Anda di halaman 1dari 59

BAB l

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang

sehat, baik sehat secara fisik ataupun psikis, karena hanya dalam kondisi sehat

manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada

kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada

permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita. Jenis

penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong penyakit

ringan dimana dalam proses pengobatannya relatifmudah dan tidak terlalu

menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi ada juga penyakit yang

tergolong berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya dandapat

mengganggu kondisi emosional, slah satunya adalah penyakit gagal ginjal kronis

(Maulana et al., 2020).

Pasien gagal ginjal kronik dengan laju filtrasi glomerulus <15 mL/ menit harus

menjalani terapi hemodialisis untuk mengganti fungsi ginjal (Dan &

Reksodiwiryo, 2019). Pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebagian besar

ketergantungan terhadap mesin hemodialisa yang mengakibatkan terjadinya

perubahan seperti masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan

dan berisiko mengalami depresi (Wakhid et al., 2018).

Menurut World Health Organization (WHO), depresi merupakan gangguan

mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan

minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,

1
kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (Susilo, 2016). Depresi merupakan

salah satu dari gangguan mood yang utama. Depresi yaitu perasaan hilangnya

energi dan minat, Perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu

makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain

gangguan mood adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,

pembicaraan dan fungsi vegetatif seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual dan

irama biologis lainnya. Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan

fungsi interpersonal, social, dan pekerjaan (Amalia & Azmi, n.d.).

Gagal ginjal kronik itu sendiri merupakan suatu kondisi kompleks dimana

ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai akibat dari kerusakan struktural

atau fungsional yang menyebabkan akumulasi cairan dan limbah yang berlebihan

dalam darah (Maailani, 2022). Pasien gagal ginjal kronik (GGK) akan mengalami

komplikasi pada dirinya, seperti komplikasi pada sistem organ dan komplikasi

pada sistem organ dan komplikasi pada masalah psikologis. Masalah psikologis

yang umum terjadinpada pasien GGK adalah depresi, kecemasan, demensia,

delirium dan gangguan koping (Valsaraj, 2016).

Penelitian (Jundiah dkk., 2019) menunjukkan hampir seluruh klien GGK yang

menjalani hemodialisis > 3 tahun terdapat gejala depresi. Semakin lama pasien

menjalani hemodialisis maka semakin meningkatnya kemungkinan depresi,

jangka waktu melaksanakan hemodialisis dan pola tidur pasien dapat

mempengaruhi tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialysis (Maulana et al., 2020).

2
Pasien GGK yang menjalani hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam

untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam setiap kali terapi.

Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan

dalam kehidupan pasien. Dampak psikologis pasien GGK yang menjalani

program terapi seperti hemodialisis dapat dimanifestasikan dalam serangkaian

perubahan perilaku antara lain menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman,

bingung dan menderita. Dua pertiga dari pasien yang mendapat terapi dialisis

tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala. Pasien akan

mengalami kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan umur panjang

dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan yang akhirnya timbul

suatu keadaan depresi sekunder sebagai akibat dari penyakit sistemik yang

mendahuluinya (Rustina, 2012).

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh

penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer

(Kaslam, 2021). Lamanya terapi yang harus dilakukan akan menimbulkan

hilangnya harapan dan keterbatasan fisik akan berdampak pada timbulnya

masalah ekonomi, hal tersebut akan memicu munculnya depresi. Perubahan yang

terjadi pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialis seperti masalah

finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang

menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit yang kronis, perasaan kecewa

dan putus asa, dan upaya untuk bunuh diri (Wakhid et al., 2018).

Menurut Pretto et al. (2020), pasien secara bertahap mengembangkan strategi

untuk hidup dengan penyakitnya dan mulai merasakan hemodialysis sebagai

alternatif hidup. Sedangkan menurut penelitian Maulana dkk, (2020)

3
menunjukkan tingkat depresi di pengaruhi oleh durasi hemodialysis. Semakin

lama menjalani terapi hemodialisa maka semakin tinggi depresinya. Menurut

penelitian Gadia et al., (2020) depresi lebih banyak terjadi pada pasien dengan

durasi hemodialysis yang lebih lama akibat beban yang dirasakan (Ayunin Fitra

Nurfajri & Mutakib, 2022).

Penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis hampir

sekitar 1,5 juta orang, dan di Indonesia hampir sekitar 0,2 jiwa penderita gagal

ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Dampak hemodialisis terhadap

fisik yang akan terjadi pada pasien menjadi lemah dalam menjalani kehidupan

sehari- hari, terhadap psikologis dampak yang akan akan terjadi pada masalah

tidur, kecemasan dan depresi dampak terhadap sosial dan ekonomi yang akan

terjadi pada pasien pada hubungan sosialnya, dan pada lingkungan klien juga akan

berdampak pada sosial lingkungan (Maulana et al., 2020).

Sedangkan faktor usia, pendidikan, jenis kelamin, lama periode menjalani

terapi hemodialisa dan pola tidur sangat berhubungan dengan tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa (Maulana et al.,

2020).

Berdasarkan data yang diperoleh dari (WHO) tahun 2022, secara global

lebih dari 650.000 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Di

Indonesia, berdasarkan data IRR (IndonesiaRenal Registry) (Kemenkes, 2018)

prevalensi gagal ginjal kronik mengalami peningkatan (2% menjadi 3,8%) pada

tahun 2013-2018. Data pasien baru dengan hemodialisis di Indonesi terjadi

peningkatan dari 25.446 menjadi 66.433. Sedangkan pasien aktif (baik pasien baru

atau pasien lama) menjalani hemodialisis dari 52.835 menjadi 132.142 pada tahun

4
2016-2018. Pasien gagal ginjal kronik yang meninggal dunia pada tahun 2018

sebanyak 1.243 orang dengan lama hidup selama 1-317 bulan, dan rata-rata

menjalani HD 6-12 bulan (Kemenkes RI, 2018). Secara khusus untuk propinsi

Nusa Tenggara Timur berdasarkan data IRR (Indonesia Renal Registry) pada

tahun 2021 ditemukan ditemukan fakta bahwa 340 pasien menjalani terapi

hemodialisis bulan februari tahun 2021 .

Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dari kepala ruangan

hemodialisa melalui wawancara didapatkan data bahwa 110 pasien yang menjalni

terapi hemodialisa di Unit hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka bulan

desember tahun 2022.

Saat peneliti melakukan praktek di ruangan hemodialisa Maumere, peneliti

menemukan pasien dengan gagal ginjal kronik sebanyak 110 pasien dalam

seminggu yang menjalani terapi hemodialisa. Dalam sehari peneliti menjumpai 10

pasien setiap sift yang sedang menjalani terapi hemodialisa. Dalam menjalani

terapi hemodialisa membutuhkan waktu 3-4 jam. Dari 70 pasien peneliti

menemukan sebagaian pasien yang mengeluh tidak dapat tidur nyenyak karena

memikirkan penyakit yang diderita, cemas, lebih mudah lelah, nafsu makan

menurun, tidak konsentrasi, dan tidak semangat untuk bekerja.

Berdasarkan data dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya diatas , maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Tingkat

Depresi Pada Pasien GGK Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Unit

Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka”

5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut “Bagaimana gambaran tingkat depresi dan faktor-faktor yang

mempengaruhi depresi pada pasien GGK yang menjalani terapi Hemodialisa

di Unit Maumere Kabupaten Sikka’’

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menganalisis gambaran tingkatan depresi pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Unit Hemodialisa

Maumere Kabupaten Sikka.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengidentifikasi karakteristik responden :

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Pendidikan

4. Pekerjaan

1.3.2.2. Mengidentifikasi tngkatan depresi:

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau sumber informasi untuk

penelitian selanjutnya dan bacaan bagi mahasiswa.

6
2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan

proses hemodialisa pada pasien Gagal Ginjal Kronik.

3. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh wawasan, keterampilan, pengalaman, mengenai

gambaran tingkat depresi pada pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang

menjalani terapi hemodialisa.

1.5. Ruang Lingkup


Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan ilmu yang dimiliki oleh

peneliti, maka peneliti ini hanya berfokus pada gambaran tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

1.6. Keaslian Peneliti

Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang gambaran tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Unit

Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka belum pernah dilakukan sebelumnya .

Adapun penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah :

7
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

NO Judul penelitian Penulis Hasil Persamaan Perbedaan

1 Faktor yang Indra Menunjukkan adanya Penelitian ini Penelitian ini


berhubungan Maulana, hubungan antara faktor : untuk mengetahui menggunakan
dengan tingkat Iwan usia, pendidikan, jenis faktor yang rancangan
depresi pada pasien Shalahuddin, kelamin, lamanya mempengaruhi deskriptif
gagal ginjal kronis Taty periode menjalani terapi terjadinya depresi korelasional
yang menjalani Hernawati hemodialisa dan pola pada pasien gagal dengan pendekatan
tindakan (2020) tidur. Semua faktor ginjal kronik. cross sectional
hemodialisa di tersebut sangat dengan sampel
RSUD dr.Slamet berhubungan dengan sebanyak 40
Garut tingkkat depresipada responden.
pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani
terapi hemodialisa
2 Gambaran tingkat Fandani Hasil dari penelitian ini Teknik Penelitian ini
depresi pada pasien Riskal, menunjukkan bahwa pengambilan merupakan
penyakit ginjal Mutiara sebagian besar responden sampel penelitian
kronik dengan Annisa, usia 50-59 tahun yaitu 15 menggunakan deskriptif dengan
hemodialisis di RSI Nadia responden (40,5%), jenis random sampling pendekatan cross
Siti Rahmah dan Purnama kelamin responden sectional. Sampel
RST Dr. Dewi (2020) adalah perempuan yaitu yang digunakan
Reksodiwiryo 21 responden (56,8%), sebanyak 37
Padang status responden responden.
perkawinan adalah
kawinyaitu 27 responden
(73%), tingkat
pendidikan responden
adalah SMU yaitu 18
responden (48,6%),
pekerjaan responden
tidak bekerja yaitu
13responden (35,1%)
dan penghasilan
responden adalah
mempekerjakan rendah
yaitu 27 responden
(73%)
3 Faktor- faktor yang Anggi Hana Hasil dialysis didapatkan Penelitian ini Penelitian ini
mempengaruhi Pratiwi dkk delapan jurnal nasional untuk mengetahui menggunakan
terjadinya depresi (2022) yang menjelaskan faktor- faktor depresi metode Literature
pada pasien gagal faktor yang pada pasien GGK review
ginjal ginjal kronik mempengaruhi depresi yang menjalani menggunakan
yang menjalani pada pasien GGK yang hemodialisa database Google
hemodialisa menjalani terapi Scholar, Ebsco,
hemodialisa Portal Garuda, dan
Pubmed dengan
kriteria inklusi
naskah free
fulltext, bahasa
yang digunakan
bahasa Indonesia
dan bahasa
inggris .

8
4 Gambaran tingkat Abdul Hasil penelitian ini Penelitian ini Desain penelitian
depresi pasien Wakhid, diperoleh sebagaian untuk mengetahui yaitu deskriptif
gagal ginjal kronik Kamsidi, besar pasien gagal ginjal gambaran tingkat Korelatif dengan
yang menjalani Gipta Galih kronik yang menjalani depresi pada pendekatan survey.
terapi hemodialisis Widodo terapi hemodialisis pasien gagal ginjal Populasi penelitian
RSUD Kabupaten ( 2018) depresi ringan sejumlah kronik yang ini 85 pasien.
Semarang 41 orang (48,2%) menjalani Teknik sampling
hemodialisis menggunakan
quota sampling.
5 Gambaran tingkat Rustina Hasil penelitian ini yaitu Penelitian ini Penelitian ini
depresi pada pasien (2013) subjek yang tidak bertujuan untuk merupakan
gagal ginjal kronik mengalami depresi mengetahui penelitian survei
yang menjalani sebanyak 43 orang gambaran tingkat deskriptif. Subjek
hemodialisis di (64,18%)dengan rincian depresi pada penelitian ini
RSUD DR. depresi ringan sebanyak pasien gagal ginjal adalah 67 pasien
Soedarso Pontianak 19 orang (28,36%), yang menjalani GGK. Sampel
depresi sedang sebanyak hemodialisa diambil dengan
3 orang (4,46%), dan menggunakan
depresi berat sebanyak 2 teknik
orang (2,98%). pengambilan
sampel tidak
berdasarkan
peluang

9
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (GGK)

2.1.1. Definisi

1. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidneyn Diseases (CKD)

merupakan masalah yang terjadi pada penurunan fungsi ginjal

dikarenakan ginjal menjadi organ vital dalam menjaga kesehatan

tubuh. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat

mempertahankan keseimbangan metabolisme, cairan dan elektrolit

yang dapat menyebabkan uremia: retensi urea dan sampah nitrogen

lain dalam darah (Bare & Smeltzer, 2004)

2. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu kondisi kompleks dimana

ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai akibat dari kerusakan

struktural atau fungsional yang menyebabkan akumulasi cairan dan

limbah yang berlebihan dalam darah (Thomas, 2019)

3. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage Renal

Disease (ESRD) adalah suatu kondisi dimana ginjal tidak dapat lagi

berfungsi secara normal. Gangguan ini bersifat progresif dan

irreversible yang mengakibatkan gagalnya kemampuan utama pada

fungsi ginjal dalam mempertahankan sistem metabolism tubuh serta

menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Uremia yang terjadi

akibat adanya retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah

10
4. menjadi salah satu dampak akan gagalnya fungsi ginjal (Fadlalmola

& Elkareem. 2020).

5. Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

bersifat progresif dan irrevelssibel yang mengakibatkan tubuh gagal

mempertahankan metabolidme, keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh yang normal (Patimah Iin, 2020)

6. Penyakit ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang

meningkat resikonya pada usia lanjut (Mailani Fitri, 2022)

2.1.2. Etiologi

1. Infeksi saluran kemih (Pielonefritis kronis).

2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder.

Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya

timbul pascainfeksi streptococcus. Untuk glomerulusakut, gangguan

fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan

zat –zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azoternia,

peningkatan aldosteron menyebabkan rentensi air dan natrium.

Untuk glomerulonefritis kronik ditandai dengan kerusakan

glomerulus secara secara progresif lambat,akan tampak ginjal

mengkerut, berat badan kurang dengan permukaan bergranula. Ini

disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus

mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.

3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme.

11
Retensi Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari system rennin,

angiotensis dan defisiensi prostaglandin; keadaan ini merupakan

salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan

orang kulit putih.

4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis

sistemik).

5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal). Penyakit ginjal polokistik yang ditandai dengan kista

multiple, bilateral yang smengadakan ekspansi dan lambat laun

mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat

penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+

dari tubulus ginjal /kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR

yang memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis

metabolic.

6. Penyakit metabolic (DM, hiperparatiroidisme).

7. Nefropatik toksik.

8. Nefropati obstruktif (bztu saluran kemih).

2.1.3. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus ) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertropi dan memproduksi

volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam

keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan

ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan

12
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya , oleh

karena nefron yang rusak bertambah banyak, oliguri timbul disertai retensi

produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi

lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal, kira-kira 80%-

90% funsi ginjal yang hilang. Pada tingkat ini ,funsi renal yang demikian ,

nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah

(Barbara C Long, 1996:368).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka gejala semakin berat. Banyak gejala uremia

membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001:1448).

2.1.4. Klasifikasi

Terdapat 5 stadium penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui

perhitungan nilai Glomerulus Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung

GFR dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium

untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Dibawah ini 5 stadium

penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut (Mailani Fitri, 2022) ;

1. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)

2. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)

3. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)

4. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s/d 29 ml/min)

5. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir terminal (> 15 ml/min)

13
2.1.5. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik antara lain (Barbara C Long, 1996: 369) :

1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelemahan fisik dan mental, berat

badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.

2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas

dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem

yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga

sangat parah.

2.1.6. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

1. Sistem kardiovaskuler , antara lain hipertensi, pitting edema, edema

periorbital, pembesaran vena leher, friction subpericardial.

2. Sistem Pulmoner, amtara lain nafas dangkal, krekel, kusmaull,

sputum kental dan liat.

3. Sistem gastrointestinal, antara lain anoreksi, mual muntah,

perdarahan, saluran GI, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas berbau

ammonia.

4. Sistem musculoskeletal, antara lain kram otot, kehilangan kekuatan

otot, fraktur tulang.

5. Sistem integument, antara lain warna kulit abu-abu mengilat, pruritis,

kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan

kasar.

6. Sistem Reproduksi, antara lain amenore, atrofi testis.

14
2.1.7. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2000), komplikasi gagal ginjal kronik yang

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup:

1. Hiperkalemia, akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic,

katabolisme dan masukan diit berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem

rennin, angiotensis, aldosteron.

4. Anemia, akibat penurunan eritropoeitin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.

5. Penyakit tulang, akibat retensi fosfat, kadar kalium serum yang

rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar

aluminium.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

1. Urin

1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria)/ anuria.

2) Warnah: secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh

pus,bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak,sedimen kotor,

kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobulin, forfirin.

3) Berat jenis: < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan

ginjal berat).

4) Osmolalitas : < 350 mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular

dan rasio urin/ sering 1:1.

15
5) Kliren Kreatinin: mungkin agak menurun

6) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat,

menunjukkan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga

ada. PH, kekeruhan, glukosa, SDP dan SDM.

2. Darah

1) BUN: Urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein,

peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan

prerenal atau gagal ginjal.

2) Kreatinin: Produksi metabolisme otot dari pemecahan kreatinin

otot dan kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar

kreatinin meningkat.

3) Elektrolit: Natrium, kalium, kalsium, dan phosfat.

4) Hematologi: Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit.

3. Pielografi intravena

1) Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

2) Pielografi retrograde

3) Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible

4) Arteriogram ginjal

5) Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,

massa.

4. Sistouretrogram berkemih

Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter,

retensi.

16
5. Ultrasonografi ginjal

Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,

obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

6. Biopsi ginjal

Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologist.

7. Endoskopi ginjal nefroskopi

Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal; keluar batu,

hematuria dan pengangkatan tumor selektif.

8. EKG

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit

dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda

perikarditis.

2.1.9. Penatalaksanaan

1. Obat- obatan

Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen

kalsium, furosemid (membantu berkemih), tranfusi darah.

2. Intake Cairan dan Makanan

1) Minum yang cukup

2) Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa

memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis.

3) Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema

(penimbunan cairan didalam jaringan) atau hipertensi.

17
4) Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani

diet ketat atau menjalani dialisa.

5) Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida

dalam darah tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi, seperti stroke dan serangan jantung. Untuk

menurunkan kadar trigliserida, diberikan gemfibrozil.

6) Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya

kadar garam (natrium) dalam darah.

7) Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya

kadar kalium dalam darah) sangat berbahaya karena

meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama jantung dan

cardiac arrest.

8) Jika kadar kalium terlalu tinggi maka diberikan natrium polisteren

sulfonat untuk meningkatkan kalium sehingga kalium dapat

dibuang bersama tinja.

9) Kadar folfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan

makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong,

kacang-kacangan dan minuman ringan).

18
2.2. KONSEP DASAR HEMODIALISA

2.2.1. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah

dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar

tubuh yang disebut dializer (dr. Pancho Kaslam, 2021). Prosedur ini

memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini,

maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula

arteriovenosa) melalui pembedahan (medicastore.com). Hemodialisa

dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan

(Christin Brooker, 2001).

Hemodialisa adalah suatu terapi pengganti fungsi ginjal untuk

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah

manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat dan

zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan

cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi , osmosis, dan

ultrafiltrasi. Dialisis bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang

untuk GGK atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani

pencangkokan ginjal (Rudi Haryono, 2013).

Dialisis dialakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu

sampai fungsi ginjal kembali normal. Seperti pada pasien yang digigit ular,

pre eklamsi/eklamsi (pada ibu hamil), pasien Aki (Akut Kidney Injuri):

Jantung.

19
Pada hemodialisis darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat

adalah bagian yang lain . Membran semiperiabel adalah lembar tipis berpori-

pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane

memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,

kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekulair juga sangat kecil dan bergerak

bebas melalui membrane tetapi kebanyakan protein, plasma, bakteri dan sel-

sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.

2.2.2. Peralatan

1. Dialiser (Dyalizer)

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan

kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran,

struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk

kompartemen darah . Semua faktor ini menentukan potensi efisiensi

dialiser yang mengacu pada kemampuannya membuang air (Ultrafiltrasi

dan produk-produk sisa kilers).

Fungsi :

1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan

asam urat.

2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding

antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif

dalam arus darah dan tekanan negatif (pengisap) dalam

kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).

3) Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh.

20
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

2. Dialiset atau cairan dialiset

Dialiset atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit

utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengam

air keran dan bahan kimia disaring . Bukan merupakan sistem yang steril,

karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial

terjadinya infeksi pada pasien minimal, karena bakteri dari produk

sampingan dapat menyebabkan reaksi piogenik, khususnya pada membran

permeable yang besar, air untuk dialiset harus aman secara bakteriologis.

Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath

standar umumnya digunakan pada unit kronis, tetapi dapat dibuat

variasinya untuk memenuhi pasien tertentu.

Sistem pemberian dialisat dilakukan dengan unit pemberian tunggal

yaitu dengan pemberian dialisat untuk satu pasien dan sistem pemberian

multiple dapat memasuk sedikit untuk 20 unit pasien. Pada kedua sistem

suatu alat pembagian proposiotomatis dan alat pengukur serta pemantau

menjamin dengan tepat control rasio konsentrat-air.

3. Asesoris peralatat

Peranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialisis

meliputi pompa darah, pompa infuse untuk pemberian heparin, alat

monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,

konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udara, dan kebocoran darah.

21
2.2.3. Proses Dialisis

Proses hemodialisis dimulai dengan cara membuat akses keluar

masuknya darah dari tubuh. Akses tersebut dapat bersifat sementara

(temporer) maupun menetap (permanen). Akses temporer berupa kateter

yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena) didaerah leher.

Sedangkan akses permanen biasanya di buat dengan akses fistula, yaitu

menghubungkan salah satu pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah,

yang dikenal dengan nama cimino. Untuk mencegah terjadinya infeksi, baik

kateter (untuk akses temporer) maupun cimino (untuk akses permanen)

perluh dirawat dengan baik. Perawatan kateter dilakukan melalui tindakan

berikut :

1. Jangan menyentuh kateter

2. Jangan biarkan kateter tergesek atau terdorong oleh benda apapun,

termasuk baju ketat yang mungkin anda kenakan.

3. Jaga kateter selalu bersih agar jangan sampai infeksi.

4. Cuci tangan anda sesering mungkin.

Sedangkan untuk perawatan cimino, dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Jangan mengenakan pakaian ketat atau perhiasan disekitar daerah

cimino.

2. Cuci tangan sesering mungkin dan jaga agar daerah cimino dan

sekitarnya tetap bersih.

3. Jangan melakukan tindakan mengukur tekanan darah, mengambil

darah, atau infuse pada lengan yang terpasang cimino

22
4. Jangan mengangkat barang berat pada tangan yang terpasang

cimino sebab dapat menyebabkan denyut akan hilang.

2.2.4. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara

memanfaatkan sebuah ginjal sehat (yang diperoleh melalui proses

pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Prosedur bedah transplantasi

ginjal biasanya membutuhkan waktu antara 3 sampai 6 jam.

Pencangkokan ginjal juga dapat mengakibatkan kontra indikasi.

Transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit

ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau

penyakit kardiovaskuler (Pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk

menerima transplantasi ginjal karena kemungkinan gagal yang cukup tinggi.

2.3. KONSEP DASAR DEPRESI

2.3.1. Pengertian

1. Menurut World Health Organization, depresi merupakan gangguan

mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood,

kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur

atau nafsu makan, kehilangan energy, dan penurunan konsentrasi (Heri

Susilo, 2016)

2. Kaplan (2016), mendefinisikan depresi sebagai suatu periode

terganggunya fungsi manusia terkait dengan perasaan yang sedih serta

gejala penyertanya yang mencakup hal-hal seperti perubahan pola

23
makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, anhedonia, rasa tak berdaya,

putus asa, dan bunuh diri.

3. Depresi merupakan salah satu dari gangguan mood yang utama. Depresi

yaitu perasaan hilangnya energi dan minat, Perasaan bersalah, kesulitan

berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian

atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain gangguan mood adalah perubahan

tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif

seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual dan irama biologis lainnya.

Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi

interpersonal, social, dan pekerjaan (Amalia Fitri, 2014).

2.3.2. Jenis - jenis Depresi

1. Depresi ringan

Depresi ringan, yaitu depresi yang timbul karena tekanan hidup

dan biasanya terjadi sekurang-kurangnya 2 minggu. Depresi jenis ini

lebih mudah untuk ditangani karena levelnya yang masih ringan. Bisa

dilakukan dengan memberikan dorongan semangat, motivasi, kegiatan

yang menyenangkan, memberikan simpati dan perhatian dan perhatian

oleh orang terdekat, aktivitas hiburan, nonton film dan istirahat yang

cukup. Pada tahap depresi ringan, merekja hanya mengalami sedikit

kesulitan dalam menghadapi pekerjaan dan hubungan social.

2. Depresi sedang

Depresi sedang, sama seperti depresi ringan akan tetapi gejala

yang ditimbulkan lebih banyak. Yaitu menunjukan minimal 4 gejala

depresi tambahan. Dalam depresi ini penderita akan mengalami kesulitan

24
yang nyata dalam menjalani aktivitas pekerjaan, hubungan social dan

juga pekerjaan rumah tangga. Minat dalam melakukan kegiatan mulai

hilang, hal ini yang menyebabkan mereka akan sangat kesulitan dalam

menjalani aktivitas harian. Penanganannya membutuhkan bantuan

psikiater atau terapis EFT untuk membantu menggali akar masalah dan

kemudian dilepaskan secara perlahan.

3. Depresi besar (berat)

Memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan depresi sedang

maupun ringan. Bisa juga disertai dengan gejala psikotik maupun tidak.

Gejala psikotik merupakan keadaan dimana seseorang tidak mampu lagi

mengendalikan kondisi yang ada dalam dirinya dan menyebabkan

hilangnya kemampuan menilai kenyataan yang terjadi. Depresi dengan

gangguan psikotik ditandai dengan halusinasi berlebihan. Penderita

kehilangan kemampuan merumuskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan

urusan rumah tangga. Penanganannya pun juga harus lebih intensif dan

ditangani oleh para psikiater yang professional.

2.3.3. Gejala Depresi

1. Kondisi Emosional Berubah

Seseorang yang sedang depresi akan mengalami perubahan kondisi

emosional secara terus menerus. Misalnya mengalami perasaan sedih,

wajah muram, mudah tersinggung, gelisah, bahkan kehilangan

kesadaran.

25
2. Motivasi Berubah

Depresi yang dialami seseorang umumnya akan membuat orang

tersebut menjadi tidak berminat dengan berbagai kegiatan. Bahkan

kehilangan minat dalam berbagai aktivitas yang menyenangkan.

3. Perubahan Pada Kognitif

Seseorang yang sedang depresi akan sulit berpikir jernih dan

berkonsentrasi. Sebaliknya, mereka justru berpikir hal-hal buruk tentang

diri sendiri dan masa depannya.

Munculnya perasaan bersalah dan penyesalan akan kesalahan masa

lalu membuat mereka merasa tidak kuat dan tidak memiliki self-esteem.

Bahkan tidak jarang yang berakhir pada pikiran untuk bunh diri.

4. Perubahan Pada Motorik

Depresi pada seseorang mengakibatkan motoriknya menjadi lebih

lambat, baik dalam berbicara maupun maupun melakukan gerakan

mudah. Pola tidur mereka mengalami perubahan, tidur lebih banyak atau

lebih sedikit.

Umumnya seseorang yang depresi terlihat tidak memiliki energi,

dengan wajah dan tatapan kosong atau tanpa ekspresi. Mereka

mengalami perubahan selera makan sehingga mempengaruhi berat

badan.

2.3.4. Faktor Penyebab Depresi

1. Faktor Biologis

Faktor biologis adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri,

yaitu di dalam otak seseorang. Didalam otak manusia terdapat dua

26
Neurotransmitter, yaitu Norepinefrin dan Serotonin yang

mempengaruhi mood dan perilaku seseorang.

Serotonin dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dan senang

dalam diri seseorang. Sedangkan Norepinefrin berfungsi untuk

memobilisasi otak dan tubuh manusia untuk bertindak.

2. Faktor Genetik

Seseorang yang berasal dari keluarga dengan riwayat depresi

akan terlihat besar kemungkinannya mengalami depresi ketimbang

seseorang yang berasal dari keluarga yang tidak punya riwayat depresi.

3. Faktor Psikososial

Faktor Psikososial adalah adalah faktor yang berasal dari

hubungan seseorang dengan orang lain. Menurut para ahli, psikososial

memiliki porsi yang paling besar dalam mempengaruhi mood seseorang

dan faktor depresi terbesar.

2.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA DEPRESI PADA

PASIEN GGK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi menurut Atikah Fatmawati

(2017) yaitu :

1. Usia

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi depresi adalah semakin

tuanya umur seseorang. Kondisi depresi akan semakin bertambah berat seiring

dengan pertambahan umur.

27
2. Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan yang rendah akan memiliki

kemungkinan yang besar untuk tidak memeriksakan kondisi kesehatannya jika

belum sampai pada tahap yang buruk atau lebih parah, sampai hal tersebut

dirasakan mengganggu aktivitas atau pekerjaannya.

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dikaitkan dengan peran laki-laki sebagai tulang

punggung keluarga dan sumber pencari nafkah, sehingga pada saat didiagnosa

gagal ginjal kronik dan harus menjalani hemodialysis, maka laki-laki akan

kehilangan kehilangan kekuatan dan menyebabkan depresi.

4. Pekerjaan

Faktor pekerjaan juga dapat menyebabkan depresi pada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Hal ini disebabkan karena tidak

sedikitnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk menjalani

hemodialisis, terlebih jika saat ini pasien tersebut tidak lagi bekerja .

5. Ekonomi / Pendapatan

Status ekonomi menurut adalah Kedudukan seseorang didalam

keluarga maupun masyarakat berdasarkan penghasilan yang didapat perbulan.

28
Sehingga dapat mempengaruhi reaksi pasien saat sakit oleh karena halangan

ekonomi / pendapatan tersebut maka dapat menyebabkan pasien depresi.

6. Lama Terapi

Faktor lamanya menjalani terapi dapat menyebabkan terjadinya

depresi. Munculnya depresi dimulai setelah jangka waktu 6 bulan dan dapat

terjadi di setiap tingkat / derajat pasien gagal ginjal.

29
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual GGK

Faktor yang mempengaruhi


depresi :

1. Ekonomi/ Pendapatan
2. Dukungan Keluarga
3. Kualitas Hidup

Ringan : Skor 5 -9

Pasien GGK Terapi HD Depresi


Sedang : Skor 10 - 14

Berat : Skor 15 - 19

Karakteristik :

1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

30
BAB lll

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif

(Sugiono, 2014) yanki penelitian yang memberikan gambaran atau lukisan

secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan keadaan yang

sebenarnya tentang tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik (GGK)

yang menjalani terapi hemodialisa di Unit Hemodialisa Maumere Kabupaten

Sikka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatat

kuantitatif.

3.2 Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria yang di

tetapkan. (Nursalam,2014). Populasi dalam penelitian ini adalah para penderita

gagal ginjal kronik (GGK) yang menjalani terapi hemodialisa di Unit

Hemodialisa Maumere sebanyak 110 pasien.

3.2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat dipergunakan

sebagai subjek dalam penelitian melalui sampling ( Nursalam, 2014). Besar

31
sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan perhitungan rumus sebagai

berikut :

N
n=
1+ N ( d ) 2

Keterangan :

n= besar sampel

N= besar populasi

d= tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

110 110
n= =
1+ 110 ( 0,05 ) 2 1+ 110(0,0025)

110
=
1+ 0,275

110
=
1,275

= 86

Berdasarkan perhitungan sampel diatas, maka diperoleh jumlah sampel

yang dibutuhkan adalah 86 responden.

3.2.3. Sampling

Teknik pengambilan sampel di dalam penelitian ini dengan

menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan anggota dari

populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dipopulasi itu. Teknik memilih responden pada peneliti ini di lakukan

berdasarkan kriteria insklusi yang di tetapkan peneliti ( Sugiyono, 2014)

32
1. Kriteria inklusi

1) Pasien yang bersedia menjadi responden

2) Pasien gagal ginjal kronil (GGK) yang rutin menjalani terapi

hemodialisa

3) Pasien yang bisa membaca dan menulis

2. Kriteria eksklusi

1) Pasien yang tidak bersedia untuk menjadi responden

2) Pasien dengan keadaan umum lemah

3) Pasien yang tidak ada saat penelitian

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kota Maumere secara khusus Unit Hemodialisa

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Februari sampai tanggal 11 maret 2023.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah perilaku yang memberi nilai beda terhadap

sesuatu benda atau manusia (Nursalam, 2014).Variabel yang digunakan pada

penelitian ini adalah tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisa di Unit Hemodialisa Maumere.

3.6 Instrumen Dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data ( Notoadmojo, 2012). Pada penelitian ini, instrumen yang

digunakan oleh peneliti berupa kuesioner yang akan dibagikan kepada

responden. Kuesioner disiapkan oleh peneliti yaitu kuesioner baku dengan

33
judul Tingkat Depresi yang mempengaruhi pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi Hemodialisa. Di dalam kuesioner terdapat 15

pertanyaan. Kuesioner ini disusun oleh Auron T. Beck 1996 dan di uji oleh

Universitas Sumatra Utara. Pengkategorian skor merujuk pada ketentuan

kuesioner, depresi ringan 5-9, depresi sedang 10-14 dan depresi berat 15-19.

3.7 Jenis, Teknik Pengumpulan, Pengolahan, Dan Analisa Data

3.7.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data primer karena data

tersebut diperoleh peneliti secara langsung dari sumber datanya melalui

pengukuran, pemeriksaan, dan penyebaran kuesioner.

3.7.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2014).

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 11 Maret 2023. Pada tahap

persiapan ini peneliti mempersiapkan topik dan judul penelitian, membuat

proposal penelitian.

Setelah mendapat persetujuan dari pembimbing , selanjutnya peneliti

membuat surat permohonan untuk melakukan penelitian dari Direktur Akper

St. Elisabeth Lela ke Kesbangpol. Peneliti melaksanakan penelitian setelah

mendapat surat persetujuan dari Kesbangpol dengan nomor surat

070/221/II/2023. Peneliti melakukan penelitian dengan cara membagikan

kuesioner kepada responden, menjelaskan prosedur pengisian dan

34
memberikan kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner

tersebut.

3.7.3. Pengolahan Data

1. Editing (pengeditan data) yaitu hasil pengumpulan data di lapangan

harus dilakukan pengolahan data terlebih dahulu. Secara umum editing

adalah kegiatan untuk mengecek dan perbaikan isian formulir kuesioner

tersebut, meneliti kelengkapan responden bertujuan untuk mengetahui

jika ada kuesioner yang belum terisi dengan lengkap. Kuesioner terisi

lengkap dengan jumlah 86 responden.

2. Coding (pengkodean) yaitu mengklasifikasi hasil observasi terhadap

responden dengan memberi kode pada lembaran pertanyaan. Jumlah

pertanyaan ada 15, Pengkategorian skor merujuk pada ketentuan

kuesioner, depresi ringan 5-9, depresi sedang 10-14 dan depresi berat 15-

19.

3. Tabulating (tabulasi) yaitu memasukan data penelitian kedalam tabel-

tabel sesuai kriteria.

4. Entri data (memasukan data) Peneliti memasukan data ke dalam

komputer dengan menggunakan aplikasi Microsoft excel.

3.8 Analisa Data

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran tingkatan

depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di

Unit hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka. Data yang sudah diperoleh,

dilakukan klasifikasi kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel

35
frekuensi, variabel penelitian di interprestasikan dengan menggunakan skala

ordinal dengan rumusan yang digunakan untuk mnegetahui presentase dari

masing-masing variabel.

P=f/NX100%

Keterangan :

P=presentase (%)

f=jumlah jawaban.

N=jumlah skor maksimal

Dengan hasil:

1. Ringan : skor 5-9

2. Sedang : skor 10-14

3. Berat : skor 15-19

3.9 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

dan berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap sesuatu

objek atau fenomena (Aziz Alimul, 2007).

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Karakteristik Definisi Cara dan Skala Kategori


responden operasional alat ukur

36
Umur Satuan waktu Kuisioner Ordinal 1) Remaja (13-19 tahun)
yang dihitung 2) Dewasa (20-45 tahun)
dari sejak 3) Lansia
responden  Usia pertengahan
dilahirkan (middle age) 45-54
sampe waktu tahun
dilaksanakan  Lansia elderly 55-
penelitian 65 tahun
 Lansia muda (66-74
tahun)
 Lansia tua (75-90
tahun)
 Lansia sangat tua
(>90 tahun)
Jenis kelamin Hal yang Kuisioner Nominal 1) Laki-laki
membedakan 2) Perempuan
seseorang itu
laki-laki dan
perempuan
Pendidikan Tingkat Kuisioner Ordinal 1) Pendidikan dasar (SD, SMP)
pendidikan 2) Pendidikan menengah atas
paling akhir 3) Perguruan tinggi
yang ditempuh
responden
Pekerjaan Suatu kegiatan Kuisioner Nominal 1) Tidak bekerja
yang dilakukan 2) Petani
oleh seorang 3) IRT
yang bertujuan 4) Pegawai
memenuhi 5) Wiraswasta
kebutuhan 6) PNS
hidup 7) Rohaniwan
8) Pelajar
Lama menjalani Rentang waktu Kuisioner Ordinal 1) Baru: < 1 tahun
hemodialisa yang 2) Sedang: 1 tahun- 3 tahun
dihabiskan 3) Lama: > 3 tahun
responden
untuk
menjalani
terapi
hemodialisis
Tingkat depresi Gangguan/ Kuisioner Ordinal 1) Ringan : 5-9
perubahan 2) Sedang : 10-14
mood 3) Berat : 15-19
seseorang

3.10 Etika Penelitian

37
Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh

bertentangan dengan Etika. Peneliti harus memahami prinsip-prinsip dan etika

penelitian dan tidak melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang menjadi

responden (Nursalam, 2014). Dalam melakukan penelitian perlu adanya

rekomendasi dari pihak insitusi dengan mengajukan permohonan izin kepada

instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan

penelitian. Etika penelitian itu meliputi:

1. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi yang diberikan responden dijamin peneliti.

Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan

sebagai hasil penelitian.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Responden tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan

data. Untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti cukup

dengan memberi tanda atau kode pada lembar tersebut.

3. Lembar persetujuan (Informant consent)

Subjek dalam penelitian ini harus menyatukan kesediannya mengikuti

penelitian dengan mengisi informant consent. Hal ini juga merupakan

bentuk kesukarelaan dari subjek penelitian untuk ikut serta dalam

penelitian.

3.11 Hambatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini keterbatasan yang dihadapi oleh

peneliti adalah:

38
1. Keterbatasan buku sumber

Buku sumber yang digunakan peneliti terbatas sehingga peneliti

banyak mencari sumber dari internet untuk dijadikan referensi.

2. Keterbatasan pengalaman peneliti

Sebagai peneliti pemula, penelitian ini merupakan sebuah pengalaman

yang pertama sehingga dalam pelaksanaanya peneliti memiliki banyak

kekurangan.

3. Jenis data yang di peroleh dalam penelitian ini data primer yang

diperoleh dari responden secara langsung, sehingga kualitas dari data

yang di peroleh tergantung dari kejujuran responden itu sendiri.

4. Keterbatasan ruang lingkup dalam hal ini termasuk waktu dan biaya

sehingga membuat peneliti hanya mampu meneliti penelitian yang

berhubungan dengan judul penelitian saja.

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan

tujuan yang diterapkan didalam penelitian ini. Deskripsi ini dimulai dari gambaran

lokasi penelitian kemudian dilanjutkan dengan hasil penelitian tentang “ Gambaran

Tingkat Depresi Pada Pasien GGK Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Unit

Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka”.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Ruangan Hemodialisa adalah satu unggulan yang didirikan untuk memberikan

pelayanan hemodialisis (cuci darah) terhadap pasien rawat inap maupun pasien rawat

jalan di RSUD dr. TC Hilers Maumere.

Ruangan hemodialisa maumere terletak di bagian Barat tepatnya di Kecamatan

Alok Batas Timur Rumah Sakit ini adalah Kantor Akses, di bagian Selatan berbatasan

dengan TK Sang Timur,batas bagian Barat adalah kompleks perumahan warga Benteng

Gading dan di bagian Utara berbatasan dengan SMAN 2 Maumere, Bangunan Unit

Hemodialisa Maumere berlokasi di jalan Wairklau kelurahan Kotauneng, Kecamatan

Alok.

40
Pada tahun 2017, pihak manajemen RSUD dr. T.C. Hilers Maumere Kabupaten

Sikka, mengadakan unit cuci darah (Hemodialisis / HD) pertama di pulau Flores. Unit

hemodialysis ini dibangun atas kerja sama Pemda Sikka. RSUD T.C Hilers dan Yayasan

Bina Nusantara Adi Sehat. Unit Cuci Darah ini memiliki fasilitas 11 mesin dengan 11

tempat tidur dan mampu menampung total 110 pasien. Jadwal untuk unit cuci darah

dimulai dari Senin – Sabtu. Dalam satu hari, unit ini mampu melayani 30 orang pasien

dan dibagi di dalam shift pagi, siang, dan malam. Jumlah tenaga kesehatan yang melayani

para pasien HD terdiri dari 10 orang perawat dan 5 dokter yaitu dokter umum dan dokter

penyakit dalam.

4.2 Gambaran Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah 86 orang yang melakukan terapi cuci

ssdarah di Unit Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka.

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.3.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Usia F % F % F %
20-45 18 21% 6 7% 1 1%
46-54 10 12% 4 5% 1 1%
55-65 19 22% 12 14% 3 3%
66-74 4 5% 2 2% 2 2%
75-90 2 2% 2 2% 0 0%
Total 86

Berdasrkan Tabel 4.3. 1 ditemukan hasil pnelitian berdasarkan kelompok


umur responden, dimana responden terbanyak berada di rentang usia 55-65
(kelompok usia lansia / elderly) dengan kategori tingkat depresi yang paling

41
banyak berada di kategori tingkat depresi ringan sebanyak 19 responden
(22%).

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.3.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Jenis kelamin F % F % F %
Laki-Laki 31 36% 15 17% 4 5%
Perempuan 21 24% 10 12% 5 6%
Total 86

Berdasarkan Tabel 4.3.2 ditemukan hasil penelitian berdasarkan kelompok jenis


kelamin responden, dimana responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki dengan
kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di kategori tingkat depresi
ringan sebanyak 31 responden (36%).

4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.3.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan

Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Pendidikan F % F % F %
SD 17 20% 5 6% 3 3%
SMP 7 8% 5 6% 0 0%
SMA 19 22% 4 5% 2 2%
PT 17 20% 5 6% 2 2%
Total 86

42
Berdasarkan Tabel 4.3.3 ditemukan hasil penelitian berdasarkan kelompok
pendidikan responden, dimana responden terbanyak berasal dari jenjang
pendidikan SMA dengan kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di
kategori tingkat depresi ringan sebanyak 19 responden (22%).

4.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan

Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Jenis Pekerjaan F % F % F %
Petani 15 17% 6 7% 1 1%
IRT 16 19% 5 6% 4 5%
Pensiunan 5 6% 3 3% 2 2%
Pegawai 7 8% 2 2% 0 0%
PNS 5 6% 3 3% 0 0%
Wiraswasta 5 6% 1 1% 2 2%
Rohaniwan 1 1% 0 0% 0 0%
Pelajar 1 1% 0 0% 0 0%
Bidan 2 2% 0 0% 0 0%
Total 86

Berdasarkan Tabel 4.3.4 ditemukan hasil penelitian berdasarkan kelompok


pekerjaan responden, dimana responden terbanyak memiliki jenis pekerjaan
sebagai IRT dengan kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di
kategori tingkat depresi ringan yaitu sebanyak 16 responden (19%).

43
4.3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Hemodialisa

Tabel 4.3.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama hemodialisa

Tingkat Depresi
Ringan Sedang Berat
Lama hemodialisa F % F % F %
Baru 33 38% 14 16% 2 2%
Sedang 11 13% 6 7% 3 3%
Lama 8 9% 5 6% 4 5%
Total 86

Berdasarkan Tabel 4.3.5 ditemukan hasil penelitian berdasarkan kelompok lama


hemodialisa responden, dimana responden terbanyak dari responden yang baru
melakukan terapi hemodialisa dengan kategori tingkat depresi terbnyak berada
di kategori tingkat depresi ringan yaitu 33 responden (38%).

4.3.6 Gambaran tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa di

Unit Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka.

Tabel 4.3.6 Distribusi frekuensi tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani

terapi hemodialisa berdasarkan hasil pengisian kuesioner BDI II

No Tingkat depresi F %

1. Ringan 52 60

2. Sedang 25 29

3. Berat 9 10

44
Total 86 100

Berdasarkan Tabel 4.3.6 ditemukan hasil penelitian berdasarkan tingkat depresi

responden, dimana responden terbanyak berada di kategori ringan yaitu sebanyak

52 responden dengan presentase (60%).

4.4 Pembahasan

4.4.1 Gambaran tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa

Dalam pembahasan ini akan diuraikan Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien

Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Unit Hemodialisa

Maumere.

Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi kompleks dimana ginjal tidak dapat

berfungsi dengan baik sebagai akibat dari kerusakan struktural atau fungsional yang

menyebabkan akumulasi cairan dan limbah yang berlebihan dalam darah (Maailani,

2022). Pasien penyakit ginjal kronik harus menjalani terapi hemodialisis untuk

mengganti fungsi ginjal. Pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebagain besar

bergantung terhadap mesin hemodialisa yang mengakibatkan terjadinya perubahan

seperti masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan dan beresiko

mengalami depresi (Wakhid, 2018).

Konsep depresi menurut Heri Susilo (2016) memiliki tiga tingkatan depresi yaitu

ringan, sedang, dan berat. Tingkat depresi ringan tersebut timbul karena tekanan hidup

dan biasanya terjadi sekurang-kurangnya 2 minggu. Depresi jenis ini lebih muda untuk

ditangani karena levelnya masih ringan. Pada tahap depresi ringan ini, mereka hanya

mengalami sedikit kesulitan dalam menghadapi pekerjaan dan hubungan sosial.


45
Hasil penelitian diperoleh gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal

kronik terbanyak pada kategori depresi ringan yaitu sebanyak 52 responden ( 60%).

Hasil penelitian ini sangat didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Umur

Umur adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi depresi yaitu

semakin tuanya umur seseorang, kondisi depresi akan semakin bertambah berat

seiring dengan pertambahan umur seseorang (Atikah Fatmawati, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa kategori umur

terbanyak berada di rentang usia 55-65 (kelompok usia lansia/ elderly) dengan

kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di kategori tingkat depresi

ringan sebanyak 19 responden (22%).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Atikah Fatmawati bahwa semakin tua umur seseorang maka semakin tinggi

seseorang mengalami tingkat depresi. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain

misalnya adanya dukungan keluarga yang kuat sehingga tingkat depresi

terbanyak di kategori ringan yang dibuktikan dengan hasil wawancara dengan

beberapa keluarga yang menemani klien saat berada di ruangan cuci darah,

mereka mengatakan bahwa sangat mendukung serta selalu meluangkan waktu

mendampingi klien saat dilakukan cuci darah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Anin Astiti (2014) tentang Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan

depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD

Palembang Senopati bahwa tingkat depresi terbanyak dikategori ringan (16,9%)

46
dengan jumlah usia terbanyak di kategori lansia (50-70). Pada usia ini idividu

dianggap memiliki pengalaman hidup yang lebih baik dibandingkan dengan

usia dibawahnya . Pengalaman hidup terkait dengan kondisi pasien

menyebabkan berkurangnya kecemasan pasien, sehingga akan menurunkan

resiko terjadinya depresi. Pengalaman yang diperoleh seiring dengan lamanya

pasien menjalani hemodialisa. Pasien baru dan pasien lama akan memiliki

pengalaman yang berbeda, sehingga cara pandang mereka dalam menyelesaikan

stresor yang berbeda .

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dikaitkatkan dengan peran laki-laki sebagai tulang

punggung keluarga dan sumber pencari nafkah, sehingga pada saat didiagnosa

gagal ginjal kronik dan harus menjalani hemodialisis, maka laki-laki akan

kehilangan kekuatan dan menyebabkan depresi ( Atikah Fatmawati, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden terbanyak berjenis

kelamin laki-laki dengan kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di

kategori tingkat depresi ringan sebanyak 31 responden (36%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang ditemukan oleh Atikah

Fatmawati, bahwa laki-laki lebih rentan dengan penyakit gagal ginjal kronik

karena peran laki-laki sebagai tulang punggung sehingga laki laki-laki harus

menjalani terapi hemodialisa maka laki-laki akan kehilangan kekuatan dan

menyebabkan depresi, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian tingkat depresi

terbanyak di kategori Depresi ringan yaitu sebanyak 31 responden (36%)

dengan jumlah terbanyak dialami oleh laki-laki.

47
Hasil penelitia ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakuan oleh

Abdul Wakhid (2018) tentang Gambaran tingkat depresi pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis bahwa tinggat depresi lebih banyak terjadi

pada perempuan yaitu 15 responden atau 50%, hal ini dapat diketahui bahwa

penyebab paling sering gagal ginjal dikarenakan pada perempuan terjadinya

regulasi sistem hormonal dan mengakibatkan aktivasi trombosit lebih besar

sehingga mempengaruhi tingkat depresi pada perempuan.

Beberapa Pasien mengatakan berhenti bekerja karena harus menjalani

terapi serta kondisi kesehatan yang terus menurun. Ada juga responden yang

istrinya terpaksa harus bekerja kembali dengan menjual sayur dipasar hanya

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Responden lain juga mengatakan

bahwa, semua kebutuhannya dipenuhi oleh anak anaknya. Beberapa kondisi

inilah yang menyebabkan penderita mengalami depresi.

3. Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan yang rendah akan memiliki kemungkinan

yang besar untuk tidak memeriksa kondisi kesehatannya jika belum sampai pada

tahap yang buruk atau lebih parah, sampai hal tersebut dirasakan mengganggu

aktivitas atau pekerjaannya. Sehingga beresiko mengalami depresi ( Atikah

Fatmawati 2017).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa responden terbanyak

memiliki jenjang pendidikan SMA dengan kategori tingkat depresi yang paling

banyak berada di kategori tingkat depresi ringan sebanyak 19 responden (22%).

Pasien yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mencari perawatan dan

48
pengobatan penyakit yang dideritanya serta memilih dan memutuskan tindakan

untuk mengatasi masalah kesehatannya.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Atikah Fatmawati yang mengatakan bahwa pendidikan yang rendah memiliki

tingkat depresi lebih tinggi.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

penting untuk terbentuknya perilaku, sehingga seseorang yang pendidikan

tinggi cenderung akan berperilaku positif (Notoatmojo). Hal ini dibuktikan

dengan hasil penelitian dimana tingkat pendidikan yang paling banyak berada di

tingkat pendidikan SMA, rata-rata pasien sudah mengetahui penyakit mereka

dan meyakini upaya pengobatan akan membantu mereka mengatasi

penyakitnya. Dengan tingkat pendidikan tersebut responden akan selalu mencari

tahu informasi tentang gagal ginjal serta tindakan haemodialisa melalui

beberapa media .

4. Pekerjaan

Faktor pekerjaan dapat menyebabkan depresi pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa. Hal ini disebabkan karena tidak sedikitnya

biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk menjalani hemodialisis, terlebih

jika saat ini pasien tersebut tidak lagi bekerja (Atikah Fatmawati, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data responden terbanyak

memiliki pekerjaan sebagai IRT dengan kategori tingkat depresi yang paling

banyak berada di kategori tingkat depresi ringan yaitu sebanyak 16 responden

(19%).

49
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Atikah

Fatmawati bahwa responden yang tidak bekerja tentunya akan berdampak pada

kesulitan ekonomi atau keuangan. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab

terjadinya depresi walaupun dalam penelitian ini kategori depresi masih dalam

tingkt ringan. Walaupun biaya cuci darah sepenuhnya ditanggung oleh

pemerintah (BPJS) namun responden tetap harus memiliki uang untuk

kebutuhan lain seperti transportasi, pembelian obat diluar tanggungan BPJS, dll.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wijaya (2015) tentang Tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis yang menyatakan bahwa status pekerjaan, rasa

kehilangan peran dalam keluarga dan sosial merupakan salah satu faktor resiko

depresi, baik dalam keadaan populasi normal maupun pada populasi dengan

penyakit kronik dan pada kenyataannya status pekerjaan akan berpengaruh

terhadap status ekonomi.

5. Lama Hemodialisa

Pasien yang baru menjalani terapi hemodialisa pada umumnya

mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi dikarenakan pasien akan merasa

khawatir terhadap kondisinya serta pengobatan jangka panjang .yang akan

dilewatinya dengan waktu yang Sedangkan, pasien yang sudah menjalani

hemodialisa yang cukup lama kemungkinan sudah berada pada fase

penerimaan, sehingga tingkat depresinya lebih rendah dengan yang baru

menjalani hemodialisa (Evisiana Oktafiani 2020).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden terbanyak dari

responden yang baru melakukan terapi hemodialisa dengan kategori tingkat

50
depresi terbnyak berada di kategori tingkat depresi ringan yaitu 33 responden

(38%).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Evisiana Oktafiani (2020) tentang gambaran tingkat depresi berdasarkan

karakteristik personal pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RS Aisyiyah Boyolali yang mengatakan bahwa pasien yang baru

menjalani hemodialisa tingkat depresinya lebih tinggi.

4.5 Hambatan Penelitian

1. Keterbatasan pengalaman peneliti

51
Sebagai peneliti pemula, penelitian ini merupakan sebuah pengalaman yang

pertama sehingga dalam pelaksanaannya peneliti memiliki banyak kekurangan.

2. Keterbatasan ruang lingkup

Keterbatasan ruang lingkup dalam hal ini termasuk waktu dan dana yang

mengakibatkan penelitian ini dilakukan hanya dalam kaitannya dengan judul Tingkat

depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa .

3. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari

responden secara langsung, sehingga kualitas dari data yang diperoleh tergantung dari

kejujuran responden itu sendiri.

BAB V

52
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

5.1.1 Karakteristik Responden

1. Umur

Jumlah responden terbanyak berusia lansia / elderly (55-65 tahun)

dengan kategori tingkat depresi yang paling banyak berada di kategori

tingkat depresi ringan sebanyak 19 responden (22%).

2. Jenis kelamin

Jumlah responden berjenis kelamin laki-laki dengan kategori tingkat

depresi yang paling banyak berada di kategori tingkat depresi ringan

sebanyak 31 responden (36%).

3. Pendidikan

Jumlah responden terbanyak berpendidikan SMA dengan kategori

tingkat depresi yang paling banyak berada di kategori tingkat depresi

ringan sebanyak 19 responden (22%).

4. Pekerjaan

Jumlah responden terbanyak bekerja sebagai IRT dengan kategori

tingkat depresi yang paling banyak berada di kategori tingkat depresi

ringan yaitu sebanyak 16 responden (19%).

5. Gambaran tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisa di Unit Hemodialisa Maumere Kabupaten Sikka

53
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa Maumere dari 86

responden , yang mengalami depresi dengan kategori paling banyak

adalah depresi ringan sebanyak 52 responden (60%).

5.2 SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan untuk memberikan pendidikan kepada mahasiswa untuk

mengatasi depresi pada pasien gagal ginjal kronik agar mahasiswa dapat

menerapkannya di lahan dan masyarakat.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi Pelayanan Kesehatan perlu melakukan skrining

depresi secara berkala oleh bagian hemodialisa maupun yang sedang

menjalani hemodialisa untuk mengetahui adanya depresi.

3. Bagi pasien hemodialisa

Diharapkan rutin menjaga pola hidup dalam upaya mencegah

timbulnya komplikasi akibat gagal ginjal kronik

4. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang

Gambaran efek samping yang dialami penderita gagal ginjal kronik dan

Gambaran dukungan keluarga bagi penderita gagal ginjal kronik.

DAFTAR PUSTAKA

54
Amalia, F., & Azmi, S. (n.d.). Artikel Penelitian Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP DR . M . Djamil Padang.
4(1), 115–121.

Ayunin Fitra Nurfajri & Mutakib. (2022). No Title. JKEP (Jurnal Keperawatan ), 7, No. 1.

Dan, R., & Reksodiwiryo, R. S. T. (2019). DENGAN HEMODIALISIS DI RSI SITI. 11, 11–
18.

Maulana, I., Shalahuddin, I., & Hernawaty, T. (2020). Faktor yang berhubungan dengan
tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan hemodialisa.
Holistik Jurnal Kesehatan, 14(1), 101–109. https://doi.org/10.33024/hjk.v14i1.2359

Rustina. (2012). Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr. Soedarso Pontianak. 1–94.

Wakhid, A., Widodo, G. G., & Waluyo, N. (2018). Gambaran Tingkat Depresi Pasien Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan, 6(1), 25–28.

dkk, d. P. (2021). Buku Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi. Jakarta: UI Publishing.


Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Jokyakarta: Rapha
Publishing.
Kaslam, d. P. (2021). Buku Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi . Jakarta : UI
Publishing.
Maailani, F. (2022). Edukasi Pencegahan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada Lansia. Jawa
Barat: Adab.
Nursalam. (2014). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Surabaya: Medika Salemba.
Suddart, B. &. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: EGC.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pedidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuanatitatif, dan R
& B. Bandung: Alfabeta.
Susilo, M. H. (2016). Terapi Depresi. Jakarta: EFT.

55
KUESIONER

TINGKAT DEPRESI YANG MEMPENGARUHI

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG

MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

Karakteristik Responden

Umur
Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
Tingkat Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. D3/ S1
6. Lainnya……
Pekerjaan 1. Tidak bekerja
2. Karyawan
3. Wiraswasta
4. PNS
5. Lainnya…
Lama menjalani
hemodialysis ……….. bulan

Petunjuk

A. Pililah satu pernyataan dalam masing-masing kelompok yang paling


menggambarkan perasaan anda selama 2minggu terakhir termasuk hari ini.
B. Berilah tanda (√) pada kotak yang terdapat di samping pernyataan yang paling
sesuai dengan perasaan anda. Pastikan anda hanya memili satu pernyataan
setiap nomor.

56
1.  0 saya tidak merasa sedih
 1 saya merasa sedih
 2 saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat menghilangkannya
 3 sya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi

2.  0 saya tidak berkecil hati terhadap masa depan sya


 1 saya merasa berkecil hati terhadap masa depan saya
 2 saya merasa tidak ada sesuatu yang sya nantikan
 3 saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan, segala sesuatu tidak perlu
diperbaiki

3.  0 saya tidak merasa gagal


 1 saya merasa bahwa saya telah gagal melebihi kebanyakan orang
 2 saat saya mengingat masa lalu, maka yang teringat hanyalah kegagalan
 3 saya merasa bahwa saya adalah orang yang gagal total

4.  0 saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu seperti biasanya


 1 saya tidak lagi memperoleh kepuasan dari hal-hal yang biasa saya lakukan
 2 saya tidak mendapat kepuasan dari atapun lagi
 3 saya merasa tidak puas atau bosan dengan segalanya

5.  0 saya tidak merasa bersalah


 1 saya cukup sering merasa bersalah
 2 saya sering merasa sangat bersalah
 3 saya merasa bersalah sepanjang waktu

6.  0 Saya dapat berkonsentrasi seperti biasanya


 1 Saya tidak dapat berkonsentrasi sebaik seperti biasanya
 2 Saya tidak dapat berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama
 3 Saya sama sekali tidak dapat berkonsentrasi

57
7.  0 saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
 1 saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
 2 saya merasa jijik terhadap diri saya sendiri
 3 saya membenci diri saya sendiri

8.  0 saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
 1 saya selalu mencela diri saya saya sendiri karena kelemahan/ kekeliruan saya
 2 saya menyalahkan diri saya sepanjang waktu atas kesalahan-kesalahan saya
 3 saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi

9.  0 Saya tidak lebih mudah lelah dari biasanya


 1 Saya menjadi lebih mudah lelah dibanding biasanya
 2 Saya terlalu lelah untuk melakukan segala sesuatu dibanding dahulu
 3 Saya terlalu lelah untuk melakukan sebagian besar pekerjaan dibanding dulu

10.  0 saya tidak menangis lebih dari biasanya


 1 sekarang saya lebih banyak menangis terhadap hal-hal kecil
 2 saya hampir selalu menangis terhadap hal-hal kecil
 3 saya merasa ingin menangis tapi tidak bisa

11.  0 sekarang saya tidak merasa lebih gelisah daripada sebelumnya


 1 saya lebih mudah gelisa daripada biasanya
 2 saya sekarang merasa gelisah sepanjang waktu
 3 saya selalu merasa gelisah sehingga saya harus menyibukan diri

12.  0 saya dapat bekerja dengan baik sebelumnya


 1 saya membutuhkan usaha istimewa untuk mulai mengerjakan sesuatu
 2 saya harus memaksa diri saya untuk mengerjakan sesuatu
 3 saya sama sekali tidak dapat mengerjakan apa-apa

58
13.  0 saya dapat tidur nyenyak seperti biasanya
 1 saya tidak dapat tidur nyenyak seperti biasanya
 2 saya bangun 2-3 jam lebih awal dari biasanya dan sukar tidur kembali
 3 saya bangun beberapa jam lebih awal dari biasanya dan tidak dapat tidur
kembali

14.  0 saya tidak lebih mudah tersinggung/ marah dari biasanya


 1 saya lebih mudah tersinggung/ marah dari biasanya
 2 saya hampir selalu tersinggung/ marah daripada biasanya
 3 saya merasa selalu tersinggung/ marah daripada biasanya

15.  0 Nafsu makan saya masih seperti biasanya


 1 Nafsu makan saya tidak seperti biasanya
 2 sekarang nafsu makan saya jauh lebih berkurang
 3 saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali

59

Anda mungkin juga menyukai