NIM : 19007
RELAKSASI
(Prioritas Pertama)
NIM : 19007
25
Januari 2019
Judul 1 : .
No Jurnal Terkait
1 Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Kepala Pada Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu
2. Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Nyeri Kepala Pada Penderita Hipertensi
Di Klinik Bekam Desa Gonilan Kartasura Sukoharjo
4 Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi
Nafas Pada Pasien Asma
26
Januari 2019
Backround: Headache is a problem that is often felt by people with hypertension. Deep
breath relaxation is a form of nursing care which in this case the nurse teaches clients
how to do deep breathing besides being able to reduce pain intensity, it can also increase
lung ventilation and improve blood oxygenation.
Purpose: The purpose of this study was to determine the Effect of Deep Breathing
Relaxation to Headache Pain Level on Hypertension Patients in Area of Sawah Lebar
Primary Health Care Bengkulu City.
Methods: This study used pre experiment with one group pretest-posttest design.
Population in this study were all hypertension patients who ever treated in Area of
Sawah Lebar Primary Health Care Bengkulu City in 2017 with the amount of 584
patients. Sampling technique used accidental sampling obtained 41 respondents.
Collecting data in this study used primary data with measured pain intensity with
objective before and after Deep Breathing Relaxation used observation instrument with
pain level numeric rating scale (NRS). Data analysis used Wilcoxon sign rank test.
Result: The result of this study showed from 41 respondents obtained average pain level
before Deep Breathing Relaxation were 4,37 for moderate pain 41 and standard
deviation 0,581. While average pain level after Deep Breathing Relaxation were 3,02 for
mild pain (36), moderate pain (5) and standard deviation 0,570. From statistic test
obtained p=0,000 < 0,05 means H0 rejected and Ha accepted. Both variable had
difference headache pain level after Deep Breathing Relaxation.
Conclusion: Conclusion is there is effect of Deep Breathing Relaxation to Headache Pain
Level on Hypertension Patients in Area of Sawah Lebar Primary Health Care Bengkulu
City.
27
INTISARI: PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP SKALA
NYERI KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU
Pebdahuluan: Nyeri kepala merupakan masalah yang sering dirasakan oleh penderita
hipertensi. Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh relaksasi nafas dalam
terhadap skala nyeri kepala pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen dengan pendekatan one-
Group Pretest-posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
hipertensi yang pernah berobat di Puskesmas Sawah Lebar tahun 2017 yang berjumlah
584 pasien.Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan accidental
sampling diperoleh sampel sebesar 41 responden. Pengumpulan data dalam penelitian
menggunakan data primer (data yang diperoleh langsung dari responden) dengan
melakukan pengukuran intensitas nyeri secara obyektif sebelum dan sesudah teknik
relaksasi nafas dalam menggunakan instrumen lembar observasi dengan skala nyeri
numeric rating scale (NRS). Teknik pengolahan data menggunakan teknik analisis uji
Wilcoxon sign rank test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 responden didapatkan nilai rata-rata
tingkat nyeri sebelum diberikan relaksasi nafas dalam 4,37 untuk nyeri sedang 41 dan
standar deviasi 0,581. Sedangkan nilai rata-rata tingkat nyeri setelah diberikan relaksasi
nafas dalam 3,02 untuk nyeri ringan (36), nyeri sedang (5) dan standar deviasi 0,570. Dari
hasil uji statistik didapatkan p= 0,000
< 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi kedua variabel memiliki skala nyeri kepala
yang berbeda atau dengan kata lain terjadi penurunan skala nyeri kepala setelah
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam.
Kesimpulan: Kesimpulannya terdapat pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap skala
nyeri kepala pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota
Bengkulu.
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu umur ≥18 tahun sebesar 25,8% dengan
penyakit tidak menular (PTM) yang diagnosis dari cakupan tenaga kesehatan
menjadi masalah kesehatan yang sangat hanya 36,8%, dan sebagian besar kasus
serius baik di dunia maupun di Indonesia hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis
(Anggraini dalam Roshifani, 2017). yaitu sebesar 63,2%. Prevalensi tertinggi
Hipertensi ditandai dengan tekanan darah hipertensi pada umur ≥18 tahun terletak di
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan Provinsi Bangka Belitung (30,9%), disusul
diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan
pada dua kali pengukuran atau lebih Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%),
(Smeltzer & Bare, 2016; Naziah dkk, sedangkan Provinsi Bengkulu urutan ke 26
2018)). dari 33 provinsi yaitu 21,6% (Balitbangkes
Hasil Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 2013).
(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan
Berdasarkan data Dinas Kesehatan kasus dari jumlah penduduk sebanyak
Propinsi Bengkulu tahun 2017 jumlah 2.016.185 orang dengan jumlah kematian
penderita hipertensi adalah 10.206 (0,51%) akibat hipertensi sebanyak 302 (2,96%)
orang. Tingginya angka hipertensi Penatalaksanaan non
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor farmakologis dengan modifikasi gaya
resiko hipertensi antara lain, genetik, usia, hidup sangat penting dalam mencegah
jenis kelamin, geografi dan lingkungan, tekanan darah tinggi, antara lain
pola hidup, garam dapur, dan merokok mempertahankan berat badan ideal,
(Pranata& Eko, 2017). kurangi asupan natrium, batasi konsumsi
Tanda dan gejala hipertensi menurut alkohol, makan makanan yang banyak
Nurarif (2015), antara lain penglihatan mengandung kalium dan kalsium yang
kabur karena kerusakan retina, nyeri pada cukup dari diet, menghindari merokok,
kepala, pusing, gemetar, mual muntah, penurunan stress, terapi masase, dan teknik
lemas, sesak nafas, gelisah, kaku relaksasi. Teknik relaksasi terdiri dari
ditengkuk, dan kesadaran menurun relaksasi otot (progressive muscle
(Nugraheni, 2016). relaxion), pernapasan (diaphragmatik
Nyeri kepala merupakan masalah breathing), meditasi, (attention- focussing
yang sering dirasakan oleh penderita exercise), dan relaksasi perilaku
hipertensi. Nyeri kepala ini dikatagorikan (behavioral relaxation training)
sebagai nyeri kepala intrakranial yaitu (Miltenberger, 2004; Sumiati, 2018).
jenis nyeri kepala migren diduga akibat Relaksasi nafas dalam merupakan
dari venomena vascular abnormal. suatu bentuk asuhan keperawatan yang
Walaupun mekanisme yang sebenarnya dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
belum diketahui, nyeri kepala ini sering klien bagaimana cara melakukan nafas
ditandai dengan sensasi prodromal misal dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
nausea, penglihatan kabur, auravisual, atau secara maksimal) dan bagaimana
tipe sensorik halusinasi (Hall& Guyton, menghembuskan nafas secara perlahan,
2014; Purwandari, 2018). selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
Secara umum manajemen nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
yang dapat dilakukan untuk mengatasi meningkatkan ventilasi paru dan
nyeri dibagi menjadi dua bagian besar, meningkatkan oksigenasi darah (Nurman,
yaitu terapi farmakologi dan terapi non- 2017).
farmakologi. Banyak dari pasien atau Klasifikasi metode relaksasi napas
anggota tim kesehatan cenderung dalam dibagi menjadi dua macam yaitu
memandang obat sebagai metode untuk teknik relaksasi progresif aktif dan teknik
menghilangkan nyeri. Namun begitu, relaksasi progresif pasif. Teknik relaksasi
banyak pula aktivitas terapi keperawatan progresif pasif melibatkan penggunaan
nonfarmakologi yang sebenarnya cukup pernafasan perut yang dalam dan pelan
ampuh dalam mengatasi nyeri. Meskipun ketika otot mengalami relaksasi dengan
tindakan tersebut bukan merupakan ketegangan sesuai urutan yang
pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, diperintahkan. Teknik relaksasi yang
2002; Budiman & Wibowo, 2018). efektif dapat menurunkan denyut jantung,
tekanan darah, mengurangi tension
headache, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan kesejahteraan dan
mengurangi tekanan gejala pada individu
yang mengalami berbagai situasi (Potter &
Perry, 2010; Handayati & Safrudin, 2018).
Seperti yang dijelaskan Potter & Bengkulu angka penderita hipertensi dari
Perry (2010) di atas, bahwa terapi relaksasi tahun ke tahun semakin meningkat. Dari
napas dalam progresif pasif memiliki total keseluruhan puskesmas yang masuk
manfaat yang sangat banyak dan positif dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan
bagi kesehatan, salah satunya yaitu Kota Bengkulu, Puskesmas Sawah Lebar
menurunkan nyeri kepala karena merupakan salah satu Puskesmas yang
hipertensi. memiliki pasien hipertensi yang cukup
Berdasarkan data surveilans terpadu tinggi. Dari
penyakit berbasis Puskesmas di Kota
METODE PENELITIAN bulan Januari sampai Desember pada tahun
Penelitian ini menggunakan jenis 2015 sebanyak 435 penderita,
penelitian Pre Eksperimen dengan dan pada tahun 2016 adalah 572 penderita
pendekatan one-Group Pretest-posttest hipertensi. Di Puskesmas Sawah Lebar
Design. Populasi dalam penelitian ini diperoleh data bahwa penderita penyakit
adalah semua pasien hipertensi yang tidak menular yang paling tinggi adalah
pernah berobat ke Puskesmas Sawah Lebar penyakit hipertensi tercatat dari bulan
tahun 2017 yang berjumlah 584 pasien. Januari sampai Desember 2017 sebanyak
Pengambilan sampel dalam penelitian ini 584 kasus penderita hipertensi.
adalah dengan menggunakan teknik Dari pernyataan di atas, sehingga
accidental sampling sebanyak peneliti tertarik untuk melakukan
41 responden. Data yang digunakan adalah penelitian tentang “Pengaruh Relaksasi
Data primer yang diperoleh dari Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Kepala
responden langsung dengan Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu”.
HASIL PENELITIAN
2. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian
ini untuk melihat nilai mean, median,
dalam, berarti data tidak normal, maka
digunakan analisis data dengan statistik
Nonparametrik yaitu Wilcoxon sign rank condifence Interval (CI) for mean nyeri
test. sebelum dan sesudah dilakukan terapi
relaksasi nafas dalam.
Tabel 2
Distribusi Rata-Rata Skala Nyeri Responden Pre dan Post Dilakukan Intervensi
Latihan Relaksasi Nafas Dalam di Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu
n : 41
Dari tabel 2 Hasil analisa yang nyeri 4,18-4,55. Rata-rata skala nyeri
didapatkan dari rata-rata skala nyeri setelah diberikan relaksasi nafas dalam
sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam adalah 3,02 (nyeri ringan) dengan median
adalah4,37 (rata-rata nyeri sedang) dengan 3,00 (nyeri ringan), standar deviasi 0,570,
median 4,00 (nyeri sedang), Standar skala minimum
deviasi (0,581), skala minimum 4 (nyeri 2 (nyeri ringan), skala maksimum 5 (nyeri
sedang), dan skala maksimum 6 (nyeri sedang), dan dari hasil estimasi interval
sedang). Dari hasil estimasi interval dapat dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata- rata-rata skala nyeri 2,84- 3,20.
rata skala
N Z P
Skala Nyeri Kepala Sesudah Negative Differences 41 -6.247 0,000
Relaksasi Nafas Dalam - Skala Positive Differences 0
Nyeri Kepala Sebelum Ties 0
Relaksasi Nafas Dalam
Total 41
Skala nyeri kepala sesudah relaksasi dalam dapat menurunkan skala nyeri
nafas dalam lebih kecil dari skala nyeri kepala.
kepala sebelum relaksasi nafas dalam, Hipotesis :
artinya relaksasi nafas
Ho: kedua variabel memiliki skala nyeri skala nyeri kepala yang berbeda atau
kepala yang sama. dengan kata lain terjadi penurunan
Ha: kedua variabel memiliki skala nyeri
kepala yang berbeda. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Karena nilai asymp.sig.(2-tailed)
= 0,000<0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Jadi kedua variabel memiliki
skala nyeri kepala setelah dilakukan teknik terhadap skala nyeri kepala padapasien
relaksasi nafas dalam. hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Sehingga dapat disimpulkan: Sawah Lebar Kota Bengkulu.
Terdapat Pengaruh relaksasi nafas dalam
Tabel 4
Wilcoxon Signed Rank Test Skala Nyeri Kepala Sesudah Dan
Sebelum Relaksasi Nafas Dalam
n : 41
Mean Sum of
N Z P
Rank Ranks
Skala Nyeri Kepala Negative Ranks 41 21.00 861.00
Sesudah Relaksasi
Nafas Dalam - Positive Ranks 0 .00 .00
Ties 0 -5.811 0,000
Skala Nyeri Kepala
Sebelum Relaksasi Total 41
Nafas Dalam
KESIMPULAN
1. Seluruh responden mengatakan nyeri
sedang (100%) sebelum dilakukan
intervensi, sedangkan setelah diberikan
2. Rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan 3. Ada pengaruh relaksasi nafas dalam
relaksasi nafas dalam adalah4,37 dan terhadap skala nyeri kepala pada
rata-rata skala nyeri setelah diberikan pasien hipertensi.
relaksasi nafas dalam adalah 3,02.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes Kemenkes RI. (2013). Riset Sjahranie Samarinda Tahun
Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. 2018.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Miltenberger, R. G. (2004). Behavior
Republik Indonesia.
Modification, principles and
Budiman, A., & Wibowo, T. A. (2018). Procedures, 3th edition.
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Belmont, CA:
pada Pasien Post Operasi Fraktur Wadsworth/Thompson Leaming.
dengan Pemberian Tehnik Relaksasi
Mulyadi.(2015). Efektifitas Relaksasi
Genggam Jari Terhadap Penurunan
Napas Dalam Pada Pasien
Intensitas Nyeri di Instalasi Gawat
Hipertensi Dengan Gejala Nyeri
Darurat RSUD Abdul Wahab
Kepala Di Puskesmas Baki
Syahranie Samarinda 2018.
Sukoharjo.Diambil pada tanggal 19
Hall & Guyton.(2014). Buku Ajar Agustus 2018 pukul 17.27 WIB dari
Fisiologi Kedokteran Edisi 12. http://eprints.ums.ac.id/41221
Singapore: Elsevier. /1/NASKAH%20PUBLIKASI
%20%28 MILYADI%29.pdf.
Handayati, M. R., & Safrudin, B. (2018).
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Naziah, N., Nuraini, N., & Zainaro, M.
pada Pasien Congestive Heart A. (2018). PENGARUH
Failure (CHF) dan Non Hodgkin PENDIDIKAN KESEHATAN
Limfoma dengan Intervensi Inovasi DENGAN MEDIA BOOKLET
Terapi Relaksasi Benson Kombinasi TENTANG PENCEGAHAN
Murottal Al-Qur’an (Qs Ar- PRIMER & SEKUNDER
Rahman Ayat 1-78) dan TERHADAP
Hypnoterapi Terhadap PENGETAHUAN
Penurunan Skala Nyeri di Ruang PASIEN CORONARY
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) ARTERY DISEASE (CAD) DI
RSUD Abdul Wahab KLINIK SEHAT NATURAL
CILEDUG TANGERANG
NUGRAHENI, D. H. (2016). ASUHAN SELATAN TAHUN 2016.
KEPERAWATAN KELUARGA Bp. HOLISTIK JURNAL KESEHATAN,
Y DENGAN FOKUS UTAMA 12(1).
PADA IBU A MENDERITA
HIPERTENSI DI DESA SROWOT
KECAMATAN KALIBAGOR dissertation,
KABUPATEN UNIVERSITAS
BANYUMAS (Doctoral MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO).
Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015).
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
NURMAN, M. (2017). Efektifitas Antara Terapi Relaksasi Otot Progresif Dan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa
Pulau Birandang Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Timur Tahun 2017. Jurnal Ners, 1(2).
Potter & Ferry. (2010). Fundamentals of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Pranata, A. E, & Eko, P.(2017). Keperawatan Medikal Bedah Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika.
Priliana, W. K (2014).Pengaruh Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Post OP Fraktur Femur.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul
19.48 WIB, dari http://jurnal.akper- tokusumo.ac.id/index.php/ikn/a rticle/view/l
1.
Purwandari, K. P. (2018). EFEKTIFITAS MASSAGE PUNGGUNG UNTUK MENGURANGI
NYERI KEPALA PADA PENDERITA
HIPERTENSI. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 5(2).
Rahmawati, I. (2017). Pengaruh Pemberian Terapi Nafas Dalam Untuk Menurunkan Skala
Nyeri Saat Dilakukan ROM Pada Pasien Asam Urat Di Panti Wredha Bhakti Kasih
Surakarta.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul 22.01 WIB dari
http://www.jumal.stikeskusuma
husada.ac.id/index.php/JK/arti cle/view/231.
Roshifanni, S. (2017). Risiko Hipertensi Pada Orang Dengan Pola tidur Buruk.Diambil pada
tanggal 10 Februari 2018 pukul
20.34 WIB, dari http://ioumal.stkiptam.ac.id/in
dex.php/ners/article/view/561.
Sartika, D. (2009). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam terhadap Penurunan Persepsi
Nyeri pada Lansia dengan Artritis Reumatoid.Diambil pada tanggal 19
Agustus 2018 pukul 17.19 WIB dari http://www.jks.fikes.unsoed.ac
.id/index.php/jks/article/view/ 222.
Smeltzer, S. C, & Bare, G. B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth, Edisi 8
Vol
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C, & Bare, G. B. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth, Edisi 12
Jakarta: EGC.
Sumiati. (2013). Pengaruh Penggunaan Tindakan
Teknik Relaksasi Napas Dalam, Distraksi,
Gate Kontrol, Terhadap Penurunan
Sensasi Nyeri Ca Mammae Di Rsud Labuang Baji
Makassar.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul 22.06 WIB
dari http://ejoumal.stikesnh.ac,id/i ndex.php/i
ikd/article/view/ 401.
Sumiati, N. (2018). KETIDAKPATUHAN POLA MAKAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI
KOTA
MALANG (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
BEKAM BASAH MENURUNKAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PADA
361
PENDERITA HIPERURISEMIA DI KOTA SEMARANG
ABSTRAK
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Prevalensi
hiperurisemia akhir-akhir ini cenderung meningkat. Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan
gout, terdiri dari kelainan yang sangat serius berupa artritis pirai atau artritis gout, tophus, nefropati urat dan
pembentukan batu urat pada ginjal, gagal ginjal, penyakit jantung dan mata.
Terapi bekam basah memungkinkan terjadinya perlukaan kecil dan tipis pada permukaan kulit dan adanya
tindakan vakumisasi memungkinkan terjadinya “ekskresi melalui kulit secara artifisial” yakni suatu proses
ekskresi material melalui kulit yang dibuat dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis pada permukaan kulit
dikombinasi dengan vakumisasi sebagai analogi dari proses ekskresi yang dilakukan ginjal. Komponen yang
diekskresikan meliputi produk-produk sisa metabolisme tubuh, radikal bebas, substansi kimiawi dan biologi
yang dilepaskan ke dalam cairan interstitial dan darah termasuk substansi hidrofilik dan atau hidropubik.
Hasil penelitian diperoleh data bahwa terapi bekam basah tidak mempunyai efek atau pengaruh yang
bermakna secara statistik meskipun terdapat kecenderungan penurunan kadar asam urat dalam darah,
ditunjukkan hasil analisis secara tunggal perlakuan data nilai p sebesar 0,266 (>0,05) untuk tahap 1 kelompok
A dan nilai p sebesar 0,263 (>0,05) untuk tahap 2, sedangkan kelompok B diperoleh nilai p sebesar 0,900
(>0,05) pada tahap 1 dan nilai p sebesar 0,308 (>0,05) pada tahap 2. Terapi bekam basah tidak memberi efek
atau pengaruh yang bermakna statistik terhadap peningkatan kadar asam urat dalam urin bahkan cenderung
menurun, hal ini ditunjukkan hasil analisis secara tunggal perlakuan data nilai p sebesar 0,102 (>0,05) untuk
tahap 1 kelompok A dan p sebesar 0,157 (>0,05) tahap 2, kelompok B diperoleh nilai p sebesar 0,317 (>0,05)
pada tahap 1 dan p sebesar 0,180 (>0,05) pada tahap 2.
362
untuk serangan akut, terapi pencegahan dan terjadinya “ekskresi melalui kulit secara
terapi jangka panjang berupa urate-lowering artifisial” yakni suatu proses ekskresi atau
agent, baik golongan xanthine oxidase pengeluaran material melalui kulit yang dibuat
inhibitor maupun uricosuric agent. dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis
Penelitian tentang terapi bekam telah banyak pada permukaan kulit dikombinasi dengan
dilakukan diantaranya oleh Fatahillah, 2006., adanya
menyimpulkan bahwa terapi bekam vakumisasi/penyedotan. Proses ini dikatakan
bermanfaat membersihkan darah dari racun- sebagai analogi dari proses ekskresi yang
racun sisa makanan, melancarkan peredaran dilakukan oleh organ ginjal. Komponen yang
darah, mengatasi gangguan tekanan darah memungkinkan untuk diekskresikan melalui
yang tidak normal, mengatasi pengapuran bekam dikatakan meliputi produk-produk sisa
pembuluh darah (arteriosklerosis), metabolisme tubuh, radikal bebas, substansi
memperbaiki permeabilitas kimiawi dan biologi yang dilepaskan ke dalam
pembuluh darah, cairan interstitial dan darah termasuk substansi
menghilangkan kejang-kejang dan kram otot, hidrofilik dan atau hidropubik termasuk di
menghilangkan sakit bahu, dada, pungung dan dalamnya lipoprotein atau kolesterol.
sebagainya (Fatahillah, 2006). Penelitian di Penelitian tentang pengaruh terapi bekam
Iran tentang terapi bekam khususnya bekam basah terhadap kadar asam urat belum banyak
basah telah diujikan pada laki-laki, umur 18- dilakukan terutama yang diterapkan pada
25 tahun dan tidak menderita penyakit kronis, penderita hiperurisemia, salah satu penelitian
tidak mempunyai riwayat hiperlipidemia, tidak tentang pengaruh terapi bekam basah terhadap
mengkonsumsi obat antihiperlipidemia serta kadar asam urat dalam darah dilakukan oleh
tidak mengkonsumsi makanan berenergi Mahdavi, et al. 2008 dengan meneliti
tinggi. Hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh terapi bekam basah terhadap kadar
bahwa terapi bekam dapat mereduksi asam urat dalam darah pada 63 laki-laki
kolesterol LDL pada laki-laki dan mempunyai yang sehat berumur antara 20 – 40 tahun,
efek pencegahan terhadap terjadinya dengan cara membandingkan kadar asam urat
aterosklerosis (Naisari, et al. 2007). Penelitian dalam sampel darah vena dan darah bekam
di Indonesia yang dilakukan oleh Majid B setelah perlakuan bekam basah diperoleh hasil
tahun 2008, didapatkan hasil bahwa terapi kadar asam urat dari darah vena dengan nilai
bekam basah dapat merubah lipoprotein darah rerata 5,16 standar deviasi 1,15 dan dari
perokok yaitu menurunkan kadar kolesterol sampel darah yang ditampung dalam gelas
total dan kadar LDL serta menaikkan HDL. bekam dengan nilai rerata 6,37 standar deviasi
Sayed, 2013, menyatakan bahwa terapi bekam 1,7 yang berarti terdapat perbedaan secara
basah memungkinkan terjadinya perlukaan bermakna.
kecil dan tipis pada permukaan kulit dan Berdasarkan pemahaman dan kondisi di atas
ditambah adanya tindakan vakumisasi maka peneliti tertarik untuk melakukan
sehingga memungkinkan penelitian dengan judul ‘Efek terapi bekam
basah terhadap kadar asam urat dalam darah
pada penderita hiperurisemia di Unimus
Holistik Care (UHC) Semarang”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
aksperimen dengan menggunakan
rancangan penelitian nonrandomized pre test- dengan jeda waktu selama 30 hari dengan
post test control group design (Notoatmodjo, jumlah titik bekam sebanyak 5 titik (ketentuan
1993). Penelitian ini melibatkan dua kelompok titik seperti pada lampiran). Sampel penelitian
responden, yaitu: kelompok A responden ditentukan secara purposive sampling dengan
sebanyak 5 orang yang diberikan perlakukan kriteria inklusi sebagai berikut: laki-laki dan
terapi bekam basah sebanyak 2 kali dengan atau
jeda waktu selama 30 hari dan dengan jumlah
titik bekam sebanyak 5 titik dan kelompok B
responden sebanyak 5 orang yang diberi
perlakuan terapi bekam basah sebanyak 2 kali
363
perempuan usia 20 – 50 tahun, diagnosa hiperurisemia responden dilakukan
hiperurisemia, tidak mengkonsumsi obat dengan cara melakukan pengukuran kadar
penurun asam urat, tidak ada riwayat asam urat dari darah arteri kapiler di ujung jari
mendapatkan tindakan terapi bekam dengan kriteria nilai kadar asam urat diatas 7
sekurang-kurang 1 bulan dari waktu mg% pada laki-laki dan diatas 6 mg% pada
pelaksanaan penelitian, tidak menderita perempuan (Meenaskshi, 2005).
penyakit berat dan kronis dan bersedia Berikut ini adalah skema desain
menjadi subyek penelitian. Penentuan penelitian:
30 Hari
364
A
30 Hari
Membandingkan:
Keterangan:
A = Kelompok responden yang diberi perlakuan terapi bekam basah jeda 30 hari dengan 5 titik
bekam
B = Kelompok responden yang diberi perlakuan terapi bekam basah jeda 30 hari dengan 5 titik
bekam
Oa1 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A sebelum
terapi bekam basah ke-1
Oa2 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A setelah
terapi bekam basah ke-1
365
Oa12 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-1
Oa3 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A sebelum
terapi bekam basah ke-2
Oa4 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A setelah
terapi bekam basah ke-2
Oa34 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-2
Oa14 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum terapi bekam ke-1 dan setelah ke-2
Ob1 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B sebelum
terapi bekam basah ke-1
Ob2 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B setelah
terapi bekam basah ke-1
Ob12 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-1
Ob3 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B sebelum
terapi bekam basah ke-2
Ob4 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B setelah
terapi bekam basah ke-2
Ob34 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-2
Ob14 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum terapi bekam ke-1 dan setelah ke-2
Xa1 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan A yang pertama.
Xa2 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan A yang kedua.
Xb1 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan B yang pertama.
Xb2 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan B yang kedua.
2. Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam (Pre dan post
bekam dengan dua kali perlakuan terapi bekam basah).
a. Kelompok A
Tabel 4.2
Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam
b. Kelompok B
Tabel 4.3
Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam
3. Kadar asam urat urin dengan sampel urin pagi (Pre dan post bekam dengan dua kali
perlakuan terapi bekam basah).
a. Kelompok A
Tabel 4.4
Kadar asam urat dalam urin
No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2
Kadar As. Urat Urin (+) Kadar As. Urat Urin (+)
Pre Post ∆ Pre Post ∆
1 A1 4 2 -2 2 1 -1
2 A2 2 1 -1 1 0 -1
3 A3 0 0 0 0 0 0
4 A4 0 0 0 0 0 0
5 A5 2 0 -2 0 0 0
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) =
meningkat (- )
= menurun
Berdasarkan data pada tabel 4.4 diatas asam urat dalam urin. Sedangkan pada
dapat disimpulkan bahwa pada terapi bekam basah tahap 2 didapatkan
kelompok A setelah dilakukan terapi data dua responden mengalami
bekam basah tahap 1 didapatkan tiga penurunan kadar asam urat urin dan
responden mengalami penurunan tiga responden tidak mengalami
kadar asam urat dalam urin dan dua perubahan kadar asam urat
responden tidak mengalami dalam urin.
perubahan kadar
b. Kelompok B
Tabel 4.5
Kadar asam urat dalam urin
No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2
Kadar As. Urat Urin (+) Kadar As. Urat Urin (+)
Pre Post ∆ Pre Post ∆
1 B1 0 0 0 4 2 -2
2 B2 0 0 0 0 0 0
3 B3 0 0 0 0 0 0
4 B4 0 0 0 0 0 0
5 B5 0 1 +1 1 0 -1
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) =
meningkat (- )
= menurun
Berdasarkan data pada tabel 4.5 diatas perubahan kadar asam urat dalam urin.
dapat disimpulkan bahwa pada Sedangkan pada perlakuan terapi
kelompok B setelah dilakukan terapi bekam basah tahap 2 didapatkan dua
bekam basah tahap 1 didapatkan data responden mengalami penurunan
satu responden mengalami kadar asam urat dalam urin dan tiga
peningkatan kadar asam urat dalam responden tidak mengalami perubahan
urin dan empat responden tidak kadar asam urat dalam urinnya.
mengalami
4. Rerata Kadar Asam Urat dalam darah (Sebelum dan setelah bekam basah).
Tabel 4.6
Rerata kadar asam urat dalam darah (semua perlakuan)
Report
Treatment Pre_1 Post_1 Pre_2 Post_2
A Minimum 6.3 4.4 4.4 3.7
Maximum 8.3 8.2 6.8 6.4
Mean 7.280 6.740 5.740 5.360
Std. Deviation .7497 1.5060 1.0310 1.1149
B Minimum 5.3 5.2 4.5 3.6
Maximum 11.7 11.2 10.8 12.9
Mean 7.700 6.880 6.820 6.740
Std. Deviation 2.5720 2.4427 2.4914 3.5823
ABSTRAK
Latar Belakang : Gout Arthritis (GA) merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Nyeri merupakan manifestasi yang sering
timbul dan sangat mengganggu. Penatalaksanaan nyeri GA ini dapat menggunakan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan adalah relaksasi
genggam jari dan kompres hangat.
Tujuan : Mengetahui efektivitas relaksasi genggam jari dan kompres hangat terhadap intensitas nyeri
pada penderita gout arthritis di wilayah kerja Puskesmas Alianyang.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian Quasi Experiment
Pre and Post Test Control Group Design. Penelitian ini menggunakan teknik Non probability
sampling dengan metode Accidental Sampling dengan jumlah sampel 40 responden yang
dibagi menjadi 20 responden pada kelompok perlakuan dan 20 responden kelompok kontrol.
Analisa data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Regresi Linier Sederhana.
Hasil : Karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar responden berusia 56-65 tahun
dengan persentase 37,5%, jenis kelamin terbanyak perempuan, yaitu 87,5%, IMT terbanyak pada
kategori overweight yaitu sebanyak 47,5%, budaya sebagian besar responden adalah suku Melayu
yaitu 60%, dan asupan purin sebagian besar responden mengkonsumsi makanan tinggi purin yaitu
45%. Analisis Bivariat wilcoxon sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan diperoleh
nilai p value 0,000 < 0,05 dan hasil uji regresi linier diperoleh hasil terjadi penurunan intensitas nyeri
pada kelompok relaksasi genggam jari sebesar 0,549 dan pada kompres hangat sebesar 0,243.
Kesimpulan : Terjadi penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan relaksasi genggam jari dan
kompres hangat pada penderita GA. Pada penelitian ini, relaksasi genggam jari lebih efektif daripada
kompres hangat terhadap penurunan intensitas nyeri penderita GA.
Kata Kunci : Relaksasi Genggam Jari, Kompres Hangat, Gout Arthritis, nyeri
Referensi : 26 (2006-2018)
ABSTRACT
(<18,5)
Normal (18,5-
25) 8 40.0 9 45.0 17 42.5
Overweight
(>25-27) 11 55.0 8 40.0 19 47.5
Obesitas
(>27) 1 5.0 3 15.0 4 10.0
Budaya
Melayu
Jawa 13 65.0 11 55.0 24 60.0
Madura 2 10.0 6 30.0 8 20.0
Cina 4 20.0 1 5.0 5 12.5
Asupan 1 5.0 2 10.0 3 7.5
Purin
Rendah
(<500mg) 4 20.0 5 25.0 9 22.5
Sedang (500-
1000 mg) 7 35.0 5 25.0 12 30.0
Tinggi (>1000
9 45.0 10 50.0 19 47.5
perlakuan dan kompres hangat selama 30 mg)
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan hasil bahwa sebelum diberi intervensi relaksasi
genggam jari sebanyak 13 responden (65%) Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil
mengalami nyeri sedang (4-6) dan 5 responden bahwa nilai mean skala nyeri pada kelompok
(25%) mengeluh mengalami nyeri berat (7-10). perlakuan sebelum diberikan genggam jari
Setelah dilakukan intervensi relaksasi adalah 5,40 (nyeri sedang)
genggam jari, didapatkan hasil karakteristik ,dengan nilai standar deviasi 1,314. Setelah
skala nyeri pada responden sebanyak 18 diberikan intervensi, didapatkan nilai mean
responden (90%) mengalami nyeri ringan (1-3) 2,25 (nyeri ringan) dan nilai standar deviasi
dan sebanyak 2 responden (10%) mengalami 1,020. Dari hasil dari nilai pretest postest
nyeri sedang. menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p
value yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti ada
Tabel 3: Karakteristik Intensitas Nyeri pengaruh relaksasi genggam jari terhadap
Responden Sebelum dan Sesudah intensitas nyeri pada penderita GA.
Melakukan Kompres Hangat pada Pada kelompok kontrol yang melakukan
Kelompok Kontrol (n=20) kompres hangat, nilai mean skala nyeri
Skala Nyeri Pre test Post test sebelum diberi kompres hangat adalah 5,20
f % f % (nyeri sedang) dengan nilai standar deviasi
Nyeri Ringan (1-3) 2 10.0 1 8 90.0 1,196. Setelah diberi kompres hangat, terjadi
Nyeri Sedang (4-6) 15 75.0 2 10.0 penurunan pada nilai mean yaitu menjadi 2,10
Nyeri Berat (7-10) 3 15.0 0 0 (nyeri ringan, dan nilai standar deviasi 1,071.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil Dari hasil dari nilai pretest postest
karakteristik skala nyeri responden pada menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p
kelompok kontrol sebelum diberi intervensi value yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat
pengaruh kompres hangat terhadap perubahan
kompres hangat, sebanyak 15 responden (75%)
skala nyeri pada kelompok kontrol.
mengalami nyeri sedang (4-6), sebanyak 3
responden (15%) mengalami nyeri berat (7-
10), dan sebanyak 2 responde (10%)
mengalami nyeri ringan (1-3). Dan setelah
diberikan intervensi kompres hangat
didapatkan hasil karakteristik skala nyeri pada
responden
Tabel 5 : Efektivitas Pengaruh Relaksasi darah meningkat. Proses penuaan juga
Genggam Jari dan Kompres Hangat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
Terhadap Intensitas Nyeri pada pembentukan enzim di dalam sel yaitu
Penderita GA terjadinya defisiensi enzim Hypoxantine
Guanine Phosporibosyl
Uji Mean SD B P Transferase (HGRT)17.
Regresi valu
Linier e 2. Karakteristik responden
Sederhana PEMBAHASAN
Relaksasi 1.05 0.224 0.549 0.000 Karakteristik Responden
Genggam
1. Karakteristik responden
Jari
Kompres 1.95 0.224 0.243 0.248 berdasarkan usia
Hangat Usia responden yang banyak mengalami
GA adalah usia 56-65 tahun (lansia akhir)
Berdasarkan uji Regresi Linier sederhana, yaitu sebanyak15 responden dengan
didapatkan hasil nilai Coefficients B pada persentase 37,5%. Hal ini sesuai dengan
kelompok perlakuan relaksasi genggam jari pernyataan Muhajir, Widada, & Afrunto
adalah 0,549 dan nilai Coefficients B pada (2014), yang menyatakan bahwa seiring
kelompok kontrol adalah 0,243. Karena nilai bertambahnya usia, berbagai organ dan sel
Coefficients B pada kelompok relaksasi cenderung mengalami penurunan fungsional
genggam jari lebih besar dari nilai Coefficients dikarenakan adanya proses penuaan. proses
B kelompok kontrol, sehingga dapat dikatakan penuaan mulai terlihat pada usia >40 tahun.
Satu diantara organ yang mengalami
bahwa relaksasi genggam jari lebih efektif
penurunan fungsionalnya yaitu ginjal, dimana
daripada kompres hangat dalam menurunkan terjadi penurunan filtrasi, reabsorpsi dan
intensitas nyeri pada pasien GA. ekskresi pada ginjal. Penurunan kemampuan
ginjal dalam melakukan ekskresi terhadap
asam urat menyebabkan kadar asam urat berdasarkan Jenis Kelamin
dalam Berdasarkan jenis kelamin, dalam
penelitian ini sebagian besar responden
adalah perempuan yaitu sebanyak 35
responden (87,5%). Hal ini sesuai dengan
penelitian penelitian Untari, Sarifah &
Sulastri (2017) menyatakan
71,4% GA terjadi pada perempuan dan
mengalami peningkatan resiko setelah
mengalami menopause. Setelah memasuki
masa menopause perempuan mengalami
penurunan produksi hormon estrogen.
Hormon estrogen bersifat sebagai
uricosuric agent yaitu suatu zat kimia yang
berfungsi membantu meningkatkan ekskresi
asam urat melalui ginjal18.
3. Karakteristik responden
berdasarkan IMT
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT), dalam penelitian ini sebagian besar
responden memiliki IMT
overweight yaitu sebanyak 19
responden (47,5%). Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian Wulandari (2015) yang
mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara IMT dengan peningkatan
kadar asam urat19. Kelebihan
berat badan meningkatkan risiko mengalami
hiperurisemia hingga 2-3kali lipat.
Hal ini dikarenakan peningkatan
coenzim A yang akan
memicu aktivitas adenine nucleotid
translocator (ANT) untuk
memproduksi adenin ekstra sel.
Peningkatan kadar adenin ekstra sel inilah
yang diduga memicu
pembentukan asam urat sebagai hasil akhir
metabolisme asam nukleotida20.
4. Karakteristik responden
berdasarkan Budaya 5. Karakteristik responden
Berdasarkan budaya, Sebagian besar berdasarkan asupan purin
responden dalam penelitian ini adalah suku Berdasarkan asupan purin sebagian
Melayu yaitu sebanyak 24 responden besar responden dalam penelitian ini
(60%). Belum ada penelitian yang mengkonsumsi makanan tinggi purin yaitu
menyatakan hubungan langsung antara latar sebanyak 19 responden (47,5%). Hasil
belakang budaya dengan peningkatan asam penelitian ini sejalan dengan hasil
urat. Hal ini dikarenakan tingginya kadar penelitian Diantari & Candra (2013), yang
asam urat seseorang dapat dipengaruhi oleh menyatakan bahwa terdapat pengaruh
berbagai faktor, seperti makanan, pola asupan purin terhadap peningkatan kadar
hidup, jenis kelamin dan usia. Dalam asam urat dalam tubuh21. Hal ini
dikarenakan makanan yang mengandung
penelitian ini sebagian besar responden
zat purin akan diubah menjadi asam urat.
memilik latar belakang budaya suku
Asam urat merupakan produk akhir
melayu, hal ini dapat diakibatkan letak metabolisme purin yang berasal dari
geografis dimana sebagian besar penduduk metabolisme dalam tubuh/faktor endogen
di Kota Pontianak adalah suku melayu. (genetik) dan dari luar tubuh/faktor
eksogen (sumber makanan)22. Nyeri yang muncul mengakibatkan rasa
Peningkatan kadar asam urat dalam ketidaknyamanan dan berdampak pada
tubuh menyebabkan terjadinya aktivitas klien, gangguan tidur, dan
pengendapan dan penumpukan kristal MSU menimbulkan depresi akibat rasa nyeri yang
di persendian dan jaringan lainnya8. Kristal tidak kunjung sembuh11. Penanganan nyeri
MSU yang menumpuk menimbulkan respon dapat dilakukan menggunakan terapi
inflamasi pada sendi seperti nyeri, farmakologis dan nonfarmakologis berupa
kemerahan, relaksasi genggamjari dan kompres hangat.
pembengkakan dan rasa hangat, hal ini juga Metode manajemen nyeri
disebut sebagai serangan GA9. Nyeri akut nonfarmakologis mempunyai risiko efek
pada satu atau beberapa sendi adalah tanda samping yang sangat rendah. Tindakan
khas pada GA23. nonfarmakolgis diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri10.