Oleh
Kelompok T 17
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker paru (Ca Bronkogenik) merupakan penyebab utama keganasan
di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu,
kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada
laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus
baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat kanker paru. Berdasarkan
laporan profil kanker WHO, kanker paru merupakan penyumbang insidens
kanker pada laki-laki tertinggi di Indonesia, diikuti oleh kanker kolorektal,
prostat, hati dan nasofaring, dan merupakan penyumbang kasus ke-5 pada
perempuan, setelah kanker payudara, serviks-uteri, kolorektal, ovarium.
Kanker paru merupakan penyebab pertama kematian pada kanker pada laki-
laki (21.8%), dan penyebab kematian kedua (9.1%) kanker pada perempuan
setelah kanker payudara (21.4%).
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker
paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada
perempuan tapi merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomik RSUP
Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua
jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais
tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker
nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker
terbanyak pada pria (28,94%).
Berdasarkan data dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan, angka kasus baru kanker paru
meningkat lebih dari 5 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir, dan sebagian
besar penderita datang pada stage lanjut (IIIB/IV). Penderita kasus baru
kanker paru yang berobat di RSUP Persahabatan mencapai lebih dari 1000
kasus per tahun.
Kebanyakan pada kanker paru stadium lanjut dapat menyebabkan
obstruksi dan penumpukan cairan sehingga dapat mempengaruhi proses
pernapasan. Terapi oksigen disarankan untuk diberikan pada pasien dengan
gangguan pertukaran gas, yang mengalami gagal jantung dan membutuhkan
oksigen untuk menghindari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernafasan
salah satunya adalah gangguan pola nafas yang mengacu pada frekuensi,
volume, irama dan usaha pernafasan. Perubahan pola nafas yang umum terjadi
adalah takipnea, hiperventilasi, dispnea, orthopnea, apnea. (Mubarak, 2008).
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan
sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja
sama multidisiplin. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat
membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan.
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan
asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya
penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotor,
kuratif dan rehabilitatif.Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami
akan membahas Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ca Bronkogenik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ca bronkogenik?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
3. Apa saja etiologi ca bronkogenik?
4. Apa saja manifestasi klinis pada pasien dengan ca bronkogenik?
5. Bagaimana WOC Ca bronkogenik?
6. Apa saja klasifikasi ca bronkogenik?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik ca bronkogenik?
8. Apa saja penetalaksanaan yang bisa dilakukan?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ca
bronkogenik?
10. Bagaimana laporan kasus pada pasien dengan ca bronkogenik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ca bronkogenik
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan
3. Untuk mengetahui etiologi ca bronkogenik
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien dengan ca bronkogenik
5. Untuk mengetahui WOC ca bronkogenik.
6. Untuk mengetahui klasifikasi ca bronkogenik.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien ca bronkogenik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang bisa dilakukan.
9. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ca
bronkogenik.
10. Untuk mengetahui laporan kasus pada pasien dengan ca bronkogenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif
(Thomson, 1997) . c. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenikum (pembasmi rumput). Pekerja pemecah
hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh :
radon, nikel, radiasi dan arsenikum (Thomson, 1997).
c. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan atau pembakaran
(Thomson, 1997).
d. Genetik.
Terdapat perubahan atau mu tasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni:
i. Proton oncogen.
3. Gejala Klinis
2) Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke perikardium → terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis )
f. Suara serak, karena penekanan pada nervous laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
3) Gejala Penyakit Metastasis :
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil ( small lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil ( non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam
golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma,
tipe -tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Wilson dan Price, 2005).
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker
paru yang paling sering ditemukan berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia akibat merokok jangka
panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki
besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding
dada, dan mediasternum. Karsinoma ini lebih sering pada laki -laki daripada
perempuan (Wilson dan Price, 2005).
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul
di bagian perifer segmen bronkus dan kad ang-kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstitial kronik. Lesi
sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan
sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala -gejala
(Kumar et al, 2007).
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel -
sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat - tempat yang jauh (Kumar et al, 2007).
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu -abu pucat
yang terletak di sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini
terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit
sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Bia
sanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan
sering memperlihatkan fragmentasi dan “ crush artifact” pada sediaan
biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleu s akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar et al, 2007)
Karsinoma sel besar adalah sel -sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat -tempat yang jauh
(Wilson dan Price, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor -tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa (Wilson
dan Price, 2005).
5. Jenis dan Tahap Kanker Paru
Ada dua tipe utama kanker paru:
Small cell lung cancer (SCLC) --- kanker paru jenis karsinoma sel kecil
(KPKSK)
Non-small cell lung cancer (NSCLC) --- kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK) yaitu terdiri dari:
- Adenokarsinoma yang mencakup 40% kanker paru, lebih
banyak muncul pada wanita.
- Skuamous sel karsinoma lebih jarang dijumpai, dan
mencakup 25% dari kasus kanker paru serta paling banyak
terjadi pada pria dan orang tua.
- KPKBSK adalah tipe yang paling umum dari kanker paru,
mencakup 75-80% dari semua kasus. Mem bedakan
KPKBSK and KPKSK sanga tlah penting karena kedua tipe
kanker ini memerlukan terapi yang berbeda ( Linda, 2006).
Gambar 2.1 : Tipe Kanker Paru ( Global Lung Cancer
Co alition )
a. Tahap Kan ker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KP KSK)
6. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen sub bronkus
menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Pengendapan karsinogen ini menyebabkan metaplasia, hiperplasia
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hiperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra (Linda, 2006).
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptisis , dyspnea, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi (Linda, 2006).
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastasis, khususnya pada hati. Metastasis kanker paru dapat terjadi ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
perikardium, otak, tulang rangka (Linda, 2006).
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki.
a) Foto toraks :
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm.
Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang irreguler,
disertai indentasi pleura dan satelit tumor. Pada foto tu mor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikardia dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter
terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita
penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk
keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan
diagnosis penyakit paru, harus disertai rujukan yang
seterusnya yang te liti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan
harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain
masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura
yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan
punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto
toraks agar bila ada tumor pr imer dapat diperlihatkan.
Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan
atau cairan serohemoragik.
b) Tomografi Komputer Toraks :
Metode pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. Tomografi komputer
dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda -tanda proses
keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan tomografi komputer, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stadium juga lebih
baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi dan
mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
Radiografi :
f) Biopsi lain
Bila terdapat pembesaran KGB atau teraba massa yang dapat
terlihat superfisial biopsi jarum halus dapat dilakukan. Biopsi KGB
harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
aksila, apalagi bila diagnosis sitologi atau histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Bila pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain
tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker tidak jelas terlihat
maka biopsi Daniels dianjurkan. Punksi dan biopsi pleura harus
dilakukan jika ada efusi pleura.
g) Torakoskopi medic
Dengan tindakan ini massa tu mor di bagian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
h) Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan metode pengumpulan dan pengambilan
sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3%
untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua
bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim
ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi atau
histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau
dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau alkohol
minimal 90%. Semua bahan jaringan harus di fiksasi dalam formalin
4%.
8. Pentalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d) Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,
2000).
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan atau atau lebih segmen paru.
e. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan -bahan fibrin dari pleura
visceral
2) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada semua kasus kanker paru. Syarat
utama harus ditentukan. Jenis histologis tumor dan tampil an
(performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2
menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan
beberapa obat anti kanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan -
kelemahan yang apabila diberikan kemoterap i dapat terjadi efek
samping yang tidak dapat dielakkan, sebelum memberikan kemoterapi
harus dipertimbangkan :
Grade 0 :
Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas
dan pekerjaan sehari-hari.
Grade 1 :
Hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja
kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
Grade 2 :
Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk
tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak
dapat melakukan pekerjaan lain.
Grade 3 :
Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 %
waktunya untuk tiduran.
Grade 4 :
Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi
atau tiduran terus.
3) Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
4) Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
a. Berhenti Merokok
Dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya kanker
paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin
lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik kesehatannya
dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi mereka yang
berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak
pernah merokok.
A. Pengkajian
1. Data Pasien
Data pasien diisi dengan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
alamat dan sebagainya, serta tekanan darah, berat badan, denyut nadi, respirasi
rate, suhu, tinggi badan dan sebagainya.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, pemeriksaan head to too (mata, hidung, mulut,
telinga, leher, dada, jantung, abdomen, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, alat
genitalia, anus).
1. Kepala
Pada pasien ca bronkogenik untuk kepala perlu dikaji bentuknya, adanya lesi
atau tidak, kerontokan pada rambutnya.
2. Mata
Kaji adanya ikterik pada mata, anemis pada konjungtivanya. Penglihatannya
normal atau tidak.
3. Hidung
Bentuk dari hidungnya, simetris atau tidak, adanya perdarahan atau tidak.
4. Telinga
Bentuk dari telinganya, simetris atau tidak, adanya perdarahan atau tidak,
serta normal atau tidaknya pendengaran pada pasien.
5. Mulut
Pada pasien ca bronkogenik dikaji adanya kekeringan pada mukosa bibir
karena biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan.
6. Leher
Dikaji adanya pembengkakan pada leher klien, kelenjar getah bening yang
teraba atau tidak.
7. Dada
a. Jantung
I : Ictus tidak terlihat
Pa : Ictus teraba 1 jari di RIC V
Pe : batas jantung yang dalam posisi normal atau tidak, dikaji
hasil dari pemeriksaan EKGnya.
A : mendengarkan irama jantung dan bising jantunG
b. Paru
I : lihat pergerakan dinding dada, simetris atau tidak
Pa : pemeriksaan taktil fremitus
Pe :mengetuk dinding dada untuk menentukan ada atau tidaknya
kelainan seperti kelebihan cairan atau kelebihan udara pada
rongga pleura.
A : mendengarkan suara nafas, adanya suara nafas tambahan atau
tidak
8. Ekstremitas
Untuk pasien ca bronkogenik dikaji bagaimana kekuatan ototnya, biasanya
pasien akan mengalami kelemahan terutama untuk beraktifitas.
9. Genitalia
Kaji apakah pasien memiliki masalah dengan genitalianya, seperti adanya
rasa gatal ataupun perdarahan pada genitalianya.
4. Pola fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus ca bronkogenik akan timbul kecemasan akan terjadinya
ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, penurunan berat badan
secara signifikan.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus ca bronkogenik dikaji apakah BAK dan BAB nya lancar.
Frekuensinya dan warna serta kepekatan dari haluarannya.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pada klien ca bronkogenik sering ditemukan insomnia, terbangun tengah
malam sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Pada klien dengan ca brnokogenik juga ditemukan adanya keletihan dan
kelelahan sepanjang hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat
istirahat.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat bila klien
harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien ca brnokogenik adalah rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Kaji adanya perubahan status mental seperti letargi dan stress dengan
penyakitnya.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien ca brnokogenik akan terjadi perubahan pemenuhan
kebutuhan seksual terutama karena sesak yang meningkat.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien ca brnokogenik timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien ca brnokogenik tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien.
NANDA NOC NIC
1. Bersihan jalan napas tidak Status Respirasi : kepatenan Manajemen jalan nafas
efektif berhubungan jalan nafas
dengan penumpukan Aktvitas:
sekret
a. Membuka jalan napas , dengan menggunakan teknik jaw thrust yang
Kriteria Hasil : sesuai
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi
a. Irama pernafasan
c. Masukkan jalan napas melalui mulut atau nasofaring yang sesuai
b. Kedalaman pernafasan
d. Melakukan fisioterapi dada yang sesuai
c. Kemampuan membersihkan
e. Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau suction
sekret
f. Menginstruksikan cara batuk efektif
d. Batuk
g. Auskultasi bunyi nafas, mencatat daerah menurun atau hilangnya
e. Dysnea
ventilasi dan bunyi tambahan
f. Penggunaan otot bantu nafas
h. Mengatur asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
i. Posisi untuk mengurangi dyspnea
j. Memonitor pernapasan dan status oksigenasi yang sesuai
Terapi Oksigen
Aktivitas:
Aktivitas:
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
No. RM : 987345
Umur : 70 Tahun
A. Pengkajian
a. Alasan masuk
Keluarga mengatakan klien menderita penyakit asma sejak 2 tahun yang lalu,
klien pernah operasi kencing batu pada tahun 1998 dan klien menderita diabetes
melitus tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis cooperatif
3. TTV
TD : 130/70 mmHg,
N : 92 x/menit reguler
RR : 28 x/ menit,
S : 36,7 oC
2) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala
4444 4444
4) Pemeriksaan Labor
Ht 42 % 40-48% N
No Data Masalah
1 Sabtu / 8-10-2017 Bersihan jalan nafas - memberikan posisi semi fowler pada klien S:
tidak efektif b/d
penumpukan sekret - Memberikan latihan batuk efektif dan - Klien mengatakan batuk disertai dahak
teknik nafas dalam
- Klien mengatakan dahak susah
- memberikan terapi oksigen nasal kanul 3l/i dikeluarkan
P : intervensi dilanjutkan
- RR : 26 ×/i
P : intervensi dilanjutkan
Ketidakseimbangan - memberikan penkes tentang pentingnya S:
nutrisi kurang dari nutrisi bagi klien
kebutuhan tubuh b/d - klien mengatakan tidak nafsu makan,
intake yang tidak - menganjurkan klien untuk meningkatkan klien tidak menghabiskan porsi makan
adekuat intake yang adekuat yang diberikan
- menganjurkan klien makan sedikit tapi - klien mengatakan hanya makan 2-3
sering sendok
A:
P:
intervensi dilanjutkan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ca bronkogenik merupakan pertunbuhan sel-sel kanker yang tidak
dapat terkendari dalam jaringan paru. Penyakit ini merupakan penyebab
kematian utama pada pria maupun pada wanita dimana angka kejadiannya
terus meningkat. Ca Bronkogenik atau kanker paru menimbulkan berbagai
gejala klinis dan sindrom yang cukup beragam, tergantung dari lokasi,
ukuran, substansi yang dikeluarkan oleh tumor dan metastasis ke organ
yang dikenai. Sehingga terdapat tiga bentuk pencegahan Ca Paru dapat
dilakukan yaitu dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier. Melalui
tindakan kemoterapi, pembedahan dan radioterapi sebagai bentuk
pengendalian kanker paru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A.D. Thompson, 1997, Catatan Kuliah Patologi, Alih Bahasa: R.F. Maulany,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru
RSUD Dr Soetomo Surabaya. Surabaya
Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik
Paru. Surabaya: Airlangga.
Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam : Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta:
Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat
Darurat Nafas. Jakarta: FK UI.
Irshad, A. 2013.; Chief Editor: Barry H Gross Imaging in Small Cell LungCancer.
Available at :http://emedicine.medscape.medscape.com/article/358274-
overview.Accessed 22 Oktober 2013
Mansjoer dkk, (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi-3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.