Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

The Effect of Amomatherapy Inhalation on Fatigue Level in Individuals


Undergoing Hemodialysis Therapy

Telaah Jurnal

Disusun Oleh
Kelompok T17 A

1. Yance Yulia
2. Riska Yusnita Sari
3. Widynanda Septrya
4. Yuza Kemala
5. Sri Erlita Dongoran
6. Helvia Rahayu

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) atau lebih dikenal dengan gagal ginjal adalah

masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia yang dapat mengakibatkan kegagalan

fungsi organ ginjal, cardiovascular disease dan kematian dini. CKD didefinisikan

sebagai suatu kondisi dimana terjadinya kerusakan pada ginjal atau glomerular

filtration rate (GFR) < 60 mL/min/1.73 m2 dalam waktu 3 bulan atau lebih. Selain itu

CKD juga ditandai dengan adanya kondisi albuminuria (Levey et, al, 2005). CKD

adalah salah satu masalah kesehatan dunia yang mengalami peningkatan insiden dan

prevanlensinya, prognosisnya buruk dan pembiayaan yang tinggi. CKD meningkat

seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes

melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami CKD pada

stadium tertentu (Kemenkes, 2017).


Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016

mendapatkan bahwa prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Menurut hasil Global

Burden of Disease tahun 2010, CKD merupakan penyebab kematian peringkat ke-27

di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. Sedangkan

di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking urutan kedua pembiayaan

terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung (Kemenkes, 2017).


Data Riskesdas pada tahun 2013, populasi umur 15 tahun yang terdiagnosis

CKD sebesar 0,2%. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat

seiring dengan bertambahnya umur,dengan peningkatan tajam pada kelompok umur

35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34tahun. Prevalensi pada laki-laki

(0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggiterjadi pada

masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,

petani/nelayan/buruh (0,3%) (Kemenkes, 2017).


CKD adalah salah satu penyakit yang sulit dideteksi sejak dini. CKD pada

stege awal bahkan belum memperlihatkan gelaja apa-apa. Gejala-gejala mulai muncul

setelah kondisi ginjal semakin memburuk bahkan tidak sedikit pasien yang baru

mengetahui kondisi penyakit CKD nya setelah memasuki stage akhir. Pada stage-

stage akhir terapi yang paling umum digunakan adalah renal replacement treatment.

Hemodialisis adalah salah satu renal replacement treatment yang paling banyak

digunakan sampai sekarang ini (Cristovao, 2014).


Hemodialisis adalah tindakan medis pemberian terapi pengganti fungsi ginjal

menggunakan alat khusus yang bertujuan untuk mengeluarkan toksis uremik dan

mengatur cairan elektrolit tubuh (Kemenkes, 2017). Namun disisi lain terapi

hemodialisis juga dapat menimbulkan berbagai gelaja yang dapat mengganggu dan

mempengaruhi kualitas hidup pasien, seperti fatigue, penurunan nafsu makan,

kesulitan berkonsentrasi, pembengkakan pada tangan dan kaki, kram otot dan gatal-

gatal (Horigan et al, 2013). Fatigue adalah salah satu gejala yang paling sering

ditemui pada pasien dengan CKD. Fatigue adalah gejala yang tergolong under-

recognizeddan under-treated oleh tenaga kesehatan. Sehingga kondisi fatigue pada

pasien yang menjalani hemodialisis sering kali terabaikan. Padahal faktanya

prevalensi kejadian fatigue pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis berada

dalam rentang 60% sampai 97%, dan kondisi ini dilaporkan berkaitan erat dengan

rendahnya kualitas hidup dan rendahnya survival rate pada pasien CKD (Jhamb et al,

2009).
Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi kondisi fatigue pada

pasien yang menjalani hemodialisis adalah dengan menggunakan complementary

therapiatau terapi komplementer. Terapi komplementer menjadi pilihan yang lebih

baik untuk mencegah efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan

kimia (drug-induced side effects) pada pasien CKD. Salah satu terapi komplementer
yang dapat digunakan untuk mengatasi kondisi fatigue pada pasien CKD yang

menjalani terapi hemodialisa adalah dengan memanfaatkan aromaterapi.


Hasil penelitian Nesami et al, 2017 menjelaskan bahwa aromaterapi adalah

salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan

yang berkaitan dengan terapi hemodialisa termasuk kondisi fatigue. Lebih lanjut

Nesami menjelaskan lavender adalah salah satu jenis aroma terapi yang paling banyak

digunakan untuk mengatasi kondisi fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisa

karena adanya kandungan linalool dan linalil asetat pada lavender yang dapat

menstimulasi sistem saraf parasimpatic yang mengakibatkanpeningkatan mood,

memberikan rasa segar dan rileks.


Jumlah pasien chronic kidney failure (CKD) yang melakukan rawatan inap di

RSUP M. Djamil sangat banyak. Kebanyakan pasien datang sudah berada pada stage-

stage akhir dengan komplikasi penyakit lainnya dan menjalani terapi hemodialisis.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Irna Penyakit Dalam Wanita 4

dari 5 orang pasien yang menjalani terapi hemodialisis mengalami kondisi fatigue.

oleh sebab itu, penulis akan menelaah jurnal terkait pemanfaatan aromaterapi dalam

mengatasi kondisi fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penulisan jurnal The Effect of Amomatherapy Inhalation on

Fatigue Level in Individuals Undergoing Hemodialysis Therapy?


2. Bagaimana isi dari jurnal The Effect of Amomatherapy Inhalation on Fatigue

Level in Individuals Undergoing Hemodialysis Therapy?


C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengembangan praktik dan pengetahuan baru terkait

pemanfaatan aromaterapi untuk manajemen fatigue pada pasien CKD yang harus

diketuhi dan dipertimbangkan dalam praktik klinis dunia keperawatan agar

meningkatkan pelayanan keperawatan yang holistik dan profesional.


2. Tujuan Khusus
a. Dikehui penulisan jurnal The Effect of Amomatherapy Inhalation on

Fatigue Level in Individuals Undergoing Hemodialysis Therapy.


b. Diketahui isi atau konten jurnal The Effect of Amomatherapy

Inhalation on Fatigue Level in Individuals Undergoing Hemodialysis

Therapy
D. Manfaat penulisan
Penulisan telaah jurnal The Effect of Amomatherapy Inhalation on Fatigue

Level in Individuals Undergoing Hemodialysis Therapy diharapkan dapat

bermanfaat:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran dalam pemberian aromaterapi sebagai terapi

komplementer untuk mengatasi kondisi fatigue pada pasien CKD yang menjalani

hemodialisa.

2. Bagi Perawat
Sebagai pengetahuan terbaru dalam praktik klinik yang dapat mengupgrade

profesionalitas dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terutama

dalam pemberian aromaterapi untuk mengatasi fatigue pada pasien CKD yang

menjalani hemodialisa.
3. Bagi Ruangan
Sebagai bahan pertimbanagan dalam pemberian asuhan keperawatan pada

pasien CKD yang menjalani hemodialisa sesuai dengan jurnal penelitian terbaru

yang direkomendasikan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan di

rumah sakit.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume

dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal

biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma,

2013). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi

ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah

(Smeltzer dan Bare, 2011).


Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi

ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi

bila laju filtrasi glomerator kurang dari 50ml/menit. (Suyono RF, 2001).
2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus

atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).


Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling

sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi

skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular pada

satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbtan pembuluh darah.

Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang

tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas system,


perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya

gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis
c. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal

dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai

ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus

urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan

kerusakan irreversibel ginjal yang disebut pielonefritis.


d. Gangguan metabolik
Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi

penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi

endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan

zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius

merusak membrane glomerulus.


e. Gangguan tubulus primer
Terjadinya nefrotoksis akibat analgesic atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter
Penyakit polikistik yaitu kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh

terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta

tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital ( hipoplasia renalis) serta

adanya asidosis.
3. Klasifikasi
Menurut Corwin (2009), penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium

berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu :


a. Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG

yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2).


b. Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89

mL/menit/1,73 m2)
c. Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e. Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m 2) atau gagal ginjal

terminal.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Suyono (200l) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
1) Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan

urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksin uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem Syaraf dan otak
1) Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
2) Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan

konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Nyeri dada, sesak nafas
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini
4) Edema
e. Sistem endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pad

a laki-laki, pada wanita muncul gangguan menstruasi.


2) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan s

ekresi insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
1) Tulang : osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
5. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang me

merlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :


a. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet

berlebih.
b. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik

dan dialysis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin, angiotensin,

aldosteron
d. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,

peradangan gastrointestinal.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat
6. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

metabolic (DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan

Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan

kongenital yang menyebabkan GFR menurun.


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus ) diduga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa nefron utuh ). Nefron-

nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefron-nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi

berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron

yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau

lebih rendah itu.


Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein ( yang normalnya

dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka

gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).


7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :


a. Dyalisis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,

seperti hiperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan

membantu penyenbuhan luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah

adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja

ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini

dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%)

sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka

perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :


1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah

dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam

mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses

difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk

dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan

kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di

rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah

dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,

darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan

disaring oleh mesin dialisis.


b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah

jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,


hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi

hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,

pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.


c. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian

mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian

gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfuse darah

hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi

koroner.
d. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium

bikarbonat dapat diberikan peroral atau parentera. Pada permulaan 100 mEq

natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat

diulang. Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.


e. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati

karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.


f. Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka

seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.


B. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) adalah sebuah terapi . Kata ini berasal dari kata

haemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti dipisahkan. Hemodialisis

merupakan salah satu dari Terapi Penggganti Ginjal, yang digunakan pada penderita

dengan penurunan fungsi gingjal, baik akut maupun kronik. Prinsip dasar dari

Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses dufusi dan ultrafiltrasi pada ginjal

buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis dapat dikerjakan

untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat pula untuk

seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik).


Pada dasarnya untuk dapat dilakukan Hemodialisa memerlukan alat yang

disebut ginjal buatan (dialiser), dialisat dan sirkuit darah. Selain itu juga diperlukan

akses vaskuler. Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme

seperti potassium dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini

mampu berfungsi sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak

kerena penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu,

penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.

Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam

darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring

melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.


Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu

membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen

darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat

terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah

dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.


1. Proses Hemodialisis

Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk

kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dializer(ginjal buatan), lalu darah pasien

yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin dialisis yang paling

baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim koputerisasis dan secara terus menerus
memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate,

tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, dan pH.

Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialisis

memerlukan akses vaskular(pembulu darah) hemodalisis (AVH) yang cukup baik agar

dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah

sebesar 200 300 ml/menit secara kontinu selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat

berupa kateter yang dipasang dipembulu darah vena di leher atau paha yang bersifat

temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di

lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut(brescia) cimino

fistula. kemudian darah dari tubuh pasien masuk kedalam sirkulasi darah mesin

hemodialisis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous

(dari mesin ketubuh). kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk

kepembulu darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk kedialisar. Jumlah

darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml.

Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinu menembus

membran dan menyebrang ke kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat

mengalir dalam mesin hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam

dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialidat merupakan cairan yang pekat

dengan bahan utama elektr;it dan glukosa , cairan ini dipompa masuk kemesin sambil

dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit

(water treatment).

Selama proses hamodialisis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku

bila berada diluar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin. Driving force yang

digunakan adalah pebedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa racun seperti partikel-

partikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan klorida pada darah
dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut didalam darah dan dialysate

maka proses difusi semakin cepat. berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana

pengankutan adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialisis bersandar

apda pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila

diasylate mengalir kedalam berlawanan arah dengan mengalir extracorporeal sirkuit.

metoda ini dapat meningkatkan efektivitas dialisis.

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan.

urea dan sisa metabolisme lainya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam

dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut adalam darah digunakan prinsip

ultrafiltrasi. driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan

tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari

dialyzer memaksa air melewati membran. Jika tekanan dari dialyzer di turunkan maka

kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat. Jika kedua proses ini

digabungkan, maka akn didapatkan darah yang bersih setelah dilewatkan melalui

dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialisis modern, sehingga

keefektifitasannya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi.

2. Indikasi Hemodialisis (Cuci Darah)

Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal dan dapat menyebabkan:

a. Kelainan fungsi otak ( Ensefalopati Uremik )


b. Perikarditis (Peradangan Kantong Jantung )
c. Asidosis ( Peningkatan Keasaman Darah) yang tidak memberikan

respon terhadap pengobata lainnya.


d. Gagal Jantung
e. Hiperkalemia ( Kadar Kalium Yang Sangat Tinggi Dalam Darah )
f. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor

pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.


g. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi

trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan


heparin selama hemodialisa juga merupakan factor risiko terjadinya

perdarahan.
h. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan

sakit kepala.
i. Pembekuan darah Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis

pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah

yang lambat.
3. Jenis Hemodialisa
1) Peritoneal dialisis

Cuci darah peritoneal adalah metode yang kurang dikenal cuci darah,

walaupun hal ini menjadi lebih umum. Cuci darah peritoneal melibatkan

menggunakan peritoneum sebagai filter. Periotenaum adalah selaput tipis yang

melapisi bagian dalam perut, dan mengelilingi dan mendukund organ-organ perut,

seperti perut dan hati. Seperti ginjal,periotoneum berisi ribuan pembuluh darah

kecil, sehingga berguna sebagai alat penyaringan. Selama cuci darah peritoneal,

tabung fleksibel kecil yang dikenal ssebgai karakter terpasang ke sayatan di perut

anda, dan cairan khusus yang dikenal sebagai cairan Cuci Darah, dipompa ke

rongga peritoneal anda. Rongga peritoneal adalah ruang sekiar peritoneal. Saat

darah bergerak melalui peritoneum, produk limbah dan kelebihan cairan yang

dipindahkan keluar dari drah dan ke dalam cairan Cuci Darah. Cairan Cuci Darah

ini kemudian dikeringkan keluar dari rongga.


2) Hemodialisa

Hemodialisa adalah jenis cuci darah yang kebanyakan orang sadari. Ini

melibatkan memasukan jarum, yang melekat oleh tabung untuk mesin cuci darah,

ke dalam pembuluh darah. Pada proses hemodialisa , darah akan dialirkan melalui

saringan khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air

yang berlebih. Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan ke dalam tubuh.

Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh

mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang. Setiap

pasien HD diharuskan mematuhi jadwal cuci darahnya.


Dalam seminggu biasanya pasien menjalani 2 kali cuci darah, masing-masing

sekitar 4 jam. Namun adalakanya untuk kondisi tertentu, menjadi lebih dari 2 kali

seminggu.
a. Dialiser (ginjal buatan) `Seperti inilah bentuk tipikal dari hollow fiber

dializer. Di dalamnya terdapat serabut yang memungkinkan darah untuk

lewat. Cairan dialisis, yang merupakan cairan pembersih dipompakan di

antara serabut-serabut tersebut. Serabut tersebut memiliki lubang-lubang

halus yang memungkinkan air dan sampah metabolisme terserap dalam

cairan pembersih dan membawanya keluar.


b. Dialiser Reuse Penggunaan dialiser berulang ini dinamakan reuse.

Reuse merupakan tindakan yang aman yaitu proses membersihkan dialiser

sesuai dengan standart prosedur yang telah teruji. Dialiser ini akan diuji

kelayakannya terlebih dahulu sebelum digunakan dan hanya digunakan

pada satu orang untuk satu dialiser. Sebelum tindakan cuci darah

dilakukan, pastikan dialiser yang dipasang sesuai dengan nama pasien

pemilik.
c. Cairan Dialisis (Dialisat) Cairan pencuci yang disebut dialisat, adalah

cairan yang membantu mengeluarkan sampah dan kelebihan air dari tubuh.

Cairan ini terdiri dari zat kimiawi yang membuatnya seperti spon. Dokter

akan memberikan spesifikasi cairan yang sesuai dengan keadaan pasien.


d. Akses Jarum (Fistula) Jarum adalah bagian paling menakutkan dari

cuci darah. Krim anestesi ataupun spray digunakan untuk mengurangi rasa

sakit saat penusukan jarum pertama kali. Kebanyakan unit renal

menggunakan dua jarum untuk memasukkan dan mengeluarakan darah.

Memang ada juga jarum khusus yang bisa digunakan dengan dua bukaan,

tapi jarum ini dianggap kurang efisien dan memerlukan waktu yang lebih

lama. A. Cara Penggunaan Mesin Dialisis Sebuah mesin dialisis adalah

mekanisme yang menyaring darah pasien untuk mengeluarkan produk

sampah dan air yang berlebih ketika pasien tidak memiliki ginjal lebih

lanjut, atau jika ginjal tidak berfungsi atau rusak.

Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Darah diekstraksi melalui fistula arterio-vena, vena khusus dibentuk

pada lengan bawah. Drah dibawa ke tabung plastik dari mesin dialisis.
2. Mesin dialisis mirip dengan ginjal buatan. Ini memiliki tabung plastik

yang mengangkut darah dipindahkan ke dialyser untuk menyaring.


3. Dari dialyser tersebut, larutan garam adalah disebarkan dengan darah,

yang sekarang disebut dialisat.


4. Dialisat diproses melalui penyaringan. Bagitu proses tersebut selesai,

darah bersih dimasukan kembali ke pasien. Kotoran sekarang telah di hapus

hanya menyisakan darah bersih.


5. Jika dialisis akan dilakukan di sebuah klinik dialisis khusus, jangan

terlambat datang. Kebanyakan sesi berlangsung selama sekitar empat jam

untuk sekali atau tiga kali seminggu tergantung kebutuhan tubuh pasien.
6. Tugas ginjal manusia ditiru oleh mesin dialisis. Ini menghilangkan

urea dan beberapa garam dari darah sehingga, hindari selalu banyak garam

dalam makanan setelah anda dikembalikan.


7. Sebuah tabung membran semi-berpori mengmungkinkan darah

mengalir dari pasien ke larutan steril. Penting komponen darah yang tegang

oleh membran, garam dan aliran urea ke dalam larutan steril sebelum dihapus.
8. Dialisis menghilangkan kelebihan cairan dari darah dan

menghilangkan urea, natium, magnesium, kalium, dan bahan kimia lainnya.


9. Dialser ini melakukan proses cuci darah dimana darah memasuki

header merah dan berjalan melalui ribuan serat berongga tipis. Dialisat

sekarang memasuki header biru dari bawah dan mengalir di sekitar dapat

menyedot dari darah molekul besar dan menghapusnya.


10. Elektrolit dan limbah pindah ke dialisat karena memiliki konsentrasi

yang lebih tinggi. Langkah ini disebut difusi. Dialisat segar ada setiap saat dan

tidak pernah berakhir.


11. Cairan dieliminasi dari darah seperti ginjal lakukan.
12. Menghapus cairan dari darah adalah melaui filtrasi ultra, mirip dengan

reverse osmosis. Dalam reverse osmosis ukuran pori membran terlalu kecil

sehingga hanya bisa memungkinkan air untuk lulus, ukaran pori membran

lebih besar di ultra filtrasi. Untuk menggunakan mesin dialisis membutuhkan

bantuan dokter. Seorang pasien tidak bisa melakukannya sendiri. Selain itu,

hanya dokter dapat mengdiagnosa jika ada kebutuhkan untuk sebuah dialisis.
Dan jika ada, hanya peran pasien untuk berkonsultasi dengan dokter ginjal,

bertanya tentang mesin dan memungkinkan prosedur.


C. Aroma terapi
Aromaterapi adalah seni menggunakan minyak esensial untuk membantu

memulihkan keseimbangan dalam tubuh, dan merupakan bentuk penyembuhan

alami yang lebih dari 8.000 tahun. Relaksasi menggunakan aromaterapi

merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan. Aromaterapi merupakan

pengobatan alternatif yang digunakan untuk membantu mengurangi stres,

kecemasan, dan depresi.

Terdapat berbagai jenis aroma terapi, yaitu :

1. Minyak Atsiri
Minyak atsiri telah dikenal untuk meningkatkan sirkulasi, menurunkan

tekanan darah dan merangsang sistem kekebalan tubuh. Aromaterapi

menggunakan minyak esensial dari tumbuhan tertentu untuk meningkatkan

kesehatan seseorang dan suasana hati. Minyak ini diambil dari bunga tanaman,

daun, batang, kulit kayu, kulit dan akar. Minyak sering dicampur dengan zat

lain seperti lotion, minyak lainnya atau alkohol untuk membuat beberapa

metode aromaterapi berbeda.


2. Minyak esensial Lavender
Minyak esensial Lavender umumnya digunakan di aromaterapi dan pijat.

Manfaat utamanya klinis pada sistem saraf pusat. Banyak penelitian dilakukan

pada hewan dan manusia mendukung penggunaannya sebagai modulator

suasana hati dan penenang. Minyak lavender memiliki aktivitas in vitro

antimikroba terhadap bakteri, jamur dan beberapa serangga. Aroma bunga

yang kuat dan menyenangkan telah menyebabkan penggunaan populer di

aromaterapi, di mana minyak ini dianggap sebagai salah satu minyak esensial

yang paling fleksibel dan bermanfaat. Aromaterapi dengan minyak lavender

telah direkomendasikan untuk mengobati berbagai macam penyakit termasuk


stres, kecemasan, hipertensi depresi kelelahan, dan mabuk. Pijat dengan

kombinasi minyak esensial lavender dan peppermint telah direkomendasikan

untuk meredakan sakit kepala karena tegang.


3. Essential Oil Aroma Therapy / Minyak Essensial Aroma Terapi
Sesuai dengan namanya, aroma terapi jenis ini berbentuk cairan/minyak.

Penggunaannya bermacam-macam, dipanaskan pada tungku (tungku listrik aroma

terapi atau tungku lilin aroma terapi), dioleskan pada kain, dioleskan pada bola lampu

dan dioleskan pada saluran udara.


4. Dupa Aroma Terapi / Stick Incense Aromatherapy
Dupa tidak hanya digunakan untuk kegiataan keagamaan tertentu, kini bentuk dupa

pun menjadi salah satu bentuk aroma terapi. Dengan bentuk yang padat, sehingga

anda tidak perlu takut tumpah. Hanya saja karena jenis aroma terapi ini berasap,

aroma terapi jenis dupa lebih tepat digunakan untuk ruangan yang besar atau di

ruangan terbuka. Jenis dupa aroma terapi sendiri saat ini ada 3 jenis, yaitu berupa

dupa aroma terapi panjang, dupa aroma terapi pendek dan dupa aroma terapi

berbentuk kerucut.
5. Lilin Aroma Terapi / Candle Aroma Therapy
Berkaitan dengan aroma terapi ada 2 jenis lilin yang digunakan, lilin untuk pemanas

tungku dan lilin aroma terapi. Lilin yang digunakan untuk memanaskan tungku aroma

terapi tidak memiliki wangi aroma terapi karena fungsinya adalah memanaskan

tungku yang berisi aroma terapi essential oil. Sedangkan lilin aroma terapi adalah lilin

yang jika dibakar akan mengeluarkan wangi aroma terapi.


6. Message Oil Aroma Therapy / Minyak Pijat Aroma Terapi
7. Garam Aroma Terapi / Bath Salt Aromatherapy
Mandi menggunakan air garam hangat dipercaya mampu mengeluarkan toksin/racun

yang ada di dalam tubuh. Dengan garam aroma terapi ini suasana mandi air garam

anda akan lebih menyenangkan. Untuk menggunakan garam aroma terapi ini

sebaiknya anda mandi dengan cara berendam atau bisa juga digunakan untuk

merendam bagian tubuh tertentu seperti telapak kaki untuk mengurangi rasa lelah

anda.
8. Sabun Aroma Terapi / Soap Aroma Therapy
Sabun dengan aroma terapi, bentuknya yang saat ini beredar adalah berupa sabun

padat namun dengan berbagai wangi aroma terapi, tidak hanya wangi saja namun
berbagai kandungan/ekstrak dari tumbuh-tumbuhan dibenamkan di dalam sabun ini

sehingga sabun ini juga baik untuk kesehatan tubuh, seperti menghaluskan kulit,

menjauhkan serangga dan lainnya.

BAB III

TELAAH JURNAL

A. Telaah Penulisan Jurnal

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul akan

memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca keseluruhan dari

jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna ganda.

Kelebihan jurnal

a. Pada jurnal ini judul menjelaskan tentang rekomendasi terbaru tentang

aromaterapi pada pasien fatigue yang menjalani hemodialisa. Dari membaca judul

pada jurnal ini, kita dapat mengetahui bahwa jurnal ini membahas tentang apa saja

hal terbaru tentang fatigue pada pasien hemodialisa. Judul jurnal sudah baik dan
terdiri dari 13 kata, dimana syarat judul jurnal adalah tidak boleh lebih dari 20

kata, singkat dan jelas.


b. Pada jurnal ini nama penulis juga sudah ditulis dengan singkat.

A. Abstrak

Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat tentang

keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar 250 kata yang

berisi tentang tujuan, metode, hasil, kesimpulan isi jurnal dan keywords.
Kelebihan jurnal
a. Jurnal ini memiliki abstrak dengan isi cukup jelas jumlah kata sebanyak 293

kata, namun terlalu panjang.


b. Jurnal ini juga menjelaskan hasil dari penelitian sebelumnya.
c. Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari latar

belakang, metode, hasil dan kata kunci.

Kelemahan jurnal

a. Abstrak di jurnal ini tidak menjelaskan jenis jurnal, kesimpulan maupun saran

dibidang keperawatan dari jurnal tersebut.

B. Pendahuluan
Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian,

penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat penelitian. Pendahuluan

terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap paragraf terdiri dari 4-5 kalimat.
Kelebihan jurnal
a. Pendahuluan pada jurnal ini sudah baik memiliki 2 paragraf dengan jumlah

kalimat berkisar dari tiga sampai enam kalimat.


b. Pada jurnal ini fenomena yang dibahas adalah tentang beberapa rekomendasi

untuk penggunaan aromaterapi pada pasien hemodialisa yang mengalami fatigue.

Jurnal ini termasuk dalam kategori original articel yaitu jurnal yang membahas

secara langsung penelitiannya.

Kelemahan jurnal

a. Didalam penduhuluan jurnal juga harus memuat fenomena jurnal, tetapi pada

pendahuluan jurnal ini tidak dibahas fenomena dari jurnal ini.


b. Jurnal ini juga tidak membahas isi dari jurnal secara rinci

C. Pernyataan masalah penelitian


Dalam jurnal ini tidak terdapat pernyataan masalah yang jelas, tetapi dimuat

pernyataan bahwa pemberian aromaterapi merupakan suatu hal yang dapat mengatasi

masalah fatigue pada pasien hemodialisa.


