Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA
STASE KEPERAWATAN PALIATIF RUMAH SAKIT
DAERAH WATES
RUANG HEMODIALISA

Disusun oleh :
Agustia Utaminingsih
NIM 2110206048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ′AISYIYAH
YOGYAKARTA
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN HEMODIALISA

A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang

bertujuan mengganti faal ginjal pada keadaan gagal ginjal

kronik. Pada hemodialisis zat – zat yang idak di perlukan tubuh

dibersihkan melalui penggunaan mesin hemodialisa sebagai

ginjal buatan (dialiser), hemodialisa merupakan dimana darah

dikeluarkan dari tubuh peasien lalu beredar kedalam mesin

dialysis yang berada di luar tubuh (Black&Hawks,

2009;PERNEFRI, 2014).

World Helath Organization (WHO) menyebutkan

pertumbuhan penderia gagal ginjal pada tahun 2013 telah

meningkat 50 % dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat di tahun 2014.

Setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisa

karena gangguan ginjal kronis, artinya 1.140 dalam satu juta

orang Amerika adalah pasien dialiysis dan yang harus menjalani

hidup dengan bergantung pada cuci darah atau hemodialisa

sebanyak 1,5 juta orang.


Diindonesia prevalensi kejadian gagal ginjal kronik (GGK)

naik 2% menjadi 3,8%,hal ini meningkat sekitar 1,8% dari tahun

2013. Prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur,

dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun

disbandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada

laki- laki (0,3%), pekrejaan wiraswasta,

petani/nelayan/buruh(0,3%), dan kuintili indeks kepemilikan

terbawah dan menengah bawah masing- masing 0,3%.

Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi

Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi

Utara masing-masing 0,4%. Sementara Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Di

Yogyakarta, dan Jawa Timur masing- masing 0,3 % (Riskesdas,

2018). Gagal ginjal kronis diprovinsi Sumatera Utara pada tahun

2017 berjumlah 2690 dan pada tahun 2018 meningkat menjadi

4076 jiwa (Indonesia Reneral Registry (IRR),2018).

Penyakit ini tidak menunjukan tanda dan gejala, tetapi dapat

berkembang mematikan. Gagal ginjal kronik tidak menimbulkan

gejala dan tanda, hingga laju rata- rata penyaringan darah (filtrasi

glomerulus) sebesar 60%. Kelainan baru terlihat saat laju filtrasi

glomerulus turun mencapai 30%. Propinsi pasien terbanyak

masih pada kategori usia 45 sampai dengan 64 tahun (Rreport of

Indonesia Renal Registry (IRR), 2015).


Menurut Thaha (2017) salah satu penyeba utama tingginya

angka gagal ginjal adalah karena telah terjadu transformasi

epidemiologi penyakit pada beberapa decade terakhir. “ kalau

dulu angka kejadian yang tinggi adalah penyakit yang bersifat

infeksi, maka 10 tahun terakhir penyakit yang sifatnya kronis

yang memiliki angka kejadian inggi, termasuk penyakit

metabolic seperti hipertensi dan diabetes yang menjadi penyebab

utama gagal ginjal kronik”. Minimnya informasi masyarakat

tentang penyakit ginjal juga menjadi penyebab lain. Dengan sifat

gagal ginjal kronik yang tanpa gejala di stadium awal, membuat

masyarakat baru meyadari dirinya menderita gagal ginjal saat

sudah stadium akhir. Alhasil, penanganan lebih lanjut harus

dilakukan, termasuk salah satunya dengan terapi pengganti

fungsi ginjal yaitu dialysis/ cuci darah, meliputi hemodialisis,

peritoneal dialysis, dan transplantasi ginjal (cangkok ginjal).

Terapi hemodialisa pada umumnya dilakukan 2 kali seminggu

dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam, ada juga

dialysis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialissis 4

jam (sudoyo, 2009). Efisinensi dialysis bergantung pada lamanya

dialysis, kecepatan aliran darah, kecepatan aliaran cairan dialisat

dan luas permukaan dialiser (Baradero dkk, 2009; Saputra dan

Lyndon, 2013).

Terus meningkatnya angka GGK dengan hemodialisa

membuat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


menetapkan program untuk mengatasinya melalui upaya

pencegahan dan pengendalian penyakit ginjal kronik dengan

meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan modifikasi

gaya hidup, yaitu dengan melakukan aktivitas fisik teratur,

makan makanan sehat (rendah lemak, rendah garam, tinggi

serat), kontrol tekanan darah dan gula darah, monitor berat

badan, minum air putih minimal 2 liter perhari, tidak

mengkonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan, dan tidak

merokok. Selain itu pemerintah juga mendorong implementasi

program Posbindu Pelayanan Penyakit Tidak Menular adar dapat

dilakukan deteksi dini terhadap penyakit gagal ginjal kronik.

(KEMENKES, 2018).

Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal

kronik cukup kompleks, yang meliputi : Hipervolemia, defisit

nutrisi, ansietas, kerusakan integritas kulit, gangguang

pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari beberapa masalah

yang muncul dapat dilakukan intervensi berdasarkan NANDA

(2015), seperti kaji status nutrisi pasien, monitoring tanda-tanda

vital, monitor masukan cairan, instruksikan pasien untuk

menggunakan teknik relaksasi dan jelaskan tentang proses

penyakit.

Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada

pasien gagal ginjal kronik, peran perawat sangat penting,

diantaranya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti dan


advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam

memberikan asuhan keperawatan secara professional dan

kemprehensif yang meliputi : mempertahankan keseimbangan

cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat,

menignkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah

injury. Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan

kesehatan, khususnya tentang pembatasan diet, cairan, dll.

Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus membuat

perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan

tenaga kesehatan yang lainnya sehinggal program pengobatan

dan perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat

sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang

keperawatan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Peran perawat sebagai advocate adalah membela hak pasien

selama perawatan, seperti hak pasien untuk mengetahui rasional

penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan

sebagainya .

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan ini adalah penulis dapat memberikan

asuhan keperawatan pasien dengan hemodialisa di RSUD

Wataes.

2. Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik

hemodialisa.

2) Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien gagal ginjal

kronik dengan hemodialisa.

3) Menyusun intrvensi keperawatan pada pasien dengan gagal

ginjal dengan hemodialisa

4) Melakukan implementasu keperawtan pada pasien dengan

gagal ginjal kronik dengan hemodialisa

5) Melakuakn evaluasi keperawatan pasa pasien dengan gagal

ginjal kronik dengan hemodialisa.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dialisis

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh Ketika

ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialysis

adalah untuk memperthanakan kehidupan dan kesejahteraan pasien

sampai fungsi ginjal pulih Kembali. Metodr terapi mencakup

hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis.

Pada dialysis molekul solute berdifusi lewat membrane semi

permeable dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat

(konsentrasu solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (kondisi

solute yang lebih rendah). Caoran mengalir lewat mebran

semipermeable dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi

tekanan external pada membrane) pada hemodialisis membrane

merupakan bagian dari dialeser atau ginjal artifisial, pada peritoneal

dialysis, merupakan peritoneum atau lapisan dinding abdomen

berfungsi sebagai membrane semipermeable.

Hemodialisa adalah lintasan darah melalui selang diluar

tubuh ke ginjal buatan, dimana dilakukan pembuangan kelebihan zat


terlarut dan cairan. Frekuensi hemodialisa bervariasi dari 2-3 x/

minggu. Darah yang mengandung produksi sisa seperti urea dan

kreatinin mengalir kedalam ginjal buatan (dialiser), tempat akan

bertemu dengan dialisat yang tidak mengandung urea dan kreatinin.

Aliran berulang darah melalui dialise pada rentang kecepatan 200 –

400 ml/jam, lebih dari 2-4 jam, diharapkna dapat mengurangi kadar

produksi sisa ini keadaan yang lebih normal.

B. Tujuan

1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea,

kreatinin dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding

antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan

positif dan negative (penghisap)dalam kompartemen dialist.

3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit ubuh

C. Indikasi

1. Gagal ginjal akut

2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 5

ml/menit

3. Kalium serum lebih dari 6 mEqq/l

4. Ureum lebih dari 200 mg/dl

5. PH darah kirang dari 7,1

6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

7. Intoksiskasi obat dan zat kimia


8. Sindrom Hepatorenal

Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis

1. Perikarditis

2.  Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem

paru

3. Hipertensi berat dan progresif

4. Uremic Bleeding

5. Mual muntah yang persisten

6.  Kreatinin serum ≥ 10 mg%

D. Patofisiologi

Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai

fungsi utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan

pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun sebab sekunder

dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan

terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring

/ membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan

menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis

merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan

gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis.

Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut

yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk

indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal

ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan


pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan

gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin

menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar

kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting

dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala

uremia.

E. Prinsip Yang Mendasari Hemodialisa

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat

nitrogen toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang

berlebihan. Pada hemodialisis aliran darah yang penuh dengan toksin

dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke tempat darah

tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh

pasien. Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu:

difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui

proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki

konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisis dengan konsenterasi yang

lebih rendah. 

Air yang berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh di

keluarkan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat di

kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain

bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih  tinggi (tubuh

pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist).


Gradient ini dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan

negatif yang dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan

negatif diterapkan pada alat  fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien

tidak dapat mengekresikan air, kekuatan ini di perlukan untuk

mengeluarkan  cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan

cairan).

F. Bentuk Gamabaran Peralatan Yang Digunakan

1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Terdiri dai membrane semi permeable yang memisahkan

kompartemen darah dialist.

2. Dialisat atau Ciaran Dialisis

Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari

serum normal. Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih

dengan air kran dan bahan kimia saring. Bukan merupakan

sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati

membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal.

Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan

reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeabel

yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara

bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh

pabrik komersildan umumnya digunakan oleh unit kronis.

3. Sistem Pemberian Dialisat


Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan

alat mengukur serta pemantau menjamin dengan tepat

kontrol rasio konsentrat-air.

4. Aksesori Peralatan

a. Perangkat keras, terdiri dari :

1) Pompa darah, pompa infus mendeteksi heparin

2) Alat monitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan

konsentrasi dialisat, perubahan tekanan udara dan

kebocoran darah.

b. Perangkat disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :

1) Selang dialysis yang digunakan untuk mengalirkan darah

antara dialiser dan pasien

2) Transfer tekanan untuk melindungu alat monitor dari

pemajanan terhadap darah

3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem

sebelum digunakan.

4) Komponen masuisa/ pelaksanaa

Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai

keahlian dalam menggunakan teknologi tinggi,

tercapai melalui pelatihan teorits dan praktikal dalam

lingkungan klinik.Aspek yang lebih penting adalah

pemahaman dan pengetahuan yang akan digunakan

perawat dalam memberikan asuhan pada pasien

selama dialisis berlangsung.


G. Persiapan Pra Dialisis

Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama

hemodialisa akan beragam diantara pasien-pasien dan tergantung

pada beberapa variabel. Untuk itu sebelum proses hemodialisa, perlu

dikaji terlebih dahulu tentang :

1. Diagnosa penyakit

2. Tahap penyakit

3. Usia

4. Masalah medis lain

5. Nilai laboratorium

6. Keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Keadaan emosi

H. Kesiapan Peralatan

1. Jarum arteri

2. Selang normal saline

3. Dialiser

4. Bilik drip vena

5. Detektor

6. Port pemberian obat

7. Pemantau tekanan arteri

8. Pompa darah

9. Sistem pengalir dialiser

10. Pemantau tekanan vena

11. Jarum vena


12. Penginfus heparin

I. Komponen Hemodialisa

1. Dialyzer / Ginjal Buatan

Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa

metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak

memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit,

mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan

komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/

endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan

demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari

ginjal alami yang normal. Macam-macam ginjal buatan :

a) Paraller-Plate Diyalizer

Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi,

karena darah dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc,

disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan

membutuhkan waktu yang lama.

b) Coil Dialyzer

Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang

dipakai karena volume darah dalam ginjal buatan ini banyak

sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal

buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga

memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga

memerlukan waktu yang lama.

c) Hollow Fibre Dialyzer


Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume

darah dalam ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc,

disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.

2. Dialisat

Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain

supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.

Fungsi Dialisat pada dialisit:

a) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa

metabolisme

b) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama

dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat :

Komponen elektrolit Darah Dialisat

Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L

Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L

Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L

Chloride 106mEq/L 106mEq/L

Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :

a) Batch Recirculating

Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah

dengan perbandingan  1 : 34 hingga 120 L dimasukan

dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal

buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.


b) Batch Recirculating/single

Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya

sebagian langsung buang.

c)  Proportioning Single pas

Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara

konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan

perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah

dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara

langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan

aliran 400 – 600 cc/menit.

3. Akses vascular hemodialisis

Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang,

maka perlu ada jalan masuk kedalam sistem vascular penderita.

Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan

200 sampai 400 ml/menit. Teknik akses vaskular diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Akses Vaskuler Eksternal (sementara)

a) Pirau arterio venosa (AV) atau sistem kanula diciptakan

dengan menempatkan ujung kanua dari teflon dalam arteri

dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula

dihubungkan dengan selang karet silikon dan suatu

sambungan teflon yang melengkapi pirau.

b) Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal

ginjal akut bila diperlukan akses vaskular sementara, atau


bila teknik aksesvaskuler lain tidak dapat berfungsi.

Terdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter saldon

adalah kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses

kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki

lumen ganda, satu lumen untuk mengeluarkan darah

menuju alat dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan

darah ketubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena

femoralis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan,

thrombosis, emboli, hematoma, daninfeksi.

c)   Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai

alat akses vaskular karena pemasangan yang mudah dan

komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena

femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda

untuk aliran masuk dan keluar. Kateter vena subklavia

dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter

vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah

pemasangan. Komplikasi yang disebabkan oleh katerisasi

vena subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis

yang termasuk pneumotoraks robeknya arteria subklavia,

perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, daninfeksi.

2. Akses Vaskular Internal (Permanen)

a) Fistula

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan 

yang (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan


cara menghubungkan atau menyambungkan 

(anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side

to-side (dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side

(dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah).

Segmen-arteri fistula diganakan untuk aliran darah arteri

dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali

(reinfus) darah yang sudah didialisis. Umur fistula AV

adalah empat tahun dan komplikasinya lebih sedikit

dengan pirau AV. Masalah yang paling utama adalah

nyeri pada pungsi vena terbentuknya aneurisma,

trombosis, kesulitan hemostatis pasca dialisis, dan

iskemia pada tangan.

b)  Tandur

Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan

jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara

menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi,

material  Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena

dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila

pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk

dijadikan fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan

bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan

sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes,

biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum

menjalani hemodialisis. Karena tandur tersebut


merupakan pembuluh drah artifisial risiko infeksi akan

meningkat. Komplikasitandur AV samadengan fistula

AV.trombosis, infeks yang disebabkan oleh peredaran

darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal.

J. Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Jangka

Panjang

a) Diet dan masalah cairan.

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang

rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme,

substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum

pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi

akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal

sebagai gejala uremik dan akan  mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala

yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan

limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan

gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian,

pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet

untuk pasien ini.


Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan

makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya

memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan

protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan

pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki

nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial

untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta

mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh

protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging,

susu dan ikan.

Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi

akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai

gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal

kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting

dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika

berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa

pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini

dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti

hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.

b) Pertimbangan medikasi. 

Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui

ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida

jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau

dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam


darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan

akumulasi toksik.

Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh

karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan.

Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan

selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung

pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien

menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi

dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan

kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi

diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis,

efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan

tekanan darah rendah yang berbahaya.

K. Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)

selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi

yang terjadi, antara lain:

1.  Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu

berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya

hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi

(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2. Hipotensi 

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat


asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung

aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan

berat cairan.

3. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,

penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum

yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien

hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer

dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan

urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang

mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-

kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan

perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem

serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien

yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang

perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi

kardiopulmonar.

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi

trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.


Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor

risiko terjadinya perdarahan.

7. Ganguan pencernaanGangguan pencernaan yang sering terjadi

adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia.

Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian

heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah

yang lambat.

L. Diagnosa Hemodialisa

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis

mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu

diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif

menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko

mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan

mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat

penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas

Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis positif

menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga

dengan Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015) Pada diagnosis

aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan


tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan

tanda/gejala, hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa keperawatan

ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa

keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah

sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):

1. Hipervolemia

2. Defisit nutrisi

3. Nausea

4. Gangguan integritas kulit/jaringan

5. Gangguan pertukaran gas

6. Intoleransi aktivitas

7. Resiko penurunan curah jantung

8. Perfusi perifer tidak efektif

9. Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Utama

Adrian. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup

pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD

ProfH Aloei Saboe Kota Gorontalo. Diakses tanggal 30 Januari 2022

dari http://kim.ung.ac.id

Aguswina, B. (2012). Karakteristik Pasien dan Kualitas Hidup Pasien Gagal

Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Diakses tanggal

30 Januari 2022 dari http://jurnal.usu.ac.id

Cahyani, dkk. (2015). Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan

Kualitas Hidup pada Pasien Chronik Kidney Disease (CKD) yang


Menjalani Hemodialisis di RSD dr. Soebandi Jember. Diakses tanggal

30 Januari 2022 dari http://jurnal.unej.ac.id

Chelliah, S. (2011). Gambaran Tingkat Depresi dan Kualitas Hidup Pasien

Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2011. Diakses tanggal 30 Januari 2022

dari http://repository.usu.ac.id

Georgia, K. (2013). Identification of Stress in Chronic Haemodialysis.

Diakses tanggal 30 Januari 2022 dari http://www.hsj.gr/medicine

Anda mungkin juga menyukai