Anda di halaman 1dari 45

Januari 2019

FORMULIR PENGAJUAN JUDUL

Nama : Andi Sriyono S

NIM : 19007

Usulan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA MASALAH

KEPERAWATAN NYERI AKUT DENGAN TINDAKAN BEKAM BASAH DAN

RELAKSASI

(Prioritas Pertama)

Usulan Judul Cadangan 1 : ASUHAN KEPERAWATAN HIPERURISEMIA PADA

MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN NYERI AKUT DENGAN TINDAKAN

BEKAM BASAH DAN RELAKSASI.

Jakarta, 14 Agustus 2021

Mahasiswa yang mengajukan,

Nama : Andi Sriyono S

NIM : 19007

25
Januari 2019

Lampiran Jurnal Terkait


(Maksimal 3 Jurnal Setiap Judul)

Judul 1 : .

No Jurnal Terkait
1 Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Kepala Pada Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu

2. Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Nyeri Kepala Pada Penderita Hipertensi
Di Klinik Bekam Desa Gonilan Kartasura Sukoharjo

3 BEKAM BASAH MENURUNKAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH


PADA PENDERITA HIPERURISEMIA DI KOTA SEMARANG

4 Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi
Nafas Pada Pasien Asma

Ket: Sertakan bukti jurnal yang diambil:

26
Januari 2019

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP SKALA NYERI


KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SAWAH
LEBAR KOTA
BENGKULU

Fernalia1, Wiwik Priyanti2, S. Effendi3, Dita Amita4


1
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Email: lia_fernalia@yahoo.com
2
Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu
Email: Priyanti.wiwik@gmail.com
3
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Email: effendi@gmail.com
4
STIKES Bakti Husada Bengkulu
Email: amitadita@gmail.com

ABSTRACT: EFFECT OF DEEP BREATHING RELAXATION TO HEADACHE


PAIN LEVEL AMONG HYPERTENSION PATIENTS IN AREA OF SAWAH
LEBAR PRIMARY HEALTH CARE BENGKULU CITY

Backround: Headache is a problem that is often felt by people with hypertension. Deep
breath relaxation is a form of nursing care which in this case the nurse teaches clients
how to do deep breathing besides being able to reduce pain intensity, it can also increase
lung ventilation and improve blood oxygenation.
Purpose: The purpose of this study was to determine the Effect of Deep Breathing
Relaxation to Headache Pain Level on Hypertension Patients in Area of Sawah Lebar
Primary Health Care Bengkulu City.
Methods: This study used pre experiment with one group pretest-posttest design.
Population in this study were all hypertension patients who ever treated in Area of
Sawah Lebar Primary Health Care Bengkulu City in 2017 with the amount of 584
patients. Sampling technique used accidental sampling obtained 41 respondents.
Collecting data in this study used primary data with measured pain intensity with
objective before and after Deep Breathing Relaxation used observation instrument with
pain level numeric rating scale (NRS). Data analysis used Wilcoxon sign rank test.
Result: The result of this study showed from 41 respondents obtained average pain level
before Deep Breathing Relaxation were 4,37 for moderate pain 41 and standard
deviation 0,581. While average pain level after Deep Breathing Relaxation were 3,02 for
mild pain (36), moderate pain (5) and standard deviation 0,570. From statistic test
obtained p=0,000 < 0,05 means H0 rejected and Ha accepted. Both variable had
difference headache pain level after Deep Breathing Relaxation.
Conclusion: Conclusion is there is effect of Deep Breathing Relaxation to Headache Pain
Level on Hypertension Patients in Area of Sawah Lebar Primary Health Care Bengkulu
City.

Keywords: Deep Breathing Relaxation, Headache Pain Level, Hypertension

27
INTISARI: PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP SKALA
NYERI KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

Pebdahuluan: Nyeri kepala merupakan masalah yang sering dirasakan oleh penderita
hipertensi. Relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh relaksasi nafas dalam
terhadap skala nyeri kepala pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sawah
Lebar Kota Bengkulu.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain Pre Eksperimen dengan pendekatan one-
Group Pretest-posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
hipertensi yang pernah berobat di Puskesmas Sawah Lebar tahun 2017 yang berjumlah
584 pasien.Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan accidental
sampling diperoleh sampel sebesar 41 responden. Pengumpulan data dalam penelitian
menggunakan data primer (data yang diperoleh langsung dari responden) dengan
melakukan pengukuran intensitas nyeri secara obyektif sebelum dan sesudah teknik
relaksasi nafas dalam menggunakan instrumen lembar observasi dengan skala nyeri
numeric rating scale (NRS). Teknik pengolahan data menggunakan teknik analisis uji
Wilcoxon sign rank test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 responden didapatkan nilai rata-rata
tingkat nyeri sebelum diberikan relaksasi nafas dalam 4,37 untuk nyeri sedang 41 dan
standar deviasi 0,581. Sedangkan nilai rata-rata tingkat nyeri setelah diberikan relaksasi
nafas dalam 3,02 untuk nyeri ringan (36), nyeri sedang (5) dan standar deviasi 0,570. Dari
hasil uji statistik didapatkan p= 0,000
< 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi kedua variabel memiliki skala nyeri kepala
yang berbeda atau dengan kata lain terjadi penurunan skala nyeri kepala setelah
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam.
Kesimpulan: Kesimpulannya terdapat pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap skala
nyeri kepala pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota
Bengkulu.

Kata Kunci: Hipertensi, Nyeri Kepala, Relaksasi Nafas Dalam

PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu umur ≥18 tahun sebesar 25,8% dengan
penyakit tidak menular (PTM) yang diagnosis dari cakupan tenaga kesehatan
menjadi masalah kesehatan yang sangat hanya 36,8%, dan sebagian besar kasus
serius baik di dunia maupun di Indonesia hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis
(Anggraini dalam Roshifani, 2017). yaitu sebesar 63,2%. Prevalensi tertinggi
Hipertensi ditandai dengan tekanan darah hipertensi pada umur ≥18 tahun terletak di
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan Provinsi Bangka Belitung (30,9%), disusul
diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan
pada dua kali pengukuran atau lebih Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%),
(Smeltzer & Bare, 2016; Naziah dkk, sedangkan Provinsi Bengkulu urutan ke 26
2018)). dari 33 provinsi yaitu 21,6% (Balitbangkes
Hasil Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 2013).
(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan
Berdasarkan data Dinas Kesehatan kasus dari jumlah penduduk sebanyak
Propinsi Bengkulu tahun 2017 jumlah 2.016.185 orang dengan jumlah kematian
penderita hipertensi adalah 10.206 (0,51%) akibat hipertensi sebanyak 302 (2,96%)
orang. Tingginya angka hipertensi Penatalaksanaan non
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor farmakologis dengan modifikasi gaya
resiko hipertensi antara lain, genetik, usia, hidup sangat penting dalam mencegah
jenis kelamin, geografi dan lingkungan, tekanan darah tinggi, antara lain
pola hidup, garam dapur, dan merokok mempertahankan berat badan ideal,
(Pranata& Eko, 2017). kurangi asupan natrium, batasi konsumsi
Tanda dan gejala hipertensi menurut alkohol, makan makanan yang banyak
Nurarif (2015), antara lain penglihatan mengandung kalium dan kalsium yang
kabur karena kerusakan retina, nyeri pada cukup dari diet, menghindari merokok,
kepala, pusing, gemetar, mual muntah, penurunan stress, terapi masase, dan teknik
lemas, sesak nafas, gelisah, kaku relaksasi. Teknik relaksasi terdiri dari
ditengkuk, dan kesadaran menurun relaksasi otot (progressive muscle
(Nugraheni, 2016). relaxion), pernapasan (diaphragmatik
Nyeri kepala merupakan masalah breathing), meditasi, (attention- focussing
yang sering dirasakan oleh penderita exercise), dan relaksasi perilaku
hipertensi. Nyeri kepala ini dikatagorikan (behavioral relaxation training)
sebagai nyeri kepala intrakranial yaitu (Miltenberger, 2004; Sumiati, 2018).
jenis nyeri kepala migren diduga akibat Relaksasi nafas dalam merupakan
dari venomena vascular abnormal. suatu bentuk asuhan keperawatan yang
Walaupun mekanisme yang sebenarnya dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
belum diketahui, nyeri kepala ini sering klien bagaimana cara melakukan nafas
ditandai dengan sensasi prodromal misal dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
nausea, penglihatan kabur, auravisual, atau secara maksimal) dan bagaimana
tipe sensorik halusinasi (Hall& Guyton, menghembuskan nafas secara perlahan,
2014; Purwandari, 2018). selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
Secara umum manajemen nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
yang dapat dilakukan untuk mengatasi meningkatkan ventilasi paru dan
nyeri dibagi menjadi dua bagian besar, meningkatkan oksigenasi darah (Nurman,
yaitu terapi farmakologi dan terapi non- 2017).
farmakologi. Banyak dari pasien atau Klasifikasi metode relaksasi napas
anggota tim kesehatan cenderung dalam dibagi menjadi dua macam yaitu
memandang obat sebagai metode untuk teknik relaksasi progresif aktif dan teknik
menghilangkan nyeri. Namun begitu, relaksasi progresif pasif. Teknik relaksasi
banyak pula aktivitas terapi keperawatan progresif pasif melibatkan penggunaan
nonfarmakologi yang sebenarnya cukup pernafasan perut yang dalam dan pelan
ampuh dalam mengatasi nyeri. Meskipun ketika otot mengalami relaksasi dengan
tindakan tersebut bukan merupakan ketegangan sesuai urutan yang
pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, diperintahkan. Teknik relaksasi yang
2002; Budiman & Wibowo, 2018). efektif dapat menurunkan denyut jantung,
tekanan darah, mengurangi tension
headache, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan kesejahteraan dan
mengurangi tekanan gejala pada individu
yang mengalami berbagai situasi (Potter &
Perry, 2010; Handayati & Safrudin, 2018).
Seperti yang dijelaskan Potter & Bengkulu angka penderita hipertensi dari
Perry (2010) di atas, bahwa terapi relaksasi tahun ke tahun semakin meningkat. Dari
napas dalam progresif pasif memiliki total keseluruhan puskesmas yang masuk
manfaat yang sangat banyak dan positif dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan
bagi kesehatan, salah satunya yaitu Kota Bengkulu, Puskesmas Sawah Lebar
menurunkan nyeri kepala karena merupakan salah satu Puskesmas yang
hipertensi. memiliki pasien hipertensi yang cukup
Berdasarkan data surveilans terpadu tinggi. Dari
penyakit berbasis Puskesmas di Kota
METODE PENELITIAN bulan Januari sampai Desember pada tahun
Penelitian ini menggunakan jenis 2015 sebanyak 435 penderita,
penelitian Pre Eksperimen dengan dan pada tahun 2016 adalah 572 penderita
pendekatan one-Group Pretest-posttest hipertensi. Di Puskesmas Sawah Lebar
Design. Populasi dalam penelitian ini diperoleh data bahwa penderita penyakit
adalah semua pasien hipertensi yang tidak menular yang paling tinggi adalah
pernah berobat ke Puskesmas Sawah Lebar penyakit hipertensi tercatat dari bulan
tahun 2017 yang berjumlah 584 pasien. Januari sampai Desember 2017 sebanyak
Pengambilan sampel dalam penelitian ini 584 kasus penderita hipertensi.
adalah dengan menggunakan teknik Dari pernyataan di atas, sehingga
accidental sampling sebanyak peneliti tertarik untuk melakukan
41 responden. Data yang digunakan adalah penelitian tentang “Pengaruh Relaksasi
Data primer yang diperoleh dari Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Kepala
responden langsung dengan Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu”.

menggunakan lembar observasi skala


pengukuran nyeri sebelum dan sesudah
intervensi dengan menggunakan numerical
rating scale (NRS) dan prosedur teknik
relaksasi nafas dalam yang dilakukan 15
kali, dengan diselingi istirahat singkat
setiap 5 kali, serta data sekunder yang
diperoleh dari data yang didapat
berdasarkan dari laporan tahunan di
Puskesmas Sawah Lebar Tahun 2017. Data
dianalisa menggunakan Uji Normalitas,
Analisis Univariat dan Analisis Bivariat.

HASIL PENELITIAN

1. Uji Normalitas Data


Tabel 1
Uji Normalitas Data Skala Nyeri Kepala Sebelum Dan
Sesudah Relaksasi Nafas Dalam

Faktor Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk


Statisti
Statistic Df Sig. c Df Sig.
Skala Sebelum Relaksasi
.418 41 .000 .639 41 .000
Nyeri Nafas Dalam
Kepala Sesudah Relaksasi
.395 41 .000 .681 41 .000
Nafas Dalam
Hasil uji normalitas data dengan uji standar deviasi, nilai minimum dan
Shapiro-Wilk didapat nilai p=0,000<0,05 maksimum, serta 95%
untuk skala nyeri kepala sebelum dan
sesudah relaksasi nafas

2. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian
ini untuk melihat nilai mean, median,
dalam, berarti data tidak normal, maka
digunakan analisis data dengan statistik
Nonparametrik yaitu Wilcoxon sign rank condifence Interval (CI) for mean nyeri
test. sebelum dan sesudah dilakukan terapi
relaksasi nafas dalam.

Tabel 2
Distribusi Rata-Rata Skala Nyeri Responden Pre dan Post Dilakukan Intervensi
Latihan Relaksasi Nafas Dalam di Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu
n : 41

Variabel Min- 95% CI for


N Mean Median SD
Maks mean
Pretest 41 4,37 4,00 0,581 4-6 4,18-4,55
Posttest 41 3,02 3,00 0,570 2-5 2,84-3,20

Dari tabel 2 Hasil analisa yang nyeri 4,18-4,55. Rata-rata skala nyeri
didapatkan dari rata-rata skala nyeri setelah diberikan relaksasi nafas dalam
sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam adalah 3,02 (nyeri ringan) dengan median
adalah4,37 (rata-rata nyeri sedang) dengan 3,00 (nyeri ringan), standar deviasi 0,570,
median 4,00 (nyeri sedang), Standar skala minimum
deviasi (0,581), skala minimum 4 (nyeri 2 (nyeri ringan), skala maksimum 5 (nyeri
sedang), dan skala maksimum 6 (nyeri sedang), dan dari hasil estimasi interval
sedang). Dari hasil estimasi interval dapat dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata- rata-rata skala nyeri 2,84- 3,20.
rata skala

3. Hasil Analisis Bivariat


a. Sign Test
Tabel 3
Sign Test Skala Nyeri Kepala Sesudah Dan
Sebelum Relaksasi Nafas Dalam
n : 41

N Z P
Skala Nyeri Kepala Sesudah Negative Differences 41 -6.247 0,000
Relaksasi Nafas Dalam - Skala Positive Differences 0
Nyeri Kepala Sebelum Ties 0
Relaksasi Nafas Dalam
Total 41

Skala nyeri kepala sesudah relaksasi dalam dapat menurunkan skala nyeri
nafas dalam lebih kecil dari skala nyeri kepala.
kepala sebelum relaksasi nafas dalam, Hipotesis :
artinya relaksasi nafas
Ho: kedua variabel memiliki skala nyeri skala nyeri kepala yang berbeda atau
kepala yang sama. dengan kata lain terjadi penurunan
Ha: kedua variabel memiliki skala nyeri
kepala yang berbeda. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Karena nilai asymp.sig.(2-tailed)
= 0,000<0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Jadi kedua variabel memiliki
skala nyeri kepala setelah dilakukan teknik terhadap skala nyeri kepala padapasien
relaksasi nafas dalam. hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Sehingga dapat disimpulkan: Sawah Lebar Kota Bengkulu.
Terdapat Pengaruh relaksasi nafas dalam
Tabel 4
Wilcoxon Signed Rank Test Skala Nyeri Kepala Sesudah Dan
Sebelum Relaksasi Nafas Dalam
n : 41

Mean Sum of
N Z P
Rank Ranks
Skala Nyeri Kepala Negative Ranks 41 21.00 861.00
Sesudah Relaksasi
Nafas Dalam - Positive Ranks 0 .00 .00
Ties 0 -5.811 0,000
Skala Nyeri Kepala
Sebelum Relaksasi Total 41
Nafas Dalam

Kolom pertama di tabel Ranks diterima. Jadi kedua kelompok data


menunjukkan jumlah sampel yang skala memiliki nilai median dari skala nyeri
nyeri kepalanya menurun setelah kepala yang berbeda.Variabel memiliki
dilakukan relaksasi nafas dalam. skala nyeri kepala yang berbeda atau
Hipotesis : dengan kata lain terjadi penurunan skala
Ho: kedua kelompok data memiliki nyeri kepala setelah dilakukan teknik
median yang sama relaksasi nafas dalam. Sehingga dapat
Ha: kedua kelompok data memiliki disimpulkan terdapat pengaruh relaksasi
median yang berbeda nafas dalam terhadap skala nyeri kepala
Hasil uji statistik menunjukkan pada pasien hipertensi di wilayah kerja
bahwa nilai asymp.sig.(2-tailed) = 0,000 < Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu.
0,05 maka H0 ditolak dan Ha

PEMBAHASAN dalam, nafas lambat (menahan inspirasi


Hasil dari uji statistik menunjukkan secara maksimal) dan bagaimana
bahwa nilai menghembuskan nafas secara perlahan,
asymp.sig.(2-tailed) = 0,000 < 0,05. Hal selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri meningkatkan ventilasi paru dan
kepala pada pasien hipertensi. meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer
Relaksasi nafas dalam merupakan & Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas
suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam dipercaya dapat menurunkan
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada intensitas nyeri melalui mekanisme
klien bagaimana cara melakukan nafas merelaksasikan otot-otot
skelet yang mengalami spasme, adalah 4,37 (nyeri sedang), sedangkan
merangsang tubuh untuk melepaskan rata- rata sesudah dilakukan latihan
opoid endogen yaitu endorphin dan relaksasi nafas dalam adalah 3,02 (nyeri
enkefalin, melibatkan sistem otot dan ringan). Kategori respon nyeri tersebut
respirasi serta tidak membutuhkan alat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain sehingga mudah dilakukan kapan saja lain pengalaman masa lalu dengan nyeri,
dan sewaktu-waktu (Smeltzer & Bare, ansietas, budaya, usia dan pengharapan
2002). tentang penghilang nyeri (efek plasebo)
Pada penelitian ini rata-rata (Smeltzer & Bare, 2002).
intensitas nyeri kepala sebelum Cara seseorang berespon terhadap
dilaksanakan latihan relaksasi nafas dalam nyeriadalah akibat dari banyak kejadian
nyeri selama rentang Ada tiga hal utama yang diperlukan
kehidupannya.Ansietas yang relevan atau dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat,
berhubungan dengan nyeri dapat pikiran tenang, serta lingkungan yang
meningkatkan persepsi pasien terhadap tenang. Kendala yang ditemukan saat
nyeri.Budaya dan etniksitas mempunyai penelitian antara lain tidak tersedianya
pengaruh pada bagaimana seseorang tempat khusus untuk dilakukannya teknik
berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri relaksasi nafas dalam sehingga kurang
diuraikan atau seseorang berperilaku terciptanya lingkungan yang tenang dan
dalam berespon terhadap nyeri). Cara nyaman.
berespon terhadap nyeri akan berbeda Hasil penelitian sejalan dengan
antara lansia dengan usia yang lebih muda, penelitian Sartika (2009)
begitu pula dengan efek plasebo terjadi menyimpulkan bahwa ada pengaruh
ketika seseorang berespon terhadap signifikan antara pemberian teknik
pengobatan atau tindakan lain karena suatu ralaksasi nafas dalam dengan penurunan
harapan bahwa pengobatan atau tindakan persepsi nyeri pada lansia dengan artritis
tersebut akan memberikan hasil (Smeltzer reumatoid (p=0,005). Berbagai teknik
& Bare, 2002). relaksasi dapat dipakai untuk
Sebagian besar nyeri yang dirasakan menciptakan ketenangan dan mengurangi
responden setelah dilakukan relaksasi tekanan supaya klien merasa nyaman dan
nafas dalam adalah nyeri ringan, tetapi ada nyeri berkurang.Selain itu teknik ini dapat
5 (lima) responden yang masih merasakan menciptakan kondisi relaks seluruh tubuh.
nyeri sedang. Hal ini dapat disebabkan Hasil penelitian sejalan dengan
karena perbedaan tingkat keparahan nyeri Sumiati (2013) yang menunjukkan adanya
dan faktor ansietas dari responden terhadap pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
nyeri yang dirasakan. terhadap penurunan nyeri pada pasien Ca
Mammae (p=0,000). Tehnik relaksasi
merupakan tindakankeperawatan dalam
mengurangi nyeri dengan cara
merelaksasikan ketegangan otot.
Pernyataan ini sesuai dengan Smeltzer &
Bare (2002) mendefinisikan bahwa
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat
menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang
nyeri.Tehnik Relaksasi juga merupakan
suatu tindakan untuk membebaskan mental
dan fisik dari ketegangan dan stress,
sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri.
Mulyadi (2015) menyimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara pemberian terapi relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan intensitas nyeri
kepala pada pasien hipertensi.Berdasarkan
teori, teknik relaksasi napas dalam ini
sangat banyak kegunaannya, salah
satunya adalah untuk pereda penting adalah bagaimana kemauan
nyeri.Sebenarnya banyak latihan individu
pernafasan yang berbeda, namun untuk untuk
mendapatkan maanfaatnya pasien atau melakukannya.Semakin
penderita harus melakukanya minimal dua
kali sehari atau setiap kali merasakan sering mempraktekkan maka semakin
nyeri, stress, terlalu banyak pikiran, dan banyak manfaat yang didapat.
pada saat merasa sakit.Namun yang paling Penelitian lain yang mendukung
pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap yang dilakukan oleh perawat adalah
skala nyeri kepala adalah penelitian dengan mengajarkan bagaimana teknik
Priliana (2014) yang mengemukakan relaksasi nafas dalam yang efektif bagi
bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat pasien yang mengalami nyeri kepala
menurunkan nyeri pada pasien post op sehingga dapat mempercepat penurunan
fraktur femur (p<0,05). Teknik relaksasi intensitas nyeri dan proses penyembuhan
mampu mengendalikan hormon adrenalin pasien.
dan kortisol sebagai penyebab stress, Implikasi bagi Dinas Kesehatan
selain itu teknik relaksasi nafas dalam juga diharapkan melakukan pelayanan
dapat membantu pasien meningkatkan Kesehatan Dasar dalam sistem pelayanan
konsentrasi sehingga dapat merasa lebih kesehatan nasional, selain pelayanan yang
tenang. memberikan terapi farmakologi juga dapat
Penelitian Rahmawati (2017) juga memberikan pelayanan yang sifatnya non
menyimpulkan bahwa adanya pengaruh farmakologi seperti relaksasi nafas
yang signifikan antara pemberian terapi dalam.Hal ini sebagai alternatif pertama
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan dalam menangani nyeri kepala. Serta dinas
skala nyeri pada lansia penyakit asam urat kesehatan hendaknya melakukan
(p value 0,002). Relaksasi nafas dalam monitoring dan evaluasi terhadap
merupakan salah satu terapi komplementer pelayanan yang sifatnya non farmakologis
yang telah dibuktikan manfaatnya melalui yang telah dilakukan di puskesmas
penelitian- penelitian terutama dalam terutama terapi relaksasi nafas dalam untuk
upaya menurunkan atau mengurangi stress, menangani nyeri kepala pada pasien
kecemasan pasien, penurunan tekanan hipertensi.
darah, meningkatkan fungsi paru dan Implikasi bagi Puskesmas
saturasi oksigen. diharapkan kepala Puskesmas atau dokter
Implikasi bagi perawat adalah penanggung jawab poli pelayanan
berperan dalam memberikan edukasi memberikan pelatihan dan motivasi kepada
tentang bagaimana pengaruh relaksasi perawat sehingga perawat dapat
nafas dalam terhadap skala nyeri kepala mempraktekkan dan mengajarkan
pada pasien hipertensi, sekaligus dapat langsung teknik relaksasi nafas dalam
melakukannya sebagai intervensi kepada pasien yang mengalami nyeri
pengurangan nyeri non farmakologi bagi kepala.Puskesmas juga harus membuat
pasien. Tindakan SOP dan menerapkannya kepada pasien
yang selama ini belum diterapkan dalam
pelayanan.Selain itu, Puskesmas juga harus
menyediakan ruangan khusus untuk
dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam
yaitu ruangan yang tenang dan nyaman
sehingga teknik relaksasi nafas dalam
dapat berjalan efektif.
Implikasi bagi mahasiswa STIKES
Tri Mandiri Sakti hasil penelitian ini
diharapkan pada pihak kampus dapat
melakukan penyuluhan dan ikut berperan
serta dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang pengaruh teknik
relaksasi nafas dalam
terhadap skala nyeri kepala pasien intervensi sebagian besar responden
hipertensi. mengatakan nyeri ringan (87,80%).

KESIMPULAN
1. Seluruh responden mengatakan nyeri
sedang (100%) sebelum dilakukan
intervensi, sedangkan setelah diberikan
2. Rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan 3. Ada pengaruh relaksasi nafas dalam
relaksasi nafas dalam adalah4,37 dan terhadap skala nyeri kepala pada
rata-rata skala nyeri setelah diberikan pasien hipertensi.
relaksasi nafas dalam adalah 3,02.

DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes Kemenkes RI. (2013). Riset Sjahranie Samarinda Tahun
Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. 2018.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Miltenberger, R. G. (2004). Behavior
Republik Indonesia.
Modification, principles and
Budiman, A., & Wibowo, T. A. (2018). Procedures, 3th edition.
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Belmont, CA:
pada Pasien Post Operasi Fraktur Wadsworth/Thompson Leaming.
dengan Pemberian Tehnik Relaksasi
Mulyadi.(2015). Efektifitas Relaksasi
Genggam Jari Terhadap Penurunan
Napas Dalam Pada Pasien
Intensitas Nyeri di Instalasi Gawat
Hipertensi Dengan Gejala Nyeri
Darurat RSUD Abdul Wahab
Kepala Di Puskesmas Baki
Syahranie Samarinda 2018.
Sukoharjo.Diambil pada tanggal 19
Hall & Guyton.(2014). Buku Ajar Agustus 2018 pukul 17.27 WIB dari
Fisiologi Kedokteran Edisi 12. http://eprints.ums.ac.id/41221
Singapore: Elsevier. /1/NASKAH%20PUBLIKASI
%20%28 MILYADI%29.pdf.
Handayati, M. R., & Safrudin, B. (2018).
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Naziah, N., Nuraini, N., & Zainaro, M.
pada Pasien Congestive Heart A. (2018). PENGARUH
Failure (CHF) dan Non Hodgkin PENDIDIKAN KESEHATAN
Limfoma dengan Intervensi Inovasi DENGAN MEDIA BOOKLET
Terapi Relaksasi Benson Kombinasi TENTANG PENCEGAHAN
Murottal Al-Qur’an (Qs Ar- PRIMER & SEKUNDER
Rahman Ayat 1-78) dan TERHADAP
Hypnoterapi Terhadap PENGETAHUAN
Penurunan Skala Nyeri di Ruang PASIEN CORONARY
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) ARTERY DISEASE (CAD) DI
RSUD Abdul Wahab KLINIK SEHAT NATURAL
CILEDUG TANGERANG
NUGRAHENI, D. H. (2016). ASUHAN SELATAN TAHUN 2016.
KEPERAWATAN KELUARGA Bp. HOLISTIK JURNAL KESEHATAN,
Y DENGAN FOKUS UTAMA 12(1).
PADA IBU A MENDERITA
HIPERTENSI DI DESA SROWOT
KECAMATAN KALIBAGOR dissertation,

KABUPATEN UNIVERSITAS
BANYUMAS (Doctoral MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO).
Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015).
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
NURMAN, M. (2017). Efektifitas Antara Terapi Relaksasi Otot Progresif Dan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa
Pulau Birandang Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Timur Tahun 2017. Jurnal Ners, 1(2).
Potter & Ferry. (2010). Fundamentals of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Pranata, A. E, & Eko, P.(2017). Keperawatan Medikal Bedah Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha Medika.
Priliana, W. K (2014).Pengaruh Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Post OP Fraktur Femur.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul
19.48 WIB, dari http://jurnal.akper- tokusumo.ac.id/index.php/ikn/a rticle/view/l
1.
Purwandari, K. P. (2018). EFEKTIFITAS MASSAGE PUNGGUNG UNTUK MENGURANGI
NYERI KEPALA PADA PENDERITA
HIPERTENSI. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 5(2).
Rahmawati, I. (2017). Pengaruh Pemberian Terapi Nafas Dalam Untuk Menurunkan Skala
Nyeri Saat Dilakukan ROM Pada Pasien Asam Urat Di Panti Wredha Bhakti Kasih
Surakarta.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul 22.01 WIB dari
http://www.jumal.stikeskusuma
husada.ac.id/index.php/JK/arti cle/view/231.
Roshifanni, S. (2017). Risiko Hipertensi Pada Orang Dengan Pola tidur Buruk.Diambil pada
tanggal 10 Februari 2018 pukul
20.34 WIB, dari http://ioumal.stkiptam.ac.id/in
dex.php/ners/article/view/561.
Sartika, D. (2009). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam terhadap Penurunan Persepsi
Nyeri pada Lansia dengan Artritis Reumatoid.Diambil pada tanggal 19
Agustus 2018 pukul 17.19 WIB dari http://www.jks.fikes.unsoed.ac
.id/index.php/jks/article/view/ 222.
Smeltzer, S. C, & Bare, G. B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth, Edisi 8
Vol
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C, & Bare, G. B. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth, Edisi 12
Jakarta: EGC.
Sumiati. (2013). Pengaruh Penggunaan Tindakan
Teknik Relaksasi Napas Dalam, Distraksi,
Gate Kontrol, Terhadap Penurunan
Sensasi Nyeri Ca Mammae Di Rsud Labuang Baji
Makassar.Diambil pada tanggal 16 Agustus 2018 pukul 22.06 WIB
dari http://ejoumal.stikesnh.ac,id/i ndex.php/i
ikd/article/view/ 401.
Sumiati, N. (2018). KETIDAKPATUHAN POLA MAKAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI
KOTA
MALANG (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
BEKAM BASAH MENURUNKAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PADA
361
PENDERITA HIPERURISEMIA DI KOTA SEMARANG

Sri Widodo1), A. Mustofa2)


1)
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Email : s.wid72@yahoo.co.id
2)
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

ABSTRAK

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Prevalensi
hiperurisemia akhir-akhir ini cenderung meningkat. Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan
gout, terdiri dari kelainan yang sangat serius berupa artritis pirai atau artritis gout, tophus, nefropati urat dan
pembentukan batu urat pada ginjal, gagal ginjal, penyakit jantung dan mata.
Terapi bekam basah memungkinkan terjadinya perlukaan kecil dan tipis pada permukaan kulit dan adanya
tindakan vakumisasi memungkinkan terjadinya “ekskresi melalui kulit secara artifisial” yakni suatu proses
ekskresi material melalui kulit yang dibuat dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis pada permukaan kulit
dikombinasi dengan vakumisasi sebagai analogi dari proses ekskresi yang dilakukan ginjal. Komponen yang
diekskresikan meliputi produk-produk sisa metabolisme tubuh, radikal bebas, substansi kimiawi dan biologi
yang dilepaskan ke dalam cairan interstitial dan darah termasuk substansi hidrofilik dan atau hidropubik.
Hasil penelitian diperoleh data bahwa terapi bekam basah tidak mempunyai efek atau pengaruh yang
bermakna secara statistik meskipun terdapat kecenderungan penurunan kadar asam urat dalam darah,
ditunjukkan hasil analisis secara tunggal perlakuan data nilai p sebesar 0,266 (>0,05) untuk tahap 1 kelompok
A dan nilai p sebesar 0,263 (>0,05) untuk tahap 2, sedangkan kelompok B diperoleh nilai p sebesar 0,900
(>0,05) pada tahap 1 dan nilai p sebesar 0,308 (>0,05) pada tahap 2. Terapi bekam basah tidak memberi efek
atau pengaruh yang bermakna statistik terhadap peningkatan kadar asam urat dalam urin bahkan cenderung
menurun, hal ini ditunjukkan hasil analisis secara tunggal perlakuan data nilai p sebesar 0,102 (>0,05) untuk
tahap 1 kelompok A dan p sebesar 0,157 (>0,05) tahap 2, kelompok B diperoleh nilai p sebesar 0,317 (>0,05)
pada tahap 1 dan p sebesar 0,180 (>0,05) pada tahap 2.

Kata kunci: terapi bekam basah, hiperurisemia dan asam urat

PENDAHULUAN dalam darah. Kelebihan produksi dan


Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi kurangnya ekskresi asam urat
peningkatan kadar asam urat darah di atas menyebabkan kadar asam urat dalam darah
normal. Batasan dikatakan hiperurisemia jika meningkat. Jumlah asam urat yang
nilai kadar asam urat diatas 7 mg% pada laki- diekskresikan sedikit karena asam urat tidak
laki dan diatas 6 mg% pada perempuan larut dalam air (Dipiro, et al. 2011).
(Wortmann, 2009). Kadar asam urat dalam Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat
serum merupakan hasil keseimbangan antara menyebabkan gout atau pirai, namun tidak
proses produksi dan sekresi. Ketika terjadi semua hiperurisemia akan menimbulkan
ketidakseimbangan dua proses tersebut maka kelainan patologi berupa gout dengan
terjadi keadaan hiperurisemia, yang manifestasi kelainan artritis pirai atau artritis
menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu gout, pembentukan tophus,
kelarutan asam urat di serum yang melewati kelainan ginjal berupa nefropati urat dan
ambang batasnya, sehingga merangsang pembentukan batu urat pada saluran
timbunan urat dalam bentuk garamnya kencing (Putra, 2009). Hidayat, 2009.,
terutama monosodium urat di berbagai tempat menyatakanbahwa gout dengan latar
jaringan (Hidayat, 2009). Kesimbangan belakang masalah gangguan metabolik
produksi dan ekskresi asam urat menjadi kunci yaitu hiperurisemia, masih menjadi
kendali asam urat masalah yang serius, dengan manifestasi
tidak hanya terbatas pada sendi, namun
juga bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal meminimalisir berbagai komplikasi akibat
hingga kondisi gagal ginjal kronik, jantung keadaan ini. Edukasi yang baik dan perubahan
dan mata. Penegakan diagnosis dan pola hidup termasuk diet harus dilakukan.
penanganan yang tepat diperlukan untuk Selanjutnya diperlukan juga terapi farmakologis

362
untuk serangan akut, terapi pencegahan dan terjadinya “ekskresi melalui kulit secara
terapi jangka panjang berupa urate-lowering artifisial” yakni suatu proses ekskresi atau
agent, baik golongan xanthine oxidase pengeluaran material melalui kulit yang dibuat
inhibitor maupun uricosuric agent. dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis
Penelitian tentang terapi bekam telah banyak pada permukaan kulit dikombinasi dengan
dilakukan diantaranya oleh Fatahillah, 2006., adanya
menyimpulkan bahwa terapi bekam vakumisasi/penyedotan. Proses ini dikatakan
bermanfaat membersihkan darah dari racun- sebagai analogi dari proses ekskresi yang
racun sisa makanan, melancarkan peredaran dilakukan oleh organ ginjal. Komponen yang
darah, mengatasi gangguan tekanan darah memungkinkan untuk diekskresikan melalui
yang tidak normal, mengatasi pengapuran bekam dikatakan meliputi produk-produk sisa
pembuluh darah (arteriosklerosis), metabolisme tubuh, radikal bebas, substansi
memperbaiki permeabilitas kimiawi dan biologi yang dilepaskan ke dalam
pembuluh darah, cairan interstitial dan darah termasuk substansi
menghilangkan kejang-kejang dan kram otot, hidrofilik dan atau hidropubik termasuk di
menghilangkan sakit bahu, dada, pungung dan dalamnya lipoprotein atau kolesterol.
sebagainya (Fatahillah, 2006). Penelitian di Penelitian tentang pengaruh terapi bekam
Iran tentang terapi bekam khususnya bekam basah terhadap kadar asam urat belum banyak
basah telah diujikan pada laki-laki, umur 18- dilakukan terutama yang diterapkan pada
25 tahun dan tidak menderita penyakit kronis, penderita hiperurisemia, salah satu penelitian
tidak mempunyai riwayat hiperlipidemia, tidak tentang pengaruh terapi bekam basah terhadap
mengkonsumsi obat antihiperlipidemia serta kadar asam urat dalam darah dilakukan oleh
tidak mengkonsumsi makanan berenergi Mahdavi, et al. 2008 dengan meneliti
tinggi. Hasil penelitian ini menyimpulkan pengaruh terapi bekam basah terhadap kadar
bahwa terapi bekam dapat mereduksi asam urat dalam darah pada 63 laki-laki
kolesterol LDL pada laki-laki dan mempunyai yang sehat berumur antara 20 – 40 tahun,
efek pencegahan terhadap terjadinya dengan cara membandingkan kadar asam urat
aterosklerosis (Naisari, et al. 2007). Penelitian dalam sampel darah vena dan darah bekam
di Indonesia yang dilakukan oleh Majid B setelah perlakuan bekam basah diperoleh hasil
tahun 2008, didapatkan hasil bahwa terapi kadar asam urat dari darah vena dengan nilai
bekam basah dapat merubah lipoprotein darah rerata 5,16 standar deviasi 1,15 dan dari
perokok yaitu menurunkan kadar kolesterol sampel darah yang ditampung dalam gelas
total dan kadar LDL serta menaikkan HDL. bekam dengan nilai rerata 6,37 standar deviasi
Sayed, 2013, menyatakan bahwa terapi bekam 1,7 yang berarti terdapat perbedaan secara
basah memungkinkan terjadinya perlukaan bermakna.
kecil dan tipis pada permukaan kulit dan Berdasarkan pemahaman dan kondisi di atas
ditambah adanya tindakan vakumisasi maka peneliti tertarik untuk melakukan
sehingga memungkinkan penelitian dengan judul ‘Efek terapi bekam
basah terhadap kadar asam urat dalam darah
pada penderita hiperurisemia di Unimus
Holistik Care (UHC) Semarang”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
aksperimen dengan menggunakan
rancangan penelitian nonrandomized pre test- dengan jeda waktu selama 30 hari dengan
post test control group design (Notoatmodjo, jumlah titik bekam sebanyak 5 titik (ketentuan
1993). Penelitian ini melibatkan dua kelompok titik seperti pada lampiran). Sampel penelitian
responden, yaitu: kelompok A responden ditentukan secara purposive sampling dengan
sebanyak 5 orang yang diberikan perlakukan kriteria inklusi sebagai berikut: laki-laki dan
terapi bekam basah sebanyak 2 kali dengan atau
jeda waktu selama 30 hari dan dengan jumlah
titik bekam sebanyak 5 titik dan kelompok B
responden sebanyak 5 orang yang diberi
perlakuan terapi bekam basah sebanyak 2 kali

363
perempuan usia 20 – 50 tahun, diagnosa hiperurisemia responden dilakukan
hiperurisemia, tidak mengkonsumsi obat dengan cara melakukan pengukuran kadar
penurun asam urat, tidak ada riwayat asam urat dari darah arteri kapiler di ujung jari
mendapatkan tindakan terapi bekam dengan kriteria nilai kadar asam urat diatas 7
sekurang-kurang 1 bulan dari waktu mg% pada laki-laki dan diatas 6 mg% pada
pelaksanaan penelitian, tidak menderita perempuan (Meenaskshi, 2005).
penyakit berat dan kronis dan bersedia Berikut ini adalah skema desain
menjadi subyek penelitian. Penentuan penelitian:

Oa1 Xa1 Oa2 Oa3 Xa2 Oa4

30 Hari

364
A

30 Hari

Ob1 Xb1 Ob2 Ob3 Xb2 Ob4

Membandingkan:

Oa1 dengan Oa2 = Oa12 Ob1 dengan Ob2 = Ob12

Oa3 dengan Oa4 = Oa34 Ob3 dengan Ob4 = Ob34

Oa1 dengan Oa4= Oa14 Ob1 dengan Ob4 = Ob14

Keterangan:
A = Kelompok responden yang diberi perlakuan terapi bekam basah jeda 30 hari dengan 5 titik
bekam
B = Kelompok responden yang diberi perlakuan terapi bekam basah jeda 30 hari dengan 5 titik
bekam
Oa1 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A sebelum
terapi bekam basah ke-1
Oa2 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A setelah
terapi bekam basah ke-1

365
Oa12 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-1
Oa3 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A sebelum
terapi bekam basah ke-2
Oa4 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan A setelah
terapi bekam basah ke-2
Oa34 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-2
Oa14 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
A sebelum terapi bekam ke-1 dan setelah ke-2
Ob1 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B sebelum
terapi bekam basah ke-1
Ob2 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B setelah
terapi bekam basah ke-1
Ob12 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-1
Ob3 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B sebelum
terapi bekam basah ke-2
Ob4 = Kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan B setelah
terapi bekam basah ke-2
Ob34 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum dan setelah terapi bekam basah ke-2
Ob14 = Perbedaan kadar asam urat dalam darah vena dan asam urat dalam urin kelompok perlakuan
B sebelum terapi bekam ke-1 dan setelah ke-2
Xa1 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan A yang pertama.
Xa2 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan A yang kedua.
Xb1 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan B yang pertama.
Xb2 = Perlakuan terapi bekam basah pada kelompok perlakuan B yang kedua.

HASIL DAN DISKUSI


1. Kadar asam urat darah dengan sampel darah arteri pada tahap identifikasi
responden.
Tabel 4.1
Kadar asam urat dalam darah tahap identifikasi responden

Calon Responden Jenis Kadar As. Urat Keterangan


No. (CR) Kelamin (Darah Arteri) Satuan
1 CR 1 Laki-laki 7,8 mg% R
2 CR 2 Laki-laki 7,4 mg% R
3 CR 3 Laki-laki 6,5 mg% NR
4 CR 4 Laki-laki 7,8 mg% R
5 CR 5 Laki-laki 6,2 mg% NR
6 CR 6 Perempuan 6,8 mg% R
7 CR 7 Perempuan 6,6 mg% R
8 CR 8 Perempuan 7,6 mg% R
9 CR 9 Perempuan 6,8 mg% R
10 CR 10 Perempuan 5,4 mg% NR
11 CR 11 Perempuan 6,4 mg% R
12 CR 12 Perempuan 6,6 mg% R
13 CR 13 Laki-laki 7,2 mg% NR
14 CR 14 Laki-laki 10,2 mg% R
Keterangan:
CR = Calon responden, R = Responden, NR = Non Responden

2. Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam (Pre dan post
bekam dengan dua kali perlakuan terapi bekam basah).
a. Kelompok A
Tabel 4.2
Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam

No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2


Kadar As Urat (mg%) Kadar As Urat (mg%)
Darah Vena Darah Darah Vena Darah
Pre Post ∆ Bekam Pre Post ∆ Bekam
1 A1 7,3 6,4 -0,9 7 5,7 6,4 +0,7 10,2
2 A2 6,9 6,8 -0,1 6,9 6,8 6,2 -0,4 7
3 A3 7,6 8,2 +0,6 8,4 5,1 4,8 -0,3 5
4 A4 6,3 4,4 -1,9 0 4,4 3,7 -0,7 4,5
5 A5 8,3 7,9 -0,6 0 6,7 5,7 -0,1 5,7
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) = meningkat
(- ) = menurun

Berdasarkan data pada table 4.2 diatas


dapat disimpulkan bahwa pada darah dan empat responden yang
kelompok A setelah dilakukan terapi lainnya mengalami penurunan.
bekam basah tahap 1 didapatkan satu Sedangkan untuk kadar asam urat di
responden yang mengalami dalam darah bekam sebagian besar
peningkatan kadar asam urat dalam mempunyai nilai lebih tinggi
darah dan empat responden dibandingkan kadar asam urat dalam
mengalami penurunan kadar asam urat sampel darah vena sebelum dilakukan
di dalam darahnya. Setelah perlakuan terapi bekam basah baik tahap 1
bekam basah tahap 2 didapatkan juga maupun ke 2, namun ada dua
satu orang responden yang mengalami responden yang kadar asam urat
peningkatan kadar asam urat dalam dalam darah bekamnya tidak terukur
karena sampel darah bekam
mengalami lisis.

b. Kelompok B
Tabel 4.3
Kadar asam urat darah dengan sampel darah vena dan darah bekam

No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2


Kadar As Urat (mg%) Kadar As Urat
(mg%)
Darah Vena Darah Darah Vena Darah
Pre Post ∆ Bekam Pre Post ∆ Bekam
1 B1 11,7 11,2 -0,5 0 10,8 12,9 +2,1 13,3
2 B2 8,7 5,2 -0,35 0 4,5 3,6 -0,9 7,5
3 B3 6,8 6,2 -0,6 6,2 5,2 5,5 +0,3 5,4
4 B4 5,3 5,9 +0,6 5,4 7,5 6,3 -1,2 8,5
5 B5 6 5,9 -0,1 5,2 6,1 5,4 -0,7 7,5
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) =
meningkat (- )
= menurun
Berdasarkan data pada table 4.3 diatas mengalami peningkatan kadar asam
dapat disimpulkan bahwa pada urat dalam darah dan empat responden
kelompok B setelah dilakukan terapi mengalami penurunan kadar asam urat
bekam basah tahap 1 didapatkan satu di dalam darahnya. Setelah perlakuan
responden yang bekam basah
tahap 2 didapatkan juga dua orang responden yang mengalami peningkatan
kadar asam urat dalam darah dan tiga asam urat yang lebih rendah
responden yang lainnya mengalami dibandingkan asam urat darah vena
penurunan. Sedangkan untuk kadar sebelum bekam basah dan terdapat dua
asam urat di dalam darah bekam pada responden yang kadar asam urat
terapi bakam basah tahap 1 didapatkan dalam darah bekamnya tidak terukur
data satu orang responden yang karena sampel darah bekam
mempunyai nilai lebih tinggi mengalami lisis. Kadar asam urat
dibandingkan kadar asam urat dalam dalam darah bekam pada perlakuan
sampel darah vena sebelum dilakukan bekam tahap 2 didapatkan seluruh
terapi bekam basah, dua orang responden menunjukkan kadar asam
responden dengan kadar urat yang lebih besar dibandingkan
kadar asam urat dalam sampel darah
vena sebelum bekam.

3. Kadar asam urat urin dengan sampel urin pagi (Pre dan post bekam dengan dua kali
perlakuan terapi bekam basah).
a. Kelompok A
Tabel 4.4
Kadar asam urat dalam urin
No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2
Kadar As. Urat Urin (+) Kadar As. Urat Urin (+)
Pre Post ∆ Pre Post ∆
1 A1 4 2 -2 2 1 -1
2 A2 2 1 -1 1 0 -1
3 A3 0 0 0 0 0 0
4 A4 0 0 0 0 0 0
5 A5 2 0 -2 0 0 0
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) =
meningkat (- )
= menurun

Berdasarkan data pada tabel 4.4 diatas asam urat dalam urin. Sedangkan pada
dapat disimpulkan bahwa pada terapi bekam basah tahap 2 didapatkan
kelompok A setelah dilakukan terapi data dua responden mengalami
bekam basah tahap 1 didapatkan tiga penurunan kadar asam urat urin dan
responden mengalami penurunan tiga responden tidak mengalami
kadar asam urat dalam urin dan dua perubahan kadar asam urat
responden tidak mengalami dalam urin.
perubahan kadar

b. Kelompok B
Tabel 4.5
Kadar asam urat dalam urin
No. Responden Terapi Bekam 1 Terapi Bekam 2
Kadar As. Urat Urin (+) Kadar As. Urat Urin (+)
Pre Post ∆ Pre Post ∆
1 B1 0 0 0 4 2 -2
2 B2 0 0 0 0 0 0
3 B3 0 0 0 0 0 0
4 B4 0 0 0 0 0 0
5 B5 0 1 +1 1 0 -1
Keterangan: ∆ = selisih antara hasil post test dan pre test
(+) =
meningkat (- )
= menurun
Berdasarkan data pada tabel 4.5 diatas perubahan kadar asam urat dalam urin.
dapat disimpulkan bahwa pada Sedangkan pada perlakuan terapi
kelompok B setelah dilakukan terapi bekam basah tahap 2 didapatkan dua
bekam basah tahap 1 didapatkan data responden mengalami penurunan
satu responden mengalami kadar asam urat dalam urin dan tiga
peningkatan kadar asam urat dalam responden tidak mengalami perubahan
urin dan empat responden tidak kadar asam urat dalam urinnya.
mengalami

4. Rerata Kadar Asam Urat dalam darah (Sebelum dan setelah bekam basah).
Tabel 4.6
Rerata kadar asam urat dalam darah (semua perlakuan)
Report
Treatment Pre_1 Post_1 Pre_2 Post_2
A Minimum 6.3 4.4 4.4 3.7
Maximum 8.3 8.2 6.8 6.4
Mean 7.280 6.740 5.740 5.360
Std. Deviation .7497 1.5060 1.0310 1.1149
B Minimum 5.3 5.2 4.5 3.6
Maximum 11.7 11.2 10.8 12.9
Mean 7.700 6.880 6.820 6.740
Std. Deviation 2.5720 2.4427 2.4914 3.5823

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat kecenderungan penurunan kadar asam


disimpulkan bahwa berdasarkan urat sebesar 0,380. Sedangkan pada
frekuensi perlakuan terapi bekam perlakuan bekam basah kelompok B
basah sebanyak 2 kali perlakuan dan diperoleh hasil rerata kadar asam urat
masing-masing kelompok dengan jeda darah sebelum perlakuan tahap 1
waktu 30 hari dimana pada kelompok sebesar 7,700 dan setelah perlakuan
A diperoleh data rerata kadar asam sebesar 6,880, terdapat perbedaan dan
urat darah sebelum perlakuan terapi kecenderungan penurunan kadar asam
bekam basah tahap 1 sebesar 7,280 urat darah sebesar 0,920. Pada
dan setelah bekam basah sebesar perlakuan terapi bekam basah tahap ke
6,740, terdapat perbedaan dan 2 diperoleh hasil rerata kadar asam
kecenderungan penurunan kadar asam urat darah sebelum perlakuan sebesar
urat darah sebesar 0,540. Pada 6,820 dan setelahnya sebesar 6,740,
perlakuan terapi bekam basah tahap 2 terdapat perbedaan dan
diperoleh hasil rerata sebelum kecenderungan penurunan asam urat
perlakuan sebesar 5,740 dan darah sebesar 0,080.
setelahnya sebesar 5,360, terdapat
perbedaan dan
5. Rerata Kadar Asam Urat dalam urin (Sebelum dan setelah bekam basah).
Tabel 4.7
Rerata kadar asam urat dalam urin (semua perlakuan)
Report
Treatment Pre_1 Post_1 Pre_2 Post_2
A Minimum 0.0 0.0 0.0 0.0
Maximum 4.0 2.0 2.0 1.0
Mean 1.600 0.600 0.600 0.200
Std. Deviation 1.6733 0.8944 0.8944 0.1149
B Minimum 0.0 0.0 0.0 0.0
Maximum 0.0 1.0 4.0 2.0
Mean 0.000 0.200 1.000 0.400
Std. Deviation 0.000 0.4472 1.7321 0.8944

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat terdapat perbedaan dan


disimpulkan bahwa berdasarkan kecenderungan penurunan kadar asam
frekuensi perlakuan terapi bekam urat dalam urin sebesar 0,400.
basah sebanyak 2 kali perlakuan dan Sedangkan pada perlakuan bekam
masing-masing kelompok dengan jeda basah kelompok B diperoleh hasil
waktu 30 hari dimana pada kelompok rerata kadar asam urat dalam urin
A diperoleh data rerata kadar asam sebelum perlakuan tahap 1 sebesar
urat dalam urin sebelum perlakuan 0,000 dan setelah perlakuan sebesar
terapi bekam basah tahap 1 sebesar 0,000, tidak terdapat perbedaan atau
1,600 dan setelah bekam basah sebesar tidak mengalami perubahan. Pada
0,600, terdapat perbedaan dan perlakuan terapi bekam basah
kecenderungan penurunan kadar asam kelompok B tahap ke 2 diperoleh hasil
urat dalam urin sebesar 1,000. Pada rerata kadar asam urat dalam urin
perlakuan terapi bekam basah tahap 2 sebelum perlakuan sebesar 1,000 dan
diperoleh hasil rerata kadar asam urat setelahnya sebesar 0,400, terdapat
dalam urin sebelum perlakuan sebesar perbedaan dan kecenderungan
0,600 dan setelahnya sebesar 0,200, penurunan asam urat dalam urin
sebesar 0,600.

SIMPULAN DAN SARAN yang bermakna secara statistik terjadi


1. Perlakuan terapi bekam basah tidak pada kondisi perlakuan kelompok A
mempunyai efek atau pengaruh dengan menganalisis data secara serial
yang bermakna secara statistik yaitu berdasarkan data kadar asam urat
meskipun secara keseluruhan darah sebelum perlakuan tahap 1
terdapat kecenderungan penurunan dengan kadar asam urat darah setelah
kadar asam urat dalam darah, nilai perlakuan terapi bekam basah tahap 2
p sebesar 0,266 (>0,05) untuk dengan hasil nilai p sebesar 0,014
(<0,05).
tahap 1 kelompok A dan nilai p
sebesar 0,263 (>0,05) untuk tahap 3. Perlakuan terapi bekam basah tidak
2, sedangkan kelompok B mempunyai efek atau pengaruh
diperoleh nilai p sebesar 0,900 yang bermakna statistik terhadap
(>0,05) pada tahap 1 dan nilai p peningkatan kadar asam urat dalam
sebesar 0,308 (>0,05) pada tahap 2. urin bahkan cenderung menurun,
2. Perlakuan terapi bekam basah hal ini ditunjukkan dengan data
mempunyai efek atau pengaruh bahwa perlakuan terapi bekam
basah secara tunggal dengan B diperoleh nilai nilai p sebesar 0,102
menganalisis data sebelum dan setelah (>0,05) untuk tahap 1 kelompok A dan
bekam baik pada kelompok A maupun nilai p sebesar 0,157 (>0,05) untuk tahap
2, sedangkan kelompok B diperoleh Gandasoebrata R. 2007. Penuntun
nilai p sebesar 0,317 (>0,05) pada
Laboratorium Klinik. Dian Rakyat.
tahap 1 dan nilai p sebesar 0,180
(>0,05) pada tahap 2. Jakarta. Hal.111-115.
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Ed. 22. Alih Bahasa:
UCAPAN TERIMAKASIH dr. Brahm U. Pendit. EGC. Jakarta
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2008. Buku
semua pihak yang telah membantu dalam Ajar Fisiologi Kedokteran
proses penelitian ini khususnya kepada DIKTI (Textbook of Medical Physiology).
sebagai penyandang dana penelitian, ketua Edisi 11. Alih Bahasa:Irawati dkk.
LPPM Unimus beserta jajarannya atas EGC. Jakarta
bimbingan dan motivasi dalam proses Hidayat R. 2009. Gout dan hiperurisemia.
penelitian.
Medicinus. Edisi Juni-
Agustus;22:47-50
DAFTAR PUSTAKA
Kazufumi N, Kunitoshi I, Taku I, Takashi
Darmawan J., Rasker JJ, Nuralim H. 2009.
T, Yosiharu I, Shuichi T. 2004.
The effect of Control and Self –
Hyperuricemia
Medication of Chronic Gout in
a Developing
and Cardiovascular risk factor
clustering in a screened cohort in
Country,
Okinawa, Japan. Hypertens Res.
http//medisdankomputer.co.cc,
27:227-33
Outcome after 15 Years
Kelly, WN & Wortmann, RL., 1997.
Dinas Kesehatan Kota Tegal, 2008.
Crystal-associated synovitis:gout
Profil Kesehatan Kota Tegal, Tegal
Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., and hyperuricemia. In:Kelly WN,
Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, Harris ED, Ruddy S, Sledge CB,
L.M. 2011. eds. Pharmacotherapy: A editors. Text-book of
Pathophysiological Approach, 7th Rheumatology. 5th ed.
edition. 2011. New York, Philadelphia:WB Saunders;
NY:MacGraw Hill; 1739. p.1313-47
Fatahillah A. 2006. Keampuhan Bekam. Kurniari, P.K., Kambayana, G., dan Putra,
Qultum Media. Tangerang. hal.39- T. 2011. Hubungan Hiperurisemia dan
48 Fraction uric Acid Clearence di Desa
Teganan Pegrisingan Karangasem
Mahdavi, M.R.V., Gahzanfari, T., Aghajani,
Bali. Jurnal Penyakit Dalam,
M., Danya, F., & Naseri,
12(2):77-80
M. 2008. Evaluation of Effect of
Liu B, Wang T, Zhao HN, Yue WW, Yu
Traditional Cupping on the
HP, Liu CX, et al. 2011. The
Biochemical, Hematological and
Prevalence of hyperuriscemia in
Immunological Factors of Human
China: a Meta-Analysis. BMC
Venous Blood. Faculty of
Public Health. 11:832
Medicine, Islamic Republic of Iran.
Komponen Darah Perokok. Tesis.
Majid B. 2008. Kajian Terapi Bekam
Program Magister. Fakultas
terhadap Profil Lipoprotein
Biologi. Universitas Gadjah Mada.
dan
Yogyakarta
Nan, H., Qiao, Q., Dong, Y., Gao, W., Tang,
B., Qian, R., dan Tuomilheto, J. 2006.
The Prevalance of Hyperuricemia in a
Population of The Coastal City of
Qingdao, China. Journal of Rheumatology,33(7):1346-1350
Niasari M., Kosari F. And Ahmadi A. 2007. The Effect of Wet Cupping on Serum Lipid
Concentrations of Clinically Healthy Young Men:A Randomized Controlled Trial. The
Journal of Alternative and Complementary Medicine. Vol. 13. Number 1. Pp. 79-82
Notoadmodjo, Sukidjo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta.
Putra, T.R., 2009. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: InternaPublishing.
397:2550-2564.
Rodwell, V.W. 2003. dalam Biokimia Harper. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimindin.
Ed. 25. Jakarta. EGC. h.366-380
Rotty L. 1999. Gambaran Asam Urat pada Suku Minahasa Usia Dewasa Muda (Tesis). Manado;
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Sacher, R.A., McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Ed. 11.
Jakarta. EGC. h.293-295
Sayyid. Muhammad A.B. 2007. Pola Makan Rasullullah, Makanan Sehat Berkualitas
menurut Al Quran dan As Sunah, Almahira. Jakarta. hal 122-125
Sayed E.SM., Mahmud HS., and Nabo MMH. 2013. Medical and Scientific Bases of Wet Cupping
Therapy (Al-hijamah): in Light of Modern Medicine and Prophetic Medicine. Altern Integ Med
2:5
Sugiyono.2005. Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta
Vitoon J., Rungroj K., Thananya B., Kamol U., Suthipo U. 2008. Prevalence of Hyperuricemia in Thai
patients with Acute Coronary Syndrome. Thai Heart J.
Wortmann RL., 2009. Gout and hyperuricemia. In. Firestein GS., Budd RC., Harris ED., Rudy S.,
Sergen JS, editors. Kelley’s Texbook of Rheumatology. 8thed. Philadelphia:Saunders; p.1481-
506.
Yoo S.S. and Tausk F. 2004. Morphology Cupping:East meets West. International Journal of
Dermatology.43.664-665

RELAKSASI GENGGAM JARI DAN KOMPRES HANGAT TERHADAP INTENSITAS


NYERI PADA PENDERITA GOUT ARTHRITIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALIANYANG
FINGER HANDHELD RELAXATION AND WARM COMPRESSES ON THE
PAIN INTENSITY IN PATIENT WITH ARTHRITIS GOUT IN THE WORKING
AREA OF PUSKESMAS ALIANYANG.

Modesta Ferawati1, Yoga Pramana2, Winarianti3


1
Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura
Modestaferawati2@gmail.com
2
Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura
3
Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Latar Belakang : Gout Arthritis (GA) merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Nyeri merupakan manifestasi yang sering
timbul dan sangat mengganggu. Penatalaksanaan nyeri GA ini dapat menggunakan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan adalah relaksasi
genggam jari dan kompres hangat.
Tujuan : Mengetahui efektivitas relaksasi genggam jari dan kompres hangat terhadap intensitas nyeri
pada penderita gout arthritis di wilayah kerja Puskesmas Alianyang.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian Quasi Experiment
Pre and Post Test Control Group Design. Penelitian ini menggunakan teknik Non probability
sampling dengan metode Accidental Sampling dengan jumlah sampel 40 responden yang
dibagi menjadi 20 responden pada kelompok perlakuan dan 20 responden kelompok kontrol.
Analisa data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Regresi Linier Sederhana.
Hasil : Karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar responden berusia 56-65 tahun
dengan persentase 37,5%, jenis kelamin terbanyak perempuan, yaitu 87,5%, IMT terbanyak pada
kategori overweight yaitu sebanyak 47,5%, budaya sebagian besar responden adalah suku Melayu
yaitu 60%, dan asupan purin sebagian besar responden mengkonsumsi makanan tinggi purin yaitu
45%. Analisis Bivariat wilcoxon sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan diperoleh
nilai p value 0,000 < 0,05 dan hasil uji regresi linier diperoleh hasil terjadi penurunan intensitas nyeri
pada kelompok relaksasi genggam jari sebesar 0,549 dan pada kompres hangat sebesar 0,243.
Kesimpulan : Terjadi penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan relaksasi genggam jari dan
kompres hangat pada penderita GA. Pada penelitian ini, relaksasi genggam jari lebih efektif daripada
kompres hangat terhadap penurunan intensitas nyeri penderita GA.

Kata Kunci : Relaksasi Genggam Jari, Kompres Hangat, Gout Arthritis, nyeri
Referensi : 26 (2006-2018)
ABSTRACT

Background: Arthritis Gout (GA) is a metabolic disorder characterized by an increase in


blood uric acid levels (hyperuricemia). Its main clinical manifestation is pain which often
appear and interfere daily activities . Management of GA’s pain can be done with
pharmacological and non-pharmacological therapies. The non-pharmacological therapies
that can be given is finger hand-held relaxation and warm compresses.
Purpose: Knowing the effectiveness of finger hand relaxation and warm compresses on pain
intensity in gout arthritis patients in the working area Puskesmas Alianyang.
Methode: Quantitative research was conducted using the Quasi Experiment Pre and Post
Test Control Group Design research design. This research used Non probability sampling
technique with Accidental Sampling method with a total sample of 40 respondents divided
into 20 respondents in the treatment group and 20 respondents in the control group.
Wilcoxon test and Simple Liniear Regression was used in data analysis.
Results: Characteristics of respondents based on the age of most respondents within range of
56-65 years old with a percentage of 37.5%, the highest gender of women, which is 87.5%,
the highest BMI in the overweight category is as much as 47.5%, the culture of the majority
of respondents is the Malay tribe, which is 60%, and purine intake, most of the respondents
consumed high purine food, which was 45%. Bivariate analysis of wilcoxon before and after
intervention in the treatment group obtained p value of 0,000 <0,05 and Simple Liniear
Regression test results obtained that there was a decrease in pain intensity in the hand-held
relaxation group of 0,549 and in warm compresses at 0,243.
Conclusion: There was a decrease in pain intensity after finger hand-held relaxation and
warm compresses on patient with GA. In this study, finger hand-held relaxation was more
effective than warm compresses to decrease pain intensity of patient GA.

Keywords:Finger hand-held relaxation, Warm Compresses, Arthritis Gout, pain


Reference: 26 (2006-2018)
PENDAHULUAN penyakit sendi ini terus meningkat seiring
Gout Arthritis (GA) atau asam urat adalah dengan bertambahnya usia7.
satu diantara jenis penyakit sendi yang paling Peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
sering ditemui1. GA merupakan suatu penyakit menyebabkan terjadinya
sistemik dimana terjadi penumpukan kristal pengendapan dan penumpukan kristal
monosodium MSU di persendian dan jaringan lainnya 8. Kristal
urat (MSU) dipersendian dan jaringan lainnya MSU yang menumpuk menimbulkan respon
sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi2. inflamasi pada sendi seperti nyeri, kemerahan,
Data World Health Organization (WHO) pembengkakan dan rasa hangat, hal ini
pada tahun 2016 memperkirakan penderita juga disebut
penyakit sendi mencapai 335 juta orang3. sebagai serangan GA9.
Prevalensi penyakit GA di dunia menurut Nyeri merupakan pengalaman yang tidak
WHO mencapai 20% dari jumlah penduduk menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan
dunia4. Angka kejadian penyakit GA di USA dan menjadi alasan seseorang untuk mencari
diperkirakan 13,6/100.000 penduduk5. GA ini pengobatan atau perawatan kesehatan. Nyeri
dapat terjadi pada 840 dari setiap 100.000 adalah satu diantara gejala atau masalah yang
orang6. Berdasarkan data Riskesdas (2013), sering dialami dalam bidang kesehatan, namun
penyakit sendi di Indonesia yang terdiagnosis
mencapai 11,9% dan yang
mengalami gejala sekitar 24,7%. Jumlah
penderita nyeri sendi di Kalimantan Barat yang
terdiagnosis sekitar 13,3% sedangkan yang
mengalami gejala sebesar 22,3%. Prevalensi
dalam kenyataannya nyeri sangat sulit relaksasi genggam jari10,13.
dipahami. Hal ini dikarenakan nyeri bersifat Relaksasi genggam jari merupakan suatu
subjektif10. cara untuk mengelola dan mengembangkan
Nyeri pada persendian yang tidak emosi. Teknik ini membantu tubuh, pikiran dan
ditangani akan mempengaruhi kenyamanan jiwa untuk merasa relaksasi14. Teknik
tubuh dan berdampak pada aktivitas klien, relaksasi ini
gangguan tidur, dan menimbulkan depresi akan memudahkan klien untuk mengontrol
akibat rasa nyeri yang tidak kunjung dirinya ketika muncul rasa nyeri dan
sembuh11. Nyeri pada persendian seringkali ketidaknyamanan13. Relaksasi genggam jari
membuat klien takut untuk bergerak sehingga ini akan menghasilkan gelombang listrik atau
mengganggu impuls yang diteruskan menuju
aktivitas sehari-hari dan menurunkan otak. Impuls yang diterima otak akan diproses
produktivitas12. Penanganan nyeri sendi yang dengan cepat dan akan disalurkan melalui
dapat dilakukan diantaranya dengan serabut saraf aferen nonnosiseptor. Serabut
memberikan intervensi kolaboratif berupa saraf ini akan merangsang pintu gerbang
terapi farmakologis dan intervensi mandiri (substansi gelatinosa) untuk tertutup sehingga
berupa terapi nonfarmakologis. Terapi stimulus nyeri pada korteks serebri terhambat
nonfarmakologis yang dapat membantu dan berkurang15.
dalam meredakan nyeri seperti masase, Selain relaksasi genggam jari, kompres
kompres hangat, distraksi, imajinasi hangat merupakan salah satu intervensi dalam
terbimbing, hipnosis, dan relaksasi, memanajemen nyeri yang sering digunakan.
akrupresur, sentuhan terapeutik, dan Kompres hangat
memberikan efek fisiologis dan efek terapeutik untuk mengetahui efektivitas relaksasi
berupa mengurangi rasa nyeri, meningkatkan genggam jari dan kompres hangat terhadap
sirkulasi darah serta mengurangi kekakuan penurunan skala nyeri pada responden Gout
sendi16. Arthritis.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai HASIL PENELITIAN
Relaksasi Genggam Jari dan Kompres hangat
terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita GA di Analisa Univariat
Wilayah Kerja Puskesmas Alianyang. Tabel 1: Distribusi karakteristik responden
responden berdasarkan usia, jenis
kelamin, Indeks Massa Tubuh (IMT),
METODE PENELITIAN budaya, dan asupan purin pada
Penelitian ini adalah penelitian responden Gout Arthritis
(n=40)
Karakteristik Perlakuan Kontrol Total

dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas ≥ 45 tahun- peneliti (NRS) an NRS


Alianyang mulai tanggal 21 Juni-2 Agustus 70 tahun an ini . sebelum
2018. Sampel dalam penelitian sebanyak 40 dan adalah Intens dan
responden, yang terbagi dalam 20 responden mengkonsu lembar itas setelah
kelompok perlakuan dan 20 responden msi observa nyeri dilakuka
kelompok kontrol. Pengambilan sampel analgesik. si nyeri respon n
menggunakan teknik Non probability sampling Alat Numeri den intervens
dengan menggunakan metode Accidental ukur yang c diukur i
Sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini digunakan Rating meng relaksasi
adalah responden yang mengeluh nyeri, berusia dalam Scale gunak genggam
kuantitatif dengan menggunakan desain f % f % F %
penelitian Quasi Experiment Pre and Post Usia
Test Control Group Design. Penelitian ini 36-45 Tahun 1 5.0 3 15.0 4 10.0
jari selama 30 menit pada kelompok 46-55 Tahun 7 35.0 7 35.0 14 35.0
56-65 Tahun 10 50.0 5 25.0 15 37.5
>65 Tahun 2 10.0 5 25.0 7 17.5
Jenis Kelamin
Laki-laki 2 10.0 3 15.0 5 12.5
Perempuan 18 90.0 17 85.0 35 87.5
IMT

(<18,5)
Normal (18,5-
25) 8 40.0 9 45.0 17 42.5
Overweight
(>25-27) 11 55.0 8 40.0 19 47.5
Obesitas
(>27) 1 5.0 3 15.0 4 10.0
Budaya
Melayu
Jawa 13 65.0 11 55.0 24 60.0
Madura 2 10.0 6 30.0 8 20.0
Cina 4 20.0 1 5.0 5 12.5
Asupan 1 5.0 2 10.0 3 7.5
Purin
Rendah
(<500mg) 4 20.0 5 25.0 9 22.5
Sedang (500-
1000 mg) 7 35.0 5 25.0 12 30.0
Tinggi (>1000
9 45.0 10 50.0 19 47.5
perlakuan dan kompres hangat selama 30 mg)

menit pada kelompok kontrol. Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil


bahwa usia responden terbanyak adalah 56-65
Analisa data menggunakan uji Wilcoxon
tahun (lansia akhir) yaitu sebanyak 15
untuk mengetahui penurunan intensitas nyeri responden (37,5%). Jenis kelamin responden
pada penderita gout sebelum diberi intervensi sebagian besar adalah perempuan yaitu
(pre test) dan setelah intervensi (post test). sebanyak 35 responden (87,5%). Berdasarkan
Sedangkan uji Regresi Linier Sederhana IMT, didapatkan bahwa sebagian besar
digunakan responden memiliki

IMT overweight, yaitu sebanyak 19 responden kelompok perlakuan sebanyak 18 responden


(47,5%). Berdasarkan budaya, didapatkan hasil (90%) mengalami nyeri ringan (1-3) dan
bahwa sebanyak 24 responden (60%) adalah sebanyak 2 responden (10%) mengalami nyeri
suku Melayu. Berdasarkan asupan purin, sedang.
didapatkan hasil bahwa sebanyak 19 responden
(47,5%) mengkonsumsi makanan tinggi purin. Analisa Bivariat
Tabel 4 : Pengaruh relaksasi genggam jari dan
Tabel 2: Karakteristik Intensitas Nyeri kompres hangat terhadap penurunan
intensitas nyeri pada penderita GA

Responden Sebelum dan Sesudah


diberikan Relaksasi Genggam Jari Wilcoxon Relaksasi Kompres
Genggam Hangat
pada kelompok Perlakuan (n=20)
Jari
Skala Nyeri Pre test Post test Pre Post Pre Post
f % f % Mean 5.40 2.25 5.20 2.10
Nyeri Ringan (1-3) 2 10.0 18 90.0 Min-Max 3-7 1-5 3-7 1-4
Nyeri Sedang (4-6) 13 65.0 2 10.0 SD 1.314 1.020 1.196 1.071
Nyeri Berat (7-10) 5 25.0 0 0 P value 0.000 0.000

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan hasil bahwa sebelum diberi intervensi relaksasi
genggam jari sebanyak 13 responden (65%) Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil
mengalami nyeri sedang (4-6) dan 5 responden bahwa nilai mean skala nyeri pada kelompok
(25%) mengeluh mengalami nyeri berat (7-10). perlakuan sebelum diberikan genggam jari
Setelah dilakukan intervensi relaksasi adalah 5,40 (nyeri sedang)
genggam jari, didapatkan hasil karakteristik ,dengan nilai standar deviasi 1,314. Setelah
skala nyeri pada responden sebanyak 18 diberikan intervensi, didapatkan nilai mean
responden (90%) mengalami nyeri ringan (1-3) 2,25 (nyeri ringan) dan nilai standar deviasi
dan sebanyak 2 responden (10%) mengalami 1,020. Dari hasil dari nilai pretest postest
nyeri sedang. menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p
value yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti ada
Tabel 3: Karakteristik Intensitas Nyeri pengaruh relaksasi genggam jari terhadap
Responden Sebelum dan Sesudah intensitas nyeri pada penderita GA.
Melakukan Kompres Hangat pada Pada kelompok kontrol yang melakukan
Kelompok Kontrol (n=20) kompres hangat, nilai mean skala nyeri
Skala Nyeri Pre test Post test sebelum diberi kompres hangat adalah 5,20
f % f % (nyeri sedang) dengan nilai standar deviasi
Nyeri Ringan (1-3) 2 10.0 1 8 90.0 1,196. Setelah diberi kompres hangat, terjadi
Nyeri Sedang (4-6) 15 75.0 2 10.0 penurunan pada nilai mean yaitu menjadi 2,10
Nyeri Berat (7-10) 3 15.0 0 0 (nyeri ringan, dan nilai standar deviasi 1,071.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil Dari hasil dari nilai pretest postest
karakteristik skala nyeri responden pada menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p
kelompok kontrol sebelum diberi intervensi value yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat
pengaruh kompres hangat terhadap perubahan
kompres hangat, sebanyak 15 responden (75%)
skala nyeri pada kelompok kontrol.
mengalami nyeri sedang (4-6), sebanyak 3
responden (15%) mengalami nyeri berat (7-
10), dan sebanyak 2 responde (10%)
mengalami nyeri ringan (1-3). Dan setelah
diberikan intervensi kompres hangat
didapatkan hasil karakteristik skala nyeri pada
responden
Tabel 5 : Efektivitas Pengaruh Relaksasi darah meningkat. Proses penuaan juga
Genggam Jari dan Kompres Hangat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
Terhadap Intensitas Nyeri pada pembentukan enzim di dalam sel yaitu
Penderita GA terjadinya defisiensi enzim Hypoxantine
Guanine Phosporibosyl
Uji Mean SD B P Transferase (HGRT)17.
Regresi valu
Linier e 2. Karakteristik responden
Sederhana PEMBAHASAN
Relaksasi 1.05 0.224 0.549 0.000 Karakteristik Responden
Genggam
1. Karakteristik responden
Jari
Kompres 1.95 0.224 0.243 0.248 berdasarkan usia
Hangat Usia responden yang banyak mengalami
GA adalah usia 56-65 tahun (lansia akhir)
Berdasarkan uji Regresi Linier sederhana, yaitu sebanyak15 responden dengan
didapatkan hasil nilai Coefficients B pada persentase 37,5%. Hal ini sesuai dengan
kelompok perlakuan relaksasi genggam jari pernyataan Muhajir, Widada, & Afrunto
adalah 0,549 dan nilai Coefficients B pada (2014), yang menyatakan bahwa seiring
kelompok kontrol adalah 0,243. Karena nilai bertambahnya usia, berbagai organ dan sel
Coefficients B pada kelompok relaksasi cenderung mengalami penurunan fungsional
genggam jari lebih besar dari nilai Coefficients dikarenakan adanya proses penuaan. proses
B kelompok kontrol, sehingga dapat dikatakan penuaan mulai terlihat pada usia >40 tahun.
Satu diantara organ yang mengalami
bahwa relaksasi genggam jari lebih efektif
penurunan fungsionalnya yaitu ginjal, dimana
daripada kompres hangat dalam menurunkan terjadi penurunan filtrasi, reabsorpsi dan
intensitas nyeri pada pasien GA. ekskresi pada ginjal. Penurunan kemampuan
ginjal dalam melakukan ekskresi terhadap
asam urat menyebabkan kadar asam urat berdasarkan Jenis Kelamin
dalam Berdasarkan jenis kelamin, dalam
penelitian ini sebagian besar responden
adalah perempuan yaitu sebanyak 35
responden (87,5%). Hal ini sesuai dengan
penelitian penelitian Untari, Sarifah &
Sulastri (2017) menyatakan
71,4% GA terjadi pada perempuan dan
mengalami peningkatan resiko setelah
mengalami menopause. Setelah memasuki
masa menopause perempuan mengalami
penurunan produksi hormon estrogen.
Hormon estrogen bersifat sebagai
uricosuric agent yaitu suatu zat kimia yang
berfungsi membantu meningkatkan ekskresi
asam urat melalui ginjal18.

3. Karakteristik responden
berdasarkan IMT
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT), dalam penelitian ini sebagian besar
responden memiliki IMT
overweight yaitu sebanyak 19
responden (47,5%). Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian Wulandari (2015) yang
mengatakan bahwa terdapat
hubungan antara IMT dengan peningkatan
kadar asam urat19. Kelebihan
berat badan meningkatkan risiko mengalami
hiperurisemia hingga 2-3kali lipat.
Hal ini dikarenakan peningkatan
coenzim A yang akan
memicu aktivitas adenine nucleotid
translocator (ANT) untuk
memproduksi adenin ekstra sel.
Peningkatan kadar adenin ekstra sel inilah
yang diduga memicu
pembentukan asam urat sebagai hasil akhir
metabolisme asam nukleotida20.
4. Karakteristik responden
berdasarkan Budaya 5. Karakteristik responden
Berdasarkan budaya, Sebagian besar berdasarkan asupan purin
responden dalam penelitian ini adalah suku Berdasarkan asupan purin sebagian
Melayu yaitu sebanyak 24 responden besar responden dalam penelitian ini
(60%). Belum ada penelitian yang mengkonsumsi makanan tinggi purin yaitu
menyatakan hubungan langsung antara latar sebanyak 19 responden (47,5%). Hasil
belakang budaya dengan peningkatan asam penelitian ini sejalan dengan hasil
urat. Hal ini dikarenakan tingginya kadar penelitian Diantari & Candra (2013), yang
asam urat seseorang dapat dipengaruhi oleh menyatakan bahwa terdapat pengaruh
berbagai faktor, seperti makanan, pola asupan purin terhadap peningkatan kadar
hidup, jenis kelamin dan usia. Dalam asam urat dalam tubuh21. Hal ini
dikarenakan makanan yang mengandung
penelitian ini sebagian besar responden
zat purin akan diubah menjadi asam urat.
memilik latar belakang budaya suku
Asam urat merupakan produk akhir
melayu, hal ini dapat diakibatkan letak metabolisme purin yang berasal dari
geografis dimana sebagian besar penduduk metabolisme dalam tubuh/faktor endogen
di Kota Pontianak adalah suku melayu. (genetik) dan dari luar tubuh/faktor
eksogen (sumber makanan)22. Nyeri yang muncul mengakibatkan rasa
Peningkatan kadar asam urat dalam ketidaknyamanan dan berdampak pada
tubuh menyebabkan terjadinya aktivitas klien, gangguan tidur, dan
pengendapan dan penumpukan kristal MSU menimbulkan depresi akibat rasa nyeri yang
di persendian dan jaringan lainnya8. Kristal tidak kunjung sembuh11. Penanganan nyeri
MSU yang menumpuk menimbulkan respon dapat dilakukan menggunakan terapi
inflamasi pada sendi seperti nyeri, farmakologis dan nonfarmakologis berupa
kemerahan, relaksasi genggamjari dan kompres hangat.
pembengkakan dan rasa hangat, hal ini juga Metode manajemen nyeri
disebut sebagai serangan GA9. Nyeri akut nonfarmakologis mempunyai risiko efek
pada satu atau beberapa sendi adalah tanda samping yang sangat rendah. Tindakan
khas pada GA23. nonfarmakolgis diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri10.

Intensitas Nyeri Responden Sebelum dan


Sesudah diberikan Relaksasi Genggam
Jari pada Kelompok Perlakuan
Hasil dalam penelitian ini sebelum
diberikan relaksasi genggam jari dari 20
orang responden sebanyak 13
responden (65%) mengalami nyeri
sedang. GA dimanifestasikan dengan nyeri
lokal, pada sebagian besar kasus nyeri
timbul mendadak dan hebat24. Timbulnya
nyeri GA dapat dipengaruhi beberapa
faktor seperti asupan purin dan
peningkatan kadar asam urat dalam darah25.
Nyeri merupakan perasaan
subjektif seseorang, intensitasnyeri
yang dirasakan setiap individu tidaklah
sama. Persepsi nyeri pada individu
dapat dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan
budaya.
Setelah dilakukan relaksasi genggam
jari selama 30 menit terjadi penurunan skala
nyeri ditandai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan sebanyak 18 responden (90%)
mengalami nyeri ringan dan 2 responden
(10%) mengalami nyeri sedang dan tidak
ada responden yang mengalami nyeri berat.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sebelum
diberikan intervensi relaksasi genggam jari
nilai mean yaitu 5,40, sedangkan setelah
diberikan intervensi terjadi penurunan nilai
mean menjadi 2,25. Setelah dilakukan uji
statistik menggunakan uji
Wilcoxon, didapatkan nilai p value 0,000 < bernafas dalam dapat memperlancar aliran
0,05 yang berarti terdapat pengaruh energi emosional dan perasaan sehingga dapat
relaksasi genggam jari terhadap penurunan merasa rileks26.
skala nyeri pada penderita GA di wilayah
kerja Puskesmas Alianyang. Intensitas Nyeri Responden Sebelum
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan Sesudah Melakukan Kompres
yang mengatakan bahwa perlakuan Hangat pada Kelompok Kontrol
relaksasi genggam jari akan menghasilkan Dalam penelitian ini, sebelum diberikan
impuls yang dikirim melalui serabut saraf kompres hangat dari 20 responden sebagian
aferen nonnosiseptor. Serabut saraf ini akan besar responden mengalami nyeri sedang
mengakibatkan pintu gerbang (substantia yaitu sebanyak 25 responden (75%) dengan
gelatinosa) tertutup sehingga stimulus nilai mean sebesar 5,20 setelah diberikan
nyeri terhambat. Memegang jari sambil kompres hangat selama 30 menit terjadi
penurunan intensitas nyeri yang ditunjukkan penghambat reseptor nyeri pada serabut
dengan hasil sebanyak 18 responden (90%) saraf besar dimana akan mengakibatkan
mengalami nyeri ringan dan 2 responden terjadinya perubahan mekanisme pintu
(10%) mengalami nyeri sedang, dengan gerbang yang akhirnya dapat memodifikasi
nilai mean menjadi 2,10. Berdasarkan hasil
dan merubah sensasi nyeri sebelum sampai
uji analisis menggunakan uji Wilcoxon
ke korteks serebri sehingga dapat
didapatkan nilai p= 0,000 < 0,05 yang
berarti ada pengaruh kompres hangat menimbulkan persepsi nyeri berkurang13.
terhadap perubahan skala nyeri pada Hasil penelitian ini sejalan dengan
kelompok kontrol pada penderita GA di penelitian yang dilakukan oleh Fajriyah,
wilayah kerja Puskesmas Alianyang. Sani, & Winarsih (2013) dengan hasil
Hasil ini sesuai dengan teori Price & terdapat perubahan skala nyeri pada
Wilson (2012) yang mengatakan bahwa pasien GA di wilayah kerja Puskesmas
kompres hangat dapat merangsang serat Batang III.
saraf untuk menutup gerbang sehingga
menghambat transmisi impuls nyeri ke Efektivitas Pengaruh Relaksasi
medulla spinalis dan otak9. Pemberian Genggam Jari dan Kompres Hangat
kompres hangat merupakan mekanisme Terhadap Intensitas Nyeri pada
Penderita GA
Dalam penelitian ini, relaksasi
genggam jari dan kompres hangat sama-
sama memiliki pengaruh dalam menurunkan
intensitas nyeri pada responden GA yang
ditunjukkan dengan nilai p 0,000<0,05.
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan
mengenai efektivitas antara intervensi
relaksasi genggam jari dan kompres hangat.
Berdasarkan hasil analisa data yang
dilakukan menggunakan uji Regresi Linier
Sederhana pada kelompok perlakuan
relaksasi genggam jari mampu
menurunkan intensitas nyeri sebesar 0,549,
sedangkan pada kelompok kontrol yang
melakukan kompres hangat mampu
menurunkan intensitas nyeri sebesar 0,243.
Sehingga pada penelitian ini relaksasi
genggam jari lebih efektif daripada kompres
hangat dalam menurunkan intensitas nyeri
pasien GA.
Teori Gate Control menjelaskan bahwa
stimulasi pada kulit akan mengaktifkan
serabut saraf sensori A- beta yang lebih
besar dan lebih cepat sehingga dengan
pemberian stimulasi kulit akan menurunkan
transmisi nyeri yaitu melalui serabut C-delta
A yang berdiameter kecil sehingga dapat
memblok atau menurunkan transmisi impuls
nyeri13.
Relaksasi genggam jari akan sehingga dapat merasa rileks26.
menghasilkan impuls yang akan diteruskan Responden yang diberikan
menuju ke otak melalui saraf aferen relaksasi genggam jari selama 30 menit
nonnosiseptor yang kemudian akan mengatakan mengalami penurunan nyeri dan
merangsang pintu gerbang (substansi lebih merasa rileks. Hal ini dikarenakan saat
gelatinosa) untuk tertutup sehingga melakukan relaksasi genggam jari dan napas
stimulus nyeri pada korteks serebri dalam akan merangsang pengeluaram
terhambat dan berkurang. Memegang jari endorfin yang berfungsi sebagai analgesik
sambil bernafas dalam dapat memperlancar alami dari dalam tubuh14.
aliran energi emosional dan perasaan
SIMPULAN DAN SARAN kompres hangat intensitas nyeri menjadi
SIMPULAN
nyeri ringan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan mengenai pengaruh relaksasi 4. Relaksasi genggam jari pada penelitian
genggam jari terhadap intensitas nyeri pada ini lebih efektif daripada kompres
penderita GA di wilayah kerja Puskesmas hangat terhadap penurunan intensitas
Alianyang, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: nyeri penderita GA di wilayah kerja
1. Usia responden yang mengalami GA Puskesmas Alianyang.
sebagian besar berusia 56-65 tahun
(lansia akhir), jenis kelamin responden SARAN
yang paling banyak adalah perempuan, 1. Bagi Aspek Teoritis
IMT sebagian besar responden berada Penelitian ini dapat dikembangkan lebih
dikategori overweight, suku responden lanjut dengan menggunakan metode dan
yang paling banyak adalah suku terapi pembanding yang lain untuk melihat
Melayu, dan asupan purin responden efektivitas relaksasi genggam jari ini.
yang paling banyak adalah kategori 2. Bagi Aspek Praktis
konsumsi makanan tinggi purin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
2. Intensitas nyeri pada responden menjadi sumber informasi dan dapat
diterapkan oleh tenaga kesehatan dan pasien
perlakuan sebelum diberikan relaksasi
GA di wilayah kerja Puskesmas Alianyang
genggam jari sebagian besar adalah sebagai intervensi non- farmakologi dalam
nyeri sedang dan sesudah diberikan memanajemen nyeri secara mandiri.
relaksasi genggam jari intensitas nyeri
menjadi nyeri ringan. REFERENSI
3. Intensitas nyeri pada kelompok kontrol
1. Anggraini, T., & Anggraini, D. I.
sebelum responden melakukan kompres
(2016). Penatalaksanaan Artritis
hangat sebagian besar adalah nyeri
Gout dan Hipertensi pada Lansia 70
sedang dan sesudah melakukan
Tahun dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga. Jurnal
Medula, 5(2), 108- 113.
2. Ignatavicius, D.D & Workman, M.L.
(2016). Medical Surgical Nursing:
Patient Centered Collaborative Care. 8
th Edition. United States of America:
Elsevier.
3. Bawarodi, F., Rottie, J., & Malara, R.
T. (2017). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kekambuhan
Penyakit Rematik di Wilayah
Puskesmas Beo Kabupaten Talaud.
Jurnal Keperawatan, 5(1).
4. Welkriana, P. W., Halimah, H., &
Putra, A. R. (2017). Pengaruh Frekuensi
Minum Kopi terhadap Kadar Asam
Urat Darah. BIOEDUKASI (Jurnal Purwokerto. In Prosiding Seminar
Pendidikan Biologi), 8(1), 83-89. Nasional & Internasional (Vol. 2, No.
5. Ardhiatma, F., Rosita, A., & Muji 2).
Lestari Ningsih, R. E. (2017). 15. Astutik, P., & Kurlinawati, E. (2017).
Hubungan antara Pengetahuan tentang Pengaruh Relaksasi Genggam Jari Gout
Arthritis terhadap Perilaku terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien
Pencegahan Gout Arthritis Pada Lansia. Post Sectio Caesarea di Ruang delima
Global Health Science (GHS), 2(2). RSUD Kertosono. Strada Jurnal
6. Djohari, M., & Paramitha, R. (2015). Ilmiah Keperawatan, 6(2), 30-37.
Efektivitas Rebusan Daun Salam 16. Mubarak, W.I., Indrawati, L., &
(Syzygium polyanthum) terhadap Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu
Penurunan Kadar Asam Urat dalam Keperawatan Dasar. Buku 2. Jakarta:
Darah Mencit Putih Jantan. Pharmacy, Salemba Medika.
12(2). 17. Muhajir, N.F.,Widada, S.T., &
7. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Hasil Afuranto, B. (2014). Hubungan
Riskesdas 2013. Kementerian Antara Usia dengan kadar Asam Urat
Kesehatan RI. Darah di Laboratorium Puskesmas
8. Fauci, A.S. (2012). Harrison’s Srimulyo,Thiharjo Sleman
Rheumatology. Edisi 3. Library of Yogyakarta Tahun 2012. Jurnal
Congress Cataloging. Kesehatan Gubayo, 1(1), 40-45.
9. Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 18. Utami, R., Arundina,A., & Liana, D.F.
(2012). Patofisiologi: Konsep Klinis (2015). Hubungan Antara Tingkat
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Pengetahuan Tentang Diet Rendah
10. Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda Purin dan Asupan Purin pada Wanita
G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Usia di Atas 45 Tahun di Puskesmas
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Kampung Bali Pontianak. Jurnal
Jakarta: EGC. Cerebellum, 1(4), 306-316.
11. Stanley, M., & Beare, P.G. (2007). 19. Wulandari, Dian. (2015). Hubungan
Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Lingkar Pinggang dan Indeks Massa
Jakarta: EGC. Tubuh dengan KadarAsam Urat
12. Idris, D. N. T., & Astarani, K. (2017). Wanita Usia di atas 50 Tahun.
Terapi Relaksasi Genggam Jari Universitas Diponegoro.
terhadap Penurunan Nyeri Sendi pada 20. Kusumayanti, G.A.D., Wiardani,
Lansia. Jurnal Penelitian N.K., & Antarini,A.A.N. (2015). Pola
Keperawatan, 3(1). Konsumsi Purin dan Kegemukan
13. Potter, P.A., & Perry , A.G. (2006). Sebagai Faktor Risiko Hiperurisemia
Buku Ajar Fundamental Keperawatan. pada Masyarakat Kota Denpasar.
Edisi 4. Jakarta: EGC. Jurnal Skala Husada, 12(1), 27-31.
14. Sofiyah, L., Ma’rifah, A. R., & 21. Diantari, E., & Candra, A. (2013).
Susanti, I. H. (2014). Pengaruh Teknik Pengaruh Asupan Purin dan Cairan
Relaksasi Genggam Jari terhadap Terhadap Kadar Asam Urat Wanita
Perubahan Skala Nyeri pada Pasien Usia 50-60 Tahun di Kecamatan
Post Operasi Sectio Caesarea di Rsud Gajah Mungkur Semarang. Journal of
Prof. Dr. Margono Soekardjo Nutrition College, 2(1), 44-49.
22. Jaliana, Suhadi, & Sety, L.
(2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan
Kejadian Asam Urat pada
Usia 20-44 Tahun di RSUD
Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun
2017. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, 3(2), 1-13.
23. Fajriyah, N. N., Sani, A. T.
K., & Winarsih, W. (2013).
Efektifitas Kompres Hangat
Terhadap Skala Nyeri Pada
Pasien Gout. Jurnal Ilmiah
Kesehatan (JIK), 5(2).
24. Kumar, V., Cotran, R.S., &
Robbins, S.L.(2012). Buku
Ajar Patologi. Vol.2, Ed. 7.
Jakarta: EGC
25. Widyanto, F. W. (2014).
Artritis Gout dan
Perkembangannya. Saintika
Medika, 10(2),145-152.
26. Pinandita, I., Purwanti, E., & Utoyo,
B. (2012). Pengaruh Teknik
Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri pada Pasien Post Operasi
Laparatomi. Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 8(1), 32-43.

Anda mungkin juga menyukai