Anda di halaman 1dari 57

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. S dengan Ca


Bronkogenik pada Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang

Oleh
Kelompok T 17

1. Yance Yulia 7. Arselina Riski Herdika


2. Riska Yusnita Sari 8. Yana Zakaria
3. Widynanda Septrya 9. Yoshi Hernanda
4. Yuza Kemala 10. Paramitha Rosani
5. Sri Erlita Dongoran 11. Husni Fadhila
6. Helvia Rahayu 12. Stevani Erni

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERITAS ANDALAS
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker paru (Ca Bronkogenik) merupakan penyebab utama keganasan
di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu,
kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada
laki-laki. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus
baru pada tahun 2007 dan 160.390 kematian akibat kanker paru. Berdasarkan
laporan profil kanker WHO, kanker paru merupakan penyumbang insidens
kanker pada laki-laki tertinggi di Indonesia, diikuti oleh kanker kolorektal,
prostat, hati dan nasofaring, dan merupakan penyumbang kasus ke-5 pada
perempuan, setelah kanker payudara, serviks-uteri, kolorektal, ovarium.
Kanker paru merupakan penyebab pertama kematian pada kanker pada laki-
laki (21.8%), dan penyebab kematian kedua (9.1%) kanker pada perempuan
setelah kanker payudara (21.4%).
Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta, kanker
paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada
perempuan tapi merupakan penyebab kematian utama pada laki-laki dan
perempuan. Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomik RSUP
Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua
jenis kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais
tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker
nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker
terbanyak pada pria (28,94%).
Berdasarkan data dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan, angka kasus baru kanker paru
meningkat lebih dari 5 kali lipat dalam waktu 10 tahun terakhir, dan sebagian
besar penderita datang pada stage lanjut (IIIB/IV). Penderita kasus baru
kanker paru yang berobat di RSUP Persahabatan mencapai lebih dari 1000
kasus per tahun.
Kebanyakan pada kanker paru stadium lanjut dapat menyebabkan
obstruksi dan penumpukan cairan sehingga dapat mempengaruhi proses
pernapasan. Terapi oksigen disarankan untuk diberikan pada pasien dengan
gangguan pertukaran gas, yang mengalami gagal jantung dan membutuhkan
oksigen untuk menghindari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernafasan
salah satunya adalah gangguan pola nafas yang mengacu pada frekuensi,
volume, irama dan usaha pernafasan. Perubahan pola nafas yang umum terjadi
adalah takipnea, hiperventilasi, dispnea, orthopnea, apnea. (Mubarak, 2008).
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan
sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan yang erat dan kerja
sama multidisiplin. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat
membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan.
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan
asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya
penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotor,
kuratif dan rehabilitatif.Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok kami
akan membahas Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ca Bronkogenik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ca bronkogenik?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
3. Apa saja etiologi ca bronkogenik?
4. Apa saja manifestasi klinis pada pasien dengan ca bronkogenik?
5. Bagaimana WOC Ca bronkogenik?
6. Apa saja klasifikasi ca bronkogenik?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik ca bronkogenik?
8. Apa saja penetalaksanaan yang bisa dilakukan?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ca
bronkogenik?
10. Bagaimana laporan kasus pada pasien dengan ca bronkogenik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ca bronkogenik
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan
3. Untuk mengetahui etiologi ca bronkogenik
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien dengan ca bronkogenik
5. Untuk mengetahui WOC ca bronkogenik.
6. Untuk mengetahui klasifikasi ca bronkogenik.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien ca bronkogenik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang bisa dilakukan.
9. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ca
bronkogenik.
10. Untuk mengetahui laporan kasus pada pasien dengan ca bronkogenik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kanker Paru


Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Kanker paru
merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru
(WHO).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru
merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria
maupun wanita.
2. Etiologi Kanker Paru
a. Merokok
Merupakan penyebab utama kanker paru. Suatu hubungan statistik
yang definitif telah ditegakkan antara perokok ber at (lebih dari dua puluh
batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada perokok
ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok
dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor (Thomson, 1997).

b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif
(Thomson, 1997) . c. Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenikum (pembasmi rumput). Pekerja pemecah
hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh :
radon, nikel, radiasi dan arsenikum (Thomson, 1997).
c. Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan atau pembakaran
(Thomson, 1997).
d. Genetik.
Terdapat perubahan atau mu tasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni:

i. Proton oncogen.

ii. Tumor suppressor gene.

iii. Gene encoding enzyme (Thomson, 1997).

3. Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-


gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium
lanjut

Gejala-gejala dapat bersifat (Amin et al, 2006) :

1) Lokal (tumor tumbuh setempat) :


a) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b) Hemoptisis
c) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e) Ateletaksis

2) Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke perikardium → terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis )
f. Suara serak, karena penekanan pada nervous laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
3) Gejala Penyakit Metastasis :
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil ( small lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil ( non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam
golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma,
tipe -tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Wilson dan Price, 2005).
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker
paru yang paling sering ditemukan berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia akibat merokok jangka
panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki
besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding
dada, dan mediasternum. Karsinoma ini lebih sering pada laki -laki daripada
perempuan (Wilson dan Price, 2005).
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul
di bagian perifer segmen bronkus dan kad ang-kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstitial kronik. Lesi
sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan
sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala -gejala
(Kumar et al, 2007).
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel -
sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat - tempat yang jauh (Kumar et al, 2007).
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu -abu pucat
yang terletak di sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini
terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit
sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Bia
sanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan
sering memperlihatkan fragmentasi dan “ crush artifact” pada sediaan
biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleu s akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar et al, 2007)
Karsinoma sel besar adalah sel -sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh
cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat -tempat yang jauh
(Wilson dan Price, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor -tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa (Wilson
dan Price, 2005).
5. Jenis dan Tahap Kanker Paru
Ada dua tipe utama kanker paru:
 Small cell lung cancer (SCLC) --- kanker paru jenis karsinoma sel kecil
(KPKSK)
 Non-small cell lung cancer (NSCLC) --- kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK) yaitu terdiri dari:
- Adenokarsinoma yang mencakup 40% kanker paru, lebih
banyak muncul pada wanita.
- Skuamous sel karsinoma lebih jarang dijumpai, dan
mencakup 25% dari kasus kanker paru serta paling banyak
terjadi pada pria dan orang tua.
- KPKBSK adalah tipe yang paling umum dari kanker paru,
mencakup 75-80% dari semua kasus. Mem bedakan
KPKBSK and KPKSK sanga tlah penting karena kedua tipe
kanker ini memerlukan terapi yang berbeda ( Linda, 2006).
Gambar 2.1 : Tipe Kanker Paru ( Global Lung Cancer
Co alition )

