TUGAS
Oleh:
Nilam Ganung P.M., S.Kep. NIM 182311101025
Intan Dwi Arini, S.Kep. NIM 182311101078
Sofi Fitriyah Santoso, S.Kep. NIM 182311101080
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Analisa Situasi
Peningkatan jumlah usia akan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan
yang salah satunya pada perubahan fisik dalam sistem kardiovaskular (Tamheer &
Noorkasiani, 2009). Disfungsi kardiovaskular dapat diperberat dan mempengaruhi
aktivitas normal kehidupan sehari-hari, yaitu terjadinya perubahan normal
penuaan adalah faktor genetik, dan gaya hidup dapat menunjang kelainan mayor,
diantaranya yaitu penyakit hipertensi (Smeltzer & Bare, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian dari John, et al (2011), lansia cenderung memiliki status risiko
kardiovaskuler absolut lebih tinggi, karena ada kecenderungan yang jelas terhadap
tekanan darah tinggi dengan bertambahnya usia. Hipertensi sering terjadi pada
lansia, sedangkan lansia (lanjut usia) adalah individu yang telah berusia 60 tahun
ke atas yang disertai dengan menurunnya kemampuan kognitif dan fisiologisnya
(Lestari & Indaini, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ezzati (2017) yang dilakukan
dengan mengumpulkan 1479 studi yang telah mengukur tekanan darah dari 19,1
juta orang dewasa. Tekanan darah sistolik rata-rata berdasarkan usia global pada
tahun 2015 adalah 127 ° Hg (95% interval kredibel 125 · 7–128 · 3) pada pria dan
122 · 3 mm Hg (121 · 0–123 · 6) pada wanita; tekanan darah diastolik standar
adalah 78 · 7 mm Hg (77 · 9-79 · 5) untuk pria dan 76 · 7 mm Hg (75 · 9-77 · 6)
untuk wanita. Prevalensi standar global untuk peningkatan tekanan darah adalah
24,1% (21 • 4-27 · 1) pada pria dan 20 · 1% (17 · 8-22 · 5) pada wanita di tahun
2015. Pada 2015, Eropa tengah dan timur, Afrika sub-Sahara, dan Asia selatan
memiliki tingkat tekanan darah tertinggi. Prevalensi peningkatan tekanan darah
menurun di negara-negara berpenghasilan tinggi dan beberapa negara
berpenghasilan menengah dan tetap tidak berubah di tempat lain. Jumlah orang
dewasa dengan tekanan darah meningkat dari 594 juta pada tahun 1975 menjadi
1.13 miliar pada tahun 2015, dengan peningkatan sebagian besar di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Peningkatan global dalam jumlah orang
dewasa dengan tekanan darah meningkat merupakan efek dari adanya
peningkatan pertumbuhan populasi dan penuaan, dan menurun karena
menurunnya prevalensi spesifik usia.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi di
Indonesia, yaitu sebesar 25,8% (Riskesdas, 2013). Di samping itu, pengontrolan
hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.Terapi hipertensi dapat dikelompokkan dalam terapi nonfarmakologi dan
farmakologis. Terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang dalam
kerjanya mempengaruhi tekanan darah. Pengobatan farmakologis yang digunakan
untuk mengontrol hipertensi adalah ace inhibitor, beta-bloker, calcium chanel
bloker, direct renin inhibitor, dieuretik, vasodilator (Simadibrata, et.al, 2006
dalam Triyanto, 2014). Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa
menggunakan agen obat dalam proses terapinya yang memberikan manfaat
relaksasi kepada tubuh. Salah satu tindakan non farmakologis yang di harapkan
dapat menurunkan tekanan darah adalah dengan terapi komplementer (Udani,
2016). Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan yaitu pijat
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
punggung. Pijat punggung ini dapat dilakukan menjadi salah satu terapi aktivitas
kelompok (TAK) yang dilakukan dengan cara paralel. Terapi aktivitas kelompok
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan interaksi sosial (Landeiro dkk., 2017).
Berdasarkan hasil pengkajian mahasiswa PSP2N Universitas Jember pada
tanggal 19 September 2018 terhadap klien di UPT PSTW Bondowoso diketahui
bahwa klien mengeluhkan nyeri punggung dan linu-linu di daerah ekstremitas atas
dan pinggang.
2.1 Tujuan
2.1.1 Tujuan Umum
Kegiatan pijat paralel dengan sesama ini bertujuan untuk relaksasi,
menghilangkan nyeri otot, dan menghilangkan stress.
3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari kegiatan pijat paralel dengan sesama
antara lain:
1. Untuk melancarkan sirkulasi darah;
2. Merelaksasi otot-otot tubuh;
3. Mengurangi nyeri;
4. Mengurangi ketegangan pada otot;
5. Memperbaiki pembuangan toksin-toksin tubuh seperti asam laktat.
6. Menurunkan tekanan darah.
tekanan darah dan olahraga yang dilakukan setiap Selasa dan Jum’at. Umur dan
adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan
distribusi obat, karena itu harus dipertimbangkan dalam memberikan obat
antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan
kemudian ditingkatkan secara perlahan.
Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),
dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini
baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas klien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam
mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping.
Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing klien kebanyakan klien
dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang
berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal
mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg
diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang
harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada klien-
klien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia. Adanya penyakit
penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi.
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat
bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan
seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada
penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung
kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau
kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik.
Oleh sebab itu, untuk mengurangi adanya risiko yang disebabkan efek
samping dari terapi farmakologi diperlukan adanya terapi komplementer sebagai
pendamping dari terapi farmakologi. Dalam mengatasi masalah hipertensi yang
ada dapat dilakukan dengan terapi komplementer berupa akupresur yaitu melalui
pijat paralel yang dilakukan untuk kelompok. Pijat untuk para lanjut usia adalah
bahwa pijat ini diperuntukkan orang tua tapi aplikasi ini tentu berbeda dengan
pijat untuk yang lebih muda dan terapis pijat harus memiliki pengetahuan tentang
perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh manusia. Teknik pijat yang berbeda,
tekanan yang diterapkan tentu berbeda dan harus ada kepekaan besar dalam
penerapannya pada para lansia untuk memastikan pijatannya nyaman serta efektif.
Terapi pijat memijat antar sesama diharapkan dapat membuat lansia
menghilangkan rasa pegal-pegal serta menambah rasa persaudaraan yang lebih
dekat mengingat antar lansia belum tentu mempunyai rasa sosialisasi yang baik.
: Sasaran
: Pemateri
DAFTAR PUSTAKA
Ezzati, Majid. 2017. Worldwide Trends in Blood Pressure from 1975 to 2015: A
Pooled Analysis of 1479 Population-Based Measurement Studies with 19·1
Million Participants. The Lancet. 389:37-55.
John, J., Muliyil, J., & Balraj, V. 2010. Screening For Hypertension Among Older
Adults: A Primary Care “High Risk” Approach. Indian journal of
community medicine: official publication of Indian Association of
Preventive & Social Medicine. 35(1):67.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Infodatin: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia HIPERTENSI.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2017. Analisa Lansia di Indonesia.
Pusat data dan Informasi. Jakarta Selatan
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
Lestari, I.G. & I. Nur. 2018. Pengaruh Self Management terhadap Tekanan Darah
Lansia yang Mengalami Hipertensi. Indonesian Journal for Health
Sciences. 2(1):7-18.
Nugroho, W. 2000. Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S & Bare, B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth's Edisi 8. Volume 1. Jakarta: EGC.
Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Udani, Giri. 2016. Pengaruh Massase Pada Penderita Hipertensi Di UPTD Panti
Tresna Werdha Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan. 7(3): 503-507.
Daftar Lampiran
Lampiran 1 : Berita acara
Lampiran 2 : Daftar Hadir
Lampiran 3 : Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Lampiran 4 : Materi
Lampiran 5 : Leaflet
Pemateri,
Kelompok 11
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
BERITA ACARA
Pada hari ini, tanggal 26 Bulan September tahun 2018 jam 12.30 s/d 13.00WIB
bertempat di UPT PSTW Bondowoso Kabupaten Bondowoso Propinsi Jawa
Timur telah dilaksanakan Kegiatan terapi aktivitas kelompok pijat paralel oleh
Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Jember. Kegiatan ini diikuti oleh 10
orang (daftar hadir terlampir)
Mengetahui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah
Stase Keperawatan Gerontik
FKep Universitas Jember
DAFTAR HADIR
Kegiatan terapi pijat paralel oleh Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas
Jember. Pada hari ini, tanggal 26 Bulan September tahun 2018 jam 12.30 s/d
13.00 WIB bertempat di UPT PSTW Bondowoso Kabupaten Bondowoso Propinsi
Jawa Timur.
Mengetahui,
Penanggung Jawab Mata Kuliah
Stase Keperawatan Gerontik
FKep Universitas Jember
Lampiran 3: SAP
1. Standar Kompetensi
Setelah dilakukan terapi pijat paralel klien dapat mempraktikkan pijat paralel
secara mandiri setiap kali merasakan pegal-pegal.
2. Kompetensi Dasar
Setelah dilakukan dilakukan terapi pijat paralel sasaran akan mampu:
a. Mengetahui definisi terapi pijat paralel;
b. Mengetahui tujuan dan manfaat terapi pijat paralel;
c. Mengetahui teknik pijat;
d. Mengetahui macam-macam manipulasi pijat.
3. Pokok Bahasan
Kegiatan terapi pijat paralel.
4. Subpokok Bahasan
a. Definisi terapi pijat paralel;
b. Tujuan dan manfaat terapi pijat paralel;
c. Teknik pijat paralel;
d. Macam-macam manipulasi pijat.
5. Waktu
1 x 30 menit
6. Bahan/ Alat yang digunakan
a. Materi
7. Model Pembelajaran
a. Jenis Model Pembelajaran : Praktik
b. Landasan Teori : Terapi Pijat Paralel
c. Landasan Pokok
1. Menciptakan suasana pertemuan yang baik
2. Menjelaskan tujuan dan manfaat dari terapi pijat paralel
3. Melakukan praktik terapi pijat paralel
4. Diskusi antara mahasiswa dan klien
5. Evaluasi.
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
8. Persiapan
Sebelum melakukan kegiatan terapi pijat paralel mahasiswa menyiapkan
materi dan latihan terlebih dahulu.
10. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan tepat
1. Apakah definisi terapi pijat paralel?
2. Apakah tujuan dan manfaat terapi pijat paralel?
3. Bagiamanakah teknik pijat?
4. Apa sajakah bentuk manipulasi pijat?
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
Lampiran 4: Materi
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: PIJAT PARALEL
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah di atas
normal atau tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan
hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Separuh orang yang menderita
hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah
pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi
seumur hidup.
3. Penatalaksanaan
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek
evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data
yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau
kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar
Laporan P2N Stase Keperawatan Gerontik – F.Kep Universitas Jember 2018
menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam
seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat
yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis
kalsium (CCB).
c. Pijat Memutar, baik Anda yang melakukan pemijatan pada titik refleksi
dengan menggunakan tangan atau tongkat, teknik pijat memutar ini bisa
dilakukan. Teknik ini digunakan untuk merilekskan Anda sebagai pemijat dan
melancarkan sirkulasi darah pasien. Bahkan pasien pun tak akan merasakan
kesakitan.
Lampiran 5: Leaflet
(Bagian Luar)
(Bagian Dalam)