Anda di halaman 1dari 15

PENATALAKSANAAN RELAKSASI MUSIK GAMELAN

TERHADAP TINGKAT STRES PASIEN PENYAKIT GINJAL


KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA

Metodologi penelitian

Diajukan Untuk Menyelesaikan tugas metlit

Program Studi S1 Keperawatan

YANDI SUHERLAN

219046

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI

JAWA BARAT

202
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah gangguan fungsi renal yang progressif dan

irevesibel dimana kemampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (Smeltzer, at all, 2010).Penyakit

ginjal kronis (PGK) dapat menyebabkan fungsi ginjal penderita tidak dapat disembuhkan

total kembali seperti semula bahkan dapat menyebabkan kematian. Angka kejadian

penyakit ginjal kronik tahun ke tahun semakin meningkat, penderitanya bisa siapa saja

baik pria maupun wanita, tua maupun muda bisa mengalaminya.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakitginjal kronik telah

menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukan

bahwa penyakit ginjal kronik menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab

angka kematian dunia (Dharma, 2015). Menurut hasil penelitian Global Burden of

Disease, penyakit ginjal kronik salah satu penyebab kematian peringkat ke-27 didunia

hingga mencapai 1,5 miliar orang, Berdasarkan laporan Indonesia Rena Registy (2018).

Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) Tahun 2018 Prevalensi penyakit ginjal

kronis (PGK) stadium 5 dilihat dari jenis kelamin pada laki-laki sebanyak 36.976 orang,

sedangkan pada perempuan sebanyak 27.608 orang (Indonesian Renal Registry,2018).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017 mengatakan pasien penyakit

ginjal kronis (PGK) yang menjalani hemodialisa selama tahun 2015 tercatat sebanyak

1.243 orang dengan lama hidup hemodialisa1-317 minggu. Proporsi terbanyak pada

pasien dengan lama hidup hemodialisa 6-12 bulan.


Kasus penyakit ginjal kronis di provinsi Jawa Barat masih terbilang tinggi, penderita

penyakit ginjal kronis harus menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit untuk

menggantikan fungsi ginjal yang rusak, salah satunya di RSAU dr. M. Salamun Bandung.

Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSAU dr. M. Salamun

Bandung terus bertambah setiap tahunnya, seiring dengan bertambahynya alat

hemodialisis yang tersedia. Tercatat keseluruhan pasien pada tahun 2016 terdapat 63

pasien ( 5 meninggal dan 5 drop out ), tahun 2017 terdapat 72 pasien ( 11 meninggal dan

2 drop out ) dan catatan evaluasi terakhir tanggal 14 Desember 2018 terdapat 87 pasien

( 10 meninggal dan 4 drop out ). Bagi pasien gagal ginjal, tindakan hemodialisa

merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu perlu dilakukannya terapi hemodialisa

untuk mengurangi angka kematian tersebut (Muhani & Sari, 2019).

Hemodialisa merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah rusak

(Cahyaningsih, 2008).Tindakan ini dapat membantu atau mengambil alih fungsi normal

ginjal. Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritoneal dialisis

(Riscmiller & Cree, 2006). Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan

merupakan metode perawatan umum untuk pasien gagal ginjal adalah hemodialisa

(Kartono, Darmarini & Roza, 1992 dalam Lubis, 2006).

Menurut Sinaga (2007), pada tahun 2006 ada sekitar 100.000 orang lebih penderita

gagal ginjal di Indonesia. Syafei (2009), mengatakan pada tahun 2009 sekitar 6,2 persen

penduduk Indonesia menderita GGK. Dari jumlah tersebut diketahui lebih kurang 70.000

orang memerlukan terapi pengganti ginjal seperti Hemodialisa. Di Jakarta khususnya di

RSUN Cipto Mangunkusumo, menurut Sinaga (2007) ada sebanyak 120 orang pasien

gagal ginjal menjalani pengobatan hemodialisa. Sedangkan di Rumah Sakit Umum


Daerah (RSUD)ArifinAchmad Pekanbaru, berdasarkan data Rekam Medik,sampai bulan

Oktober tahun 2009 terdapat 100 orang pasien gagal ginjal yang menjalani pengobatan

hemodialisa secara rutin.

Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam

untuk hemodialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan

ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Bare & Smeltzer, 2002).

Menurut Ignatavicius (2006), pada minggu pertama setelah pasien menjalani terapi

hemodialisa, mereka akan mengalami periode bulan madu (the “honeymoon”period)

yaitu perasaan yang menyenangkan (euphoria) dan kesehatan yang lebih baik (well-

being). Pasien merasakan tubuhnya lebih baik, suasana hati (mood) bahagia dan penuh

harapan. Pada waktu ini pasien hemodialisa cenderung melupakan ketidaknyamanan dan

gangguan yang dialaminya sewaktu terapi dialisis.

Dampak dari hemodialisis tersebut dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun

psikologis pasien, demikian, tindakan tersebut mempunyai dampak pada kondisi fisik

serta psikologis penderita PGK (Kemenkes, 2018). diantaranya banyak yang

mengeluhkan adanya kelemahan otot, kelelahan akibat kurangnya energi, kecemasan,

stress dan depresi ( Hayati, 2017; Darmawan, Nurhesti, & Surdana, 2019; Harditasari,

Munawaroh, & Mashudi, 2019).

Hasil penelitian tim perawat hemodialisa RSUD Moewardi Surakarta pada tahun

2007 menunjukkan bahwa 30% pasien hemodialisa mengalami stres ringan, 40%

mengalami stres sedang dan 30% pasien mengalami stres berat. Stres pada pasien

hemodialisa ini berasal dari keterbatasan aktifitas fisik, perubahan konsep diri, status

ekonomi, dan tingkat ketergantungan. Stres merupakan fenomena yang mempengaruhi


semua dimensi dalamkehidupan seseorang, baik fisik, emosional, intelektual, sosial dan

spiritual (Taylor C,et all, 2010).Keadaan ini mengarahkan pasien dan keluarganya kepada

sumber- sumber yang ada untuk mendapatkan bantuan serta dukungan (Hoth KF et.all,

2007)

Hasil penelitian Sandra (2015) menunjukkan stres pasien pada tingkat ringan

sebanyak 2 orang (6%), stres pasien tingkat sedang sebanyak 21 orang (58%), stres

pasien tingkat berat sebanyak 13 orang (36%).Hasil penelitian yang di dapat tentang

tingkat stres pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa, berdasarkan manifestasi

yang diperlihatkan secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial didapatkan bahwa sebagian

besar pasien mengalami stres tingkat sedang sebesar 58%, hal ini disebabkan oleh

persepsi pasien tentang stressor yang dirasakan mengancam, namun pasien mampu untuk

menghadapinya dan menjalani terapi seumur hidupnya, membuat pasien GGK

menunjukkan penerimaan diri yang baik terhadap stressor.

faktor yang memicu terjadinya stres, seperti masalah financial, terjadinya konflik

peran, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, terganggunya hubungan dengan

teman dekat. Faktor dari lingkungan seperti terganggunya dengan suhu, dan suara yang

mengganggu ketenangan saat istirahat serta stres akibat sakit yang kronis dan ketakutan

akan menghadapi kematian. Stres dapat menyerang semua orang tanpa terkecuali, pada

awalnya stres bukanlah gangguan kesehatan yang berbahaya tetapi jika tidak segera

disikapi dengan baik dampaknya akan dapat melebihi virus yang paling berbahaya dan

tidak jarang dapat mematikan juga (Prihantanto, 2010). Salah satu penyebab

memburuknya keadaan psikososial klien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis adalah gagalnya beradaptasi dengan keadaannya saat ini (Morton, Fontain,

Hudak & Gallo, 2009)

Sesuai dengan penelitian menurut Rahayu, Fernandoz, dan Ramlis, (2018) yang

dilakukan di RSUD Dr.M. Yunus Kota Bengkulu, pasien hemodialisa yang mengalami

stress sebanyak 31 orang dari 67 responden (46,3%). Sedangkan menurut Sari (2017)

pasien hemodialisa yang mengalami depresi sebanyak 29 responden dari 65 responden

(44,6%) pasien mengalami stress akibat menjalani terapi. Penelitian Jangkup, Elim dan

Kandou (2015) menunjukan sebanyak 15 orang (37,5%) dari 40 orang mengatakan

dirinya mengalami kecemasan saat menjalani hemodialisa.

