Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH TERAPI SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP

PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PASIEN CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD) YANG MENJALANI HEMODIALISIS

Dewi Astuti Sudijanto, S. Kep. Ns.1, Fitri Arofiati, S.Kep.,Ns.,MAN., Ph.D.2


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta1,2
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado1
email : dewiastutisudijanto.da@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang : Chronic Kidney Disease merupakan tahap akhir dari gagal
ginjal kronik, dimana jaringan ginjal berkurang secara ireversibel dan progresif,
sehingga pasien membutuhkan alternatif pengobatan pengganti ginjal, seperti
hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penderita Chronic Kidney Disease pada
umumnya mengeluhkan adanya gangguan tidur. Ada banyak cara untuk
mengatasi gangguan tidur pada penderita gagal ginjal kronik, dan satu
diantaranya adalah dengan pijat atau massage. Tujuan : Mengetahui pengaruh
Slow Stroke Back Massage pada peningkatan kualitas tidur penderita Chronic
Kidney Disease yang mendapat pengobatan hemodialisis. Metode : Penelitiani
inii menggunakani Quasi-Experimentali Designi dengan pendekatani Pretest –
Post testi Groupi Design. Pengambilan sampel dengan simple random sampling
sebanyak 36 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Hasil : Ada perbedaan kualitas tidur antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil uji statistik pada kelompok
intervensi nilai p = 0,005 (p < 0,05), kelompok kontrol nilai p = 1,000 (p > 0,05).
Simpulan : Bersarkan hasil penelitian didapati teknik SSBM sangat berpengaruh
pada peningkatan kualitas tidur pada penderita CKD yang mendapat pengobatan
HD. Pada kelompok intervensi ada perbedaan kualitas tidur pasien HD sebelum
dan setelah diberikan SSBM sedangkan pada kelompok kontrol tidak didapati
adanya perbedaan.
Kata Kunci : hemodialisis, kualitas tidur, penyakit ginjal kronis
ABSTRACT
Background: Chronic Kidney Disease is the final stage of chronic kidney failure,
where kidney tissue is irreversibly and progressively reduced, so patients need
alternative kidney replacement treatments, such as hemodialysis or kidney
transplantation. Patients with Chronic Kidney Disease generally complain of
sleep disturbances. There are many ways to treat sleep disorders in patients with
chronic kidney failure, and one of them is massage. Objective: To determine the
effect of Slow Stroke Back Massage on improving sleep quality of Chronic Kidney
Disease patients receiving hemodialysis treatment. Methods: This research uses a
Quasi-Experimental Design with a Pretest – Post-test Group Design approach.
Sampling by simple random sampling was 36 respondents who were divided into
2 groups, namely the control group and the intervention group. Results: There
was a difference in sleep quality between the control group and the intervention
group. The results of statistical tests in the intervention group p-value = 0.005 (p

1
< 0.05), the control group p-value = 1,000 (p > 0.05). Conclusion: Based on the
results of the study, it was found that the SSBM technique greatly influences the
improvement of sleep quality in CKD patients receiving HD treatment. In the
intervention group, there was a difference in the sleep quality of HD patients
before and after being given SSBM, while in the control group there was no
difference.
Keywords: chronic kidney disease, hemodialysis, sleep quality
PENDAHULUAN
Gagal ginjal merupakan keadaan ketidakmampuan ginjal dalam
mengeluarkan produk sisa metabolisme dan menjalankan fungsi pengaturannya
dengan benar. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka penderita akan mengalami
penyakit yang disebut gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD).
CKD merupakan tahap akhir dari gagal ginjal kronik, dimana jaringan ginjal
berkurang secara ireversibel dan progresif, sehingga pasien membutuhkan
alternatif pengobatan pengganti ginjal, seperti hemodialisis (HD) atau
transplantasi ginjal. United Stage Renal Data System atau USRDS (2016)
menyampaikan bahwa prevalensi CKD mencapai 14,8% dari tahun 2011-2014.
Diperkirakan penderita CKD yang juga memiliki peyakit diabetes mencapai 40%,
32% memiliki penyakit hipertensi, dan 40% memiliki penyakit kardiovaskular.
Selain itu tingkat kematian pada penderita CKD mencapai 134,8 per 1000 pasien/
tahun, dimana angka kematian pada laki-laki lebih tinggi yaitu 50,8 per 1.000
pasien/ tahun dibandingkan dengan wanita yaitu 41,1 per 1.000 pasien/tahun.
Di Indonesia, jumlah penderita CKD yang melakukan pengobatan HD
meningkat sekitar empat kali lipat dalam lima tahun terakhir (2011 sampai
dengan 2016). Diperkirakan sekitar 150.000 pasien gagal ginjal membutuhkan
terapi HD ini, namun kenyataannya hanya sekitar 100.000 pasien yang sudah
mendapatkan terapi HD. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
menyampaikan ada perkembangan 200.000 kasus setiap tahunnya untuk gagal
ginjal tahap akhir (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan laporan dari Indonesian
Kidney Registry atau IRR (2017), jumlah pasien aktif yang menjalani
hemodialisis adalah 77.892. Ada 30.843 pasien baru. Prevalensi usia gagal ginjal
kronik tertinggi adalah 65-74 tahun yaitu mencapai 8,23%, pada laki-laki
prevalensi gagal ginjal kronik sebesar 4,17% (Riskesdas, 2018). Data di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, penderita yang menjalani HD rutin di ruang
Dahlia pada bulan September 2020 sebanyak 195 penderita.
Penderita CKD pada umumnya mengeluhkan adanya gangguan tidur.
Tidur normal adalah perubahan tingkat kesadaran saat tubuh beristirahat dan
terjadi dalam siklus periode bermimpi dan istirahat secara fisik. Tidur dipengaruhi
oleh sistem sensori, dimana apabila tubuh kurang atau lebih mendapatkan
rangsangan sensori, maka akan terjadi gangguan tidur. Ada sekitar 95% penderita
gagal ginjal kronik mengalami gangguan tidur, sehingga berdampak pada
penurunan kualitas hidup pasien (Abassi et al, 2016). Kualitas hidup dijadikan
sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan dapat dinilai berdasarkan