Tahapan perke mbangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu (Linda,


2006) :

a. Tahap Kan ker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KP KSK)

• Tahap t erbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada


satu bag ian paru-paru saja dan pada jaringan
disekitarnya.

• Tahap ekstensif, yaitu kanker yang ditemuk an pada


jaringan dada di luar paru -paru tempat asal nya, atau
kanker ditemukan pada organ -organ tubuh yang jauh.

b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil


(KPKBSK)

• Tahap tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel


kanker pada dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat
bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem
TNM International menurut Union Against ( IUAC/The
American Joint Comittee on Cancer (AJCC ) 1997 adalah
sebagai berikut:

Tabel 2.1 : Stadium Klinis Kanker Paru


STADIUM TNM

Karsinoma Tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB T2, N1, M0

Stadium IIIA T3, N0, M0 ; T3, N1, M0

Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0 T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1

6. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen sub bronkus
menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Pengendapan karsinogen ini menyebabkan metaplasia, hiperplasia
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hiperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra (Linda, 2006).

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptisis , dyspnea, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi (Linda, 2006).
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastasis, khususnya pada hati. Metastasis kanker paru dapat terjadi ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
perikardium, otak, tulang rangka (Linda, 2006).

7. Diagnosis Kanker Paru


a. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari
penyakit paru lainnya, terdiri dari keluha n subyektif dan gejala
obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan
penyakit, serta faktor –faktor lain yang sering sangat membantu
tegaknya diagnosis.

Keluhan utama dapat berupa (PDPI, 2003):

 Batuk-batuk dengan atau tanpa dahak (d ahak putih, dapat


juga purulen)
 Batuk darah
 Sesak napas
 Suara serak
 Sakit dada
 Sulit atau sakit menelan
 Benjolan di pangkal leher
 Sembab muka dan leher dapat terjadi dan kadang -
kadangdisertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki.

Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :


 Berat badan berkurang
 Nafsu makan hilang
 Demam hilang timbul
 Sindrom paraneoplastik, seperti " Hypertrophic Pulmonary
Osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

Gambar 2.2 : Alur Deteksi Dini Kanker Paru


(Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia)

b. Gambaran radiologis (Irshad, 2013)


Hasil p emeriksaan radiologis adalah sal ah satu pemeriksaan
penunjang yang mutlak dibutuhka n untuk menentukan lokasi tumor
primer dan metastasi s, serta penentuan stadium penyakit berd asarkan
sistem TNM. Pemeriksaan r adiologi paru yaitu Foto toraks PA/lat eral,
bila mungkin tom ografi komputer toraks, skintigrafi tula ng, bone
survey, sonog rafi abdomen dan tomografi komputer p ada otak
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tuumo r dan
metastasis.

a) Foto toraks :
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm.
Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang irreguler,
disertai indentasi pleura dan satelit tumor. Pada foto tu mor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikardia dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter
terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita
penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk
keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan
diagnosis penyakit paru, harus disertai rujukan yang
seterusnya yang te liti. Pemberian OAT yang tidak
menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan
harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain
masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura
yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan
punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto
toraks agar bila ada tumor pr imer dapat diperlihatkan.
Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan
atau cairan serohemoragik.
b) Tomografi Komputer Toraks :
Metode pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. Tomografi komputer
dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda -tanda proses
keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan tomografi komputer, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stadium juga lebih
baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi dan
mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

c. Pemeriksaan radiologi lain :


Kekurangan dari foto toraks dan tomografi komputer toraks
adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk
itu dibutuhkan pemeriksaan r adiologik lain, misalnya tomografi
komputer otak untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala atau
jaringan otak, skintigrafi tulang dan atau bone survey dapat mendeteksi
metastasis di seluruh jaringan tulang.

Radiografi :

Gambar 2.3 : Kanker Paru-paru Sel Kecil


Foto rontgen dada menunjukkan penyakit yang luas. Sebuah
massa besar terlihat pada pertengahan paru kiri dengan opasitas yang
meluas ke bagian atas. Terlihat juga nodul paru-paru kanan bawah yang
menunjukkan gambaran metastasis. Peningkatan opasitas di paratrakeal
kanan menunjukkan limfadeno pati. Efusi pleura kiri dengan sinus
kostofrenikus kiri yang tumpul.