Berdasarkan berbagai Intervensi keperawatan non farmakologi, intervensi

keperawatan

Terapi musik efektif untuk mengatasi stress yaitu dengan teknik Pengaruh Musik

gamelan jawa nada laras slendro yang mempunyai alunan lembut, menenangkan,

(Shalehuddin M, 2010). Terhadap Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang

Menjalani Hemodialisa Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelum terapi

music gamelan jawa nada laras slendro pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa mayoritas responden didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas

hidup kurang sebanyak 14 orang (70%). Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap

posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu

tersebut hidup, dan hubungan terhadap tujuan, harapan, standar dan keinginan (World

Health Organization, 2016).

Pengalaman pasien hemodialisa dalam meningkatkan kualitas hidup menyatakan

bahwa pasien yang melakukan hemodialisa mengalami masalah emosional. Pasien sering
merasa tidak berdaya, merasa sedih, marah, takut, merasa bersalah, dan terisolasi. Selain

masalah fisik dan dan psikologis, pasien hemodialisa juga mengalami gangguan sosial

dan disfungsi seksual. Sehingga kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa

mengalami penurunan.

Menurut asumsi peneliti bahwa kualitas hidup berkaitan dengan pemberian musik

gamelan jawa nada laras slendro Ketika pasien dihadapkan pada musik Mendengarkan

musik tempo lamban atau sekitar 60-100 bpm dapat memperlambat dan

menyeimbangkan gelombang otak yang menandakan ketenangan (Shalehuddin M, 2010)

(Suryana, 2012) (Schou, 2008). Hal ini terjadi karena dengan stimulasi binaural-beat

dapat mendorong seseorang untuk kembali kedalam kesadaran (Junaidi & Noor, 2010)

(Salve, HR., & Prabowo, 2007). Pada studi yang dilakukan oleh Raymond Bahr dalam

waktu satu setengah jam mendengarkan musik yang lembut memiliki efek terapi yang

sama seperti dengan menggunakan obat penenang Valium 10 mg (IHA, 2010)

Musik antara 56 sampai 60 beat per detik dapat digunakan untuk melatih relaksasi

dan gelombang otak menuju kekeadaan alfa (Salve, HR., & Prabowo, 2007). Campbell

menjelaskan bahwa musik dapat menyeimbangkan gelombang otak. Gelombang otak

dapat dimodifikasi oleh musik ataupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran terdiri

atas gelombang beta, yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz. Ketenangan dan kesadaran

yang meningkat dicirikan oleh gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz.

Periode‐periode puncak kreativitas, meditasi dan tidur dicirikan oleh gelombang theta,

dari 4 hingga 7 hertz. Tidur nyenyak, meditasi yang dalam, serta keadaan tak sadar

menghasilkan gelombang delta, yang berkisar dari 0,5 hingga 3 hertz. Semakin lambat

gelombang otak, semakin santai, puas, dan damailah perasaan (Dewi, 2009). Keadaan
tenang yang dirasakan seseorang akan memiliki substansi yang memiliki beta karbolin,

yaitu antagonis GABA yang menyebabkan penurunan jumlah down regulator receptor

GABA. Penurunan ini yang akan mengurangi hambatan terhadap timbulnya stres

(Sholeh, n.d.)

Pemberian terapi musik diberikan setiap hari menjelang tidur ataupun pada saat

beristirahat yaitu dengan memberikan terapi music gamelan jawa nada laras slendro

selama 45 menit selama 2 minggu (Laily, Juanita, & Siregar, 2015) Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan di RS Royal Prima Medan pada penderita gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa sesudah dilakukan terapi musik instrumental mayoritas

responden didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup baik sebanyak

16 orang (80%).