2
kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan terlebih pada
penderita penyakit kronis, dalam hal ini CKD. Faktor yang paling terlihat dalam
penurunan kualitas hidupnya adalah kondisi fisik yang menurun salah satunya
disebabkan karena gangguan tidur, hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial
dan psikologisnya secara tidak langsung. Untuk mengatasi masalah gangguan
tidur tersebut diperlukan manajemen yang baik sehingga dapat meningkatkan
kualitas tidur pasien.
Sampai saat ini di RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado belum ada
eksperimen terkait SSBM dalam mengatasi gangguan tidur pada penderita CKD
yang melakukan pengobatan HD sehingga belum diketahui efektivitasnya, oleh
karena itu dilakukan penelitian mengenai ”pengaruh terapi SSBM terhadap
peningkatan kualitas tidur pasien CKD yang melakukan pengobatan HD” di
ruangan Dahlia RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado.
Gangguan tidur merupakan salah satu masalah tersering pada penderita
CKD yang mendapatkan pengobatan HD, sehingga perlu dilakukan tindakan
intervensi untuk mengatasi masalah tersebut guna meningkatkan kualitas tidur
pasien. Pijat punggung lambat atau terapi SSBM adalah satu tindakan intervensi
yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien CKD. SSBM adalah
teknik pijat yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah tidur. Namun,
untuk penderita CKD yang mendapat pengobatan HD, metode peningkatan
kualitas tidur ini belum banyak diteliti. Sehubungan dengan permasalahan di atas,
maka muncul pertanyaan penelitian apakah ada pengaruh SSBM terhadap
peningkatkan kualitas tidur penderita CKD yang mendapat pengobatan HD.
Adapun tujuan dari penulisaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh slow stroke
back massage (SSBM) pada peningkatan kualitas tidur penderita CKD yang
mendapat pengobatan hemodialisis.
METODE PENELITIAN
Penelitiani inii menggunakani Quasi-Experimentali Designi dengan
pendekatani Pretest – Post testi Groupi Design. iPadai penelitian ini peneliti
memberikan perlakuan pada kelompok intervensiidan tidak memberikan
perlakuan pada kelompok kontrol. Intervensi dilakukaniselama 10imeniti SSBM
setiapihariiselamai7 hari, setelah 7 hari dinilai kembali kualitas tidur.
Populasi penelitian yaitu penderita CKD yang mendapat pengobatan HD di
ruangan HD Dahlia RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Pada bulan
September 2020, tercatat 195 penderita rutin menjalani HD. Teknik
pengambilan sampel adalah simple random sampling. Sampel yang dipakai pada
setiap kelompok dalam penelitian ini berjumlah 16 orang, ada 2 kelompok,
penelitian, sehingga total sampel 32 orang. Sampel penelitian adalah populasi
yang telah ditentukan dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi :
Usia ≥ 18 tahun. Penderita CKD yang menjalani terapi HD > 3 bulan. Penderita
CKD yang menjalani terapi HD dua kali seminggu. Skor Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) ≥ 5. Sadar penuh serta mampu mendengar dan berkomunikasi
dengan baik. Status kesehatan mental yang baik dan tidak memiliki penurunan

3
daya ingat. Menempuh pendidikan formal (minimal sekolah dasar). Bersedia
mengikuti penelitian. Kriteria ekslusi : Perubahan kondisi secara tiba-tiba menjadi
tidak stabil ketika sedang dilakukan intervensi. Mengkonsumsi obat tidur secara
rutin sebelum tidur. Mempunyai masalah emosional.
Prosedur penelitian dimulai setelah mendapat ijin dari Ketua Program Studi
Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, kemudian peneliti mengajukan permohonan ijin Direktur RSUP Prof.
Dr. R. D Kandou Manado. Setelah mendapat izin dari Direktur RSUP Prof. Dr. R.
D Kandou Manado, tebusan diberikan kepada Kepala Ruangan Hemodialisis
Dahlia yang akan menjadi lokasi penelitian. Setelah prosedur administrasi selesai,
pengumpulan data penelitian baru dapat dilaksanakan oleh peneliti. Peneliti
melakukan pendekatan kepada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisis untuk mendapatkan persetujuan menjadi responden sebelum
melakukan perlakuan dengan surat persetujuan responden (informed consent).
Setelah mendapatkan persetujuan peneliti membagi responden menjadi dua
kelompok yaitu kelompok intervensi sebanyak 18 orang responden dan kelompok
kontrol sebanyak 18 orang responden. Peneliti melakukan pengukuran kualitas
tidur dengan menggunakan kuesioner PSQI pre-test kepada kedua kelompok
responden yang diisi langsung oleh pasien atau pendamping pasien/keluaraga (jika
pasien tidak dapat mengisi karena akses HD ataupun kelemahan). Kemudian
kelompok intervensi diberikan tindakan slow stroke back massage, diajarkan oleh
peneliti dengan berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
dilanjutkan di rumah oleh keluarga selama 7 hari dan setiap tindakan dilakukan
selama 10 menit, sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan istirahat tanpa
tindakan slow stroke back massage. Sebelum dilakukan di rumah, keluarga
dimintakan untuk dapat mempraktekkan teknik massage dengan baik dan benar di
depan peneliti. Saat pelaksanaan di rumah, peneliti memantau via telpon,
menanyakan waktu pemberian, berapa lama dilakukan, dan apakah ada kendala
dalam pelaksanaan terapi. Dalam hal ini dari semua responden terjadwal dan
terlaksana sesuai yang diharapkan. Kemudian dikontrol lagi pada saat pasien
datang untuk menjalani terapi HD yaitu hari ke 3 setelah pertemuan pertama.
Setelah 7 hari (pertemuan ke 3) dilakukan pengukuran kembali kualitas tidur
dengan menggunakan kuesioner PSQI pada kedua kelompok tersebut (post-test).
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Tabel 1. Kualitas Tidur Kelompok Sebelum Intervensi
Karakteristik Kelompok Kelompok
P Mean St Dev
Intervensi Kontrol
Kualitas Tidur Subjektif
Sangat Baik 1 0
Cukup Baik 3 1 0,040 2,14 0,723
Cukup Buruk 11 9
Sangat Buruk 3 8
Latensi Tidur 0,811 1,97 0,736
Sangat Baik 0 0
Cukup Baik 4 6