D. Tinjauan pustaka
Jurnal ini juga tidak mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai acuan

konsep.
E. Kerangka konsep dan hipotesis
Dalam penulisan ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesis, hal ini

dikarenakan jurnal ini termasuk original articel.


F. Metodologi
Jurnal ini merupakan original articel, yaitu penelitian yang dilakukan secara

langsung oleh peneliti dan dibantu dengan penelitian yang sebelumnya sehingga

memunculkan rekomendasi-rekomendasi terbaru yang berdasarkan dengan penelitian.

Publikasi yang diidentifikasi menggunakan Medline, EMBASE, PubMed, dan

Cochrane Controlled Trials. Penelitian berfokus pada periode 2000 sampai April

2017, walau tidak menutup kemungkinaan ada sumber yang diambil pada periode

1997.
G. Sampel dan Instrumen
Sesuai dengan metodeologi yang digunakan, jurnal ini berasal dari 105 pasien

yang menjalani hemodialisa, dengan hasil sampel 50 orang yang masuk kedalam

kriteria inklusi. Penelitian ini telah dilakukan uji etik oleh Komite Etika Unit

Universitas dan persetujuan kelembagaan dari pusat hemodialisis di mana studi ini

dilakukan dan informed consent terlebih dahulu.

H. Hasil
Hasil pada jurnal ini membahas tentang hasil penelitian distribusi karakteristik

sosialdemografi dan medis yang diberikan aromaterapi.


Kelebihan jurnal:
Jurnal ini berisikan rekomendasi-rekomendasi terbaru yang

berdasarkan penelitian.
Jurnal ini mengarahkan pembaca dengan baik bagaimana hasil

pemberian aromaterapi pada karakteristik sosialdemografi maupun pada

karakteristik medisnya.
I. Pembahasan
Pada telaah jurnal ini topik yang dibahas adalah mengenai rekomendasi terbaru

tentang terapi komplementer pasien hemodialisa yang mengalami fatigue.


Kelebihan jurnal
Pada pembahasan jurnal review ini, telah menjelaskan dengan cukup rinci

tentang manajemen dan pengurangan masalah fatigue pada pasien hemodialisa.

Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa pemberian aromaterapi mengurangi

uremic pruritus dari pasien yang menjalani hemodialisa serta mengurangi rasa sakit

yang dialami seperti saat pemasukkan jarum ke dalam fistula

Kekurangan Jurnal

Pada pembahasan tidak dijelaskan bagaimana patofisiologi dari aromaterapi

tersebut dapat memberikan dampak yang baik pada fatigue pasien hemodialisa.
J. Kesimpulan
Kelebihan jurnal
Kesimpulan pada jurnal ini lebih menjelaskan tentang bukti dalam

pengurangan fatigue pasien hemodialisa. Sehingga dapat menjadi acuan dalam

memberikan perawatan bagi perawat.

B. Telaah Konten Jurnal


1. Fatigue pada Pasien Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah

buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau

pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat. Penderita

gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi

hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak

dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner

&Suddarth, 2001 ;Nursalam, 2006).


Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, membutuhkan waktu 12-15

jam untuk dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi.

Kegiatan ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidup penderita (Smeltzer

et al, 2010). Terapi hemodialisis saat ini menjadi terapi utama dalam penanganan
pasien gagal ginjal (Sudoyo, et al., 2006). Terapi ini harus dijalani pasien seumur

hidup yang tentu saja selain manfaatnya juga berdampak pada pasien. Komplikasi

intradialisis yang umumnya sering terjadi adalah hipotensi, kram, mual dan

muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, demam dan mengiggil (Barkan,

et al., 2006). Pasien yang menjalani hemodialisis mengeluhkan adanya kelemahan

otot, kekurangan energy dan merasa letih. Dampak lain yang dirasakan paling

dominan pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah keluhan

fatigue.
Fatigue didefinisikan sebagai perasaan subjektif dari keletihan yang

merupakan pengalaman tidak menyenangkan dan menyulitkan dalam kehidupan

(Horigan et al, 2012; Jhamb, et al., 2008; Gordon., Doyle., Johansen., 2011).

Fatigue pada pasien hemodialisis disebabkan oleh factor fisiologis, termasuk

akumulasi sampah metabolik, konsumsi energi yang abnormal dan kehilangan

nafsu makan dan juga disebabkan oleh karena aktifitas fisik (kebiasaan yang

menetap) dan distress emosional (Horigan, 2012; Gordon, et al 2005). Fatigue

meningkat seiring dengan rendahnya pendidikan menurunnya pendapatan dan

meningkatnya usia, riwayat hemodialisis lebih lama dan risiko gagal ginjal.
Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialiasa dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiani, Yetti, Hariyati (2012)

menyebutkan bahwa faktor yang berhubungan dengan fatigue pada pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia adalah factor fisiologis, lama

menjalani Hemodialisis, anemia, penghasilan dan pendidikan yang rendah.


Fatigue dikategorikan menjadi fatigue fisik dan fatigue mental (Horigan,

2012). Fatigue fisik adalah kurangnya kekuatan fisik dan energi yang membuat

mereka merasa hidup berkurang dan tidak bersemangat, seperti dicuci, lemah, dan

seperti dikuras. Fatigue mental adalah kelelahan mental yang mempengaruhi

kemampuan mereka untuk mengingat percakapan, nama dan tempat.