Gambar 2.4. Kan ker Paru -paru Sel Kecil

Foto rontgen dada menunjukkan peningkatan opasitas di daerah


hilus dan paratrakeal kanan, dengan penebalan garis paratrakeal
kanan. Adan ya volume yang berkurang ju ga terlihat pada lobus
kanan bawah. Kanker paru -p aru sel kecil sering terlihat sebagai
massa hilus atau mediastinum

4) Pemeriksaan Khusus (PDPI, 2003)


a) Bronkoskopi
Pemeriksan bronkoskopi bertujuan untuk diagnostik sekaligus
dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar
dapat memastikan apakah ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada
tidaknya massa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas,
seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol -benjol,
hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tindakan biopsi
tumor atau dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus harus
dilakukan pada tampakan yang abnormal

b) Biopsi aspirasi jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

c) Aspirasi Jarum Transbronkial (Transbronchial Needle Aspiration,


TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina)
pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi
ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis
KGB subkarina atau paratrakea

d) Transbronkial Biopsi (Transbronchial Lung Biopsy, TBLB)


Biopsi paru lewat bronkus TBLB harus dilakukan jika lesi kecil
dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik.

e) Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)


Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm
dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan tomografi
komputer

f) Biopsi lain
Bila terdapat pembesaran KGB atau teraba massa yang dapat
terlihat superfisial biopsi jarum halus dapat dilakukan. Biopsi KGB
harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau
aksila, apalagi bila diagnosis sitologi atau histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Bila pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain
tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker tidak jelas terlihat
maka biopsi Daniels dianjurkan. Punksi dan biopsi pleura harus
dilakukan jika ada efusi pleura.

g) Torakoskopi medic
Dengan tindakan ini massa tu mor di bagian perifer paru, pleura
viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

h) Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan metode pengumpulan dan pengambilan
sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3%
untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua
bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim
ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi atau
histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau
dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau alkohol
minimal 90%. Semua bahan jaringan harus di fiksasi dalam formalin
4%.

8. Pentalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien

b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d) Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,
2000).

Penatalaksanaan pada pasien Kanker Paru

1) Pembedahan (PDPI, 2003)


Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.

a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.

b. Pneumonektomi pengangkatan paru


Karsinoma bronkogenik bila aman dengan lobektomi tidak
semua lesi bisa diangkat.

c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).


Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiektasis atau bula emfisematosa, abses paru, infeksi jamur
dan tumor jinak tuberkulosis.

d. Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan atau atau lebih segmen paru.

e. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan -bahan fibrin dari pleura
visceral

2) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada semua kasus kanker paru. Syarat
utama harus ditentukan. Jenis histologis tumor dan tampil an
(performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2
menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan
beberapa obat anti kanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan -
kelemahan yang apabila diberikan kemoterap i dapat terjadi efek
samping yang tidak dapat dielakkan, sebelum memberikan kemoterapi
harus dipertimbangkan :

 Menggunakan kriteria Eastren Cooperative Oncology


Group (ECOG) yaitu status penampilan < 2.
 Jumlah lekosit lebih dari 3000/ml.
 Jumlah trombosit lebih dari 120.000/ul.
 Cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb
lebih dari 10 gr%.
 Kliren kreatinin diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam).
 Bilirubin kurang dari 2 ml/dl, SGOT dan SGPT dalam
batas normal.
 Elektrolit dalam batas normal.
 Mengingat toksisitas obat sebaiknya tidak diberikan diatas
umur 70 tahun.

Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan


pasien, di mana penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi
penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang
menetukan pilihan terapi yang tepat pada pasien sesuai dengan status
penampilannya.

tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen


kemoterapi adalah:

 Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)


 Respons obyektif satu obat antikanker 15%
 Toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
 Harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2
siklus pada penilaian terjadi tumor progresif.
Skala Status Penampilan Menurut ECOG ialah :

 Grade 0 :
Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas
dan pekerjaan sehari-hari.
 Grade 1 :
Hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja
kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
 Grade 2 :
Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk
tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak
dapat melakukan pekerjaan lain.
 Grade 3 :
Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 %
waktunya untuk tiduran.
 Grade 4 :
Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi
atau tiduran terus.

Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain keadaan


umum baik skala Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan homeostatik
(darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat homeostatik yang
memenuhi syarat ialah : HB >10 gr%, leukosit > 4000/dl, trombosit
>100000/dl.

3) Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

4) Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

5. Pencegahan Kanker Paru


Menurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru ada empat, yaitu:

a. Berhenti Merokok
Dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya kanker
paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin
lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik kesehatannya
dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi mereka yang
berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak
pernah merokok.

b. Menghindari menghisap rokok orang lain ( secondhand smoke)


c. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon
d. Menurut EPA (Environmental Protection Agency ), setiap rumah
disarankan untuk dites apakah ada gas radon atau tidak.
e. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak. Konsumsi buah dan
sayuran yang banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Data Pasien
Data pasien diisi dengan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
alamat dan sebagainya, serta tekanan darah, berat badan, denyut nadi, respirasi
rate, suhu, tinggi badan dan sebagainya.
2. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien


mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan ca bronkogenik didapatkan keluhan berupa ada benjolan, nyeri dada
dan sesak nafas.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dengan ca bronkogenik biasanya akan diawali dengan adanya


tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dikaji dengan


menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita infeksi atau
peradangan pada paru atau trauma thoraks. Tanyakan mengenai obat-obatan
yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan
kondisi saat ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh


keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan
penyebab kematiannya.

3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, pemeriksaan head to too (mata, hidung, mulut,
telinga, leher, dada, jantung, abdomen, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, alat
genitalia, anus).
1. Kepala
Pada pasien ca bronkogenik untuk kepala perlu dikaji bentuknya, adanya lesi
atau tidak, kerontokan pada rambutnya.
2. Mata
Kaji adanya ikterik pada mata, anemis pada konjungtivanya. Penglihatannya
normal atau tidak.
3. Hidung
Bentuk dari hidungnya, simetris atau tidak, adanya perdarahan atau tidak.
4. Telinga
Bentuk dari telinganya, simetris atau tidak, adanya perdarahan atau tidak,
serta normal atau tidaknya pendengaran pada pasien.
5. Mulut
Pada pasien ca bronkogenik dikaji adanya kekeringan pada mukosa bibir
karena biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan.
6. Leher
Dikaji adanya pembengkakan pada leher klien, kelenjar getah bening yang
teraba atau tidak.
7. Dada
a. Jantung
I : Ictus tidak terlihat
Pa : Ictus teraba 1 jari di RIC V
Pe : batas jantung yang dalam posisi normal atau tidak, dikaji
hasil dari pemeriksaan EKGnya.
A : mendengarkan irama jantung dan bising jantunG
b. Paru
I : lihat pergerakan dinding dada, simetris atau tidak
Pa : pemeriksaan taktil fremitus
Pe :mengetuk dinding dada untuk menentukan ada atau tidaknya
kelainan seperti kelebihan cairan atau kelebihan udara pada
rongga pleura.
A : mendengarkan suara nafas, adanya suara nafas tambahan atau
tidak
8. Ekstremitas
Untuk pasien ca bronkogenik dikaji bagaimana kekuatan ototnya, biasanya
pasien akan mengalami kelemahan terutama untuk beraktifitas.
9. Genitalia
Kaji apakah pasien memiliki masalah dengan genitalianya, seperti adanya
rasa gatal ataupun perdarahan pada genitalianya.
4. Pola fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus ca bronkogenik akan timbul kecemasan akan terjadinya
ketidakmampuan beraktivitas pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, penurunan berat badan
secara signifikan.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus ca bronkogenik dikaji apakah BAK dan BAB nya lancar.
Frekuensinya dan warna serta kepekatan dari haluarannya.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pada klien ca bronkogenik sering ditemukan insomnia, terbangun tengah
malam sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Pada klien dengan ca brnokogenik juga ditemukan adanya keletihan dan
kelelahan sepanjang hari, nyeri dada dan sesak saat beraktivitas, sesak saat
istirahat.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat bila klien
harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien ca brnokogenik adalah rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Kaji adanya perubahan status mental seperti letargi dan stress dengan
penyakitnya.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien ca brnokogenik akan terjadi perubahan pemenuhan
kebutuhan seksual terutama karena sesak yang meningkat.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien ca brnokogenik timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien ca brnokogenik tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan sesak yang dirasakan klien.
NANDA NOC NIC

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak Status Respirasi : kepatenan Manajemen jalan nafas
efektif berhubungan jalan nafas
dengan penumpukan Aktvitas:
sekret
a. Membuka jalan napas , dengan menggunakan teknik jaw thrust yang
Kriteria Hasil : sesuai
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi
a. Irama pernafasan
c. Masukkan jalan napas melalui mulut atau nasofaring yang sesuai
b. Kedalaman pernafasan
d. Melakukan fisioterapi dada yang sesuai
c. Kemampuan membersihkan
e. Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau suction
sekret
f. Menginstruksikan cara batuk efektif
d. Batuk
g. Auskultasi bunyi nafas, mencatat daerah menurun atau hilangnya
e. Dysnea
ventilasi dan bunyi tambahan
f. Penggunaan otot bantu nafas
h. Mengatur asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
i. Posisi untuk mengurangi dyspnea
j. Memonitor pernapasan dan status oksigenasi yang sesuai

Terapi Oksigen
Aktivitas:

a. Pertahankan patensi jalan nafas


b. Siapkan peralatan oksigen dan jalankan setelah dipanaskan, system
dilembabkan
c. Berikan oksigen tambahan sesuai order
d. Monitor liter oksigen
e. Monitor posisi alat bantu oksigen
f. Instruksikan pasien tentang pentingnya menghidupkan alat bantu
oksigen
g. Cek secara berkala alat bantu oksigen untuk memastikan bahwa
konsentrasi yang diresepkan lancar
h. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat
i. Pastikan penggantian masker oksigen/ kanula setiap perangkat
dilepaskan
j. Monitor kemampuan pasien dalam menghadapi pelepasan oksigen
ketika makan
k. Ganti alat bantu oksigen dari masker ke nasal kanul ketika makan
l. Observasi tanda hipoventilasi induk sioksigen
m. Monitor tanda keracunan oksigen dan penyerapan ateletaksis
n. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa tidak
mengganggu usaha bernafas
o. Monitor hubungan kecemasan pasien dengan terapi oksigen yang
dibutuhkan
p. Monitor kerusakan kulit dari pergeseran peralatan oksigen

Monitoring tanda-tanda vital

Aktivitas:

a. Mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperature, dan status


pernafasan, jika diperlukan
b. Mencatat gejala dan turun naiknya tekanan darah
c. Mengukur tekanan darah ketika pasien berbaring, duduk, dan berdiri,
jika diperlukan
d. Mempertahankan suhu alat pengukur, jika diperlukan
e. Memantau dan mencatat tnda-tanda dan syimptom hypothermia dan
hyperthermia
f. Memantau naik turunnya tekanan nadi
g. Memantau suara jantung
h. Memantau tingkat dan irama pernafasan (e.g. kedalaman dan
kesimetrisan)
i. Memantau suara paru
j. Memantau pola pernafasan yang abnormal (e.g. Cheyne-Stokes,
Kussmaul, Biot, apnea, ataxic, dan bernafas panjang)
k. Mengukur warna kulit, temperature, dan kelembaban
l. Memantau sianosis pusat dan perifer
m. Memantau timbulnya Cushing triad (e.g. naik turunnya tekanan darah,
bradicadya, dan peningkatan tekanan darah systole)
n. Meneliti kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital

2 Nyeri akut b/d agen Kontrol Nyeri Manajemen nyeri


cidera biologis  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
(peningkatan tekanan Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab
intra kranial) - Menilai lamanya Nyeri  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang
- Menilai faktor penyabab tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
- Penggunaan non analgesic  Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
untuk mengurangi nyeri  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu
- Penggunaan analgesic yang makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja
disarankan dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)
- Melaporkan tanda / gejala  Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan
nyeri pada tenaga kesehatan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
- Laporkan gejala yang tidak  Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis,
terkontrol pada tenaga nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
profesional  Ajarkan prinsip manajemen nyeri
- Menilai gejala nyeri  Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback,
- Melaporkan bila nyeri TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terkontrol acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau
Tingkat nyeri : meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur.
- Nyeri dilaporkan berkurang  Dorong pasien untuk menggunakan obat penghilang rasa sakit yang
- Panjang episode nyeri memadai
berkurang  Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk
- Mengerang tidak ada memilih dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri
- Ekspresi wajah nyeri tidak secara non-farmakologi.
ada  Sediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
- Kegelisahan tidak ada  Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam
- Agitasi tidak ada catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
- Sifat lekas marah tidak ada  Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri
- Meringis tidak ada secara berkelanjutan
- Diaforesis tidak ada  Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
- Fokus menyempit tidak  Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika
terjadi ada komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan
- Ketegangan otot tidak terjadi
- Kehilangan nafsu makan
Pemberian Analgesik
tidak terjadi
- cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
- Mual tidak ada
- Pernafasan dbn - tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
- Denyut jantung apikal dbn pemberian obat
- Denyut nadi radial dbn - Pastikan 6 benar pemberian obat
- Tekanan darah dbn - cek riwayat alergi
- pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
- monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama
kali
- berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)

Majemen lingkungan : Kenyamanan


- Tentukan tujuan pasien dan keluarga untuk memanjemen lingkungan
dan kenyamanan yang optimum
- Mudahkan pasien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang baru
- Sediakan ruangan tersendiri jika pasien dan keluarga pasien
menginginkan ketenangan dan istirahat
- Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang mendukung
- Sediakan sebuah lingkungan yang aman dan bersih
- Berikan atau lepas selimut untuk menciptakan suhu yang nyaman
- Memfasilitasi tindakan hygiene untuk menjaga kenyamanan klien
(seperti : memberikan krim kulit, membersihkan tubuh, rambut, dan
mulut)
- Berikan posisi pada pasien untuk memfasilitasi kenyamanan (seperti:
menggunakan prinsip kesesejaran tubuh, menyangga dengan bantal,
dan tidak menggerakan bagian tubuh yang nyeri)
- Monitor kulit, terutama permukaan tubuh, untuk tanda-tanda tekanan
atau iritasi
- Hindari kulit atau membran mukosa dari bahan-bahan / faktor yang
mengakibatkan iritasi (seperti : drainase luka)

3 Perubahan nutrisi kurang Nutritional Status : food and Monitoring Nutrisi


dari kebutuhan tubuh Fluid Intake
berhubungan dengan Aktivitas:
dispnea, kelamahan, efek
a. Berat badan pasien
samping obat, produksi Kriteria Hasil : b. Monitor kecenderungan naik dan turun berat badan
sputum dan anoreksia,
mual muntah.
c. Identifikasi perubahan dalam berat badan
a. Adanya peningkatan berat
d. Monitor turgor kulit dan mobilitas
badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai e. Identifikasi abnormalitas pada kulit (seperti banyak memar,
dengan tinggi badan penyembuhan luka yang tidak baik, dan perdarahan)
c. Mampu mengidentifikasi f. Identifikasi abnormalitas pada rambut (seperti kering, tipis, rambut
kebutuhan nutrisi kasar, dan mudah patah)
d. Tidak ada tanda tanda g. Monitor mual dan muntah
malnutrisi h. Identifikasi abnormalitas pada eliminasi (seperti diare, darah, mukus,
e. Tidak terjadi penurunan dan nyeri dan ketidakteraturan eliminasi)
berat badan yang berarti i. Monitor intake diet dan kalori
j. Identifikasi perubahan terbru nafsu makan dan aktifitas
k. Menentukan pola makan (seperti makanan yang disukai dan tidak,
terlalu banyak mengkonsumsi makanan siap saji, makan yang
terabaikan, makan cepat, interaksi orang tua-anak selama menyuapi
makan, dan frekuensi dan lama menyuapi makan bayi)
l. Monitor pucat, kemerahan, dan jaringan konjungtiva yang kering
m. Identifikasi abnormalitas pada kuku (seperti bentuk sendok, pecah,
retak/terpisah, patah, rapuh)
n. Lakukan evaluasi menelan (seperti fungsi motorik pada ekspresi
wajah, oral, dan otot lidah, refleks menelan, dan refleks tersedak)
o. Identifikasi abnormalitas pada rongga mulut (seperti inflamasi,
spongy, mundur, atau gusi berdarah, kering, bibir pecah-pecah, luka,
penyakit infeksi, lidah merah/lecet, hiperemis dan papilla hipertropik)
p. Monitor keadaan mental (seperti kebingungan, depresi, ansietas)
q. Identifikasi abnormalitas pada sistem muskuloskeletal (seperti
penggunaan otot yang berlebihan, nyeri sendi, fraktur tulang, postur yg
tidak baik)
r. Melakukan tes laboratorium, monitor hasil (seperti kolesterol, albumin
serum, transferrin, prealbumin, nitrogen urin 24 jam, BUN, kreatinin,
hemoglobin, hematokrit, imun seluler, jumlah total limfosit, dan level
elektrolit)
s. Menentukan rekomendasi energi berdasarkan faktor pasien (seperti
umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan level aktivitas
fisik)
t. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi intake nutrisi (seperti
pengetahuan, ketersediaan, adanya akses dari kualitas produk makanan
dalam semua kategori makanan, pengaruh agama dan budaya, jenis
kelamin, kemampuan untuk menyiapkan makanan, isolasi sosial,
hospitalisasi, mengunyah tidak adekuat, gangguan menelan, penyakit
periodontal, kesesuaian gigi palsu tidak baik, penurunan rasa
sensitivitas, penggunaan obat atau pengobatan, dan penyakit atau
keadaan postsurgical)

4. Intoleransi aktivitas Energy conservation Terapi Aktivitas


berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara Self Care : ADLs Aktivitas:
suplai dengan kebutuhan
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,
oksigen
pernapasan
Kriteria Hasil :
b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien
a. Berpartisipasi dalam selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
aktivitas fisik tanpa disertai c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
peningkatan tekanan darah, menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya
nadi dan RR yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
b. Mampu melakukan aktivitas d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana
sehari hari (ADLs) secara latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
mandiri e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah
baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan
waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali
sehari.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. S

No. RM : 987345

Umur : 70 Tahun

Diagnosa Medis : CA Broncogenik

Tanggal Pengkajian : 7 Oktober 2017

Ruangan : Rawat Inap Paru

A. Pengkajian

a. Alasan masuk

Klien masuk ke IGD RS M. D.Jamil Padang pada tanggal 6 oktober 2017


dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan klien sesak nafas sejak 5 hari
sebelum dibawa ke Rumah Sakit, Keluarga juga mengatakan terdapat bengkak di
area leher, kedua tangan sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat di lakukan pengkajian klien mengatakan nafas masih sesak, sesak


bertambah apabila berganti posisi dan beristirahat. Klien terpasang oksigen nasal
kanul 3L/menit. Klien mengatakan sesak bertambah dalam posisi berbaring.
Klien mengeluh batuk yang disertai dahak, saat batuk leher terasa sakit, dahak
berwarna putih kental dan sulit di keluarkan dan ada rasa tertahan. Klien
mengatakan kedua tangan terasa berat jika digerakkan karena bengkak yang
timbul. GCS 15 (E4M6V5), sianosis(-) CRT >2 detik, arteri dorsal pedis teraba,
tekanan darah 130/70mmHg, nadi 92x/I RR 28x/I S 36,50C. Klien mengatakan
tidak nafsu makan, porsi yang diberikan tidak ada di makan, klien hanya makan 2
buah kue basah dari pagi. BAK klien 3 x sehari dengan urin berwarna kuning
pekat. Keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan berta badan
selama sakit. BB sebelum sakit 68kg sedankan selama sakit terjadi penurunan
berat badan menjadi 60 kg. BAB klien 1x sehari berwarna coklat kehitaman
dengan konsistensi padat.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Keluarga mengatakan klien menderita penyakit asma sejak 2 tahun yang lalu,
klien pernah operasi kencing batu pada tahun 1998 dan klien menderita diabetes
melitus tidak terkontrol sejak 5 tahun yang lalu.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

B. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis cooperatif
3. TTV
TD : 130/70 mmHg,
N : 92 x/menit reguler
RR : 28 x/ menit,
S : 36,7 oC
2) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala

Bentuk kepala simetris, rambut hitam beruban, distribusi


rambut tidak merata, tidak ada rontok, keadaan rambut bersih.
b. Mata
Simetris kiri dan kanan, kelopak mata normal, konjungtiva
anemis, sklera ikterik, ada riwayat operasi katarak.
reflex cahaya (+), tajam penglihatan menurun
c. Hidung
Bentuk simetris, adanya sekret, tidak ada polip. Tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada pembengkakkan
d. Mulut
Mukosa bibir kering, ada caries pada gigi, kebersihan mulut
kotor, adanya gigi berlubang
e. Telinga
Telinga simetris kiri dan kanan, tampak ada serumen,
pendengaran baik.
f. Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening dan kelenjer
tiroid. Adanya edema pada leher
g. Dada
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di intercosta v-vi sinistra
Perkusi : terdengar suara pekak kiri bawah: SIC IV
Linea Medio Clavicularis Sinistra
Auskultasi : terdengar bunyi jantung i-ii
- Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri-kanan, adanya penggunaan alat
bantu nafas
Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri, tidak ada nyeri
tekan
Perkusi : terdengar suara sonor bagian kiri dan kanan
redup
Auskultasi : Kiri: suara nafas ekspirasi memanjang,
intensitas kanan lemah dari kiri, rh +/+, wh+/+.
Kanan: Ekspirasi memanjang, wh +/+, rh-/-,
h. Abdomen
Inspeksi : simetris kiri-kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
massa
Perkusi : tidak ada distensi
Auskultasi ; bising usus normal
i. Ekstremitas
ada udem di kedua tangan, udem dikedua tungkai kaki klien,
Derajat udem : derajat I (kedalamannya 2 mm dan kembali
dalam 3 detik)
Terpasang infus NaCl 0,9 % 6 Jam/kolf pada kaki kanan, tidak
ada deformitas,. Akral hangat .
kekuatan otot
4444 4444

4444 4444

3) Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi dan managemen kesehatan
Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dengan penyakit yang
sama dan klien mengetahui tentang penyakitnya. Saat pengkajian
klien mengatakan ia merasa cemas dengan penyakitnya. klien
mengatakan ingin segera sembuh dan kembali kerumah. Selama
dirumah sakti klien mematuhi aturan pengobatan yang diberikan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi satu
piring dengan nasi, lauk, dan sayur, sebelum sakit klien jarang makan
buah. Minum 7 gelas/hari ±1750 ml.. Saat sakit, nafsu makan klien
menurun, klien hanya menghabiskan setengah dari porsi yang
diberikan dan minum air putih 4 gelas/hari ±1000 ml/hari. Keluarga
mengatakan klien mengalami penurunan berat badan selama sakit.
Berat badan sebelum sakit yaitu 68 kg, sedangkan selama sakit
terjadi penurunan berat badan menjadi 60 kg.
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit klien BAB 1x/hari, BAK 4x/hari tanpa dibantu orang
lain. Saat sakit klien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga. BAB 1x1
sehari degan warna cokelat kehitam-hitaman dan konsistensi padat.
BAK 2-3 x/hari. Klien tidak terpasang kateter. Intake ±1000 ml/hari
dan output 700 ml/hari.
d. Pola aktivitas
Sebelum sakit, klien mampu beraktivitas normal tanpa dibantu oleh
orang lain. Saat sakit, klien mengeluh tidak mampu berktivitas
seperti biasanya dan dibantu oleh keluarga. Klien mengeluh mudah
lelah saat beraktivitas.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit, klien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidur. Klien
tidur 6-7 jam/hari. Saat sakit, klien mengeluh sering terbangun di
malam hari karena sesak. Tidur klien hanya 4-5 jam/hari.
f. Pola kognitif persepsi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik, bahasa yang digunakan
sehari-hari yaitu bahasa indonesia. Klien mampu memahami isi
pembicaraan saat berinteraksi, pendengaran klien baik namun klien
mengalami penglihatan kabur.
g. Pola peran dan hubungan
Sebelum sakit, klien berperan sebagai ayah dan suami bagi anak dan
istrinya. Saat sakit, klien ditemani oleh istri dan anaknya selama di
rumah sakit. Hubungan dengan keluarga baik.
h. Pola seksualitas dan reproduksi
-
i. Pola koping –toleransi stress
Klien selalu berdiskusi dengan keluarga bila ada masalah termasuk
dengan penyakit yang dialaminya saat ini.
j. Pola keyakinan- nilai
Sebelum sakit klien masih menjalankan ibadah solat lima waktu
namun, selama sakit klien mengalami kesulitan untuk menjalankan
ibadah solat.

4) Pemeriksaan Labor

GDS : 106 mg/dl <200 mg/dl N

Total Protein 6,8 g/dl 6,6-8,7 g/dl N

Albumin 4,0 g/dl 3,8-5,0 g/dl N

Globulin 2,8 g/dl 1,3-2,7 g/dl T

LDH 822 u/l 240-480 u/l T

Hb 13,8 g/dl 14-16 g/dl N

Leukosit 12.500/mm3 5.000-10.000/mm3 T

Ht 42 % 40-48% N

Trombosit 200.000/mm3 150.000-400.000//mm3 N


C. ANALISA DATA

No Data Masalah

1 DS : Bersihan jalan nafas tidak efektif


berhubungan dengan penumpukan sekret
 Klien mengatakan nafas
nafas terasa sesak
 Klien mengatakan batuk
disertai dahak
 Klien mengatakan dahak
susah dikeluarkan
DO :

 Klien tanpak sesak


 Klien tanpa batuk-batuk
berdahak
 RR 26x/i
 Klien tanpak terpasang
terapi O2 nasal kanul 3l

2 DS : Pola nafas tidak efektif berhubungan


dengan hiperventilasi
 Klien mengatakan nafas
terasa sesak
 Klien mengatakan sesak
bertambah saat beraktivitas
DO :
 Klien tanpak sesak
 Klien menggunakan otot
bantu pernapasan
 RR : 26X/i
3 DS : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
 Klien mengatakan nafsu
intake yang tidak adekuat
makan menurun
 Klien mengatakan tidak
menghabiskan porsi diit
yang diberikan
DO :

 Klien tanpak lemah dan


lesu
 Porsi diit yang diberikan
tanpak tersisi ¾ bagian
 Membran mukosa klien
tanpak pucat
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Nanda NOC NIC

1 Bersihan jalan Status pernapasan : Kepatenan Manajemen Jalan Nafas


nafas tidak efektif jalan napas
Aktivitas :
berhubungan
Kriteria hasil :
dengan  Membuka jalan napas ,
dengan menggunakan
penumpukan sekret  Irama pernapasan DBN
teknik jaw thrust yang
 Kedalamanpernapasan DBN
sesuai
 Mampu membersihkan
 Posisikan pasien untuk
secret
memaksimalkan potensi
 Cemas tidak ada ventilasi
 Cupinghidung tidak ada  Masukkan jalan napas
 Tidak Dyspnea saatistirahat melalui mulut atau
dan naktivitas ringan nasofaring yang sesuai

 Tidak Menggunakanotot  Bersihkan sekret dengan

bantu napas menganjurkan batuk atau


suction
 Batuk berkurang
 Mendorong lambat balik
pernapasan dan batuk
 Menginstruksikan cara
batuk efektif
 Membantu dengan
spirometer insentif yang
sesuai
 Auskultasi bunyi nafas,
mencatat daerah menurun
atau hilangnya ventilasi
dan bunyi tambahan
2 Pola nafas tidak Status respirasi Terapi O2
efektif
Kriteria hasil : Aktivitas :
berhubungan
dengan  Tingkat pernapasan DBN  Pertahankan patensi jalan

hiperventilasi  Irama pernapasan DBN nafas

 Kedalaman inspirasi DBN  Siapkan peralatan oksigen

 Suara nafas auskultasi dan jalankan setelah

normal dipanaskan, system


dilembabkan
 Kepatenan jalan nafas
 Berikan oksigen tambahan
 Kapasitas vital DBN
sesuai order
 Saturasi oksigen DBN
 Monitor liter oksigen
 Monitor posisi alat bantu
oksigen
 Instruksikan pasien tentang
pentingnya menghidupkan
alat bantu oksigen
 Cek secara berkala alat
bantu oksigen untuk
memastikan bahwa
konsentrasi yang diresepkan
lancar
 Monitor efektifitas terapi
oksigen dengan tepat
 Pastikan penggantian
masker oksigen/ kanula
setiap perangkat dilepaskan
 Monitor kemampuan pasien
dalam menghadapi
pelepasan oksigen ketika
makan
 Observasi tanda
hipoventilasi induk
sioksigen
 Monitor tanda keracunan
oksigen dan penyerapan
ateletaksis
 Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu usaha
bernafas