4
Cukup Buruk 10 7
Sangat Buruk 4 5
Durasi Tidur
Sangat Baik 1 0
Cukup Baik 10 7 0,099 1,61 0,766
Cukup Buruk 6 7
Sangat Buruk 1 4
Efisiensi Tidur
Sangat Baik 5 3
Cukup Baik 10 3 0,020 1,42 1,079
Cukup Buruk 1 6
Sangat Buruk 2 6
Gangguan Tidur
Sangat Baik 0 0
Cukup Baik 6 9 0,317 1,58 0,500
Cukup Buruk 12 9
Sangat Buruk 0 0
Penggunaan Obat Tidur
Sangat Baik 11 14
Cukup Baik 7 1 0,519 0,39 0,645
Cukup Buruk 0 3
Sangat Buruk 0 0
Gangguan Siang
Sangat Baik 1 1
Cukup Baik 5 2 0,349 1,75 0,649
Cukup Buruk 11 14
Sangat Buruk 1 1
Dari Tabel 1. menunjukkan ada perbedaan kualitas tidur subjektif antara
kelompok control dan intervensi sebelum diberi intervensi dimana nilai p = 0,040
(p < 0,05). Tidak ada perbedaan latensi tidur antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi sebelum diberi intervesi dimana nilai p = 0,811 (p > 0,05).
Tidak ada perbedaan durasi tidur antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi sebelum diberi intervensi dimana nilai p = 0,099 (p > 0,05). Ada
perbedaan efisiensi tidur antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
sebelum diberi intervensi dimana nilai p = 0,020 (p < 0,05). Tidak ada perbedaan
gangguan tidur antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum diberi
intervesi dimana nilai p = 0,317 (p > 0,05). Tidak ada perbedaan penggunaan obat
tidur antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum diberi intervesi
dimana nilai p = 0,519 (p > 0,05). Tidak ada perbedaan gangguan siang hari
antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum diberi intervesi dimana
nilai p = 0,349 (p > 0,05).
Tabel 2. Kualitas Tidur Kelompok Setelah Intervensi

Karakteristik Kelompok Kelompok


P Mean St Dev
Intervensi Kontrol
Kualitas Tidur Subjektif
Sangat Baik 3
Cukup Baik 15 1 0,000 1,61 0,934
Cukup Buruk 9
Sangat Buruk 8
Latensi Tidur 0,00 1,47 0,736

5
Sangat Baik 0 0
Cukup Baik 18 6
Cukup Buruk 0 7
Sangat Buruk 0 5
Durasi Tidur
Sangat Baik 3 0
Cukup Baik 15 7 0,000 1,33 0,793
Cukup Buruk 0 7
Sangat Buruk 0 4
Efisiensi Tidur
Sangat Baik 12 3
Cukup Baik 5 3 0,000 1,11 1,141
Cukup Buruk 1 6
Sangat Buruk 6
Gangguan Tidur
Sangat Baik 0 0
Cukup Baik 18 9 0,001 1,25 0,439
Cukup Buruk 0 9
Sangat Buruk 0 0
Penggunaan Obat Tidur
Sangat Baik 11 14
Cukup Baik 7 1 0,519 0,39 0,645
Cukup Buruk 0 3
Sangat Buruk 0 0
Gangguan Siang
Sangat Baik 1 1
Cukup Baik 12 2 0,002 1,53 0,654
Cukup Buruk 5 14
Sangat Buruk 0 1
Dari Tabel 2. menunjukkan ada perbedaan kualitas tidur subjektif antara
kelompok kontrol dan intervensi setelah diberi intervensi dimana nilai p = 0,000
(p < 0,05). Ada perbedaan latensi tidur antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi setelah diberi intervesi dimana nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ada
perbedaan durasi tidur antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah
diberi intervensi dimana nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ada perbedaan efisiensi tidur
antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah diberi intervensi dimana
nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ada perbedaan gangguan tidur antara kelompok kontrol
dan kelompok intervensi setelah diberi intervesi dimana nilai p = 0,001 (p < 0,05).
Tidak ada perbedaan penggunaan obat tidur antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi setelah diberi intervesi dimana nilai p = 0,519 (p > 0,05).
Ada perbedaan gangguan siang hari antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi setelah diberi intervesi dimana nilai p = 0,002 (p < 0,05).
Analisa Bivariat
Tabel 3. Kualitas Tidur Pasien HD Sebelum Dan Setelah Tindakan SSBM pada Kelompok
Intervensi

p Value
Kualitas Tidur Z n
- Sebelum Tindakan SSBM
-2.828 0,005 18
- Sesudah Tindakan SSBM

