensi
dilanjutkan
3 Ansietas - mengulang kembali 20.30 WIB
teknik relaksasi napas
S=
dalam
- pasien
- meminta pasien
mengambil posisi mengatakan
nyaman jika ingin sudah bisa
melakukan teknik
memulai tidur
relaksasi napas dalam
- menganjurkan pasien meskipun
62
n ulang teknik
relaksasi napas
dalam saat
merasa cemas
- pasien
mengatakan
kecemasannya
berkurang
sehingga bisa
memulai tidur
sebelumnya
O = pasien masih
tampak lemah
A = masalah teratasi
sebagian
P = intervensi
dilanjutkan
63
merasa sesak
saat berbaring
O=
- RR ; 20x/m
- tidak ada
pemanjangan
fase inspirasi
dan ekspirasi
A = masalah teratasi
P = intervensi
dihentikan
karena cemas,
mengatakan
cepat dan
nyenyak
O = pasien terlihat
A= masalah teratasi
sebagian
P = intervensi
66
dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Masu ke RSUP Dr. M. Djamil padang Padang pada tanggal 27 Maret 2022
adanya data penigkatan nila ureum (143mg/dl) dan kreatinin (12.2 mg/dl).
gagal ginjal kronik, akan terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan dimana basal GFR masih normal atau bahkan
67
kadar ureum dan keratin serum.Selain itu juga akan terjadi kelainan
Penyebab gagal ginjal kronik yang terjadi pada Ny. E yaitu karena
juga salah satu faktor risiko dari penyakit ginjal adalah Diabetes Melitus.
ditemukan baik pada pasien Diabetes Melitus tipe satu maupun Diabetes
kakinya bengkak, kaki agak terasa berat menyebabkan pasien agak sulit
bergerak dan merasa badannya terasa lemas dan merasa letih. Piting edema
dan intake lebih cairan lebih banyak daripada output cairan yang
yang dialami oleh pasien gagal ginjal kronis diantaranya adalah anoreksia,
Pasien merasa cemas dengan kondisi yang ia alami saat ini, pasien
takut dan sering membayangkan hal buruk terjadi terkait dengan penyakit
yang dideritanya, pasien merasa was – was terutama saat akan menjalani
kronis dan gejala kecemasan yang dialami oleh pasien gagal ginjal kronik
klien tampak pucat, konjungtiva anemis dan CRT 4 detik. Gagal ginjal
yang tidak memadai dan memendeknya usia sel darah merah karena
anemia berat disertai keletihan, angina dan sesak napas (Amudi & Palar,
2021).
2. Diagnosa
70
Kamitsuru, 2018).
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Dari
hasil pengkajian didapatkan data yang mendukung untuk pola napas tidak
pernapasan pasien 26x/menit PO2 :162.1 dan PCO2 : 20.1. pasien merasa
sesak saat berbaring, pasien merasa sesak napas meningkat jika banyak
bergerak.
napas tidak efektfif memiliki beberapa tanda dan gejala seperti dyspnea,
Pada pasien gagal ginjal stage V atau gagal ginjal tahap akhir,
proses pembentukan sel darah merah (eritrosit) sudah tidak lagi berjalan
dengan baik. Sesak napas pada pasien gagal ginjal kronik stage V dapat
keperawatan pola napas tidak efektik adalah pola napas, dengan kriteria
napas tambahan.
72
teratasi pada hari rawatan ke-5 dengan pola napas sudah kembali normal,
nasal kanul.
3,6g/dl.
73
(SLKI,2018).
pasien.
teratasi pada hari rawatan ke-5. Hal ini ditandai dengan pasien
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
ancaman. Kecemasan adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak diketahui
tapi dengan fokus yang kurang spesifik (Putri, Sudayasa, & Eddy, 2021).
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (terkait penyakit yang diderita
saat ini, yaitu gagal ginjal kronik dan cemas dengan hemodialisa yang
tidak berdaya, pasien tampak gelisah, pasien sulit tidur, frekuensi napas
harus disertai dengan keluhan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
menurun, pucat dapat menurun, pola tidur dapat membaik (SLKI, 2018).
dalam selama tiga hari. Teknik relaksasi nafas dalam dapat memberikan
nafas dalam, pasien bisa rileks setelah melakukan teknik relaksasi nafas
yang biasa sulit tidur karena cemas, mengatakan dia bisa tidur cepat dan
nyenyak.
1. Implikasi
untuk memberikan outcome yang lebih baik dan lebih efektif. EBN
cemas dengan apa yang tidak pasti kedepannya. Relaksasi bertujuan untuk
dalam mengontrol kecemasan (Alfikrie et al., 2020). Hasil studi ini dapat
2. Keterbatasan
selain itu periode waktu laihan juga relative singkat. Namun studi ini
setiap kali merasa cemas, karena selain bisa menurunkan tekanan darah
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Ny. E dengan gagal
ginjal kronis pada tanggal 29 Maret 2022 ditemukan bahwa pasien hari
progresif.
B. Saran
tapi dengan lebih teliti untuk mengawasi teknik relaksasi nafas dalam
80
Daftar Pustaka
Singapore: Elsevier.
https://doi.org/10.23887/ijacr.v1i1.28708
Alfikrie, F., Purnomo, A., Selly, R., & Yarsi Pontianak, S. (2020). Pengaruh
Amalia, A., & Apriliani, N. M. (2021). Analisis Efektivitas Single Use dan Reuse
Dialyzer pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Mardi Waluyo Kota
Amudi, T., & Palar, S. (2021). Gagal Ginjal Kronik Hemodialisis dengan Kadar
Anak, A. A. E. C., Didik, P., Moh, F. A., & Diah, P. (2022). Gambaran Diagnosis
mataram.e-journal.id/JIH
Aprioningsih, E., Susanti, I. H., & Muti, R. T. (2021). Studi Kasus pada Pasien
Arisanti, M., Sumarya, & Arsana. (2020). Kadar Gula Darah Sebagai Faktor
Risiko Penyakit Ginjal Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Dalam
https://doi.org/10.32795/widyabiologi.v11i01.571
82
Astiani, R., & Puka, N. La. (2020). CHRONIC KIDNEY (CKD) + ANEMIA
Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik di ICU RSUP Dr. Sardjito dengan
Cahyanti, P. E., Wira, P., Putra, K., Arya, G., & Arisudhana, B. (2021).
Dame, A. M., Rayasari, F., Besral, Irawati, D., & Kurniasih, D. N. (2022). Faktor
844.
Elysabeth, D., Libranty, G., & Natalia, Si. (2017). Hubungan Tingkat Pendidikan
http://2trik.jurnalelektronik.com/index.php/2trik/article/view/224
(11thed). Thieme.
https://doi.org/10.1080/13507486.2015.1047603
Irene, I., Yemina, L., & Pangaribuan, S. M. (2022). Kualitas Hidup Pasien dengan
journal.polnustar.ac.id/jis/article/view/183
Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A. (2018). Gambaran tingkat kecemasan pasien
Koerniawan, D., Daeli, N. E., & Srimiyati, S. (2020). Aplikasi Standar Proses
https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1198
Kowalak, Welsh, & Mayer. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2019). Buku Ajar Patologi Dasar.
Singapore: Elsevier.
Mait, G., Nurmansyah, M., & Bidjuni, H. (2021). Gambaran Adaptasi Fisiologis
https://doi.org/10.35790/jkp.v9i2.36775
Marisa, Y. T., & Harun, H. (2021). Penyakit Ginjal Polikistik disertai Anemia
111. https://doi.org/10.30742/jikw.v10i1.788
Natashia, D., Irawati, D., & Hidayat, F. (2020). Fatigue Dan Kualitas Hidup Pada
https://doi.org/10.30651/jkm.v5i2.6540
85
Nurjanah, D. A., & Yuniartika, W. (2020). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada
from https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
Nurlina. (2018). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.Y dengan Gagal
gagal ginjal kronik. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 1(1), 1–7.
https://doi.org/10.32584/jikmb.v1i1.74
Pandie, N., & As, M. (2022). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Napas Dalam
https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i2.248
59. https://doi.org/10.47859/jmu.v5i1.151
Putri, F. A.-Z., Sudayasa, P., & Eddy, N. (2021). Hubungan Tingkat Kecemasan
Rahayu, R., Munawaroh, S., & Mashudi, S. (2019). Respon Stres Pasien Gagal
Dr.Hardjono Ponorogo. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ruang, D., Rsud, H., &
https://doi.org/10.30742/jikw.v6i1.323
Rokawie, A. O. N., Sulastri, S., & Anita, A. (2017). Relaksasi Nafas Dalam
Sagita, T. C., & Andreas Arie Setiawan, H. (2018). Hubungan Derajat Keparahan
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/viewFile/20689/19408
Sakitri, G., & Astuti, R. K. (2019). Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif Untuk
Salamah, N. A., Hasanah, U., & Dewi, N. R. (2022). Penerapan pursed lips
breathing terhadap fatigue pada pasien gagal ginjal kronik. Jurnal Cendikia
https://doi.org/10.36053/mesencephalon.v4i2.74
Pengurus Pusat.
Sukandar, D., & Mustikasari. (2021). Studi Kasus: Ansietas Pada Pasien Gagal
from https://akperyarsismd.e-journal.id/BNJ
Tandi, M., Mongan, A., & Manoppo, F. (2014). Hubungan Antara Derajat
Penyakit Ginjal Kronik Dengan Nilai Agregasi Trombosit Di Rsup Prof. Dr.
https://doi.org/10.35790/ebm.2.2.2014.5076
Teuku Yasir, Firly, F., & Wahyu, W. (2020). Prevalensi dan Outcome Pasien
CRRT di Intensive Care Unit RSUD dr. Zainal Abidin Banda Aceh. Journal
Trianto, Semadi, N., & Widiana, G. R. (2017). Faktor Risiko Infeksi Kateter
4(6), 152–155.
Utami, S. (2016). Efektifitas relaksasi napas dalam dan distraksi dengan latihan 5
jari terhadap nyeri post laparatomi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 4(1), 61–73.
Wahyuningsih, S., Nugroho, H., Suhartono, S., Hadisaputro, S., & Adi, M. S.
https://doi.org/10.14710/jekk.v4i1.4426
(HEN).
Yuniarti, W. (2021). Anemia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. Journal Health
And Science ; Gorontalo Journal Health & Science Community, 5(2), 341–
347.