Metodologi penelitian
YANDI SUHERLAN
219046
JAWA BARAT
202
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah gangguan fungsi renal yang progressif dan
ginjal kronis (PGK) dapat menyebabkan fungsi ginjal penderita tidak dapat disembuhkan
total kembali seperti semula bahkan dapat menyebabkan kematian. Angka kejadian
penyakit ginjal kronik tahun ke tahun semakin meningkat, penderitanya bisa siapa saja
menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukan
bahwa penyakit ginjal kronik menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab
angka kematian dunia (Dharma, 2015). Menurut hasil penelitian Global Burden of
Disease, penyakit ginjal kronik salah satu penyebab kematian peringkat ke-27 didunia
hingga mencapai 1,5 miliar orang, Berdasarkan laporan Indonesia Rena Registy (2018).
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) Tahun 2018 Prevalensi penyakit ginjal
kronis (PGK) stadium 5 dilihat dari jenis kelamin pada laki-laki sebanyak 36.976 orang,
ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisa selama tahun 2015 tercatat sebanyak
1.243 orang dengan lama hidup hemodialisa1-317 minggu. Proporsi terbanyak pada
penyakit ginjal kronis harus menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit untuk
menggantikan fungsi ginjal yang rusak, salah satunya di RSAU dr. M. Salamun Bandung.
Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSAU dr. M. Salamun
hemodialisis yang tersedia. Tercatat keseluruhan pasien pada tahun 2016 terdapat 63
pasien ( 5 meninggal dan 5 drop out ), tahun 2017 terdapat 72 pasien ( 11 meninggal dan
2 drop out ) dan catatan evaluasi terakhir tanggal 14 Desember 2018 terdapat 87 pasien
( 10 meninggal dan 4 drop out ). Bagi pasien gagal ginjal, tindakan hemodialisa
merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu perlu dilakukannya terapi hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak
(Cahyaningsih, 2008).Tindakan ini dapat membantu atau mengambil alih fungsi normal
ginjal. Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritoneal dialisis
(Riscmiller & Cree, 2006). Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan
merupakan metode perawatan umum untuk pasien gagal ginjal adalah hemodialisa
Menurut Sinaga (2007), pada tahun 2006 ada sekitar 100.000 orang lebih penderita
gagal ginjal di Indonesia. Syafei (2009), mengatakan pada tahun 2009 sekitar 6,2 persen
penduduk Indonesia menderita GGK. Dari jumlah tersebut diketahui lebih kurang 70.000
RSUN Cipto Mangunkusumo, menurut Sinaga (2007) ada sebanyak 120 orang pasien
Oktober tahun 2009 terdapat 100 orang pasien gagal ginjal yang menjalani pengobatan
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam
untuk hemodialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan
ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Bare & Smeltzer, 2002).
Menurut Ignatavicius (2006), pada minggu pertama setelah pasien menjalani terapi
yaitu perasaan yang menyenangkan (euphoria) dan kesehatan yang lebih baik (well-
being). Pasien merasakan tubuhnya lebih baik, suasana hati (mood) bahagia dan penuh
harapan. Pada waktu ini pasien hemodialisa cenderung melupakan ketidaknyamanan dan
psikologis pasien, demikian, tindakan tersebut mempunyai dampak pada kondisi fisik
stress dan depresi ( Hayati, 2017; Darmawan, Nurhesti, & Surdana, 2019; Harditasari,
Hasil penelitian tim perawat hemodialisa RSUD Moewardi Surakarta pada tahun
2007 menunjukkan bahwa 30% pasien hemodialisa mengalami stres ringan, 40%
mengalami stres sedang dan 30% pasien mengalami stres berat. Stres pada pasien
hemodialisa ini berasal dari keterbatasan aktifitas fisik, perubahan konsep diri, status
spiritual (Taylor C,et all, 2010).Keadaan ini mengarahkan pasien dan keluarganya kepada
sumber- sumber yang ada untuk mendapatkan bantuan serta dukungan (Hoth KF et.all,
2007)
Hasil penelitian Sandra (2015) menunjukkan stres pasien pada tingkat ringan
sebanyak 2 orang (6%), stres pasien tingkat sedang sebanyak 21 orang (58%), stres
pasien tingkat berat sebanyak 13 orang (36%).Hasil penelitian yang di dapat tentang
tingkat stres pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa, berdasarkan manifestasi
yang diperlihatkan secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial didapatkan bahwa sebagian
besar pasien mengalami stres tingkat sedang sebesar 58%, hal ini disebabkan oleh
persepsi pasien tentang stressor yang dirasakan mengancam, namun pasien mampu untuk
faktor yang memicu terjadinya stres, seperti masalah financial, terjadinya konflik
teman dekat. Faktor dari lingkungan seperti terganggunya dengan suhu, dan suara yang
mengganggu ketenangan saat istirahat serta stres akibat sakit yang kronis dan ketakutan