Bagaimanapun fatigue adalah gejala non-spesifik dan tak terlihat, dan merupakan

fenomena yang kurang dipahami oleh para professional kesehatan. Fatigue dapat

diartikan sebagai keadaan continue antara kelelahan dan kepenatan yang pada

akhirnya berujung dengan penurunan vitalitas dan energi (Mollaoglu, 2009).

Konsekuensi dari fatigue yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisis

adalah menghambat sosialisasi, merasa terisolasi, kehilangan waktu bersama

keluarga dan kesulitan dalam beraktifitas (Horigan, 2012). Lebih lanjut dampak

fatigue dapat menyebabkan penurunan fungsi fisik dan kemampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari, kualitas hidup yang lebih buruk, dan mengurangi

kelangsungan hidup (Bonner, Wellard, &Caltabiano, 2010). Fatigue pada pasien

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis merupakan salah satu permasalahan

keperawatan yang memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif. Dengan

itu, pada jurnal ini telah diteliti suatu terapi efektif yang diberikan pada pasien

yang menjalani hemodialisa untuk mengurangi fatigue yang dirasakan oleh pasien

agar kembali bisa menjalani aktivitas sosial sehari-hari seperti sebelum menjalani

hemodialisa.

2. Cara Penggunaan Aroma Terapi Inhalasi Pasien Fatigue Hemodialiasa

Terapi komplementer dapat dilakukan untuk meminimalkan tingkat kelelahan

pasien yang menjalani hemodialisis. Di antara terapi yang dapat dilakukanseperti

yoga, pijat, terapi energi, musik, pijat refleksi, akupunktur, akupresur (Eglence et

al, 2013;.Akca et al, 2013;.Mustain et al, 2007;. Mitchell, & Berger, 2006;

Tsay2004 ; Tracy, &Lindguist, 2003). Salah satu metode non-farmakologis

lainnya adalah dengan menggunakan aromaterapi. Penelitian yang menunjukkan

bahwa pemberian aroma terapi pada pasien gagal ginjal yang efektif untuk

mengontrol berbagai gejala seperti kelelahan, insomnia, uremic pruritus,


kecemasan, stres (Shahgloian et al, 2010;. Hsu et al, 2009;. Kang, & Kim, 2008 ;

Ro et al, 2002;.. Itai et al, 2000).

Jurnal ini menjelaskan tentang bagaimana keefektifan aroma terapi untuk

mengurangi kelelahan yang di alami pasien hemodialisa. Minyak aromatik yang

diberikan kepada setiap individu yang menjalani hemodialisa berupa minyak

lavender dan minyak esensial rosemary dengan perbandingan 3 : 3 tetes per

masing-masing minyak dicampurkan dengan 200 cc air panas yang telah

diletakkan didalam mangkok. Sebelum melakukan terapi aromatic terlebih dahulu

melihat efek alergi dari pasien dengan mengaplikasikan 0,1 ml aromatic ketangan

pasien dan melihat apakah ada respon alergi dari tubuh pasien dengan tanda-tanda

seperti kemerahan, pruritus dan ruam. Terapi dilakukan kepada pasien yang

selesai melakukan proses hemodialisa. Aromatik dihirup oleh pasien dengan jarak

30 cm dan dilakukan selama 5 menit setiap terapinya. Setelah dilakukan terapi

adanya penurunan tingkat kelelahan yang dirasakan oleh pasien.

3. Hasil penelitian Jurnal

Pada penelitian di jurnal ini aromaterapi diberikan pada partisipan berusia

18 tahun keatas, yang sudah menjalani dialisis selama minimal 3 bulan dengan

frekuensi 3 kali seminggu, tidak memiliki alergi dan tidak memiliki masalah

penciuman. Partisipan dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Dimana kelompok intervensi diberikan intervensi aromaterapi

sedangkan kelompok kontrol tidak. Setelah diberikan terapi inhalasi aromaterapi 3

kali seminggu setiap selesai dialisis level fatigue pada kelompok intervensi yang

mendapat intervensi aromaterapi berkurang rata-rata dari 7.16 menjadi 3,04,

dimana level fatigue diukur dalam rentang 0 sampai 10, 0 (nol) mengindikasikan

tidak ada fatigue dan 10 mengindikasikan sangat fatigue.


Penelitian ini dilakukan didukung oleh penelitian lain dengan memberikan

hasil yang sama. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa aromaterapi dilakukan

terhadap pasien yang menjalani hemodialisa yang mengalami kelelahan dan

mempengaruhi kualitas hidup mereka. Penelitian yang menunjukkan bahwa

pemberian aroma terapi mengurangi uremic pruritus dari pasien yang menjalani

hemodialisis (Kang, & Kim, 2008; Ro et al, 2002;..Shahgloian et al, 2010),

mengurangi rasa sakit yang dialami pasien pada saat memasukkan jarum kedalam

fistula (Nesami et al 2014.) dan rasa sakit kepala (Bicer et al 2015.),meningkatkan

kualitas tidur (Ltyle et al., 2014), menurunkan tingkat kecemasan (Dewi, & Putra,

2013),dan mengatur tanda-tanda vital selama hemodialisis (Ltyle et al., 2014).

Aroma terapi inhalasi secara signifikan menurunkan tingkat kelelahan pada

pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan terapi ini direkomendasikan serta

dapat diterapkan dengan mudah oleh perawat di ruangan hemodialisa tanpa

adanya efek samping.

