Anda di halaman 1dari 32

DESAIN INOVATIF EBNP

SLOW STROKE BACK MASSAGE UNTUK MENURUNKAN TEKANAN


DARAH

Disusun oleh

Nama : Yasmina Izzat

NIM : P1337420920144

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu gangguan kardiovaskular yang umum terjadi
(Karo, 2016). Hipertensi juga dikenal sebagai penyakit yang menyebabkan
permasalahan besar dan serius. Penyebab dari hal tersebut adalah peningkatan
prevalensi hipertensi secara menerus dan tinggi (Dilianti, Candrawati, & Adi,
2017). Hipertensi juga diketahui sebagai faktor yang sering berpengaruh
terhadap permasalahan kesehatan pada jantung dan pembuluh darah
(Hutajulu, Hotnida Elisabet,. & Malinti, 2017).
Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2015,
sebanyak 1.13 miliar orang mengalami hipertensi, hal tersebut juga dapat
diartikan bahwa 1 dari 3 orang di dunia mengalami hipertensi. Setiap tahun,
jumlah klien hipertensi mengalami peningkatan. Bahkan, diperkirakan
sebanyak 1.5 miliar orang akan mengalami hipertensi pada tahun 2025 dan
sebanyak 10.44 juta di antaranya meninggal dunia (World Health
Organization, 2015). Hasil Riskesdas tahun 2018 menyatakan bahwa
Indonesia memiliki jumlah estimasi kasus hipertensi sebanyak 63.309.620
orang dan 427.218 kematian dikarenakan hipertensi (Riskesdas, 2018).
Penyakit hipertensi mempunyai proporsi paling besar di Jawa Tengah
dan mencapai angka 1.377.356 orang dalam kategori penyakit tidak menular
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018). Hipertensi juga menempati
urutan pertama dalam kategori tesebut di Kota Semarang. Dalam data Profil
Kesehatan Kota Semarang, telah ditemukan sebanyak 161.283 kasus
hipertensi di Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),
lalu terdapat 18.007 kasus di rumah sakit (Dinas Kesehatan Kota Semarang,
2018).
Hipertensi mempunyai faktor resiko yang menyebabkan tingginya
kasus hipertensi dunia bahkan di Indonesia. Faktor resiko yang dimaksud di
antaranya adalah keturunan, merokok, dan stress. Di antara factor resiko
tersebut, beberapa faktor dapat dikontrol secara mandiri. Berat badan
merupakan satu dari faktor-faktor tersebut. Orang dewasa dengan
peningkatan berat badan diestimasikan menyumbang kasus baru hipertensi
sebanyak 70%. Diduga, apabila terdapat peningkatan berat badan, maka
volume darah juga akan meningkat sehingga beban jantung ikut bertambah.
Selanjutnya, faktor yang berkontribusi merupakan faktor stress. Stress dapat
menyebabkan hipertensi dengan melalui saraf simpatis. Dalam kondisi stress,
adrenalin terpacu masuk ke aliran darah, sehingga peningkatan darah dapat
terjadi (Situmorang, 2015).
Penyakit hipertensi merupakan hal yang dapat membahayakan siapapun
yang mengalaminya, sehingga perlu untuk segera diatasi. Sekitar 80 – 95%
kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial yang peningkatan tekanan
darah tanpa adanya penyebab yang spesifik. Kondisi ini umumnya jarang
menimbulkan gejala juga seringkali tidak disadari, sehingga dapat
menimbulkan morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, stroke, gagal ginjal, atau bahkan kematian (Kasper et al., 2015).
Kemenkes membuat kebijakan untuk pengelolaan penyakit tidak
menular, kebijakan yang berkaitan dengan hipertensi adalah pengelolaan
hipertensi. Kebijakan tersebut di antaranya adalah skrining, pelayanan deteksi
dini dengan kegiatan Posbindu PTM, dan peningkatan sarana prasarana
promotif-preventif, serta diagnostik dan pengobatan. Dalam pencegahan
sekunder, puskesmas melakukan pengobatan dini. Sementara itu, pencegahan
tersiernya adalah dengan penindaklanjutan secara dini serta ketepatan
mengelola hipertensi termasuk memberikan obat untuk mengontrol tekanan
darah. Kebijakan tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi lain seperti
permasalahan pada jantung dan ginjal (Omeoo, 2017).
Mengacu pada pencegahan tersier tersebut, penatalaksanaan
farmakologis hipertensi terdiri dari beberapa macam pengobatan yang wajib
dikonsumsi yaitu Angiotensin Converting Enzym (ACE), beta blocker, direct
renin inhibitor, dan lain-lain (Triyanto, 2014). Berbagai obat tersebut dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah secara cepat. Akan tetapi, berbagai
macam dampak akan muncul tergantung lama dan durasi pemakaiannya.
Pengobatan tersebut dapat menimbulkan efek samping berupa sakit kepala,
gangguan pada hati dan jantung, lemas, dan mual (Lalage, 2015). Upaya
untuk meminimalkan efek samping farmakologis dan membantu supaya
tekanan darah menurun, maka perlu pendekatan non farmakologis sebagai
pendamping penatalaksanaan farmakologis.
Penanganan hipertensi secara non farmakologis dapat digunakan untuk
membantu tekanan darah supaya tidak semakin meningkat dan mengurangi
timbulnya komplikasi hipertensi (Triyanto, 2014). Terapi nonfarmakologi
tersebut di antaranya dengan mengurangi konsumsi alkohol, rokok, garam,
dan lemak, meningkatkan konsumsi sayur dan buah, diet, latihan fisik, dan
terapi alternatif komplementer slow stroke back massage. SSBM dapat
membantu menurunkan tekanan darah apabila dilakukan secara rutin.
Mekanisme slow stroke back massage adalah pada pelepasan
endorphin, vasodilatasi sistemik dan penurunan kontraktilitas yang terjadi
akibat peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis yang mengeluarkan
neurotransmitter asetilkolin yang dapat menghambat depolarisasi SA node
dan AV node yang berakibat pada penurunan aktivitas sistem saraf simpatis
sehingga menimbulkan dampak penurunan kecepatan denyut jantung, curah
jantung dan volume sekucup sehingga terjadi penurunan tekanan darah
(Muttaqin, 2009; dalam Kusumoningtyas et al., 2018).
Dalam keberhasilan prosedur SSBM tentunya juga tak luput dari
berbagai peran perawat. Peran tersebut di antaranya yaitu sebagai caregiver,
educator, dan researcher. Sebagai care giver, perawat membantu dalam
pengelolaan kesehatan dan penyakit, serta proses penyembuhan yang
maksimal dan mandiri. Sedangkan sebagai edukator, perawat membantu klien
untuk mempelajari kesehatan dan prosedur perawatan kesehatan yang
berguna untuk menjaga maupun memulihkan kesehatannya sendiri.
Berikutnya, perawat juga berperan sebagai peneliti, dimana perawat
mengidentifikasi fenomena kesehatan serta melakukan penelitian tentang
fenomena tersebut dalam praktek keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pemenuhan peran perawat,
serta tingkat kemudahan penerapan SSBM, penulis tertarik melakukan
penerapan EBP yaitu melakukan SSBM untuk menurunkan tekanan darah
klien hipertensi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan SSBM sebagai alternatif untuk menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi hasil pengkajian fisik klien.
b. Mengidentifikasi perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan SSBM pada klien.
c. Mendidentifikasi pengaruh SSBM terhadap tekanan darah.

C. Manfaat
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi klien hipertensi dan keluarga
Hasil penerapan EBNP ini dapat dimanfaatkan oleh klien sebagai
tindakan keperawatan mandiri untuk menjaga tekanan darah supaya
stabil. Tindakan mandiri keperawatan SSBM diharapkan dapat
menjadi pendamping terapi farmakologis untuk mengontrol tekanan
darah dan mengurangi timbulnya komplikasi. Keluarga dapat
merasakan manfaat atas kolaborasi bersama klien dibuktikan dengan
tekanan darah yang terkontrol.
b. Bagi perawat
Hasil penerapan EBNP ini dapat dimanfaatkan oleh perawat sebagai
alternatif intervensi mandiri untuk pasien. Perawat juga dapat
mengembangkan hasil penerapan EBNP untuk pemeliharaan maupun
pemulihan kesehatan pasien.
c. Bagi puskesmas dan rumah sakit
Hasil penerapan EBNP ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
pertimbangan dalam memilih alternatif terapi untuk menurunkan
hipertensi. Selain itu, institusi pelayanan juga dapat memanfaatkan
hasil penerapan EBNP sebagai pertimbangan pembuatan SOP terapi
mandiri pasien.

2. Manfaat Keilmuan
Hasil penerapan EBNP ini dapat digunakan sebagai dasar mahasiswa
keperawatan dalam mengembangkan terapi nonfarmakologis untuk
menurunkan tekanan darah, salah satunya adalah SSBM. Instrumen
penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi karakteristik dan
mengobservasi penurunan tekanan darah pada klien hipertensi. Selain itu,
hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk terapi
nonfarmakologi guna menurunkan tekanan darah.
3. Manfaat Metodologis
Diharapkan penerapan EBNP ini dapat menjadi data dasar dalam
melakukan penelitian tentang pengaruh SSBM terhadap tekanan darah
pada klien hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Lansia juga dapat diartikan sebagai
seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
(Ratnawati, 2017).
2. Karakteristik Lansia
a. Usia
Menurut UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60
tahun (Ratnawati, 2017).
b. Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang
paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati,2017).
c. Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk
lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus
kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu
lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari
keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus
kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup
laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus
cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai
umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
d. Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik,
sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup
dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian
besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%)
adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
e. Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka
kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang
semakin baik. Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014
sebesar 25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia
terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit
terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain
hipertensi, artritis, stroke, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).
3. Klasifikasi Lansia
WHO memberi batasan yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45
sampai dengan 59 tahun, usia lanjut (elderly) dari 60 sampai dengan
74 tahun, dan usia lanjut tua (old) dari 75 sampai dengan 90 tahun,
serta usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun (Nugroho,
2016).
B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah sebuah peningkatan tidak normal pada
pembuluh darah arteri yang berfungsi untuk mengalirkan darah dan
memompa ke seluruh jaringan serta organ tubuh secara terus menerus
(Irianto, 2014). Sedangkan menurut Triyanto (2014) hipertensi terjadi
apabila tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Peningkatan
tekanan darah tersebut membuat morbiditas dan mortilitas meningkat.
Pengertian lain dari hipertensi yaitu gangguan dalam sistem
peredaran darah yang sering ditemukan pada lansia. Hipertensi
ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah. Kenaikan tekanan
darah pada sistolik melebihi 150mmHg akan tetapi masih dalam
rentang 150-155 mmHg, masih dianggap normal jika terjadi pada
lansia. Pada tekanan darah diastol, dikategorikan hipertensi apabila
mencapai angka lebih dari 90 mmHg (Sudarta, 2013).
2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi


dua golongan (Nurarif & Kusuma, 2015) :
a. Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer dapat disebut juga dengan hipertensi
idiopatik dikarenakan hipertensi primer tidak dapat diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi hipertensi primer
yaitu : lingkungan, genetik, angiotensin, peningkatan Na + Ca
intraseluler, serta hiperaktifitas simpatis sistem renin. Sedangkan
faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko hipertensi primer
meliputi : obesitas, polisitemia, merokok, dan alkohol.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal,
kehamilan, penggunaan estrogen, serta sindrom cushing.
Hipertensi yang dialami usia lanjut dapat dibedakan atas (Nurarif
Kusuma, 2015):
a. Hipertensi dengan tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg
dan/ atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi dengan tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi yang dialami lanjut usia antara lain (Nurarif &
Kusuma, 2015):
a. Menurunnya elastisitas dinding aorta.
b. Katup jantung menebal dan kaku.
c. Menurunnya kemampuan jantung dalam memompa darah.
d. Menghilangnya elastisitas pembuluh darah.
e. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat.

3. Patofisiologi Hipertensi
Menurut (Triyanto, 2014), peningkatan tekanan darah dapat
terjadi karena beberapa cara. Cara yang dimaksud yaitu daya pompa
jantung yang lebih kuat dari biasanya sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan. Oleh sebab itu, arteri besar kehilangan kelenturan dan
kaku. Sehingga, arteri besar tidak dapat mengembang saat jantung
memompa darah. Darah dari jantung yang dipaksa mengalir melalui
pembuluh darah yang sempit menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Penebalan dan kakunya pembuluh darah arteri terjadi pada
lansia, dimana hal tersebut disebabkan oleh arterioskalierosis.
Selain itu, peradangan dan cidera pada ginjal, serta terjadinya
penyempitan arteri yang menuju ginjal (stenosis arteri renalis) dapat
menyebabkan adanya kenaikan tekanan darah. Hal ini disebabkan
karena salah satu fungsi ginjal adalah mengendalikan tekanan darah.
Apabila tekanan darah meningkat, maka ginjal akan mengeluarkan
garam dan air yang akan mengembalikan tekanan darah ke batas
normal. Begitu pula sebaliknya, apabila tekanan darah menurun, ginjal
akan membatasi pengeluaran garam dan air sehingga tekanan darah
meningkat (Triyanto, 2014).
4. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Diastolik


Sistolik
Normal Dibawah 130 Dibawah 85 mmHg
mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(hipertensi
ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(hipertensi
sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau 120 mmHg atau lebih
(hipertensi lebih
maligna)

(Triyanto, 2014)

5. Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), tanda dan gejala hipertensi dapat
dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi tanpa adanya gejala yang
spesifik selain dengan penentuan tekanan arteri oleh dokter.
Hipertensi arterial tidak akan terdiagnosa dengan tidak terukurnya
tekanan arteri.
b. Gejala yang lazim
Gejala yang sering dialami oleh klien hipertensi adalah nyeri pada
kepala dan juga kelelahan. Dua hal tersebut merupakan gejala
lazim yang dirasakan klien hipertensi untuk mencari pertolongan
medis. Gejala lain yang sering dialami yaitu :
1. Nyeri kepala
2. Lemas
3. Kelelahan
4. Gelisah
5. Kesulitan bernapas
6. Mual
7. Muntah
8. Epistaksis
9. Penurunan kesadaran