6
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,005, sehingga nilai p < 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian
SSBM terhadap kualitas tidur pada kelompok intervensi.
Tabel 4. Kualitas Tidur Pasien HD Pengukuran Pertama dan Kedua pada Kelompok Kontrol

Kualitas Tidur Z p Value n


- Sebelum (pengukuran Pertama)
0,000 1,000 18
- Sesudah (Pengukuran kedua)
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 1,000, sehingga nilai p > 0,05 maka Ha
ditolak dan Ho diterima sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh
pemberian SSBM terhadap kualitas tidur pada kelompok kontrol.
Tabel 5. Kualitas Tidur Pasien HD Kelompok Kontrol dan Intervensi

Rata-rata Mann p Value


Kualitas Tidur n
Whitney
- Kelompok Kontrol 23,00
81.000 0,001 18
- Kelompok Intervensi 14,00
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,001 sehingga nilai p < 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan kualitas tidur
antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas tidur pasien CKD dengan
terapi HD di ruang Dahlia RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado secara
kategorik saat pre test kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagian besar
buruk.
Gangguan tidur sering terjadi pada penderita CKD dengan pengobatan
HD, dan alasannya bermacam-macam. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh
dialisis yang tidak mencukupi serta hal lain yang mempengaruhi keadaan
penyakit dan hasil pengobatan. Insomnia dan sleep apnea merupakan gangguan
tidur yang sering ditemukan pada pasien CKD (Nissenson dan Fine, 2017).
Tidur adalah berubahnya keadaan kesadaran seseorang, yaitu
berkurangnya tanggapan serta respon terhadap lingkungan sekitar (Kozier, 2011).
Tidur dipengaruhi oleh sistem sensori, dimana apabila tubuh kurang atau lebih
mendapatkan rangsangan sensori, maka akan terjadi gangguan tidur. Ada sekitar
95% penderita CKD mengalami gangguan tidur, sehingga berdampak pada
penurunan kualitas hidup pasien (Abassi, et al, 2016).
Penderita CKD mengalami perubahan status kesehatan secara bertahap
yang disebabkan oleh proses perjalanan penyakit dan akibat dari terapi
hemodialisis. Kedua proses ini mengakibatkan gangguan tidur sehingga
menyebabkan kualitas tidur seseorang tidak dapat terpenuhi dengan baik.
Gangguan tidur pada pasien CKD disebabkan oleh berbagai hal antara lain yaitu
uremia, restless legs syndrome (RLS), status anemia, perubahan metabolik, obat –
obatan, dan ketidakseimbangan neurotransmitter.
Penderita CKD dengan pengobatan HD selama lebih dari 3 bulan banyak
mengalami gangguan tidur, sebanyak 60,9% melaporkan mengalami insomnia dan
24,6% mengalami sleep apnea. Untuk mengatasi masalah gangguan tidur tersebut
diperlukan manajemen yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur
pasien. Hasil penelitian ini ditemukan adanya pengaruh terapi SSBM terhadap

7
peningkatan kualitas tidur pasien CKD yang menjalani HD di Ruangan Dahlia
RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado (p < 0,005).
Slowi strokei backi massagei (SSBM) idalami peraktiki keperawatan
merupakani massagei yangi dikenali dengani effleurage. Slow stroke backmassage
(SSBM) merupakan gosokan lambat yang berirama menggunakan tangan pada
tingkat 60 gosokani permeniti yangi dapat diberikani selamai 8i sampaii 10i
menit. iSlowi strokei backi massage (SSBM) isangati mudah iuntuki diberikan,
tidakimembahayakanidan tidakidilakukani secarai invasiveidani relatifi tidaki
memerlukani biaya.
Kualitas tidur subjektif adalah evaluasi singkat terhadap kualitas tidur
apakah baik atau buruk. Pasien HD sebelum adanya intervensi dalam penilaian
tidurnya kebanyakan kualitas tidurnya cukup buruk karena pasien belum mampu
mentoleransi perubahan tidur yang diakibatkan oleh penyakit CKD. Mereka
cenderung mengalami gangguan tidur disebabkan badan lemah, nukturia, mual
dan kurang nafsu makan. Setelah adanya intervensi berupa SSBM terjadi
peningkatan kualitas tidur pasien dimana sebagian besar pasien yang diberi
intervensi SSBM mengalami kualitas tidur subjektif yang cukup baik. Pemberian
massage membantu kontraksi otot untuk mengeluarkan zat kimia otak
(neurotransmitter) menstimulasi RAS (Reticular Activating System) untuk
melepaskan hormone serotin, asetilkolin dan endorphine yang dapat memberikan
rasa nyaman dan relaksasi. Rileks dan nyaman dapat menurunkan produksi
kortisol dalam darah membuat emosi seimbang, pikiran tenang serta
meningkatkan kualitas tidur (Paramuthi et al, 2019).
Latensi tidur adalah lama waktu yang dibutuhkan pasien untuk jatuh tidur.
Pasien yang menjalani HD sebelum di beri intervensi memiliki latensi tidur yang
sebagian besar cukup buruk. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien memiliki
waktu yang lama untuk dapat tidur. Umumnya gangguan tidur yang dihadapi oleh
pasien berupa stress yang diakibatkan pasien tidak terima dengan kondisi
kesehatan yang dihadapi sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk tertidur.
Setelah diberi intervensi berupa SSBM terjadi peningkatan kualitas tidur dimana
sebagian besar mengalami latensi tidur yang cukup baik. Dalam hal ini, SSBM
membuat pori – pori kulit berdilatasi sehingga terjadi penurunan suhu tubuh yang
akan mengurangi fase keterjagaan.
Durasi tidur adalah merupakan jumlah jam tidur yang dialami oleh pasien.
Pasien yang menjalani HD sebelum di beri intervensi memiliki durasi tidur yang
umumnya cukup baik. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien memiliki durasi
tidur normal yaitu 6-7 jam. Jika dilihat dari umur responden yang sebagian besar
sudah di atas 55 tahun atau sudah masuk ke umur lansia sehingga waktu tidur
yang normal bagi lansia adalah 6 sampai 7 jam. Penurunan fase NREM 1 dan 2,
stadium 3 dan 4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang, membuat tidur
lansia berkurang dibandingkan dengan orang dewasa yang rata-rata 8 jam. Setelah
diberikan intervensi berupa SSBM durasi tidur pasien menjadi lebih baik.
Pelaksanaan SSBM ini dapat menurunkan suhu tubuh dimana suhu tubuh yang
menurun akan membuat tubuh lelah malas dan akhirnya cepat tertidur yang dapat
berdampak pada durasi tidur pasien.

8
Efisiensi kebiasaan tidur adalah penilaian berupa waktu tidur , waktu
bangun dan durasi tidur. Efisiensi kebiasaan tidur bisa diketahui dengan
membandingkan waktu tidur sebenarnya dengan lama waktu seseorang ada di atas
tempat tidur yang kemudian dikalikan dengan 100%. Jumlah lebih dari 84%
berarti tidur seseorang tersebut efisien dan jika kurang dari itu maka tidur
seseorang dikatakan tidak efisien. Sebelum diberi intervensi, efisiensi tidur pasien
sebagian besar cukup baik. Tidur pada waktu yang sama setiap malam dan bangun
pada waktu yang sama setiap pagi akan menjadi kebiasaan yang bagus bagi
seseorang. Efisiensi kebiasaan tidur berubah bisa diakibatkan oleh kebiasaan pola
tidur individu yang berubah dan juga bisa dikarenakan faktor lain misalnya
lingkungan yang kurang kondusif dan lainnya.
Gangguan tidur pasien HD berupa terbangun pada tegah malam, bangun
ke kamar mandi, tidak bisa bernapas dengan nyaman, batuk/ mendengkur keras,
merasa kedinginan, merasa kepanasan dan mimpi buruk. Pada pasien yang
belum dilakukan intervensi SSBM sebagian besar responden mangalami
gangguan tidur yang cukup buruk. Penyakit ginjal mempengaruhi gangguan tidur
dimana kelebihan volume cairan, perubahan posisi tidur dapat memicu terjadinya
gangguan pernapasan. Kondisi sakit yang menyebabkan nyeri serta ketidak-
nyamanan fisik dapat menjadikan responden mengalami peningkatan frekuensi
terbangun pada malam hari sehingga terjadi penurunan jumlah jam tidur. Depresi
juga merupakan salah faktor yang berkontribusi terhadap terganggunya tidur
responden. Hal-hal seperti ini yang dapat menyebabkan responden terbangun dan
mengalami kesulitan untuk tidur kembali sesuai dengan kebutuhan. Setelah diberi
intervensi SSBM gangguan tidur pasien HD sebagian besar menjadi cukup baik.
Pengaruh SSBM terletak pada stimulus fokal area kulit punggung berupa usapan
yang terdiri dari 2 jenis gerakan. Usapan memanjang dalam SSBM berguna untuk
memberikan ketenangan pada klien, sedangkan usapan pendek dan sirkuler
cenderung bersifat menstimulasi. Gerakan usapan yang memanjang yang
diberikan pada punggung akan menstimulasi saraf perifer yang diteruskan pada
bagian hipotalamus. Hipotalamus merespon stimulus tersebut untuk mensekresi
hormone endorfin dan mengurangi kortisol melalui pelepasan kortikotropin
sehingga mengurangi aktivitas saraf simpatis. Stimulus SSBM yang
mempengaruhi sistem saraf perifer ini akan diteruskan ke hipotalamus melalui
spinal cord. Hipotalamus merespon stimuli tersebut untuk mensekresi hormon
endorfin dan mengurangi kortisol melalui pelepasan kortikotropin sehingga
mengurangi aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf
parasimpatis. Produksi hormone endorfin akan merangsang produksi hormone
serotonin dan dopamin yang berfungsi untuk menurunkan kecemasan dan
gangguan tidur sehingga menimbulkan respon relaksasi (Kurniawan, et al, 2017)
Penggunaan obat tidur bertujuan membuat pasien lebih mudah untuk
tertidur. Penggunaan obat untuk membantu tidur sebenarnya tidak baik bagi tubuh
seseorang dan seharusnya dihindari semaksimal mungkin. Walaupun obat tidur
bermanfaat untuk membantu tidur menjadi lebih mudah, namun obat tidur ini
membuat pasien mengalami gangguan tidur. Hasil penelitian sebelum dan sesudah
diberikan intervensi SSBM, pasien tidak mengkonsumsi obat tidur secara rutin,

9
mereka hanya menggunakan sesekali obat-obat tertentu seperti obat penghilang
rasa sakit untuk membantu tidur.
Gangguan aktivitas pada siang hari berupa merasa mengantuk dan
mengganggu konsentrasi pada siang hari. Penelitian ini mendapatkan bahwa
sebelum diberi intervensi SSBM, sebagian besar mengalami gangguan yang
cukup buruk. Hal ini disebabkan pasien kesulitan untuk terjaga atau mudah
ngantuk ketika beraktivitas pada siang hari. Pemberian terapi SSBM dapat
meningkatkan total jam tidur pasien di malam hari yang berdampak pada adanya
perasaan enak dan segar akan dirasakan setelah pasien mengalami tidur nyenyak
yang disebabkan oleh kerja hormone pertumbuhan pada tidur tahap 4. Hormon
pertumbuhan berfungsi untuk pemulihan tubuh, memperbaiki sel, membangun
otot dan jaringan pendukung. Adanya peningkatan total jam tidur setelah
diberikan terapi slow stroke back massage yang berdampak pada pemenuhan
energi tubuh. Selama tidur tubuh menyimpan energi dan penurunan laju metabolic
basal menyimpan persediaan energi. Selama periode awal tidur malam, terjadi
peningkatan sekresi hormon pertumbuhan sedangkan Adeno Corticotropin
Hormon (ACTH) dan kortisol menurun. Kortisol berpengaruh terhadap
pemecahan karbohidrat, protein dan lemak melalui gluconeogenesis yang
menghasilkan glukosa sebagai sumber energi serta berperan dalam mempengaruhi
fungsi tubuh selama periode istirahat.
Oleh karena itu penatalaksanaan nonfarmakologis SSBM dipilih untuk
peningkatan kualitas tidur pasien CKD yang menjalani HD di Ruangan Dahlia
RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Hal ini dikarenakan Slow Stroke Back
Massage menstimulasi saraf-saraf di superficial di kulit punggung yang kemudian
diteruskan ke otak di bagian hipotalamus. Sistem saraf desenden yang ada pada
hipotalamus melepaskan opiat endogen, seperti endorphin. Peningkatan hormon
endorphin menstimulasi produksi hormon dopamine dan hormon serotonin.
Hormon dopamine yang naik kadarnya menyebabkan kecemasan berkurang
sedangkan hormon serotonin yang meningkat dapat mengurangi gangguan tidur
yang menyebabkan pasien lebih rileks dan secara tidak langsung mendistraksi dan
menurunkan tingkat depresi yang dialami (Bafadal, et al, 2020).
SIMPULAN
Ada pengaruh pemberian SSBM terhadap kualitas tidur pada kelompok intervensi.
Tidak ada pengaruh pemberian SSBM terhadap kualitas tidur pada kelompok
kontrol. Pada kelompok intervensi ada perbedaan kualitas tidur pasien HD
sebelum dan setelah dilakukan SSBM sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
perbedaan kualitas tidur pada pengukuran pertama dan kedua. Ada perbedaan
kualitas tidur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
SARAN
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan perawat
secara umum khususnya perawat HD mengenai pengaruh slow stroke back
massage terhadap peningkatan kualitas tidur penderita CKD yang mendapat
pengobatan HD. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan menambah pengalaman tentang riset keperawatan serta pengembangan
wawasan tentang terapi non farmakologis slow stroke back massage. Diharapakan
dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pasien/ keluarga dalam memilih terapi

10
non farmakologis slow stroke back massage yang praktis dan dapat dipraktikkan
dalam peningkatan kualitas tidur pasien. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya
agar dapat menjadi salah satu bahan acuan dalam membandingkan terapi SSBM
dengan terapi non farmakologi lainya untuk menilai keefektifannya dalam
peningkatan kualitas tidur pasien CKD dengan pengobatan hemodialisis.
DAFTAR PUSTAKA
Abassi, M. R., Safavi, a., Haghverdi, M., & Saedi, B. (2016). Sleep disorders in
ESRD patients undergoing hemodialysis. Acta Medica Iranica, 54(3).
Alligood, M. (2014). Nursing Theorists and Their Work. Evolution of Nursing
Theories (Edition 8). United States Of America: Elsevier. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10846995
Bakri, S. (2014). The 14th Jakarta Nephrology and Hypertension
Course.Semarang: Pernefri.
Banaga, A. S. I., Mohammed, E. B., Siddig, R. M., Salama, D. E., Elbashir,
S. B., Khojali, M. O., … Homeida, M. M. (2015). Causes of end
stage renal failure among haemodialysis patients in Khartoum
State/Sudan. BMC Research Notes, 8, 502.
http://doi.org/10.1186/s13104-015- 1509-x
Bayhakki. (2012). Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: ECG.
http://doi.org/10.1080/16501960410016776
Bieber, B., Qian, J., Anand, S., Yan, Y., Chen, N., Wang, M., … Ramirez,
S. P. B. (2014). Two-times weekly hemodialysis in China:
Frequency, associated patient and treatment characteristics and
quality of life in the China dialysis outcomes and practice patterns
study. Nephrology Dialysis Transplantation, 29(9),
1770–1777. http://doi.org/10.1093/ndt/gft472
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. (A. Suslia &
P. P. Lestari, Eds.) (8th ed.). jakarta: Salemba Medika.
Black, Joyce; Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan) (Edisi 8). Jakarta: Salemba Medika.
Brunner; Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 12). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Caldwell, C., & Victoria, H. K. (2011). Breathwork in body psychotherapy:
Towards a more unified theory and practice. Body, Movement and Dance in
Psychotherapy, 6(2), 89–101.
http://doi.org/10.1080/17432979.2011.574505
Caudle, W. M., Richardson, J. R., Wang, M. Z., Taylor, T. N., Guillot, T. S.,
McCormack, a. L., … Miller, G. W. (2007). Reduced Vesicular Storage of
Dopamine Causes Progressive Nigrostriatal Neurodegeneration. Journal of
Neuroscience, 27(30), 8138–8148.
http://doi.org/10.1523/JNEUROSCI.0319-07.2007
Chien, H., Chung, Y., Yeh, M., & Lee, J. (2015). Breathing exercise combined
with cognitive behavioural intervention improves sleep quality and heart rate