akan menghadapi kematian. Stres dapat menyerang semua orang tanpa terkecuali, pada
awalnya stres bukanlah gangguan kesehatan yang berbahaya tetapi jika tidak segera
disikapi dengan baik dampaknya akan dapat melebihi virus yang paling berbahaya dan
tidak jarang dapat mematikan juga (Prihantanto, 2010). Salah satu penyebab
memburuknya keadaan psikososial klien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis adalah gagalnya beradaptasi dengan keadaannya saat ini (Morton, Fontain,
Sesuai dengan penelitian menurut Rahayu, Fernandoz, dan Ramlis, (2018) yang
dilakukan di RSUD Dr.M. Yunus Kota Bengkulu, pasien hemodialisa yang mengalami
stress sebanyak 31 orang dari 67 responden (46,3%). Sedangkan menurut Sari (2017)
(44,6%) pasien mengalami stress akibat menjalani terapi. Penelitian Jangkup, Elim dan
keperawatan
Terapi musik efektif untuk mengatasi stress yaitu dengan teknik Pengaruh Musik
gamelan jawa nada laras slendro yang mempunyai alunan lembut, menenangkan,
(Shalehuddin M, 2010). Terhadap Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
music gamelan jawa nada laras slendro pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa mayoritas responden didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas
hidup kurang sebanyak 14 orang (70%). Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap
posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu
tersebut hidup, dan hubungan terhadap tujuan, harapan, standar dan keinginan (World
bahwa pasien yang melakukan hemodialisa mengalami masalah emosional. Pasien sering
merasa tidak berdaya, merasa sedih, marah, takut, merasa bersalah, dan terisolasi. Selain
masalah fisik dan dan psikologis, pasien hemodialisa juga mengalami gangguan sosial
dan disfungsi seksual. Sehingga kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa
mengalami penurunan.
Menurut asumsi peneliti bahwa kualitas hidup berkaitan dengan pemberian musik
gamelan jawa nada laras slendro Ketika pasien dihadapkan pada musik Mendengarkan
musik tempo lamban atau sekitar 60-100 bpm dapat memperlambat dan
(Suryana, 2012) (Schou, 2008). Hal ini terjadi karena dengan stimulasi binaural-beat
dapat mendorong seseorang untuk kembali kedalam kesadaran (Junaidi & Noor, 2010)
(Salve, HR., & Prabowo, 2007). Pada studi yang dilakukan oleh Raymond Bahr dalam
waktu satu setengah jam mendengarkan musik yang lembut memiliki efek terapi yang
Musik antara 56 sampai 60 beat per detik dapat digunakan untuk melatih relaksasi
dan gelombang otak menuju kekeadaan alfa (Salve, HR., & Prabowo, 2007). Campbell
dapat dimodifikasi oleh musik ataupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran terdiri
atas gelombang beta, yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz. Ketenangan dan kesadaran
yang meningkat dicirikan oleh gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz.
Periode‐periode puncak kreativitas, meditasi dan tidur dicirikan oleh gelombang theta,
dari 4 hingga 7 hertz. Tidur nyenyak, meditasi yang dalam, serta keadaan tak sadar
menghasilkan gelombang delta, yang berkisar dari 0,5 hingga 3 hertz. Semakin lambat
gelombang otak, semakin santai, puas, dan damailah perasaan (Dewi, 2009). Keadaan
tenang yang dirasakan seseorang akan memiliki substansi yang memiliki beta karbolin,
yaitu antagonis GABA yang menyebabkan penurunan jumlah down regulator receptor
GABA. Penurunan ini yang akan mengurangi hambatan terhadap timbulnya stres
(Sholeh, n.d.)
Pemberian terapi musik diberikan setiap hari menjelang tidur ataupun pada saat
beristirahat yaitu dengan memberikan terapi music gamelan jawa nada laras slendro
selama 45 menit selama 2 minggu (Laily, Juanita, & Siregar, 2015) Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di RS Royal Prima Medan pada penderita gagal ginjal kronik
responden didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup baik sebanyak
16 orang (80%).
Menurut asumsi peneliti sesudah dilakukan musik gamelan jawa nada laras slendro
memiliki kualitas hidup baik karena musik dapat menyebabkan perubahan pada tubuh
kita secara fisik dan mental. Musik dapat menghilangkan kejenuhan pasien saat menjalani
hemodialisa, karena hemodialisa memiliki proses yang panjang sekitar 4-5 jam di dalam
ruangan. Saat pasien diberikan musik, pasien merasa lebih tenang, nyaman dan rileks
dan sesudah pemberian musik gamelan jawa nada laras slendro yaitu sebelum dilakukan
terapi musik gamelan jawa nada laras slendro mayoritas responden didapatkan pasien
gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup kurang sebanyak 14 orang (70 %) dan
sesudah dilakukan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro mayoritas responden
didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup baik sebanyak 16 orang
(80%).
