SKRIPSI
MOH. REZA
201701115
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ yang mempunyai banyak peranan
penting bagi tubuh manusia, selain peranan utamanya dalam produksi urin,
ginjal juga berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh,
pengaturan status asam-basa (pH darah), pembentukan sel darah merah,
pengaturan tekanan darah hingga pembentukan vitamin D aktif1.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 penyakit
ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan
insidensi dan prevalensi yang cukup tinggi, secara global lebih dari 500 juta
orang yang menderita penyakit ginjal dan sekitar 1,5 juta orang yang
menjalani hidupnya harus bergantung pada terapi hemodialisis2.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018
berdasarkan diagnosis dokter Indonesia prevalensi penyakit gagal ginjal
kronik pada orang usia lebih dari 15 tahun di Indonesia adalah 713.783 orang.
Pada tahun 2018, provinsi Sulawesi Tengah menempati urutan ke-lima
dengan kejadian penyakit ginjal kronik di Indonesia dengan angka prevalensi
0,52% atau 7.847 orang3. Berdasarkan data dari Unit Hemodialisa RSUD
Undata bahwa jumlah pasien yang baru menjalani hemodialisis selama tahun
2020 sebanyak 87 orang3.
Seseorang yang didiagnosa penyakit ginjal kronik harus rutin menjalani
terapi hemodialisis ini untuk mengganti fungsi sekresi dan eksresi ginjal yang
sudah rusak pada nefron yang merupakan penyusun utama ginjal dan
berperan penting dalam proses penyaringan darah. Namun seseorang yang
telah menjalani terapi hemodialisis akan mengakibatkan ketergantungan pada
mesin dialisis seumur hidup untuk mengganti fungsi ginjal, hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan penderita penyakit
ginjal kronik baik secara fisiologi maupun psikologi. Sebagian besar
penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis
mengalami gangguan psikologi salah satunya yaitu stres4.
1
2
terhadap penurunan tingkat stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Undata?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk diidentifikasi
pengaruh expressive writing therapy terhadap penurunan tingkat stres
pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
RSUD Undata.
2. Tujuan khusus
a. Diidentifikasi stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis sebelum diberikan expressive writing
therapy.
b. Diidentifikasi stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis setelah di berikan expressive writing
therapy.
c. Diketahui pengaruh expressive writing therapy terhadap
penurunan stres.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi atau
sebagai sebagai bahan bacaan, guna menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini kiranya dapat menambah wawasan dan juga ilmu
pengetahuan tentang pengaruh expressive writing therapy terhadap
penurunan tingkat stres agar bisa diterapkan pada anggota keluarga
yang mengalami stres saat menjalani hemodialisis.
3. Bagi instansi tempat meneliti
Penelitian ini kiranya dapat menjadi bahan informasi dan masukan
bagi RSUD Undata tentang pengaruh expressve writing therapy
terhadap penurunan tingkat stres sehingga pasien yang menjalani
hemodialisis mampu mengatasi stres dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Stadium I
LFG ≥ 90 ml/menit/1.73m2, terjadi kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau meningkat.
b. Stadium II
LFG = 60-89 ml/menit/1.73m2, terjadi penurunan ringan pada LFG.
5
6
c. Stadium III
LFG = 30-59 ml/menit/1.73m2, terjadi penurunan sedang pada LFG.
d. Stadium IV
LFG = 15-29 ml/menit/1.73m2, terjadi penurunan berat pada LFG
e. Stadium V
LFG < 15 ml/menit/1.73m2, penyakit ginjal tahap akhir terjadi ketika
tidak dapat membuang sisa metabolisme tubuh atau menjalankan
fungsi pengaturan dan memerlukan terapi pengganti ginjal untuk
mempertahankan hidup13.
3. Etiologi
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2018,
penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik terbesar adalah hipertensi
(39%), nefropati diabetik (22%), glomeluronefritis kronik (5%)13.
4. Patofisiologi
Awal dari proses terjadinya penyakit ginjal kronik tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, namun dalam proses perkembangannya
kurang lebih sama. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan dua
adaptasi penting yang dilakukan oleh ginjal. Penurunan massa ginjal
mengakibatkan hipertofi struktural sehingga fungsional nefron yang
masih bertahan mempunyai peran sebagai kompensasi ginjal untuk
melakukan semua beban kerja ginjal, yang diperantara oleh molekul
vasoaktif seperti sitokinin dan grow factors. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kecepatan filtrasi, yang disertai oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomelurus. Proses adaptasi ini cukup efektif
untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, hingga
fungsi ginjal mengalami tingkatan fungsi yang sangat rendah. Sehingga
jika 75% massa nefron sudah rusak, maka laju filtrasi glomelurus ke
tubulus tidak dapat lagi dipertahankan14.
Beban kerja ginjal yang berlebihan ini pada akhirnya harus
ditanggung oleh glomelurus yang masih sehat. Situasi ini bisa
menyebabkan terjadinya nekrosis, menjadi kaku dan sklerosis. Zat-zat
7
g. Sistem dermatologi
Manifestasi klinis yang muncul pada sistem dermatologi antara
lain, ekismosis, pruritus, pigmentasi, pucat, lecet, kulit kering, memar,
kuku tipis, mudah patah, bergaris-garis merah dan bergerigi14.
h. Sistem urologi
Pada sistem urologi tanda dan gejala yang dapat muncul seperti
hiperumia atau haluaran urin berkurang,berat jenis urin menurun,
hipermagnesemia, proteinuria, azotemia, azotemia,
ketidakseimbangan kalium dan natrium, sel dalam urin dan fragmen14.
i. Sistem resproduksi
Tanda dan gejala yang muncul pada sistem reproduksi antara
lain disfungsi ereksi, libido menurun, interfilitas, amenorea, dan
lambatnya puberitas14.
6. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan penyakit ginjal kronik ada dua tahap yaitu
penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal. Penanganan
konservatif meliputi menghambat perkembangan penyakit ginjal kronik,
kondisi pasien menjadi stabil, dan mengobati faktor-faktor reversible.
Sementara terapi pengganti ginjal dilakukan pada pasien yang menderita
penyakit ginjal kronik stadium V, berupa hemodialisis, dan transplantasi
ginjal15.
7. Komplikasi
Menurut Kowalak, Welsh dan Mayer (dalam Krisbyanto, 2019),
komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita penyakit ginjal kronik
meliputi :
a. Anemia
b. Neuropati perifer
c. Komplikasi kardiopulmoner
d. Komplikasi gastrointestinal
e. Disfungsi seksual
f. Defek skeletal
g. Parestesia
9
a. Stressor Fisik
Suhu (panas dan dingin), suara bising, polusi udara, keracunan obat
atau bahan kimia merupakan bentuk stressor fisiik22.
b. Stressor Sosial
1) Stressor yang terjadi dilingkungan pekerjaan, perubahan teknologi
yang cepat, pajak yang tinggi disebut stressor sosial, ekonomi dan
politik.
2) Rasa cemburu, kehilangan anggota keluarga, kehilangan peran
seks dalam keluarga, masalah keuangan atau perbedaan gaya
hidup dengan pasangan atau anggota keluarga yang lain.
3) Stressor yang dirasakan di jabatan dan karir yaitu seperti
persaingan dengan sesama teman, tidak terciptanya hubungan
yang baik dengan sejawat atau atasan, dan juga aturan kerja.
4) Hubungan sosial yang buruk kemudian harapan sosial yang terlalu
tinggi dan pelayanan yang buruk termasuk dalam stressor
interpersonal dan lingkungan22.
c. Stressor Psikologi
1) Frustasi
Frustasi merupakan keadaan dimana adanya keinginan dan
tujuan tidak tercapai karena adanya hambatan.
2) Ketidakpastian
Munculnya perasaan ragu atau perasaan tidak pasti
terhadap pekerjaan dan masa depannya. Atau timbulnya perasaan
seperti tertekan atau kebingungan juga perasaan bersalah dan
khawatir22.
3. Tahap Stres
Stres biasanya memiliki gejala-gejala yang kadang-kadang sulit
diketahui, dikarenakan tahap awal dari stres muncul dengan perlahan-
lahan namun jika gejala telah timbul secara terus menerus maka segala
kegiatan sehari-hari akan terganggu, sepeti terganggunya pekerjaan saat
dikantor atau pada saat berada dilingkungan sosialnya 23. Berikut adalah
tahapan-tahapan stres :
15
a. Stres Tahap I
Ini adalah tahapan stres yang masih ringan yang biasanya
timbulnya perasaan-perasaan seperti :
1) Dalam bekerja sangat terlalu bersemangat yang (over acting)
2) Penglihatan mampu melihat lebih jelas dibandingkan biasanya
3) Adanya perasaan bahwa mampu menyelesaikan semua pekerjaan
yang lebih dari biasanya sehingga tidak terasa semua cadangan
energi dihabiskan (all out) dan juga timbulnya perasaan gugup
yang berlebihan.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya yaitu maka bertambah pula
semangatnya tetapi tanpa disadari cadangan energi semakin
menipis23.
b. Stres Tahap II
Pada tahap ini yang awalnya “menyenangkan” seperti pada
tahap I akan perlahan hilang, dikarenakan cadangan energi yang
tidak lagi cukup maka akan timbul keluhan-keluhan disebabkan oleh
tidak adanya waktu istirahat. Istirahat yang dimaksud yaitu seperti
istirahat tidur yang mampu mengembalikan cadangan energi yang
mengalami deficit. Pada tahap ini keluhan-keluhan yang sering
dikatakan yaitu :
1) Dipagi hari pada saat bangun tidur timbul perasaan letih.