4. Proses berkurangnya fatigue dengan menggunakan aromaterapi

Aromaterapi adalah jenis terapi komplementer yang memiliki manfaat dari

minyak esensial untuk menanggulangi berbagai masalah berkaitan dengan

hemodialisis. Salah satu aromaterapi yang paling banyak digunakan adalah

aromaterapi lavender. Lavender atau lavandula adalah aromaterapi yang berasal

dari famili Lamiaceae. Dalam tanaman lavender terdapat kandungan senyawa

Linalool dan linalyl asetat yang dapat menstimulasi sistem saraf parasimpatik

yang dapat meningkatkan mood yang memberikan perasaan yang lebih baik dan

lebih segar, sehingga individu menjadi lebih aktif dan rileks. Beberapa studi

membuktikan bahwa kandungan linalool dan linalyl asetat memiliki efek sedatif,

meningkatkan kualitas tidur dan efek anti-fatigue (Nesami et al, 2017).


Cara pengaplikasian aromaterapi yang paling sederhana dan paling mudah

diterapkan adalah mulalui indra penciuman, dengan mencium aromaterapi

lavender dari minyak esensial. Menurut Price Shirley dan Price Len (1997), akses

lewat jalur nasal merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan

permasalahan fisik dan emosional seperti stres, depresi, dan fatigue. Hal ini terjadi

karena hidung mempunyai hubungan langsung dengan otak yang bertanggung

jawab dalam memicu efek minyak esensial tanpa memperdulikan jalur yang

dipakai untuk mencapai otak. Hidung sendiri bukan organ pembau tetapi

mengubah suhu serta kelembapan udara yang dihirup dan mengumpulkan setiap

benda asing yang terhirup masuk bersama udara pernafasan.

Ketika minyak esensial lavender dihirup, molekul linalool dan linalyl asetat

dalam minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit hidung.

Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-

sel reseptor ke dalam saluran hidung. Molekul-molekul ini akan terkunci pada sel

reseptor ini, suatu implus akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius ke dalam

sistem limbik. Proses ini akan memicu respon memori dan emosional yang lewat

hipotalamus bekerja sebagai pemancar serta regulator menyebabkan pesan

tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima

akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik,

relaksan, sedatid atau stimulan sehingga dapat mengurangi level fatigue pada

pasien hemodialisa.
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dalam jurnal The Effect of Amomatherapy Inhalation on Fatigue Level in

Individuals Undergoing Hemodialysis Therapy ini menjelaskan bahwa minyak

aromatik yang diberikan kepada setiap individu yang menjalani hemodialisa berupa

minyak lavender dan minyak esensial rosemary dengan perbandingan 3 : 3 tetes per

masing-masing minyak dicampurkan dengan 200 cc air matang yang telah diletakkan

didalam mangkok. Sebelum melakukan terapi aromatic terlebih dahulu melihat efek

alergi dari pasien dengan mengaplikasikan 0,1 ml aromatic ketangan pasien dan

melihat apakah ada respon alergi dari tubuh pasien dengan tanda-tanda seperti

kemerahan, pruritus dan ruam. Terapi dilakukan kepada pasien yang akan mengakhiri

proses hemodialisa. Aromatik dihirup oleh pasien dengan jarak 30 cm dan dilakukan

selama 5 menit setiap terapinya. Setelah dilakukan terapi adanya penurunan tingkat

kelelahan yang dirasakan oleh pasien. Aroma terapi inhalasi secara signifikan

menurunkan tingkat kelelahan pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dalam pemberian

aromaterapi sebagai terapi komplementer untuk mengatasi kondisi fatigue pada

pasien CKD yang menjalani hemodialisa.


2. Bagi Perawat
Diharapkan dan sebagai pengetahuan terbaru dalam praktik klinik yang

dapat mengupgrade profesionalitas dari perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan terutama dalam pemberian aromaterapi untuk mengatasi fatigue pada

pasien CKD yang menjalani hemodialisa.


3. Bagi Ruangan
Diharapkan dapat sebagai bahan pertimbanagan dalam pemberian asuhan

keperawatan pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa sesuai dengan jurnal

penelitian terbaru yang direkomendasikan sehingga dapat meningkatkan kualitas

pelayanan di rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2011. Buku ajar keperawatan medica

bedah.. Edisi. Jakarta: EGC.

Clevo,R dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit

Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Cristovao, A. F A. J. (2015). Fluid and Dietary Restrictions Efficacy on Chronic

Kidney Disease Petient in Hemodialysis. REBEn, 68 (6), 842-850.

Horigan, A. E., Schneider, S. M., Docherty, S., Barroso, J. (2013). The experience and

Self- Management of Fatigue in Hemodialysis Patients. NIH Public Access, 40

(2), 113-123.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Infodatin Situasi Penyakit Ginjal

Kronis. Kemenkes RI.

Levey, A. S., Eckardt, K. U., Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, j., Eknoyan, G. (2005).

Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement

from Kidney Disease: Improving Clobal Outcomes (KDIGO). Kidney

International, 67, 2089-2100.

Muttaqin,A dan Kumala Sari. 2011. Asuhan keperawatan ganggua sistem perkemihan

Jakarta: Salemba Medika.

Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman praktik keperawatan. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2002. Struktur dan komponen tubuh manusia. Jakarta: Widya Medika.
Sylvia,a.p dan Lorraine,m.w.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.

Edisi 6. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai