Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Senam pada Lansia


Hari / Tanggal : Jumat/ 23 Maret 2018
Sasaran : Lansia di wisma cinta kasih
Tempat : Aula Wisma Cinta Kasih Padang

A. Pendahuluan
I. Latar Belakang
Peningkatan pembangunan disegala bidang memberikan kontribusi sangat
penting bagi penduduk Indonesia. Hasil pembangunan tersebut dibuktikan dengan
meningkatnya umur harapan hidup. Semakin meningkat umur harapan hidup
mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah banyak, bahkan
cenderung lebih cepat dan pesat (Martono & Pranarka, 2011). Menurut Menkokesra
pada tahun 2008, Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia, karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun keatas sekitar
7,18%. Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia
harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 ini diperkirakan sebesar 23,9 juta
(9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar
28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.

Adanya peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menyebabkan perlunya


perhatian pada lansia. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk
lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai
tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan disiang hari guna
menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi. Tidur menurut
Johnson dianggap sebagai salah satu kebutuhan fisiologis dasar manusia (Stanley &
Beare, 2006).
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan.
Ada beberapa dampak yang serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk
berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood, depresi, sering terjatuh,
penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka
kematian lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang
dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7 -
8 jam perhari (Amir, 2007).

Salah satu bentuk dari terapi perilaku terhadap penurunan insomnia adalah
dengan teknik relaksasi. Senam lansia adalah olahraga yang ringan yang mudah
dilakukan tidak memberatkan, yang dapat diterapkan pada lansia. Pada kondisi ini
akan meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu sekresi melatonin yang optimal dan
pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur
lansia (Rahayu, 2008).
Pada kelompok lansia di wisma cinta kasih ditemukan 10 kasus yang
mengeluh mengenai masalah tidur hanya dapat tidur tidak lebih dari lima jam sehari.
Hal yang sama ditemukan pada 6 kasus kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh
terbangun lebih awal dan 8 dari kelompok lanjut usia tersebut banyak yang terbangun
di malam hari. Selain itu 15 lansia mengalami kesulitan dalam menggerakkan kaki.
Sehingga senam lansia berupa olahraga jari sangat efektif diberikan.
Olah raga tangan dan jari tidak harus dilakukan dengan berdiri, tetapi dengan
duduk sambil melihat televisi jari dapat melakukan olah raga. Bangun tidur atau
berjalan di dalam rumah dapat melakukan olah raga dengan menganyunkan tangan,
sehingga tepat dan cocok untuk para lansia (Suti Kamilowati, 2015)
Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa fakultas keperawatan universitas andalas
bermaksud untuk melaksanakan penyuluhan terkait senam terhadap lansia yang
mengalami gangguan tidur di wisma cinta kasih.
II. TUJUAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan terkait latihan progresif terhadap lansia
yang mengalami gangguan tidur di wisma cinta kasih diharapkan dapat
mengurangi masalah gangguan tidur yang dialami lansia.

B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang persiapan persalinan, audience
mampu:
- Menyebutkan pengertian atau konsep tidur
- Menyebutkan manfaat tidur
- Menyebutkan berbagai gangguan tidur lansia
- Menyebutkan pengertian senam lansia
- Menyebutkan manfaat senam lansia
- Menyebutkan langkah senam tangan

III. Pelaksanaan Kegiatan

1. Topik
Teknik Senam pada Lansia
2. Sasaran
Lansia yang ada di Wisma Cinta Kasih Padang
Jumlah peserta : 20 orang
3. Materi
Terlampir
4. Metoda
Ceramah, tanya jawab, dan diskusi, role play.
5. Media dan Alat
Infocus dan leaflet
6. Waktu dan Tempat
 Hari/tanggal : Jumat/ 23 Maret 2018
 Waktu : 09.00 – 09.45 WIB
 Tempat : Aula Wisma Cinta Kasih

7. Pengorganisasian
i. Moderator : Widynanda Septrya, S. Kep.
Tugas moderator
1. Membuka penyuluhan
2. Memperkenalkan diri sendiri, pemteri, notulen, fasilitator dan observer
3. Memberitahu pokok bahasan penyuluhan kepada peserta
4. Kontrak waktu dengan peserta penyuluhan
5. Menyampaikan rute atau tahap-tahap dalam penyuluhan
6. Menguraikan secara singkat latar belakang dan tujuan penyuluhan
7. Mepersilahkan pemateri untuk menyampaikan materi
8. Membuka sesi tanya jawab
9. Mempersilahkan peserta untuk bertanya
10. Mempersilahkan pemateri untuk menjawab pertanyaan peserta
11. Merangkum isipresentasi pemateri
12. Mengucapkan terimakasih kepada pemateri dan peserta

ii. Pemateri : Riska Yusnita Sari, S. Kep.

Tugas pemateri
1. Menyampaikan materi untuk penyuluhan.
2. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta

iii. Fasilitator :
 Yuza Kemala, S. Kep.
 Yoshi Hernanda, S. Kep.
 Paramitha Rosani, S. Kep.
 Yana Zakaria, S. Kep.
 Stevani Erni, S. Kep.
 Arselina Riski Herdika, S. Kep.
 Husni Fadhilah, S. Kep.
 Helvia Rahayu, S. Kep.
 Sri Erlita Dongoran, S. Kep.

Tugas fasilitator :
1. Mempersiapkan dan bertanggung jawab atas setting tempat
penyuluhan, seperti susunan dan jumlah meja dan kursi yang
digunakan dalam penyuluhan
2. Mempersiapkan dan bertanggung jawab atas segala media dan alat
peraga yang digunakan oleh pemateri dalam penyuluhan
3. Selalu memfasilitasi semua kebutuhan peserta dalam penyuluhan dan
menyesuaikan dengan kondisi saat penyuluhan, sehingga penyuluhan
berjalan lancar.

iv. Observer : Yance Yulia, S. Kep.


Tugas observer :
1. Memonitor atau memantau selama berjalannya penyuluhan
2. Mengamati reaksi peserta penyuluhan
3. Mengamati keberhasilan penyuluhan

8. Setting Tempat
Keterangan:
= Moderator = Peserta

= Pemateri = Fasilitator

= Pembimbing = Observer

= Operator

III.Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Therapis Kegiatan Peserta

5 Pembukaan:
menit
 Perkenalan mahasiswa. Memperhatikan.

 Perkenalan dengan dosen.


 Menjelaskan tujuan.
 Menjelaskan kontrak waktu.
30 Pelaksanaan :
menit
 Menggali pengetahuan peserta  Mengemukakan
 Memberikan reinforcement positif pendapat
atas jawaban peserta  Mendengarkan.
 Menjelaskan konsep :
- Pengertian atau konsep tidur  Mendengarkan
- Manfaat tidur dan
- Berbagai gangguan tidur lansia memperhatikan
- Pengertian senam lansia  memperhatikan
- Manfaat senam lansia
- Langkah senam tangan lansia
10 Penutup:
menit
 Meminta peserta untuk memberikan  Memberikan
pertanyaan atas penjelasan yang tidak pertanyaan
dipahami.
 Menjawab pertanyaan yang diajukan.  Memperhatikan
 Menyimpulkan diskusi.  Berpartisipasi
 Melakukan evaluasi.  Menjawab
pertanyaan dan
mempraktekkan
cara relaksasi otot
progresif
 Mengucapkan salam.  Menjawab salam

IV.Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Ruangan tersedia untuk pelaksanaan penyuluhan
b. Waktu penyuluhan sesuai dengan jadwal yang ditentukan
c. Alat-alat untuk pelaksanaan penyuluhan tersedia lengkap
d. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
 Proses
Bagaimana proses jalannya penyuluhan
- 80% peserta tidak meninggalkan penyuluhan hingga selesai
- 80% peserta aktif dalam bertanya terkait materi penyuluhan
 Kehadiran
80% jumlah peserta yang hadir saat penyuluhan sesuai dengan jumlah
sasaran
3. Evaluasi Hasil
a. 80% Peserta penyuluhan dapat memahami materi yang disampaikan
- Menyebutkan pengertian atau konsep tidur
- Menyebutkan Manfaat tidur
- Menyebutkan berbagai gangguan tidur Lansia
- Menyebutkan pengertian senam lansia
- Menyebutkan manfaat senam lansia
- Menyebutkan langkah senam tangan lansia
b. Peserta dapat dengan antusias memberikan pertanyaan selama
penyuluhan berlangsung
c. 80% Peserta dapat mengulangi kembali dan mencobakan terapi relaksasi
otot progresif
LAMPIRAN MATERI

1. Gangguan Tidur Pada Lansia


a. Konsep Tidur
Tidur merupakan perubahan alami status kesadaran yang biasanya
terjadi pada manusia dalam irama biologis 24 jam atau bioritme. Tidur
adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara reguler, berulang
dan reversibel dalam keadaan mana ambang rangsang terhadap rangsangan
dari luar lebih tinggi jika dibandingkan dengan keadaan jaga. (Brooker,
2009). Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dna
reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat
dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi,
2008). Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
keadaan yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Oleh
karena itu, tidur menjadi bagian penting pada siklus kehidupan dan setiap
gangguan yang terjadi pada saat tidur jelas akan berdampak pada kesehatan
.
b. Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang melibatkan


mekanisme serebral yang secara bergantian agar mengaktifkan pusat otak
untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktifitas oleh sistem pengaktivasi
retikularis yang merupakan sistem yang rnengatur tingkatan kegiatan susunan
saraf pusat termasuk tidur (Bascom, 2009).

Menurut Gunawan (2001), pola tidur terbagi atas dua, yakni :

 Pola tidur biasa (Non REM)

Pola tidur biasa Non – REM (Non Rapid Eye Morement). Pada
keadaan ini, sebagian besar organ tubuh berangsur – angsur menjadi kurang
aktif, pernapasan teratur, otot mulai berlelaksasi, mata dan muka diam tanpa
gerak. Fase Non – REM berlangsung ± 1 jam, dan pada fase ini biasanya
orang masih bias mendengarkan suara disekitarnya, sehingga akan mudah
terbangun dari tidurnya.

 Pola tidur paradoksal disebut juga sebagai tidur REM (Rapid Eye
Morement).

Pada fase ini, akan terjadi gerakan – gerakan mata secara cepat,
denyut jantung dan pernapasan yang naik turun, sedangkan otot – otot
mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi total ini sangat
berguna bagi pemulihan tenaga dan penghilangan semua rasa lelah. Fase
tidur REM (fase tidur nyenyak) berlangsung selama ± 20 menit. Pada fase
ini, sering timbul mimpi – mimpi, mengigau, atau bahkan mendengkur.
Dalam tidur malam yang berlangsung selama ± 6-8 jam, kedua pola tidur
tersebut (REM dan Non - REM) terjadi secara bergantian sebanyak 4 – 6
siklus. (Gunawan, 2001).

c. Manfaat Tidur
Manfaat tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada lansia sering kali
disepelekan atau diabaikan, terutama di lingkungan lembaga tempat rutinitas
sangat penting. Istirahat dan tidur menjalankan fungsi pemulihan baik secara
fisiologis maupun psikologis. Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ
tubuh, menyimpan energi, menjaga irama biologis, dan memperbaiki
kesadaran mental dan efisiensi neurologis. Secara psikologis, tidur
mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera (Strockslager,
2007).
d. Gangguan Tidur Lansia
Gangguan tidur biasanya muncul dalam bentuk kesulitan untuk tidur,
sering terbangun atau bangun terlalu awal. Perubahan normal terjadi secara
bertahap sehingga masih menyisakan waktu untuk beradaptasi. Banyak
gangguan tidur yang dialami oleh lansia. Namun, saat ini orang-orang
beranggapan bahwa hanya insomnia semata yang menjadi gangguan tidur.
Padahal masih banyak gangguan tidur lain yang perlu diketahui, seperti
narkolepsi, sleep apnea, restless legs syndrome (RLS), parasomnia, dan REM
behavior disorder (RBD) (Andreas, 2009).

Gangguan tidur pada lansia merupakan keadaan dimana individu


mengalami suatu perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya
yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di
inginkan.lansia rentan terhadap gangguan tidur karena adanya tekanan pola
tidur .Gangguan tidur pada lansia jika tidak segera ditangani akan berdampak
serius dan akan menjadi gangguan tidur yang kronis.secara fisiologis.

Potter & Perry (2005), gangguan tidur telah diklarisifikasikan menjadi 4


kategori utama, yaitu :

 Disomnia : Gangguan tidur intrinsik, seperti : Insomnia psikofisiologis,


Narkolepsi, Sindrom apnea tidur obstruktif, gangguan gerakan ekstremitas
periodic dan gangguan tidur ekstrinsik, seperti :Higiene tidur yang adekuat,
Sindrom tidur yang adekuat, gangguan tidur tergantung hipnotik, gangguan tidur
tergantung alcohol.
 Parasomnia: gangguan terjaga seperti berjalan dalam tidur, gangguan transisi tidur
(bicara dalam tidur), Parasomnia biasanya berkaitan dengan tidur REM, seperti :
mimpi, menggeretakkan gigi, ngompol.
e. Berbagai Gangguan Tidur Pada Lansia

Gangguan tidur yang berat pada usia lanjut dibagi menjadi :

1. Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (disorders of initiating and


maintaining sleep = DIMS)
2. Gangguan mengantuk berlebihan (disorders of excessive somnolence =
DOES)
3. Gangguan siklus tidur – jaga (disorders of the sleep – wake cycle)
4. Perilaku tidur abnormal (abnormal sleep behaviour, parasomnias)
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia berkaitan dengan
gangguan klinik sebagai berikut :

1. Apnea tidur, terutama apnea tidur sentral


2. Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan mendadak pada
tingkat yang berulang, stereotipik, unilateral atau bilateral, keluhan berupa
“tungkai gelisah” (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau
miopatia dan defisiensi asam folat dan besi.
3. Berbagai konflik emosional dan stress merupakan penyebab psikofisiologik dari
insomnia.
4. Gangguan psikiatrik berat terutama depresi seringkali menimbulkan bangun
terlalu pagi dan dapat bermanifestasi sebagai insomnia dan hipersomnia. Depresi
endogen berkaitan dengan onset dini dari tidur REM dan dapat diperbaiki secara
dramatis dengan obat antidepresan.
5. Keluhan penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena arthritis, penyakit
keganasan, nocturia, penyakit hati atau ginjal dan sesak napas dapat
mengakibatkan bangun berulang pada tidur malam.
6. Sindrom otak organik yang kronik seringkali menimbulkan insomnia. Penyakit
Parkinson terganggu tidurnya 2-3 jam. Pasien Alzheimer sering terbangun tengah
malam dan dapat menimbulkan eksitasi paradoksikal.
7. Zat seperti alkhohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan beta-blockers dapat
menginterupsi tidur. Pengobatan dengan stimulansia dan gejala lepas zat
hipnotika dan sedativa perlu diperhatikan untuk gangguan tidur.
Gangguan mengantuk berlebihan ditandai dengan mengantuk patologis
yang diselingi dengan kegiatan selama jaga. Beratnya mengantuk, onsetnya yang
tidak sesuai dengan waktu dan gangguan pada kegiatan merupakan penilaian
klinik yang penting. Apnea obstruktif dan mioklonus pada waktu malam dapat
menimbulkan hipersomnolensia. Efek obat, terutama efek sisa obat hipnotika
merupakan penyebab yang sering untuk hipersomnolensia. Obat-obat lain yang
mengakibatkan tidur berlebihan adalah anthistamin, obat psikotropika, metildopa
dan antidepresan jenis trisikliik. Demikian pula kondisi-kondisi seperti post-
infeksi, keletihan dan sindrom otak kronik.

Gangguan siklus tidur – jaga memendek dengan makin bertambahnya


usia. Bangun lebih pagi dan cepat mengantuk pada malam hari merupakan hal
yang wajar bagi usia lanjut. Pasien depresi mengeluh tidurnya kurang pulas dan
mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu pada dini hari, sinar dan
suara-suara hewan di pagi hari. Tidur REM lebih cepat datangnya sehingga
biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan
pasien depresi, pasien dengan anxietas lebih lama masuk tidur, sukar bangun pagi
dan mimpi-mimpi menakutkan.

Parasomnia merupakan perilaku tidur abnormal yang kadang-kadang


terjadi pada usia lanjut yaitu kebingungan pada malam hari (nactural confusion),
jalan sambil tidur, gangguan kejang, dekompensasi penyakit kardiovaskuler,
mengompol dan reflux gastro-esophagus.

f. Penatalaksanaan Gangguan Tidur Lansia

Salah satu bentuk dari terapi perilaku terhadap penurunan insomnia


atau gangguan tidur lansia adalah dengan teknik relaksasi. Relaksasi
progresif sampai saat ini menjadi metode relaksasi termurah, tidak
memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan,
serta dapat membuat tubuh dan fikiran terasa tenang, rileks, dan lebih mudah
untuk tidur (Davis dalam Ari, 2010).

2. Konsep Senam Lansia


a. Pengertian
Senam lansia adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu
tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat,
memdorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas
yang berkeliaran di dalam tubuh.
Senam lansia merangsang penurunan aktivitas saraf simpatis dan peningkatan
aktivitas parasimpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin,
norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh darah yang
mengakibatkan transpor oksigen ke seluruh tubuh terutama otak lancar sehingga
dapat menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada kondisi ini akan
meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu sekresi melatonin yang optimal dan
pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur
lansia
Jenis-jenis senam lansia yang biasa diterapkan, meliputi :
1) Senam kebugaran lansia (senam tangan dan jari)
2) Senam otak
3) Senam osteoporosis
4) Senam hipertensi
5) Senam diabetes mellitus
6) Olahraga rekreatif/jalan santai.

b. Manfaat Senam Lansia


a) Memperlancar proses degenerasi karena perubahan usia
b) Mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam kehidupan
(adaptasi)
c) Fungsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan dalam fungsinya
terhadap bertambahnya tuntutan, misalya sakit.
d) Sebagai Rehabilitas
Pada lanjut usia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya, laju
denyut jantung maksimal, tolerasnsi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya
peningkatan lemak tubuh. Dengan melakukan olahraga seperti senam lansia
dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut. Bahkan
dari berbagai penelitian menunjukan bahwa latihan/olah raga seperti senam
lansia dapatmengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi,
diabetes melitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan.
e) Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi
organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh
manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan
mengawasi kecepatan denyup jantung waktu istirahath yaitu kecepatan denyut
nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kncepatan denyut jantung
sewaktu istirahat harus menurun.
f) Dengan mengikuti senam lansia efek minimalya adalah lansia merasa
berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap
segar.

c. Langkah Senam Tangan


Sepuluh olahraga tangan dan jari:
a) Kedua tangan diulurkan ke depan, ibu jari disembunyikan ke dalam
genggaman, kepalan tangan agak menekuk ke bawah, kedua sisi kepalan
disejajarkan lalu saling dibenturkan 10 kali (sampai 36 kali)

b) Kedua tangan diulurkan ke depan, telapak tangan menghadap ke atas dan


ditekuk kedua sisinya disejajarkan dan saling dibenturkan 10 kali (36 kali)
c) Kedua telapak tangan terbuka menghadap ke atas saling berhadapan
dibenturkan dibagian pergelangan tangan 10 kali (36 kali).

d) Kedua telapak tangan terbuka menghadap ke bawah, jari telunjuk jempol


(ibu jari) dibuka 90 derajat. Kedua pasang bukaan telunjuk dan jempol
saling dibenturkan 10 kali (36 kali)

e) Kedua telapak tangan dan jari-jari dibuka lebarlebar saling dibenturkan


secara silang 10 kali (36 kali). Nomor 4 dan 5 untuk mencegah dan
megobati kekaku-kakuan tangan.
f) Tangan kiri digenggam erat, telapak tangan kanan membentur genggaman
tangan kiri 10 kali (36 kali)

g) Tangan kanan digenggam erat, telapak tangan kiri membentur genggaman


tangan kanan 10 kali (36 kali).

h) Telapak tangan kanan menghadap ke atas, telapak tangan kiri menghadap


ke bawah, saling dibenturkan pada punggung telapak tangan 10 kali (à 36
kali).
i) Kedua jempol (ibu jari) dan jari telunjuk menarik narik telinga 10 kali (à
36 kali). Memperlancar metabolisme, mata, muka dan otak.

j) Kedua telapak tangan saling digosokgosokkan kuat sehingga hangat dan


lalu ditutupkan ke mata, bola mata diputar ke kiri kanan 6 kali
DAFTAR PUSTAKA

Martono, H. H & Pranarka, K. (2011). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu


Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 cetakan ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Menkokesra. (2008). Lansia masa kini dan Mendatang.
http://www.menkokesra.go.id/content/view/2933/333/. diakses tanggal 18
Maret 2018
Stanley, M & Beare, P.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Ari, D. (2010). Pengaruh relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien
skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah Surakarta. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Erliana, E, Haroen, H, Susanti, R. D. (2008). Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia
Sebelum Dan Sesudah Latihan Relaksasi Otot Progresif (Progressive
Muscle Relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/perbedaan_tingkat_in
somnia_lansia.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2018

Andreas, (2009). Gangguan tidur pada lansia. http://creasoft.wordpress.com


/2008/04/15. Diperoleh pada tanggal 2 Februari 2010

Erfandi, (2008). Konsep dasar istirahat dan tidur. EGC; Jakarta.

Mubarak, W. (2006). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2: Teori & Aplikasi
Dalam Praktik Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas,
Gerontik dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

Nugroho, (2008). Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC; Jakarta.

Potter&Perry. (2005). Fundamental Keperawatan, Volume 1. EGC; Jakarta.


Sylvia A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. EGC; Jakarta

Watson. R. (2003). Perawatan pada lansia. EGC; Jakarta

Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika
Gemilang, J. (2013). Buku Pintar Manajemen stres dan Emosi. Yogyakarta Mantra
Books
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI
Herodes, R. (2010). Anxiety and Depression in Patient.
Isaacs, A. (2005). Panduan belajar: keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik.
Jakarta: EGC
Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis.
(Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Perry, Patricia A., & Potter, Anne Griffin. (2005). Fundamental Keperawatan buku I
edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Ramdani, H. (2012). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.
Malang.
Setyoadi, K. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Jiwa pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta : Salemba Medika
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and practice of psychiatric nursing.
(7th edition). St Louis: Mosby
Stuart, G. W. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
Suharsini Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian, Penerbit: PT. Rineka Cipta, Jakarta

Heri, C. K. (2014). Pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di
desa lelayangan kecamatan unggaran timur kabupaten semarang. Stikes Ngudi
Waluyo Ungaran. Semarang. Diperoleh pada tanggal 21 Maret 2018 dari
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/doc uments/3556.pdf
Widianti, A. T., & Proverawati, A. (2010). Senam kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika

Khasanah., & Hidayati. (2012). Kualitas tidur lansia balai rehabilitasi sosial
“MANDIRI” Semarang. Jurnal Nursing Studie

Anda mungkin juga menyukai