SKRIPSI
Disusun oleh :
SUSI SEPIANI
NIM. 211FK05003
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) berkontribusi
pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 1,19 juta jiwa per tahun (Global
Burden of Disease, 2020). Di Indonesia, kasus baru penyakit ginjal kronik diperkirakan
berkisar 100-150/1juta penduduk. Tahun 2018, di Indonesia terdapat 66.433 orang pasien
baru dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Di wilayah Jawa Barat peningkatan
jumlah pasien yang menjalani hemodialisis terdapat 14.796 pasien penderita gagal ginjal
Masalah yang muncul pada pasien penyakit ginjal kronik yaitu adanya penumpukan
produk sisa metabolisme. Penanganan masalah tersebut diantaranya dengan cara transplantasi
ginjal dan hemodialisis. Hemodialisis menjadi salah satu penanganan PGK yang paling
banyak dilakukan dan cara ini dilakukan apabila PGK sudah mengalami stadium akhir gagal
ginjal yaitu ginjal tidak mampu menjalankan 85-90% dari fungsi normalnya (Smeltzer,
2016). Prinsip kerja perpindahan cairan pada hemodialisis adalah difusi, osmosis, ultrafiltrasi
dan konveksi. Melalui proses difusi molekul dalam darah dapat berpindah ke dialisat. Proses
perpindahan ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi larutan, dimana konsentrasi
darah lebih tinggi daripada konsentrasi dialisat. Osmosis adalah perpindahan air dari tekanan
tinggi (darah) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat) (Price & Wilson, 2016).
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang
dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup
pasien. Oleh karena itu pada pasien yang menderita penyakit ginjal kronik harus menjalani
2
dialisa sepanjang hidupnya (Smeltzer, 2016). Pasien yang melakukan hemodialisis memiliki
dampak yang besar terhadap menurunnya kualitas hidup selain dari itu pasien PGK akan
mengalami adanya pembatasan cairan, hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus,
gangguan keseimbangan dialisis, kram dan nyeri otot, hipoksemia, hiperkalemi dan juga
kecemasan (Isroin, 2016; Smeltzer, 2016). Berbagai dampak yang muncul dari PGK, seperti
pembatasan cairan, hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus semuanya sudah ada
penanganan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Smeltzer, 2016). Sedangkan untuk
namun selain dari itu, menurut peneliti perlu adanya intervensi lain yang bisa mengatasi
dan non-farmakologis. Tehnik non farmakologis yang bisa digunakan untuk menurunkan
tingkat kecemasan, seperti intervensi relaksasi otot progresif, relaksasi autogenik, terapi
musik atau murottal, pernapasan berirama, dan latihan relaksasi lainnya (Potter & Perry,
2016; Proverawati, 2019.). Dari berbagai intervensi tersebut, terapi murottal menjadi salah
satu terapi yang memiliki keunggulan memberikan efek tenang dan juga bisa lebih
mendekatnya diri kepada Allah SWT sehingga pasien bisa menerima takdir yang telah
terjadi.
Kelebihan terapi murottal Al-Qur’an dengan terapi lainnya karena terapi murottal
tidak memerlukan biaya, intervensi hanya dilakukan dengan cara mendengarkan saja
yang beragama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang
3
mendengarkannya akan membawa subjek merasa lebih dekat dengan Tuhan serta menuntun
subjek untuk mengingat dan menyerahkan segala permasalahan yang dimiliki kepada Tuhan,
hal ini akan menambah keadaan dengan rileks dan bisa menjadikan perubahan fisiologi yang
dirasakan menjadi lebih baik. Secara umum, yang mendengarkan terapi murottal al-Qur’an
akan merasakan adanya penurunan kecemasan, timbul ketenangan jiwa, dan bisa
Penelitian yang dilakukan oleh Yudha (2021) mengenai penerapan terapi murottal al-
Qur’an terhadap tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Kota
Metro dengan metode penelitian berupa studi kasus dan sampel hanya 1 orang didapatkan
hasil bahwa setelah dilakukan penerapan murottal al-Qur’an selama 3 hari maka terjadi
Berdasarkan penelitian lain di atas, maka bisa dikatakan terapi murottal al-Qur’an
bisa menurunkan tingkat kecemasan. Perbedaan dengan yang dilakukan pada penelitian ini
yakni metode penelitian berupa pre eksperimen dan jumlah sampel yang tidak hanya 1 orang
sehingga bisa melihat adanya perbedaan tingkat kecemasan pada beberapa sampel penelitian
berupa hasil sebelum dan setelah dilakukan intervensi terapi murottal al-Qur’an.
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSU Abdul Rajdak Purwakarta,
jumlah pasien PGK yang dilakukan hemodialisis pada tahun 2019 sebanyak 42 orang, tahun
2020 sebanyak 53 orang dan pada tahun 2021 sebanyak 64 orang. Angka tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kasus PGK yang dilakukan hemodialisis setiap tahunnya.
sering merasa gelisah, merasa takut, tidak bisa istirahat dengan tenang dan kadang pusing
serta mual apabila mengingat kondisi yang dialami. 2 orang menyebutkan merasa tidak
4
terlalu takut atas kondisi yang dialami dikarenakan merasa penyakit yang dialami merupakan
takdir dari Allah SWT. Hasil wawancara terhadap tenaga kesehatan didapatkan bahwa
selama ini belum pernah dilakukan intervensi dalam mengatasi kecemasan pada pasien
hemodialisis. Hanya saja tenaga kesehatan selalu dengan rutin berupaya meningkatkan
pengetahuan klien dnegan cara menginformasikan mengenai gagal ginjal kronis dan
hemodialisis.
Berdasarkan hasil di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh terapi murottal al-Qur’an terhadap tingkat kecemasan pada pasien