Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status kesehatan sangat mempengaruhi perilaku manusia dalam

tatanan kehidupan sehari-hari. Kondisi kesehatan individu cenderung

mengalami perubahan dan pada keadaan tertentu akan mengalami gangguan,

baik fisik maupun psikis. Penurunan kondisi kesehatan individu dapat terjadi

akibat dari kebiasaaan buruk sehingga menimbulkan berbagai macam

penyakit, salah satunya penyakit gagal ginjal kronik (Khairunnisa, 2016).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara

metabolisme, gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang

berakibat pada peningkatan ureum (Sumah, 2020).

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat

global dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis

yang buruk dan biaya tinggi (Kementerian Kesehatan RI. 2017). Gagal ginjal

kronik (GGK) mengakibatkan penurunan fungsi ginjal progresif dan

irreversible sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG), berupa

dialysis atau transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal yang banyak di pilih

adalah hemodialisis atau cuci darah, pada umumnya proses hemodialisis di

rumah sakit dapat menimbulkan dampak pada kondisi fisik dan psikologis

dikarenakan selama pasien melakukan hemodialisis, pasien akan dirawat inap

1,5- 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien dengan penyakit kronis lainnya.

Hemodialisis mengharuskan pasien untuk mengatasi serangkaian pembatasan,


seperti asupan cairan, pola makan, masalah keuangan, mendengar suara yang

mengganggu dari perangkat hemodialisis dan selalu masuk ke rumah sakit

(Beizaee, Vaismoradi, Karimooi, Tadrisi, & Griffiths, 2018).

Penderita gagal ginjal kronik (GGK) di seluruh dunia pada tahun

2017, diperkirakan berjumlah 35,8 juta orang dan 1,2 juta orang meninggal,

sedangkan Pada tahun 2019 gagal ginjal kronik (GGK) bertanggung jawab

sebesar 41,5 juta orang dan 1,43 juta orang meninggal. gagal ginjal kronik

(GGK) telah meningkat dari peringkat 19 menjadi peringkat 11 di antara

penyebab utama kematian antara tahun 1990-2019. Temuan mengungkapkan

bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menerima terapi penggantian ginjal

(hemodialisis) diproyeksikan meningkat sebesar 44% pada tahun 2032.

(Cavalier, et al. 2023).

Rata-rata prevalensi gagal ginjal kronik stadium 3–5 di benua Asia

adalah 11,2%, dibagi berdasarkan subwilayah geografis di Asia adalah 8,6%

di Asia Timur, 12,0% di Asia Tenggara, 13,1% di Asia Barat, dan 13,5% di

Asia Selatan. Prevalensi gagal ginjal kronik stadium 3-5 berdasarkan pada

pendapatan negara di benua Asia adalah 9,8% di negara-negara

berpenghasilan menengah ke atas, 13,8% di negara-negara berpendapatan

menengah ke bawah dan 6,4% di satu negara berpendapatan rendah. Rata-rata

prevalensi gagal ginjal kronik stadium 3-5 secara global pada tahun 2015 di

lima negara; Cina (8,6%), Indonesia (7,5%), Vietnam (7,1%), Nepal (6,4%)

dan Turki (5,8%), lebih rendah dibandingkan rata-rata global prevalensi gagal

ginjal kronik stadium 3-5 (Suriyong, Et al. 2022).


Hasil survei Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 menunjukkan

prevalensi gagal ginjal kronis pada penduduk umur lebih dari 15 Tahun

berdasarkan diagnosis dokter berjumlah 0,38% (713.783 jiwa) yang menjalani

hemodialisis sebesar 19,33% terdapat 2.850 jiwa. Dari segi usia, prevalensi

penyakit ginjal kronis terbanyak berada pada rentang usia 65-74 tahun (8,23

persen), di atas usia 75 tahun (7,48 persen) dan usia 55 hingga 64 tahun (7,21

persen). Meskipun demikian, prevalensi kasus itu juga cukup tinggi pada usia

35 hingga 44 tahun, yakni 3,31 persen. (Riskesdas, 2018). Provinsi Jawa

Timur angka kejadian gagal ginjal kronis sebanyak 0,29% terdapat 75.490

jiwa menderita gagal ginjal kronis dan yang menjalani hemodialisis sebesarv

23.14% terdapat 224 jiwa (Riskesdas Jatim, 2018).

Berdasarkan dari studi pendahuluan yang lakukan peneliti di RSUD

Bangil Kabupaten Pasuruan pada bulan September 2023 di ruang hemodialisis

didapatkan data awal jumlah pasien yang menjalani hemodialisis rutin pada

bulan Juni sampai Agustus 2023 sebanyak 2584 pasien dengan perincian pada

Juni 2023 sebanyak 809 pasien, pada bulan Juli 2023 sebanyak 903 pasien dan

pada bulan Agustus 2023 sebanyak 872 pasien. Rata-rata pasien menjalani

hemodialisis sebanyak 2x dalam seminggu dan lamanya waktu hemodialisis

kurang lebih 4 jam. Data yang didapatkan peneliti dari 8 responden melalui

wawancara selama menjalani hemodialisis didapat bahwa pasien merasa lebih

sering bersedih, sering menangis, lebih mudah lelah, mudah marah, lebih

banyak menyendiri dan terkadang menyalahkan diri sendiri, bahkan ada juga

yang sampai membenci dirinya sendiri.


Hemodialisis masih menjadi pilihan utama dalam terapi pengganti

ginjal untuk pasien gagal ginjal kronik dibandingan dengan Continous

Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal pada Negara

Indonesia. Pasien dengan perawatan hemodialisis mengalami gejala tidak

nyaman seperti mengalami mual, muntah, hipotensi, dan kelelahan. Masalah

kesehatan mental pada pasien hemodialisis diantaranya mengalami kecemasan

dan depresi, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kenyamanan lingkungan

pasien seperti suhu ruangan. Pasien mengalami berbagai masalah seperti

menerima diagnosa yang mengancam nyawa, kebutuhan untuk melakukan

pengobatan seumur hidup, mengintegrasikan pengobatan ke dalam kehidupan,

dan mengatasi kurangnya keberhasilan pengobatan (Kasar, Erzincanli, &

Akbas, 2020).

Aristiyani, (2017) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa sering menghadapi gangguan psikologis yaitu depresi,

terutama bagi pasien gagal ginjal kronis yang baru memulai pengobatan

hemodialisis. Faktor depresi internal yaitu diantaranya konstitusi tubuh,

kondisi fisik, sistem syaraf, sistem hormonal, kepribadian yang semakin

berkembang, pengalaman individu. Sedangkan faktor eksternal, ancaman

fisik, kurangnya dukungan dari teman atau lingkungan seperti keluarga

terutama pasanganya. Kemudian depresi mempunyai beberapa tingkatan

diantaranya depresi normal, ringan, sedang, dan juga depresi berat makadari

itu dukungan sangat berarti contohnya kehadiran seorang keluarga karena

dukungan ini di perlukan untuk membantu pasien meringankan permasalahan

yang sedang dialami oleh pasien gagal ginjal kronik (Makrufah, 2019).
Fenomena yang terjadi pada pasien yang mengalami pengobatan atau

terapi rutin hemodialisis, sebagian besar pasien merasakan depresi karena

proses dialisis yang cukup panjang dan lama, sehingga pasien memerlukan

mekanisme penyelesaian masalah atau koping yang efektif untuk dapat

mengurangi atau mengatasi depresi (Sartika, 2018). Banyak faktor yang

mempengaruhi penyebab munculnya depresi pada pasien gagal ginjal kronis

diantaranya usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan dukungan keluarga

