Anda di halaman 1dari 34

laporan orientasi PRAKTEK

KLINIK KEPERAWATAN
Mahasiswa universitas
muhammadiyah manado

UNIT HEMODIALISIS DAHLIA RSUP


PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saat ini pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) telah memasuki tahap
pelaksanaan di tingkat klinik. Tahap ini merupakan tahap pembelajaran yang sangat penting
dalam pendidikan mahasiswa keperawatan, dimana mahasiswa mulai memakai semua ilmu
yang didapat sebelumnya dan diaplikasikan pada tahap klinik yang beorientasikan pada
pasien dan masalah asuhan keperawatan secara terintegrasi di rumah sakit.
Proses pendidikan ke depan lebih ditekankan pada proses pembelajaran berdasarkan
kompetensi dengan pendekatan SPICES (Studentcentered, Problem-based, Integrated,
Community-based, Electives and Systematic) sehingga diharapkan nantinya mahasiswa yang
lulus benar-benar kompeten dalam melakukan penatalaksanaan asuhan pasien secara holistik
dan komprehensif serta mampu bersaing di era globalisasi dan pasar bebas.
Dalam pendidikan kesehatan Scheek and Gebbie menyatakan bahwa pembelajaran
klinik adalah “the heart of the total curriculum plan”, maksudnya unsur yang paling utama
dalam pendidikan kesehatan adalah bagaimana proses pembelajaran klinik di kelola di lahan
praktek. Oleh karena itu manajemen pembelajaran klinik perlu dikelola dengan baik di rumah
sakit.
Dalam proses pencapaian kompetensi melalui pembelajaran dan pelatihan di tahap
praktek klinik, mahasiswa keperawatan di harapkan mampu melaksanakannya sesuai dengan
aturan yang ada di lahan praktek umumnya dan lahan praktek di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado secara khusus dalam hal ini di Unit Hemodialisis Dahlia dengan
memperhatikan masalah etika keperawatan dan hukum kesehatan. Mahasiswa keperawatan
patut menyadari pentingnya keselamatan pasien, pengendalian infeksi secara efektif dan hak-
hak pasien yang harus di penuhi selama proses pembelajaran praktik klinik.
Oleh karena itu, di samping perlu adanya panduan dan pedoman dalam menjalankan
praktek klinik dari pihak pendidikan juga perlu adanya proses orientasi yang di lakukan
pihak rumah sakit sebagai tempat lahan praktek mahasiswa untuk mengenalkan mahasiswa
dengan sistem kerja di rumah sakit terutama di unit-unit praktek yang dituju.
Orientasi adalah memberikan informasi yang berhubungan dengan lingkungan baru
dalam suatu organisasi, meliputi organisasi tata laksana, kebijakan, tugas, fungsi, tanggung
jawab dan wewenang. Orientasi mahasiswa di Unit Hemodialisis Dahlia RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado adalah upaya pelatihan dan pengembangan awal bagi para mahasiswa
praktek klinik keperawatan yang memberi informasi mengenai lingkungan, proses pekerjaan
dan kelompok kerja yang ada di . Orientasi dapat diartikan sebagai pengenalan dengan staf
dan cara kerja serta proses pemberian asuhan keperawatan di Unit Hemodialisis Dahlia.
Melalui orientasi pada awal praktek klinik diharapkan mahasiswa keperawatan akan
merasa lebih siap dalam menerima tanggung jawab, serta dapat melaksanakan praktek klinik
dengan penuh percaya diri karena telah dengan jelas mengetahui situasi, kondisi, peraturan,
hak dan kewajibannya. Dengan demikian pelaksanaan praktek klinik akan tetap mengarah
pada pelayanan yang profesional. Program orientasi bagi mahasiswa, bila dirancang dengan
baik diharapkan dapat mengatasi berbagai issue yang muncul dan membantu mahasiswa
tersebut lebih cepat menyesuaikan diri dalam memenuhi tanggung jawab dan akuntabilitas
mereka terhadap tugas praktik klinik yang dibebankan kepada mereka.

B. TUJUAN
1. Terciptanya suasana praktek klinik yang kondusif, sehingga mahasiswa dapat
melaksanakan praktek sesuai dengan kurikulum dan batasan kewenangan yang di
berikan.
2. Meningkatkan pemahaman mahasiswa keperawatan dalam menganalisa kebutuhan akan
pentingnya orientasi sebelum melaksanakan praktek klinis.
3. Meningkatkan kemampuan kinerja klinis mahasiswa keperawatan dalam menjalankan
praktek klinis sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit untuk memberikan
asuhan/pelayanan prima.
BAB II
RINCIAN KEGIATAN

A. ORIENTASI
Mahasiswa diberi penjelasan langsung tentang Unit Hemodialisis Dahlia RSUP Prof. Dr.
R.D. Kandou Manado, meliputi :
1. Organisasi dan tata ruang dari Unit Hemodialisis Dahlia.
2. Fasilitas-fasilitas dan peralatan yang digunakan di Unit Hemodialisis Dahlia.
3. Perkenalan dengan semua staf.
4. Tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya dalam Unit Hemodialisis Dahlia.

B. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Orientasi Lapangan
4. Praktek

C. MATERI
1. Struktur organisasi Unit Hemodialisis Dahlia RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
2. Perkenalan dengan staf.
3. Orientasi ruangan.
4. Komunikasi efektif.
5. Pengenalan alat-alat medis dan non medis di Unit Hemodialisis Dahlia.
6. Hand hygiene.
7. Pengelolaan Limbah.
8. Hemodialisis.
9. Asuhan Keperawatan Predialisis, Intradialisis dan Postdialisis
D. KEGIATAN ORIENTASI
Tabel 1 : Kegiatan Orientasi Praktek Klinik Keperawatan

HAR MATERI WAKTU METODE PIC


I KE
I 1. Struktur organisasi Unit Hemodialisis Dahlia 08.00- 1. Ceramah Clinical
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 14.00 2. Diskusi Instructure
2. Perkenalan dengan staf. WITA 3. Orientasi
3. Orientasi ruangan. 4. Praktek
4. Komunikasi efektif.
5. Pengenalan alat-alat medis dan non medis di Unit
Hemodialisis Dahlia.
6. Hand hygiene.
7. Pengelolaan Limbah.

II 1. Hemodialisis. 07.00- 1. Ceramah Clinical


2. Asuhan Keperawatan pada pasien gagal ginjal 14.00 2. Diskusi Instructure
kronis yang menjalani terapi hemodialisis. WITA 3. Orientasi
4. Praktek

III 1. Hemodialisis. 07.00- 1. Ceramah Clinical


2. Asuhan Keperawatan Predialisis 14.00 2. Diskusi Instructure
WITA 3. Orientasi
4. Praktek
IV 1. Hemodialisis. 07.00- 1. Ceramah Clinical
2. Asuhan Keperawatan Intradialisis 14.00 2. Diskusi Instructure
WITA 3. Orientasi
4. Praktek
V 1. Hemodialisis. 07.00- 1. Ceramah Clinical
2. Asuhan Keperawatan Postdialisis 14.00 2. Diskusi Instructure
3. Penyuluhan (Pendidikan Kesehatan) WITA 3. Orientasi
4. Praktek
VI 1. Hemodialisis. 07.00- 1. Ceramah Clinical
2. Penyuluhan (Pendidikan Kesehatan) 14.00 2. Diskusi Instructure
WITA 3. Orientasi
4. Praktek

E. EVALUASI
Evaluasi dalam program orientasi merupakan hal yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil praktek klinis keperawatan yang profesional. Clinical Instructure
bertanggung jawab terhadap proses adaptasi serta perkembangan para mahasisiwa
keperawatan, baik dalam hal kemampuan dan perilakunya. Evaluasi perlu diadakan setiap
minggu atau setiap pergantian kelompok mahasiswa.
KONSEP KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM KEPERAWATAN

A. PENDAHULUAN
Pasien atau keluarga adalah manusia, dia mempunyai perasaan, ego atau harga diri,
serta kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Salah besar jika petugas kesehatan
dokter, perawat, tenaga analis, atau tenaga kesehatan lain menganggap pasien adalah orang
yang tidak berdaya. Bahkan pasien yang mengalami gangguan jiwa sekalipun juga masih
mempunyai unsur-unsur kesadaran diri.
Pasien yang datang ke rumah sakit bukan berarti orang yang tidak peduli dengan
kesehatannya, tetapi pasien akan mencari pertolongan ke rumah sakit, apabila kondisi
tersebut sudah diluar kemampuannya. Hal ini terkait dengan konsep homeostasis, bahwa
apapun kondisinya manusia akan berusaha untuk menjaga keseimbangan di dalam dirinya.
Sebelum pasien ke rumah sakit, individu tersebut sudah berusaha mencari cara untuk
menyeimbangkan atau mengatasi masalah kesehatannya. Entah itu minum obat yang di beli
di warung, minum jamu, atau pergi ke dukun, atau ketempat pelayanan kesehatan lain.
Kondisi tersebut harus dipahami oleh tenaga kesehatan, salah besar apabila pada saat pasien
baru datang ke rumah sakit, petugas kesehatan sudah mengeluarkan kata “Kok...baru
sekarang di bawah ke sini?” Kalimat ini sangat menyinggung perasaan pasien atau keluarga,
seolah-olah mereka berbuat kesalahan menelantarkan pasien. Apabila pasien atau keluarga
mendapat sambutan kalimat seperti ini, maka akan timbul perasaan bersalah atau malu,
sehingga dapat mengganggu proses komunikasi selanjutnya. Kalimat yang tepat adalah
“Sebelum berobat ke sini, upaya apa yang bapak sudah lakukan?” Kalau kita telaah, kalimat
ini tidak menghakimi, tetapi petugas kesehatan akan memperoleh informasi upaya yang
sudah dilakukan sebelumnya. Pasien atau keluarga akan memberikan penilaian pertama
kepada petugas kesehatan baik dokter maupun perawat, dari komunikasi verbal atau non
verbal yang ditunjukkan oleh petugas disaat pertama kontak atau menyambut pasien. Hal
tersebut tidak bisa ditipu, atau dimanipulasi, insting pasien akan mengatakan, apakah dokter
atau perawat “care” terhadap dirinya.
Oleh karena itu membangun komunikasi efektif antara dokter/perawat dengan pasien
dimulai sejak kontak pertama kali. Apabila diawal kontak, pasien merasa tidak nyaman atau
mendapat respon yang negatif, dengan sendirinya kontak berikutnya tidak akan berhasil
secara maksimal. Pasien tidak akan percaya kepada petugas kesehatan baik dokter atau
perawat, sehingga timbul perasaan tidak aman dan tidak terlindungi, yang berakibat
keinginan untuk mengakhiri terapi. Ingat suatu iklan yang mengatakan “kesan pertama
begitu menggoda, selanjutnya terserah anda.” Makna dari pesan ini begitu dalam, kalau
kesan pertama begitu menyenangakan bagi pasien, maka selanjutnya pasien akan kooperatif
terhadap terapi/pengobatan, dan akan menimbulkan perasaan puas akan pelayanan yang
diterima. Dengan sendirinya pasien akan memberikan imbalan jasa, baik secara material
maupun immaterial dengan iklas atau perasaan senang. Disamping itu pasien tanpa sadar
akan memberikan promosi pelayanan yang diterima kepada orang lain, sehingga rumah sakit
atau individu (dokter) akan diuntungkan karena dipromosikan secara gratis. Oleh karena itu,
jika dokter atau perawat ingin hubungan yang baik dengan pasien tercipta, maka buatlah
kesan pertama kontak dengan pasien sebaik mungkin.
Memang sulit merubah kebiasaan umum, atau pandangan yang sudah lama berlaku.
Hubungan antara dokter dan pasien sangat jauh sekali perbedaannya, dokter sebagai penentu
dan pengambil keputusan, sedangkan pasien sebagai “objek penderita.” Dokter
memposisikan diri sebagai dewa penolong, sedangkan pasien memposisikan diri sebagai
orang yang tidak berdaya. Kedua posisi yang berbeda ini sangat berpengaruh dalam proses
komunikasi efektif, dan hal tersebut akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang
dilakukan atau diterima.

B. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu Communicatio yang berarti
pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Jadi sekelompok orang yang terlibat dalam
komunikasi harus memiliki kesamaan makna, jika tidak maka komunikasi tidak dapat
berlangsung. Bila seseorang menyampaikan pesan, pikiran dan perasaan kepada orang lain,
dan orang tersebut mengerti apa yang dimaksudkan oleh penyampaian pesan, berarti
komunikasi berlangsung. Sebaliknya jika seseorang berbicara atau mengirim pesan, dan
tidak ada orang yang mendengarkan atau menerima pesan yang disampaikan tersebut, maka
proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan
pertukaran ide, fikiran dan perasaan atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling
mengerti, saling percaya besar sekali perannya dalam mewujudkan hubungan yang baik
antara seseorang dengan lainnya, termasuk dalam memberikan asuhan keperawatan.

C. PROSES KOMUNIKASI
Proses komunikasi merupakan interaksi antara dua orang atau lebih, untuk menyampaikan
suatu pesan dengan atau tanpa menggunakan media. Proses komunikasi dua arah merupakan
proses yang dinamis, komunikator memberi pesan, komunikan menerima pesan, dan
memberikan respon kembali terhadap komunikator. Menurut Bovee & Thill (1995) di dalam
bukunya Business Communication Today, proses komunikasi dibagi menjadi lima fase yaitu:
1. Menentukan gagasan / ide yang ingin disampaikan
2. Bagaimana ide itu bisa menjadi sebuah pesan
3. Cara mengirim pesan tersebut agar dapat diterima oleh si penerima pesan
4. Menentukan siapa yang menerima pesan
5. Menerima reaksi dan feedback terhadap pesan yang disampaikan

Gambar 1. Proses Komunikasi

Karena komunikasi merupakan suatu proses, maka banyak tahap-tahap yang harus dilalui,
dimana di dalam masing-masing tahap tersebut banyak faktor – faktor yang akan
menghambat proses komunikasi, oleh karena itu salah besar seseorang yang menganggap
remeh suatu komunikasi. Proses komunikasi terbagi menjadi empat tahap, yaitu:

1. Tahap pertama Penyampaian (sending);


2. Tahap kedua Penangkapan (receiving);
3. Tahap ketiga Pengertian (understand);
4. Tahap keempat penerimaan (accepting).

D. JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi bertujuan untuk interaksi antar manusia baik individu, kelompok
maupun masyarakat. Jenis atau macam komunikasi ada dua yaitu komunikasi verbal dan
komunikasi non verbal.

Gambar 2. Jenis Komunikasi

Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui ucapan lisan,


termasuk penggunaan tulisan. Pengiriman informasi atau pesan dalam komunikasi
menggunakan simbul-simbul. Tetapi simbul-simbul yang dominan adalah kata-kata.

Kata-kata yang digunakan oleh setiap individu dalam komunikasi verbal sangat
bervariasi sesuai kebudayaan, iasa, ekonomi, latar belakang, umur dan pendidikan. Keluasan
variasi perasaan dapat disampaikan sewaktu seseorang berbicara. Intonasi suara dapat
mengekspresikan semangat, antusias, kesedihan, gangguan atau godaan, lawakan dan lain-
lain. Dengan kata-kata seseorang menyampaikan pesan, ide, pikiran, dan perasaannya kepada
orang lain. Cara ini dapat dilakukan secara langsung, menggunakan telepon atau media-
media lain.

Dalam komunikasi verbal informasi yang disampaikan bersifat iasal, akurat, dan
efisien. Untuk memvalidasi interpretasi ias menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

Komunikasi Non Verbal


Komunikasi nonverbal kadang-kadang disebut juga bahasa tubuh. Pesan yang dapat
disampaikan melalui komunikasi jenis ini adalah sama halnya dengan simbul-simbul yang
digunakan secara sadar atau tidak sadar melalui:

a. Ekspresi wajah, gerak dan sikap


b. Terkanan/intonasi, irama dan getaran
c. Sentuhan (Touch)
d. Kerlingan mata, air mata
e. Debaran dan detak jantung
f. Gelisah, menggigil, disorientasi dan sebagainya

Saluran yang digunakan dalam melangsungkan komunikasi non verbal adalah panca
indera. Komunikasi non verbal ini meliputi gerak dan isyarat, gerakan tubuh, penampilan
fisik termasuk perhiasan. Komunikasi non verbal digunakan sebagai penguat atau
sebaliknya komunikasi secara verbal. Komunikasi nonverbal lebih mengindikasikan secara
akurat dan sebenarnya.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI

Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi antara lain; perkembangan,


persepsi, nilai, sosial budaya, emosi, pengetahuan, peran dalam komunikasi dan tatanan
interaksiyang terjadi antara komunikator dan penerima.

Perkembangan orang yang melakukan komunikasi perlu dipertimbangkan dalam


menentukan sikap, cara dan teknik dalam berkomunikasi. Secara umum karakter
seseorang dalam berkomunikasi mencerminkan 3 katagori kepribadian, yaitu ego anak
(Chlid Ego), egonya orang dewasa (Adult Ego) dan egonya orang tua (Parent Ego).
Masing-masing ego memiliki ciri khusus seperti anak cenderung cengeng, sulit diberikan
pengarahan, jika meminta harus sekarang dan saat ini, mudah mengais dan sebagainya.
Egonya orang dewasa ditandai dengan lebih bijaksana, jika mengalami suatu masalah,
dilakukan analisis dulu, masalahnya apa, siapa yang terlibat, alternatif solusinya apa,
pertimbangan untung rugi jika memilih salah satu alternatif. Orang dewasa bisa dikatakan
lebih matang, selalu difikirkan sebelum bertindak. Karakter ego orang tua adalah merasa
lebih berpengalaman, merasa lebih tau tentang permasalahan hidup, merasa hanya dirinya
yang benar sehingga orang lain, apalagi yang lebih muda, sering dinilai belum
berpengalaman, tidak berhak memberikan saran untuk orang tua. Orang tua menjadi lebih
skeptif, hanya percaya pada pendapat sendiri.

Dengan berbagai karakter ego ini, perawat diharapkan dapat menampilkan perilaku
ego orang deasa. Perilaku ego ini ditentukan oleh karakter komunikasinya, tidak
ditentukan oleh usia anak, dewasa atau tua. Bisa saja manusia berusia 30 tahun, tetapi
perilakunya masih seperti anak-anak, dan sebaliknya. Prinsip komunikasi berbasis ego ini
harus terjadi secara seimbang dewasa – dewasa vs dewasa - dewasa, dewasa – anak vs
anak – dewasa, atau dewasa - orang tua vs orang tua – dewasa, tidak boleh ada cross
communication yang pada akhirnya akan menghambat saluran komunikasi.

Persepsi pasti sangat berpengaruh terhadap pendapat, norma dan nilai seseorang
dalam membangun komunikasi. Apa yang dipersepsikan berbeda membuat seseorang
menjadi berbeda dalam berperilaku, misal beberapa gambar berikut dapat dipersepsikaan
yang berbeda.
Gambar 4. Persepsi

Dengan berbagai perbedaan sudut pandang dapat menimbulkan perbedaan


pandangan. Oleh karena itu dalam membangun komunikasi yang efektif, harus ada proses
penyamaan persepsi terlabih dahulu, baru kemudian kedua belah pihak dapat
mengembangkan substansi komunikasi sesuai tujuan yang diharapakan.
F. KOMUNIKASI KEPERAWATAN
Komunikasi dalam pelayanan keperawatan merupakan salah satu komponen keterampilan
utama yang harus dimiliki oleh seorang perawat, selain keterampilan intelektuan dan teknikal.
Menjadi seorang perawat dituntut tidak hanya pandai dan menguasai semua permasalahan kesehatan
yang dialami pasien, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar ketika pasien sakit.
Perawat dituntut juga harus terampil dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan dan berperilaku adaptif dalam membangung hubungan interpersonal saat melakukan
asuhan keperawatan.
Keterampilan interpersonal ini menjadi ciri khas utama yang dapat membedakan antara
perawat satu dengan lainnya. Hal ini penting diperhatikan karena pasien yang dirawat bukanlah
robot, tetapi manusia yang memiliki perasaan dan harga diri. Beberapa karakter interpersonal yang
baik antara lain, ketika bertemu pasien perawat harus selalu senyum, salam, dan sapa. Ketika akan
melakukan tindakan perawatan, lakukanlah komunikasi verbal meskipun hanya sekedar
menanyakan kondisi terkini pasien. ketika telah selesai melakukan tindakan, berpamitanlah kepada
pasien, jika mungkin sertakan doa kesembuhan untuk pasien. Dengan demikian maka pasien akan
sangat terkesan dan senang dengan asuhan yang berikan oleh perawat berkarakter ini.

Gambar 5. Komunikasi Keperawatan

Keterampilan interpersonal juga merupakan skill utama yang harus dikuasai


perawat, diataranya berupa komunikasi verbal, non verbal, bekerja dengan kertas dan
hitung-hitungan, dengan angka, penggunaan teknolgi, keterampilan yang dapat
diaplikasikan pada berbagai kondisi, kepribadian dan beberapa keterampilan tambahan
seperti menjahit, memasak, mengendarai kendaraan dan sebagainya.

G. PENGERTIAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Salah satu komponen terpenting dalam pelayanan kesehatan adalah sumber daya
manusia kesehatan. Semua tenaga kesehatan profesional yang terlibat di dalam pelayanan
kesehatan kepada pasien harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik. Dokternya
sudah komunikatif, tetapi perawatnya tidak komunikatif dengan sendirinya maka
pelayanan yang diberikan tidak maksimal. Oleh karena itu komunikasi efektif perlu
diciptakan oleh semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien.

Komunikasi efektif adalah pengembangan hubungan antara tenaga kesehatan


(dokter, perawat, fisioterapis, bidan, nutrisionis, atau tenaga kesehatan lain) dengan pasien
secara efektif dalam kontak sosial yang berlangsung secara baik, menghargai kemampuan
dan keunikan masing-masing pihak, dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh pasien secara bersama. Pengembangan hubungan berkaitan erat dengan
kepercayaan, yang dilandasi keterbukaan, kejujuran, saling menghargai, serta memahami
kebutuhan dan harapan masing-masing. Dengan terjalinya hubungan saling percaya,
pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap berkaitan dengan kondisinya,
sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan
memberi terapi yang tepat bagi pasien. Demikian juga dengan tenaga kesehatan lain,
apabila sudah terjalin hubungan saling percaya, maka tindakan keperawatan akan lebih
mudah untuk dilaksanakan. Pasien dan tenaga kesehatan sama-sama memperoleh manfaat
dari hubungan saling percaya. Setiap pihak merasa dimengerti dan dihargai, sehingga apa
yang diinginkan dapat tercapai. Pasien ingin segera mendapat pertolongan dari dokter
karena penyakitnya, segera ditangani dan lekas sembuh. Sebaliknya dokter membutuhkan
informasi yang jelas berkaitan dengan gejala dan keluhan yang dihadapi oleh pasien, dan
saat dilakukan pemeriksaan pasien kooperatif. Kedua tujuan ini baik dari pasien maupun
dokter dapat tercapai apabila didasari keinginan yang kuat untuk terus menjalin dan
mempertahankan hubungan saling percaya. Komunikasi efektif harus terus dipertahankan
mulai awal kontak dengan pasien, selama proses pengobatan/perawatan, sampai akhir dari
terapi atau pasien dinyatakan sembuh.

H. TEKNIK KOMUNIKASI EFEKTIF

Agar komunikasi dapat berjalan lancar, maka tenaga kesehatan harus paham
tentang tehnik komunikasi efektif. Bagaimana menciptakan hubungan saling percaya? Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan sebelum komunikasi
berlangsung yaitu:

1. Ciptakan lingkungan yang kondusif


2. Hargai penampilan dan harga diri pasien
3. Posisi petugas kesehatan dengan pasien
4. Menyamakan Tujuan Perlunya Komunikasi Berlangsung
Pelayanan kesehatan merupakan industri jasa, oleh karena itu dokter maupun
petugas kesehatan lain, harus mengetahui dasar-dasar pelayanan terhadap pelanggan atau
pasien, hal tersebut bertujuan untuk menghindari kesalahan atau hal-hal yang tidak
diinginkan selama proses pemberian pelayanan kesehatan. Menurut Endar Sugiarto, ada 8
(delapan) teknik keterampilan dasar yang dapat diterapkan pada semua situasi pelayanan.
Dan kedelapan teknik ketrampilan dasar tersebut dapat diaplikasikan dalam pelayanan
kesehatan, guna menciptakan komunikasi efektif atara dokter dengan pasien. Teknik
komunikasi efetif tersebut adalah:
1. Pusatkan perhatian pada pasien
2. Berikan pelayanan kesehatan yang efisien
3. Naikkan harga diri pasien
4. Bina hubungan baik dan harmonis dengan pasien
5. Berikan penjelasan dan informasi sebaik mungkin
6. Ketahuilah apa yang diinginkan pasien
7. Jelaskan pelayanan atau tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien
8. Apabila dokter atau perawat tidak mampu melayani pasien, alihkan pada tenaga
keehatan lain yang lebih kompeten

I. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI EFEKTIF


Prinsip – prinsip komunikasi efektif yang dapat dilakukan adalah:
1. Keterbukaan
2. Respect atau peduli kepada orang lain
3. Empati
4. Care atau perhatian
5. Sikap positif (positiveness)
6. Sikap mendukung (supportiveness)
7. Rendah hati
Dengan melakukan komunikasi efektif antara petugas kesehatan dengan pasien,
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan/kepuasan kedua belah pihak. Masalah-masalah
yang bisa terjadi dalam proses pelayanan kesehatan, dapat diminimalkan apabila petugas
kesehatan mempunyai ketrampilan komunikasi efektif. Opini yang mengatakan
komunikasi tidak penting dan menghambat pekerjaan perlu untuk diluruskan. Justru
dengan membangun komunikasi efektif dengan pasien, maka banyak pekerjaan dokter
atau perawat yang lebih diuntungkan. Dokter atau perawat lebih mengetahui bagaimana
kondisi dan keinginan pasien. Dan pasien merasa percaya dan lebih nyaman ditangani oleh
dokter dan perawat, karena mereka yakin bahwa semua yang dilakukan demi untuk
kebaikan dan mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Dokter atau perawat akan
lebih efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, karena
pasien memberikan dukungan penuh kepada petugas kesehatan untuk menjalankan tugas
dan kewajibannya.
KEBERSIHAN TANGAN

A. PENDAHULUAN
Cuci tangan secara rutin merupakan salah satu upaya yang sangat penting untuk
menjaga kebersihan tangan (hand hygiene) dalam upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi, terutama infeksi nosokomial. Menurut WHO, cuci tangan atau hand wash adalah
prosedur membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir,
sedangkan hand rub adalah membersihkan tangan dengan hand sanitizer berbasis alkohol.

B. CUCI TANGAN UNTUK MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL


Kejadian infeksi nosokomial merupakan salah satu indikator mutu pelayanan dari
rumah sakit. Adapun berbagai dampak kerugian dari infeksi nosokomial antara lain terjadi
stres emosional yang dapat menurunkan kemampuan dan kualitas hidup pasien,
meningkatkan durasi serta biaya perawatan, meningkatkan penggunaan obat-obatan,
kebutuhan terhadap isolasi pasien dan meningkatkan keperluan untuk pemeriksaan
penunjang dan meningkatkan mortalitas.
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial termasuk dengan menerapkan
cuci tangan rutin dengan prosedur yang tepat harus diperkuat demi melindungi pasien,
dokter, petugas kesehatan, dan pegawai rumah sakit lainnya. Meski demikian, perlu diingat
bahwa cuci tangan saja tidak akan cukup untuk mengendalikan infeksi nosokomial,
terutama pada orang-orang yang memiliki faktor risiko berat seperti usia yang lebih tua,
penurunan daya tahan tubuh, kunjungan ke Intensive Care Unit (ICU), lama rawatan,
maupun penggunaan peralatan medis berulang. Oleh karena itu, tentu cuci tangan tetap
harus diikuti dengan langkah pengendalian lainnya.

C. INDIKASI CUCI TANGAN


Mencuci tangan memiliki beberapa tujuan, antara lain menghilangkan
mikroorganisme yang ada di tangan, menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari
infeksi, serta memberikan perasaan segar dan bersih. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan
bahwa membersihkan tangan secara signifikan dapat menurunkan transmisi patogen antar
tenaga medis dan juga menurunkan insidensi infeksi nosokomial atau healthcare-
associated infections (HCAI).
WHO mengeluarkan pedoman untuk menentukan kapan harus cuci tangan yang
dikenal dengan sebutan 5 Moments of Hand Hygiene, terdiri dari:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

D. METODE KEBERSIHAN TANGAN


Menurut WHO dan Center for Disease Control (CDC) terdapat dua metode untuk
membersihkan tangan, yaitu menggunakan air serta sabun dan menggunakan hand
sanitizer berbasis alkohol. Penggunaan hand sanitizer berbasis alkohol merupakan cara
yang paling efektif untuk mengurangi mikroorganisme pada tangan. Sebelum mencuci
tangan, dokter dan tenaga kesehatan perlu memperhatikan kebersihan kuku jari, yaitu
dengan selalu menjaga panjang kuku tidak lebih dari 0,5 cm dan hindari pemakaian cat
pewarna kuku. Pemakaian kuku palsu atau nail extensions harus dihindari karena
memungkinkan kuman patogen tetap bertahan pada area subungual.

Hand Rub atau Cuci Tangan dengan Hand Sanitizer

Metode hand rub atau cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbasis alkohol
lebih dianjurkan untuk diterapkan pada semua situasi klinis selama tangan terlihat bersih.
Keuntungan lain dari metode ini adalah waktu membersihkan tangan yang lebih singkat,
lebih murah dalam segi biaya, mudah diakses, serta efek iritasi kulit yang lebih ringan.
Suatu tinjauan sistematis menunjukkan bahwa ketersediaan hand sanitizer berbasis alkohol
di samping tempat tidur pasien akan meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan untuk
menjaga kebersihan tangan.

Hand sanitizer berbasis alkohol biasanya mengandung isopropanol, etanol, n-


propranolol, ataupun campuran dari ketiganya. Rekomendasi CDC, larutan hand
sanitizer yang baik harus mengandung 80% etanol atau 75% isopropanol, meski
demikian hand sanitizer yang mengandung 60-90% alkohol tetap dapat digunakan.
Alkohol memiliki aktivitas germisidal in vitro yang sangat baik dalam membasmi bakteri
gram positif dan negatif, termasuk pathogen multidrug-resistant seperti Methicillin
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) dan Vancomycin Resistant Enterococci (VRE),
bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan sejumlah fungi. Berdasarkan uji in vitro, beberapa
jenis enveloped viruses seperti virus herpes simplex, HIV, virus influenza, dan respiratory
syncytial virus juga dapat melemah dengan penggunaan alkohol.

Prosedur Hand Rub adalah sebagai berikut:

 Lepaskan semua benda yang melekat pada tangan seperti jam tangan, cincin
 Tuangkan cairan berbasis alkohol dengan jumlah yang cukup (kira-kira 2-3
cc) untuk membasahi seluruh permukaan telapak tangan
 Gosok kedua telapak tangan
 Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dengan jari
tangan kanan di sela-sela jari tangan kiri, dan sebaliknya
 Gosok kedua telapak tangan dengan jari-jari saling bertautan, untuk
membersihkan sela-sela jari
 Gosok jari-jari sisi dalam kedua tangan dengan posisi tangan saling
mengunci
 Gosok ibu jari kiri dengan cara diputar dalam genggaman tangan kanan, dan
sebaliknya
 Gosok dengan memutar ujung jari kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
 Lakukan semua prosedur di atas selama 20-30 detik

Hand Wash atau Cuci Tangan dengan Air Mengalir dan Sabun
Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun antimikroba harus dilakukan ketika
terdapat kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien lainnya, dan jika diduga terjadi
kontak dengan spora bakteri seperti Clostridium difficile, non-enveloped virus (rotavirus,
norovirus, polio, Hepatitis A), Bacillus anthracis, dan parasit tropikal.

Teknik hand wash memerlukan sarana dan prasarana yang memadai, agar cuci
tangan dapat dilakukan dengan maksimal. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan
adalah setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit,
seperti kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih, tempat sampah injak
tertutup yang dilapisi kantong sampah medis, alat pengering seperti tisu atau lap tangan,
sabun cair atau cairan pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan,
serta di bawah wastafel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

Prosedur hand wash dapat dilakukan dengan tahapan berikut:

 Lepaskan semua barang yang melekat di tangan seperti jam tangan dan
cincin

 Basahi tangan dengan air mengalir, ambil sabun dengan jumlah yang cukup
untuk menutupi seluruh permukaan telapak tangan

 Gosok kedua telapak tangan

 Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dengan jari
tangan kanan di sela-sela jari tangan kiri, dan sebaliknya

 Gosok kedua telapak tangan dengan jari-jari saling bertautan, untuk


membersihkan sela-sela jari

 Gosok jari-jari sisi dalam kedua tangan dengan posisi tangan saling
mengunci

 Gosok ibu jari kiri dengan cara diputar dalam genggaman tangan kanan, dan
sebaliknya

 Gosok dengan memutar ujung jari kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
 Bilas dengan air mengalir sampai sabun bersih

 Keringkan tangan dengan tisu atau handuk sekali pakai

 Gunakan tisu atau handuk sekali pakai untuk mematikan keran air

 Lakukan semua prosedur di atas setidaknya selama 40-60 detik

Gerakan Tepung Selaci Puput

Gerakan menggosok pada prosedur cuci tangan terdiri dari 6 langkah yang
sering dihafalkan dengan istilah TePung Selaci Puput. Istilah
tersebut mnemonic dari Telapak Tangan, Punggung Tangan, Sela-sela Jari,
Kunci jari-jari sisi dalam kedua tangan, Putar ibu jari tangan kiri dalam
genggaman tangan kanan dan sebaliknya, dan Putar ujung jari tangan kanan
yang dirapatkan pada telapak tangan kanan dan sebaliknya.

Gambar 6. Prosedur Hand Wash


PENCEGAHAN CEDERA AKIBAT BENDA TAJAM DI SARANA RUMAH SAKIT
PENANGANAN LIMBAH BENDA TAJAM

 Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam


 Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
 Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia
 Selalu buang sendiri oleh si pemakai
 Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
 Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

PEMELIHARAAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT, CAIR DAN GAS

Identifikasi fasilitas pengolahan limbah RS


Fasilitas pengolahan limbah padat :
 TPS sampah, Tong sampah, Kontainer dirungan
 Mesin incinerator
 Autoclave /Microwave
 Alat penghancur Jarum
b. Fasilitas pengolahan limbah cair :
 Septik tank
 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
c. Fasilitas pengolahan gas :
 Cerobong asap disertai filter
 Exhause fan, ceiling fan dll.

PENGELOLAAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA

Potential
Hazard

KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIS

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan atau penurunan fungsi ginjal yang dapat
berupa kelainan patologis dari ginjal, terdapat proteinuria, dan pemeriksaan diagnostik
yang abnormal serta nilai glomerulus filtrate rate (GFR) selama 3 bulan atau lebih < 60
mL/min /1.73 m2 (Bakri, 2014).
GagaliGinjali Kronisi (GGK) iadalahi penurunani faaliginjaliyang menahuni
mengarahi padai kerusakani jaringani ginjali yangi tidak reversible daniprogresif.
iAdapuniGGTi (Gagal Ginjal Terminal) adalahifaseiterakhir dari Gagal Ginjal Kronik
(GGK) dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa dibedakan dengan
tes klirens kreatinin ( Irwan, 2016 ).

B. KLASIFIKASI
Journal, The Society & Nephrology (2013) menyatakan bahwa penyakit CKD terdiri
dari 5 tahap yaitu:
Tabel 2. Tahapan Chronic Kidney Disease (CKD)

Stage Nilai GFR (mL/min /1.73 m2 Kategori

1 ≥ 90 Normal atau tinggi

2 60 sampai 89 Ringan

3a 45 sampai 59 Ringan sampai sedang

3b 30 sampai 44 Cukup menurun

4 15 sampai 29 Sangat menurun


5 < 15 Gagal ginjal tahap akhir

C. ETIOLOGI
Etiologi memainkan peran penting dalam memprediksi perjalanan klinis
dan pengelolaan CKD. Penyebab utama CKD juga akan mempengaruhi
manifestasi klinis yang berguna untuk diagnosis. Misalnya, gout dapat
menyebabkan nefropati gout. Paling umum penyebab dari CKD adalah nefropati
DM, hipertensi, glomerulonefritis, nefropati herediter, penyakit saluran kemih
obstruktif, dan nefritis interstisial. Di Indonesia, penyebab paling umum dari CKD
adalah nefropati DM, nefrosklerosis hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal
polikistik, ISK, batu saluran kemih, dan lain sebagainya (Irwan, 2016).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiomegali
Terdapat 2 kelompok gejala klinis :
a) Gangguanifungsiipengaturanidaniekskresi, ketidakseimbangan asam basa, anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal, , kelainan volume cairan dan elektrolit, serta retensi
metabolik nitrogen dan metabolik lainnya.
b) Gangguan kelainan Kardiovaskular, Neuromuskular, saluaran cerna dan kelainan
lainnya.
2. Kelainan kulit
Penderita CKD memiliki kelainan kulit, karena racun sedikit terdialisis, uremia,
peningkatan kadar fosfor dan kalium, alergi terhadap komponen selama hemodialisis,
kulit kering, gatal-gatal, kulit memar dan peningkatan urea, sehingga terjadi
akumulasi kristal urea di bawah kulit.
3. Stress emosional
Stres emosional dapat membuat orang gugup dan seringkali merasa tertekan saat
tidak bisa tidur. Stres juga bisa membuat susah tidur serta mudah terbangun. Stres
berlebihan mengakibatkan kebiasaan tidur yang tidak baik (Potter dan Perry, 2011)..
Keadaan emosional dapat mempengaruhi kualitas tidur antara lain kecemasan,
ketakutan dan kekhawatiran berlebihan tentang penyakit, sehingga mempengaruhi
kualitas tidur pasien.

E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan CKD meliputi terapi spesifik terhadap penyakit, pencegahan dan
terapi terhadap kondisi komorbid memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan
terapii terhadapi penyakiti kardiovaskuler, ipencegahani dani terapi terhadapi komplikasi,
terapii penggantii ginjali berupai dialisisiatau transplantasiiginjal. Lewis (2014)
menyatakan bahwa ada dua macam terapi dialisis yang dapat dilakukan pada pasien ESRD
yaitu hemodialisis (HD) dan Peritonial Dialysis (PD).
KONSEP DASAR HEMODIALISIS

A. PENGERTIAN
Hemodialisis (HD) dapati didefinisikani sebagaii suatui prosesi pengubahan
komposisiisolutei darahi olehi larutanilain (cairan dialisat) melalui membrane
semipermiabel (membrane dialysis). Tetapiipadaiprinsipnya, hemodialisisi adalah suatu
proses pemisahan atau penyaringan atau pembersihan darah melalui
suatuimembranisemipermeabeliyang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
baik akut maupun kronik (Suhardjono, i2014). HD salah satu pengobatan pasien gagal
ginjal kronik untuk mengganti fungsi ginjal yang rusak (Smeltzer dan Bare, 2014).

B. TUJUAN
Tujuan dari hemodialisis (HD) adalah membuang limbah yang terkumpul di sistem
peredaran darah pelanggan dan dibuang ke mesin dialisis. Bagi penderita CKD, HD
mengurangi kemungkinan kerusakan organ vital lainnya dikarenakan penumpukan toksin
di dalam darah, namun HD tidak dapat memulihkan fungsi ginjal secara menetap.
Penderita CKD harus rutin cuci darah selama masa hidupnya (10 sampai 15 jam atau 2
sampai 3 kali pengobatan setiap minggu), atau menunggu sampai adanya donor ginjal
melalui transplantasi ginjal (Mutaqin dan Sari, 2011).
Smeltzer dan Bare, 2014 mengatakan bahwa tindakan HD yang dilakukan pada
penderita CKD stadium akhir adalah keadaan berlebihnya cairan yang dikarenakan tidak
adanya respon dalam pengobatan diuretik. Adanya sindrom uremik pada penderita (mual,
muntah, urea> 50, kreatinin> 1,5, anoreksia hebat, GFR < 10 ml / min/1,73 m2, serta
adanya hiperkalemia.

C. KOMPLIKASI
Disamping efek terapeutiknya, HD juga dapat mengakibatkan berbagai
komplikasi, seperti blood leak, suhu dialisat yang tinggi, cairan yang kurang, konsentrasi
garam dan dialisat dan gumpalan garam yang tidak tepat, serta hipotensi atau hipertensi,
aritmia yang disebabkan oleh gangguan ketidakseimbangan kalium, emboli udara,
perdarahan yang disebabkan oleh heparinisasi, perdarahan subdural, retroperineal,
perikardial dan intraokular, sindrom kaki gelisah dan reaksi pirogenik dan masalah
khusus lainnya (Black dan Hawk, 2014). Selain masalah di atas, hemodialisis juga bisa
menimbulkan masalah lain:
1. Nyeri dada: terjadi karena turunnya PCO2 dan sirkulasi darah ekstrakorporeal.
2. Gatal: diakibatkan sisa metabolisme akhir selama proses dialisis.
3. Ketidakseimbangan dialisis bisa diakibatkan karena penggantian cairan otak dan
timbul kejang. Jika ada gejala uremia yang parah, komplikasi ini lebih mungkin
terjadi.
4. Malnutrisi: Karena kontrol pembatasan makanan dan hilangnya zat-zat makanan saat
proses dialisis, 60% penderita CKD dengan pengobatan HD mengalami kekurangan
gizi
5. Kelelahan dan kesemutan: Penderita CKD dengan pengobatan HD cenderung mudah
lelah akibat hipoksia akibat edema paru. Edema paru disebabkan oleh retensi cairan
dan natrium, sedangkan hipoksia dapat disebabkan oleh pneumonia uremik atau
radang selaput dada uremik.
6. Gangguan tidur: sering terjadi pada penderita CKD dengan pengobatan HD, dan
alasannya bermacam-macam. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh dialisis yang
tidak mencukupi serta hal lain yang mempengaruhi keadaan penyakit dan hasil
pengobatan (Kuhman, 2014).

D. PRINSIP HEMODIALISIS
1. Difusi adalah pergerakan zat-zat terlarut (solute) dari larutan berkonsentrasi tinggi ke
larutan berkonsentrasi rendah melalui membran semipermeabel. Difusi adalah proses
spontan dan pasif dari solute.
2. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat-zat terlarut yang permeabel melalui
membran semipermeabel, karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Pergerakan air
terjadi dari kompartemen bertekanan hidrostatik tinggi ke kompartemen yang
bertekanan hidrostatik rendah.
3. Konveksi adalah gerakan solute akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik, melalui
membran semipermeabel, disebut juga dengan ’solvent drag’. Perpindahan solut
zengan cara konveksi dipengaruhi oleh ukuran solut, ukuran dan jumlah pori-pori
membran. Solut yang lebih kecil dan tidak terikat protein akan pindah lebih cepat.
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 10 hingga 12 jam dalam seminggu untuk
menyaring seluruh darah dalam tubuh. Tapi biasanya akan dibagi menjadi tiga kali
pertemuan selama seminggu, jadi 4 - 5 jam tiap penyaringan. Tapi hal ini tergantung juga
pada tingkat kerusakan ginjal atau kategori jenis gagal ginjalnya yaitu kronis maupun akut.

E. SISTEM HEMODIALISIS
Sistem hemodialisis terdiri atas 2 elemen dasar yaitu:
1. Sistem sirkulasi darah ekstrakorporeal
Sistem ini menunjukan darah yang berada di area luar tubuh. Akses vaskuler
iblood line (AVBL), dialiser dan Akses vaskuler outlet. Volume priming /
sirkulasi ekstrakorporeal + 200cc. Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau
lempeng, terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh
membran semipermeabel. Proses hemodialisis terjadi di dalam dialiser.
2. Dialisat
Dialisat terbentuk dari 2 bahan yaitu cairan dialisat pekat dan air. Ada dua komponen
dalam dialisat bikarbonat yaitu bicarbonat dan acid. Dialisat merupakan cairan yang
terdiri dari nilai normal elektrolit tubuh.
Fungsi cairan dialisat :
- Membuang sampah nitrogen, air dan kelebihan elektrolit
- Menjaga keseimbangan elektrolit
- Mencegah penurunan air yang berlebihan
ASUHAN KEPERAWATAN PREDIALISIS

Hemodialisis (HD) adalah proses yang berkesinambungan dari mulai pre sampai post HD.
Asuhan Keperawatan Pre Hemodialisis adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang
merupakan bagian yang integral dari pelayanan hemodialisis meliputi kebutuhan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual yang diberikan langsung kepada klien.

A. ALAT DAN BAHAN HEMODIALISIS


Untuk memenuhi standar mutu pelayanan dalam mencapai pelayanan yang prima
dan paripurna sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis, maka setiap
penyelenggaraan pelayanan hemodialisis harus bisa menyediakan alat dan bahan sesuai
standart yang telah ditetapkan. Adapun alat dan bahan tersebut antara lain:
1. Dialiser
2. Blood line (AVBL)
3. Larutan dialisat
4. Water treatment
5. Mesin hemodialysis
6. Perlengkapan tindakan hemodialysis lainnya : jarum punksi (AV fistula), infus set, spuit
(10cc, 3cc, 1cc)

B. AKSES VASKULAR
Akses Vaskular adalah istilah yang berasal dari bahasa lnggris yang berarti jalan
untuk memudahkan mengeluarkan darah yang diperlukan dari pembuluhnya. Kegunaan
vascular access dalam kasus gagal ginjal menahun adalah untuk keperluan hemodialisa
(cuci darah). Vascular (Circulatory) access sering dikelompokan menjadi akses vaskular
permanen (berupa pembuluh vena yang di sambungkan baik prostetik maupun biological)
dan akses vaskular temporer yaitu sejenis alat berupa saluran atau kanula (kateter) yang
dimasukkan ke dalam lumen pembuluh darah. Ada 3 akses vascular yang dapat digunakan
untuk hemodialisis :
1. Arteriovenous (AV) fistula
2. Arteriovenous (AV) graft
3. Double Lumen Catheter (DLC)
ASUHAN KEPERAWATAN INTRADIALISIS

Asuhan keperawatan intradilisis merupakan bagian terpenting dalam melakukan pencapaian


semua program HD. Tidak jarang berbagai kendala teknis maupun non teknis di temui selama HD
berjalan. Monitoring pasien dan mesin HD merupakan upaya utama dalam manajemen pengawasan
intradilisis.

A. MONITORING HEMODIALISIS
1. Monitoring pasien
2. Monitoring sirkuit darah
3. Monitoring sirkuit dialisat

B. KOMPLIKASI INTRADIALISIS : NON TEKNIS


1. Komplikasi akut intradialisis
a. Komplikasi Kardiovaskular
1) Hipotensi
2) Aritmia
3) Pericarditis
4) Suddent death cardiac
5) Nyeri dada
b. Komplikasi Neurologi
1) Sindrom disequilibrium
2) Cerebrovaskulasr event
3) Sakit kepala
4) Kejang
5) Rest leg syndrome
c. Komplikasi Terkait Antikoagulan : Heparin induced trombositopenia
d. Komplikasi Hematologi : Hemolisis
e. Lainnya : mual muntah, gatal, kram, hipoglikemi
C. KOMPLIKASI INTRADIALISIS : TEKNIS
1. Hemolisis
2. Bood leak
3. Clotting
4. Emboli udara
5. First use syndrome
6. Kehilangan darah saat tindakan hemodialisis
7. Hipoksemia terkait hemodialisis
8. Terkait dengan water treatment
ASUHAN KEPERAWATAN POSTDIALISIS

Asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis tidak terbatas hanya saat pasien
berada di pelayanan HD, akan tetapi juga merupakan bagian dari evaluasi jangka
panjang terhadap program HD yang dilakukan, diantaranya menilai kelayakan pasien
pulang dan melakukan evaluasi program HD dengan berbagai metode penilaian
adekuasi dialisis.
Umumnya adekuasi dialisis diukur dengan perhitungan terhadap bersihan toksin
uremik, yang diwakili oleh konsentrasi ureum darah. Adapun alat ukur yang biasa
digunakan sebagai indikator adalah URR, Kt/V dan UKM, selain itu pengkajian
subjektif dan objektif harus selalu di sinkronkan untuk mencapai penilaian yang
menyeluruh, dan diakhir penilaian adekuasi dialisis ini diharapkan kualitas pasien yang
menjalani HD akan semakin meningkat dan produktif.
JADWAL PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


MANADO

DI UNIT HEMODIALISIS DAHLIA

RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Anda mungkin juga menyukai