Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Low Back Pam ( LBP ) adalah penyebab utama kecacatan di seluruh dunia
dengan prevalensi global 7,2 % , mempengaruhi 4 dari 5 orang dalam hidup mereka
( Shebib , 2019 ) . Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) telah
mengidentifikasi LBP adalah salah satu dari tiga masalah kesehatan teratas yang menjadi
target pengawasan di dalam WHO . LBP mempengaruhi siapa saja , dari jenis kelamin
apapun , ras atau latar belakang ekonomi , LBP memiliki substansial lampak pada
kesejahteraan finansial dan keseluruhan individu dan masyarakat ( Morris , L.D. 2018 ) .
Insiden LBP ditemukan di Eropa ( 5,7 % ) dan Afrika ( 2,4 % ) ( Ravindra , 2018 )
( Harahap et al . , 2019 )
Secara umum prevalensi LBP diperkirakan satu tahunnnya adalah 38,0 % E 19,4 %
dan lebih tinggi pada populasi lansia ( Ikeda , 2019 ) . LBP paling banyak terjadi pada
usia 40-80 tahun dan meningkat dengan bertambahnya usia menyebabkan kondisi diskus
intervertebralis berubah . Seringkali , degenerasi diskus adalah penyebab nyeri punggung
pada orang lanjut usia . Secara umum , usia adalah faktor risiko untuk penyakit
degeneratif , oleh karena itu usia yang lebih tua dikaitkan dengan risiko degenerasi yang
lebih tinggi dalam LBP ( Pratama et al , 2019 ) . Angka kejadian pasti dari LBP di
Indonesia diperkirakan bervariasi antara 7,6 % sampai 37 % ( Widiyanti , E.C. L. 2009
dalam Rohmawan , E.A 2017 ) . ( Harahap et al . , 2019 )

Didapatkan data bahwa untuk mengatasi nyeri punggung biasanya lansia


memeriksakan diri di klinik dan juga diberlakukan senam untuk menunjang kebugaran
jasmani lansia , akan tetapi masih banyak lansia yang mengeluh akan nyeri punggungnya
yang tak kunjung berangsur membaik walau sudah diberlakukan senam pada lansia
( Pendiarto R.P , 2017 ) . ( Hikmatun et al . , 2019 ) LBP merupakan sindroma klinik yang
ditandai dengan gejala utama berupa nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah
tulang punggung bagian bawah . Nyeri yang berlanjut sampai tiga bulan atau lebih akan
memasuki tahap kronis , dan jika dibiarkan berlanjut tanpa dirawat dapat menimbulkan
akibat - akibat fisik dan sosial yang serius , oleh karena itu penting sekali untuk mencegah
jangan sampai hal tersebut terjadi . Satu diantara 20 penderita harus dirawat di rumah
sakit karena serangan akut nyeri punggung bawah ( proporsi 5 % ) dan proporsi keluhan
nyeri punggung bawah mencapai 30 % -50 % ( Natosba , 2016 ) .
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 nyeri punggung bawah masuk ke
dalam 10 besar penyakit rawat jalan berdasarkan diagnosis di Provinsi Bali dan berada di
peringkat keenam ( Dinas Kesehatan Provinsi Bali , 2018 ) . ( Bourdieu et al . , 2018 )
Angka kejadian nyeri punggung bawah dilaporkan mencapai 3279 kasus dengan
pembagian 1698 kasus terjadi pada laki - laki dan sebanyak 1581 kasus terjadi pada
perempuan . Dari beberapa kabupaten yang ada di Bali , angka kejadian nyeri punggung
di Kabupaten Klungkung cukup tinggi , yaitu 377 kasus dari keseluruhan jumlah kasus
yang ada dan merupakan kabupaten dengan tingkat nyeri punggung tertinggi ketiga di
Bali setelah Karangasem.
Penanganan nyeri . dapat dilakukan secara farmakologis nonfarmakologis .
Penanganan farmakologis yaitu dengan menggunakan obat obatan seperti analgetik ,
steroid , NSAID ( Non Steroid Anu Inflamation Drug ) . opioid , dan obat - obatan
anastesi , sedangkan penanganan nonfarmakologis yaitu akupuntur , bekam keringe , dan
terapi bekam kering . Penanganan nyeri dengan farmakologis memberikan efek samping
seperti perdarahan lambung dan komplikasi ginjal bila digunakan dalam jangka panjang
( Stanley & Beare , 2006 ) . Maka dari itu diperlukan penatalaksanaan LBP secara
nonfarmakologis untuk meminimalkan efek samping dari terapi farmakologis . ( Karjoyo
et al . , 2017 )
Berkenaan dengan hal di atas , penyembuhan dengan terapi alternatif atau
komplementer merupakan penyembuhan secara nonfarmokologis . Hal ini didukung
dengan Undang - undang Keperawatan yang tertuang dalam Undang undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan . Pada BAB V pasal 30 sampai
pasal 36 tentang praktik keperawatan dijelaskan mengenai praktik keperawatan yang
terdiri atas praktik keperawatan mandiri perorangan , berkelompok , dan praktik
keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan . Hal tersebut diatas juga diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan ( Permenkes ) Nomor HK.02.02 / MENKES / 148 / 2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat dalam BAB III , menyebutkan dalam
ayat 3 yaitu , praktik keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan pelaksanaan upaya
promotif , preventif , pemulihan , dan pemberdayaan masyarakat serta tindakan
pelaksanaan keperawatan komplementer . Berdasarkan peraturan yang disebutkan di atas
dapat dikatakan bahwa tindakan terapi komplementer sudah menjadi salah satu bentuk
pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan oleh perawat . ( Permenkes , 2544 )

Perawat sebagai tenaga kesehatan diperbolehkan untuk melakukan terapi


komplementer dengan memperhatikan keamanan , manfaat dan dapat
dipertanggungjawabkan . Salah satu contoh terapi pelengkap ( Complementary
Medicine ) yaitu terapi bekam kering Terapi Bakam Kering adalah suatu . pengobatan
dengan cup yaitu alat untuk membekam yang menghisap kulit dan jaringan di bawah kulit
, sehingga komponen darah mengumpul di bawah kulit tanpa pengeluaran darah .
Pengobatan alternatif dengan metode bekam , bukanlah hal baru dikalangan masyarakat
Indonesia . Pengobatan alternatif yang Timur Tengah ini telah dipraktikkan ribuan tahun
lalu hingga ke daratan Cina , Terapi bekam bekerja pada titik tertentu di bawah kulit
sehingga terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol pada daerah yang di bekam . Dilatasi
kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman . Ini
menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah . Akibatnya timbul efek
relaksasi ( pelemasan otot - otot yang kaku dan tegang ) ( Umar , 2010 : 92-93 ) .
Studi pendahuluan yang dilakukan di Praktek Perawat Dawan Usadha Kecamatan
Dawan Kabupaten Klungkung bahwa praktek perawat ini menyediakan terapi
komplementer sebagai pendukung terapi konvensional yang terdiri atas akupuntur ,
akupressure , dan terapi bekam ( kering dan basah )
Di praktek perawat tersebut diperoleh data bahwa pasien yang datang dengan keluhan
LBP sebanyak 55 % diberikan terapi bekam kering untuk meringankan nyeri .
Berdasarkan latar belakang di atas , peneliti ingin meneliti tentang " Pengaruh Terapi
Bekam Kering Terhadap Intensitas Nyeri pada pasien LBP di praktek perawat Dawan
Usadha " guna mengetahui seberapa jauh pengaruh terapi bekam kering terhadap
intensitas nyeri pada pasien LBP .