Menurut asumsi peneliti sesudah dilakukan musik gamelan jawa nada laras slendro

memiliki kualitas hidup baik karena musik dapat menyebabkan perubahan pada tubuh

kita secara fisik dan mental. Musik dapat menghilangkan kejenuhan pasien saat menjalani

hemodialisa, karena hemodialisa memiliki proses yang panjang sekitar 4-5 jam di dalam

ruangan. Saat pasien diberikan musik, pasien merasa lebih tenang, nyaman dan rileks

menjalani proses hemodialisa tesebut

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kualitas hidup sebelum

dan sesudah pemberian musik gamelan jawa nada laras slendro yaitu sebelum dilakukan

terapi musik gamelan jawa nada laras slendro mayoritas responden didapatkan pasien

gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup kurang sebanyak 14 orang (70 %) dan

sesudah dilakukan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro mayoritas responden
didapatkan pasien gagal ginjal kronik memiliki kualitas hidup baik sebanyak 16 orang

(80%).

Berdasarkan latar belakang diatas, Menurut asumsi peneliti ada pengaruh musik

gamelan jawa nada laras slendro terhadap kualitas hidup pada pasien PGK yang

menjalani hemodialisa, karena ada perubahan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronis sebelum dilakukan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro dan setelah

dilakukan musik gamelan jawa nada laras slendro. Musik dapat menstimulasi produksi

neurotransmitter yang memberikan kenyamanan seperti endorphine. Pengeksposan

dengan musik secara langsung dapat secara dramatis menurunkan hormon pembawa

tekanan seperti kortisol. Sehingga dapat meningkatkan perasaan nyaman, Maka dari itu,

studi kasus ini penting untuk diteliti dan peneliti tertarik untuk membahas mengenai

Penatalaksanaan terapi musik gamelan jawa nada laras slendro Pada Pasien PGK dalam

bentuk studi kasus Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :“ penatalaksanaan relaksasi

musik gamelan jawa terhadap tingkat stres pasien penyakit ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan Terapi musik gamelan jawa pada pasien penyakit ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa terhadap tingkat stress

2. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi penatalaksanaan Terapi musik gamelan
jawa pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terhadap tingkat
stres.
C. Tujuan studi kasus

1. Tujuan Umum
Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses Terapi musik gamelan

jawa pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terhadap

tingkat stress

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien PGK yang menjalani hemodialisa

sebelum dilakukan terapi musik gamelan jawa

b. Mengidentifikasi kecemasan pasien PGK yang menjalani hemnodialisa setelah

dilakukan terapi musik gamelan jawa

D. Manpaat studi kasus

1. Pasien

Sebagai tindakan mandiri yang dapat di lakukan untuk menurunkan tingkat

kecemasan dengan menggunakan metode pendekatan spiritual dan keyakinan

pasien yaitu terapi musik gamelan jawa

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam

Penatalaksanaan Terapi musik gamelan jawa pada pasien PGK yang menjalani

hemodialisa dalam menurunkan tingkat stress

3. Penulis

Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah di dapat pada saat

berada di bangku kuliah, dan bisa menambah wawasan dan pengalaman dalam

mengadakan penelitian tentang Penatalaksanaan Terapi musik gamelan jawa

Pada Pasien PGK Yang Menjalani Hemodialisa dalam menurunkan tingkat stres
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus

Desain pada penelitian ini menggunakan studi kasus. Metode yang digunakan dalam

studi kasus ini adalah penelitian pra-eksperiment dengan menggunakan rancangan one-

group pre post-test design. Penelitian ini, sebelum dilakukan terapi musik gamelan jawa

nada laras salendro dengan menggunakan media player mp3 (pre-test) dilakukan

pengukuran kualitas hidup pasien dengan kuesioner WHOQOL-BREF, kemudian

diberikan intervensi terapi musik melalui relaksasi musik instrumental selama 12 kali

(seminggu 3 kali) dengan durasi 20 menit tiap kali intervensi, setelah itu diukur kembali

(post-test) dengan membagikan kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF pada pasien

gagal ginjal kronik tersebut.

B. Subyek Studi Kasus

Subjek pada studi kasus yang akan di lakukan ini yaitu Unit Hemodialisa Rumah

Sakit Royal Prima Medan, penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa

sebanyak 66 orang. Sampel yang diperoleh sebanyak 20 responden. Teknik pengambilan

sampel menggunakan accidental sampling.