Berdasarkan latar belakang diatas, Menurut asumsi peneliti ada pengaruh musik
gamelan jawa nada laras slendro terhadap kualitas hidup pada pasien PGK yang
menjalani hemodialisa, karena ada perubahan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal
kronis sebelum dilakukan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro dan setelah
dilakukan musik gamelan jawa nada laras slendro. Musik dapat menstimulasi produksi
dengan musik secara langsung dapat secara dramatis menurunkan hormon pembawa
tekanan seperti kortisol. Sehingga dapat meningkatkan perasaan nyaman, Maka dari itu,
studi kasus ini penting untuk diteliti dan peneliti tertarik untuk membahas mengenai
Penatalaksanaan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro Pada Pasien PGK dalam
bentuk studi kasus Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :“ penatalaksanaan relaksasi
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penatalaksanaan Terapi musik gamelan jawa pada pasien penyakit ginjal
2. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi penatalaksanaan Terapi musik gamelan
jawa pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terhadap tingkat
stres.
C. Tujuan studi kasus
1. Tujuan Umum
Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses Terapi musik gamelan
jawa pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terhadap
tingkat stress
2. Tujuan Khusus
1. Pasien
Penatalaksanaan Terapi musik gamelan jawa pada pasien PGK yang menjalani
3. Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah di dapat pada saat
berada di bangku kuliah, dan bisa menambah wawasan dan pengalaman dalam
Pada Pasien PGK Yang Menjalani Hemodialisa dalam menurunkan tingkat stres
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain pada penelitian ini menggunakan studi kasus. Metode yang digunakan dalam
studi kasus ini adalah penelitian pra-eksperiment dengan menggunakan rancangan one-
group pre post-test design. Penelitian ini, sebelum dilakukan terapi musik gamelan jawa
nada laras salendro dengan menggunakan media player mp3 (pre-test) dilakukan
diberikan intervensi terapi musik melalui relaksasi musik instrumental selama 12 kali
(seminggu 3 kali) dengan durasi 20 menit tiap kali intervensi, setelah itu diukur kembali
Subjek pada studi kasus yang akan di lakukan ini yaitu Unit Hemodialisa Rumah
Sakit Royal Prima Medan, penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
C. Fokus Studi
Fokus studi yang di jadikan titik acuan studi kasus ini adalah penatalaksanaan Terapi
musik gamelan jawa terhadap tingkat stres pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK)
D. Definisi Operasional
Dalam studi kasus ini yang diperlukan peneliti yaitu Alat-alat yang digunakan yaitu (1)
Media player MP3 yang diiringi alunan music gamelan jawa nada laras salendro, (2)
selama 4 minggu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 15 orang. Sampel yang diperoleh
sampling.
Studi kasus dilakukan secara luring dengan pihak CI di ruang hemodialisa melalui
media player mp3 (pre-test) pada hari Jum’at 16 Juli 2021 pada pukul 10.00-11.30
WIB
G. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang
b. Online Search
Pada studi kasus ini juga peneliti mendapatkan sumber referensi lain yang sudah
peneliti cari berupa jurnal dan artikel sesuai dengan judul penelitian.
H. Penyajian Data
Penyajian data pada studi kasus ini, peneliti menyajikan data secara terstruktur atau
narasi tentang laporan yang memuat dua bagian. Bagian pertama yang berisikan tentang
hasil dari studi kasus. Bagian kedua yang berisikan mengenai pembahasan atas temuan
studi kasus atau yang telah di kemukakan pada bagian pertama dan juga ada
keterkaitannya dengan teori. Bagian ini juga di lengkapi dengan keterbatasan dari studi
kasus yang di laksanakan, dan dapat di sertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari
Studi kasus ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Institusi yang terkait,
yaitu mendapatkan persetujuan dari Informan di salah satu Rumah Sakit di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Royal Prima Medan, sebagai subyek studi kasus. Menurut
yang meliputi:
kesempatan untuk membaca isi lembar tersebut, dan jika informan menolak untuk
2. Prinsip Autonomy
maksud dan tujuan yang akan dilakukan, serta menyampaikan permohonan untuk
berpartisipasi dalam studi kasus. Peneliti menjelaskan SOP relaksasi dzikir asmaul
husna.
selama proses studi kasus berlangsung baik bahaya langsung ataupun tidak.
4. Prinsip Confidentiality
Peneliti menjamin kerahasiaan informan dan hak asasi untuk informasi yang
informan, identitas informan dengan menggunakan kode dan hanya peneliti yang tahu
kode tersebut.
5. Prinsip Beneficence
Peneliti melaksanakan studi kasus sesuai dengan prosedur untuk mendapatkan
hasil yang semaksimal mungkin baik bagi informan dan rumah sakit dalam upaya
6. Prinsip Justice
perlakuan yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, agama, etnis dan sebagainya.