1.2 . Rumusan Masalah


Sesuai dengan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut : " Apakah ada pengaruh terapi bekam kering terhadap intensitas nyeri pada
pasien LBP di praktek perawat Dawan Usadha .
1.3.Tujuan
1.3.1 . Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam kering terhadap intensitas nyeri pada pasien
dengan nyeri akibat LBP di praktek perawat Dawan Usadha
1.3.2 . Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien LBP sebelum dilakukan terapi bekam
kering
2. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien LBP setelah dilakukan terapi bekam
kering .
3. Menganalisis pengaruh terapi bekam kering terhadap intensitas nyeri pada pasien
LBP.
1.4 . Manfaat Penelitian
1.4.1 . Teoritis
1. Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan
komunitas dalam perawatan pasien yang mengalami nyeri akibat LBP dengan metode
alternatif atau komplementer yaitu terapi bekam kering
2. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti manfaat lain dari terapi bekam
kering selain berpengaruh pada intensitas nyeri pasien dengan LBP .
1.4.2 . Praktis
1. Bagi Responden Hasil penelitian diharapkan membantu responden dan pasien lainnya
dalam mengatasi masalah nyeri yang dirasakan dengan menggunakan terapi alternatif
atau komplementer yaitu berupa terapi bekam kering
2. Bagi Perawat Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan khususnya dalam menangani nyeri akibat LBP agar
menggunakan terapi bekam kering sebagai salah satu terapi alternatif atau
komplementer
1.5 . Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti diantaranya :
1. Astuti ( 2010 ) dalam penelitiannya yang berjudul " Pengaruh Terapt Bekam pada
Penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi di Praktek Perawat Rumah Sehat
AFIAT Kecamatan Limo , Depok " . Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi
eksperimental dengan satu group pre - test dan post test tanpa group kontrol dan
teknik purposive sampling dengan sample berjumlah 25 orang yang terdiri dari
penderita hipertensi . Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada
variabel terikat yang diteliti , tehnik pengambilan sampel , dan rancangan penelitian
yang digunakan . ( Vinet & Zhedanov , 2011 )
2. Widada ( 2010 ) dalam penelitiannya yang berjudul " Pengaruh Bekam terhadap
Deformabilitas ( elastisitas ) Sel Darah Merah pada Perokok " . Metode penelitian
yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan satu group kontrol dan satu group
perlakuan dengan masing - masing sampel sebanyak 17 orang . Perbedaan dengan
penelitian ini antara lain terletak pada variabel terikat yang diteliti , tehnik
pengambilan sampel , dan rancangan penelitian yang digunakan . ( Widada , 2010 )
3. Istichomah ( 2011 ) dalam penelitiannya yang berjudul " Perbedaan Efektifitas
Analgesia Terapi Bekam dengan Akupuntur pada Nyeri Leher " . Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan 32 subjek yang terbagi
menjadi 2 kelompok , 16 subjek mendapat terapi bekam dan 16 subjek mendapat
terapi akupuntur . Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variabel
terikat yang diteliti , tehnik pengambilan sampel , dan rancangan penelitian yang
digunakan . ( Istichomah , 2011 )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Tinjauan Teori


2.1.3 . Konsep Nyeri
2.1.1.1 . Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional multidimensional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional . Nyeri dapat dibedakan berdasarkan
intensitas ( ringan sedang , berat ) , kualitas ( tumpul , seperti terbakar , tajam ) , durasi
( transien , intermiten persisten ) . dan penyebaran ( superfisialatau dalam , terlokalisir
atau difus ) ( Bahrudin , 2018 ) . Meskipun nyeri adalah suatu sensasi , nyeri memiliki
komponen kognitif dan emosional , yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan
( Bahrudin , 2018 ) . ( Vinet & Zhedanov , 2011 )

2.1.1.2 . Penyebab Nyeri


Penyebab nyeri menurut Iqbal Mubarak ( 2015 ) sebagai berikut
1. Trauma
1) Mekanik , rasa nyeri yang diakibatkan oleh kerusakan ujung - ujung saraf
bebas . Misalnya akibat benturan , gesekan , luka , dan lain lain .
2) Termal , nyeri yang timbul akibat rangsangan suhu panas maupun dingin .
Misalnya terbakar api
3) Kimia , nyeri yang timbul akibat kontak secara langsung dengan zat kimia
yang bersifat asam kuat dan basa kuat
4) Elektrik , nyeri yang timbul akibat sengatan listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
2. peradangan yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung - ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan , misalnya abses .
3. Gangguan sirkulasi darah dan kelaian pembuluh darah
4. Gangguan pada jaringan tubuh misalnya edema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
5. Tumor , dapat juga menekan pada resptor nyeri.
6. Iskemia pada jaringan , misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
7. Spasme otot dapat menstimulasi mekanik

2.1.1.3. Klasifikasi nyeri


Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis .
Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri ,
1. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung cepat dan singkat dengan intensitas yang
bervariasi ( ringan sampai berat ) dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah
keadaan pulih pada area yang rusak . Nyeri akut berlangsung selama kurang dari enam
bulan . Contoh nyeri akut adalah nyeri pada fraktur ( Setiyohadi dkk , 2015 ) .
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronis adalah nyeri yang disebabkan akibat keganasan seperti kanker yang tidak
terkontrol atau non keganasan , Nyeri kronis berlangsung lama ( lebih dari enam bulan )
dan akan berlanjut walaupun pasien diberikan pengobatan atau penyakit tampak sembuh
Karakteristik nyeri kronis biasanya meningkat , sifat nyen kurang jelas , dan
kemungkinan untuk sembuh atau menghilang ( Setiyohadi dkk , 2015 ).
2.1.1.4. Pengukuran Intensitus Nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang nyeri yang dirasakan oleh individu .
Pengukuran intensitas nyeri bersifat subjektif dan individual . memungkinkan individu
merasakan nyeri yang berbeda dalam intensitas yang sama . Hal ini dipengaruhi oleh masing
- masing individu dalam menyikapi nyeri dirasakan . Pendekatan objektif yaitu respon
fisiologis tubuh terhadap nyeri dalam mengukur intensitas nyeri belum dapat memberikan
gambaran mengenai nyeri . Dibawah ini terdapat cara untuk mengukur skala nyeri yaitu
( Iqbal Mubarak , 2015 )
S. C. Smeltzer dan B. G. Bare pada tahun 2002 Mengidentifikasi pengukuran
intensitas nyeri dalam 3 jenis yaituadalah sebagai berikut : ( S . C. Smeltzer dan B. G. Bare ,
2002 )
1. Skala nyeri deskriptif
Alat pengukuran tingkat nyeri yang lebih objektif . Skala pendeskripsi verbal adalah
sebuah garis yang terdiri atas lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis , dimana pendeskripsi ini di ranking dari " tidak terasa nyeri "
sampai " nyeri yang tidak tertahankan " . Pasien akan memilih penurunan nyeri yang
dirasakan dan perawat mengkaji lebih dalam nyeri yang pasien rasakan .

2. 2.
2. Skala nyeri numerik Skala
ini digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata . Pasien diminta untuk menilai
nyeri menggunakan skala 0-10 . Digunakan efektif untuk mengkaji penurunan nyeri
sebelum dan setelah dilakukan intervensi , dikarenakan selisih antara penurunan dan
peningkatan nyeri lebih mudah diketahui
1. Skala analog visual
Suatu garis lurus yang mewakili penurunan nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya . Skala ini meminta pasien secara bebas
mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang dialami

