HIPERTENSI
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering dialami bagi masyarakat
dunia, bukan hanya di negara maju tetapi negara berkembang termasuk
Indonesia.hipertensi didefinisikan oleh Joint National Comite on Detection and
Treatment of High Blood Plessure (JNC) VII yaitu meningkatnya tekanan darah lebih
dari normal dengan tekanan darah sistolik dari 10 mmHg dan meningkatnya tekanan
darah diastolik lebih dari 85 mmHg. Gangguan kerusakan pada organ lain termasuk
penyakit pada ginjal, jantung, dan otak merupakan tanda gejala dari hipertensi akibat
meningkatnya tekanan darah yang berlangsung lama ( Kemenkes 2014 dalam Sartika,
2017).
Menurut Potter & Perry (2006), hipertensi adalah faktor utama penyebab
kematian karean stroke dan faktor yang memperberat infark miokard (serangan
jantung). Menurut WHO, 1 miliar awarga dunia menderita hipetensi. Hipertensi telah
membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya, dan WHO memperkirakan jumlah
penderita hipertensi akan terus meningkat sebanyak 29% di tahun 2025 (WHO 2013
dalam (Nisa Nenden Khoirotun, 2015).
Hipertensi dapat ditangani dengan pengobatan farmakologi dan non
farmakologi, pengobatan farmakologi dapat ditangani melalui obat golongan anti
hipertensi seperti diuretik, betabloker dan vasodilator (menurut Shadine 2010 dalam
Sartika, 2017). Benson & Proctor (2000) dalam (Nisa Nenden Khoirotun,
2015)mengatakan terapi nonfarmakologi salah satunya adalah terapi relaksasi benson.
Relaksasi ini merupakan metode relaksasi penafasan dengan melibatkan faktor
kryakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat
membantu pasien mencapau kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi.
Presentase penyakit hipertensi paling banyak yaitu sekita 40%, di kawasan
Asia Tenggara sekitar 36% orang bdewasa menderita hipertensi. Diketahui data
berdasarkan survey kementrian kesehatan yaitu 26,5% penduduk Indonesia (menurut
Trihono 2013 dalam Nisa Nenden Khoirotun, 2015). Penderita hipertensi emgalami
stroke mencapai 73,9% dan mengalami serangan jantung 20% dan kematiaan yang
diakibatkan oleh hipertensi di dunia mencapai 7,1 juta (Pinzon, 2009).
Berdasarkan penelitian (Sartika, 2017) menunjukkan sebelum melakukan
relaksasi benson masuk kategori hipetensi sedang (56,7%), setelah dilakukan terapi
benson masuk kategori hipertensi ringan (86,7%). Rata-rata tekanan darah sistolik
turun 11,03 mmHg dan rata-rata tekanan diastolik turun 5,54 mmHg.
Berdasarkan hasil observasi di rumah sakit maupun puskesmas, penanganana
hipertensi pada lansia hanya dilakukan terapi pemberian obat, maka dari itu
penangana pada pasien hiperttensi perlu dengan terapi non farmakologis untuk
mengurangi skala penderita hipertensi dan biaya perawatan lebih mudah diterapkan.
B. Permasalahan/Clinical Problem
Berdasarkan hasil yang btelah dijelakan pada latar belakang angka penderita
tekanan darah tinggi masih cukup tinggi. Penanganan yang dilakukan di rumah sakit
masih hanya dengan pemeberian terapi farmakologi. Penggunaan terapi non
farmakologi seperti terapi relaksasi benson, jalan kaki serta napas dalam masih jarang
dilakukan.
C. Clinical Question/PICOT
P : Banyaknya lansia penderita hipertensi
I : penerapan terapi benson
C : terapi farmakologi atau terapi non farmakologi
O : penurunan tekanan darah systole dan diastole
T : 4 minggu
Nisa Nenden Khoirotun. (2015). Wilayah Kerja Puskesmas Situ Kabupaten Sumedang Tahun
2015 Wilayah Kerja Puskesmas Situ Kabupaten Sumedang Tahun 2015.
Rasubala, G. F., Kumaat, L. T., & Mulyadi. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson
Terhadap Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi di RSUP. PROF. dr. R.D. Kandou dan
RS Tk. III R.W. Monginsidi Teling Manada. 5.
Sukarmin, & Rizka, H. (2015). Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi di Rumah Sakit Daerah Kudus. Sukarmi, Rizka Himawan, 6(3), 86–93.