6. Faktor Risiko Hipertensi


a. Mengkonsumsi makanan asin dan mengandung natrium
Kelebihan asupan garam dapat mengaktifkan RAAS atau
Renin Angiostensin Aldosteron System. RAAS merupakan
sebuah sistem yang mengatur berbagai aktivitas pembuluh darah.
Aktivitas tersebut adalah kerusakan endotelium yang terjadi pada
dinding pembuluh darah. Oleh sebab itulah terjadi peningkatan
tekanan darah dan curah jantung. Sama halnya dengan makanan
asin, mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium juga
akan mengaktifkan RAAS (Dalal, 2012).
b. Mengkonsumsi makanan berlemak
Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak
dimungkinkan dapat meningkatkan kadar LDL yang akan
mengakibatkan munculnya plak pada pembuluh darah. Hal
tersebut akan menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi
rusak serta tekanan darah meningkat (Kumbla, 2016).
c. Konsumsi kafein
Sebuah penelitian membuktikan bahwa kafein dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik sebanyak 17 % dan
meningkatkan denyut jantung. Hal ini disebabkan karena kafein
dapat memicu kekakuan aorta (Geethavani, Rameswarudu, &
Reddy, 2014).
d. Stress
Presentase kontribusi stress terhadap resiko kejadian
hipertensi adalah sebanyak 9%. Penelitian yang dilakukan pada
52 negara ada hubungan kuat antara stress di rumah, finansial,
dan permasalahan hidup lain terhadap infark miokard (Hu et al.,
2015).
e. Jenis Kelamin
Tekanan darah cenderung lebih tinggi pada kelompok
wanita daripada kelompok pria karena adanya pengaruh dari
hormonal (Doumas, Papademetriou, Faselis, Kokkinos, & Peter,
2013)
f. Rokok
Rokok mengandung nikotin, zat ini akan meningkatkan
denyut jantung dan mengakibatkan vasokontriksi perifer yang
akan meningkatan tekanan darah arteri (Black & Hawks, 2014).
7. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tingi merupakan suatu hal yang penting untuk
diatasi dan juga diobati. Hipertensi dapat menjadi suatu hal yang
berbahaya bagi kliennya. Sebanyak 80 % - 90 % dari kejadian
hipertensi adalah hipertensi esensial yang tidak memiliki penyebab
khusus. Pada umumnya hipertensi esensial jarang mempunyai gejala
dan juga sering tidak disadari. Maka dari itu, tekanan darah tinggi
dapat memunculkan morbiditas lain, yaitu stroke, gagal ginjal,
hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan bahkan kematian.
8. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Non farmakologi
Melakukan pola hidup sehat dapat menurunkan tekanan darah dan
sangat bermanfaat untuk menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Klien yang mengalami hipertensi derajat 1 tanpa
faktor risiko kardiovaskular lain mempunyai tatalaksana awal.
Tatalaksana awal tersebut yaitu menjalani pola hidup sehat
selama setidaknya 4-6 bulan. Apabila tidak ada penurunan
tekanan darah yang diharapkan, makan dianjurkan untuk
menjalani terapi farmakologi (PERKI, 2015). Berikut adalah pola
hidup sehat yang dianjurkan oleh beberapa guidelines (PERKI,
2015) :
1. Penurunan berat badan
Mengubah kebiasaan memakan makanan tidak sehat dengan
memperbanyak konsumsi sayuran dan buah akan
memberikan manfaat lebih selain penurunan tekanan darah.
Manfaaat lain yang didapat yaitu menghindari diabetes dan
dislipidemia.
2. Mengurangi asupan garam
Diet rendah garam tidak jarang dapat berfungsi untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada klien hipertensi
derajat ≥ 2. Anjuran asupan garam perharinya tidak melebihi
2gr.
3. Olahraga
Olahraga teratur selama 30-60 menit/hari yang dilakukan
minimal 3hari/minggu dapat membantu penurunan tekanan
darah.
4. Mengurangi konsumsi alkohol
Mengkonsumsi alkohol sebanyak 1 gelas pada wanita dan 2
gelas pada pria dapat meningkatkan tekanan darah. Sebab
itulah pembatasan konsumsi alkohol dapat membantu
penurunan tekanan darah.
Selain itu, terdapat pula terapi non farmakologi lain yang dapat
membantu penurunan tekanan darah :
1. Pembatasan Kafein
Konsumsi kafein yang berlebihan dapat meningkatkan
tekanan darah. Hal ini disebabkan karena kafein dapat
memicu hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Pengaruh kafein sendiri dapat dirasakan dalam
waktu 5-30 menit dan dapat bertahan sampai 12 jam.
Peningkatan tekanan darah juga bergantung pada seberapa
banyaknya kafein yang dikonsumsi (Wahyuni, 2013).
2. Menghentikan Kebiasaan Merokok
Rokok mengandung nikotin, zat ini akan meningkatkan
denyut jantung dan mengakibatkan vasokontriksi perifer
yang akan meningkatan tekanan darah arteri. Penghentian
kebiasaan merokok sangat dianjurkan, karena untuk
mengurangi resiko terhadap, kanker, penyakit paru-paru,
dan penyakit kardiovaskular (Black & Hawks, 2014).
b. Farmakologi
Terapi farmakologi dimulai apabila klien hipertensi derajat I
belum mengalami penurunan tekanan darah setelah menjalani
pola hidup sehat selama 6 bulan. Terapi farmakologi juga
diterapkan pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir efek
samping serta menjaga kepatuhan yaitu :
1. Memberikan obat dosis tunggal apabila memungkinkan.
2. Memberikan obat generic apabila dapat mengurangi biaya
dan sesuai.
3. Perhatikan faktor komorbid saat memberikan obat pada
pasien usia lanjut.
4. Jangan memberikan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
dengan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i).
5. Memberikan edukasi menyeluruh kepada klien mengenai
terapi farmakologi.
6. Melakukan pemantauan efek samping obat secara rutin.

C. Konsep SSBM
1. Pengertian SSBM
SSBM adalah tindakan massage pada punggung dengan
usapan perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005; dalam
Wibowo, 2018). SSBM merupakan tindakan keperawatan mandiri
perawat non famakologi yang efektif menurunkan depresi dengan
tidak mempunyai efek samping (minim risk) dibandingkan dengan
farmakologi yang dapat mempengaruhi disfungsi seksual,
peningkatan berat badan, dan gangguan tidur selama terapi jangkla
panjang (Wong, 2010; dalam Wibowo, 2018).
2. Manfaat SSBM
Slow stroke back massage dapat menurunkan tekanan darah,
frekuensi jantung dan suhu tubuh (Smeltzer, 2010; dalam
Kusumoningtyas, 2018).
3. Prosedur SSBM
Prosedur teknik relaksasi slow stroke back massage yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut,
Gerakan I : Memberikan tekanan pada punggung dengan telapak
tangan dan jari tangan dari bawah ke atas dilanjutkan atas ke
bawah dengan gerakan memutar.
Gerakan II : Memberikan tekanan pada punggung dengan ibu jari
dari bawah ke atas dilanjutkan atas ke bawah dengan gerakan
memutar.
Gerakan III : Memberikan tekanan pada punggung dengan telapak
tangan dan jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas ke bawah
dengan gerakan menyilang.
Gerakan IV : Memberikan tekanan pada punggung dengan telapak
tangan dan jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas ke bawah
dengan gerakan zigzag.
Gerakan V : Memberikan tekanan pada punggung dengan telapak
tangan dan jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas ke bawah
dengan gerakan lurus.
BAB III
RANCANGAN SOLUSI

A. PICOT
PICOT adalah mnemonic yang memudahkan seseorang untuk mencari
informasi klinis dalam praktik ilmu kesehatan berbasis bukti ilmiah. PICOT
sendiri merupakan suatu akronim dari kata-kata berikut:
1. P untuk Patient, Population, Problem
Kata-kata ini mewakili pasien, populasi, dan masalah yang diangkat
dalam karya ilmiah yang ditulis.
2. I untuk Intervention, Prognostic Factor, atau Exposure
Kata ini mewakili intervensi, faktor prognostik atau paparan yang akan
diangkat dalam karya ilmiah.
3. C untuk Comparison atau Intervention (jika ada atau dibutuhkan)
Kata ini mewakili perbandingan atau intervensi yang ingin dibandingkan
dengan intervensi atau paparan pada karya ilmiah yang akan ditulis.
4. O untuk Outcome yang ingin diukur atau ingin dicapai
Kata ini mewakili target apa yang ingin dicapai dari suatu penelitian
misalnya pengaruh atau perbaikan dari suatu kondisi atau penyakit
tertentu.
5. T untuk Time frame atau batas waktu

Dalam penerapan EBNP ini, peneliti menyusun pertanyaan klinis dengan


metode PICOT yaitu :

1. P : klien hipertensi
2. I : SSBM
3. C : -
4. O : tekanan darah menurun
5. T : 1 sampai 5 hari intervensi
B. Artikel Penelitian
Peneliti mendapatkan 5 artikel penelitian dengan judul dan penulis sebagai
berikut :
1. Dwinta Nuke Kusumoningtyas, Diah Ratnawati: Efektifitas Terapi
Slow Stroke Back Massage Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia di
RW001 Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat Kota Tangerang
Selatan (2018)
2. Ni Kadek Dewi Ayu Prtaiwi, Citra Sepriana, Nia Firdianty
Dwiatmojo, Dina Fithriana: Pengaruh Terapi SSBM Terhadap
Perubahan TD Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Bslu Mandalika
NTB (2019)
3. Fakhrudin Nasrul Sani, Mellia Silvy Irdianty: The Effects of Slow
Stroke Back Massage and Lavender Aromatherapy on Blood Pressure
in Hypertensive Patients (2020)
4. Thomas Ari Wibowo : Pengaruh Slow Stroke Back Massage (SSBM)
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Lansia (2018).
5. Ni Wayan Trisnadewi, Theresia Anita Pramesti, I Made Sudarma
Adiputra : Efektivitas Slow Stroke Back Massage Dengan
Menggunakan Minyak Esensial Kenangan (Cananga Odorata) Dan
Minyak Esensial Lavender (Lavandula Angustifolia) Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi (2018)
C. Analisis Artikel
Berdasarkan hasil analisis sebanyak 5 artikel, dapat ditarik kesimpulan bahwa
SSBM efektif dalam menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi.
Adapun ringkasan artikel yang telah dianalisis tercantum pada tabel 3.1
Tabel 3.1

Ringkasan artikel SSBM sebagai alternatif terapi dalam menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi tahun 2015-2020

No Penulis Tahun Desain Sampel Hasil


1. Dwinta Nuke 2018 Quasi Experiment with 30 orang Analisis perbedaan tekanan darah sebelum dan
Pretest and Posttest non sesudah dilakukan terapi slow stroke back massage
Kusumoningtyas,
Equivalent
Diah Ratnawati Control Group pada kelompok intervensi didapatkan hasil p value
0,000 (pre dan post sistol) dengan α<0,05 dan p
value 0,000 (pre dan post diastol) dengan α<0,05
yang artinya ada pengaruh yang signifikan terhadap
tekanan darah antara sebelum dan sesudah
pemberian terapi slow stroke back massage.
2. Ni Kadek Dewi 2019 Pre-eksperimental dengan 20 orang Ada pengaruh terapi slow stroke back massage
Ayu Prtaiwi, Citra
rancangan one group pretest- terhadap perubahan tekanan darah pada lansia
Sepriana, Nia
Firdianty posttest. dengan hipertensi di Balai Sosial Lanjut Usia
Dwiatmojo,
(BSLU) Mandalika NTB.
Dina Fithriana
3. Fakhrudin Nasrul 2020 Quasy experiment tanpa control 40 orang SSBM terbukti dapat menurunkan tekanan darah
Sani, Mellia Silvy group.
Irdianty
4. Thomas Ari 2020 Pre Eksperiment dengan tipe 15 orang Setelah dilakukan pada kelompok intervensi
Wibowo (one group pre-test post-test didapatkan hasil analisa bivariat dengan uji Paired t
design) dengan tidak Test diperoleh nilai significancy P value = 0,000
menggunakan kelompok kontrol atau <0,05. Keputusan yang diambil yaitu H0 ditolak
pembandingan (control). yang artinya terdapat pengaruh yang bermakna dari
Slow Stroke Back Massage terhadap penurunan
hipertensi pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Nirwana Puri Samarinda. Ada pengaruh
yang bermakna dari Slow Stroke Back Massage
terhadap penurunan hipertensi pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda.
5. Ni Wayan 2018 Control group pretest posttest 30 orang Hasil penelitian menunjukkan setelah dilakukan
Trisnadewi, design uji Independent T Test pada tekanan darah
sistole didapatkan signifikansi 0,000 < 0,05
Theresia Anita yang berarti terdapat perbedaan penurunan
Pramesti, I Made tekanan darah sistole setelah pemberian slow
Sudarma Adiputra.
stroke back massage dengan menggunakan
minyak esensial kenanga dan lavender,
sedangkan pada tekanan darah diastole
didapatkan signifikansi 0,001 <
0,05 yang berarti terdapat perbedaan penurunan
tekanan darah diastole setelah pemberian slow
stroke back massage dengan menggunakan
minyak esensial kenanga dan lavender.
Penerapan dari Kusumoningtyas et al. (2018) bertujuan untuk
mengatahui pengaruh pemberian terapi slow stroke back massage dalam
menurunkan tekanan darah pada lansia di RW 001 Kelurahan Jombang
Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Desain yang digunakan yaitu
Quasi Experiment dengan rancangan Pretest and Posttest non Equivalent
Control Group dan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Hasil penelitian
menunjukkan nilai yang signifikan antara pre-post sistol kelompok intervensi
sebesar 0,000 (p<0,05) dan signifikan antara pre-post diastol kelompok
intervensi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil pada kelompok kontrol menunjukkan
nilai yang tidak signifikan pada pre-post sistol dengan p value 0,197 (p>0,05)
dan nilai yang tidak signifikan pada pre-post diastol dengan nilai p value
0,334 (p>0,05). Kesimpulannya bahwa ada pengaruh slow stroke back
massage dalam mengatasi tekanan darah pada lansia.
Tujuan penelitian dari Pratiwi et al. (2019) yaitu untuk mengetahui
pengaruh terapi slow stroke back massage (SSBM) terhadap perubahan
tekanan darah (TD) pada lansia dengan hipertensi di Balai Sosial Lanjut Usia
(BSLU) Mandalika NTB. Populasi dalam penelitiannya adalah semua lansia
dengan hipertensi yang berjumlah 20 orang. Sedangkan sampel dalam
penelitian yaitu sebanyak 20 orang dengan menggunakan metode total
sampling. Desain penelitian yang digunakan yaitu pre-eksperimental dengan
rancangan one group pretest-posttest. Instrumen penelitian menggunakan
lembar observasi, sphygmomanometer jarum, stetoskop dan pedoman SSBM.
Analisa data menggunakan uji wilcoxon signed rank test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar berada pada usia 60-74 tahun, sebagian
besar berjenis kelamin perempuan, dan sebagian besar tidak bersekolah,
perlakuan diberikan selama 7 hari pada responden, sebagian besar responden
mengalami perubahan penurunan tekanan darah, dan sebagian kecil
mengalami tekanan darah tetap karena disebabkan responden tidak dalam
keadaaan relaksasi saat diberikan terapi. Kesimpulan dalam penelitian adalah
ada pengaruh terapi slow stroke back massage terhadap perubahan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi di Balai Sosial Lanjut Usia (BSLU)
Mandalika NTB.
Penelitian dari Wibowo (2018) bertujuan untuk melihat pengaruh
Slow Stroke Back Massage terhadap penurunan hipertensi pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian
Pre Eksperiment dengan tipe (one group pre-test post-test design) dengan
tidak menggunakan kelompok kontrol pembandingan (control), tetapi sudah
dilakukan observasi pertama (pre-test) yang memungkinkan menguji
perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program).
Setelah dilakukan pada kelompok intervensi didapatkan hasil analisa bivariat
dengan uji Paired t Test diperoleh nilai significancy P value = 0,000 atau
<0,05. Keputusan yang diambil yaitu H0 ditolak yang artinya terdapat
pengaruh yang bermakna dari Slow Stroke Back Massage terhadap penurunan
hipertensi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri
Samarinda. Ada pengaruh yang bermakna dari Slow Stroke Back Massage
terhadap penurunan hipertensi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Nirwana Puri Samarinda.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian Trisnadwei et al.
(2018) adalah control group pretest posttest design. Jumlah sampel dalam
penelitian adalah 30 sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing
15 orang responden. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Hasil penelitian menunjukkan setelah dilakukan uji Independent T
Test pada tekanan darah sistole didapatkan signifikansi 0,000 < 0,05 yang
berarti terdapat perbedaan penurunan tekanan darah sistole setelah pemberian
slow stroke back massage dengan menggunakan minyak esensial kenanga dan
lavender, sedangkan pada tekanan darah diastole didapatkan signifikansi
0,001 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan penurunan tekanan darah
diastole setelah pemberian slow stroke back massage dengan menggunakan
minyak esensial kenanga dan lavender.
D. Target dan Luaran
1. Target
Target dari penelitian ini adalah menerapkan EBNP SSBM pada klien
hipertensi.
2. Luaran
Tekanan darah klien turun setelah dilakukan SSBM.
E. Prosedur Pelaksanaan
Tabel 3.2
Standar Operasional Prosedur SSBM

NO LANGKAH STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR
1. Pengertian SSBM adalah tindakan massage pada
punggung dengan usapan perlahan
selama 3-10 menit.
2. Manfaat Slow stroke back massage dapat
menurunkan tekanan darah, frekuensi
jantung dan suhu tubuh (Smeltzer, 2010;
dalam Kusumoningtyas, 2018).
5. Persiapan pasien 1. Pastikan identitas klien
2. Berikan penjelasan mengenai tujuan,
manfaat, indikasi, kontraindikasi,
prosedur.
6. Persiapan alat Alat yang dibutuhkan adalah tensimeter.
7. Tahap kerja Gerakan I : Memberikan tekanan pada
punggung dengan telapak tangan dan
jari tangan dari bawah ke atas
dilanjutkan atas ke bawah dengan
gerakan memutar.
Gerakan II : Memberikan tekanan pada
punggung dengan ibu jari dari bawah ke
atas dilanjutkan atas ke bawah dengan
gerakan memutar.
Gerakan III : Memberikan tekanan pada
punggung dengan telapak tangan dan
jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas
ke bawah dengan gerakan menyilang.
Gerakan IV : Memberikan tekanan pada
punggung dengan telapak tangan dan
jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas
ke bawah dengan gerakan zigzag.
Gerakan V : Memberikan tekanan pada
punggung dengan telapak tangan dan
jari dari bawah ke atas dilanjutkan atas
ke bawah dengan gerakan lurus.
BAB IV
PEMBAHASAN

Hipertensi merupakan peningkatan tidak normal pada pembuluh darah arteri


(Irianto, 2014). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 macam,
yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer merupakan jenis
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi dapat dipicu oleh
beberapa faktor seperti obesitas, polisitemia, merokok, dan lingkungan.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan jenis hipertensi yang disebabkan oleh
adanya penyakit lainnya (Nurarif & Kusuma, 2015). Seseorang dapat
dikategorikan mengalami hipertensi apabila mempunyai tekanan darah sistol ≤
140 mmHg dan/atau diastol ≤ 90 mmHg (Triyanto, 2014).
Arteri besar yang kehilangan kelenturan dan kaku tidak dapat mengembang
saat memompa darah. Sehingga, darah dari jantung terpaksa mengalir melalui
pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah (Triyanto, 2014). Hal ini dapat memunculkan beberapa tanda gejala seperti
nyeri kepala, lemas, dan kelelahan. Sedangkan tanda gejala yang lain adalah
gelisah, sulit bernapas, mual, muntah, epistaksis, dan penurunan kesadaran
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Pada dasarnya, hipertensi dapat ditangani dengan berbagai cara. Salah
satunya adalah pencegahan tersier. Pencegahan tersier tersebut yaitu dengan
penatalaksanaan farmakologis hipertensi. Obat- obatan yang diberikan kepada
klien hipertensi memiliki reaksi yang cepat untuk menurunkan tekanan darah,
akan tetapi hal tersebut dapat memberikan dampak yang bermacam-macam
tergantung lama dan durasi pemakaiannya. Pengobatan ini mempunyai efek
samping jika dikonsumsi dalam waktu lama seperti sakit kepala, lemas, pusing,
gangguan fungsi hati, jantung berdebar-debar, dan mual (Lalage, 2015). Karena
itulah, diperlukan adanya alternatif lain berupa terapi nonfarmakologis. Salah
satunya adalah SSBM.
Setelah SSBM diterapkan pada klien Ny. K, didapatkan hasil bahwa SSBM
dapat menurunkan tekanan darah Tn. I sebanyak 20 mmHg pada sistol dan 10
mmHg pada diastol. Besar tekanan darah yang turun tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian sebelumnya mengenai SSBM. Pada pelaksanaannya, Ny. K
diberikan penerapan EBNP SSBM 5 hari selama 10 menit.

Terjadinya penurunan tekanan darah melalui SSBM yakni pada pelepasan


endorphin, vasodilatasi sistemik dan penurunan kontraktilitas yang terjadi akibat
peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis yang mengeluarkan
neurotransmitter asetilkolin yang dapat menghambat depolarisasi SA node dan
AV node yang berakibat pada penurunan aktivitas sistem saraf simpatis sehingga
menimbulkan dampak penurunan kecepatan denyut jantung, curah jantung dan
volume sekucup sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Muttaqin, 2009;
dalam Kusumoningtyas et al., 2018).

Melalui penerapan EBNP ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan


sehingga SSBM dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan tekanan
darah.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan dari hasil analisis artikel dan penerapan EBNP yang telah
dilakukan adalah SSBM dapat digunakan sebagai alternatif dalam
menurunkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan SSBM dapat penurunan
aktivitas sistem saraf simpatis sehingga menimbulkan dampak penurunan
kecepatan denyut jantung, curah jantung dan volume sekucup sehingga terjadi
penurunan tekanan darah.
B. Saran

Berdasarkan hasil penerapan EBNP, peneliti memberikan saran untuk


pelayanan kesehatan, keilmuan keperawatan, dan penelitian selanjutnya.
Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pelayanan Kesehatan


Hasil penerapan EBNP dapat dijadikan referensi oleh pelayanan kesehatan
untuk menggunakan SSBM sebagai alternatif dalam menurunkan tekanan
darah. Hal ini dapat diwujudkan dengan pembuatan SOP serta melakukan
promosi kesehatan guna meningkatkan pengetahuan serta minat pada klien
hipertensi.
2. Bagi Keilmuan Keperawatan
Hasil penerapan EBNP dapat menjadi dasar kebutuhan peningkatan
kompetensi mahasiswa keperawatan dalam pengelolaan pasien hipertensi
dengan cara nonfarmakologi. Mahasiswa juga dapat mengembangkan hasil
penelitian atau melakukan metode lain untuk pengelolaan kasus hipertensi.
Pengembangan kurikulum mata ajar sistem informasi kesehatan atau
keperawatan bagi mahasiswa keperawatan tentang teknik non farmakologi
untuk pengelolaan kasus hipertensi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penerapan EBNP ini dapat dimanfaatkan untuk menjadi data dasar
penelitian mengenai efektivitas maupun pengaruh SSBM terhadap tekanan
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria.

Dalal. (2012). Lipitension: Interplay between Dyslipidemiaand Hypertension.


Indian Journal of Endocrynology and Metabolism.

Dinas Kesehatan Kota Semarang. (2018). Profil Kesehatan Kota Semarang 2018.
In dinkes.semarangkota.go.id.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. In dinkesjatengprov.go.id. Retrieved from
http://dinkesjatengprov.go.id/v2018/dokumen/profil_2018/mobile/index.html

Doumas, Papademetriou, M. &, Faselis, V. &, Kokkinos, C. &, & Peter. (2013).
Gender Differences in Hypertension: Myths and Reality. Current
Hypertension Reports.

Geethavani, G., Rameswarudu, M., & Reddy, R. R. (2014). Effect of Caffeine on


Heart Rate and Blood Pressure. International Journal of Scientific and
Research Publications.

Hu, B., Liu, X., Yin, S., Fan, H., Feng, F., & Yuan, and J. (2015). Effects of
Psychological Stress on Hypertension in Middle-Aged Chinese: A Cross-
Sectional Study.

Ilkafah. (2016). Obat Anti Hipertensi Dan Terapi Rendam Air Hangat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Antara Tamalanrea Makasar. Pharmacon, 5(2), 228–235.

Irianto. (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Karo, S. K. (2016). Cegah & Atasi Penyakit Jantung & Pembuluh Darah. Jakarta:
Praninta Aksara.

Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, & Loscalzo. (2015). Harrison’s


Principles of Internal Medicine (19th ed.). United States: Mc.Graw Hill
Education.
Kumbla. (2016). A Study of Salt and Fat Consumption Pattern in Regional Indian
Diet among Hypertensive and Dyslipidemic Patients –SCRIPT study.
Journal of Association of Physicians India.

Kusumoningtyas, D., & Ratnawati, D. (2018). Efektifitas Terapi Slow Stroke


Back Massage Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia di RW 001 Kelurahan
Jombang Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. JIKO (Jurnal Ilmiah
Keperawatan Orthopedi), 2(2), 39-57. doi: 10.46749/jiko.v2i2.15

Lalage, Z. (2015). Hidup Sehat Dengan Terapi Air. Klaten: Abata Press.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction.

Omeoo. (2017). Hipertensi dan Penanganannya. Retrieved October 13, 2019, from
p2ptm.kemkes.go.id website: http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-
sehat/hipertensi-dan-penanganannya

PERKI. (2015). Pedoman Tata Laksana Hipertensi Pada Penyakit


Kardiovaskular (1st ed.). Jakarta: Indonesian Heart Association.

Pratiwi, N. K. A., Sepriana, C., Dwiatmojo, N. F., & Fithriana, D. (2019).


Pengaruh Terapi SSBM Terhadap Perubahan TD Pada Lansia Dengan
Hipertensi Di BSLU Mandalika NTB. Prima, 5(2), 7-13.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Sani, F. N., & Irdianty, M. S. (2020). The Effects of Slow Stroke Back Massage
and Lavender Aromatherapy on Blood Pressure in Hypertensive Patients.
Indonesian Journal of Medicine, 5(3), 178-184.

Situmorang, P. R. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi pada Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 1(1), 67–72.

Susanto, T. (2015). Terapi Air Putih Mengobati Berbagai Macam Penyakit.


Yogyakarta: Cahaya Atma.
Trisnadewi, N. W., Pramesti, T. A., & Adiputra, I. M. S. (2018). Efektivitas Slow
Stroke Back Massage Dengan Menggunakan Minyak Esensial Kenanga
(Cananga Odorata) Dan Minyak Esensial Lavender (Lavandula Angustifolia)
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi. BMJ,
5(2), 210-220.

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu (1st ed.). Yogyakarta.

Wibowo, T. A. (2020). Pengaruh Slow Stroke Back Massage (SSBM) Terhadap


Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Lansia. Samarinda : UNIMUS.

World Health Organization. (2015). A global brief on hypertension: silent killer,


global public health crisis.

Anda mungkin juga menyukai