2. Skala nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan memiliki
gejala yang tidak dapat terdeteks
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif pasien mendesis , menyeringai , dapat menunjukkan
lokasi nyeri , dapat mendeskripsikannya , dapat mengikuti perintah dengan baik . Memiliki
karateristik adanya peningkatan frekuensi pernafasan , tekanan darah , kekuatan otot , dan
dilatasi pupil.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan , dapat menunjukkan lokasi nyeri , tidak dapat
mendeskripsikannya , tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi .
Memiliki karateristik muka pasien pucat , kekakuan otot , kelelahan dan LBP
10 Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul .
2.1.3 . Konsep LBP
2.1.2.1 . Definisi LBP
LBP atau LBP merupakan nyeri pada punggung bagian bawah , bukan merupakan penyakit
atau diagnosis untuk suatu penyakit namun merupakan nyeri yang dirasakan di area yang
terkena bervariasi lama terjadinya nyeri ( WHO , 2013 ) . LBP merupakan nyeri di sekitar
lumbosakral dan sakroiliakal yang disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki . Mobilitas
punggung bawah yang sangat tinggi , berfungsi sebagai menyangga beban tubuh dan
sekaligus berdekatan dengan jaringan lain yaitu traktus digestivus dan traktus urinarius yang
bila mengalami perubahan patologik tertentu dapat menimbulkan nyeri yang dirasakan di
daerah punggung bawah . ( Harsono , 2015 ) . ( Sidemen & Claudia , 2016 )
Nyeri punggung adalah nyeri yang berkaitan dengan bagaimana tulang , ligamen dan
otot punggung bekerja , hal ini biasanya terjadi sebagai akibat gerakan mengangkat ,
membungkuk , atau mengejan , dan dapat hilang timbul ( Bull & Archard , 2007 ) . Dapat
disimpulkan bahwa LBP merupakan perasaan nyeri pada area pinggang bawah yang dapat
menjalar sampai ke tungkai atau kaki yang dapat dialami oleh setiap orang , yang bila tidak
ditangani akan menimbulkan kecacatan
2.1.2.2 Anatomi Fisiologi
Tulang punggung adalah tulang yang tersusun tidak beraturan serta membentuk
punggung yang saling berhubungan dengan kokoh satu sama lainnya . Akan tetapi dapat
membentuk sebuah gerakan seperti membungkuk dll . Tulang punggung merupakan
penyangga utama bagi kepala dan bagian tubuh dimana dapat melindungi saraf tulang
belakang atau medulla spinalis dan membuat posisi tubuh dapat tegak saat duduk dan berdiri
( Imelda , 2015 ) . Tulang belakang terdiri dari sejumlah vertebra yang dihubungkan oleh
diskus intervertebralis dan beberapa ligamentum , Tulang columna vertebralis terdiri dari
tujuh vertebra servikalis , dua belas vertebra torakalis , lima vertebra lumbalis , sakrum dan
vertebra coccygeac ( Gibson , 2015 )
1. Vertebra dan Sendi Tipikal
Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola yang umum . ( Gibson , 2015 )
1) Corpus lempeng tulang yang tebal , agak melengkung di permukaan atas dan
bawah .
2) Arcus vertebrae : terdiri dari Pediculus di bagian depan ( bagian tulang yang
berjalan ke arah bawah dari corpus , dengan lekukan pada vertebra di
dekatnya membentuk foramen intervertebralis ) dan Lamina di bagian
belakang ( bagian tulang yang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam
untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan ) .
3) Foramen Vertebrale : Lubang besar yang dibatasi oleh corpus di bagian
depan , pediculus di bagian samping dan lamina dibagian samping dan
belakang
4) Foramen Invertebrale lubang pada bagian samping , diantara dun vertebra
yang berdekeatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai .
5) Processus Articularis superior dan inferior membentuk persendian dengan
processus yang sama dengan vertebra diatas dan dibawahnya .
6) Spina : penonjolan yang mengarah ke belakang dan bawah
7) Diskus Intervertebralis yaitu cakram yang melekat pada permukaan corpus
dua vertebrae yang berdekatan . Terdiri dari annulus fibrosus ( cincin
jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar ) dan nucleus pulposus ( zat semi
cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup didalam annulus fibrosus )
2. Ligamentum Terdapat sejumlah ligamentum yang menghubungkan vertebra , antara
lain : ligamentum longitudinalis anterior ( berjalan ke bawah dan kedepan corpus
vertebra ) , ligamentum longitudinalis posterior ( berjalan kebawah dan kebelakang
corpus vertebra , yaitu di dalam canalis vertebralis ) dan ligamentum - ligamentum
pendek yang menghubungkan processus tranversus dan spina , serta mengelilingi
sendi pada processus artikularis . ( Gibson , 2015 )
3. Vertebra Cervikal Struktur umum tulang cervical memiliki bentuk tulang yang kecil
dengan spina atau tonjolan tulang yang memanjang dan procesus spinosus ( bagian
seperti sayap pada belakangnya ) yang pendek , terdiri dari 7 tulang cervikal yang
berfungsi sebagai menahan kepala agar stabil , menggerakkan kepala ke kiri , kanan ,
atas , bawah , dll ( Imelda , 2015 ) , Vertebra cervicalis kecil memiliki corpus yang
tipis dan memiliki processus transversus , dibedakan dengan adanya foramen ( yang
dilalui oleh arteri vertebralis ) dan juga dua ruberkel ( Gibson , 2015 ) . Semua
vertebra sekviks memiliki foramina transversal untuk lintasan arteri vertebra .
Vertebra serviks pertama ( atlas ) dan vertebra serviks kedua ( aksis ) untuk
menyangga dan menggerakkan kepala ( Ethel Sloane 2003 ) .
4. Vertebra Thoracica Vertebra ini menjadi lebih besar dari atas ke arah bawah karena
harus menopang berat badan yang semakin besar . Vertebra ke dua belas merupakan
vertebra massif yang menyerupai vertebra lumbalis . ( Gibson , 2015 ) Vertebra
thoracica atau toraks memiliki prosesus spinosa panjang , yang mengarah ke bawah
dan memiliki faset artikular pada prosesus transversus yang digunakan untuk
artikulasi tulang iga ( Ethel Sloane , 2003 ) .
5. Vertebra Lumbalis Tulang pinggang atau lumbal merupakan tulang yang yang paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban paling berat daripada yang lainnya .
Lumbal berfungsi melindungi spinal cord ( Imelda , 2015 ) . Vertebra lumbalis
merupakan tulang yang masif dengan processus lateralis dan spinosus yang kuat
Canalis Vertebra dibentuk oleh sambungan foramen vertebrale dan oleh discus
intervertebralis dan ligamentum yang menghubungkannya Canalis ini berisi medulo
spinalis , nervus spinalts . pembuluh darah dan meningen Sakrum dibentuk oleh lima
vertebra yang berfusi menjadi satu ( Gibson , 2015 ) . Vertebra lumbal merupakan
vertebra terpanjang dan terkuat . Prosesus spinosanya pendek dan tebal serta
menonjol hamper searah garis horizontal ( Sloane , 2003 ) .
6. Os Sacral Tulang sacral adalah tulang belakang yang tehubung langsung dengan
tulang pelvis yang membentuk dorsal panggul pada manusia ( Imelda , 2015 ).
7. Os Coccygeus Os Coccygeus merupakan tulang kecil berbentuk segitiga , dibentuk
dari empat os coccygeus yang bergabung satu Tulang ini berartikulasi dengan sacrum
dan membentuk sebagian tulang posterior pelvis ( Gibson , 2015 ) , Koksiks atau
tulang ekor menyatu dan berartikulasi dengan ujung sakrum , yang kemudian
membentuk sendi dengan sedikit pergerakan ( Sloane , 2003 ).
8. Gerakan Columna Vertebralis Columna vertebralis dapat melakukan fleksi , ekstensi ,
rotasi dan gerakan lateral . Gerakan ini dapat disebabkan karena adanya gerakan -
gerakan kecil diantara vertebra yang berdekatan dan perubahan pada diskus
intervertebralis yang dapat dikontrol dan diperlebar . Nyeri punggung sering
diakibatkan asimetri minor columna vertebralis , terutama region lumbosakral . Bila
terjadi pada region lumbalis , pasien mengalami nyeri punggung bawah ( lumbago )
atau nyeri menjalar ke tungkai ( sciatica ) ( Gibson , 2015 ) .
2.1.2.3 . Patofisiologi LBP
Pada kasus LBP mekanik , aktivasi nosireseptor disebabkan oleh rangsang mekanik ,
yaitu penggunaan otot yang berlebihan ( overuse ) . Pengunaan otot yang berlebihan
dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik atau postur yang salah
dalam jangka waktu yang cukup lama di mana otot - otot di daerah punggung akan
berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh yang normal , atau pada saat aktivitas
yang menimbulkan beban mekanik yang berlebihan pada otot - otot punggung bawah ,
misalnya mengangkat beban - beban yang berat dengan posisi yang salah ( tubuh
membungkuk dengan lutut lurus dan jarak beban ke tubuh cukup jauh ) . Penggunaan
otot yang berlebihan menyebabkan iskemia dan inflamasi . Setiap gerakan otot akan
menimbulkan nyeri sekaligus akan menambah spasme otot . Karena terdapat spasme otot
, sehingga lingkup gerak punggung bawah menjadi sedikit dan terbatas . Mobilitas
lumbal menjadi terbatas , terutama untuk gerakan membungkuk ( fleksi ) dan memutar
( rotasi )
Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot - otot
punggungnya untuk melakukan gerakan pada lumbal . Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan fisiologis pada otot - otot tersebut , yaitu berkurangnya massa otot dan
penurunan kekuatan otot . Akhirnya individu akan mengalami penurunan tingkat
aktivitas fungsionalnya . Kontruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya
fleksibilitas dan memberi perlindungan terhadap sumsum tulang belakang . Otot - otot
abdominal berperan pada aktivitas mengangkat beban dan sarana pendukung tulang
belakang . Obesitas , masalah struktur , peregangan berlebihan pada sarana pendukung
ini menyebabkan nyeri punggung Perubahan degenerasi diskus intervetebra akibat usia
menjadi fibrokartilagu yang padat dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung
binsų , 1-4 - L5 dan L5 - S1 mengalami stress mekanis dan menekan sepanjang radiks
saraf tersebut Keluhan nyen punggung bawah dan keterbatasan aktivitas menimbulkan
keluhan dan masalah pada pasien yang mengalami nyeri punggung bawah ( Muttaqin
2012 )
2.1.2.4 . Klasifikasi LBP
LBP dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor berdasarkan kelainannya atau
jaringan yang mengalami kelainan tersebut . Macnab menyusun klasifikasi LBP sebagai
berikut : viserogenik , neurogenik , vaskulogenik , psikogenik dan spondilogenik Adams
& Victor menggolongkan sifat nyeri ke dalam lima golongan , yaitu : nyeri lokal , nyeri
acuan atau reffered pain , nyeri radikuler , nyeri spasme otot , dan nyeri yang tidak
diketahui sifat atau asalnya .
Mahar Mardjono menggolongkan LBP sebagai berikut : LBP mekanik yang dibagi
menjadi akut dan kronik , LBP organik yang dibedakan atas osteogenik , diskogenik , dan
neurogenik , LBP acuan dan LBP psikogenik . Selain klasifikasi tersebut , terdapat
klasifikasi patologi yang klasik yaitu trauma , infeksi , neoplasma , degenerasi dan
kongenital ( Harsono , 2015 ) .
2.1.2.5. Karakteristik LPB

2.1.2.6. Manifestasi klinis LBP


Berikut ini merupakan manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari LBP menurut
Wiarto , Giri , 2017 :
1. Nyeri punggung akut atau kromis ( berlangsung lebih dari 3 bulan tanpa
perbaikan ) dan LBP
2. Nyeri tungkai yang menjalar ke bawah ( radikulopati , skiatiko ) gejala ini
menunjukkan adanya gangguan pada radiks saraf
3. Gaya berjalan , mobilitas tulang belakang , refleks , panjang tungkai kekuatan
motorik tungkai , dan persepsi sensori dapat pula terganggu .
4. Spasme otot paravertebal ( peningkatan drastis tonus otot postural punggung )
terjadi disertai dengan hilangnya lengkung normal lumbal kemungkinan
deformitas tulang belakang
2.1.2.7 . Faktor - faktor resiko terjadinya LBP
1. Faktor individu
1) Usia
LBP erat kaitannya dengan usia . Biasanya keluhan ini dirasakan ketika umur 35 65
tahun . Keluhan pertama dimulai pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia . Hal ini dikarenakan umur setengah baya mengalami penurunan kekuatan
dan ketahanan otot sehingga beresiko terjadinya peningkatan keluhan otot ( Tarwaka , 2004 )
Menurut penelitian yang dilakukan Nelwan ( 2014 ) tentang hubungan antara umur dan posisi
duduk dengan keluhan nyeri punggung pada pengemudi angkutan kota di kota Bitung
menyebutkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun ,
selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan bertambahnya usia
Berikut merupakan tahap - tahap perkembangan usia menurut Depkes RI tahun 2009
adalah masa balita ( 0-5 tahun ) , masa kanak - kanak ( 5-11 tahun ) , masa remaja awal ( 12-
16 tahun ) , masa remaja akhir ( 17-25 tahun ) , masa dewasa awal ( 26-35 tahun ) , masa
dewasa akhir ( 36-45 tahun ) , masa lansia awal ( 46-55 tahun ) , masa lansia akhir ( 56-65
tahun ) , masa manula ( lebih dari 65 tahun ) . Pada usia diatas 30 tahun , proses degenerasi
dimulai dengan terjadinya kerusakan jaringan ketika penggantian jaringan terjadi kerusakan
jaringan , menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan , sehingga menyebabkan stabilitas
tulang dan otot berkurang Seiring dengan bertambahnya usia maka elastisitas tulang belakang
semakin menurun dan memicu timbulnya LBP ( Hoy , 2010 ) Di Amerika Serikat sekitar 80
% orang pada usia 18-55 tahun mengalami keluhan pada nyeri bagian punggung
( Hochschuler , 2008)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fathoni , dkk ( 2009 ) , pada
perawat RSUD Purbalingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan
resiko terjadinya LBP . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni ( 2009 )
mengenai Hubungan Sikap dan Posisi Kerja dengan LBP Pada Perawat RSUD Purbalingga
menyebutkan bahwa mayoritas responden berusia antara 26-30 tahun sebanyak 14 orang
( 43,75 % ) dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Sofiani tahun 2018 ,
mengenai Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada
Perawat yang Bekerja di Ruang Kateterisasi Jantung RSUPN DR Cipto Mangunkusumo
Jakarta mengatakan bahwa rata - rata usia perawat cathlab adalah 29,92 tahun dengan usia
termuda 23 tahun dan usia tertua 37 tahun .
2) Jenis Kelamin
Kekuatan fisik tubuh wanita 2/3 dari pria . Walaupun terdapat perbedaan
pendapat dari beberapa ahli mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap keluhan
otot skeletal , namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin
sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot . Hal ini terjadi karena secara
fisiologis , kemampuan otot wanita lebih rendah dari pria ( Tarwaka , 2004 ) .
Wanita lebih beresiko terkena nyeri punggung bawah dibanding pria , karena
secara fisiologis kekuatan otot dan tulang pada wanita kurang dibanding dengan
laki laki ( Hochschuler , 2008 ) . Mengenai jenis kelamin , laki - laki dan
perempuan memiliki resiko yang sama terhadap LBP , namun pada kenyataannya
jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan LBP . Karena
pada wanita keluhan ini sering terjadi ketika siklus menstruasi selain itu
menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat
penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya LBP
( Nusdwiruningtyas , 2007 ).
3) Kebiasaan Merokok
Meningkatnya keluhan otot erat kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok . Resiko meningkat 20 % untuk setiap 10 batang rokok perhari . Pada
seorang perokok akan mengalami penurunan kapasitas paru - paru sehingga
kemampuan untuk mengonsumsi oksigen ikut menurun . Akibatnya tingkat
kebugaran tubuh juga menurun . Bila seorang perokok dituntut melakukan tugas
yang membutuhkan pengerahan tenaga , maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah , pembakaran karbohidrat terhambat ,
terjadilah penumpukan asam laktat sehingga menyebabkan nyeri otot Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan peningkatan
bahaya terjadinya LBP dan hernia diskus : Perokok lebih beresiko terkena LBP
dibandingkan dengan yang bukan perokok . Diperkirakan hal ini disebabkan oleh
penurunan pasokan oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh
darah . Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung karena perokok
memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya ,
termasuk ke tulang belakang ( Latif , 2007 ) .
4 ) Masa Kerja / Lama Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2011 ) , masa kerja adalah jangka
waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor , badan dan sebagainya . Masa kerja
merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu
panjang , apabila aktivitas tersebut dilakukan terus - menerus dalam jangka waktu
bertahun - tahun tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh . Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen dalam Pratiwi 2009 , seseorang dengan
masa kerja dengan sikap duduk lebih dari 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi terkena
LBP dibandingkan dengan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun , hal ini
dikarenakan pembebanan tulang belakang dalam waktu lama mengakibatkan rongga
diskus menyempit secara permanen serta mengakibatkan degenerasi tulang belakang
yang akan menyebabkan LBP ( Pratiwi , 2009 ) .
5 ) Indeks Massa Tubuh ( IMT )
IMT merupakan alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa , khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan
( Depkes 2011 ) . Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi
seseorang adalah melalui penentuan IMT ( Asmadi , 2008 ) . IMT juga dipakai
sebagai standar klinis dalam menilai kelebihan bobot badan dan obesitas seseorang
( Howard , 2006 ) . Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa ( usia
18 tahun keatas ) merupakan masa penting karena selain mempunyai resiko penyakit
penyakit tertentu , juga dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya . Membawa berat
badan yang berlebih dapat meningkatkan stress pada punggung karena fungsi
punggung untuk menopang tubuh ( Mayo clinic , 2017 ) . Hubungan antara obesitas
dan gangguan fungsional tulang belakang dengan kelemahan dan kekakuan otot
lumbal , yang dapat menyebabkan LBP Seseorang dengan berat badan berlebih maka
lemak akan disalurkan dan menumpuk di abdomen , sehingga terjadilah penimbunan
lemak yang berarti kerja lumbal semakin berat untuk menopang tubuh . Lalu tulang
belakang semakin tertekan untuk menerima beban memudahkan terjadinya kerusakan
dan bahaya pada struktur tulang tersebut ( Purnamasari , dkk 2010 ) .
6) Kebiasaan olah raga
Aerobic fitness meningkatkan kontraksi otot . Dealapan puluh persen kasus abkan
karena kurangnya kelenturan tonus otot atau kurang olah raga . Berdasarkan laporan
dari NIOSH ( 1979 ) menyatakan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah , maka
resiko terjadinya keluhan sebesar 7,1 % tingkat kesegaran jasmani yang sedang resiko
terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2 % dan tingkat kesegaran jasmani yang
tinggi maka resiko untuk terjadinya keluhan otot rangka sebesar 0,8 % .
2. Faktor Lingkungan
1 ) Tekanan
Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak , seperti ketika tangan
harus memegang alat , maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima
tekanan langsung dari pegangan alat , apabila sering terjadi dapat
menyebabkan nyeri otot yang menetap ( Tarwaka dkk , 2004 ).
2 ) Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah . Kotraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar , sehingga penimbunan asam laktat meningkat , dan akhirnya
timbul rasa nyeri otot ( Tarwaka dkk , 2004 )
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah .
Kotraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar , sehingga penimbunan asam
laktat meningkat , dan akhirnya timbul rasa nyeri otot ( Tarwaka dkk , 2004 ) .
2.1.2.8 Penatalaksanaan LBP
Pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu konservatif dan operatif
1. Terapi konservatif meliputi :
1) Pada rehat baring , penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap tertentu . Tidur di atas tempat tidur dengan alas
keras dan atau bisa juga dengan posisi semi fowler . Posisi ini berguna untuk
mengelimir gravitasi , mempertahankan kurvatura anatomi vertebra , relaksasi
otot , mengurangi hiperlordosis lumbal , dan mengurangi tekanan intradiscal
2) Mobilisasi , pada fase permulaan , mobilisasi dilakukan dengan bantuan
korset Manfaat pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak , mengurangi
aktivitas otot ( relaksasi otot ) , membantu mengurangi beban terhadap
vertebra dan otot paraspinal , dan mendukung vertebra dengan peninggian
tekanan intra abdominal . Mobilisasi sebaiknya dimulai dengan gerakan -
gerakan ringan untuk jangka pendek . Kemudian diperberat dan diperlama
3) Pada terapi farmakologis , ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP ini ,
adalah obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal . Analgetik
narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri , relaksan otot dan
penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami
spasme sehingga dapat mengurangi nyeri . Obat anti inflamasi nonsteroid
( NSAID ) seperti aspirin dan celocoxib juga berguna untuk mengurangi nyeri
. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respon inflamasi dan
mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia .
Dokter dapat memberikan suntikan kortikosteroid epidural , suntikan infiltrasi
otot paraspinalis dengan anastesi local atau menyuntik sendi faset dengan
steroid untuk menghilangkan nyeri .
4) Pada fisioterapi , biasanya dalam bentuk diatermu ( pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam ) . Terapi panas bertujuan untuk
memperbaiki sirkulasi lokal , merelaksasi otot , memperbaiki extensibilitas
jaringan ikat . Stimulasi saraf elektris transkutan ( TENS transcutans electrical
nerve stimulation ) biasanya juga diberikan sebagai terapi modaltas pereda
nyeri noninvasif oleh fisioterapis . TENS diperkirakan mengurangi nyeri
dengan melampaui nyeri ( teori gerbang nyeri ) dan perangsangan endorphin (
Smeltzer & Bare , 2002 ).
5) Traksi pelvis , bermanfaat untuk relaksasi otot , memperbaiki lordosis serta
memaksa penderita melakukan tirah baring total . Bukti - bukti menunjukkan
bahwa traksi tidak bermanfaat untuk meregangkan discus yang menyempit
Traksi pelvis dilarang dilakukan jika ada infeksi tulang , keganasan tulang ,
adanya kompresi mielum . Beban yang umum digunakan berkisar antara 10-
25 kg .
6) Terapi komplementer , merupakan jenis terapi dalam ruang lingkup luas yang
meliputi sistem kesehatan , modalitas , dan praktek - praktek yang
berhubungan dengan teori - teori dan kepercayaan pada suatu daerah Terapi
komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama sama dengan
terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis . Namun terapi
komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan
untuk meningkatkan kesehatan . Saat ini banyak terapi komplementer yang
dilakukan untuk mengatasi keluhan nyeri pada pasien LBP seperti akupunktur
, refleksi , massage , terapi bekam , herbal dan hipnoterapi . Terapi
komplementer dapat bekerja dengan efek analgetik langsung ( seperti
akupunkutur , bekam , bekam kering ) . menghasilkan efek anti inflamasi
( seperti obat - obatan herbal ) , atau distraksi ( seperti terapi musik ) yang
dapat mempengaruhi persepsi nyeri , menimbulkan relaksasi , meningkatkan
kualitas tidur , serta mengurangi tingkat kecemasan ( Barrie , 2010 )
1. Terapi operatif Terapi operatif atau pembedahan dilakukan apabila dengan
tindakan konservatif selama 3-4 minggu tidak memberikan hasil yang nyata , atau
terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologic.
2.1.3 . Terapi Bekam Kering
2.1.3.1 . Pengertian Bekam Kering
Menurut Umar ( 2010 ) Bekam adalah suatu pengobatan dengan cup yaitu alat
untuk membekam yang menghisap kulit dan jaringan di bawah kulit , sehingga
komponen darah mengumpul di bawah kulit , kemudian darah dikeluarkan dengan
penyayatan dan penghisapan . Selain itu , ada juga bekam yang tidak disertai dengan
pengeluaran darah . Terapi Bekam Kering yaitu menghisap permukaan kulit dengan
gelas tekanan negatif , tanpa mengeluarkan darah kotor . Ini berkhasiat untuk
melegakan sakit secara darurat atau digunakan untuk meringankan nyeri pada urat -
urat punggung , paha , perut dan lain - lain . Bekam kering ini cocok untuk orang yang
tidak tahan suntikan jarum , sayatan pisau dan takut melihat darah Kulit yang dibekam
akan tampak merah kehitam - hitaman selama 3 hari . Bekam ini sedotannya hanya
sekali pada satu titik dan dibiarkan selama 5 menit ( Umar , 2010 : 4 ).
2.1.3.2 . Manfaat Bekam Kering
Menurut Widada ( 2011 ) bekam kering bekerja memperbaiki sirkulasi
peredaran darah sehingga dapat menimbulkan efek relaksasi yang akan diteruskan ke
sistem saraf pusat hipotalamus yang merangsang peningkatan produksi peptida kecil
penghambat stimulus nyeri yaitu enkefalin sehingga sensasi nyeri berkurang . Maka
dari itu terapi bekam kering berkhasiat dalam melepaskan neurotransmiter ( rasa nyeri
) atau digunakan untuk meringankan nyeri , antara lain menghilangkan nyeri seluruh
badan ( pegal - pegal ) karena masuk angin , nyeri pada sendi , nyeri punggung , nyeri
leher , mengurangi sakit tulang besar , migrain , kaku leher , kaku pundak karena
masuk angin , dan melenturkan otot - otot yang tegang seperti kaku otot . ( Widada ,
2011,7 )
2.1.3.3 . Kontra Indikasi Bekam Kering
Widada ( 2010 ) menyebutkan bahwa terapi bekam kering dilakukan dengan
menghisap permukaan kulit tanpa mengeluarkan darah kotor sehingga menimbulkan
bendungan ( congesti ) darah selama 5 menit . Sesuai dengan prinsip kerja bekam
kering tersebut sebaiknya bekam kering tidak dianjurkan pada keadaan seperti
penderita infeksi kulit yang merata atau pada areal kulit yang mengalami luka karena
dapat menyebabkan keluarnya darah dari kulit yang infeksi atau kulit yang luka
sehingga menyebabkan timbulnya luka baru , pada penderita yang berumur lebih dari
60 tahun dikarenakan lemahnya kondisi fisik dan penurunan elastisitas kulit , wanita
hamil pada 3 bulan pertama karena dapat menimbulkan kontraksi pada bagian perut
akibat menahan nyeri saat di bekam , pada penderita dengan radang sendi dalam
pembekaman jangan sampai gelas bekam dipasang pada daerah yang sakit melainkan
di sekitarnya , dan pasien yang menderita kanker tidak boleh dilakukan bekam kering
karena dapat mempercepat metastase . ( Widada , 2011 )
2.1.3.4 . Efek Samping Bekam Kering
Terapi Bekam kering tidak memiliki efek samping yang berarti , hanya berupa
ketidaknyamanan minimal akibat sedikit intervensi pada kulit pasien . Beberapa
pasien kadang merasa hangat dan lebih panas pada area yang di bekam Hal ini terjadi
sebagai akibat dari pelebaran pembuluh darah atau vasodilatasi dan sedikit
berkeringat ( Widada , 2011 : 78 ) .
2.1.3.5 . Prinsip Kerja Bekam Kering
Pada prinsipnya kerja bekam dirangsang pada titik saraf tubuh seperti halnya
pengobatan akupuntur . Tetapi dalam akupuntur yang dihasilkan hanya perangsangan ,
sedangkan pada bekam selain di rangsang juga terjadi pergerakan aliran darah ( Widada ,
2011 : 7 )
Menurut ilmu kedokteran tradisional , bahwa di bawah kulit , otot , maupun fascia
terdapat suatu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa . Sifat istimewa yang dimaksud
yaitu antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan melintang
membentuk jaring - jaring atau jala Menurut Tradisional Chinese Medicine , jaring - jaring
atau jala ini dapat disamakan dengan meridian . Dengan adanya jala ini maka terdapat
hubungan yang erat antara bagian tubuh sebelah atas dengan sebelah bawah , antara tubuh
bagian dalam dengan bagian luar , antara bagian kiri tubuh dengan bagian kanan , antara
organ - organ tubuh dengan jaringan bawah kulit , antara organ yang satu dengan organ yang
lain , antara organ tangan dan kaki , antara organ padat dan organ berongga , dan lain
sebagainya sehingga membentuk sutu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dapat bereaksi
serentak . Kelainan yang terjadi pada satu poin ini dapat ditularkan dan mempengaruhi poin
lainnya . Sebaliknya , pengobatan pada satu poin akan menyembuhkan poin lainnya ( Umar ,
2010 : 92 )
Menurut Umar ( 2004 ) dalam Widada ( 2011 : 8 ) dijelaskankan bahwa mekanisme
kerja terapi bekam terjadi di bawah kulit dan otot yang terdapat banyak titik saraf . Titik -
titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya , sehingga bekam
dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul saraf terkait .
Apabila dilakukan pembekaman pada satu poin , maka di kulit ( kutis ) , jaringan bawah kulit
( sub kutis ) , fascia dan ototnya akan terjadi kerusakan dari sel mast dan lain - lain . Akibat
kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin , histamin , bradikinin , Slow
Reacting Subtance ( SRS ) , serta zat - zat lain yang belum diketahui . Zat - zat ini
menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol , serta flare reaction pada daerah yang
dibekam . Dilatasi kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman .
Ini menyebabkan terjadinya perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah . Akibatnya , timbul
efek relaksasi ( pelemasan ) otot - otot yang kaku . Yang terpenting adalah dilepaskannya
Corticotrophin Releasing Factor ( CRF ) serta releasing factors lainnya oleh adenohipofise ,
CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH ( Adrenocorticotropic hormone ) ,
korticotropin . kortikosteroid . Kortikosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan
peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel ( Umar , 2010 : 93 ).
Sedangkan golongan histamin yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam
proses reparasi ( perbaikan ) sel serta jaringan yang rusak serta memacu pembentukan sel
retikuloendotelial , yang akan meninggikan daya resistensi ( daya tahan ) dan imunitas
( kekebalan ) tubuh . Sistem imun ini terjadi melalui pembentukan interleukin dari cell karena
faktor neural , peningkatan jumlah sel T karena peningkatan set enkephalin , enkephalin , dan
endorphin yang merupakan mediator antara susunan saraf pusat dan sistem imun , substansi P
yang mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun , serta peranan kelenjar pituitary dan
hypothalamus anterior yang memproduksi CRF ( Umar , 2010 : 93 ) .
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat
saraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui
saraf A - delta dan C , serta traktus spina thalamikus ke arah thalamus yang akan
menghasilkan endorphin . Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui
serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri
( Umar , 2010 : 93 94 ) .
Pada sistem endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hipothalamus dan
pituitari sehingga menghasilkan ACTH , dan TSH ( Thyroid Stimulating Hormone ) .
Sedangkan melalui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan hormon -
hormon insulin , thyroxin , adrenalin, kortikotropin , estrogen , progesteron , testosteron
Hormon - hormon inilah yang bekerja di tempat yang jauh dari yang dibekam , sehingga bisa
memperbaiki organ yang letaknya jauh dari tempat yang dibekam ( Umar , 2010 : 94 )
2.1.3.6 . Titik Bekam Untuk Nyeri LBP
Penentuan titik bekam merupakan hal yang pokok dalam terapi bekam . Semakin
tepat ( akurat ) dalam menemukan titik bekam , semakin besar efek kesembuhan yang di
timbulkan . Widada ( 2011 ) menyebutkan bahwa daerah yang dianjurkan untuk dibekam
adalah daerah bagian belakang tubuh , karena tubuh bagian belakang berdekatan dengan
pusat sistem saraf dan sumsum tulang belakang . Terapi bekam menggunakan mekanisme
jaringan dan prinsip perwakilan Tempat dilakukan bekam koring pada pasien LBP terletak
pada area bekam pertama total keseluruhan 5 titik yaitu pada bagian leher sebanyak 2 titik
kemudian 2 titik lagi di pundak dan di media tubuh setinggi cervical VII sebanyak 1 titik .
Area kedua total keseluruhan 5 titik Meliputi 2 titik pada daerah pinggang 2 titik pada daerah
ginjal dan 1 titik di tengah setinggi lumbosacral . Area ketiga total keseluruhan 2 titik
letaknya berada di tiga jari pada bawah lipatan belakang tungkai kaki kanan dan kiri .
2.1.3.7 . Prosedur bekam kering
Teknik pelaksanaan bekam adalah dengan menggunakan alat kop khusus ( vacuum
pump ) yang digunakan dengan cara menarik udara di dalam gelas sehingga kulit yang ada di
bawahnya akan terangkat ke dalam gelas hampa udara tersebut . Kondisi ini akan
menyebabkan bendungan ( congesti ) darah selama 5-10 menit yang diharapkan sebagai
rangsangan pada titik - titik meridian
Berikut ini prosedur terapi bekam kering antara lain ( Widada , 2011 ) :
1. Persiapan Pasien
1) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Sebaiknya pasien diperiksa tanda - tanda vitalnya
2. Persiapan lingkungan
1) Berikan privasi yang optimum bagi pasien
2) Dianjurkan pasien dalam posisi tertelentang , telungkup atau duduk menunduk
sesuai dengan daerah yang akan dibekam.
3. Persiapan alat dan bahan
1) Gelas bekam 5 buah
2) Vacum pump
3) Handschoen I pasang
4) Kertas tissue secukupnya
5) Minyak zaitun
6) Tempat sampah
4. Persiapan petugas
1) Schort atau celemek
2) Masker
3) Handschoen
5. Prosedur Pelaksanaan Terapi bekam kering
1) Petugas cuci tangan dan memakai APD
2) Petugas menentukan titik utama bekam kering untuk nyeri LBP
3) Area yang akan di bekam diberi minyak ( zaitun )
4) Area yang dipilih ditutup gelas bekam dan dipompa 3 kali tarikan
5) Tunggu hingga durasi pembekaman selesai ( 5 menit ) , kemudian gelas di
lepas
6) Pembekaman selesai , pasien dirapikan.
6. Durasi pembekaman Lama atau durasi yang dianjurkan untuk terapi bekam kering
adalah 5 menit . Karena tidak disertai dengan pengeluaran darah sehingga pengisapan
hanya dilakukan satu kali pada satu titik ( Widada , 2011 : 4 )
2.1.4 . Pengaruh Terapi Bekam Kering untuk LBP
Keluhan LBP muncul akibat adanya rangsangan yang mengiritasi reseptor nyeri pada
daerah sekitar lumbosakral dan skroiliakal yang disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki .
Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot - otot
punggungnya untuk melakukan gerakan pada lumbal Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan fisiologis pada otot - otot tersebut , yaitu berkurangnya massa otot dan penurunan
kekuatan otot . Akhirnya individu akan mengalami penurunan tingkat aktivitas fungsionalnya
. Hal ini bisa disebabkan oleh Faktor - faktor lain seperti obesitas , masalah struktur ,
peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini juga menjadi pemicu timbulnya keluhan
LBP ini Semua penyebab yang telah disebutkan di atas pada akhirnya akan memberikan
rangsangan pada reseptor nyeri sehingga pada akhirnya sensasi nyeri dirasakan .
Seperti yang diketahui bahwa reseptor nyeri memiliki bentuk bercabang serta sangat
dekat dengan kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal , sel - sel mast ,
folikel rambut dan kelenjar keringat Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari
cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf
dan dengan organ internal yang lebih besar Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan
transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin , bradikinin , asetilkolin dan substansi P.
Prostaglandin dimana zat tersebut merupakan mediator inflamasi yang dapat menimbulkan
efek nyeri ( Brunner & Suddarth , 2002 ) .
Dengan diberikannya terapi bekam kering ini , akan terjadi kerusakan dari sel mast /
basofil dan lain - lain . Hal ini akan menyebabkan terjadinya dilatasi ( pengembangan )
kapiler dan arteriol serta flare reaction pada daerah yang di bekam . Dilatasi kapiler juga
dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman . Ini menyebabkan terjadi
perbaikan microcirculation pembuluh darah sehingga menimbulkan kesan relaksasi pada otot
yang dapat mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan ( Dunsmuir , 2007 ) .
Kesan relaksasi yang didapatkan dari proses pembekaman lalu diteruskan menuju
hypothalamus sehingga dilepaskannya Corticotropin Realising Factor ( CRF ) serta releasing
faktor lainnya oleh adeno hipofise di hipotalamus . CRF ini kemudian memben rangsangan
kepada kelenjar pituary untuk meningkatkan produksi pro - opioidmelanocortin sehingga
produksi enkephalin oleh medulla adrenal juga meningkat . Enkephalin merupakan suatu
peptida kecil yang menyebabkan inhibisi prasinaps serabut tipe C dan A- Delta di medulla
spinalis sehingga mengurangi penghantaran stimulus nyeri keluar dari medulla spinalis
sehingga sensasi nyeri berkurang . CRF juga akan menyebabkan terbentuknya ACTH ,
Kortikotropin , dan Kortikosteroid Senyawa kortikosteroid ini seperti yang sudah diketahui
mempunyai khasiat dalam meredakan inflamasi serta menstabilkan permeabilitas sel .
( Aldjoefri , 2013 ).
Pembekaman yang dilakukan dibawah kulit juga akan menstimulasi saraf perifer di
permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada comu posterior medulla spinalis melalui saraf A
- delta dan C , serta traktus spina thalamikus yang akan menghasilkan senyawa endhorpin .
Sebagian rangsangan lainnya juga akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke
motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri ( Umar , 2010 ) . ( Galih , 2009 )
2.2 . Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep - konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan ( Nursalam , 2011 ) , Kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.2