2) Disiang hari setelah makan tubuh terasa mudah lelah,
3) Disore hari muncul perasaan ingin segera menyelesaikan
pekerjaan.
4) Perut dan lambung terasa tidak nyaman.
5) Jantung terasa berdebar-debar lebih dari biasanya.
6) Tegang dirasakan pada leher dan juga otot punggung.
7) Sulit merilekskan tubuh23.
c. Stres Tahap III
Setelah merasakan keluhan-keluhan yang timbul pada stres di
tahap II, pada tahap ini keluhan-keluhan tersebut akan terasa lebih
nyata seperti :
16
f. Stres Tahap VI
Pada tahap ini seseorang mulai merasa takut dan panik akan
kematian. Sebagian orang yang berada pada tahap ini sering
dilarikan ke Unit Gawat Darurat hingga ke ICCU, namun tidak
ditemukn kelainan dan akhirnya dipulangkan. Gejala stres pada tahap
ini antara lain :
1) Jantung berdebar sangat kencang.
2) Terjadi gangguan pernafasan seperti sesak.
3) Terjadi tremor diseluruh tubuh, terasa dingin hingga berkeringat.
4) Kehilangan tenaga dalam melakukan hal-hal yang ringan.
5) Tidak sadarkan diri23.
4. Tingkat Stres
Seseorang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi
stres, karena setiap orang mempunyai pengalaman masa lalu yang
berbeda, cara meyakini sesuatu, keadaan lingkungan dan dukungan
keluarga sehingga setiap orang mempunyai koping yang berbeda-beda19.
Ada beberapa tingakatan stres yaitu :
a. Stres Ringan
Stres ringan merupakan stres yang tanpa merusak aspek
fisiologi dari seseorang. Stres ringan biasanya dirasakan dan
dihadapi oleh setiap orang secara teratur seperti lupa, kebanyakan
tidur, kemacetan diperjalanan, dan dikritik oleh orang lain. Kondisi
ini pada umumnya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam
dan biasanya tidak akan mengakibatkan timbulnya penyakit kecuali
di hadapi terus-menerus19.
b. Stres Sedang
Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama dari beberapa
jam sampai beberapa hari seperti adanya perselisihan, pekerjaan
yang banyak, kesepakatan yang belum selesai, dan persoalan dalam
keluarga. Keadaan seperti ini bisa berpengaruh pada kondisi
kesehatan seseorang19.
18
c. Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai bertahun-tahun yang dipicu oleh beberapa faktor seperti
hubungan didalam keluarga yang tidak harmonis, kesulitan kesulitan
ekonomi, dan menderita penyakit kronis19.
5. Manajemen Stres
Manajemen stres adalah upaya mengatur kondisi stres dengan
baik, bertujuan untuk mengatasi serta mencegah stres agar tidak sampai
ke tahap yang paling berat21. Manajemen stres yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Mengatur Diet dan Nutrisi
Dalam mengatasi stres dengan cara mengatur diet dan nutrisi
mampu menjadi solusinya dalam menurunkan stres. Cara yang bisa
diterapkan yaitu dengan mengatur jadwal makan beserta porsinya
dan mengkonsumsi makanan yang bergizi baik dan memfariasikan
menu makananan juga dibutuhkan agar tidak bosan21.
b. Istrirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur yang cukup juga bisa menjadi salah satu cara
dalam mengembalikan kebugaran tubuh yang mampu mengatasi
stres yang diakibatkan oleh kurangnya istirahat. Tidak hanya itu sel-
sel yang rusak juga dapat diperbaiki dengan cara istirahat dan tidur
yang cukup21.
c. Olahraga Teratur
Rutin berolahraga mampu memelihara kekebalan fisik maupun
mental dan daya tahan tubuh. Tidak harus olahraga yang berat,
melakukan hal-hal sederhana seperti berjalan di pagi hari setiap dua
minggu sekali. Untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah
berolahraga baiknya diamkan tubuh yang sedang berkeringat21.
d. Berhenti Merokok
Stres akan berkurang saat seseorang berhenti merokok, karena
status kesehatan dan kekebalan tubuh akan meningkat saat berhenti
merokok21.