C. Fokus Studi
Fokus studi yang di jadikan titik acuan studi kasus ini adalah penatalaksanaan Terapi

musik gamelan jawa terhadap tingkat stres pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK)

yang menjalani hemodialisa.

D. Definisi Operasional

E. Instrumen Studi Kasus

Dalam studi kasus ini yang diperlukan peneliti yaitu Alat-alat yang digunakan yaitu (1)

Media player MP3 yang diiringi alunan music gamelan jawa nada laras salendro, (2)

Headset; (3) Jam tangan, dan (4) Alat tulis.

F. Tempat dan Waktu

1. Lokasi Studi Kasus dan waktu studi kasus

di Unit Hemodialisa rumah sakit salamun bandung, penelitian ini dilaksanakan

selama 4 minggu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 15 orang. Sampel yang diperoleh

sebanyak 10 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental

sampling.

2. Waktu Studi Kasus

Studi kasus dilakukan secara luring dengan pihak CI di ruang hemodialisa melalui

media player mp3 (pre-test) pada hari Jum’at 16 Juli 2021 pada pukul 10.00-11.30

WIB
G. Prosedur Pengumpulan Data

a. Wawancara

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa sebanyak 15 orang. Sampel yang diperoleh sebanyak 10

responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling.

b. Online Search

Pada studi kasus ini juga peneliti mendapatkan sumber referensi lain yang sudah

peneliti cari berupa jurnal dan artikel sesuai dengan judul penelitian.

H. Penyajian Data

Penyajian data pada studi kasus ini, peneliti menyajikan data secara terstruktur atau

narasi tentang laporan yang memuat dua bagian. Bagian pertama yang berisikan tentang

hasil dari studi kasus. Bagian kedua yang berisikan mengenai pembahasan atas temuan

studi kasus atau yang telah di kemukakan pada bagian pertama dan juga ada

keterkaitannya dengan teori. Bagian ini juga di lengkapi dengan keterbatasan dari studi

kasus yang di laksanakan, dan dapat di sertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari

subjek studi kasus yang merupakan data pendukungnya.

I. Etika Studi Kasus

Studi kasus ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Institusi yang terkait,

yaitu mendapatkan persetujuan dari Informan di salah satu Rumah Sakit di Unit

Hemodialisa Rumah Sakit Royal Prima Medan, sebagai subyek studi kasus. Menurut

Mappaware (2016) sebelum meminta persetujuan dari informan, peneliti memberikan


penjelasan tentang studi yang akan di lakukan dengan menekankan pada etika penelitian

yang meliputi:

1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent).

Informan sebelumnya diberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat studi

kasus yang dilakukan. Apabila informan bersedia, maka informan diminta

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dengan terlebih dahulu diberi

kesempatan untuk membaca isi lembar tersebut, dan jika informan menolak untuk

diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormatinya.

2. Prinsip Autonomy

Peneliti menjelaskan kepada informan dalam pelaksanaan studi kasus meliputi

maksud dan tujuan yang akan dilakukan, serta menyampaikan permohonan untuk

berpartisipasi dalam studi kasus. Peneliti menjelaskan SOP relaksasi dzikir asmaul

husna.

3. Prinsip Non Malefiecence

Studi kasus tidak memberikan dampak yang membahayakan bagi informan

selama proses studi kasus berlangsung baik bahaya langsung ataupun tidak.

4. Prinsip Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan informan dan hak asasi untuk informasi yang

didapatkan. Peneliti merahasiakan berbagai infomasi yang menyangkut privasi

informan, identitas informan dengan menggunakan kode dan hanya peneliti yang tahu

kode tersebut.

5. Prinsip Beneficence
Peneliti melaksanakan studi kasus sesuai dengan prosedur untuk mendapatkan

hasil yang semaksimal mungkin baik bagi informan dan rumah sakit dalam upaya

meningkatkan keselamatan pasien.

6. Prinsip Justice

Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua informan berhak mendapatkan

perlakuan yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, agama, etnis dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai