Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tingkat kecemasan penyakit ginjal kronik (PGK) saat ini menjadi masalah yang
serius di dunia. Adapun penanganan tindakan medis yang dilakukan pada pasien yang
mengalami gagal ginjal kronik (GGK) dapat dengan menjalani terapi hemodialisa.
Hemodialisa biasanya dijalani rutin oleh pasien setiap 3 atau 4 hari dalam seminggu
atau membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 6 jam untuk sekali terapi (Nursalam,
2008). Terapi yang dijalani tentu akan berdampak pada beberapa aspek, biasanya
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, masalah ekonomi, kehidupan terganggu,
perubahan citra diri yang dapat menimbulkan masalah seperti depresi, interaksi sosial
dan kecemasan (Tokala, B.F., Kandou, L. F. J., & Dundu, A.E. 2021).

Angka kejadian tingkat kecemasan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
menurut world health organization (WHO) tahun 2018 menyatakan lebih dari 500
juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan sekitar 1,5 juta jiwa
diantaranya harus menjalani terapi hemodialisa semasa hidupnya. Angka kejadian
yang terus menerus mengalami peningkatan sebesar 8% setiap tahunnya menjadikan
gagal ginjal kronik menempati angka kematian tertinggi ke dua puluh di dunia
(Syailla, 2023).

Prevalensi tingkat kecemasan GGK yang menjalani hemodialisa di Indonesia menurut


kementerian kesehatan (kemenkes) menjadi penyebab kematian ke 10 dengan jumlah
kematian lebih dari 42 ribu pertahun. Berdasarkan data yang diperoleh terjadi
peningkatan yang terus menerus dari tahun 2018 sampai 2020. Data tersebut
menunjukkan 1.602.059 penduduk Indonesia menderita gagal ginjal kronik dan angka
ini akan diperkirakan akan terus meningkat (Riskesdas, 2020). Angka kejadian di
jawa tengah menempati urutan ke Sembilan dengan presentasi 0,3% (Dinkes Jawa
Tengah, 2020). Di wilayah jawa tengah khususnya daerah kabupaten tegal tepatnya di
rumah sakit mitra siaga tegal data yang di dapatkan pada tahun 2021 sebanyak 5.212
pasien, tahun 2022 sebanyak 5.550 pasien dan tahun 2023 tercatat sampai bulan
November sebanyak 5.232. Saat ini pasien yang menjalani hemodialisa terkadang
mengalami satu pengalaman emosi yang tidak terkendali dengan baik dimana
memicu munculnya respon psikologis berupa cemas, depresi, marah, takut, merasa
bersalah bahkan kematian. Timbulnya kecemasan yang tidak diolah dengan baik akan
berdampak pada kualitas hidup pasien (DeLaune & Ladner, 2011; Caninsti,
2007;Farida, 2010;Kimmel, 2001).

Kualitas hidup menyangkut kesehatan fisik dan mental yang berarti jika penderita
sehat secara fisik dan mental maka akan tercapai kepuasan di dalam hidupnya.
Kualitas hidup juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin,
tingkat stadium GGK, frekuensi terapi hemodialisa. faktor tersebut diharapkan dapat
beradaptasi terhadap lingkungan sehingga menjadi kemampuan pada pasien dalam
menjalani pengobatan terapi hemodialisa (Pratinya, 2010)

Pengobatan dalam menjalani terapi hemodialisa yang kompleks selama hidupnya


menyebabkan suatu ketergantungan yang dapat mempengaruhi kehidupan dimana
memicu terjadinya stress dan kecemasan yang berdampak pada kondisi fisiologis
ataupun psikologis (Dewi, 2015). Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang
bersifat menetap dan tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dalam
jangka waktu yang lama. Maka hal itu dapat mempengaruhi pasien dimana pasien
akan bertunpu pada orang lain. Kondisi tersebut tentu menimbulkan perubahan yang
meliputi biologi, spiritual, sosial dan psikologis, seperti perilaku penolsakan, marah,
rasa tidak berdaya, cemas (djuariah, 2009)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Anggraeni, Maria, V.A.A., dkk,
2022) tentang hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa disimpulkan bahwa responden yang memiliki
tingkat kecemasan tidak mengalami cemas sebanyak 31,3% responden, 27% ringan,
sedang 17,2%,kecemasan berat sekali 1,8%. dan responden yang memiliki kualitas
hidup sedang sebanyak 38% responden,baik 32,5%,16,6% kurang baik, sangat baik
12,3% dan kualitas hidup buruk 0,6%. Jadi bila tingkat cemas bertambah maka
kualitas hidup pasien akan menurun dan terdapat ada hubungan tingkat kecemasan
dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

Berdasarkan prevalensi GGK dan fenomena peneliti tertarik ingin meneliti apakah
ada hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa di Rs Mitra Siaga Kecamatan kramat Kabupaten tegal.

1.2 Tujuan penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.1.1 Tujuan umum


Mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa di Rs Mitra Siaga Kecamatan kramat Kabupaten
tegal.
1.1.2 Tujuan khusus
1.1.2.1 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien yang menjalani terapi
hemodialisa di rumah sakit mitra siaga tegal.
1.1.2.2 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisa di
rumah sakit mitra siaga tegal.
1.1.2.2 Menganalisa hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rs Mitra Siaga
Kecamatan kramat Kabupaten Tegal
1.3 Manfaat penelitian
1.1.2.4 Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan diperolehnya kualitas hidup yang baik pada pasien
gagal ginjal kronik
1.1.2.5 Manfaat keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan diperolehnya konsep kualitas hidup yang baik pada
pasien gagal ginjal kronik
1.1.2.6 Manfaat metodologi
Hasil penelitian ini diperolehnya metodologi dengan lebih baik terkait tingkat
kecemasan dan kualitas hidup yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik.

Anda mungkin juga menyukai