2.3 Hipotesis
Hipotesis didalam penelitian merupakan jawaban sementara penelitian yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut ( Nursalam , 2011 ) . Hipotesis
alternatif pada penelitian ini adalah Ha Ada pengaruh terapi bekam kering terhadap
intensitas nyeri pada pasien dengan LBP

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitiannya .
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre - experimental . Disebabkan masih
terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen
dan karena tidak adanya variabel kontrol ( Sugiyono , 2010 : 109 ) . Rancangan dalam
penelitian ini menggunakan one group pre - test dan post - test design tanpa kelompok
kontrol yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi bekam kering terhadap
intensitas nyeri pada pasien dengan LBP di praktek perawat Dawan Usadha
Klungkung . Pre test dilakukan sebelum diberikan intervensi , kemudian setelah 10
menit pemberian terapi bekam kering dilakukan post test sebagai test akhir .
3.2. Kerangka kerja
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 . Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan di praktek perawat Dawan Usadha Klungkung , yang
terletak di Banjar Metulis , Desa Dawan Kaler , Kecamatan Dawan , Kabupaten Klungkung ,
Provinsi Bali . Alasan pemilihan tempat adalah merupakan salah satu tempat praktik mandiri
perawat yang memberikan pelayanan holistik kepada masyarakat dengan mengedepankan
pemberian pelayanan keperawatan terapi komplementer salah satunya adalah terapi bekam
kering .
3.3.2 . Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan , yaitu sejak Nopember sampai dengan
Desember 2020. Peneliti melakukan pengambilan sampel pada sore sampai malam hari mulai
hari Senin hingga hari Sabtu , sesuai waktu kunjung klinik yaitu dari pukul 17.00 WITA
sampai 20.00 WITA .
3.4 . Populasi , Tehnik Sampling dan Sampel Penelitian
3.4.1 . Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah keseluruhan yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono , 2013 ) . Pada penelitian ini populasi yang
diteliti adalah pasien yang mengeluh nyeri punggung bawah yang datang ke praktek perawat
Dawan Usadha . Berdasarkan studi Dawan Usadha , pendahuluan yang dilakukan peneliti di
Praktek perawat didapatkan populasi pasien dengan keluhan nyeri punggung bawal dari bulan
Nopember sampai dengan Desember 2020 rata - rata perbulan adalah 30 pasien .
3.4.2 . Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan cara - cara yang di tempuh dalam pengambilan sampel ,
agar memperoleh sampel yang benar - benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian
( Nursalam , 2008 ) . Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non - probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu
teknik penentuan dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan pertimbangan
tertentu atau dikehendaki peneliti sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi ( Sugiyono ,
2013 ) .
3.4.3 . Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari poupulasi yang dipilih dengan cara tertentu yang dianggap
mewakili populasinya . Pada penelitian ini sampel diambil dari pasien dengan LBP yang
datang ke praktek perawat Dawan Usadha , yang telah menyetujui surat permohonan menjadi
responden penelitian ( Inform consent ) . Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 20 orang
dengan drop out 10 % .
1. Kriteria Insklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target
dan terjangkau yang akan diteliti ( Nursalam , 2011 ) . Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1) Pasien yang datang dengan keluhan LBP dalam batas usia 26 tahun sampai
dengan usia 55 tahun
2) Responden yang kooperatif .
3) Bersedia mengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed consent
2. Kriteria Eksklusit
Kriteria Eksklusi adalah mengeliminasi subjek atau sampel yang tidak memenuhi
kriteria eksklusi atau tidak layak menjadi sampel ( Nursalam , 2011 ) , ( Sugiyone ,
2013 ) Dalam hal ini yang termasuk dalam kriteria eksklusi adalah :
1) Pasien dengan LBP yang hamil 3 bulan pertama .
2) Pasien dengan LBP yang mempunyai riwayat gangguan pembekuan darah .
3) Pasien LBP dengan komplikasi penyakit lain yang menyertai .
4) Pasien dengan LBP yang memiliki luka pada bagian yang akan dibekam .
3.5 . Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 . Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang . obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono , 2013 ) . Adapun variabel dalam penelitian
1. Variabel Bebas / Independent
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat ( Sugiyono , 2013 ) .
Pada penelitian ini variabel bebasnya yaitu terapi bekam kering , karena terapi kam
kering yang akan mempengaruhi skala nyeri sebagai . variabel terikatnya .
2. Variabel Terikat / Dependent
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat .
karena adanya variabel bebas ( Sugiyono , 2013 ) ( 111 , 2013 ) Pada penelitian ini
yang menjadi variabel terikat yaitu intensitas nyeri pada pasien dengan nyeri akibat
LBP .

3.5.2 . Definisi Operasional


Definisi operasional yaitu mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karekteristik yang diamati , sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek maupun fenomena . Definisi operasional ini
ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam sebuah penelitian .
3.6 . Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.6.1.Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer . Data primer adalah
data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran , pengamatan , survey dan lain
- lain ( Setiadi , 2012 ) . Data primer diperoleh dari pengisian lembar wawancara yang berisi
inisial nama , umur , dan jenis kelamin responden serta penilaian intensitas nyeri dengan
menggunakan intensitas penilaian numerik sebelum dan setelah dilakukan intervensi terapi
bekam kering pada pasien yang mengalami LBP di Praktek Perawat Dawan Usadha .
3.6.2 . Cara Pengumpulan
Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian ( Wekke , 2020 )
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan
pengukuran intensitas nyeri sebelum dan sesuda diberikan terapi bekam kering dengan
menggunakan intensitas intensitas nyeri numerik yang terdapat dalam lembar wawancara
Lembar wawancara berisi inisial nama , umur , jenis kelamin , dan pengukuran intensitas
nyeri sebelum dan sesudah terapi bekam kering .
Adapun tahap - tahap dalam pengumpulan data sebagai berikut :
1 Prosedur administrasi
1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin studi pendahuluan di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali
2. Membawa surat rekomendasi dari kampus untuk mengadakan penelitian ke Dinas
Perijinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali .
3. Membawa Surat rekomendasi dari Dinas Perijinan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Bali untuk mengadakan penelitian ke Dinas Perijinan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Klungkung , kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Klungkung , Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Klungkung , Kantor
Kecamatan Dawan , Kepolisian Sektor Dawan , Komando Rayon Militer Dawan ,
dan prakterk perawat Dawan Usadha .
4. Peneliti mengurus surat permohonan uji etik penelitian .

2. Prosedur Teknis
1. Setelah mendapatkan ijin dari pihak Praktek Perawat Dawan Usadha untuk
melakukan penelitian , terlebih dahulu peneliti menunggu pasien yang datang
kemudian peneliti melakukan penyeleksian pasien sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi . Setelah pasien setuju menjadi responden , selanjutnya
akan diberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan , serta
menandatangani informed consent ( persetujuan ) sebagai subjek penelitian .
2. Penelitian ini peneliti dibantu oleh seorang peneliti pendamping dimana
sebelumnya dilakukan pelatihan dan penyamaan persepsi antara peneliti dan
peneliti pendamping pada tanggal 1 Nopember 2020 .
3. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan bekerja sama dengan
perawat di Praktek Perawat Dawan Usadha , serta pasien yang datang dengan
keluhan LBP . Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan
penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian serta resiko yang dialami .
Apabila responden menyatakan bersedia secara sukarela untuk ikut sebagai
subjek penelitian , maka responden diminta menandatangani informed consent
dan jika menolak menjadi responden maka peneliti tidak memaksa untuk
menghormati hak pasien .
4. Peneliti melakukan wawancara kepada responden dengan mengisi lembar
wawancara yang berisikan tentang biodata responden ( inisial nama , usia ,
jenis kelamin ) dan pengukuran intensitas nyeri dengan mengunakan intensitas
nyeri numerik . Wawancara akan dilakukan kepada responden sebelum
diberikan terapi bekam kering dan sesudah diberikan terapi bekam kering .
5. Terapi bekam kering hanya diberikan satu kali dimana pasien yang telah
memenuhi kriteria insklusi selama 5 menit dan kemudian dilakukan
pengukuran intensitas nyeri kembali 10 menit setelah diberikan terapi bekam
kering
6. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks
pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dan kemudian
dilakukan analisis data.
3.6.3 . Instrumen Pengumpul Data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik sehingga lebih
mudah diolah ( Tanzeh & Arikunto , 2004a ) .
Instrumen yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan menggunakan embar
wawancara untuk mengukur intensitas nyeri berupa Skala Nyeri Numerik ( Numerical Rating
Scale , NRSS ) dengan skor 0-10 untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi
. Intensitas ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah
intervensi terapeutik . Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien baik bila diberikan secara
lisan atau mengisi form kuesioner ( Tanzeh & Arikunto , 2004b ) ,
Lembar wawancara yang digunakan pada penelitian ini berisi inisial nama , umur ,
jenis kelamin dan pertanyaan yang diajukan mengenai intensitas nyeri yang akan ditanyakan
sebelum dilakukan terapi bekam kering dan sesudah dilakukan terapi bekam kering
3.7 . Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1 . Pengolahan Data
Menurut Riyanto ( 2009 ) pengolahan data merupakan suatu cara mengolah
sedemikian rupa data yang masih mentah ( raw data ) sehingga menjadi informasi yang
akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian . Agar analisis menghasilkan
informasi yang benar , ada empat tahapan dalam mengolah dala , yaitu :
1. Editing
Merupakan mengumpulkan semua hasil pengukuran dan mengecek
kelengkapan data pada lembar wawancara 2.
2. Coding .
Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka / bilangan agar mempermudah pada saat analisis data dan juga pada saat
entry data . Adapun kode yang digunakan yaitu pada pedoman lembar wawancara
antara lain :
1) Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur , kode 1 untuk
kelompok umur 26-35 tahun , kode 2 untuk kelompok umur 36-45
tahun , kode 3 untuk kelompok umur 46-55 tahun .
2) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin , kode 1 untuk laki
laki dan kode 2 untuk perempuan.
3. Entry
Merupakan upaya memasukkan data kedalam program Statistikal Package for
the Social Sciens ( SPSS ) untuk selanjutnya dilakukan analisis
4. Cleaning
Data yang telah di entry dicocokkan dan diperiksa kembali dengan data yang
didapatkan pada wawancara apakah sudah benar atau belum . Kemudian data yang
didapat disajikan dalam bentuk tabel .
3.7.2 . Analisis Data
Tehnik analisa data yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
1. Analisis univariat
Analisis yang dilakukan adalah univariat ( deskriptif ) , yaitu analisis yang dilakukan
pada tiap tabel dari hasil penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini dapat
menghasilkan mean , range standar deviasi , distribusi frekuesi dari tiap variabel . Analisis
ini dimaksudkan untuk megetahui distribusi dari variabelvariabel yang diamati sehingga
dapat mengetahui gambaran tiap variabel . Adapun data yang dianalisis secara univariat
meliputi : ( a ) biodata pasien yang terdiri dari umur dan jenis kelamin ( b ) Intensitas
Nyeri sebelum diberikan terapi bekam kering , dan ( c ) Intensitas Nyeri setelah diberikan
terapi bekam kering .
2. Analisis bivariat
Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel - variabel
penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen . Hal ini berguna
untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat . Untuk mengetahui
adanya pengaruh terapi bekam kering terhadap intensitas nyeri pada pasien LBP .
Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data . Berdasarkan hasil uji normalitas
dengan Shapiro - wilk didapatkan hasil sebagai berikut :
Berdasarkan data yang telah terkumpul diolah dengan teknik analisa data yaitu
mempergunakan uji parametrik . Penelitian ini menggunakan uji normalitas data
dengan menggunakan uji Shapiro Wilk . Data dikatakan berdistribusi normal apabila
nilai p > 0,05 . Dalam penelitian ini didapatkan hasil uji normalitas pre test ( 001 ) dan
post test ( , 003 ) sehingga p value < dari a 0,05 maka disimpulkan data tidak
berdistribusi normal . Karena data tidak berdistribusi normal maka analisis data
menggunakan uji Wilcoxon signed ranks test dengan tingkat kepercayaan 95 % ( α =
0,05 ) .
3.8 . Etika Penelitian
Permasalahan dalam etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia
menjadi isu sentral yang berkembang saat ini . Pada penelitian di Ilmu Keperawatan ,
hamper 90 % subjek yang digunakan adalah manusia , oleh karena itu peneliti harus
memahami prinsip - prinsip etika penelitian ( Nursalam , 2017 ) . Secara umum
prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian , yaitu prinsip
manfaat , prinsip mengharga hak - hak subjek dan prinsip keadilan ( Syafri , Edi ;
Endrizal , 2017 ).
Sebelum melakukan penelitian , peneliti mengajukan permohonan ke praktek
perawat Dawan Usadha Klungkung untuk memberikan ijin dalam melakukan studi
pendahuluan dengan memberikan surat keterangan studi pendahuluan sebagai lahan
penelitian . Langkah - langkah yang dilakukan untuk memenuhi etika penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Autonomity ( Hak untuk menjadi responden )
Autonomity adalah mebagikan lembar pengantar kuesioner kepada subjek
penelitian yang bertujuan bahwa subjek mengetahui identitas peneliti , maksud dan
tujuan , serta manfaat dari penelitian . Subjek penelitian yang akan dijadikan
responden harus menandatangani lebar peersetujuan ( informed consent ) , tetapi jika
subjek tidak bersedia terlibat didalam penelitian maka peneliti tidak boleh
memaksakan karena subjek mempunyai hak untuk tidak bersedia terlibat dalam
penelitian ( Hidayat , 2014 ) . Dalam penelitian ini tidak ada responden yang menolak
dijadikan subyek penelitian
2. Informed consent ( lembar persetujuan )
Lembar persetujuan penelitian diberikan sebelum penelitian dilakukan .
Tujuannya adalah agar subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data . Jika subjek bersedia diteliti maka harus
menandatangani lembar persetujuan . Jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya ( Nursalam , 2016 ) .
3. Anonimity ( Tanpa nama )
Dalam menjaga kerahasiaan responden , peneliti tidak mencantumkan nama pada
lembar pengumpulan data dan hanya mencantumkan inisial nama nama dari
responden pada lembar pengumpulan data . Kerahasiaan yang dilakukan peneliti
merpakan upaya untuk melindungi setiap identitas responden dan semua data yang
dibutuhkan dalam lingkup penelitian ( Hidayat , 2014 ) ,

4. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah -
masalah lainnya . Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin erahasiaannya
oleh penelitian ( Sugiono , 2016 )

DAFTAR PUSTAKA
Bourdieu , P. , Education , L , Albright , J. , Luke , A. , Abingdon , E. , Routledge , E. ,
Grenfell , M. , Post - postmodernisme , I. E. , Monjelat Implicada , P. , La , E. N ..
Fairstein , G. A. , Monjelat , N. , Monjelat , A. , Daniela , U. De , Sociales , C. ,
Virtual , C .. Motivación , C. , Sociales , C. , Bello Garcés , S. , ( 2018 ) . Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Low Back Pain dengan Pemberian Akupresure . 15 ( 2 ) ,
Motivaci , I .. Director , 2017-2019 .
https://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaciones jesus capitulos espanyol_jesus /
2005_motivacion para el aprendizaje Perspectiva alumnos.pdf % 0Ahttps :
//www.researchgate.net/profile/Juan Aparicio7 / public ation / 253571379 Los
estudios sobre el cambio_conceptual
Galih , M. A. ( 2009 ) . Teknik Bekam . 8-45 .
Harahap , hap . P. S. , Marisdayana , R. , & Al Hudri , M. ( 2019 ) . Faktor - faktor yang
berhubungan dengan keluhan Low Back Pain ( LBP ) pada pekerja pengrajin batik
tulis di Kecamatan Pelayangan Kota Jambi Tahun 2018 Risel Informasi Kesehatan , 7
( 2 ) , 147. https://doi.org/10.30644/rik.v7i2.157
Hikmatun , L. , Fatmawati , V. & Imania , D. R. ( 2019 ) . Hubungan Pekerjaan Dengan
Keluhan Low Back Pain Pada Lansia Di Puskesmas Gamping 1 .
III , B. A. B. ( 2013 ) . Metode Penelitian Analisa Data . E Tesis UIN , 38 50 .
Istichomah , C. ( 2011 ) . Perbedaan Efektivitas Analgesia Terapi Bekam Dengan
Akupunktur Pada Nyeri Leher . 1-21 . http://eprints.ums.ac.id/14884/
Karjoyo , J. , Pangemanan , D. , & Onibala , F. ( 2017 ) . Pengaruh Senam Kegel Terhadap
Frekuensi Inkontinensia Urine Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tumpaan Minahasa Selatan . Jurnal Keperawatan UNSRAT , 5 ( 1 ) . 107046 .
Kesehatan , F. I. ( 2019 ) . Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan low back pain di
puskesmas gamping 1 sleman yogyakarta .
Lestari , N. K. Y. N. E. S. ( 2019 ) . Pengaruh terapi bekam kering terhadap keluhan nyeri
punggung bawah pada pengerajin wanci di desa bresela kecamatan payangan . 3 ( 2 )
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/download/1044/pdf
Permenkes . ( 2544 ) . Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia ( Permenkes )
Nomor HK.02.02 / MENKES / 148 / 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik
perawat .
Ramananda , G. ( 2014 ) . Pengaruh Terapi Terapi Bekam Kering Terhadap Intensitas Nyeri
Pasien Dengan Low Back Pain . COPING NERS ( Community of 1 Publishing m
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/view/10772
S. C. Smeltzer dan B. G. Bare . ( 2002 ) . Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner dan
Suddarth ( Agung Waluyo ( ed . ) ) .
Sidemen , S. , & Claudia , C. ( 2016 ) . Manajemen Nyeri Pada Low Back Pain ( p . 14 ) .
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ale5496f4ae4b5cdf5

Anda mungkin juga menyukai