Dukungan keluarga akan lebih berarti jika diberikan oleh orang orang

yang memiliki hubungan dekat dengan individu yang bersangkutandengan

harapan pasien gagal ginjal kronis yang memiliki dukungan dari pasangan

hidupnya ini sehingga dapat merubah individu lebih kuat pada dampak

psikologis dari stressor yang berlebihan. Stresor yang meningkat jika tidak di

imbangi mekanisme koping yang baik akan menyebabkan seseorang

mengalami depresi. Dukungan dari keluarga ini merupakan faktor penting

Ketika seseorang menghadapi masalah Kesehatan, dukungan keluarga

mempunyai peran yang sangat penting dalam perawatan pasien karena dapat

meningkatkan semangat hidup pasien dan komitmen pasien dalam

menjalankan pengobatan (Rosyidah, 2017).

Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan sistem dukungan

keluarga Dukungan keluarga berpengaruh penting dalam pelaksanaan

pengobatan berbagai penyakit kronis dan dukungan keluarga sangat

berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluargana.melalui dukungan

keluarga pasien akan merasa ada yang memperhatikan. Dukungan keluarga

dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian, bersikap empati,


memberikan dorongan, memberikan saran, memberikan pengtahuan dan

sebagainya (Vicky, 2017).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi adalah dengan

pengaturan diet dan nutrisi, istirahat tidur, olahraga atau latihan teratur, tidak

mengkonsumsi minuman keras, pengaturan waktu, terapi psikofarmaka, terapi

somatik dan psikoterapi dan memberikan dukungan keluarga (Rosyidah,

2017). Walaupun demikian, kasus gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan di setiap daerah di Indonesia,

khususnya Pasuruan. Adapun upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan

dibentuknya tempat hemodialisis di RSUD Bangil Pasuruan selain tersebut

adanya upaya pemerintah melalui tim kesehatan dengan memberikan

pendidikan kesehatan terhadap keluarga sehingga penetahuan, sikap dan

tindakan keluarga bertambah dalam memelihara kesehatan pada penderita

gagal ginjal kronik. Melihat uraian atas dengan banyaknya kejadian orang

dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis maka

peneliti tertarik untuk meneliti “hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

depresi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD

Bangil Pasuruan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka dapat di rumuskan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah hubungan dukungan keluarga

dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis

di RSUD Bangil Pasuruan?


1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

depresi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di

RSUD Bangil Pasuruan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis di RSUD Bangil Pasuruan.

2. Mengidentifikasi tingkat depresi pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis di RSUD Bangil Pasuruan.

3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD

Bangil Pasuruan.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah mengenai salah satu

upaya penanganan pasien yang menjalani hemodialisis khususnya

mengenai dukungan keluarga dengan tingkat depresi pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisis, serta juga diharapkan sebagai

sarana pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis yang dipelajari

di bangku perkuliahan.
1.4.2 Praktis

1. Bagi Tempat Penelitian

Berdasarkan dari penelitian ini dapat menjadi sumber

informasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, peningkatan

kesehatan ini bahwa diperlukan dukungan dari semua pihak dalam

menangani pasien hemodialisis terkait masalah sakit yang diderita

maupun masalah psikis yang sedang dialami.

2. Bagi Peneliti

Berdasarkan dari penelitian ini dapat di harapkan menambah

pengetahuan, pemahaman, dan wawasan, serta dapat menjadi proses

penelitian selanjutnya dengan baik dan benar.

3. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber

pengetahuan bagi responde untuk lebih menghargai, mendukung

tentang masalah psikologis yang akan dihadapi sehingga pasien

hemodialisis akan termotivasi untuk menghindari permasalahan

yang ada dan termotivasi untuk melakukan pengobatan.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Berdasarkan dari hasil penelitian ini di harapkan dapat

menjadi tambahan referensi dan bahan informasi sehingga

pemahaman mahasiwa khususnya tentang hemodialisis dan masalah

yang dihadapi akan pasien hemodialisis dapat meningkat.

Anda mungkin juga menyukai