11
variability in major depression, (365), 3206– 3214.
http://doi.org/10.1111/jocn.12972
Cinar, S. & Eser, I. (2012). Effect on Sleep Quality of Back Massage in Older
Adults in Rest Home. Dipetik November 15, 2017, dari
http://www.deuedu.tr/Uploaded Files/Birimler/19549/cinar-2- 7.pdf
Ckrishwa. (2013). Breathing Exercise to Live for Long with Healthy and Fitness.
Chinnasamy Krishnan.
Cooper, S., & King, D. (2015). An Update on the Genetics , Iron Storage
Dysfunction and Dopaminergic Mechanisms in RLS, 7–10.
Da Costa, S. V., & Ceolim, M. F. (2013). Factors that affect inpatients’ quality of
sleep. Revista Da Escola de Enfermagem, 47(1), 46–52.
http://doi.org/10.1590/S0080-62342013000100006
Dahlan, S. (2014). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Edisi 6).Jakarta:
Epidiomologi Indonesia.
Dewi, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur: CV.
Trans Info Media.
Driver, H., Gottschalk, R., Hussain, M., Morin, C. M., Shapiro, C., & Zyl, L. Van.
(2012). The Youthdale Series 1 insomnia in adults and children.
Dua, Anahita; Shalhub, Sherene; Shin, S. (2017). Hemodialysis Access.
Washington: Springer International Publishing.
http://doi.org/10.1016/B978-0-323-05726-4.00028-7
Elios Russo, G. (2014). Glomerulonephritis, Pathogenetic Mechanisms and
Therapeutic Options: An Overview. Journal of Nephrology & Therapeutics,
04(04). http://doi.org/10.4172/2161-0959.1000175
Ezzat, H., & Mohab, a. (2015). Prevalence of sleep disorders among ESRD
patients. Renal Failure, 37(6), 1013–1019.
http://doi.org/10.3109/0886022X.2015.1044401
Gigli, G., Lorenzut, S., Serafini, A., & Valente, M. (2011). Sleep Disturbances
Among Dialysis Patients. Kidney Transplantation, 317– 328.
http://doi.org/10.5772/60142
Grippo, A. J., Johnson, A. K., Dantzer, R., Connor, J. C. O., Freund, G. G.,
Johnson, R. W., … Manuscript, A. (2010). NIH Public Access.
Autoimmunity, 9(1), 447–453. http://doi.org/10.1038/nrn2297.From
Hidayat, A. Aziz Alimul 2017. Metode penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Hwang, H. S., Hong, Y. A., Yoon, H. E., Chang, Y. K., Kim, S. Y., Kim, Y. O.,
… Yang, C. W. (2016). Comparison of Clinical Outcome Between Twice-
Weekly and Thrice-Weekly Hemodialysis in Patients With Residual Kidney
Function. Medicine, 95(7), e2767.
http://doi.org/10.1097/MD.0000000000002767
Journal, O., The, O. F., Society, I., & Nephrology, O. F. (2013). KDIGO 2012
Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation

12
and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney International, 3(1),
Supplement. http://doi.org/10.1038/kisup.2012.76
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), 1 – 7.
Retrieved from https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUK
EwjIzfDJsYPKAhVSA44KHUmSDasQFggZMAA&url=http://
www.depkes.go.id/download.php?file=downloa
d/pusdatin/infodatin/infodatin-
Khakha, D. C., Satapathy, S., & Dey, A. B. (2015). Impact of Jacobson
Progressive Muscle Relaxation ( JPMR ) and Slow back massages on
Anxiety , Psychological Distress and Quality of Sleep of Hospitalized Older
Adults, 10(2), 211–223.
Kim, K., Lee, M., Kang, K., & Choi, S. (2010). Role of acupressure in symptom
management in patient with end stage renal disease : a systematc review.
Journal of Palliative Medicine, 13(7), 885 – 92.
Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik (7 ed., Vol. I). Jakarta: EGC
Lewis, B. D. H. (2014). Medical - Surgical Nursing, Assesment and Management
Of Clinical Problems (Ninth Edit). United States Of America: Elsiever.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak WI., Nurul C., Joko S. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur
Tetap dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nissenson, Allen; Fine, R. (2017). Handbook of Dialysis (Edisi 5). Philadephia:
Elsevier. http://doi.org/10.1016/B978-1-4160-4197- 9.50089-2
Okpechi, I. G., Nthite, T., & Swanepoel, C. R. (2013). Health-related quality of
life in patients on hemodialysis and peritoneal dialysis. Saudi Journal of
Kidney Diseases and Transplantation : An Official Publication of the
Saudi Center for Organ Transplantation, Saudi Arabia, 24(3), 519–26.
http://doi.org/10.4103/1319-2442.111036
Pedruzzi, L. M., Cardozo, L. F. M. F., Daleprane, J. B., Stockler-Pinto, M. B.,
Monteiro, E. B., Leite, M., … Mafra, D. (2015). Systemic inflammation and
oxidative stress in hemodialysis patients are associated with down-regulation
of Nrf2. Journal of Nephrology, 28(4), 495–501.
http://doi.org/10.1007/s40620-014-0162-0.
Potter, Patricia A; Perry, A G. (2017) Fundamental of Nursing – Australia
Version 5th Edition. Editor: Jackie Crisp, Clint Dougas, Geraldine Rebeiro,
Donna Walters. Elsevier, Chatswood, New South Wales.
Price, Sylvia; Wilson, L. (2014). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit. (D. Hartanto, Huriawati; Wulansari, Pita; Susi, Natalia;
Mahanani, Ed.) (Edisi 6, V). Jakarta: EGC.
Rai, M., Rustagi, T., Rustagi, S., & Kohli, R. (2011). Depression, insomnia and
sleep apnea in patients on maintenance hemodialysis. Indian Journal of