19
F. Kerangaka Konsep
Keterangan :
: Variabel
: Diteliti
G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ha = Ada pengaruh expressive writing therapy terhadap penurunan
tingkat stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
di RSUD Undata.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dan penelitian ini
menggunakan desain penelitian Pre-experimen, dengan pendekatan one grup
pre test and post test design, yaitu rancangan penelitian yang menggunakan
satu kelompok subjek dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan
setelah perlakuan. Efektivitas perlakuan ini dinilai dengan cara
membandingkan nilai post test dengan pre test.
01 X 02
Keterangan :
26
27
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau
nilainya menentukan variabel lain26. Variabel independen dalam
penelitian ini yaitu Expressive Writing Therapy.
28
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian27. Instrumen yang digunakan adalah
29
f
P= x 100 %
n
Keterangan : P = Presentase
f = Jumlah jawaban benar
n = Jumlah
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel.
Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah satu variabel terkait
dengan variabel lain28. Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan
untuk mengetahui pengaruh expressive writing therapy terhadap
penurunan tingkat stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Undata. Sebelum dilakukan uji statistik
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data yang bertujuan untuk
32
Kelompok Shapiro-Wilk
Responden Statistik df Sig.
PRETEST 0,920 10 0,358
POSTEST 0,932 10 0,469
Sumber : Data primer 2021
x 1−x 2
s 1 ( 2) s 2( 2) 2 r ( s 1) ( s 2)
t=
√ nl
+
n2
−
√ n 1√ n 1
Keterangan :
x1 = Rata-rata sampel 1
x2 = Rata-rata sampel 2
s1 = Simpangan baku sampel 1
s2 = Simpangan baku sampel 2
s1 (2) = Variasi sampel 1
33
I. Alur Penelitian
Pengambilan Data
Pra Penelitian Awal
Lokasi Penelitian
RSUD Undata Palu
Penyusunan
Proposal Penelitian
1. Tahap I
Analisa Data
Pengisian kuesioner (pre test) pada
pasien penyakit ginjal kronik.
2. Tahap II
Penyusunan Hasil Pemberian expressive writing
Penelitian therapy.
3. Tahap III
Pengisian kuesioner (post test) pada
pasien penyakit ginjal kronik
Ujian Hasil
34
35
b. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
2. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap variabel
penelitan dengan mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk
distribusi frekuensi. Hasil analisis univariat dalam penelitan ini adalah
sebagai berikut.
a. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Sebelum Melakukan
Expressive Writing Therapy
Distribusi tingkat stres pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Undata sebelum melakukan
expressive writing therapy dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tingkat stres sebelum melakukan
expressive writing therapy
Tingkat
Mean SD SE P Value N
Stres
Sebelum 22,20 4,158 1,315
0,000 10
Sesudah 14,90 4,408 1,394
Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa hasil test statistik uji
paired sample t-test (uji-t berpasangan) tingkat stres rata-rata sebelum
dilakukan expressive writing therapy adalah 22,20 dan standar deviasi
39
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Undata Kota
Palu mengenai Pengaruh Expressive Writing Therapy Terhadap Penurunan
Tingkat Stres Pada Pasien Penyekit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di RSUD Undata, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tingkat stres pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
Di RSUD Undata sebelum diberikan expressive writing therapy dengan
presentase 30% mengalami stres berat, 40% mengalami stres sedang, dan
30% mengalami stres ringan.
2. Tingkat stres pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
Di RSUD Undata setelah diberikan expressive writing therapy mengalami
penurunan tingkat stres dengan presentase 20% mengalami stres sedang,
30% mengalami stres sringan, dan 50% kategori stres normal
3. Ada pengaruh expressive writing therapy terhadap penurunan tingkat
stres pada pasien penyekit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
RSUD Undata
B. Saran
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam
mengembangkan ilmu tentang expressive writing therapy terhadap
keperawatan jiwa sebagai solusi terapi psikologis dalam penurunan stres.
2. Bagi Masyarakat
Disarankan bagi masyarakat agar dapat memberi dukungan
terhadap pemahaman expressive writing therapy agar dapat membantu
meminimalisir kejadian stres pada setiap individu maupun keluarga
3. Bagi Instansi Tempat Meneliti
Penelitian ini membuktikan bahwa expressive writing therapy
mampu menurunkan stres pada pasien penyakit ginjal kronik yang
46
47
DAFTAR PUSTAKA
8. Oktaviana, N., Juwita, V., Donna, P., Helpin & Onangeego. Hubungan
Frekuensi Hemodialisis Dengan Tingkat Stres Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Royal Prima Medan
49
21. Rasmun. Stres Koping dan Adaptasi. (CV. Sagung Seto, 2014).