PROPOSAL KTI
Penderita sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah hingga
tahap uremik akhir tercapai. Oleh karenanya, rata-rata penderita gagal ginjal
kronik datang kerumah sakit setelah kondisi ginjal mereka rusak dan
membutuhkan penanganan segera. (Saputra, 2013)
Umumnya, Penderita Gagal Ginjal Kronik dapat bertahan melalui dua cara
yaitu dengan tranplantasi ginjal atau dengan hemodialisis (cuci darah). Di
Indonesia Pelayanan hemodialisis harus memiliki sarana dan prasarana yang
memadai sesuai dengan Permenkes 812 tahun 2010. Dari total 4.898 mesin
hemodialisis yang terdata pada tahun 2015, proporumah sakiti terbanyak
terdapat di wilayah DKI Jakarta (26%) dan Jawa Barat (22%). Provinsi Jawa
Tengah 12%, Jawa Timur 11%, Sumatera Utara 7%, Bali 4%, Sumatera Barat
4%, Sumatera Selatan 4%, DI Yogyakarta 3%, Kalimantan 2%, dan provinsi
lainnya termasuk Lampung sekitar 1% (Kemenkes, 2017).
Data menurut Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara tahun 2021, jumlah pasien
yang menderita gagal ginjal kronik dengan perawatan hemodialisa selama 6
bulan terakhir adalah 21 pasien. Sedangkan jumlah pasien yang menjalanakan
hemodialisa selama bulan Januari - Juli 804 Tindakan dengan menggunakan 5
mesin hemodialisa di Ruangan Hemodialisa Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara.
Perawat dalam menjalankan perannya yaitu upaya promotif, upaya
preventif, upaya kuratif dan upaya rehabilitatif. Upaya rehabilitatif adalah usaha
untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat, sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat dan berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimalnya sesuai kemampuannya dan upaya ini dapat
dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik yang harus menjalani terapi
Hemodialisis.
Dampak Kelebihan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dapat
menimbulkan komplikasi lanjut, seperti hipertensi, penyakit vascular, hipertrofi
ventrikel kiri, sesak nafas dan edema, baik edema paru ataupun edema anasarka
(seluruh tubuh) yang disebabkan oleh retensi natrium dan air serta zat sisa
berbahaya lainnya seperti produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
terutama urea, asam urat, dan kreatinin. sehingga dapat berakibat fatal terhadap
penderita, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini disusun secara sistematis yang terdiri
dari lima bab, yaitu :
BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, sistematika penulisan dan manfaat penulisan. BAB
II merupakan tinjauan pustaka yang terdirdiri dari konsep Gagal Ginjal Kronik
(GGK) , konsep Hipervolemia, konsep Hemodialisa, konsep pemantauan cairan
keperawatan serta konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien GGK . BAB III
merupakan Metodologi Karya Tulis terdiri dari rancangan studi kasus, subjek
studi kasus, definisi operasional, tempat dan waktu pelakasanaan studi kasus,
instrumen studi kasus, langkah – langkah studi kasus, analisa studi kasus dan
etika studi kasus. BAB IV merupakan hasil studi kasus dan pembahasan. BAB V
merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
1.5 Manfaat
2.1.2 Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronik. Akan tetapi, apapun sebabnya respon yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Gagal ginjal kronik
dapat disebabkan oleh ginjal itu sendiri dan dari luar ginjal. (Muttaqin &
Sari, 2012).
2.1.3.2 Patofisiologis
Gambar 2.1. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
2.1.7.1 Hiperkalemia
Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme, dan masukan diet berlebihan.
2.1.7.2 Pericarditis.
Pericarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak kuat.
2.1.7.3 Hipertensi.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
2.1.7.4 reninangiostensin-aldosteron.
2.1.7.5 Anemia.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin,
dan kehilangan darah selama hemodialysis.
2.1.7.6 Penyakit tulang.
Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar alumunium.
(Ariani, 2016).
2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut (Tanto, 2014)
2.1.8.1 Terapi spesifik terhadap penyakitnya.
Waktu yang paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan
LFG sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy dan
pemeriksaan hispatologi dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik.
dan air kedua-duanya tertahan dengan proporumah sakiti yang lebih kurang
tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi air (Mubarak et al.,
2015).
2.2.2 Etiologi hipervolemia pada gagal ginjal kronik
pertambahan natrium dan air dalam jumlah yang relative sama yang
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) penyebab hipervolemia pada
menimbulkan refleks umpan balik negative cairan ekstrasel yang di sensor oleh
dilepas dari ujung-ujung saraf pada kelenjar hipofisis posterior dan dikeluarkan
Lebih dari 90% tekanan osmotic di cairan ekstrasel di tentukan oleh garam
dalam darah akan meningkatkan tekanan osmotic dan menahan air lebih
secara temporer.
Ketika terjadi retensi (kelebihan) natrium dan air ini akan menyebabkan
orang dewasa. Pada usia paruh baya (40-65 tahun) perubahan fisik
itu, juga terjadi peningkatan curah jantung dan frekuensi denyut nadi
2.2.5.2.1 Diet
2015)
2.2.5.2.2 Stres
(Pranata, 2013).
penting yaitu membuang kelebihan garam sehingga input bisa sama dengan
kerja ginjal yang dalam hal pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan
yang jauh lebih besar dibandingkan orang dewasa karena laju metabolisme
banyak cairan melalui ginjal karena ginjal yang belum matang kurang
mampu menyimpan air dibandingkan ginjal orang dewasa. Pada usia paruh
baya (40-65 tahun) perubahan fisik individu yang terjadi pada system
perkemihan yaitu unit nefron berkurang selama periode ini dan laju filtrasi
aldosterone yang bekerja pada tubulus ginjal dan tingkat stress juga
retensi natrium, sehngga air juga akan tertahan. Sedangkan dampak dari
peningkatan ADH adalah penurunan jumlah urin sehingga terjadi retensi air
(Pranata, 2013)
Pada gagal ginjal kronik sekitar 90% dari massa nefron telah hancur
natrium dan air. Adanya perbedaan tekanan osmotic karena natrium tertahan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) tanda merupakan data
terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau
Pasien yang mengalami ortopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
Hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan
sebagai akibat posisi terlentang. Selama siang hari tekanan pada vena
Dyspnea (PND) terjadi bukan hanya pada malam hari, tetapi kapan aja
(Muttaqin, 2014).
cairan dan beberapa sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan
Florian, 2013)
Edema perifer adalah edema pitting yang muncul di daerah perifer dan
retensi natrium dan air. Akibat peranan dari gravitasi, cairan yang
bagian perifer seperti kaki, sehingga edema perifer akan lebih cepat
berat badan lebih dari 2, 2 kg/hari (1 lb/hari) diduga ada retensi cairan.
et al, 2012).
interdialytic (IDWG) 2,5% sampai 3,5% berat badan kering atau tidak
badan kering). Nilai normal IDWG adalah kurang dari 3% berat badan
2.2.7.5 Hepatomegaly
29
anemia. Penyebab paling pening dari hal ini adalah berkurangnya sekresi
darah merah. Jika ginjal mengalami kerusakan berat, ginjal tidak mampu
Hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri ari sel-sel darah merah
darah adalah sel dan sisanya adalah plasma. Pada laki-laki normal,
hematocrit terukur rata-rata sekitar 42% dan pada wanita normal rata- rata
sekitar 38%. Pada anemia berat hematocrit dapat turun sampai 10% yaitu
merah yang berlebihan yaitu pada polisitemia. Pada kondisi ini hematocrit
ginjal tidak akan mampu dalam menyaring urine. Kemudian dalam hal
ini, glomerulus akan kaku dan plasma tidak dapat di filter dengan
mudahnya lewat tubulus sehingga terjadi retensi natrium dan cairan yang
2014).
Table 2.3
Gejala dan Tanda Mayor & Minor pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik dengan Hipervolemia
(Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2017)
oedeme, badan terasa lemas, aktivitas terganggu dan sesak nafas (Bayhakki,
2012)
32
2.3.2 Tujuan :
2.3.2.1 Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien.
2.3.2.2 Menentukan tingkat dehidrasi ataupun tingkat kelebihan cairan klien.
2.3.3 Prosedur :
2.3.4.1 Rata-rata intake cairan per hari : adalah 30-40 mL/kgBB dalam 24 jam
2.3.4.2 Rata-rata output cairan per hari : Urine : 1-2 cc/kgBB/jam Insensible
water loss (IWL) :
2.3.4.2.1 Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekskresi melalui
traktus urinarius merupakan proses output cairantubuh yang
utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml
per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa.
Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi
dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat
33
2.3.4.2.3 Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan
impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang
dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit
2.3.4.2.4 .Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 ml per
hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa
usus besar (kolon). Sumber : Horne dan Swearingen 2001 dalam
(Hardiansyah, 2012)
2.3.6.3 Hiponatremia
2.3.6.4 Hipernatremia
35
2.3.6.5 Hipokalemia
2.3.6.6 Hiperkalemia
2.3.6.7 Hipokalsemia
2.3.6.8 Hiperkalsemia
2.3.6.9 Hipermagnesia
2.3.6.10 Hipermagnesia
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2013).
1) Perbedaan konsentrasi
2) Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
3) QB (Blood Pump)
5) Temperatur cairan
6) Proses konvektik
osmosis, molekul air akan mengalir dari permukaan air yang lebih rendah
tekanan pada larutan yang memiliki kadar garam lebih tinggi (concentrated
solution) agar terjadi aliran molekul air yang menuju larutan dengan kadar
garam yang lebih rendah. Pada proses ini molekul garam tidak dapat
yang dapat mengalir dan kemudian akan menghasilkan air yang murni,
melalui saluran rejeksi atau saluran air buangan RO. (Budiyono dan
Siswo, 2013).
kronik adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari
lanjut.
2013).
(Lavey, 2011).
ke dialyzer dengan dibuat akses oleh ahli bedah pada pembuluh darah
melalui operasi minor biasanya pada tangan. Terdapat 2 jenis akses untuk
jangka panjang yaitu dibuat fistula arteriovenosa (AV) atau graft AV.
bawah kulit sehingga terbuatlah pembuluh darah yang lebih besar. Fistula
merupakan jenis akses yang lebih diutamakan karena memiliki lebih sedikit
kendala dan bertahan lebih lama. Responden harus dievaluasi secara khusus
oleh ahli bedah vaskular paling tidak enam bulan sebelum dilakukan dialisis
sehingga ada banyak waktu untuk menyembuhkan dan fistula pun telah siap
vena terdekat dengan tabung lembut kecil yang terbuat dari bahan sistetis,
44
baru setelah beberapa bulan dapat digunakan untuk dialisis. Setelah itu,
sakitihkan.
Setelah itu, ada akses jenis ketiga yaitu hd kateter. Hd kateter adalah
tabung lembut yang dimasukkan ke dalam vena besar di leher atau dada
Anda. Jenis akses ini umumnya digunakan bila dialisis diperlukan hanya
untuk periode singkat atau digunakan sebagai akses permanen ketika fistula
Di dalam dialyzer atau filter, terdapat dua sisi yaitu untuk darah dan
untuk cairan yang disebut dialisat. Dua sisi terumah sakitebut dipisahkan
oleh selaput tipis yang juga menyebabkan sel darah, protein dan hal penting
lain tetap ada dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel darah, protein dan
hal penting lain terumah sakitebut terlalu besar untuk dilewati melalui
2010). Menurut Nugraha dalam Mahmudah (2017), klien baru (bila <1 tahun),
4,5 jam, dan dilakukan 3x seminggu (NKF, 2006). Akan tetapi untuk
pengobatan awal, terutama ketika kadar blood urea nitrogen (BUN) sangat
tinggi (mis: diatas 125 mg/dL), durasi dialisis dan kecepatan aliran darah harus
Hal ini berarti menggunakan laju aliran darah hanya 250 mL/menit
dengan durasi dialysis selama 2 jam. Durasi dialisis yang lebih lama pada
menyebabkan kejang atau koma selama/ setelah dialisis, hal ini diakibatkan
pembuangan zat terlarut dalam darah yang terlalu cepat. (Suhardjono, 2016)
jarang melebihi 6 jam kecuali tujuan dialisis adalah pengobatan overdosis obat
(Suhardjono, 2016)
46
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. (Dermawan,
2012).
2.5.1.1 Keluhan Utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.5.1.2 Riwayat kesehatan sekarang
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, benign prostatik
hiperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
2.5.1.4 Pemeriksaan Fisik
48
Terapeutik : Terapeutik :
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai 1. Pemantauan berkala penting guna
dengan kondisi pasien mengetahui perkembangan kondisi klien.
2. Dokumentasikan hasil pemantauan 2. Dokumentasi sebagai dasar hukum tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan
sebagai alat komunikasi antar tenaga
kesehatan.
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 1. Pasien dan keluarga mengetahui dan
mengerti tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan. yang dilakukan
2. Pasien dan keluarga mengetahui
perkembangan keadaan klien.
37
2.5.4 Implementasi
Menurut Mulyadi (2015:12), implementasi mengacu pada tindakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan.
Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut
menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahanperubahan
besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.
Implementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang
seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan.
2.5.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi
ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi
ini akan mengarahkan asuhan keperawatan, apakah asuhan keperawatan
yang dilakukan ke pasien berhasil mengatasi masalah pasien ataukan asuhan
yang sudah dibuat akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus
proses keperawatan sampai benar-benar masalah pasien teratasi. (Meirisa,
2013).
BAB III
Metodologi Karya Tulis
Ilmiah
3.2.1 Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian
dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel Notoatmodjo, 2012) yaitu : Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
3.2.1.1 Pasien dengan diagnosa medis gagal ginjal kronik
Menurut Patricia A. Potter (2017) Prinsip etika yang digunakan penulis dalam
membuat asuhan keperawatan ini harus diperhatikan hak asasi manusia. Prinsip
etika keperawatan dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu,
kelompok/keluarga dan masyarakat, yaitu:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data
Penelitian ini di lakukan di Rumah sakit umum swasta Pluit, Rumah Sakit
Pluit merupakan rumah sakit umum swasta yang sudah berdiri sejak tahun 1996
mewujudkan rumah sakit yang bermutu dan menjadi pilihan masyarakat sekitar.
Dalam peneliian menggunakan ruangan HCU dengan kamar nomor 618 bagi pasien
4.1.2Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Riwayat Penyakit
45
RIWAYAT
PASIEN 1 PASIEN 2
PENYAKIT
Keluhan utama Pasien mengatakan sesak Pasien mengatakan sesak
Riwayat penyakit Pasien mengatakan Pasien mengatakan
sekarang bengkak di abdomen, kaki, bengkak pada kaki sejak 2
tangan sejak 10 hari yang bulan yang lalu, nyeri saat
lalu, perut pasien teraba BAK seperti di tusuk-
keras dan terlihat besar tusuk, skala nyeri 5, dan
sejak 1 minggu yang lalu, nyeri terjadi hilang timbul.
pasien juga mengeluh Pasien mengatakan
pusing, mual dan muntah pusing,dada terasa berat,
2x sehari. Pada tanggal 29 mual, muntah 3x sehari.
Agustus 2021 pukul 11.00 Pada tanggal 30 Agustus
pasien mengeluh sesak 2021 pukul 18.30 pasien
nafas dan akhirnya dibawa mengeluh sesak dan
ke RS Pluit oleh akhirnya dibawa ke RS
keluarganya dan dirawat Pluit oleh
diruang HCU/618 keluarganya dan
dirawat diruag
HCU/623
wiraswast
3. Eliminasi BAB 1x /hari BAB 1x /hari BAB(-) BAK BAB(-) BAK
BAK sering BAK sering 200cc dalam 250cc dalam
pada malam pada malam 24 jam warna 24 jam warna
hari tapi hari menetes kecoklatan kuning tua
sedikit dan seperti bau khas bau khas
tidak tuntas
4. Personal Mandi Mandi 2x/hari Mandi diseka Mandi diseka
Hygiene 2x/hari mengganti oleh keluarga oleh keluarga
mengganti pakaian 2x pagi dan 2x pagi dan
pakaian 2x/hari sore hari sore hari
2x/hari keramas mengganti mengganti
keramas 2x/minggu pakaian 1x pakaian 1x
2x/minggu sikat gigi pada pagi hari pada pagi hari
sikat gigi 2x/hari dibantu oleh dibantu oleh
2x/hari keluarga keluarga
pasien pasien
keramas(-) keramas(-)
sikat gigi(-) sikat gigi(-)
5. Aktivitas Pasien Pasien Pasien hanya Pasien hanya
bekerja sebagai bedrest saja, bedrest saja,
sebagai pensiunan pasien pasien
Wiraswasta mengatakan mengatakan
merasa mudah lelah
pusing
4) Pemeriksaan fisik
OBSERVASI PASIEN 1 PASIEN 2
48
S 37,0 C 36,9 C
N 92x/menit 100x/menit
TD 130/80 mmhg 140/80 mmhg
RR 26x/menit 30x/menit
GCS 456 456
Pemeriksa
Fisik (6B) Inspeksi: pasien nampak Inspeksi: bentuk dada simetris
BI Breathing sesak nafas Palpasi: tidak teraba massa/
Palpasi: tidak teraba benjolan
massa/benjolan Perkusi: bunyi timpani
Perkusi: bunyi timpani Auskultasi: Bunyi nafas
Auskultasi: Bunyi nafas ronchi
ronchi
B2 Blood Inspeksi: ada pembesaran Inspeksi: tidak ada
jantung pembesaran jantung
Palpasi: tidak teraba adanya
Palpasi: terdapat massa/
massa/ benjolan
benjolan disebelah kiri
Auskultasi: suara jantung
Auskultasi: suara jantung
normal
normal
usus(+)
B6 Bone Inspeksi: terdapat odema Inspeksi: terdapat odema pada
Muskuloskele pada kaki dan tangan kaki
tal Palpasi : akral hangat, turgor Palpasi : akral hangat, turgor
kembali lebih dari 2 detik kembali lebih dari 2 detik
Data Pasien terlihat gelisah karena Pasien terlihat tegang dan
Psikososial ia harus segera bekerja untuk murung karena penyakit yang
membiayai keluarganya. diderita tidak kunjung sembuh
dan khawatir akan memburuk
5) Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Pasien 1 Pasien 2
Pemeriksaan Pemeriksaan Nilai
Jenis Pemeriksaan
tanggal tanggal Normal
30 Agustus 2021 31 Agustus 2021
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Leukosit (WBC) 9,90 7,27 3, 70 – 10, 1
Neutrofil 9,0 5,4
Limfosit 0,8 0,7
Monosit 0,1 0,6
Eosinofil 0,0 0,5
Basofil 0,0 0,1
Neutrofil % H 90,9 H 74,2 39, 3 – 73, 7
(HGB)
Hematokrit (HCT) L 22,50 L 14, 00 38 – 47
KIMIA KLINIK
FAAL GINJAL
BUN H 156 H 114 7, 8 – 20, 23
KIMIA KLINIK
< 31
FAAL HATI
19,13 < 39
AST/SGOT
13,20
ALT/SGPT
6) Terapi
Pasien 1 Pasien 2
Infus Nacl 500cc LL/24 jam Infus Nacl 500cc LL/24 jam
Injeksi Lasix 2-1-1 x 20 mg Injeksi Lasix 2 x 40 mg
Furosemid 1 x 20 mg Omeprazole 1 x 40 mg
Omeprazole 1 x 40 mg Po Amlodipin 1 x 5 mg
Po Adalat 1 x 30 mg Allopurinol 1 x 300 mg
Clonidin 3 x 1 tablet Foralit 1 x 400 mg
ISDN 3 x 5 mg Terapi oksigen 2l/m
Terapi oksigen 2l/m
4.1.3Analisis Data
ANALISIS DATA ETIOLOGI MASALAH
Pasien 1 Gangguan Hipervole
DS: mekanisme regulasi mia
Pasien mengatakan bengkak dikaki dan
tangan sejak 10 hari yang lalu, perut
pasien terasa keras dan terlihat besar
sejak seminggu yang lalu.
DO :
1) K/U lemah
2) Pasien gelisah
3) Pasien Odem pada tangan dan kaki
4) Pasien terpasang kateter output:
200cc intake : 250cc/ 24jam
5) Pasien posisi semi flower
6) Elektrolit
a. Na : 139,.10 mmol/L
b. K : 4,59 mmol/L
c. Cl : 101,80 mmol/L
d. Kalsium Ion : L 1,135
mmol/L
7) BB : 65 kg
8) TD : 130/80 mmHg
9) RR : 26x/menit
10) N :92x/menit 11. S : 37,0 C
11) Glukosa darah sewaktu : 155 mg/dl
DS : Kurang terpapar Ansietas
Pasien mengatakan gelisah karena ia informasi
harus segera bekerja untuk membiayai
keluarganya.
DO :
1) Pasien terlihat gelisah
2) Pasien hanya terbaring di bad
4.1.4Diagnosa Keperawatan
Pasien Pasien
1 2
Hipervolemia berhubungan dengan Hipervolemia berhubungan
gangguan mekanisme regulasi dengan gangguan mekanisme
regulasi
Ansietas Kurang terpapar informasi
4.1.5Intervensi
DX DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEP KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan tindakan Observasi:
gangguan keperawatan selama Periksa tanda dan gejala
mekanisme regulasi 3x8 jam maka hipervolemia (edema,
dibuktikan dengan hipervolemia dispnea, suara napas
pasien mengatakan meningkat dengan tambahan)
perut semakin kriteria hasil: Monitor intake dan output
membesar dan kedua 1. Asupan cairan cairan
kaki bengkak, Kadar meningkat Monitor jumlah da
hemoglobin 9.0 2. Haluaran urin nwarna urin
mg/dL dan meningkat Terapeutik
3. Edema menurun, Batasi asupan cairan dan
hematokrit 28,1 garam
% dan Oliguria Tinggikan kepala tempat
4. Tekanan darah tidur 30-40o
120/80 mmHg Edukasi
5. Turgor kulit
Jelaskan tujuan dan
membaik
prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasai pemberian
diuretik
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
4.1.6Implementasi
Pasien 1
Hipervole Implementasi Implementasi Implementasi
mia
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2017, Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2017,
DKI Jakarta
Hardinsyah, Kebutuhan Air dalam Daur Kehidupan Dan Permasalahannya. Jakarta : dalam
seminar Nasional Universitas Esa Unggul. 2012.
Haswita & Reni S. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia untuk mahasiswa keperawatan dan
kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Kozier, et al. 2011a. Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses & praktik, edisi
7, volume 1. Jakarta: EGC.
Morton,et al. (2012). Volume 1 Keperawatan kritis pendekatan asuhan holistik: Jakarta:
kedokteran EGC, hlm 835-842
Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015. Buku ajar Ilmu Keperawatan Dasar, buku 2. Jakarta:
Salemba Medika. ]
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A & Sari, K. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Prabowo & Pranata. 2014. Buku ajar keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018. Diakses: 27 Desember 2018 dari www.depkes.go.id
Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Suhardjono. Hemodialisis. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B,
Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna
Publishing. 2016. p.2194-8.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : PPNI
Vaughans, Bennita W. (2013). Keperawatan Dasar. Yogyakarta; Rapha Publishing.
Wahyuningsih, 2020. Prosedur dan Teknik Operasional Hemodialisa. Edisi pertama.
Yogyakarta: Tugu Pustaka
Wilson LM. Pengobatan gagal ginjal kronik. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta: EGC; 2015. p.964-91