13
Nephrology, 21(4), 223–229. http://doi.org/10.4103/0971-
4065.83028
Rambod, M., Pourali-Mohammadi, N., Pasyar, N., Rafii, F., & Sharif, F. (2013).
The effect of Benson’s relaxation technique on the quality of sleep of Iranian
hemodialysis patients: A randomized trial. Complementary Therapies in
Medicine, 21(6), 577–584. http://doi.org/10.1016/j.ctim.2013.08.009
Redeker, Nancy; McEnany, G. P. (2011). Sleep Disorders and Sleep Promotion in
Nursing Practice. New York: Springer Publishing Company.
Registry, I. R. (2014). 7 th Report Of Indonesian Renal Registry 2014 7 th Report
Of Indonesian Renal Registry 2014.
Remmert, Leighann; Sorrentino, S. (2017). Mosbys’s Textbook For Nursing
Assistants (Edisi 9). St. Louis, Missouri: Elsevier.
Richard, B. (2012). Fundamentals of Sleep Medicine. Przeglad lekarski (Vol. 67).
Philadelphia: Elsevier Saunders. http://doi.org/10.1016/B978-0-444-
52007-4.00017-5
Richards, K. C., Bost, J. E., Rogers, V. E., Hutchison, L. C., Beck, C. K., Bliwise,
D. L., … Allen, R. P. (2015). Diagnostic accuracy of behavioral, activity,
ferritin, and clinical indicators of restless legs syndrome. Sleep, 38(3), 371–
380. http://doi.org/10.5665/sleep.4492
Riegel, B., Jaarsma, T., & Strömberg, A. (2012). A middle-range theory of self-
care of chronic illness. ANS. Advances in Nursing Science, 35(3), 194–204.
http://doi.org/10.1097/ANS.0b013e318261b1ba
Rosa-Diez, G., Gonzalez-Bedat, M., Ferreiro, A., García-García, G., Fernandez-
Cean, J., & Douthat, W. (2016). Burden of end-stage renal disease (ESRD) in
Latin America. Clinical Nephrology, 86(S1), 29–33.
http://doi.org/10.5414/CNP86S105
Shaw, J. E., Sicree, R. a., & Zimmet, P. Z. (2010). Global estimates of the
prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical
Practice,87(1), 4–14. http://doi.org/10.1016/j.diabres.2009.10.007
Sastroasmoro, Sudigdo & Ismael, Sofyan.2014. Dasar – Dasar Metodologi
Penelitian Klinis Edisi ke-5. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.).
Jakarta: EGC.
Stanley; Leither, T. W., & Sindelir, C. (2011). Benefits of a Holistic Breathing,
38(2), 149–153.
Sukardi. (2011). Meodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: PT Bumi Askara.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitas, Kualitatif, R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.

14
Swarjana, I. K. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. (I. Nastiti, Ed.).
Yogyakarta: ANDI.
System, U. S. R. D. (2016). Disusun Oleh : Retrieved from
www.USRDS.org/ADR
The, D., & There, D. (n.d.). 3 Risk factors and causes of chronic kidney disease,
39–57.
Transplantation, O., Arabia, S., & Urology, M. (2010). Sleep disorders in
hemodialysis patients, (October 2015).

Wulandari, I. S. M dan Fatimah, S. (2016). Hubungan Lamanya Menjalani


Hemodialis dengan Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Terinal di Rumah
Sakit Advent Bandung. Jurnal Medika Cendikia 3 (1): 1-8
Wood, L., & Haber, J. 2014. Nursing research: Methods and critical appraisal for
evidance base practice. St. Louis: Mosby Elsevier.
Yang, L., Wellman, L. L., Tang, X., & Sanford, L. D. (2011). Effects of
corticotropin releasing factor (CRF) on sleep and body temperature
following controllable footshock stress in mice. Physiology and
Behavior, 104(5), 886–892.
http://doi.org/10.1016/j.physbeh.2011.05.025
Zakerimoghadam M, Tavasoli K, Nejad AK, K. S. (2011). The effect of breathing
exercises on the fatigue levels of patients with chronic obstructive pulmonary
disease. Acta Medica Indonesiana, 29–33. Retrieved from
http://search.pedro.org.au/search-results/record- detail/28499
Zalai, D., Szeifert, L., & Novak, M. (2012). Psychological Distress and
Depression in Patients with Chronic Kidney Disease. Seminars in Dialysis,
25(4), 428–438. http://doi.org/10.1111/j.1525- 139X.2012.01100.x

15

Anda mungkin juga menyukai