3 Ketidakseimbangan Status Nutrisi : Intake Makanan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari dan Cairan
Aktivitas :
kebutuhan tubuh
Kriteria hasil :
berhubungan  Tentukan status gizi pasien
dengan intake yang  Intake makanan melalui oral dan kemampuan untuk
tidak adekuat : Dalam Batas Normal memenuhi kebutuhan gizi
 Intake makanan melalui  Identifikasi alergi makanan
pembuluh darah : DBN pada pasien atau intoleransi
 Intake cairan : adekuat  Tentukan preferensi
 Intake cairan melalui IV : makanan pasien
adekuat  Anjurkan pasien tentang
 Intake nutrisi melalui kebutuhan nutrisi (yaitu ,
parenteral : adekuat membahas pedoman diet
dan piramida makanan)
 Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi
 Berikan makanan pilihan
sambil menawarkan
bimbingan terhadap pilihan
yang lebih sehat , jika perlu
 Pastikan makanan disajikan
dengan tampilan yang
menarik dan pada suhu
yang paling cocok untuk
konsumsi optimal
 Dorong keluarga untuk
membawa makanan
kesukaan pasien selama di
rumah sakit atau perawatan
fasilitas , jika perlu
 Membantu pasien dengan
membuka bungkusan,
memotong makanan, dan
memakan makanan , jika
diperlukan
 Anjurkan pasien pada
kebutuhan diet untuk
keadaan penyakit (
misalnya , untuk pasien
dengan penyakit ginjal ,
membatasi natrium , kalium
, protein , dan cairan)
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama :Tn.S No RM :987395

No Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

1 Sabtu / 8-10-2017 Bersihan jalan nafas - memberikan posisi semi fowler pada klien S:
tidak efektif b/d
penumpukan sekret - Memberikan latihan batuk efektif dan - Klien mengatakan batuk disertai dahak
teknik nafas dalam
- Klien mengatakan dahak susah
- memberikan terapi oksigen nasal kanul 3l/i dikeluarkan

- Memberikan terapy flumucyl 1 ampul dan O:


combiven
- klien tampak batuk berdahak
memantau status respirasi
- RR ; 26 x/i

- terapi oksigen 3l/i

- terapi flumucyl dan combiven 4x1


A:

masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

- latihan batuk efektif dan nafas dalam

- terapi flumucyl dan combiven

Pola nafas tidak efektif - memantau status respirasi S:


b/d hiperventilasi
- mengatur posisi semi fowler untuk - klien mengatakan nafas masih sesak
memaksimalkan ventilasi
- klien mengatakan sesak bertambah jika
- memberikan terapi oksigen 3 l/i berubah posisi

- memberikan latihan nafas dalam O:

- memberikan terapi nebulizer combiven - klien tampak sesak

- RR : 26 ×/i

- penggunaan otot bantu nafas

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan
Ketidakseimbangan - memberikan penkes tentang pentingnya S:
nutrisi kurang dari nutrisi bagi klien
kebutuhan tubuh b/d - klien mengatakan tidak nafsu makan,
intake yang tidak - menganjurkan klien untuk meningkatkan klien tidak menghabiskan porsi makan
adekuat intake yang adekuat yang diberikan

- menganjurkan klien makan sedikit tapi - klien mengatakan hanya makan 2-3
sering sendok

- menganjurkan klien makan selagu hangat O:

- klien tampak lesu

- klien tampak tidak nafsu makan

- klien tampak tidak menghabiskan porsi


makan yg disediakan

A:

masalah belum teratasi

P:

intervensi dilanjutkan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ca bronkogenik merupakan pertunbuhan sel-sel kanker yang tidak
dapat terkendari dalam jaringan paru. Penyakit ini merupakan penyebab
kematian utama pada pria maupun pada wanita dimana angka kejadiannya
terus meningkat. Ca Bronkogenik atau kanker paru menimbulkan berbagai
gejala klinis dan sindrom yang cukup beragam, tergantung dari lokasi,
ukuran, substansi yang dikeluarkan oleh tumor dan metastasis ke organ
yang dikenai. Sehingga terdapat tiga bentuk pencegahan Ca Paru dapat
dilakukan yaitu dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier. Melalui
tindakan kemoterapi, pembedahan dan radioterapi sebagai bentuk
pengendalian kanker paru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

A.D. Thompson, 1997, Catatan Kuliah Patologi, Alih Bahasa: R.F. Maulany,
Edisi 3, EGC, Jakarta.

Abdul Mukti dkk (2009) Pedoman Diagnosis dan Terapi lab ilmu penyakit paru
RSUD Dr Soetomo Surabaya. Surabaya

Afif Muttaqin, (2008). Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Alsagaf Hood dan Mukti Abdul H, (2002). Dasar-Dasar Ilmu Diagnostik Fisik
Paru. Surabaya: Airlangga.

Alsagaff Hood, (2010), Dasar Ilmu Penyakit Paru, Jakarta: EGC

Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam : Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta:

Budi Swidarmoko, Agus dwi Susanto. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat
Darurat Nafas. Jakarta: FK UI.

Carpenito,L.J (2008) Buku Saku Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, Jakarta: EGC

Herdman. T. Heather (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Hudak, C.M. (2010) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Irshad, A. 2013.; Chief Editor: Barry H Gross Imaging in Small Cell LungCancer.
Available at :http://emedicine.medscape.medscape.com/article/358274-
overview.Accessed 22 Oktober 2013

Kahar Kusumawidjaja, (2008), Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,


kalbe.co.id. [diakses tanggal 01 Oktober 2012]
Kumar,V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L.2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali
Bahasa, Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,
Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC.

Linda, HY. 2006. An Overview of Lung Cancer Symptoms, Pathophysiology, and


Treament. Vol.15.

Mansjoer dkk, (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi-3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia. Jakarta: Indonesia.

Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6. EGC, Jakarta.

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia : 1015-2.

Ravenel, G. 2013. Medscape Reference (Drug Diseases and Procedures) : Imaging


in Small Cell Lung Cancer. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/358274-overview.Accessed 30 April
2013.

Sjahriar rasad, (2009), Radiologi Diagnostik, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.

Wilkinson. M. Judhit, (2006).Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan


Intervensi NIC dan Kreteria Hasil NOC. Edisi-7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai